Revolusi Proletariat dan Kautsky si Pengkhianat
Pendahuluan
[sunting]Pamflet Kautsky, “The Dictatorship of Proletariat” (Kediktatoran Proletariat), yang baru-baru ini diterbitkan di Wina (Wien, 1918, Ignaz Brand, hal. 63), merupakan contoh paling jelas dari kebangkrutan Internasional Kedua yang paling memalukan, yang telah lama dibicarakan oleh semua kaum sosialis yang jujur di semua negeri. Revolusi proletariat sekarang sudah menjadi persoalan praktis di sejumlah negeri, dan oleh karenanya pemeriksaan terhadap cara-cara berpikir Kautsky yang sesat dan penuh pengkhianatan dan penolakan sepenuhnya terhadap Marxisme menjadi sangat penting.
Namun, pertama-tama harus ditekankan bahwa sejak permulaan perang[2] sang penulis telah berulang kali menunjukkan perpecahan Kautsky dengan Marxisme. Sejumlah artikel yang diterbitkan antara tahun 1914-1916 di jurnal Sotsial-Demokrat dan Kommunist, yang diterbitkan di luar negeri, membahas soal itu. Artikel-artikel ini selanjutnya dikumpulkan dan diterbitkan oleh Soviet Petrograd dengan judul “Against the Stream” (Melawan Arus), oleh G. Zinoviev, dan N. Lenin (Petrograd, 1918. hal. 550). Dalam sebuah pamflet yang diterbitkan di Jenewa pada 1915 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dan Prancis pada tahun yang sama, saya menjelaskan tentang “Kautskyisme” sebagaimana di bawah ini:
“Kautsky, pemimpin terkemuka Internasional Kedua, adalah contoh yang paling jelas dan khas tentang bagaimana sebuah pengakuan verbal terbuka terhadap Marxisme dalam prakteknya berubah menjadi “Struvisme” atau “Brentanoisme” (dengan kata lain, menjadi teori borjuis liberal yang mengakui adanya perjuangan “kelas” kaum proletariat yang non-revolusioner, yang mana diungkapkan dengan jelas oleh Struve, seorang penulis dari Rusia, dan Brentano, ekonom dari Jerman). Contoh lainnya adalah Plekhanov. Melalui metode sofistri, Marxisme dilucuti dari semangat revolusionernya yang hidup; segala sesuatunya diakui dalam kerangka Marxisme, kecuali metode-metode perjuangan revolusioner, propaganda dan persiapan untuk metode-metode tersebut, dan juga pendidikan bagi massa dalam rangka perjuangan revolusioner. Kautsky dengan cara-cara yang tidak prinsipil mendamaikan ide fundamental sovinisme-sosial, pengakuan atas pembelaan terhadap tanah air dalam perang hari ini, dengan konsesi diplomatis palsu kepada kaum Kiri. Hal ini dilakukannya dengan abstain dari pemungutan suara anggaran perang, klaim verbalnya sebagai oposisi, dll. Kautsky, yang pada 1909 menulis sebuah buku tentang periode revolusi yang semakin dekat dan tentang kaitan antara perang dan revolusi, yang pada 1912 menandatangani Manifesto Basel yang berbicara mengenai menggunakan peluang revolusioner dari perang yang akan datang, sungguh berusaha keras untuk membenarkan dan menghiasi sovinisme-sosial, dan, seperti Plekhanov, bergabung dengan kaum borjuasi untuk mencemooh setiap pemikiran tentang revolusi dan semua langkah menuju perjuangan revolusioner yang segera.
“Kelas buruh tidak dapat memainkan peran revolusioner yang mendunia kecuali jika kelas buruh mengobarkan sebuah perjuangan yang tanpa-belas-kasihan untuk melawan kemunduran, kepengecutan, dan ketundukan terhadap oportunisme, dan vulgarisasi terhadap teori-teori Marxisme yang tidak ada paralelnya ini. Kautskyisme bukanlah sebuah kebetulan; ia adalah produk sosial dari kontradiksi-kontradiksi di dalam Internasional Kedua, yang merupakan campuran antara kesetiaan terhadap Marxisme dalam kata-kata dan subordinasi terhadap oportunisme dalam praktek. “(G. Zinoviev dan N. Lenin, “Sosialisme dan Perang” Jenewa, 1915, hal. 13-14).
Lagi, dalam buku saya yang berjudul “Imperialisme, Tahapan Tertinggi Dalam Kapitalisme” yang ditulis pada 1916, dan diterbitkan di Petrograd pada 1917, saya membedah serinci-rincinya kesalahan teoritis dari semua argumen Kautsky tentang imperialisme. Saya mengutip definisi Kautsky tentang imperialisme: “Imperialisme adalah sebuah produk dari kapitalisme industrial yang sangat berkembang, di mana setiap bangsa kapitalis industrial berusaha mengontrol atau menganeksasi semua daerah agraris yang besar [italik dari Kautsky], tidak peduli bangsa mana yang mendudukinya.” Saya menunjukkan betapa kelirunya penjelasan ini, dan bagaimana penjelasan itu telah ‘diadaptasi” untuk menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi yang paling dalam dari imperialisme, dan kemudian “diadaptasi” untuk didamaikan dengan oportunisme. Saya memberikan definisi saya sendiri tentang imperialisme: “Imperialisme adalah kapitalisme pada tahap perkembangan di mana dominasi monopoli dan kapital finansial telah menjadi kenyataan, di mana ekspor kapital telah menjadi sangat penting; di mana pembagian dunia di antara sindikat-sindikat internasional telah dimulai; di mana pembagian wilayah-wilayah dunia di antara kekuatan-kekuatan kapitalis terbesar telah selesai.” Saya menunjukkan bahwa kritik Kautsky terhadap imperialisme jauh lebih rendah ketimbang kritik kaum borjuis filistin.
Akhirnya, pada bulan Agustus dan September 1917 — yakni, sebelum revolusi proletar Rusia (25 Oktober [7 November] 1917), saya menulis sebuah pamflet (yang diterbitkan di Petrograd di awal 1918) yang berjudul “Negara dan Revolusi. Teori Marxis tentang Negara dan Tugas-Tugas Kaum Proletariat dalam Revolusi”. Dalam Bab IV dari buku ini yang berjudul “Vulgarisasi Marxisme oleh Kaum Oportunis,” saya memberikan perhatian khusus terhadap Kautsky dengan menunjukkan bahwa dia telah sepenuhnya mendistorsi pemikiran-pemikiran Marxisme, mengubahnya agar sesuai dengan oportunisme, dan bahwa dia telah “menyangkal revolusi dalam praktek, kendati menerimanya dalam ucapan.”
Pada intinya, kesalahan utama secara teoritis yang dibuat oleh Kautsky dalam pamfletnya tentang kediktatoran proletariat terletak pada distorsi-distorsinya yang oportunis terhadap pemikiran-pemikiran Marx tentang Negara — distorsi-distorsi yang telah saya bedah secara rinci dalam pamflet saya yang berjudul “Negara dan Revolusi.”
Pernyataan-pernyataan awal ini dibutuhkan karena mereka menunjukkan bahwa saya telah menuduh Kautsky secara terbuka sebagai seorang pengkhianat jauh sebelum kaum Bolshevik mengambil alih kekuasaan Negara dan dikutuk oleh Kautsky sehubungan dengan perebutan kekuasaan tersebut.
Bagaimana Kautsky Mengubah Marx Menjadi Seorang Liberal
[sunting]Persoalan fundamental yang didiskusikan oleh Kautsky dalam pamfletnya adalah esensi utama dari revolusi proletariat, yakni kediktatoran proletariat. Ini adalah persoalan yang mempunyai arti penting terbesar bagi semua negeri, terutama bagi negeri-negeri yang maju, terutama bagi negeri-negeri yang sedang berperang, dan terutama pada saat ini. Seseorang bisa berkata tanpa ketakutan untuk melebih-lebihkan bahwa kediktatoran proletariat merupakan problem kunci dari semua perjuangan kelas proletar. Oleh karena itu, amat penting untuk memberikan perhatian khusus terhadap masalah tersebut.
Kautsky merumuskan persoalan ini sebagai berikut: “Perbedaan antara dua aliran sosialis (yakni kaum Bolshevik dan kaum non-Bolshevik) adalah perbedaan antara metode-metode yang sangat berbeda: metode diktatorial dan metode demokratis” (hal. 3).
Marilah kita ingat lagi, bahwa ketika Kautsky menyebut kaum non-Bolshevik di Rusia (yakni kaum Menshevik dan kaum Sosialis-Revolusioner) kaum sosialis, ia dibimbing oleh nama mereka, yakni oleh sebuah kata, dan bukan oleh tempat yang sesungguhnya mereka tempati di dalam perjuangan antara kaum borjuasi dan kaum proletar. Betapa indahnya pemahaman dan penerapan Marxisme yang seperti demikian! Tetapi saya akan menjelaskan lebih jauh tentang ini nanti.
Untuk saat ini, kita harus menghadapi masalah yang utama, yakni penemuan Kautsky yang terbesar mengenai “perbedaan fundamental” antara “metode demokratis dan metode diktatorial”. Inilah problem yang terutama; inilah esensi dari pamflet Kautsky. Dan ini sungguh merupakan kekacauan teoritis yang begitu buruk, penolakan yang sepenuh-penuhnya terhadap Marxisme, di mana Kautsky, harus diakui, telah begitu jauh melebihi Bernstein.
Persoalan kediktatoran proletariat adalah persoalan relasi negara proletariat terhadap negara borjuis, relasi demokrasi proletariat terhadap demokrasi borjuis. Kita mungkin dapat berpikir bahwa ini begitu jelas dan mudah. Akan tetapi Kautsky, seperti seorang guru sekolah yang telah menjadi kering kerontang seperti debu karena mengutip buku-buku teks sejarah tua yang sama, dengan berkeras-hati memalingkan punggungnya ke abad ke-20 dan terus menatap ke abad ke-18, dan untuk keseratus kalinya, di dalam sejumlah paragraf, dengan cara yang sungguh membosankan bermeditasi mengenai relasi demokrasi borjuis terhadap absolutisme dan medievalisme!
Ini terdengar seperti dia sedang mengigau dalam tidur!
Akan tetapi, ini artinya ia telah sepenuhnya gagal memahami masalah ini. Kita tidak bisa tidak tersenyum melihat usaha Kautsky untuk membuat bahwa tampaknya ada orang-orang yang mengajarkan “kebencian terhadap demokrasi” (hal. IA) dan sebagainya. Inilah omong kosong yang digunakan oleh Kautsky untuk mengaburkan dan membuat masalah ini menjadi kacau-balau, karena ia berbicara seperti kaum liberal, berbicara tentang demokrasi secara umum, dan bukannya tentang demokrasi borjuis; bahkan ia menolak menggunakan istilah kelas yang jelas ini, dan sebaliknya ia berusaha berbicara tentang demokrasi “pra-sosialis”. Pembual ini menghabiskan sepertiga dari pamfletnya, atau dua puluh halaman dari enam puluh tiga halaman pamfletnya, untuk omong kosong ini, yang begitu menyejukkan hati kaum borjuasi karena ini pada akhirnya sama dengan menghiasi demokrasi borjuis, dan mengaburkan masalah revolusi proletariat.
Namun, bagaimanapun juga, judul dari pamflet Kautsky adalah “Kediktatoran Proletariat”. Semua orang tahu, bahwa inilah esensi yang paling mendasar dari doktrin Marx; dan setelah sekian banyak omong kosong yang tidak relevan Kautsky merasa berkewajiban mengutip kata-kata Marx tentang kediktatoran proletariat.
Akan tetapi cara bagaimana Kautsky, “sang Marxis”, mengutip Marx sangatlah konyol! Coba dengar ini:
“Pandangan ini (yang Kautsky sebut “kebencian terhadap demokrasi”) “bersandar pada sebuah kata tunggal dari Karl Marx.” Inilah yang Kautsky katakan secara harfiah pada halaman 20. Dan pada halaman 60, hal yang sama diulang kembali, bahkan dalam bentuk bahwa, mereka (kaum Bolshevik) “secara oportunis mengungkit kembali kata kecil ini” (inilah yang secara harfiah Kautsky tulis - des Wörtchens!!) “tentang kediktatoran proletariat yang dipergunakan oleh Marx sekali saja pada tahun 1875 dalam sebuah surat“.
Inilah sedikit “kata kecil” dari Marx tersebut:
“Di antara masyarakat kapitalis dan komunis ada sebuah periode transformasi revolusioner dari masyarakat kapitalis ke masyarakat komunis. Bersamaan dengan ini terdapat juga sebuah periode transisi politik di mana negara haruslah berupa kediktatoran proletariat yang revolusioner”
Pertama-tama, untuk menyebut pemikiran Marx klasik ini, yang menyimpulkan seluruh ajarannya yang revolusioner, sebagai “sebuah kata tunggal” dan bahkan “sebuah kata kecil” adalah penghinaan dan penolakan penuh terhadap Marxisme. Kita tidak boleh lupa kalau Kautsky paham betul tentang Marx, dan menimbang dari semua yang telah dia tulis, dia memiliki di mejanya, atau di kepalanya, sejumlah laci di mana semua yang pernah ditulis oleh Marx telah diarsipkan dengan hati-hati supaya dengan mudah dapat digunakan sebagai kutipan. Kautsky mestinya tahu bahwa baik Marx maupun Engels, dalam surat-suratnya sebagaimana juga karya-karyanya yang dipublikasikan, berulang kali berbicara tentang kediktatoran proletariat, sebelum dan terutama setelah Komune Paris. Kautsky harusnya tahu bahwa formula “kediktatoran proletariat” adalah formulasi yang lebih konkret secara historis dan lebih tepat secara ilmiah mengenai tugas-tugas kaum proletariat untuk “menghancurleburkan” mesin negara borjuis. Inilah yang dinyatakan oleh Marx dan Engels selama 40 tahun antara 1852 dan 1891 dalam menyimpulkan pengalaman revolusi 1848, dan terlebih lagi, revolusi 1871.
Kemudian bagaimana menjelaskan distorsi yang begitu dahsyat terhadap Marxisme yang dibuat oleh Kautsky, sang Marxis formalis itu? Sehubungan dengan akar filsafat dari fenomena ini, ini adalah substitusi dialektika dengan eklektisme dan sofisme. Kautsky adalah ahli substitusi seperti ini. Berangkat dari sudut pandang politik praktis, ini adalah ketundukan terhadap kaum oportunis, yakni pada analisa terakhir adalah ketundukan terhadap kaum borjuis. Semenjak pecahnya perang, Kautsky telah tumbuh pesat dalam seni menjadi seorang Marxis dalam kata-kata dan antek kaum borjuis dalam perbuatan, hingga ia sekarang telah menjadi ahlinya.
Kita akan merasa bahkan lebih yakin tentang ini bila kita periksa betapa hebatnya Kautsky dalam “menginterpretasi” “kata kecil” Marx tentang kediktatoran proletariat. Perhatikan hal berikut ini:
“Sayangnya Marx lalai menunjukkan kepada kita dengan lebih terperinci tentang bagaimana ia membentuk konsep kediktatoran ini…(Ini adalah sebuah kalimat yang sungguh-sungguh palsu dari seorang pengkhianat, karena Marx dan Engels sesungguhnya telah memberikan kepada kita sejumlah indikasi yang sangat detil, yang mana Kautsky, sang Marxis formalis, telah dengan sengaja mengabaikannya.) “Secara harfiah, istilah kediktatoran bermakna penghapusan terhadap demokrasi. Namun tentunya juga secara harfiah istilah ini juga bermakna kekuasaan absolut dari seorang individu yang tidak dibatasi oleh satu hukum pun -- sebuah autokrasi yang berbeda dari despotisme hanya jika kediktatoran ini bukan sebuah lembaga negara yang permanen, melainkan kebijakan darurat sementara.
“Istilah kediktatoran proletariat, oleh karenanya bukan kediktatoran dari seorang individu, tetapi kediktatoran kelas yang dalam dirinya sendiri (ipso facto) menghindari kemungkinan bahwa Marx dalam hal ini memikirkan kediktatoran secara harfiah.
“Di sini dia tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan, tetapi mengenai sebuah kondisi yang harus muncul ketika proletariat telah meraih kekuasaan politik. Bahwa Marx dalam hal ini tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia berpendapat bahwa transisi di Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai, yakni dengan cara demokratis.” (hal. 20)
Kita telah dengan sengaja mengutip argumen ini sepenuhnya sehingga pembaca dapat melihat dengan jelas metode yang dipakai oleh Kautsky “sang teoretikus”.
Kautsky memilih untuk melakukan pendekatan terhadap masalah ini dengan memulai mendiskusikan definisi “kata” kediktatoran.
Baiklah. Setiap orang punya hak sakral untuk menggunakan pendekatan apapun yang dia kehendaki terhadap sebuah masalah. Kita hanya harus melihat mana pendekatan yang serius dan jujur, dan mana yang tidak jujur. Setiap orang yang ingin serius dalam melakukan pendekatan terhadap masalah ini harus memberikan definisinya sendiri tentang “kata” kediktatoran. Dengan demikian, masalah ini bisa ditelaah dengan sebaik-baiknya. Namun Kautsky tidak melakukan ini. Dia menulis, “Secara harfiah, kata kediktatoran bermakna penghapusan demokrasi.”
Pertama-tama, ini bukanlah sebuah definisi. Bila Kautsky ingin menghindari pemberian definisi tentang konsep kediktatoran, mengapa dia memilih pendekatan seperti ini?
Kedua, yang dikatakan oleh Kautsky itu jelas salah. Adalah hal yang alami bagi seorang liberal untuk berbicara mengenai “demokrasi” secara umum; tetapi seorang Marxis tidak akan pernah lupa bertanya: “untuk kelas mana?” Setiap orang tahu, misalnya (dan Kautsky “sang sejarawan” juga tahu), bahwa pemberontakan, atau bahkan gejolak yang besar, di antara para budak pada zaman kuno dengan segera mengungkapkan bahwa negara zaman kuno itu pada dasarnya adalah sebuah kediktatoran pemilik budak. Apakah kediktatoran ini menghapus demokrasi di antara, dan bagi, para pemilik budak? Semua orang tahu ini tidak.
Kautsky “sang Marxis” membuat pernyataan yang betul-betul tidak masuk akal dan sama sekali tidak benar ini karena ia “melupakan” perjuangan kelas…
Agar kita dapat mengubah pernyataan Kautsky yang liberal dan keliru itu menjadi pernyataan yang betul-betul Marxis dan benar, maka kita harus berkata: kediktatoran itu tidak selalu berarti penghapusan terhadap demokrasi bagi kelas yang melaksanakan kediktatoran di atas kelas-kelas yang lain; akan tetapi ia berarti penghapusan (atau pembatasan material yang teramat ketat, yang juga merupakan salah satu bentuk penghapusan) demokrasi bagi kelas yang menjadi objek dari kediktatoran tersebut.
Akan tetapi, sebenar-benarnya pernyataan ini, tetap saja ini tidak memberikan sebuah definisi untuk kediktatoran.
Marilah kita periksa kalimat Kautsky yang selanjutnya:
“… Tetapi, tentu saja, bila diambil secara harfiah, kata itu juga bermakna kediktatoran absolut dari seorang individu yang tidak dibatasi oleh satu hukum pun….”
Seperti seekor anjing buta yang mengendus ke sana ke mari, Kautsky secara kebetulan menemukan sebuah ide yang benar (yaitu, bahwa kediktatoran adalah kekuasaan yang tak terbatas oleh satu hukum pun). Meskipun demikian, ia gagal untuk memberikan definisi tentang kediktatoran, dan, terlebih lagi, ia membuat kesalahan besar historis yang sangat jelas, yakni bahwa kediktatoran berarti kekuasaan dari seorang individu. Ini bahkan keliru secara tata bahasa, karena kediktatoran bisa juga dilaksanakan oleh sekelompok orang, atau oleh sebuah oligarki, atau oleh sebuah kelas dan sebagainya.
Kautsky kemudian menunjukkan perbedaan antara kediktatoran dan despotisme. Meskipun yang dikatakannya jelas-jelas salah, kita tidak akan mendiskusikannya karena ini sama sekali tidak relevan untuk masalah yang kita hadapi. Semua orang tahu kecenderungan Kautsky untuk berpaling dari abad ke-20 ke abad ke-18, dan dari abad ke-18 ke zaman klasik kuno, dan kita berharap bahwa kaum proletariat Jerman, setelah mereka telah meraih kediktatorannya, akan mengingat kecenderungan Kautsky ini dan menunjuknya untuk menjadi guru sejarah kuno di sebuah sekolah tertentu. Untuk menghindari definisi kediktatoran proletariat dengan berfilsafat mengenai despotisme adalah kebodohan yang kasar atau tipu daya yang canggung.
Sebagai akibatnya, kita menemukan bahwa, setelah berdiskusi tentang kediktatoran, Kautsky mengulang-ulang begitu banyak kebohongan tetapi tidak memberikan satu definisi pun tentang kediktatoran! Alih-alih menggunakan kemampuan berpikirnya, dia bisa saja menggunakan memorinya untuk menarik dari “laci-laci dokumennya” setiap saat Marx berbicara tentang kediktatoran. Bila saja dia melakukan ini, dia tentu akan tiba pada definisi berikut ini atau yang serupa dengannya:
Kediktatoran adalah kekuasaan yang didasarkan langsung atas kekerasan dan tidak dibatasi oleh hukum apapun.
Kediktatoran revolusioner proletariat adalah kekuasaan yang dimenangkan dan dipelihara dengan penggunaan kekerasan oleh proletariat dalam melawan kaum borjuasi, kekuasaan yang tidak dibatasi oleh hukum apa pun.
Kebenaran yang sederhana ini, kebenaran yang begitu jelas ini bagi setiap buruh yang sadar-kelas (yang mewakili massa rakyat, dan bukan lapisan atas dari para bajingan borjuis-kecil yang telah disuap oleh kaum kapitalis, begitulah kaum imperialis-sosial di semua negeri), kebenaran ini, yang begitu jelas bagi setiap perwakilan dari kelas-kelas tertindas yang sedang berjuang bagi emansipasinya, kebenaran ini, yang tidak bisa diganggu gugat bagi setiap Marxis, harus “diperas dengan susah payah” dari tuan Kautsky yang terpelajar! Bagaimana hal ini dapat dijelaskan? Ini dapat dijelaskan dengan mudah oleh semangat penghambaan yang memenuhi para pemimpin Internasional Kedua, yang telah menjadi penjilat kaum borjuasi yang hina
Kautsky pertama-tama menggunakan tipu daya dengan mengumbar omong kosong bahwa kata kediktatoran, secara harfiah, berarti kediktatoran dari seorang individu, dan kemudian – dengan menggunakan kekuatan dari tipu daya ini – dia menyatakan bahwa “oleh karenanya” kata-kata Marx mengenai kediktatoran sebuah kelas tidak dimaknakan dalam arti harfiahnya (tetapi di dalam makna di mana kediktatoran tidak berarti kekerasan revolusioner, tetapi berarti “secara damai” memenangkan mayoritas di bawah “demokrasi” borjuis).
Kita harus membedakan antara “kondisi” dan “bentuk pemerintahan”. Sungguh perbedaan yang sangat dalam; ini seperti menggambarkan perbedaan antara “kondisi” dari kebodohan seseorang yang berpikir bodoh, dan “bentuk” kebodohannya.
Kautsky merasa perlu mengartikan kediktatoran sebagai sebuah “kondisi dominasi” (inilah ungkapan harfiah yang digunakannya di halaman selanjutnya, hal. 21), karena dengan demikian kekerasan revolusioner, dan revolusi yang penuh dengan kekerasan menghilang. “Kondisi dominasi” adalah sebuah kondisi di mana setiap mayoritas menemui dirinya di bawah ... “demokrasi”! Berkat tipu daya seperti ini, revolusi lenyap dengan mudahnya!
Akan tetapi, penipuan itu begitu kasar dan tidak akan dapat menyelamatkan Kautsky. Kita tidak dapat menyembunyikan fakta bahwa kediktatoran mensyaratkan dan bermakna sebuah “kondisi”, sebuah kondisi yang begitu tidak disetujui oleh para pengkhianat, kondisi kekerasan revolusioner satu kelas terhadap kelas yang lainnya. Sangatlah konyol untuk menarik perbedaan antara sebuah “kondisi” dan sebuah “bentuk pemerintahan”. Untuk berbicara tentang bentuk pemerintahan dalam hal ini adalah sangat bodoh, karena setiap anak sekolah tahu bahwa monarki dan republik adalah dua bentuk pemerintahan yang berbeda. Kita harus menjelaskan kepada Tn. Kautsky bahwa kedua bentuk pemerintahan ini, seperti semua “bentuk pemerintahan” transisional di bawah kapitalisme, hanyalah variasi-variasi dari negara borjuis, yakni, variasi-variasi dari kediktatoran borjuis.
Terakhir, berbicara tentang bentuk pemerintahan bukan hanya sesuatu yang bodoh, tetapi juga pemalsuan yang kasar terhadap pemikiran Marx, yang jelas-jelas berbicara mengenai bentuk negara dan bukan bentuk pemerintahan.
Revolusi proletariat tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa penghancuran paksa mesin negara borjuis, dan penggantiannya dengan negara yang baru yang, seperti yang dikatakan oleh Engels, “bukan lagi negara dalam makna kata yang sesungguhnya”.
Posisi Kautsky yang berkhianat membuat dirinya harus memungkiri dan mengaburkan semua ini.
Maka kita lihat tipu muslihat yang dipergunakannya.
Muslihat yang pertama. “Bahwa Marx dalam hal ini tidak berbicara mengenai bentuk pemerintahan terbukti oleh fakta bahwa dia berpendapat bahwa transisi di Inggris dan Amerika dapat terjadi dengan damai, yakni dengan cara demokratis.”
Bentuk pemerintahan tidak ada hubungannya sama sekali dengan ini, karena ada monarki-monarki yang merupakan bentuk negara borjuis yang tidak tipikal, di mana tidak ada klik militer. Dan ada republik-republik yang cukup tipikal dalam hal ini, misalnya memiliki klik militer dan birokrasi. Ini adalah fakta historis dan politis yang diketahui secara universal, dan Kautsky tidak dapat memalsukannya.
Bila Kautsky hendak berargumen dengan cara yang serius dan jujur, seharusnya ia bertanya pada dirinya sendiri: Apakah ada hukum sejarah mengenai revolusi yang tidak ada pengecualian? Dan jawabannya: tidak ada hukum seperti itu. Hukum seperti itu hanya berlaku untuk kasus-kasus tipikal, yang Marx istilahkan sebagai “yang ideal,” yakni kapitalisme yang umum, normal, dan tipikal.
Lebih jauh lagi, apakah terdapat sesuatu pada tahun 1870an yang membuat Inggris dan Amerika harus dikecualikan sehubungan dengan apa yang kita diskusikan saat ini? Seharusnya menjadi jelas bagi setiap orang yang memahami persyaratan-persyaratan ilmiah dalam hubungannya dengan permasalahan-permasalahan kesejarahan bahwa pertanyaan ini harus diajukan. Bila kita gagal mengajukannya, ini sama halnya dengan memalsukan pengetahuan ilmiah, sama halnya dengan melakukan sofisme. Dan, setelah mengajukan pertanyaan ini, tidak ada keraguan sama sekali bahwa jawabannya adalah: kediktatoran revolusioner proletariat merupakan kekerasan terhadap kaum borjuasi; dan kekerasan semacam itu terutama menjadi sebuah kebutuhan karena keberadaan militerisme dan birokrasi, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Marx dan Engels berulang kali secara rinci (terutama dalam tulisan mereka “Perang Sipil di Prancis” dan dalam pengantar dari karya tersebut). Justru institusi-institusi inilah yang tidak eksis di Inggris dan Amerika pada tahun 70an, ketika Marx membuat pengamatannya (mereka sekarang eksis di Inggris dan di Amerika)!
Kautsky harus menggunakan tipu daya di setiap langkahnya untuk menutupi pengkhianatannya!
Dan perhatikan bagaimana dia secara tidak sengaja menunjukkan jati dirinya ketika dia menulis: “secara damai, yakni dengan cara yang demokratis”!
Dalam mendefinisikan kediktatoran, Kautsky berusaha semaksimal mungkin menyembunyikan dari para pembaca karakter fundamental dari konsep ini, yaitu kekerasan revolusioner. Namun sekarang sudah kelihatan kebenarannya: ini adalah masalah perbedaan antara revolusi damai dan revolusi kekerasan.
Inilah duduk perkaranya. Kautsky harus menggunakan segala macam tipu muslihat, sofisme dan pemalsuan hanya untuk menyelamatkan dirinya dari revolusi kekerasan, dan untuk menyembunyikan penolakannya terhadap revolusi kekerasan dan pembelotannya ke sisi kebijakan buruh liberal, yakni ke sisi kaum borjuasi. Inilah duduk perkaranya.
Kautsky “sang sejarawan” begitu tanpa malunya memalsukan sejarah, sampai-sampai dia “melupakan” fakta fundamental bahwa kapitalisme pra-monopoli -- yang sebenarnya mencapai puncaknya pada periode 1870an -- karena karakter-karakter fundamental ekonominya, memiliki karakter yang unik, yakni secara relatif sangat berpihak pada perdamaian dan kebebasan. Imperialisme di lain pihak, yakni kapitalisme monopoli, yang akhirnya matang pada abad ke-20, karena karakter-karakter fundamental ekonominya, memiliki karakter yang paling tidak berpihak pada perdamaian dan kebebasan, yang mana perkembangan militernya mencapai tingkat tertinggi dan universal. Bila kita “gagal mempertimbangkan” ini dalam mendiskusikan sejauh mana sebuah revolusi damai atau kekerasan adalah hal yang tipikal atau hal yang memungkinkan, maka kita telah jatuh ke level seorang kacung kaum borjuasi.
Muslihat yang kedua. Komune Paris merupakan kediktatoran proletariat, namun kediktatoran itu dipilih melalui pemilu yang universal, yakni tanpa merampas hak-hak demokrasi dari kaum borjuasi, yakni “secara demokratis”. Dan Kautsky berkata dengan begitu yakinnya: “… kediktatoran proletariat bagi Marx” (atau menurut Marx) adalah “sebuah kondisi yang secara niscaya mengalir dari demokrasi murni, bila proletariat membentuk mayoritas.” (bei überwiegendem Proletariat, S. 21)
Argumen Kautsky ini begitu luar biasanya sehingga membuat seseorang menderita embarras de richesses (rasa malu karena kelimpahan ... keberatan-keberatan yang dapat dilemparkan terhadap argumen tersebut). Pertama-tama, semua orang mengetahui dengan sangat baik bahwa kepemimpinan dan lapisan-lapisan atas kaum borjuasi telah melarikan diri dari Paris ke Versailles. Di Versailles ada “sang sosialis” Louis Blanc – yang membuktikan kekeliruan dari pernyataan Kautsky bahwa “semua tendensi” sosialisme mengambil bagian dalam Komune Paris. Sungguh menggelikan kalau pembagian penduduk Paris ke dalam dua kamp yang saling memusuhi, di mana salah satunya adalah seksi borjuasi yang militan dan aktif secara politik, digambarkan sebagai “demokrasi murni” dengan “pemilu universal”.
Yang kedua, Komune Paris melancarkan perang melawan Versailles sebagai pemerintahan buruh Prancis melawan pemerintahan borjuis. Apa hubungannya “demokrasi murni” dan “pemilu universal” dengan ini, ketika Paris sedang menentukan nasib Prancis? Ketika Marx menyatakan pendapatnya bahwa Komune Paris telah melakukan sebuah kesalahan ketika ia gagal menyita bank, yang adalah milik seluruh Prancis, apa dia berangkat dari prinsip-prinsip dan praktek “demokrasi murni”?
Pada kenyataannya, jelas kalau Kautsky menulis di sebuah negeri di mana polisi melarang rakyat untuk tertawa “secara bergerombolan,” kalau tidak Kautsky sudah akan terbunuh oleh tawa ejekan.
Ketiga, mari saya ingatkan Tn. Kautsky, yang telah menghafal Marx dan Engels dengan sangat baik, penilaian berikut ini yang diberikan oleh Engels terhadap Komune Paris dari sudut pandang ... “demokrasi murni”:
“Apakah orang-orang ini” (kaum anti-otoriter) “pernah melihat sebuah revolusi? Sebuah revolusi tentunya adalah hal yang paling otoriter yang ada; sebuah tindakan di mana satu bagian dari penduduk memaksakan kehendaknya atas bagian penduduk lainnya dengan penggunaan senapan, bayonet dan meriam – yang semuanya adalah cara-cara yang sangatlah otoriter. Dan pihak yang menang harus mempertahankan kekuasaannya dengan menggunakan senjata-senjatanya yang akan mengilhami teror di antara kaum reaksioner. Apakah Komune Paris dapat bertahan lebih dari sehari jika tidak menggunakan otoritas dari rakyat yang bersenjata untuk melawan kaum borjuasi? Sebaliknya, apakah kita tidak dapat menyalahkan Komune Paris karena begitu sedikit menggunakan otoritas tersebut?”
Inilah “demokrasi murni” Anda! Engels akan mencibir para borjuis kecil vulgar, para “Sosial Demokrat” (di Prancis pada tahun 1840an dan di Eropa secara umum pada 1915-1918), yang berbicara mengenai “demokrasi murni” di dalam masyarakat kelas.
Namun, cukup sampai sini saja. Mustahil untuk menyebut satu demi satu berbagai absurditas Kautsky, karena setiap kalimat yang dia ucapkan adalah sumur pengkhianatan yang tak berdasar.
Marx dan Engels menganalisis Komune Paris secara detil dan menunjukkan bahwa Komune Paris berusaha menghancurkan dan membubarkan “mesin negara yang sudah jadi”. Marx dan Engels menganggap kesimpulan ini begitu penting sehingga inilah satu-satunya perubahan yang mereka perkenalkan pada tahun 1872 ke dalam program Manifesto Komunis yang sudah (sebagian) “usang”. Marx dan Engels menunjukkan bahwa Komune Paris telah membubarkan angkatan bersenjata dan birokrasi, telah membubarkan parlementerisme, telah menghancurkan “negara, yakni bonggol yang parasitik itu”, dan sebagainya. Namun Kautsky yang bijaksana, justru mengenakan topi tidurnya, mengulang-ulang dongengnya tentang “demokrasi murni”, yang sudah diceritakan ribuan kali oleh para profesor kaum liberal.
Tidak mengherankan jika Rosa Luxemburg pada 4 Agustus 1915 menyatakan bahwa Sosial Demokrasi Jerman tak ubahnya mayat yang membusuk.
Muslihat yang ketiga. “Ketika kita berbicara tentang kediktatoran sebagai sebuah bentuk pemerintahan, kita tidak dapat berbicara tentang kediktatoran kelas, karena sebuah kelas sebagaimana yang sudah kita tunjukkan, hanya dapat berkuasa tetapi tidak memerintah…“ Hanya “organisasi” dan “partai” yang dapat memerintah.
Ini adalah sebuah kekacauan, sebuah kekacauan yang menjijikkan, Tn. “Penasihat yang kacau-balau”. Kediktatoran bukanlah sebuah “bentuk pemerintahan”; ini adalah omong kosong yang konyol. Dan Marx tidak berbicara tentang “bentuk pemerintahan” namun bentuk atau tipe negara. Ini adalah dua hal yang sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Juga keliru kalau kita mengatakan bahwa sebuah kelas tidak dapat memerintah: absurditas seperti ini hanya dapat dikemukakan oleh seorang “kretin parlementer” yang tidak bisa melihat apa-apa selain parlemen borjuis dan tidak menyadari apapun selain “partai-partai berkuasa”. Setiap negeri di Eropa akan memberikan kepada Kautsky banyak contoh pemerintahan oleh kelas yang berkuasa, seperti misalnya, pemerintahan para tuan tanah di abad pertengahan, kendati organisasi mereka yang tidak memadai.
Pendek kata: Kautsky telah, dengan cara yang sungguh tidak ada duanya, telah mendistorsi konsep kediktatoran proletariat, dan telah mengubah Marx menjadi seorang liberal. Dalam kata lain, dia sendiri telah tenggelam ke level seorang liberal yang mengutarakan frase-frase kosong mengenai “demokrasi murni,” mengabaikan demokrasi borjuis dan mengabaikan konten kelasnya, dan di atas segalanya tidak berani berbicara mengenai penggunaan kekerasan revolusioner oleh kelas yang tertindas. Dengan “menginterpretasikan” konsep “kediktatoran revolusioner proletariat” seperti demikian, di mana dia menghapus kekerasan revolusioner dari kelas tertindas terhadap penindasnya, Kautsky telah memecahkan rekor dunia dalam mendistorsi Marx. Bernstein sang pengkhianat terlihat seperti seekor anak anjing dibandingkan dengan Kautsky sang pengkhianat.
Demokrasi Borjuis dan Demokrasi Proletariat
[sunting]Masalah yang dikacau-balaukan oleh Kautsky sesungguhnya adalah ini.
Bila kita tidak ingin menghina akal sehat dan sejarah, jelas bahwa kita tidak bisa berbicara mengenai “demokrasi murni” selama kelas-kelas yang berbeda eksis; kita hanya dapat berbicara mengenai demokrasi kelas. (Mari kita katakan dalam tanda kurung bahwa “demokrasi murni” bukan hanya sebuah frase yang bodoh, yang mengungkapkan ketidakpahaman mengenai perjuangan kelas dan watak negara, tetapi juga sebuah frase yang kosong, karena dalam masyarakat komunis demokrasi akan melayu dalam proses di mana ia berubah dan menjadi sebuah kebiasaan, tetapi tidak akan pernah menjadi demokrasi “murni”.)
“Demokrasi murni” adalah sebuah frase tidak-jujur dari seorang liberal yang ingin menipu para buruh. Sejarah mengenal demokrasi borjuis yang menggantikan feodalisme, dan demokrasi proletariat yang akan menggantikan demokrasi borjuis.
Ketika Kautsky membaktikan puluhan lembar halaman untuk “membuktikan” bahwa demokrasi borjuis adalah sesuatu yang progresif dibandingkan dengan abad pertengahan, dan bahwa kaum proletariat harus menggunakan demokrasi ini dalam perjuangannya melawan kaum borjuasi, ini pada kenyataannya tidak lebih dari omong kosong liberal untuk menipu buruh. Ini adalah sebuah truisme, tidak hanya bagi Jerman yang terpelajar, tetapi juga bagi Rusia yang tidak terpelajar. Kautsky sesungguhnya melemparkan debu “pintar” ke mata buruh ketika, dengan sombongnya, dia berbicara mengenai Weitling dan kaum Jesuit Paraguay dan banyak hal lainnya, guna menghindari berbicara mengenai esensi borjuis dari demokrasi modern, atau demokrasi kapitalis.
Kautsky mengambil dari Marxisme apa yang dapat diterima oleh kaum liberal, oleh kaum borjuasi (kritik terhadap Abad Pertengahan, dan peran historis yang progresif dari kapitalisme secara umum dan demokrasi kapitalis khususnya), dan mencampakkan, bungkam, dan mengabaikan semua yang ada di dalam Marxisme yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi (kekerasan revolusioner kaum proletariat terhadap kaum borjuasi dalam usahanya untuk menghancurkannya). Inilah mengapa Kautsky, karena posisi objektifnya dan tidak peduli apa kepercayaan subjektifnya, secara tak terelakkan membuktikan dirinya sebagai seorang kacung kaum borjuasi.
Demokrasi borjuasi, walaupun adalah sebuah kemajuan historis yang besar dibandingkan dengan abad pertengahan, akan selalu terbatas, tidak lengkap, dan munafik, sebuah surga untuk yang kaya dan jebakan dan tipuan bagi yang tertindas, bagi yang miskin. Kebenaran inilah yang membentuk bagian paling penting dari ajaran Marx, yang gagal dipahami oleh Kautsky “sang Marxis”. Mengenai isu fundamental ini Kautsky memberikan “rasa bahagia” kepada kaum borjuasi, alih-alih kritik ilmiah terhadap kondisi-kondisi yang membuat setiap demokrasi borjuis sebagai sebuah demokrasi untuk kaum kaya.
Mari kita ingatkan Tn. Kautsky yang sangat terpelajar ini mengenai proposisi teoritis Marx dan Engels, yang telah begitu memalukan dilupakan oleh sang formalis (untuk menyenangkan kaum borjuasi), dan lalu kita akan jelaskan masalah ini dengan sejelas mungkin.
Tidak hanya negara zaman kuno dan feodal, tetapi juga “negara modern adalah sebuah instrumen penindasan kerja-upahan oleh kapital” (Engels, dalam karyanya mengenai negara). “Karena negara hanyalah sebuah institusi transisional yang digunakan di dalam perjuangan, di dalam revolusi, untuk menekan musuh-musuh dengan kekerasan, maka adalah omong kosong besar untuk berbicara mengenai ‘negara rakyat yang bebas’; selama kaum proletariat masih membutuhkan negara, mereka memerlukannya bukan untuk kepentingan kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera setelah mungkin berbicara mengenai kebebasan maka negara akan berhenti eksis.” (Engels, dalam suratnya kepada Bebel, 28 Maret, 1875) “Akan tetapi, pada kenyataannya negara tidak lain adalah sebuah mesin penindas satu kelas oleh kelas yang lain, dan ini benar di dalam republik demokratis seperti halnya di dalam monarki” (Engels, Pembukaan untuk “Perang Sipil di Prancis” oleh Marx). Pemilu universal adalah “alat ukur kedewasaan dari kelas buruh. Ia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menjadi lebih dari ini di bawah negara yang ada hari ini.” (Engels, dalam karyanya mengenai negara. Tn. Kautsky mengulang-ulang bagian pertama dari kalimat Engels ini, yang dapat diterima oleh kaum borjuasi. Tetapi bagian kedua yang dalam italik, yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi, Kautsky sang pengkhianat bungkam!) “Komune harus menjadi badan kerja, bukan badan parlementer. Ia harus menjadi badan legislatif dan eksekutif pada saat yang sama ... Alih-alih memutuskan setiap 3 atau 6 tahun anggota kelas penguasa yang mana yang akan mewakili dan menindas (ver- und zertreten) rakyat di Parlemen, pemilu universal harus melayani rakyat yang tergabungkan di dalam Komune, seperti halnya hak pilih individual melayani setiap pemilik modal dalam mencari buruh, mandor, dan akuntan untuk bisnisnya” (Marx, dalam karyanya mengenai Komune Paris, “Perang Sipil di Prancis”).
Setiap proposisi di atas, yang sangat diketahui oleh Tn. Kautsky yang sangat terpelajar ini, adalah tamparan di pipinya dan mengekspos pengkhianatannya. Di dalam pamfletnya tidak kita temukan satu pun pemahaman mengenai kebenaran-kebenaran ini. Seluruh pamfletnya adalah penghinaan terhadap Marxisme!
Mari kita lihat hukum-hukum dasar dari negara-negara modern, mari kita lihat administrasi mereka, kebebasan berkumpul, kebebasan pers, atau “kesetaraan semua warga negara di mata hukum,” dan kita akan temui di setiap langkah bukti kemunafikan dari demokrasi borjuis, yang sangat dikenal oleh setiap buruh yang sadar-kelas dan jujur. Tidak ada satu pun negara, sedemokratis apapun, yang tidak punya celah di dalam hukum mereka yang menjamin kaum borjuasi untuk bisa mengirim tentara untuk menindas buruh, untuk menyatakan hukum darurat, dan sebagainya, ketika ada “pelanggaran ketertiban umum,” dan ketika kelas tertindas “melanggar” posisi perbudakannya dan mencoba bertingkah tidak seperti budak. Kautsky dengan tanpa malu menghiasi demokrasi borjuis dan tidak menceritakan, misalnya, bagaimana kaum borjuasi yang paling demokratis dan republiken di Amerika atau Swiss menghadapi buruh yang sedang mogok.
Kautsky yang bijak dan terpelajar menutup mulutnya mengenai hal-hal ini! Politisi terpelajar ini tidak menyadari bahwa bungkam mengenai hal ini adalah hal yang hina. Dia lebih memilih untuk menceritakan kepada para buruh dongeng-dongeng mengenai demokrasi yang berarti “melindungi minoritas”. Sungguh luar biasa, tetapi inilah kenyataannya! Pada tahun 1918, pada tahun ke-5 dari pembantaian imperialis dan pencekikan para minoritas internasional (yakni mereka-mereka yang tidak mengkhianati sosialisme, seperti para Renaudel dan Longuet, para Scheidemann dan Kautsky, para Henderson dan Webb, dan yang lainnya) di semua “negeri demokratis” di dunia, Tn. Kautsky yang terpelajar dengan manis, dengan teramat manis, menyanyikan puji-pujian mengenai “perlindungan terhadap kaum minoritas”. Mereka-mereka yang tertarik dapat membaca ini pada halaman ke-15 dari pamflet Kautsky. Dan pada halaman ke-16 individu terpelajar ini bercerita mengenai kaum Whig dan Tory di Inggris pada abad ke-18!
Sungguh pengetahuan yang luar biasa! Sungguh penghambaan yang teramat santun terhadap kaum borjuasi! Sungguh penyembahan dan penjilatan yang sangat beradab di hadapan kaum kapitalis! Bila saya adalah Krupp atau Scheidemann, atau Clemenceau atau Renaudel, saya akan membayar Tn. Kautsky jutaan dolar, memberikannya ciuman Yudas, memujinya di hadapan buruh dan menyerukan “persatuan sosialis” dengan orang-orang “terhormat” seperti dia. Untuk menulis pamflet yang menentang kediktatoran proletariat, untuk berbicara mengenai kaum Whig dan Tory di Inggris pada abad ke-18, untuk menyatakan bahwa demokrasi berarti “perlindungan terhadap kaum minoritas,” dan bungkam mengenai pogrom terhadap kaum internasionalis di republik “demokratis” Amerika, bukankah ini adalah pelayanan seorang kacung kepada kaum borjuasi?
Tn. Kautsky yang terpelajar telah “melupakan” -- secara kebetulan “melupakan”, mungkin -- sebuah “hal sepele”, yakni bahwa partai yang berkuasa di negara demokrasi borjuasi hanya memberikan perlindungan minoritas untuk partai borjuis lainnya. Sementara kaum proletariat, dalam semua isu-isu yang serius dan fundamental, mendapatkan hukum darurat atau pogrom, dan bukannya “perlindungan terhadap minoritas”. Semakin maju sebuah demokrasi, semakin mungkin pogrom atau perang sipil bila ada penyimpangan politik yang berbahaya bagi kaum borjuasi. Tn. Kautsky yang terpelajar dapat saja mempelajari “hukum” demokrasi borjuis ini dalam hubungannya dengan kasus Dreyfus di republik Prancis, dengan pembantaian orang-orang Negro hitam dan kaum internasionalis di republik demokratik Amerika, dengan kasus Irlandia dan Ulster di Inggris, dengan penindasan terhadap kaum Bolshevik dan pogrom terhadap mereka pada April 1917 di republik demokratik Rusia. Saya dengan sengaja memberi sejumlah contoh tidak hanya pada saat perang [Perang Dunia I – Ed.] tetapi juga sebelum perang. Tetapi Tn. Kautsky lebih memilih menutup matanya dari fakta-fakta abad ke-20 ini, dan memilih menceritakan kepada buruh hal-hal penting yang luar biasa baru, menarik, dan mendidik mengenai kaum Whig dan Tory pada abad ke-18!
Mari kita ambil parlemen borjuis. Apakah Kautsky tidak pernah mendengar bahwa semakin berkembang demokrasi maka semakin parlemen borjuis ada di bawah kendali bursa saham dan bankir? Ini bukan berarti bahwa kita tidak boleh menggunakan parlemen borjuis (kaum Bolshevik menggunakan parlemen borjuis lebih baik daripada semua partai yang ada di dunia, karena pada 1912-15 kita memenangkan semua perwakilan buruh di Duma Keempat). Tetapi ini berarti bahwa hanya seorang liberal yang dapat melupakan keterbatasan historis dan watak konvensional dari sistem parlemen borjuis, seperti halnya Kautsky. Bahkan di negara borjuis yang paling demokratis, rakyat tertindas di setiap langkah menemui kontradiksi antara kesetaraan formal yang diproklamirkan oleh “demokrasi” kapitalis dan ribuan hambatan-hambatan dan akal-akalan riil yang membuat kaum proletar menjadi budak-upah. Inilah kontradiksi yang membuka mata rakyat terhadap kebangkrutan, kepalsuan, dan kemunafikan kapitalisme. Inilah kontradiksi yang diekspos oleh para agitator dan propagandis sosialisme kepada rakyat, guna menyiapkan mereka untuk revolusi! Dan sekarang ketika era revolusi telah dimulai, Kautsky memalingkan punggungnya pada revolusi dan mulai memuji-muji demokrasi borjuis yang sudah sekarat.
Demokrasi proletariat, yang mana pemerintahan Soviet adalah salah satu bentuknya, telah membawa sebuah perkembangan dan perluasan demokrasi yang tidak ada presedennya di dunia, bagi mayoritas besar rakyat tertindas dan rakyat buruh. Untuk menulis sebuah pamflet mengenai demokrasi, seperti yang dilakukan oleh Kautsky, di mana dua halaman didedikasikan untuk berbicara mengenai kediktatoran dan puluhan halaman untuk “demokrasi murni”, dan gagal menyadari fakta ini, ini berarti mendistorsi sepenuhnya kediktatoran proletariat dengan metode liberal.
Mari kita ambil kebijakan luar negeri. Tidak ada satu pun negara borjuis, bahkan yang paling demokratis sekalipun, yang melakukan kebijakan luar negeri mereka secara terbuka. Rakyat di mana-mana dibohongi, dan di Prancis, Swiss, Amerika dan Inggris yang demokratis, ini dilakukan dengan sangat luas dan dengan cara yang jauh lebih halus daripada negeri-negeri lain. Pemerintahan Soviet telah merobek kedok kebijakan luar negeri dengan cara yang revolusioner. Kautsky mengabaikan ini. Dia diam seribu bahasa mengenai ini, walaupun di era peperangan yang buas dan perjanjian-perjanjian rahasia untuk “pembagian daerah-daerah pengaruh” (yakni, untuk partisi dunia di antara bandit-bandit kapitalis) ini adalah hal yang teramat penting, karena pada inilah tergantung masalah perdamaian dan hidup mati puluhan juta rakyat.
Mari kita ambil struktur negara. Kautsky memilah-milah semua hal yang “remeh-temeh”, sampai ke argumen bahwa di bawah Konstitusi Soviet pemilu adalah “tidak langsung”. Tetapi dia gagal melihat hal yang terpenting. Dia gagal melihat karakter kelas dari aparatus negara, dari mesin negara. Di bawah demokrasi borjuis, kaum kapitalis, dengan ribuan muslihat -- yang semakin licik dan efektif dengan semakin “murninya” demokrasi – menyingkirkan rakyat dari kerja administratif, dari kebebasan pers, dari kebebasan berkumpul, dll. Pemerintahan Soviet adalah yang pertama di dunia (atau kalau mau lebih tepat, yang kedua, karena Komune Paris sudah mulai melakukan ini) yang melibatkan rakyat, terutama rakyat tertindas, dalam kerja administratif. Rakyat pekerja dihalangi dari partisipasi di dalam parlemen borjuis (mereka tidak pernah memutuskan hal-hal yang penting di bawah demokrasi borjuis, yang diputuskan oleh bursa saham dan bank-bank) oleh ribuan halangan, dan kaum buruh mengetahui dan merasakan, melihat dan menyadari sepenuhnya bahwa parlemen borjuis adalah institusi yang asing bagi mereka, instrumen penindasan terhadap kaum buruh oleh kaum borjuasi, institusinya kelas yang memusuhi mereka, institusinya kaum minoritas yang mengeksploitasi.
Soviet adalah organisasi langsung dari rakyat pekerja yang tertindas, yang membantu mereka untuk mengorganisir dan mengurus masalah-masalah mereka dengan berbagai cara. Dan di dalam soviet, kaum pelopor rakyat pekerja tertindas, yakni kaum proletar urban, diuntungkan karena mereka tersatukan oleh pabrik-pabrik besar. Lebih mudah bagi mereka untuk memilih dan mengontrol orang-orang yang mereka pilih. Bentuk organisasi soviet secara otomatis membantu menyatukan semua rakyat tertindas di sekitar kaum pelopor mereka, yakni kaum proletariat. Aparatus borjuis lama – birokrasi, privilese kekayaan, privilese pendidikan borjuis, privilese koneksi sosial, dsb. (semua privilese riil ini semakin beragam bentuknya dengan semakin berkembangnya demokrasi borjuis) -- semua ini menghilang di bawah bentuk organisasi soviet. Kebebasan pers berhenti menjadi sebuah kemunafikan, karena percetakan dan stok kertas direbut dari tangan borjuasi. Hal yang sama juga berlaku untuk bangunan-bangunan terbaik, istana-istana, vila-vila dan rumah-rumah bangsawan. Kekuasaan Soviet menyita ribuan bangunan-bangunan terbaik ini dari tangan kaum penindas dengan satu pukulan, dan dengan ini membuat hak untuk berkumpul, yang tanpanya maka demokrasi adalah palsu, satu juta kali lebih demokratik bagi rakyat. Pemilu-pemilu tidak langsung ke Soviet-soviet non-lokal membuat lebih mudah menyelenggarakan kongres-kongres Soviet. Mereka membuat seluruh aparatus lebih murah, lebih fleksibel, lebih mudah dijangkau oleh buruh dan tani di saat ketika situasi bergejolak dan kita harus bisa dengan cepat me-recall seorang perwakilan soviet kita atau mendelegasikannya ke kongres umum Soviet-soviet.
Demokrasi proletariat satu juta kali lebih demokratik dibandingkan demokrasi borjuis manapun; kekuasaan Soviet satu juta kali lebih demokratik dibandingkan dengan republik borjuis yang paling demokratik.
Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti entah kita dengan sukarela melayani kaum borjuasi atau kita bebal secara politik seperti paku, tidak mampu melihat kehidupan yang riil dari balik halaman buku-buku borjuis yang penuh debu, dipenuhi dengan prasangka-prasangka demokrasi-borjuis, dan oleh karenanya secara objektif mengubah diri sendiri menjadi seorang kacung borjuasi.
Kalau kita gagal menyadari ini, ini berarti kita tidak mampu mengedepankan masalah ini dari sudut pandang kelas-kelas yang tertindas:
Apakah ada satu negeri pun di dunia ini, bahkan di antara negeri-negeri borjuis yang paling demokratik sekalipun, di mana buruh jelata, buruh tani jelata, atau semi-proletar di pedesaan (yakni, perwakilan dari kaum yang tertindas, dari mayoritas besar populasi), menikmati kebebasan untuk menyelenggarakan pertemuan di gedung-gedung terbaik, kebebasan untuk menggunakan percetakan terbesar dan stok kertas terbesar untuk mengekspresikan gagasan mereka dan mempertahankan kepentingan mereka, kebebasan untuk mengedepankan perwakilan dari kelasnya sendiri untuk mengurus dan “membentuk” negara, seperti di Soviet Rusia?
Tn. Kautsky tidak akan dapat menemukan di negeri manapun bahkan satu dari seribu buruh atau buruh tani yang maju yang tidak tahu jawaban dari pertanyaan di atas. Mengikuti insting mereka, dari mendengar sepotong-sepotong kebenaran dari pers borjuis, kaum buruh dari seluruh dunia bersimpati dengan Republik Soviet karena mereka menganggapnya sebagai demokrasi proletariat, sebuah demokrasi untuk yang miskin, dan bukan demokrasi untuk yang kaya, yang sesungguhnya adalah demokrasi borjuis, bahkan yang terbaik sekalipun.
Kita diperintah (dan negara kita “dibentuk”) oleh para birokrat borjuis, oleh para anggota parlemen borjuis, oleh para hakim borjuis – ini adalah kebenaran yang sederhana, jelas, dan tidak dapat diganggu gugat, sebuah kebenaran yang dikenal oleh puluhan dan ratusan juta rakyat dari kelas-kelas tertindas dari pengalaman mereka sendiri, pengalaman yang mereka rasakan dan jalankan setiap hari.
Akan tetapi, di Rusia, mesin birokrasi ini telah sepenuhnya dihancurkan dan diluluhlantakkan; para hakim yang lama telah diusir, parlemen borjuis telah dibubarkan – dan perwakilan yang jauh lebih mudah diakses telah diberikan kepada buruh dan tani; Soviet-soviet mereka telah menggantikan para birokrat, atau Soviet-soviet mereka telah diberi kuasa untuk mengendalikan para birokrat, dan Soviet-soviet mereka telah diberikan otoritas untuk memilih para hakim. Fakta ini sendiri saja sudah cukup bagi semua kelas-kelas yang tertindas untuk mengakui bahwa kekuasaan Soviet, yakni bentuk kediktatoran proletariat yang sekarang, adalah satu juta kali lebih demokratis dibandingkan republik borjuis yang paling demokratis.
Kautsky tidak memahami kebenaran ini, yang begitu jelas bagi setiap buruh, karena dia telah “melupakan” untuk bertanya: demokrasi untuk kelas yang mana? Dia berbicara dari sudut pandang demokrasi “murni” (yakni demokrasi non-kelas? atau demokrasi yang di atas kelas?). Dia berargumen seperti Shylock: “satu pon daging saya” dan tidak lebih. Kesetaraan bagi semua warga negara – kalau tidak demikian, maka ini bukan demokrasi.
Kita harus bertanya kepada Kautsky “sang Marxis” dan “sang Sosialis” yang terpelajar ini:
Apakah mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi?
Sungguh memalukan kalau pertanyaan seperti ini harus ditanyakan dalam mendiskusikan buku yang ditulis oleh pemimpin ideologi Internasional Kedua. Tetapi “setelah siap untuk membajak, tidak boleh menoleh ke belakang,” dan setelah memulai menulis mengenai Kautsky, saya harus menjelaskan kepada orang terpelajar ini mengapa tidak mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi.
Apakah mungkin bisa ada kesetaraan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi?
[sunting]Kautsky memaparkan argumennya seperti berikut ini:
(1) “Yang mengeksploitasi selalu hanya membentuk minoritas kecil di dalam populasi.” (hal. 14 dari pamflet Kautsky)
Ini benar. Berangkat dari sini, apa argumennya? Kita dapat berargumen dengan metode Marxis, dengan metode sosialis, yakni kita mulai dari hubungan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi. Atau kita dapat berargumen dengan metode liberal, dengan metode demokrasi-borjuis. Dan bila demikian, kita akan mulai dari hubungan antara mayoritas dan minoritas.
Bila kita berargumen secara Marxis, kita harus mengatakan: kaum yang mengeksploitasi niscaya mengubah negara (dan kita sedang berbicara mengenai demokrasi, yakni salah satu bentuk negara) menjadi sebuah instrumen untuk kekuasaan kelas mereka. Oleh karenanya, selama ada kaum pengeksploitasi yang berkuasa atas mayoritas yang tereksploitasi, negara demokratis ini niscaya adalah demokrasi untuk kaum pengeksploitasi. Sebuah negara kaum tereksploitasi secara fundamental harus berbeda dari negara kaum pengeksploitasi; ia haruslah berupa demokrasi untuk yang tereksploitasi, dan alat untuk menindas yang mengeksploitasi; dan penindasan terhadap sebuah kelas berarti ketidaksetaraan untuk kelas tersebut, ini berarti kelas tersebut disisihkan dari “demokrasi”.
Bila kita berargumen secara liberal, kita harus mengatakan: mayoritas memutuskan, minoritas tunduk. Mereka yang tidak tunduk akan dihukum. Begitu saja. Tidak ada yang perlu dikatakan mengenai karakter kelas dari negara secara umum, atau mengenai “demokrasi murni” khususnya, karena ini tidaklah relevan, karena mayoritas adalah mayoritas dan minoritas adalah minoritas. Satu pon daging adalah satu pon daging, dan begitu saja.
Dan begini cara Kautsky berargumen:
(2) “Mengapa kekuasaan oleh kaum proletariat harus mengambil sebuah bentuk yang tidak kompatibel dengan demokrasi?” (hal. 21)
Lalu ini disusul dengan penjelasan yang sangat terperinci dan panjang lebar, yang didukung oleh sebuah kutipan dari Marx dan hasil pemilu Komune Paris, di mana proletariat adalah mayoritas. Kesimpulannya adalah: “Sebuah rejim yang mendapatkan dukungan yang sangat kuat dari rakyat tidak punya alasan sama sekali untuk melanggar demokrasi. Ia tidak dapat menggunakan kekerasan ketika kekerasan ini digunakan untuk menekan demokrasi. Kekerasan hanya dapat dilawan dengan kekerasan. Tetapi sebuah rejim yang tahu bahwa ia punya dukungan rakyat akan menggunakan kekerasan hanya untuk melindungi demokrasi dan bukan untuk menghancurkan demokrasi. Adalah bunuh diri kalau rejim ini mencampakkan dukungan yang begitu kuat dari pemilu universal, yang merupakan sumber otoritas moral yang besar.” (hal. 22)
Seperti yang kita lihat, hubungan antara yang tereksploitasi dan yang mengeksploitasi telah hilang di dalam argumen Kautsky. Yang ada hanya mayoritas secara umum, minoritas secara umum, demokrasi secara umum, “demokrasi murni” yang telah kita kenal dengan baik.
Dan semua ini katanya berkaitan dengan Komune Paris! Untuk lebih jernihnya saya akan mengutip Marx dan Engels, guna menunjukkan apa yang mereka katakan mengenai kediktatoran dalam kaitannya dengan Komune Paris:
Marx: “... Ketika kaum buruh menggantikan kediktatoran borjuis dengan kediktatoran revolusioner mereka ... untuk meluluhlantakkan perlawanan balik dari kaum borjuasi ... kaum buruh memberikan negara ini bentuk yang revolusioner dan transisional ...”
Engels: “... Dan pihak yang memang (di dalam sebuah revolusi) harus mempertahankan kekuasaannya dengan senjatanya yang akan mengilhami teror di antara kaum reaksioner. Apakah Komune Paris dapat bertahan lebih dari sehari jika tidak menggunakan otoritas dari rakyat yang bersenjata untuk melawan kaum borjuis? Sebaliknya, apakah kita tidak dapat menyalahkan Komune Paris karena begitu sedikit menggunakan otoritas tersebut?”
Engels: “Karena negara hanyalah sebuah institusi transisional yang digunakan di dalam perjuangan, di dalam revolusi, untuk menekan musuh-musuh dengan kekerasan, maka adalah omong kosong besar untuk berbicara mengenai ‘negara rakyat yang bebas’; selama kaum proletariat masih membutuhkan negara, mereka memerlukannya bukan untuk kepentingan kebebasan tetapi untuk menekan musuh-musuhnya, dan segera setelah mungkin berbicara mengenai kebebasan maka negara akan berhenti eksis.”
Kautsky begitu terpisah dari Marx dan Engels seperti surga dan neraka, seperti seorang liberal dan seorang revolusioner proletariat. Demokrasi murni dan “demokrasi” sederhana yang dibicarakan oleh Kautsky hanyalah parafrasa dari “negara rakyat bebas”, yakni omong kosong besar. Kautsky, dengan aura pengetahuan dari seorang bodoh yang terpelajar, atau dengan keluguan anak sekolah yang berumur 10 tahun, bertanya: Mengapa kita membutuhkan sebuah kediktatoran ketika kita memiliki mayoritas? Dan Marx dan Engels menjelaskan:
-- Untuk meluluhlantakkan perlawanan balik dari kaum borjuasi;
-- Untuk mengilhami rasa takut di antara kaum reaksioner;
-- Untuk mempertahankan otoritas dari rakyat yang bersenjata dalam melawan kaum borjuasi;
-- Agar kaum proletariat dapat menekan musuh-musuhnya secara paksa.
Kautsky tidak memahami penjelasan-penjelasan ini. Begitu jatuh cintanya dia pada “kemurnian” demokrasi, dan tidak dapat melihat karakter borjuasinya, dia “secara konsisten” menyerukan agar pihak mayoritas, karena mereka adalah mayoritas, tidak perlu “menghancurkan perlawanan balik” dari pihak minoritas, tidak perlu “secara paksa menekannya”. Kita hanya perlu menekan kasus-kasus pelanggaran demokrasi. Begitu jatuh cintanya Kautsky dengan “kemurnian” demokrasi, dia dengan tidak sengaja melakukan kesalahan kecil yang selalu dilakukan oleh kaum demokrat borjuis, yakni dia menyamakan kesetaraan formal (yang tidak lain adalah palsu dan munafik di bawah kapitalisme) dengan kesetaraan yang sesungguhnya!
Yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi tidak bisa setara.
Kebenaran ini, tidak peduli betapa tidak menyenangkannya bagi Kautsky, membentuk esensi dari sosialisme.
Kebenaran yang lain: tidak akan pernah bisa ada kesetaraan yang sesungguhnya sampai semua kemungkinan eksploitasi satu kelas oleh kelas yang lain telah benar-benar dihancurkan.
Kaum pengeksploitasi bisa dikalahkan dengan satu pukulan bila pemberontakan berhasil di pusat, atau bila ada pemberontakan di dalam angkatan bersenjata. Tetapi kecuali dalam kasus yang benar-benar unik dan langka, kaum pengeksploitasi tidak bisa dihancurkan dengan satu pukulan. Mustahil untuk menyita semua tuan tanah dan kapitalis di negeri yang besar dengan sekaligus. Terlebih lagi, penyitaan saja, sebagai sebuah aksi legal atau politik, tidak dapat menyelesaikan semua permasalahan, karena kita harus melengserkan para tuan tanah dan kapitalis secara konkret, kita harus menggantikan manajemen pabrik dan pertanian mereka dengan manajemen yang berbeda, manajemen buruh, secara konkret. Tidak bisa ada kesetaraan antara pengeksploitasi – yang selama puluhan generasi kondisi hidupnya lebih baik karena pendidikan, kekayaan, dan kebiasaan mereka – dan yang dieksploitasi, yang mayoritas dari mereka bahkan di republik-republik yang paling maju dan demokratik adalah kaum miskin yang terbelakang, tidak terdidik, penakut, dan terpecah belah. Untuk waktu yang lama setelah revolusi, kaum pengeksploitasi secara tak terelakkan masih akan memiliki sejumlah keunggulan praktis yang besar: mereka masih punya uang (karena mustahil untuk menghapus uang dengan sekaligus); mereka masih punya sejumlah properti yang mudah dipindah-pindahkan – sering kali ini cukup besar; mereka masih punya berbagai koneksi, kemampuan berorganisasi dan manajemen; pengetahuan akan semua “rahasia” manajemen (metode-metode); pendidikan yang lebih baik; koneksi yang dekat dengan teknisi-teknisi ulung (yang hidup dan berpikir seperti kaum borjuasi); jauh lebih berpengalaman dalam seni berperang (ini sangatlah penting), dan seterusnya.
Bila kaum pengeksploitasi dikalahkan hanya di satu negeri – dan ini tentunya adalah tipikal, karena revolusi yang bersamaan di sejumlah negeri adalah sebuah pengecualian yang langka – mereka masih akan tetap lebih kuat daripada kaum tereksploitasi, karena koneksi internasional mereka sangatlah besar. Semua revolusi telah membuktikan bahwa satu lapisan dari kaum tereksploitasi, yang datang dari petani menengah, artisan, dan kelompok-kelompok serupa yang paling terbelakang, mendukung kaum pengeksploitasi. Termasuk juga Komune (karena ada juga proletariat di antara tentara Versailles, yang “dilupakan” oleh Kautsky).
Dalam situasi seperti ini, untuk berasumsi bahwa sebuah revolusi, yang merupakan isu yang sangatlah penting dan serius, ditentukan oleh relasi antara mayoritas dan minoritas adalah puncak dari kebodohan, prasangka yang paling konyol dari seorang liberal, dan usaha untuk menipu rakyat dengan menutup-nutupi dari mereka sebuah kebenaran historis yang telah terbukti. Kebenaran historis ini adalah bahwa di setiap revolusi yang besar kaum pengeksploitasi, yang selama bertahun-tahun masih akan memiliki sejumlah keunggulan praktis yang penting, akan selalu mengobarkan perlawanan yang berkepanjangan, keras-kepala, dan nekat. Tidak akan pernah – kecuali di dalam mimpi sentimentil dari Kautsky, sang bodoh yang sentimentil – kaum pengeksploitasi akan tunduk pada keputusan dari mayoritas yang tereksploitasi tanpa mencoba menggunakan semua keunggulan mereka dalam sebuah pertempuran terakhir yang nekat atau serangkaian pertempuran.
Transisi dari kapitalisme ke komunisme membutuhkan waktu satu epos sejarah. Sampai epos ini selesai, kaum pengeksploitasi niscaya akan selalu mengharapkan restorasi, dan harapan ini berubah menjadi usaha-usaha untuk restorasi. Setelah kekalahan serius mereka yang pertama, kaum pengeksploitasi yang tertumbangkan – yang tidak menyangka mereka dapat ditumbangkan, tidak pernah percaya kalau ini mungkin, dan tidak pernah mengakui penumbangan mereka – akan melempar diri mereka dengan kekuatan yang berlipat sepuluh kali, dengan gairah yang penuh kegeraman dan kebencian yang tumbuh seratus kali lipat, ke dalam pertempuran untuk mengembalikan “surga” mereka, yang telah direbut dari mereka. Mereka akan bertempur demi keluarga mereka, yang telah menjalani kehidupan yang begitu indah dan penuh kemudahan, yang sekarang oleh “massa rakyat jelata” dihancurkan dan dijadikan miskin (atau dijadikan buruh “biasa”). Di belakang kaum kapitalis adalah sejumlah lapisan luas borjuis kecil. Puluhan tahun pengalaman sejarah dari semua negeri telah membuktikan bahwa mereka tidak tegas dan selalu ragu. Satu hari mereka berbaris di belakang kaum proletariat, dan esok harinya mereka merasa takut akan kesulitan-kesulitan dari revolusi. Mereka menjadi panik ketika buruh mengalami kekalahan atau setengah-kekalahan mereka yang pertama, menjadi gelisah, kebingungan, mengeluh, dan tergopoh-gopoh menyebrang dari satu kamp ke kamp lainnya – seperti kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner kita.
Di situasi seperti ini, di dalam sebuah epos peperangan yang teramat akut, ketika sejarah mengajukan pertanyaan mengenai eksistensi dari privilese kelas penguasa yang sudah ada selama ribuan tahun, ketika di momen seperti ini ada yang berbicara mengenai mayoritas dan minoritas, mengenai demokrasi murni, mengenai tidak diperlukannya kediktatoran, dan mengenai kesetaraan antara yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi! Sungguh kebodohan yang tak ada batasnya dan filistinisme yang bukan kepalang!
Akan tetapi, selama puluhan tahun keberadaan kapitalisme yang relatif “damai” dari tahun 1871 sampai 1914, sampah filistinisme, kedunguan, dan pengkhianatan menumpuk di partai-partai sosialis yang beradaptasi pada oportunisme ...
Para pembaca mungkin telah melihat bagaimana Kautsky, di paragraf yang dikutip di atas, berbicara mengenai usaha untuk melanggar hak pilih universal (di mana dia menggambarkan hak pilih universal sebagai sumber otoritas moral yang besar, sementara Engels, dalam kaitannya dengan Komune Paris dan masalah kediktatoran proletariat, berbicara mengenai otoritas dari rakyat yang bersenjata dalam melawan kaum borjuasi – sungguh perbedaan yang mencolok antara seorang filistin dan seorang revolusioner dalam memandang “otoritas”...)
Perampasan hak pilih dari kaum pengeksploitasi adalah murni kasus Rusia, dan ini bukan masalah kediktatoran proletariat secara umum. Bila saja Kautsky, dengan mengesampingkan kemunafikannya, memberi judul pamfletnya “Menentang Kaum Bolshevik”, judul ini akan sesuai dengan isi pamfletnya, dan Kautsky akan dibenarkan dalam berbicara secara blak-blakan mengenai hak pilih ini. Tetapi Kautsky ingin tampil terutama sebagai “teoretikus”. Dia menyebut pamfletnya “Kediktatoran Proletariat” – secara umum. Dia berbicara mengenai Soviet-soviet dan mengenai Rusia terutama hanya di bagian kedua dari pamfletnya, di mulai dari paragraf keenam. Topik yang ditelaahnya di bagian pertama (yang saya kutip) adalah demokrasi dan kediktatoran secara umum. Dalam berbicara mengenai hak pilih, Kautsky menampilkan dirinya sebagai seorang musuh Bolshevik, yang sama sekali tidak peduli teori. Karena teori, yakni penalaran mengenai fondasi kelas dari demokrasi dan kediktatoran secara umum (dan bukan yang spesifik secara nasional), harus berbicara bukan mengenai masalah yang spesifik, seperti hak pilih, tetapi mengenai pertanyaan yang umum: apakah demokrasi dapat dipertahankan untuk kaum kaya, untuk kaum pengeksploitasi di dalam periode sejarah di mana kekuasaan mereka ditumbangkan dan negara mereka digantikan oleh negara kaum yang tereksploitasi.
Inilah satu-satunya cara seorang teoretikus dapat mengajukan pertanyaan ini.
Kita tahu contoh Komune Paris. Kita tahu semua yang telah dikatakan oleh para bapak Marxisme mengenai ini. Di atas basis materi-materi ini saya memeriksa, misalnya, masalah demokrasi dan kediktatoran di dalam pamflet saya, “Negara dan Revolusi” yang ditulis sebelum Revolusi Oktober. Saya sama sekali tidak berbicara mengenai pembatasan hak suara. Dan sekarang masalah pembatasan hak suara adalah masalah yang spesifik secara nasional, dan bukan masalah kediktatoran secara umum. Dalam melakukan pendekatan terhadap masalah pembatasan hak suara, kita harus mempelajari kondisi-kondisi spesifik dari Revolusi Rusia dan alur perkembangannya yang spesifik. Ini akan kita lakukan di bagian selanjutnya di pamflet ini. Akan tetapi, akan menjadi sebuah kekeliruan kalau kita sejak awal menjamin bahwa revolusi-revolusi yang akan datang di Eropa semuanya, atau mayoritas, akan disertai dengan pembatasan hak suara kaum borjuasi. Mungkin saja demikian. Setelah peperangan dan pengalaman Revolusi Rusia mungkin saja demikian; tetapi pembatasan hak suara bukanlah hal yang niscaya di dalam kediktatoran, ia bukanlah sesuatu yang diharuskan dari konsep logis “kediktatoran”. Ia sama sekali bukan kondisi yang diharuskan di dalam konsep historis dan kelas “kediktatoran”.
Kondisi yang diharuskan dari kediktatoran adalah penindasan paksa terhadap kaum pengeksploitasi sebagai sebuah kelas, dan, oleh karenanya, pelanggaran “demokrasi murni”, yakni kesetaraan dan kebebasan, dalam kaitannya terhadap kelas tersebut.
Inilah satu-satunya cara masalah ini dapat dikedepankan secara teoritis. Karena ia gagal melakukan ini, Kautsky telah menunjukkan bahwa dia menentang kaum Bolshevik bukan sebagai seorang teoretikus, tetapi sebagai seorang penjilat kaum oportunis dan borjuasi.
Di negeri mana, dan dengan mempertimbangkan fitur-fitur nasional kapitalisme yang ada, demokrasi bagi kaum pengeksploitasi akan dalam satu atau lain bentuk dibatasi (sepenuhnya atau sebagian saja) dan dilanggar adalah masalah fitur-fitur nasional yang spesifik dari kapitalisme ini atau itu, dari revolusi ini atau itu. Pertanyaan teoritisnya berbeda: apakah kediktatoran proletariat mungkin tanpa melanggar demokrasi dari kelas yang mengeksploitasi?
Inilah pertanyaan, satu-satunya pertanyaan yang penting dan esensial secara teoritis, yang dihindari oleh Kautsky. Dia telah mengutip banyak paragraf dari Marx dan Engels, kecuali paragraf-paragraf yang berkaitan dengan pertanyaan ini, dan yang telah saya kutip di atas.
Kautsky berbicara mengenai apapun yang kau sukai, mengenai apapun yang dapat diterima oleh kaum liberal dan kaum demokrat borjuis, dan tidak keluar dari kerangka gagasan mereka. Tetapi dia tidak berbicara mengenai hal yang terutama, yakni kenyataan bahwa kaum proletariat tidak dapat meraih kemenangan tanpa mematahkan perlawanan kaum borjuasi, tanpa secara paksa menekan musuh-musuh mereka. Di mana ada “penekanan secara paksa”, di mana tidak ada “kebebasan”, maka tentunya tidak ada demokrasi.
Ini tidak dipahami oleh Kautsky.
Kita sekarang harus memeriksa pengalaman Revolusi Rusia, dan perbedaan antara Soviet dan Majelis Konstituante, yang berakhir pada pembubaran yang belakangan ini dan pembatalan hak suara kaum borjuasi.
Soviet Tidak Berani Menjadi Organisasi Negara
[sunting]Soviet adalah bentuk kediktatoran proletariat di Rusia. Bila seorang teoretikus Marxis, yang menulis sebuah karya mengenai kediktatoran proletariat, benar-benar telah mempelajari topik ini (dan tidak serta-merta mengulang-ulang keluhan-keluhan borjuis-kecil terhadap kediktatoran, seperti yang dilakukan oleh Kautsky, yang menyanyikan lagu Menshevik), dia akan pertama-tama memberikan definisi umum untuk kediktatoran, dan dia akan kemudian memeriksa bentuknya yang unik secara nasional, yakni Soviet. Dia akan memberikan kritiknya terhadap Soviet sebagai salah satu bentuk kediktatoran proletariat.
Sungguh tidak ada hal yang serius yang bisa diharapkan dari Kautsky setelah “interpretasi” liberalnya terhadap ajaran-ajaran Marx mengenai kediktatoran. Tetapi cara dia melakukan pendekatan terhadap masalah apa itu Soviet, dan cara dia menjawab masalah ini sangatlah khas.
Soviet, katanya, mengingat munculnya mereka pada 1905, menciptakan “bentuk organisasi proletariat yang paling inklusif (umfassendste), karena ia merangkul semua pekerja upahan.” (hal. 31) Pada 1905 soviet-soviet hanyalah badan-badan yang bersifat lokal; pada 1917 mereka menjadi sebuah organisasi nasional.
Kautsky melanjutkan: “Bentuk organisasi Soviet telah memiliki sejarah yang hebat dan mulia di belakangnya, dan ia masih memiliki masa depan yang bahkan lebih hebat di depannya, dan bukan hanya di Rusia saja. Di mana-mana tampaknya metode-metode perjuangan ekonomi dan politik kaum proletariat yang lama sudah tidak memadai (versagen; ekspresi Jerman ini lebih kuat daripada “tidak memadai” dan lebih lemah daripada “impoten”) dalam melawan kekuatan ekonomi dan politik yang ada di tangan kapital finans. Metode-metode lama ini tidak bisa dicampakkan; mereka masih tak-tergantikan pada masa-masa normal; tetapi dari waktu ke waktu ada tugas-tugas yang muncul yang tidak dapat mereka penuhi, tugas-tugas yang hanya bisa dipenuhi secara berhasil dengan kombinasi dari semua instrumen kekuatan politik dan ekonomi kelas buruh.” (hal.32)
Lalu ini diikuti dengan sebuah penalaran mengenai pemogokan massa dan “birokrasi serikat buruh” – yang juga dibutuhkan seperti serikat-serikat buruh – yang “tidak berguna dalam memimpin pertempuran-pertempuran massa yang besar, yang menjadi semakin sering terjadi ...”
“Oleh karenanya,” Kautsky menyimpulkan, “bentuk organisasi Soviet adalah salah satu fenomena terpenting di jaman kita. Ia memiliki peluang untuk memainkan peran yang menentukan di dalam pertempuran-pertempuran besar yang menentukan antara kapital dan buruh, yang mana kita sedang bergerak ke arah sana.”
“Tetapi, apakah kita punya hak untuk menuntut lebih dari Soviet? Kaum Bolshevik, setelah Revolusi November (penanggalan baru, atau Revolusi Oktober sesuai dengan penanggalan lama Rusia), bersama-sama dengan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri mengamankan mayoritas di dalam Soviet Perwakilan Buruh Rusia, dan setelah pembubaran Majelis Konstituante, mereka memulai mentransformasi Soviet-soviet dari organisasi perjuangan sebuah kelas menjadi organisasi negara. Mereka menghancurkan demokrasi yang telah dimenangkan oleh rakyat Rusia pada Revolusi Maret (penanggalan lama, atau Revolusi Februari sesuai dengan penanggalan lama Rusia). Bersamaan dengan ini, kaum Bolshevik telah berhenti memanggil diri mereka sendiri kaum Sosial-Demokrat. Mereka memanggil diri mereka Komunis.” (hal. 33., italik dari Kautsky)
Mereka-mereka yang mengenal literatur Menshevik Rusia akan segera melihat bagaimana Kautsky secara menghamba mengkopi Martov, Axelrod, Stein dan yang lainnya. Ya, “secara menghamba”, karena Kautsky dengan seenaknya mendistorsi fakta-fakta demi mengekori prasangka-prasangka Menshevik. Kautsky tidak ambil pusing, misalnya, untuk menanyakan para informannya (Stein di Berlin, atau Axelrod di Stockholm) kapan masalah penggantian nama Bolshevik menjadi Komunis dan kapan masalah signifikansi Soviet sebagai organisasi negara pertama kali dikemukakan. Bila saja Kautsky menanyakan pertanyaan sederhana ini, dia tidak akan menulis baris-baris yang konyol ini, karena kedua masalah ini dikemukakan oleh kaum Bolshevik pada April 1917, misalnya di “Tesis” 4 April 1917 saya, yakni jauh sebelum Revolusi Oktober 1917 (dan, tentu saja, jauh sebelum pembubaran Majelis Konstituante pada 5 Januari 1918).
Tetapi argumen Kautsky yang telah saya kutip sepenuhnya mewakili inti dari seluruh masalah mengenai Soviet. Intinya adalah: apakah Soviet harus berusaha menjadi organisasi negara (pada April 1917, kaum Bolshevik mengedepankan slogan “Seluruh Kekuasaan Untuk Soviet!” dan pada Konferensi Partai Bolshevik yang diselenggarakan pada bulan yang sama mereka menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan republik parlementer borjuis, tetapi menuntut sebuah republik buruh dan tani seperti tipe Komune Paris atau tipe Soviet); atau apakah Soviet tidak boleh berusaha untuk mencapai ini, dan menahan diri dari merebut kekuasaan ke tangannya, menahan diri dari menjadi organisasi negara dan tetap menjadi “organisasi perjuangan” dari “sebuah kelas” (seperti yang diekspresikan oleh Martov, yang dengan harapan lugunya menutup-nutupi kenyataan bahwa di bawah kepemimpinan Menshevik Soviet adalah instrumen yang digunakan untuk menundukkan kaum buruh di bawah borjuasi).
Kautsky secara menghamba mengulang kata-kata Martov, memilah fragmen-fragmen dari polemik teoritis antara Bolshevik dan Menshevik, dan secara tidak kritis dan seenaknya mencangkokkan mereka ke bidang teori dan Eropa secara umum. Hasilnya adalah sebuah tambal sulam yang begitu buruk sehingga mengundang tawa keras dari setiap buruh Rusia yang sadar kelas yang membaca argumen-argumen Kautsky ini.
Ketika kita menjelaskan apa isu utamanya, setiap buruh di Eropa (kecuali segelintir kaum imperialis-sosial yang tak bertulang punggung) akan menyambut Kautsky dengan tawa yang sama kerasnya.
Kautsky telah memberikan Martov bantuan yang tak terduga dengan mengembangkan kesalahannya menjadi sebuah absurditas yang mencolok. Coba kita lihat apa argumen Kautsky sebenarnya.
Soviet merangkul semua pekerja upahan. Metode-metode perjuangan ekonomi dan politik kaum proletariat yang lama sudah tidak memadai dalam melawan kapital finans. Soviet punya peran yang besar di masa depan, dan tidak hanya di Rusia. Mereka akan memainkan peran yang menentukan di dalam pertempuran-pertempuran besar yang menentukan antara kapital dan buruh di Eropa. Inilah yang dikatakan oleh Kautsky.
Luar biasa. Tetapi bukankah “pertempuran-pertempuran yang menentukan antara kapital dan buruh” akan menentukan kelas mana yang akan merebut kekuasaan negara?
Tidak boleh sama sekali! Ini haram!
Soviet, yang merangkul semua pekerja upahan, tidak boleh menjadi organisasi negara di dalam pertempuran-pertempuran “yang menentukan”!
Tetapi apa itu negara?
Negara tidak lain adalah mesin bagi satu kelas untuk menindas kelas yang lainnya.
Oleh karenanya, kelas yang tereksploitasi, kaum pelopor dari semua rakyat pekerja dan rakyat yang tereksploitasi di masyarakat modern, harus berusaha bergerak ke “pertempuran-pertempuran menentukan antara kapital dan buruh”, tetapi tidak boleh menyentuh mesin negara yang digunakan oleh kapital untuk menindas buruh! Mereka tidak boleh menghancurkan mesin tersebut! Mereka tidak boleh menggunakan organisasinya yang sepenuhnya-inklusif untuk menindas kaum pengeksploitasi!
Luar biasa, Tn. Kautsky, luar biasa! “Kita” mengakui perjuangan kelas – seperti halnya semua kaum liberal mengakuinya, yakni tanpa penggulingan kaum borjuasi ...
Di sinilah perpecahan Kautsky dengan Marxisme dan sosialisme menjadi jelas. Sesungguhnya, ini adalah pembelotan ke kamp borjuasi, yang siap memberikan segala macam konsesi kecuali transformasi organisasi kelas tertindas menjadi organisasi negara. Kautsky sudah tidak bisa lagi menyelamatkan posisinya yang ingin mendamaikan segalanya dan menghindari semua kontradiksi-kontradiksi utama dengan kata-kata.
Kautsky sepenuhnya menolak perebutan kekuasaan negara oleh kelas buruh, atau dia menerima bahwa kelas buruh boleh mengambil alih mesin negara borjuis yang lama. Tetapi dia tidak akan pernah menerima bahwa kelas buruh harus menghancurkan negara borjuis yang lama dan menggantikannya dengan mesin proletar yang baru. Bagaimanapun argumen-argumen Kautsky “diinterpretasikan”, atau “dijelaskan”, perpecahan dia dengan Marxisme dan pembelotan dia ke kamp borjuasi adalah jelas.
Di “Manifesto Komunis”, Marx menjelaskan bentuk negara seperti apa yang dibutuhkan oleh kelas buruh yang menang. Dia menulis: “negara, yakni, kelas proletar yang terorganisir sebagai kelas penguasa.” Sekarang ada seseorang, yang masih mengklaim dirinya sebagai seorang Marxis, maju ke depan dan menyatakan bahwa kaum proletariat, yang sepenuhnya terorganisir dan mengobarkan “pertempuran menentukan” melawan kapital, tidak boleh mengubah organisasi kelasnya menjadi organisasi negara. Di sini Kautsky telah menunjukkan “takhayul mengenai negara”, yang di Jerman, seperti yang ditulis oleh Engels pada 1891, “telah merasuk ke dalam pemikiran umum kaum borjuasi dan bahkan banyak buruh.” Buruh, berjuanglah! -- Para filistin kita “setuju” dengan ini (semua kaum borjuasi juga “setuju” dengan ini, karena buruh tetap akan berjuang, dan satu-satunya hal yang perlu dilakukan adalah mencari cara untuk menumpulkan pisau mereka) – berjuanglah, tetapi jangan berani-berani menang! Jangan hancurkan mesin negara borjuis, jangan gantikan “organisasi negara” borjuis dengan “organisasi negara” proletar!
Siapa pun yang secara jujur setuju dengan gagasan Marxis bahwa negara tidak lain adalah sebuah mesin yang digunakan satu kelas untuk menindas kelas yang lain, dan yang telah mempertimbangkan kebenaran ini, tidak akan pernah dapat meraih kesimpulan yang konyol bahwa organisasi proletar yang dapat mengalahkan kapital finans tidak boleh mengubah dirinya menjadi organisasi negara. Pada poin inilah tersibak kaum borjuis kecil yang percaya bahwa “setelah semuanya” negara adalah sesuatu yang ada di luar kelas atau di atas kelas. Mengapa kelas proletariat, “sebuah kelas”, diperbolehkan mengobarkan perjuangan yang tak kunjung padam melawan kapital¸ yang menindas tidak hanya proletariat tetapi juga seluruh rakyat, seluruh borjuasi kecil, seluruh kaum tani, tetapi “kelas yang satu ini” tidak diperbolehkan mengubah organisasinya menjadi sebuah organisasi negara? Karena kaum borjuis kecil takut terhadap perjuangan kelas, dan tidak dapat membawa perjuangan kelas ke kesimpulan logisnya, ke tujuan utamanya.
Kautsky menjadi bingung sendiri dan mengekspos dirinya sendiri. Dia sendiri mengakui bahwa Eropa sedang bergerak ke arah pertempuran-pertempuran menentukan antara kapital dan buruh, dan bahwa metode-metode perjuangan ekonomi dan politik kelas proletariat yang lama sudah tidak memadai. Tetapi metode-metode lama ini justru adalah penggunaan demokrasi borjuis. Oleh karenanya ...?
Tetapi Kautsky takut memikirkan kelanjutannya.
... Oleh karenanya hanya seorang reaksioner, seorang musuh kelas buruh, seorang kacung borjuasi, yang sekarang dapat memalingkan mukanya ke masa lalu yang sudah usang, menghiasi demokrasi borjuis dan berkoar-koar tentang demokrasi murni. Demokrasi borjuis dulunya progresif dibandingkan dengan abad pertengahan, dan ia harus digunakan. Tetapi sekarang ia sudah tidak lagi memadai bagi kelas buruh. Sekarang kita harus menatap ke depan alih-alih ke belakang – untuk menggantikan demokrasi borjuis dengan demokrasi proletariat. Dan sementara kerja persiapan untuk revolusi proletariat, pembentukan dan pelatihan pasukan proletar adalah mungkin (dan diperlukan) di dalam kerangka negara demokratik-borjuis, sekarang ketika kita telah sampai pada tahapan “pertempuran menentukan”, untuk membatasi proletariat ke dalam kerangka ini berarti mengkhianati perjuangan proletariat, berarti menjadi seorang pengkhianat.
Kautsky telah membuat dirinya sendiri tampak konyol dengan mengulangi argumen Martov tanpa mengetahui bahwa dalam kasus Martov argumen ini adalah berdasarkan argumen lain yang dia, Kautsky, tidak gunakan! Martov mengatakan (dan Kautsky mengulanginya) bahwa Rusia belumlah matang untuk sosialisme. Dari ini, secara logis maka terlalu dini untuk mentransformasi Soviet dari organ perjuangan menjadi organisasi negara (baca: adalah waktu yang tepat untuk mentransformasi Soviet, dengan bantuan para pemimpin Menshevik, menjadi instrumen untuk menundukkan kaum buruh ke bawah kaum borjuasi imperialis). Akan tetapi, Kautsky tidak dapat mengatakan secara terbuka bahwa Eropa belumlah matang untuk sosialisme. Pada 1909, ketika dia belumlah menjadi seorang pengkhianat, dia menulis bahwa tidak ada alasan untuk takut terhadap revolusi yang prematur, bahwa siapa pun yang menyangkal revolusi karena takut akan kekalahan adalah seorang pengkhianat. Kautsky tidak berani membantah ini secara terbuka. Dan oleh karenanya kita mendapati absurditas, yang dengan sepenuhnya menyibak kebodohan dan kepengecutan dari seorang borjuis kecil: di satu pihak, Eropa sudah matang untuk sosialisme dan bergerak ke arah pertempuran menentukan antara kapital dan buruh; tetapi, di lain pihak, organisasi perjuangan (yakni organisasi yang lahir, tumbuh, dan bertambah kuat melalui perjuangan), organisasi proletariat, sang pelopor dan organisator, sang pemimpin rakyat tertindas, tidak boleh diubah menjadi organisasi negara.
Dari sudut pandang politik praktis, gagasan bahwa Soviet diperlukan sebagai organisasi perjuangan tetapi tidak boleh diubah menjadi organisasi negara adalah jauh lebih absurd dibandingkan dari sudut pandang teori. Bahkan di masa damai, ketika tidak ada situasi revolusioner, perjuangan massa buruh dalam melawan kapitalis – misalnya, pemogokan massa – menimbulkan rasa permusuhan yang besar di antara kedua belah pihak, menimbulkan semangat yang menggebu-gebu di dalam perjuangan, di mana kaum borjuasi terus bersikeras bahwa mereka masihlah “penguasa di rumah mereka sendiri:”, dsb. Dan di masa revolusi, ketika kehidupan politik mencapai titik didih, sebuah organisasi seperti Soviet, yang merangkul semua pekerja di semua cabang industri, semua tentara, dan semua lapisan pekerja dan kaum miskin desa – organisasi seperti ini, secara otomatis, seiring dengan perkembangan perjuangan, oleh karena “logika” sederhana dari menyerang dan bertahan, niscaya berbenturan dengan masalah ini secara langsung. Usaha untuk mengambil posisi tengah dan untuk “mendamaikan” kelas proletariat dengan kelas borjuasi adalah kebodohan yang teramat besar dan pasti menemui kegagalan. Inilah yang terjadi di Rusia pada ceramah dari Martov dan kaum Menshevik lainnya, dan ini akan terjadi di Jerman dan negeri-negeri lain bila Soviet berhasil berkembang dalam skala yang luas, berhasil bersatu dan menjadi kuat. Untuk mengatakan kepada Soviet: bertarunglah, tetapi jangan rebut kekuasaan negara ke tanganmu, jangan menjadi organisasi negara – ini sama dengan berceramah mengenai kolaborasi kelas dan “perdamaian sosial” antara proletariat dan borjuasi. Sungguh tidak masuk akal untuk bahkan berpikir bahwa di tengah perjuangan yang tajam posisi seperti ini tidak akan berakhir pada kekalahan yang telak. Tetapi nasib Kautsky adalah untuk duduk di antara dua kursi. Dia pura-pura tidak setuju secara teoritis dengan kaum oportunis dalam semua hal, tetapi dalam praktek dia setuju dengan mereka dalam semua hal yang esensial (yakni, dalam semua hal yang berkaitan dengan revolusi).
Majelis Konstituante dan Republik Soviet
[sunting]Masalah Majelis Konstituante dan pembubarannya oleh kaum Bolshevik adalah inti dari seluruh pamflet Kautsky. Dia terus kembali ke topik ini, dan seluruh karya dari pemimpin ideologi Internasional Kedua ini dipenuhi dengan sindiran-sindiran bahwa kaum Bolshevik telah “menghancurkan demokrasi” (lihat salah satu kutipan Kautsky di atas). Masalah ini adalah masalah yang sungguh-sungguh menarik dan penting, karena di sini relasi antara demokrasi borjuasi dan demokrasi proletariat diajukan ke hadapan revolusi dalam bentuk yang praktis. Mari kita lihat bagaimana “teoretikus Marxis” kita menjawab masalah ini.
Dia mengutip “Tesis Majelis Konstituante”, yang ditulis oleh saya dan diterbitkan di koran Pravda pada 26 Desember 1917. Kita mungkin akan berpikir bahwa dengan mengutip tulisan saya Kautsky telah melakukan pendekatan yang serius terhadap masalah ini. Tetapi lihat bagaimana dia mengutipnya. Dia tidak mengatakan bahwa ada 19 tesis; dia tidak mengatakan bahwa tesis-tesis ini mendiskusikan relasi antara republik borjuis yang lazim dengan Majelis Konstituante dan republik Soviet, dan juga sejarah perbedaan di dalam revolusi kita antara Majelis Konstituante dengan kediktatoran proletariat. Kautsky mengabaikan semua ini, dan hanya mengatakan kepada para pembaca bahwa “kedua dari mereka (tesis-tesis ini) adalah cukup penting”: yang satu menyatakan bahwa perpecahan di antara kaum Sosialis-Revolusioner terjadi setelah pemilu Majelis Konstituante, tetapi sebelum Majelis Konstituante ini bertemu (Kautsky tidak menyebutkan bahwa ini adalah tesis kelima); dan tesis yang satu lagi, bahwa republik Soviet secara umum adalah bentuk demokrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan Majelis Konstituante (Kautsky tidak menyebutkan bahwa ini adalah tesis ketiga).
Hanya dari tesis ketiga ini Kautsky mengutip dengan setengah lengkap, yakni baris-baris berikut ini:
“Republik Soviet bukan hanya sebuah tipe institusi demokrasi yang lebih tinggi (dibandingkan dengan republik borjuis lazimnya yang dimahkotai oleh Majelis Konstituante), tetapi juga adalah satu-satunya bentuk institusi demokrasi yang dapat menjadi transisi yang paling tidak menyakitkan ke sosialisme.” (Kautsky menghapus kata “lazimnya” dan kata-kata pengantar dari tesis tersebut: “Untuk transisi dari sistem borjuis ke sistem sosialis, untuk kediktatoran proletariat”).
Setelah mengutip kata-kata ini, Kautsky, dengan ironi yang luar biasa, menyatakan:
“Sungguh menyedihkan bahwa kesimpulan ini diraih hanya setelah kaum Bolshevik menemui diri mereka sebagai minoritas di dalam Majelis Konstituante. Sebelum itu, tidak ada yang menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante lebih bersemangat daripada Lenin.”
Inilah yang secara harfiah ditulis oleh Kautsky di halaman 31 dari bukunya!
Sungguh mengagumkan! Hanya seorang penjilat borjuasi yang dapat memalsukan ini guna memberi kesan kepada para pembaca bahwa semua yang dikatakan oleh kaum Bolshevik mengenai bentuk negara yang tinggi adalah sebuah rekaan yang hanya muncul setelah mereka menemui diri mereka sebagai minoritas di dalam Majelis Konstituante! Kebohongan seperti ini hanya dapat diucapkan oleh seorang bajingan yang telah menjual dirinya ke kaum borjuasi, atau, sama buruknya, seorang yang mempercayai Axelrod dan menyembunyikan sumber informasinya.
Bagi semua orang yang tahu bahwa pada hari tibanya saya di Rusia pada 4 April 1917, saya di depan publik membaca tesis saya di mana saya memproklamirkan superioritas tipe negara Komune Paris dibandingkan republik parlementer borjuis. Setelah itu, saya berulang kali menyatakan ini di koran. Misalnya, di sebuah pamflet mengenai partai-partai politik, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan pada Januari 1918 di koran Evening Post di New York. Lebih dari itu, Konferensi Partai Bolshevik pada akhir April 1917 mengadopsi sebuah resolusi yang menyatakan bahwa republik proletariat dan tani adalah lebih superior dibandingkan dengan republik parlementer borjuis, dan bahwa Partai kami tidak akan puas dengan yang belakangan ini, dan bahwa Program Partai akan diubah sesuai dengan situasi.
Di hadapan fakta-fakta ini, nama apa yang bisa diberikan kepada muslihat Kautsky untuk meyakinkan para pembaca Jermannya bahwa saya telah dengan menggebu-gebu menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante, dan bahwa saya mulai “mengecilkan” martabat dan kehormatan Majelis Konstituante hanya setelah kaum Bolshevik menemui dirinya sebagai minoritas di dalamnya? Bagaimana seorang bisa memaafkan muslihat seperti ini? Apa kita bisa mengatakan bahwa Kautsky tidak mengetahui fakta-fakta yang ada? Bila demikian, mengapa dia menulis mengenai topik ini? Atau mengapa dia tidak secara jujur mengumumkan bahwa dia menulis berdasarkan informasi yang disediakan oleh kaum Menshevik seperti Stein, Axelrod, dan yang lainnya? Dengan berpura-pura objektif, Kautsky ingin menyembunyikan perannya sebagai pelayan Menshevik, yang sakit hati karena mereka telah dikalahkan.
Akan tetapi, ini kecil dibandingkan apa yang akan datang.
Mari kita berasumsi bahwa Kautsky tidak dapat (?) memperoleh dari para informannya terjemahan resolusi-resolusi dan pernyataan-pernyataan Bolshevik mengenai masalah apakah kaum Bolshevik akan merasa puas atau tidak dengan republik parlementer demokratik borjuis. Mari kita asumsikan ini, walaupun ini adalah asumsi yang luar biasa. Tetapi Kautsky secara langsung menyebut tesis saya pada 26 Desember 1917, di halaman 30 dari bukunya.
Apa dia tidak tahu tesis ini dalam bentuknya yang lengkap, atau dia hanya tahu dari apa yang diterjemahkan untuknya oleh Stein, Axelrod, dkk? Kautsky mengutip tesis ketiga mengenai masalah fundamental apakah kaum Bolshevik, sebelum pemilu Majelis Konstituante, menyadari bahwa republik Soviet adalah lebih superior dibandingkan dengan republik borjuis, dan apakah mereka memberitahu rakyat mengenai ini. Tetapi dia tetap bungkam mengenai tesis kedua.
Tesis yang kedua adalah seperti berikut:
“Sementara menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante, Sosial Demokrasi Revolusioner semenjak permulaan Revolusi 1917 telah berulang kali menekankan bahwa republik Soviet adalah bentuk demokrasi yang lebih tinggi daripada republik borjuis lazimnya dengan Majelis Konstituante.” (Italik dari saya)
Untuk menggambarkan kaum Bolshevik sebagai orang-orang yang tidak prinsipil, sebagai “kaum oportunis revolusioner” (ini adalah ungkapan yang digunakan oleh Kautsky di bukunya, saya lupa dalam kaitan apa tepatnya), Tn. Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca Jermannya fakta bahwa tesis ini merujuk langsung pada deklarasi-deklarasi yang telah “berulang kali” dinyatakan!
Ini adalah metode yang dangkal, buruk, dan memuakkan! Inilah bagaimana caranya dia menghindari masalah teori!
Apakah benar atau tidak bahwa republik parlementer demokratik-borjuis lebih inferior dibandingkan republik tipe Komune Paris atau Soviet? Inilah masalah utamanya, dan Kautsky telah menghindar darinya. Kautsky telah “melupakan” semua yang telah dikatakan oleh Marx dalam analisanya terhadap Komune Paris. Dia juga telah “melupakan” surat Engels kepada Bebel pada 28 Maret 1875, di mana gagasan Marx yang sama ini diformulasikan dengan teramat jelas dan mudah dipahami: “Komune sudah bukan lagi negara dalam makna kata yang sesungguhnya.”
Di sini, teoretikus Internasional Kedua yang paling terkemuka, di dalam pamflet mengenai Kediktatoran Proletariat dan terutama berbicara mengenai Rusia, di mana masalah mengenai bentuk negara yang lebih tinggi daripada republik demokratik borjuis telah dikedepankan secara langsung dan berulang kali, mengabaikan masalah ini. Apa bedanya ini dengan pembelotan ke kamp borjuasi?
(Dalam hal ini juga, Kautsky hanya mengekor kaum Menshevik Rusia. Di antara kaum Menshevik Rusia, banyak yang tahu “semua kutipan” dari Marx dan Engels. Namun tidak ada satu pun kaum Menshevik, dari April sampai Oktober 1917 dan dari Oktober 1917 sampai Oktober 1918, yang berusaha sekalipun untuk memeriksa masalah mengenai tipe negara Komune Paris. Plekhanov juga menghindari masalah ini. Pada kenyataannya dia harus menghindari ini.)
Mendiskusikan pembubaran Majelis Konstituante dengan orang-orang yang mengklaim dirinya sosialis dan Marxis, tetapi pada kenyataannya untuk masalah fundamental telah membelot ke kubu borjuasi, yakni masalah tipe negara Komune Paris, adalah seperti melempar mutiara ke seekor babi. Kita cukup menyajikan teks lengkap dari tesis saya mengenai Majelis Konstituante sebagai lampiran untuk buku ini. Para pembaca lalu dapat melihat bagaimana masalah ini diajukan pada 26 Desember 1917, dari sudut pandang teori, sejarah, dan politik praktis.
Bila Kautsky telah sepenuhnya meninggalkan Marxisme sebagai seorang teoretikus, dia setidaknya harus memeriksa masalah perjuangan antara Soviet dengan Majelis Konstituante sebagai seorang sejarawan. Dari banyak karya-karyanya kita tahu bahwa Kautsky tahu bagaimana menjadi seorang sejarawan Marxis, dan karya-karyanya tersebut akan tetap jadi bahan bacaan kaum proletariat walaupun dia telah berkhianat. Tetapi mengenai masalah ini, Kautsky, bahkan sebagai seorang sejarawan, memalingkan punggungnya ke kebenaran, mengabaikan fakta-fakta yang sudah terbukti dan bertingkah seperti seorang penjilat. Dia ingin menggambarkan kaum Bolshevik sebagai orang-orang yang tidak prinsipil dan dia mengatakan kepada para pembacanya bahwa kaum Bolshevik mencoba untuk berdamai dengan Majelis Konstituante sebelum membubarkannya. Sama sekali tidak ada yang salah dengan ini. Tidak ada yang ingin kami tarik kembali. Saya berikan tesis kami dengan lengkap dan di sana dikatakan dengan sejelas-jelasnya: Tuan-tuan borjuis kecil yang terombang-ambing, yang ada di dalam Majelis Konstituante, tunduk pada kediktatoran proletariat atau kami akan menaklukkan kalian dengan “metode revolusioner” (tesis 18 dan 19).
Inilah bagaimana seorang proletariat yang benar-benar revolusioner selalu bersikap dan akan selalu bersikap terhadap para borjuis kecil yang terombang-ambing.
Kautsky mengadopsi sebuah posisi yang formal dalam masalah Majelis Konstituante. Tesis saya dengan jelas dan berulang kali mengatakan bahwa kepentingan revolusi adalah lebih tinggi daripada hak-hak formal Majelis Konstituante (baca tesis 16 dan 17). Sudut pandang demokratik formal adalah sudut pandang kaum demokrat borjuis yang menolak mengakui bahwa kepentingan kaum proletariat dan perjuangan kelas proletariat adalah yang tertinggi. Sebagai seorang sejarawan, Kautsky tidak dapat menyangkal bahwa parlemen borjuis adalah organ dari kelas penguasa. Tetapi sekarang (untuk tujuan menolak revolusi) Kautsky harus melupakan Marxismenya, dan dia menghindari pertanyaan: Majelis Konstituante adalah organ kelas mana? Kautsky tidak mengkaji kondisi-kondisi yang konkret. Dia tidak ingin menghadapi fakta-fakta. Dia tidak mengatakan barang satu kata pun kepada para pembaca Jermannya mengenai fakta bahwa tesis saya mengandung tidak hanya penjabaran teoritis akan keterbatasan dari demokrasi borjuis (tesis 1 sampai 3), tidak hanya penjabaran kondisi-kondisi konkret yang menentukan perbedaan antara daftar caleg di pertengahan Oktober 1917 dan situasi yang sesungguhnya pada Desember 1917 (tesis 4 sampai 6), tetapi juga sejarah perjuangan kelas dan Perang Sipil pada Oktober-Desember 1917 (tesis 7-15). Dari sejarah yang konkret ini kita menarik kesimpulan (tesis 14) bahwa slogan “Semua Kekuasaan Untuk Majelis Konstituante!” telah, pada kenyataannya, menjadi slogan orang-orang Kadet dan Kaledin dan kaki tangan mereka.
Kautsky sang sejarawan tidak mampu melihat ini. Kautsky sang sejarawan tidak pernah mendengar bahwa hak pilih universal kadang-kadang menghasilkan parlemen yang borjuis-kecil, kadang-kadang parlemen yang reaksioner dan kontra-revolusioner. Kautsky sang sejarawan Marxis tidak pernah mendengar bahwa bentuk pemilu, bentuk demokrasi, adalah satu hal, dan karakter kelas dari sebuah institusi adalah satu hal lain. Masalah karakter kelas dari Majelis Konstituante secara langsung diajukan dan dijawab di dalam tesis saya. Mungkin jawaban saya keliru. Kami akan sangat menerima kritik Marxis dari orang luar terhadap analisa kami. Alih-alih menulis baris-baris yang sangat konyol (yang banyak sekali di dalam buku Kautsky) mengenai pelarangan kritik terhadap Bolshevisme, dia mestinya membuat kritik itu sendiri. Tetapi dia tidak menawarkan kritik sama sekali. Dia bahkan tidak mengungkit masalah analisa kelas Soviet di satu pihak, dan analisa kelas Majelis Konstituante di lain pihak. Oleh karenanya mustahil untuk berargumen, untuk berdebat dengan Kautsky. Yang bisa kita lakukan hanya mendemonstrasikan kepada para pembaca mengapa Kautsky adalah seorang pengkhianat dan tidak bisa lain.
Perbedaan antara Soviet dan Majelis Konstituante memiliki sejarahnya. Bahkan seorang sejarawan yang tidak punya perspektif perjuangan kelas tidak bisa mengabaikannya. Kautsky tidak ingin menyentuh sejarah yang sesungguhnya ini. Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca Jermannya fakta yang sudah terbukti luas (yang hanya bisa disembunyikan oleh seorang Menshevik yang culas) bahwa perbedaan antara Soviet dan institusi “negara umumnya” (dalam kata lain, borjuis) telah eksis bahkan di bawah rejim Menshevik, dari Februari sampai Oktober 1917. Sebenarnya, Kautsky mengadopsi posisi konsiliasi, kompromi, dan kolaborasi antara proletariat dan borjuasi. Tidak peduli sekeras apapun Kautsky ingin membantah ini, ini adalah kenyataan yang termaktub di dalam seluruh pamfletnya. Untuk mengatakan bahwa Majelis Konstituante tidak boleh dibubarkan adalah sama dengan mengatakan bahwa perjuangan melawan borjuasi tidak boleh diperjuangkan sampai garis akhir, bahwa kaum borjuasi tidak boleh ditumbangkan dan bahwa proletariat harus berdamai dengan mereka.
Mengapa Kautsky diam saja mengenai kenyataan bahwa kaum Menshevik telah melakukan kerja yang tercela ini dari Februari sampai Oktober 1917 dan tidak meraih apapun? Bila memang mungkin mendamaikan kaum borjuasi dengan kaum proletariat, mengapa kaum Menshevik tidak berhasil dalam melakukan ini? Mengapa kaum borjuasi menentang Soviet? Mengapa kaum Menshevik menyebut Soviet-soviet sebagai “demokrasi revolusioner”, dan kaum borjuasi sebagai “elemen-elemen berpunya”?
Kautsky telah menyembunyikan dari para pembaca Jermannya bahwa kaum Menshevik-lah yang, dalam “epos” pemerintahan mereka (Februari sampai Oktober 1917), menyebut Soviet sebagai “demokrasi revolusioner”, dan oleh karenanya mengakui superioritas Soviet di atas semua institusi lainnya. Hanya dengan menyembunyikan fakta ini Kautsky sang sejarawan menciptakan kesan bahwa perbedaan antara Soviet dan borjuasi tidak memiliki sejarah, bahwa perbedaan ini timbul dengan sendirinya, tanpa sebab, tiba-tiba, karena perilaku buruk dari kaum Bolshevik. Namun, pada kenyataannya, yang meyakinkan rakyat akan kesia-siaan dari usaha kaum Menshevik dan menjauhkan kaum proletariat dari mereka adalah lebih dari enam bulan (suatu waktu yang panjang di masa revolusi) pengalaman di bawah Menshevik di mana mereka berusaha untuk berkompromi dan mendamaikan proletariat dengan borjuasi.
Kautsky mengakui bahwa Soviet adalah organisasi perjuangan proletariat yang hebat, dan bahwa Soviet punya masa depan yang cerah di hadapannya. Tetapi, biarpun dia berkata begitu, posisi Kautsky runtuh seperti rumah kartu, atau buyar seperti mimpi seorang borjuis kecil yang ingin menghindari perjuangan tajam antara proletariat dan borjuasi. Karena revolusi adalah sebuah perjuangan yang berkelanjutan dan terlebih lagi nekat, dan kaum proletariat adalah kelas pelopor dari semua rakyat tertindas, fokus dan pusat dari semua aspirasi rakyat tertindas untuk pembebasan mereka! Oleh karenanya, wajar saja kalau Soviet, sebagai organ perjuangan rakyat tertindas, merefleksikan dan mengekspresikan mood dan perubahan opini rakyat dengan lebih cepat, lebih penuh, dan lebih sesuai dibandingkan dengan institusi lainnya (inilah mengapa demokrasi Soviet adalah tipe demokrasi yang lebih tinggi).
Di periode antara 28 Februari dan 25 Oktober 1917, Soviet berhasil menyelenggarakan dua Kongres Seluruh-Rusia yang mewakili mayoritas populasi Rusia, semua buruh dan tani, dan 70 atau 80 persen kaum tani. Belum lagi ratusan bahkan ribuan kongres tingkat lokal, uyezd, kota, gubernia, dan regional. Selama periode ini, kaum borjuasi tidak berhasil menyelenggarakan satu pun pertemuan atau institusi yang mewakili mayoritas rakyat (kecuali “Konferensi Demokratik” yang adalah olok-olokan, yang membuat murka kaum proletariat). Majelis Konstituante merefleksikan mood rakyat dan pengelompokan politik yang sama seperti saat Kongres Soviet Seluruh Rusia Pertama (Juni 1917). Ketika Majelis Konstituante diselenggarakan (Januari 1918), Kongres Soviet Kedua (Oktober 1917) dan Ketiga (Januari 1918) telah bertemu, dan kedua kongres ini telah menunjukkan sejelas-jelasnya bahwa rakyat telah berayun ke kiri, telah menjadi revolusioner, dan telah bergerak ke sisi kaum Bolshevik. Dalam kata lain, rakyat telah pecah dari kepemimpinan borjuis-kecil, telah pecah dari ilusi bahwa perdamaian dengan kaum borjuasi adalah hal yang mungkin, dan telah bergabung dengan perjuangan proletariat revolusioner untuk menumbangkan kaum borjuasi.
Jadi, bahkan sejarah eksternal Soviet menunjukkan bahwa Majelis Konstituante adalah sebuah badan yang reaksioner dan bahwa pembubaran adalah hal yang tak terelakkan. Tetapi Kautsky tetap berpegang teguh pada “slogannya”: biarlah “demokrasi murni” menang walaupun revolusi binasa dan kaum borjuasi mengalahkan kaum proletariat! Fiat justitia, pereat mundus! [Bahasa Latin untuk “Biarlah hukum ditegakkan, walaupun dunia mungkin akan binasa!” – Pent.]
Di bawah adalah hasil dari kongres-kongres Soviet Seluruh Rusia selama perjalanan sejarah Revolusi Rusia:
Kongres Soviet Seluruh Rusia
Jumlah Delegasi
Jumlah Delegasi Bolshevik
% Delegasi Bolshevik
Pertama (3 Juni 1917)
790
103
13
Kedua (25 Oktober 1917)
675
343
51
Ketiga (10 Januari 1918)
710
434
61
Keempat (14 Maret 1918)
1232
795
54
Kelima (4 Juli 1918)
1164
773
66
Dengan melihat sekilas hasil di atas kita dapat memahami mengapa pembelaan terhadap Majelis Konstituante dan kegaduhan (seperti dari Kautsky) mengenai Bolshevik yang tidak memiliki mayoritas populasi di belakang mereka adalah olok-olokan di Rusia.
Konstitusi Soviet
[sunting]Seperti yang telah saya jelaskan di atas, perampasan hak pilih dari kaum borjuasi bukanlah fitur yang niscaya dari kediktatoran proletariat. Dan di Rusia, kaum Bolshevik, yang jauh sebelum Revolusi Oktober telah mengedepankan slogan kediktatoran proletariat, tidak mengatakan apapun sebelumnya mengenai merampas hak pilih dari kaum pengeksploitasi. Aspek kediktatoran ini tidak muncul “sesuai dengan rencana” dari partai manapun; ia muncul dengan sendirinya seiring jalannya perjuangan. Tentu saja, Kautsky sang sejarawan gagal untuk menyadari ini. Dia gagal untuk memahami bahwa bahkan ketika kaum Menshevik (yang berkompromi dengan borjuasi) masih menguasai Soviet-soviet, kaum borjuasi memisahkan diri mereka dari Soviet-soviet atas kehendak mereka sendiri, memboikotnya, dan menentangnya dan berintrik melawannya. Soviet muncul tanpa konstitusi apapun dan eksis tanpa konstitusi lebih dari satu tahun (dari musim semi 1917 sampai musim panas 1918). Kemurkaan kaum borjuasi terhadap organisasi independen dan mahakuasa (karena organisasi ini inklusif) dari rakyat tertindas ini; perlawanan yang kotor, tak-berprinsip dan egois yang dikobarkan oleh kaum borjuasi terhadap Soviet, dan terakhir, partisipasi aktif (dari kaum Kadet sampai kaum Sosialis-Revolusioner Kanan, dari Milyukov sampai Kerensky) di dalam pemberontakan Kornilov -- semua ini membuka jalan untuk mengeluarkan kaum borjuasi dari Soviet-soviet.
Kautsky telah mendengar mengenai pemberontakan Kornilov, tetapi dia dengan megah menyangkal fakta-fakta sejarah dan alur serta bentuk perjuangan yang menentukan bentuk kediktatoran. Tentu saja, siapa yang peduli dengan fakta ketika berbicara mengenai “demokrasi murni”? Inilah mengapa “kritik” Kautsky terhadap perampasan hak suara kaum borjuasi dipenuhi dengan kenaifan yang manis, yang menyentuh kalau ini ditunjukkan oleh seorang anak kecil, tetapi memuakkan ketika ditunjukkan oleh seorang yang masih bisa berpikir jernih.
“... Bila kaum kapitalis menemui diri mereka sendiri dalam minoritas di bawah pemilu yang universal, mereka akan lebih siap menerima takdir mereka.” (hal. 33) Sungguh memukau bukan? Kautsky yang cerdik telah menyaksikan banyak kasus di dalam sejarah, dan, secara umum, mengetahui dengan sangat baik dari pengamatannya akan kehidupan tuan tanah dan kapitalis yang tunduk pada kehendak mayoritas kaum tertindas. Kautsky yang cerdik menganjurkan “oposisi”, yakni perjuangan parlementer. Ya, inilah yang dia katakan: “oposisi” (hal. 34 dan halaman-halaman lainnya).
Sejarawan dan politisi pintar saya yang terhormat! “Oposisi” adalah sebuah konsep yang berlaku hanya pada masa perjuangan parlementer yang damai, yakni sebuah konsep pada masa non-revolusioner, ketika tidak ada revolusi. Selama revolusi kita harus melawan musuh yang kejam di dalam perang sipil; dan tidak ada satu pun keluhan reaksioner dari seorang borjuis kecil yang gemetar ketakutan akan perang seperti ini, seperti Kautsky, yang akan mengubah kenyataan ini. Untuk memeriksa masalah perang sipil yang kejam dari sudut pandang “oposisi” ketika kaum borjuasi siap melakukan kejahatan apapun -- contoh dari orang-orang Versailles dan perjanjian-perjanjian mereka dengan Bismarck mesti berarti sesuatu bagi setiap orang yang tidak memperlakukan sejarah seperti Petrushka-nya Gogol --- ketika bangsa-bangsa asing datang membantu kaum borjuasi dan berintrik melawan revolusi, adalah sesuatu yang sungguh konyol. Kaum proletariat revolusioner harus mengenakan topi tidur mereka, seperti Kautsky “sang penasihat yang kacau balau”, dan menganggap kaum borjuasi, yang sedang mengorganisir pemberontakan-pemberontakan kontra-revolusioner di Dutov, Krasnov, dan Ceko dan membayar jutaan rubel kepada para penyabot, sebagai “oposisi” legal. Oh, sungguh bijaksana!
Kautsky sangatlah tertarik pada aspek formal dan legal dari masalah yang sedang kita diskusikan, dan membaca analisisnya mengenai Konstitusi Soviet, kita segera teringat kata-kata Bebel: pengacara adalah sepenuhnya reaksioner. Kautsky menulis, “Pada kenyataannya, tidak hanya kapitalis yang hak suaranya akan terampas. Apa itu kapitalis secara legal? Seorang pemilik properti? Bahkan di sebuah negeri yang ekonominya maju seperti Jerman, di mana kaum proletariat sangatlah banyak, pembentukan Republik Soviet akan merampas hak suara dari banyak orang. Pada 1907 di Jerman, bersama dengan keluarga mereka, jumlah orang yang bekerja di tiga sektor besar – pertanian, industri, dan perdagangan – kira-kira 35 juta orang di kelompok pekerja-upahan dan 17 juta di kelompok independen. Oleh karenanya, sebuah partai mungkin mendapatkan mayoritas di antara pekerja-upahan, tetapi hanya minoritas di antara populasi secara keseluruhan.” (hal. 33)
Inilah satu contoh bagaimana Kautsky berargumen. Bukankah ini adalah keluhan kontra-revolusioner dari seorang borjuasi? Tn. Kautsky, mengapa kau memasukkan semua “orang independen” ke kategori orang-orang yang hak pilihnya dibatasi, ketika kau tahu dengan sangat baik bahwa mayoritas besar kaum tani Rusia tidak menyewa pekerja upahan, dan oleh karenanya mereka tidak akan kehilangan hak pilih mereka? Bukankah ini penipuan?
Mengapa kau, seorang ekonom yang terpelajar, tidak mengutip angka-angka yang kau ketahui dengan sangat baik dan yang juga dapat ditemui di laporan-laporan statistik tahun 1907 mengenai pekerja-upahan di pertanian menurut luas sawah? Mengapa kau tidak mengutip angka-angka ini agar para buruh Jerman, yakni para pembaca pamfletmu, dapat melihat berapa banyak kaum pengeksploitasi, dan betapa sedikitnya mereka dibandingkan dengan jumlah total “petani” yang ada di statistik Jerman?
Kau tidak melakukan ini karena pengkhianatanmu telah membuatmu tidak lebih daripada seorang penjilat kaum borjuasi.
Kautsky mengatakan bahwa istilah kapitalis adalah sebuah konsep legal yang tidak jelas, dan di beberapa halaman dia mengecam “ketidakrincian atau kesewenang-wenangan” Konstitusi Soviet. “Akademisi serius” ini tidak keberatan pada kaum borjuasi Inggris yang membutuhkan beberapa abad untuk menyempurnakan konstitusi borjuis yang baru (baru di Abad Pertengahan). Tetapi dia, karena dia adalah perwakilan kacung borjuasi, tidak memberikan waktu kepada kita, kaum buruh dan tani Rusia. Dia menuntut agar kita segera menyempurnakan konstitusi kita sampai ke huruf yang terakhir dalam beberapa bulan.
“Ketidakrincian!” Coba bayangkan betapa dalamnya kepatuhan pada borjuasi dan kebodohan yang terkandung di dalam kecaman seperti ini. Ketika para ahli hukum yang sepenuhnya borjuis dan reaksioner di negeri-negeri kapitalis telah selama puluhan tahun atau ratusan tahun merancang undang-undang yang paling terperinci dan menulis ratusan kitab hukum dan penafsiran hukum untuk menindas buruh, untuk mengikat kaki dan tangan kaum miskin dan meletakkan ribuan halangan dan rintangan di jalan setiap rakyat pekerja jelata – di sini kaum liberal borjuis dan Tn. Kautsky tidak melihat “kesewenang-wenangan”! Ini adalah “hukum” dan “ketertiban”! Cara-cara bagaimana “menundukkan” kaum miskin telah dipikirkan matang-matang dan dikitabkan. Ada ribuan pengacara borjuis dan birokrat (mengenai mereka Kautsky bungkam, mungkin karena menghancurkan mesin birokrasi dianggap sangat penting oleh Marx...) – para pengacara dan birokrat yang tahu bagaimana menafsir hukum sedemikian rupa sehingga buruh dan tani jelata tidak akan pernah bisa bebas dari ikatan kawat berduri hukum. Ini bukanlah “kesewenang-wenangan” dari kaum borjuasi. Ini bukanlah kediktatoran dari kaum pengeksploitasi yang keji dan egois, yang menghisap darah rakyat. Sama sekali bukan! Ini adalah “demokrasi murni”, yang semakin hari menjadi semakin murni.
Tetapi sekarang ketika kelas-kelas pekerja dan tertindas, yang terpisah dari saudara-saudara mereka di seberang perbatasan akibat peperangan imperialis, telah untuk pertama kalinya membentuk Soviet-soviet mereka sendiri, telah menyerukan kepada rakyat yang sebelumnya ditindas, diinjak-injak dan dibodohkan oleh kaum borjuasi untuk melakukan kerja konstruksi politik, telah dengan tangan mereka sendiri memulai membangun sebuah negara proletariat yang baru, dan di tengah perjuangan yang tajam dan perang sipil yang berkobar telah mulai membuat sketsa dari prinsip-prinsip fundamental sebuah negara tanpa eksploitasi – semua bajingan borjuis, semua lintah darat, bersama-sama dengan Kautsky, melolong mengenai “ketidakrincian”! Betul, bagaimana mungkin orang-orang yang bodoh ini, buruh dan tani ini, “massa liar” ini, dapat menafsirkan hukum mereka? Bagaimana mungkin kaum buruh jelata bisa punya pemahaman mengenai keadilan tanpa nasihat dari pengacara-pengacara yang terdidik, dari para komentator borjuis, dari para Kautsky dan birokrat-birokrat tua yang bijaksana?
Tn. Kautsky mengutip dari pidato saya pada 28 April 1918: “Rakyat sendiri yang akan menentukan prosedur dan waktu pemilu.” Dan Kautsky, sang “demokrat murni” ini, mengambil kesimpulan dari kutipan ini:
“... Oleh karenanya, ini berarti setiap majelis pemilih dapat menentukan prosedur pemilu sekehendak hati mereka. Kesewenang-wenangan dan peluang untuk menyingkirkan oposisi yang tidak dikehendaki di dalam barisan proletariat oleh karenanya akan dilaksanakan secara ekstrem.” (hal. 37)
Baik, apa bedanya ini dengan ocehan dari seorang jurnalis picisan yang dibayar oleh kaum borjuis, yang mengeluh mengenai rakyat pekerja yang menindas buruh yang rajin yang “bersedia bekerja” di saat pemogokan? Mengapa metode borjuis yang birokratis dalam menentukan prosedur pemilu di bawah demokrasi borjuis yang “murni” bukanlah kesewenang-wenangan? Mengapa rasa keadilan di antara massa yang telah bangkit untuk melawan penindas lama mereka dan yang telah terdidik dan tertempa di dalam perjuangan yang tajam ini bisa kurang berharga dibandingkan dengan rasa keadilan dari segelintir birokrat, intelektual, dan pengacara yang dididik di dalam prasangka-prasangka borjuis?
Kautsky adalah seorang sosialis sejati. Jangan berani-berani mempertanyakan ketulusan dari bapak terhormat ini, dari warga negara yang sangat jujur ini. Dia adalah pendukung kuat dan setia kemenangan buruh dan revolusi proletar. Satu-satunya hal yang dia inginkan adalah para intelektual dan filistin borjuis-kecil yang bermulut manis, yang mengenakan topi tidur, harus terlebih dahulu sebelum massa mulai bergerak, sebelum mereka memulai perjuangan tajam dengan para penindas mereka, dan tentunya tanpa perang sipil, merancang peraturan-peraturan yang terperinci dan moderat untuk perkembangan revolusi ...
Terbakar oleh kemarahan moral yang dalam, Judas Golovlyov kita yang paling terpelajar ini memberitahu para buruh Jerman bahwa pada 14 Juni 1918, Komite Eksekutif Pusat Soviet Seluruh Rusia memutuskan untuk mengeluarkan para perwakilan Partai Sosialis-Revolusioner Kanan dan Menshevik dari Soviet. Judas Kautsky yang geram menulis, “Kebijakan ini tidaklah diarahkan kepada orang-orang tertentu yang bersalah atas kejahatan yang jelas... Konstitusi Republik Soviet tidak memuat satu kata pun mengenai imunitas para perwakilan Soviet. Bukan orang-orang tertentu, tetapi partai-partai tertentu yang dikeluarkan dari Soviet.” (hal. 37)
Ya, ini sangatlah buruk, sebuah penyimpangan dari demokrasi murni yang tidak dapat ditolerir, menurut peraturan-peraturan revolusi yang dibuat oleh Judas Kautsky kita yang revolusioner. Kami, kaum Bolshevik Rusia, harus pertama-tama menjamin imunitas dari para Savinkov dkk., para Lieberdan, pada Potresov (“aktivis”) dkk. Lalu merancang hukum-hukum pidana yang menyatakan bahwa partisipasi di dalam perang kontra-revolusioner di Ceko, atau aliansi dengan imperialis Jerman di Ukraina atau Georgia untuk melawan buruh dari bangsa sendiri, adalah “kejahatan yang dapat dihukum”. Dan hanya setelah itu, di atas basis hukum pidana ini, kita diperbolehkan, sesuai dengan prinsip-prinsip “demokrasi murni”, mengeluarkan “orang-orang tertentu” dari Soviet. Orang-orang Ceko, yang mendapat uang oleh kapitalis Inggris dan Prancis lewat (dan berkat agitasi) dari para Savinkov, Potresov dan Lieberdan, dan kelompok Krasnov yang mendapat amunisi dari Jerman lewat kaum Menshevik Ukraina dan Tiflis, akan duduk diam menunggu sampai kita siap dengan hukum pidana yang sempurna, dan seperti kaum demokrat paling murni, mereka akan membatasi diri mereka ke dalam peran seorang “oposisi”...
Dada Kautsky juga penuh dengan kegeraman moral karena Konstitusi Soviet merampas hak pilih semua orang yang “menggaji pekerja-upahan dengan tujuan mendapatkan laba”. “Seorang pekerja di rumah, atau seorang majikan kecil yang hanya mempekerjakan seorang tukang ahli,” tulis Kautsky “mungkin hidup dan merasa seperti seorang proletar, tetapi dia tidak dapat memilih.” (hal. 36)
Sungguh sebuah penyelewengan “demokrasi murni”! Sungguh sebuah ketidakadilan! Benar, sampai sekarang semua Marxis telah berpikir – dan ribuan fakta telah membuktikannya – bahwa para majikan kecil adalah pengeksploitasi buruh yang paling kejam dan serakah, tetapi Judas Kautsky kita melihat para majikan kecil ini bukan sebagai sebuah kelas (siapa yang menciptakan teori perjuangan kelas yang jahat ini?) tetapi sebagai individu-individu terpisah, sebagai pengeksploitasi yang “hidup dan merasa seperti seorang proletar. “Si Agnes yang hemat”, yang telah dianggap mati dan sudah lama dikubur, sekarang bangkit hidup kembali di bawah pena Kautsky. “Si Agnes yang hemat” ini diciptakan dan diperkenalkan ke dalam literatur Jerman beberapa dekade yang lalu oleh Eugen Richter, sang demokrat “murni” dan borjuis itu. Dia memprediksikan bahwa kediktatoran proletariat dan penyitaan kapital para pengeksploitasi akan menyebabkan malapetaka yang tak terhingga. Eugen bertanya: secara legal, apa itu seorang kapitalis? Dia mengambil contoh seorang penjahit yang miskin dan hemat (“si Agnes yang hemat”), yang harta bendanya yang sedikit itu dirampas oleh “para diktator proletar” yang kejam. Dulu kala semua kaum Sosial-Demokrat Jerman mengolok-olok “si Agnes yang hemat” ciptaan Eugen Richter ini. Tetapi ini dulu sekali, ketika Bebel, yang sangat blak-blakan mengenai banyaknya kaum liberal di dalam partainya, masih hidup. Ini dulu sekali ketika Kautsky belumlah berkhianat.
Sekarang “si Agnes yang hemat” telah bangkit dari kuburnya di dalam bentuk “majikan kecil yang hanya mempekerjakan seorang tukang-ahli, dan yang hidup dan merasa seperti seorang proletar”. Kaum Bolshevik yang jahat menindasnya, dan merampas hak suaranya. Seperti yang Kautsky katakan, benar kalau “setiap majelis pemilih” di Republik Soviet dapat menerima masuk seorang majikan kecil yang miskin, kalau misalnya dia bukan seorang pengeksploitasi. Tetapi apakah kita dapat bergantung pada pengetahuan dari kehidupan, dari rasa keadilan bila para buruh dalam pertemuan pabrik bertindak tanpa hukum yang tertulis (sungguh buruk!)? Bukankah lebih baik memberikan hak suara kepada semua pengeksploitasi, kepada semua orang yang mempekerjakan pekerja-upahan, daripada mengambil risiko merampas hak pilih dari “si Agnes yang hemat” dan “para majikan kecil yang hidup dan merasa seperti seorang proletar”?
Biarlah para bajingan pengkhianat yang memuakkan, di tengah tepuk tangan riuh dari kaum borjuasi dan sovinis-sosial, menyerang Konstitusi Soviet kita karena konstitusi tersebut merampas hak suara dari kaum pengeksploitasi! Tidak mengapa karena ini akan mempercepat dan memperlebar perpecahan antara kaum buruh revolusioner dengan para Scheidemann dan Kautsky, para Renaudel dan Longuet, para Henderson dan Ramsay MacDonalds, para pemimpin lama dan pengkhianat lama sosialisme.
Massa kelas-kelas tertindas, para pemimpin proletar revolusioner yang sadar-kelas dan jujur akan ada di sisi kita. Kita cukup mengenalkan kaum proletar seperti itu dengan Konstitusi Soviet kita, dan mereka akan segera mengatakan: “Mereka sungguh adalah kamerad-kamerad kita, ini adalah partai buruh yang sesungguhnya, ini adalah pemerintahan buruh yang sesungguhnya, karena mereka tidak menipu buruh dengan berbicara mengenai reforma-reforma seperti yang dilakukan oleh para pemimpin yang disebut di atas. Mereka melawan kaum pengeksploitasi dengan sungguh-sungguh; mereka membuat revolusi dengan sungguh-sungguh, dan benar-benar berjuang untuk emansipasi buruh yang sepenuhnya.”
Kenyataan bahwa setelah satu tahun “pengalaman” Soviet-soviet telah merampas hak suara kaum pengeksploitasi menunjukkan bahwa Soviet adalah sungguh-sungguh organisasi kaum tertindas, dan bukan organisasi kaum sosial-imperialis dan sosial-pasifis yang telah menjual diri mereka ke borjuasi. Kenyataan bahwa Soviet-soviet telah merampas hak suara kaum pengeksploitasi menunjukkan bahwa mereka bukanlah organisasi borjuis-kecil yang berkompromi dengan borjuasi, mereka bukanlah organ parlementer yang hanya mengoceh (seperti orang-orang tipe Kautsky, Longuet, dan MacDonald), tetapi mereka adalah organ proletariat yang sungguh-sungguh revolusioner, yang sedang mengobarkan perjuangan hidup-atau-mati melawan kaum pengeksploitasi.
“Buku Kautsky hampir-hampir tidak dikenal di sini,” seorang kamerad dari Berlin menulis kepada saya beberapa hari yang lalu (hari ini adalah 30 Oktober). Saya akan memberikan nasihat kepada para perwakilan kita di Jerman dan Swiss untuk tidak menghemat uang, dan membeli buku ini dan menyebarkannya secara cuma-cuma kepada para buruh yang sadar-kelas, agar mereka dapat menginjak-injak di lumpur Sosial-Demokrasi “Eropa” ini – baca: imperialis dan reformis – yang lama telah menjadi “mayat busuk”.
Di bagian akhir bukunya, pada halaman 61 dan 63, Tn. Kautsky dengan pahit mengeluh bagaimana “teori baru ini (dia menyebut Bolshevisme sebagai teori baru, karena dia takut menyentuh analisis Marx dan Engels mengenai Komune Paris) punya pendukung bahkan di negeri-negeri demokrasi tua seperti Swiss misalnya.” “Sungguh tak dapat dimengerti” bagi Kautsky “bagaimana teori ini dapat diadopsi oleh kaum Sosial-Demokrat Jerman.”
Tidak, ini cukup dapat dimengerti, karena setelah pelajaran-pelajaran serius mengenai perang massa revolusioner menjadi muak dan letih dengan orang-orang seperti Scheidemann dan Kautsky.
“Kami” selalu mendukung demokrasi, tulis Kautsky, tetapi tiba-tiba kami harus mengutuknya!
“Kami”, kaum oportunis Sosial-Demokrasi, selalu menentang kediktatoran proletariat, dan Kolb dkk. sejak dulu telah memproklamirkan ini. Kautsky tahu akan hal ini dan dengan sia-sia berharap bahwa dia dapat menyembunyikan dari para pembacanya fakta yang jelas ini bahwa dia telah “kembali ke sarang” Bernstein dan Kolb.
“Kami”, kaum Marxis revolusioner, tidak pernah menjadikan demokrasi “murni” (borjuis) sebagai sebuah fetis. Seperti yang diketahui, pada 1903 Plekhanov adalah seorang Marxis revolusioner (di kemudian hari pembelotannya membuat dia menjadi Scheidemann Rusia). Dan pada tahun itu Plekhanov menyatakan di Kongres Partai kami, yang lalu mengadopsi program itu, bahwa di dalam revolusi proletariat dapat, bila diperlukan, merampas hak pilih kaum kapitalis dan membubarkan semua parlemen yang kontra-revolusioner. Bahwa ini adalah satu-satunya gagasan yang sesuai dengan Marxisme akan menjadi jelas bagi semua orang bahkan dari pernyataan-pernyataan Marx dan Engels yang telah saya kutip di atas. Ini mengalir dari semua prinsip-prinsip fundamental Marxisme.
“Kami”, kaum Marxis revolusioner, tidak pernah di hadapan rakyat membuat pidato-pidato seperti yang gemar dilakukan oleh semua Kautskyite di semua negeri, yang gemetar ketakutan di hadapan borjuasi, beradaptasi pada sistem parlemen borjuis, bungkam mengenai karakter borjuis dari demokrasi modern dan menuntut hanya perluasannya, hanya agar demokrasi dibawa sampai ke kesimpulan logisnya.
“Kami” mengatakan kepada kaum borjuasi: Kalian, pengeksploitasi dan orang munafik, berbicara mengenai demokrasi, sementara di setiap langkah kalian bangun ribuan rintangan untuk mencegah rakyat tertindas berpartisipasi di dalam politik. Kami memegang kata-kata kalian dan, untuk kepentingan rakyat, menuntut perluasan dari demokrasi borjuis milik kalian guna mempersiapkan rakyat untuk revolusi yang akan menumbangkan kalian para pengeksploitasi. Dan bila kalian mencoba melawan revolusi proletariat kami, kami akan menindas kalian tanpa belas kasihan. Kami akan merampas semua hak kalian; lebih dari itu, kami tidak akan memberimu roti, karena di dalam republik proletar kami kaum pengeksploitasi tidak akan memiliki hak-hak, mereka tidak akan diberi api dan air, karena kami adalah kaum sosialis yang sesungguh-sungguhnya, dan bukan sosialis seperti Scheidemann dan Kautsky.
Inilah yang telah “kami”, kaum Marxis revolusioner, katakan, dan akan katakan – dan inilah mengapa rakyat tertindas akan mendukung kami dan akan bersama kami, sementara orang-orang seperti Scheidemann dan Kautsky akan tersapu ke dalam kubangan pengkhianat.
Apa itu Internasionalisme?
[sunting]Kautsky benar-benar yakin bahwa dia adalah seorang internasionalis dan menyebut dirinya demikian. Orang-orang seperti Scheidemann dia sebut “kaum sosialis pemerintah”. Dalam membela kaum Menshevik (dia tidak secara terbuka menyatakan solidaritasnya dengan mereka, tetapi dia dengan setia mengekspresikan pandangan-pandangan mereka), Kautsky telah menunjukkan dengan kejelasan yang sempurna “internasionalisme” macam apa yang dia anut. Dan karena Kautsky tidak sendirian, dan dia adalah juru bicara dari sebuah tendensi yang secara tak terelakkan tumbuh berkembang di dalam atmosfer Internasional Kedua (Longuet di Prancis, Turati di Italia, Nobs dan Grimm, Graber dan Name di Swiss, Ramsay MacDonald di Inggris, dsb.), akan berguna kalau kita membahas “internasionalisme”nya Kautsky.
Setelah menekankan bahwa kaum Menshevik juga menghadiri Konferensi Zimmerwald (sebuah ijazah, tentunya, tetapi … sebuah ijazah yang ternoda), Kautsky memaparkan pandangan-pandangan Menshevik, yang mana dia setujui, sebagai berikut:
“… Kaum Menshevik menginginkan sebuah perdamaian umum. Mereka menginginkan semua pihak yang berperang untuk mengadopsi formula: menentang aneksasi dan menentang ganti-rugi perang. Sampai kondisi ini tercapai, angkatan bersenjata Rusia, menurut pandangan ini, harus siap sedia untuk berperang. Kaum Bolshevik, di pihak lain, menuntut perdamaian segera dengan cara apapun; mereka siap, bila diperlukan, untuk menandatangani perjanjian perdamaian secara terpisah; mereka mencoba memaksakan ini dengan meningkatkan kekacauan di dalam angkatan bersenjata, yang sudah cukup parah” (hal. 27). Menurut pendapat Kautsky, kaum Bolshevik tidak seharusnya merebut kekuasaan, dan seharusnya puas saja dengan Majelis Konstituante.
Jadi, internasionalisme Kautsky dan kaum Menshevik pada akhirnya berarti ini: mereka menuntut reforma-reforma dari pemerintahan borjuis imperialis, tetapi terus mendukungnya, dan terus mendukung perang yang dikobarkan oleh pemerintahan ini sampai semua pihak yang berperang menerima formula menentang aneksasi dan menentang ganti-rugi perang. Cara pandang ini berulang kali diekspresikan oleh Turati, dan oleh para pendukung Kautsky (Haase dan lainnya), dan oleh Longuet dkk., yang menyatakan bahwa mereka berdiri untuk pembelaan tanah air.
Secara teoritis, ini menunjukkan ketidakmampuan untuk memisahkan diri dari kaum sovinis-sosial dan kebingungan dalam masalah pembelaan tanah air. Secara politik, ini berarti menggantikan internasionalisme dengan nasionalisme borjuis-kecil, membelot ke kamp reformis dan mencampakkan revolusi.
Dari sudut pandang proletariat, mengakui “pembelaan tanah air” berarti membenarkan perang hari ini, mengakui bahwa perang ini adalah sah. Dan karena perang ini adalah perang imperialis (di bawah pemerintahan monarkis maupun republik), tidak peduli negeri mana – negeri saya atau negeri lainnya – di mana pasukan-pasukan tentara musuh ada, mengakui pembelaan tanah air berarti, secara faktual, mendukung kaum borjuis imperialis, dan sepenuhnya mengkhianati sosialisme. Di Rusia, bahkan di bawah Kerensky, di bawah republik demokratik-borjuis, perang ini masihlah perang imperialis, karena perang ini dikobarkan oleh kaum borjuasi sebagai kelas penguasa (dan perang adalah “kelanjutan politik”); dan ekspresi yang paling jelas dari karakter imperialis peperangan ini adalah perjanjian-perjanjian rahasia untuk membagi-bagi dunia dan penjarahan negeri-negeri lain yang telah disepakati oleh Tsar dengan kapitalis di Inggris dan Prancis.
Kaum Menshevik menipu rakyat dengan cara yang paling menjijikkan dengan menyebut perang ini sebagai perang defensif atau revolusioner. Dan dengan menyetujui kebijakan Menshevik, Kautsky setuju dengan penipuan terhadap rakyat ini. Kautsky menyetujui peran yang dimainkan oleh borjuis kecil dalam membantu kapital untuk menipu buruh dan mengikat mereka ke kereta perang imperialis. Kautsky mendukung kebijakan yang bersifat borjuis-kecil, kebijakan yang filistin dengan berpura-pura (dan mencoba membuat rakyat percaya) bahwa mengedepankan sebuah slogan akan mengubah posisi mereka yang sesungguhnya. Seluruh sejarah demokrasi borjuis menyangkal ilusi ini. Kaum demokrat borjuis selalu mengedepankan segala macam “slogan” untuk menipu rakyat. Yang terpenting adalah menguji ketulusan mereka, untuk membandingkan kata-kata mereka dengan tindakan-tindakan mereka, dan tidak menjadi puas dengan frase-frase yang idealistis atau yang menipu, tetapi berpijak pada realitas kelas. Sebuah perang imperialis tidak berhenti menjadi imperialis ketika para penipu atau filistin borjuis-kecil mengedepankan slogan-slogan “sentimentil”, tetapi hanya ketika kelas yang mengobarkan perang imperialis ini, dan yang terikat pada perang ini oleh jutaan benang (dan bahkan tali) ekonomi, benar-benar ditumbangkan dan digantikan dengan kelas yang benar-benar revolusioner, yakni kelas proletariat. Tidak ada cara lain untuk keluar dari perang imperialis, dan juga keluar dari perdamaian imperialis yang predatoris.
Dengan menyetujui kebijakan luar negeri kaum Menshevik, dan menyatakannya internasionalis dan bersemangat Zimmerwald, Kautsky, pertama-tama, mengungkapkan kebangkrutan total dari mayoritas Zimmerwald yang oportunis (tidak heran kalau kami, Zimmerwald Kiri, segera memisahkan diri kami dari mayoritas tersebut), dan kedua – dan ini yang terutama – dia menyebrang dari posisi proletariat ke posisi borjuis kecil, dari revolusioner ke reformis.
Proletariat berjuang untuk penumbangan revolusioner kaum borjuis imperialis. Kaum borjuis kecil berjuang untuk “perbaikan” reformis dari imperialisme, untuk beradaptasi, sementara bertekuk lutut kepadanya. Ketika Kautsky masihlah seorang Marxis, misalnya pada 1909, ketika dia menulis “Road to Power” (Jalan Menuju Kekuasaan), dia mengedepankan gagasan bahwa peperangan niscaya akan membawa kita ke revolusi, dan dia berbicara mengenai era revolusi yang semakin dekat. Manifesto Basel 1912 dengan jelas dan tegas berbicara mengenai revolusi proletariat dalam hubungannya dengan perang imperialis antara Jerman dan Inggris, yang akhirnya benar-benar meledak pada 1914. Tetapi pada 1918, ketika revolusi-revolusi sungguh-sungguh terjadi, Kautsky, alih-alih menjelaskan bahwa mereka adalah hal yang tak terelakkan, alih-alih memikirkan taktik-taktik revolusioner dan cara untuk mempersiapkan revolusi, dia malah mulai menggambarkan taktik-taktik reformis kaum Menshevik sebagai internasionalis. Bukankah ini pengkhianatan?
Kautsky memuji kaum Menshevik yang bersikeras ingin mempertahankan kekuatan perang dari angkatan bersenjata, dan dia menyalahkan kaum Bolshevik karena telah memperparah “kekacauan angkatan bersenjata”, yang sudah kacau balau. Ini berarti memuji reformisme dan berkapitulasi pada borjuasi imperialis, dan menyalahkan serta menyangkal revolusi. Karena di bawah rejim Kerensky, mempertahankan kekuatan perang angkatan bersenjata berarti menjaga keberadaannya di bawah komando borjuis (walaupun republiken). Semua orang tahu, dan jalannya peristiwa telah memberikan konfirmasi yang jelas, bahwa angkatan bersenjata republiken ini mempertahankan semangat Kornilov karena para perwira tingginya adalah orang-orang Kornilov. Para perwira borjuis tidak bisa tidak menjadi orang-orang Kornilov; mereka tidak bisa tidak cenderung ke imperialisme dan menindas proletariat dengan kekerasan. Semua taktik Menshevik dalam prakteknya berarti membiarkan seluruh fondasi perang imperialis dan seluruh fondasi kediktatoran borjuis utuh, menambal sulam hal-hal detil yang remeh temeh (“reforma-reforma”).
Di lain pihak, tidak ada satu pun revolusi besar yang pernah terjadi, atau akan pernah terjadi, tanpa “kekacau-balauan” di dalam tubuh angkatan bersenjata. Karena angkatan bersenjata adalah instrumen penjaga rejim lama yang paling tua dan kaku, benteng kedisiplinan borjuis yang paling kuat, yang mempertahankan kekuasaan kapital, dan mempertahankan dan memperkuat di antara rakyat pekerja semangat penghambaan pada kapital. Kontra-revolusi tidak pernah menoleransi, dan tidak akan pernah bisa menoleransi keberadaan rakyat yang bersenjata. Di Prancis, Engels menulis, di setiap revolusi kaum buruh muncul dengan senjata di tangannya, “oleh karenanya, pelucutan buruh adalah tugas pertama dari kaum borjuasi, yang ada di pucuk kepemimpinan negara.” Buruh yang bersenjata adalah embrio dari sebuah angkatan bersenjata yang baru, nukleus terorganisasi dari sebuah tatanan sosial yang baru. Tugas pertama dari kaum borjuasi adalah menghancurkan nukleus ini dan mencegahnya tumbuh. Tugas pertama dari setiap revolusi yang menang, seperti yang ditekankan berulang kali oleh Marx dan Engels, adalah untuk menghancurkan angkatan bersenjata yang lama, membubarkannya, dan menggantikannya dengan angkatan bersenjata yang baru. Sebuah kelas sosial yang baru, ketika ia naik ke tampuk kekuasaan, tidak akan pernah bisa merebut kekuasaan dan mempertahankannya tanpa membubarkan sepenuhnya angkatan bersenjata yang lama (“Kekacau-balauan!” teriak kaum filistin reaksioner yang penakut mengenai ini), tanpa melalui sebuah periode yang paling sulit dan menyakitkan di mana tidak ada angkatan bersenjata (Revolusi Prancis juga melalui periode yang sulit ini), dan perlahan-lahan membangun, di tengah peperangan sipil yang sulit, sebuah angkatan bersenjata yang baru, sebuah kedisiplinan yang baru, sebuah organisasi militer yang baru dari kelas yang baru. Sebelumnya Kautsky sang sejarawan memahami ini. Sekarang, Kautsky sang pengkhianat telah melupakan ini.
Kautsky tidak punya hak untuk memanggil para Scheidemann sebagai “kaum sosialis pemerintahan” bila dia mendukung taktik kaum Menshevik di revolusi Rusia. Dengan mendukung Kerensky dan bergabung ke dalam kabinetnya, kaum Menshevik juga adalah kaum sosialis pemerintah. Kautsky tidak dapat menghindari kesimpulan ini bila dia mengedepankan pertanyaan kelas penguasa mana yang sedang mengobarkan perang imperialis ini. Tetapi Kautsky menghindari pertanyaan mengenai kelas penguasa ini, sebuah pertanyaan yang penting sekali bagi seorang Marxis, karena hanya dengan mengedepankan pertanyaan ini seorang pengkhianat akan terekspos.
Para pendukung Kautsky di Jerman, para pendukung Longuet di Prancis, dan Turati dkk. di Italia berargumen seperti ini: sosialisme mensyaratkan kesetaraan, kebebasan dan hak penentuan nasib sendiri di antara bangsa-bangsa, oleh karenanya ketika negeri kami diserang atau ketika pasukan musuh menyerang daerah kami, adalah hak dan tugas dari kaum sosialis untuk mempertahankan negeri mereka. Tetapi secara teoritis, argumen seperti ini adalah entah mengolok-olok sosialisme atau penipuan yang terselubung. Sementara dari sudut pandang politik praktis argumen seperti ini adalah seperti argumen orang kampung yang tak terdidik, yang tidak memahami karakter sosial dan kelas dari perang sekarang ini, dan tidak paham tugas dari sebuah partai revolusioner pada saat perang yang reaksioner.
Sosialisme menentang kekerasan terhadap bangsa-bangsa. Ini tidak terbantahkan. Tetapi sosialisme menentang kekerasan terhadap manusia secara umum. Selain kaum anarkis Kristen dan kaum Tolstoyan , belum ada satu pun orang yang menarik kesimpulan dari ini bahwa sosialisme menentang kekerasan revolusioner. Jadi, berbicara mengenai “kekerasan” secara umum, tanpa memeriksa kondisi-kondisi yang membedakan kekerasan reaksioner dari kekerasan revolusioner, berarti menjadi seorang filistin yang menyangkal revolusi, atau ini berarti menipu diri sendiri dan orang lain dengan sofisme.
Hal yang sama juga benar mengenai kekerasan terhadap bangsa-bangsa. Setiap perang adalah kekerasan terhadap bangsa-bangsa, tetapi ini tidak mencegah kaum sosialis dari mendukung sebuah perang revolusioner. Karakter kelas dari sebuah perang – ini adalah pertanyaan fundamental yang dihadapi oleh seorang sosialis (bila dia bukanlah seorang pengkhianat). Perang imperialis 1914-1918 adalah sebuah peperangan antara dua kelompok borjuis imperialis untuk membagi-bagi dunia, untuk membagi-bagi harta jarahan, dan untuk menjarah dan mencekik bangsa-bangsa yang kecil dan lemah. Ini adalah pengkajian mengenai perang yang akan datang yang tertuang di Manifesto Basel pada 1912, dan yang sekarang telah terkonfirmasikan oleh fakta. Siapa pun yang tidak setuju dengan cara pandang ini bukanlah seorang sosialis.
Bila seorang Jerman di bawah rejim Wilhem atau seorang Prancis di bawah rejim Clemenceau mengatakan, “Adalah hak dan tugas saya sebagai seorang sosialis untuk membela negeri saya bila negeri saya diserang oleh musuh”, dia berargumen bukan seperti seperti seorang sosialis, bukan seperti seorang internasionalis, bukan seperti seorang proletar revolusioner, tetapi seperti seorang nasionalis borjuis-kecil. Karena argumen ini mengabaikan perjuangan kelas revolusioner antara buruh dan kapital. Argumen ini mengabaikan pengkajian perang ini secara keseluruhan dari sudut pandang kaum borjuasi dunia dan kaum proletariat dunia, yakni argumen ini mengabaikan internasionalisme. Yang ada hanyalah nasionalisme yang buruk dan sempit. Negeri saya sedang diserang, dan saya hanya peduli ini – inilah argumennya, dan inilah nasionalisme borjuis-kecil yang sempit. Ini sama seperti argumen kekerasan individual, atau kekerasan terhadap seorang individu, di mana seorang berargumen bahwa sosialisme menentang kekerasan dan oleh karenanya saya lebih memilih menjadi seorang pengkhianat daripada dipenjara.
Seorang Jerman, Prancis, atau Italia yang mengatakan: “Sosialisme menentang kekerasan terhadap bangsa-bangsa, oleh karenanya saya membela diri saya sendiri ketika negeri saya diserang”, ia mengkhianati sosialisme dan internasionalisme, karena orang seperti ini hanya melihat “negeri”nya sendiri, dia menaruh kaum borjuasinya “sendiri” di atas segalanya dan tidak memikirkan mengenai relasi-relasi internasional yang membuat perang ini sebuah perang imperialis dan bahwa kaum borjuasinya adalah satu mata rantai di dalam rantai penjarahan imperialis.
Semua kaum filistin dan orang-orang kampung yang bodoh dan tidak terdidik berargumen seperti para pendukung Kautsky, Longuet, Turati dkk.: “Musuh telah menyerang negeri saya, saya hanya peduli ini.”
Kaum sosialis, kaum proletar revolusioner, kaum internasionalis, punya argumen yang berbeda. Dia mengatakan: “Karakter dari sebuah perang (entah itu perang reaksioner atau perang revolusioner) tidak ditentukan oleh siapa yang menyerang, atau di negeri mana “sang musuh” berada; ini ditentukan oleh kelas mana yang mengobarkan perang, dan politik apa yang merupakan kelanjutan dari perang ini. Bila perang ini adalah sebuah perang imperialis yang reaksioner, yakni perang ini dikobarkan oleh dua kelompok borjuis imperialis dunia, yang rakus, predatoris, dan reaksioner, maka setiap kaum borjuasi (bahkan negeri yang terkecil pun) menjadi partisipan dari penjarahan ini. Tugas saya sebagai perwakilan dari proletariat revolusioner adalah untuk menyiapkan revolusi proletar dunia sebagai satu-satunya jalan keluar dari kengerian pembantaian global. Saya harus berargumen, bukan dari sudut pandang negeri ‘saya’ (karena argumen ini adalah argumen dari seorang nasionalis borjuis-kecil yang menyedihkan dan bodoh, yang tidak menyadari bahwa dia tidak ubahnya mainan di tangan kaum borjuasi imperialis), tetapi dari sudut pandang peran saya dalam persiapan, propaganda, dan dalam mempercepat revolusi proletariat dunia.”
Inilah internasionalisme, dan inilah tugas dari kaum internasionalis, kaum buruh revolusioner, dan kaum sosialis yang sejati. Inilah ABC yang telah “dilupakan” oleh Kautsky sang pengkhianat. Dan pengkhianatannya menjadi semakin jelas saat dia bergerak dari mendukung taktik-taktik kaum nasionalis borjuis-kecil (kaum Menshevik di Rusia, pendukung Longuet di Prancis, pendukung Turati di Italia, dan Haase dkk. di Jerman) ke mengkritik taktik-taktik Bolshevik. Ini kritiknya:
“Revolusi Bolshevik didasarkan atas asumsi bahwa revolusi ini akan menjadi titik awal dari revolusi Eropa secara umum, bahwa inisiatif berani dari Rusia akan mendorong kaum proletariat Eropa untuk bangkit.
“Asumsi ini tidak mengindahkan apa bentuk perjanjian perdamaian yang akan ditandatangani oleh Rusia, apa kesukaran dan kehilangan daerah (secara harfiah, mutilasi, Verstümmelungen) yang harus dihadapi oleh rakyat Rusia, dan apa penafsiran hak penentuan nasib bangsa yang akan diberikannya. Ini juga tidak mengindahkan apakah Rusia dapat atau tidak dapat mempertahankan dirinya. Menurut cara pandang ini, revolusi Eropa adalah pertahanan terbaik untuk revolusi Rusia, dan akan membawa hak penentuan nasib sendiri yang sempurna dan sejati bagi seluruh rakyat yang tinggal di Rusia.
“Sebuah revolusi di Eropa, yang akan mendirikan dan mengonsolidasikan sosialisme di sana, juga akan menyingkirkan rintangan-rintangan yang muncul di Rusia dalam memperkenalkan sistem produksi sosialis karena keterbelakangan ekonomi dari negeri ini.
“Semua ini sangatlah logis dan sangatlah berlandasan kuat – hanya bila asumsi utamanya benar, yakni bahwa revolusi Rusia akan memercikkan revolusi Eropa. Tetapi, bagaimana kalau ini salah?
“Sampai sekarang asumsi ini belumlah terbukti. Dan kaum proletar Eropa sekarang dituduh telah mencampakkan dan mengkhianati revolusi Rusia. Ini adalah tuduhan yang dilemparkan ke orang-orang yang tidak diketahui namanya, karena siapa yang harus bertanggung jawab atas perilaku dan tindakan kaum proletariat Eropa?” (hal. 28)
Dan Kautsky lalu menjelaskan panjang lebar bahwa Marx, Engels dan Bebel telah lebih dari sekali keliru mengenai tibanya revolusi yang sebelumnya mereka antisipasi, tetapi mereka tidak pernah mendasarkan taktik-taktik mereka pada pengharapan akan revolusi pada “tanggal tertentu” (hal. 29), sementara, katanya, kaum Bolshevik “mempertaruhkan segalanya pada satu kartu, pada revolusi Eropa”.
Kami sengaja mengutip baris-baris yang panjang ini untuk menunjukkan kepada para pembaca kami “talenta” Kautsky dalam memalsukan Marxisme, di mana dia menggantikan Marxisme dengan cara pandang filistinnya yang reaksioner dan dangkal.
Pertama, Kautsky melekatkan pada kaum Bolshevik sebuah gagasan yang jelas-jelas bodoh, dan lalu mengecam gagasan tersebut. Ini adalah taktik yang digunakan oleh orang yang tidak terlalu cerdas. Bila kaum Bolshevik mendasarkan taktik mereka pada harapan terjadinya revolusi di negeri-negeri lain pada tanggal tertentu, ini sungguh adalah kebodohan. Tetapi Partai Bolshevik tidak pernah bersalah atas kebodohan seperti itu. Di surat saya kepada kaum buruh Amerika (20 Agustus, 1918), saya dengan jelas menyangkal gagasan bodoh ini, dengan mengatakan bahwa kita bergantung pada revolusi Amerika, tetapi bukan pada tanggal tertentu. Saya menulis panjang lebar mengenai gagasan ini lebih dari sekali di dalam polemik saya dengan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri dan kaum “Komunis Kiri” (Januari-Maret 1918). Kautsky telah melakukan pemalsuan yang sangat cerdik dalam melakukan kritiknya terhadap Bolshevisme. Kautsky telah mencampur aduk taktik yang berdasarkan pengharapan akan revolusi Eropa di masa depan yang kurang lebih dekat, tetapi bukan pada tanggal tertentu, dengan taktik yang berdasarkan pengharapan akan revolusi Eropa pada tanggal tertentu. Sungguh sebuah pemalsuan yang sangat cerdik!
Taktik yang belakangan [berdasarkan pengharapan akan revolusi pada tanggal tertentu – Ed.] sangatlah bodoh. Taktik yang pertama [berdasarkan pengharapan akan revolusi Eropa di masa depan yang kurang lebih dekat – Ed.] adalah taktik yang wajib bagi seorang Marxis, bagi setiap proletar revolusioner dan internasionalis. Ini adalah taktik yang wajib karena taktik ini mempertimbangkan secara Marxis situasi objektif yang menyebabkan perang ini di seluruh Eropa, dan taktik ini sesuai dengan tugas internasional kaum proletariat.
Kautsky menggantikan masalah fondasi taktik revolusioner secara umum dengan masalah remeh temeh mengenai kekeliruan kaum Bolshevik. Dengan ini, dia telah dengan sangat cerdik menolak semua taktik revolusioner.
Seorang pengkhianat dalam politik, Kautsky bahkan tidak mampu secara teoritis mengedepankan pertanyaan mengenai syarat-syarat objektif taktik revolusioner.
Dan ini membawa kita ke poin kedua.
Kedua, adalah kewajiban bagi seorang Marxis untuk berharap pada revolusi Eropa bila ada situasi revolusioner. Adalah ABC Marxisme bahwa taktik proletariat sosialis tidak bisa sama ketika ada situasi revolusioner dan ketika tidak ada situasi revolusioner.
Bila Kautsky mengedepankan pertanyaan ini, yang wajib bagi seorang Marxis, maka dia akan menemukan bahwa jawabannya sungguh bertentangan dengan dia. Jauh sebelum perang, semua kaum Marxis dan semua kaum sosialis setuju bahwa sebuah peperangan Eropa akan menciptakan sebuah situasi revolusioner. Kautsky sendiri, sebelum dia menjadi seorang pengkhianat, jelas-jelas dan dengan tegas mengakui ini – pada 1902 (di karyanya “Social Revolution”) dan pada 1909 (di karyanya “Road to Power”). Ini juga diakui atas nama seluruh Internasional Kedua di dalam Manifesto Basel. Tidak mengherankan kalau para sosial-sovinis dan pendukung Kautsky (kaum “Sentris”, yakni mereka yang terombang-ambing antara revolusi dan oportunisme) dari semua negeri menghindari deklarasi Manifesto Basel seperti wabah!
Jadi, harapan atas berkembangnya situasi revolusioner di Eropa bukanlah harapan hanya dari kaum Bolshevik, tetapi ini adalah pendapat umum dari semua Marxis. Ketika Kautsky mencoba lari dari kebenaran yang tak terbantahkan ini dengan menggunakan kalimat-kalimat seperti kaum Bolshevik “selalu percaya akan kemahakuasaan dari kekerasan dan kehendak”, dia sebenarnya menggunakan frase kosong yang berisik untuk menutup-nutupi pengelakannya, yakni pengelakan yang memalukan, dari pertanyaan mengenai situasi revolusioner.
Apakah situasi revolusioner telah datang atau belum? Kautsky tidak mampu mengedepankan pertanyaan ini. Fakta-fakta ekonomi telah memberikan jawabannya: bencana kelaparan dan kehancuran yang diciptakan di mana-mana oleh perang berarti ada situasi revolusioner. Fakta-fakta politik juga menyediakan jawaban: semenjak 1915 sebuah proses perpecahan telah terjadi di semua negeri di dalam partai-partai sosialis lama yang telah membusuk, sebuah proses di mana massa proletariat bergeser ke kiri menjauhi para pemimpin sosial-sovinis, bergerak menuju gagasan-gagasan revolusioner dan pemimpin-pemimpin revolusioner.
Hanya orang yang membenci revolusi dan mengkhianatinya dapat gagal untuk melihat fakta-fakta pada tanggal 5 Agustus 1918, ketika Kautsky sedang menulis pamflet ini. Dan sekarang, pada akhir Oktober 1918, revolusi sedang berkembang di sejumlah negeri-negeri Eropa, dan berkembang di depan mata semua orang dan dengan sangat cepat. Kautsky “sang revolusioner”, yang masih ingin dianggap sebagai seorang Marxis, telah membuktikan dirinya sebagai seorang filistin yang rabun jauh, yang, seperti para filistin yang diolok-olok Marx pada 1847, tidak mampu melihat revolusi yang sedang datang!
Sekarang ke poin ketiga.
Ketika, apa yang harus menjadi fitur-fitur spesifik dari taktik revolusioner ketika ada situasi revolusioner di Eropa? Setelah menjadi seorang pengkhianat, Kautsky tidak berani mengajukan pertanyaan ini, yang wajib diajukan oleh seorang Marxis. Kautsky berargumen seperti seorang borjuis kecil yang tipikal, seorang filistin, atau seperti seorang petani yang tak berpendidikan: apakah “Revolusi Eropa secara umum” telah dimulai atau belum? Bila sudah, maka dia juga siap menjadi seorang revolusioner! Tetapi, kalau demikian maka setiap bajingan (seperti para bajingan yang sekarang kadang-kadang menempelkan diri mereka ke kaum Bolshevik yang telah menang) akan menyatakan dirinya sebagai seorang revolusioner!
Bila revolusi Eropa belum dimulai, maka Kautsky akan memalingkan punggungnya ke revolusi! Kautsky tidak punya secuil pun pemahaman bahwa seorang Marxis revolusioner membedakan dirinya dari kaum filistin dan borjuis kecil dari kemampuannya untuk menyampaikan kepada massa yang tak-terdidik bahwa revolusi yang menjadi matang adalah hal yang diperlukan, untuk membuktikan bahwa ini adalah hal yang tak-terelakkan, untuk menjelaskan keuntungannya bagi rakyat, dan untuk mempersiapkan kaum proletariat dan semua rakyat pekerja dan tertindas untuk situasi ini.
Kautsky mengatakan bahwa kaum Bolshevik konyol karena mereka mempertaruhkan segalanya pada satu kartu, yakni pada Revolusi Eropa yang akan bergulir pada tanggal tertentu. Kekonyolan ini telah berbalik menyerang Kautsky, karena kesimpulan logis dari argumennya adalah bahwa taktik kaum Bolshevik hanya akan benar kalau revolusi Eropa terjadi pada 5 Agustus 1918! Inilah tanggal yang disebutkan oleh Kautsky ketika dia menulis pamfletnya. Dan ketika, beberapa minggu setelah 5 Agustus ini, telah menjadi jelas kalau revolusi sedang tiba di sejumlah negeri-negeri Eropa, seluruh pengkhianatan Kautsky, seluruh pemalsuannya terhadap Marxisme, dan ketidakmampuannya untuk bernalar atau bahkan mengajukan pertanyaan secara revolusioner, telah terungkap dengan sangat jelas!
Ketika kaum proletar Eropa dituduh berkhianat, Kautsky menulis bahwa tuduhan ini dilemparkan ke orang-orang tidak bernama.
Kau keliru, Tn. Kautsky! Bercerminlah dan kau akan melihat “orang-orang tidak bernama” tersebut. Kautsky pura-pura naif dan tidak paham siapa yang melemparkan tuduhan tersebut, dan apa arti tuduhan tersebut. Namun pada kenyataan, Kautsky tahu dengan sangat jelas bahwa tuduhan tersebut dilemparkan oleh kaum “Kiri” Jerman, oleh kaum Spartakus (Partai Komunis Jerman – Ed.), oleh Liebknecht dan kawan-kawannya. Tuduhan ini mengekspresikan pemahaman jelas akan kenyataan bahwa kaum proletariat Jerman telah mengkhianati revolusi Rusia (dan dunia) ketika ia mencekik Finlandia, Ukraina, Latvia dan Estonia. Tuduhan ini terutama dilemparkan, bukan kepada massa yang selalu tertindas, tetapi kepada para pemimpin, seperti para Scheidemann dan Kautsky, yang gagal dalam tugas mereka untuk melakukan agitasi revolusioner, propaganda revolusioner, kerja revolusioner di antara massa untuk menggerakkan mereka. Para pemimpin ini pada kenyataannya bekerja melawan insting dan aspirasi revolusioner yang selalu bersinar di dalam benak massa kelas tertindas. Para Scheidemann secara terbuka, vulgar, sinis, dan kebanyakan demi kepentingan pribadi mereka mengkhianati kaum proletariat dan membelot ke sisi borjuasi. Kautsky dan para pendukung Longuet melakukan hal yang sama, hanya saja dengan ragu-ragu dan tersendat-sendat, dan seperti pengecut selalu melirik ke pihak yang lebih kuat pada saat itu. Di semua tulisan-tulisannya selama perang Kautsky mencoba memadamkan semangat revolusioner, dan bukannya mengembangkannya dan membuatnya lebih besar.
Kautsky bahkan tidak memahami signifikansi teoritis, dan signifikansi agitasi dan propaganda yang bahkan lebih besar, dari “tuduhan” bahwa kaum proletariat Eropa telah mengkhianati revolusi Rusia. Ini adalah monumen historis dari kebodohan filistin dari para pemimpin resmi Sosial-Demokrasi! Kautsky tidak paham bahwa karena sensor di bawah rejim “Reich” Jerman “tuduhan” ini mungkin adalah satu-satunya bentuk di mana kaum sosialis Jerman yang belum berkhianat – yakni Liebknecht dan kawan-kawannya – dapat menyatakan seruan mereka kepada para buruh Jerman untuk menumbangkan para Scheidemann dan Kautsky, untuk menyingkirkan “para pemimpin” ini, untuk membebaskan diri mereka dari propaganda yang membodohi mereka, untuk bangkit memberontak tanpa “para pemimpin” ini, dan bergerak melangkahi mereka untuk menuju revolusi!
Kautsky tidak memahami ini. Dan bagaimana mungkin dia bisa memahami taktik kaum Bolshevik? Dapatkah seseorang yang telah menyangkal revolusi secara umum diharapkan untuk mengkaji dan mempertimbangkan kondisi-kondisi perkembangan revolusi di salah satu kasus yang paling “sulit”?
Taktik-taktik kaum Bolshevik adalah taktik-taktik yang tepat; mereka adalah satu-satunya taktik internasionalis, karena mereka bukan didasarkan atas ketakutan terhadap revolusi dunia, bukan didasarkan atas “ketidakpercayaan” filistin terhadap revolusi dunia, bukan didasarkan atas keinginan nasionalis yang sempit untuk membela “tanah air” diri sendiri (tanah air kaum borjuasi mereka sendiri), sementara tidak “peduli sama sekali” pada hal-hal lain. Namun taktik-taktik Bolshevik berdasarkan estimasi yang tepat mengenai situasi revolusioner di Eropa (sebelum perang dan sebelum pengkhianatan kaum sosial-sovinis dan sosial-pasifis, estimasi ini diterima oleh semua pihak). Taktik-taktik Bolshevik adalah satu-satunya taktik internasionalis, karena mereka melakukan segala hal yang memungkinkan di satu negeri demi perkembangan dan kebangkitan revolusi di negeri-negeri lain. Taktik-taktik ini telah dibenarkan oleh keberhasilan mereka yang besar, karena Bolshevisme (bukan karena jasa kaum Bolshevik Rusia saja, tetapi karena simpati mendalam dari rakyat di mana-mana atas taktik-taktik yang revolusioner dalam praktek) telah menjadi Bolshevisme dunia, telah menghasilkan sebuah gagasan, sebuah teori, sebuah program dan taktik-taktik yang berbeda secara konkret dan praktek dari sosial-sovinisme dan sosial-pasifisme. Bolshevisme telah meluluhlantakkan Internasional lama dan busuk dari para Scheidemann dan Kautsky, Renaudel dan Longuet, Henderson dan MacDonalds, yang dari sekarang akan saling menyerang, bermimpi mengenai “persatuan” dan mencoba untuk membangkitkan kembali sebuah mayat. Bolshevisme telah menciptakan fondasi ideologi dan taktik dari Internasional Ketiga, dari sebuah Internasional yang sungguh-sungguh proletariat dan Komunis, yang akan mempertimbangkan pencapaian-pencapaian dari masa damai serta pengalaman dari masa revolusi, yang telah dimulai.
Bolshevisme telah mempopulerkan gagasan “kediktatoran proletariat” ke seluruh penjuru dunia, telah menerjemahkan kata-kata ini dari Latin, pertama ke bahasa Rusia dan lalu ke semua bahasa di dunia, dan telah menunjukkan dengan contoh pemerintahan Soviet bahwa kaum buruh dan tani miskin, bahkan yang dari negeri terbelakang, bahkan yang punya pengalaman, pendidikan dan kebiasaan berorganisasi yang paling sedikit, telah mampu dalam satu tahun ini, di tengah kesulitan yang besar dan di tengah perjuangan melawan para penindas (yang didukung oleh kaum borjuasi dari seluruh dunia), mempertahankan kekuasaan rakyat pekerja, menciptakan demokrasi yang jauh lebih tinggi dan luas daripada semua demokrasi yang terdahulu di dunia, dan memulai kerja kreatif dari puluhan juta buruh dan tani untuk membangun sosialisme secara praktikal.
Bolshevisme telah membantu mengembangkan revolusi proletariat di Eropa dan Amerika dengan lebih baik daripada partai manapun. Kaum buruh di seluruh dunia semakin hari menjadi semakin sadar bahwa taktik para Scheidemann dan Kautsky belumlah membebaskan mereka dari perang imperialis dan perbudakan-upah, dan bahwa taktik ini tidak dapat menjadi model untuk semua negeri. Dan massa buruh di semua negeri semakin menyadari bahwa Bolshevisme telah menunjukkan jalan keluar dari kengerian perang dan imperialisme, dan bahwa Bolshevisme dapat menjadi model taktik untuk semua negeri.
Tidak hanya Revolusi Eropa, tetapi revolusi proletariat sedunia sedang menjadi semakin matang di depan mata semua orang, dan ini telah dibantu, dipercepat, dan didukung oleh kemenangan kaum proletariat di Rusia. Semua ini tidak cukup untuk kemenangan mutlak sosialisme, katamu? Tentu saja ini tidak cukup. Satu negeri saja tidak akan bisa. Tetapi satu negeri ini, karena terbentuknya pemerintahan Soviet, telah melakukan begitu banyak hal, sehingga kalau pemerintahan Soviet di Rusia diremukkan oleh imperialisme dunia esok harinya, katakanlah karena perjanjian antara imperialisme Jerman dan Anglo-Prancis – bahkan dalam skenario yang paling buruk ini – taktik-taktik Bolshevik masih akan sangat berguna bagi sosialisme dan membantu perkembangan revolusi dunia.
Kepatuhan pada Borjuasi dengan Kedok “Analisis Ekonomi”
[sunting]Seperti yang telah dikatakan, bila judul buku Kautsky sungguh-sungguh mencerminkan isinya, seharusnya buku tersebut diberi judul, bukan “Kediktatoran Proletariat”, tetapi “Pengulangan Kembali Serangan Borjuasi terhadap Bolshevik”.
“Teori-teori” Menshevik yang lama mengenai karakter borjuis dari revolusi Rusia, yakni distorsi terhadap Marxisme yang dilakukan oleh kaum Menshevik (yang ditolak oleh Kautsky pada 1905!), sekarang diulang kembali oleh sang teoretikus kita. Kita harus menjawab masalah ini, walaupun ini akan begitu membosankan bagi kaum Marxis Rusia.
Revolusi Rusia adalah revolusi borjuis. Ini yang dikatakan oleh semua kaum Marxis Rusia sebelum 1905. Kaum Menshevik, yang menggantikan Marxisme dengan liberalisme, menarik kesimpulan berikut: oleh karenanya kelas proletariat tidak boleh bergerak melebihi apa yang dapat diterima oleh kelas borjuasi dan harus melaksanakan kebijakan kompromi dengan mereka. Kaum Bolshevik mengatakan bahwa ini adalah teori borjuis-liberal. Kaum borjuasi sedang mencoba melakukan reforma terhadap pemerintahan di atas garis borjuis dan reformis, bukan di atas garis revolusioner. Pada saat yang sama mereka ingin mempertahankan sebisa mungkin sistem monarki, sistem feodal, dsb. Kaum proletariat harus melaksanakan revolusi borjuis demokratik sampai ke garis akhir, dan tidak boleh membiarkan dirinya “terikat” oleh reformisme borjuasi. Kaum Bolshevik merumuskan perimbangan kekuatan-kekuatan kelas di dalam revolusi borjuis ini sebagai berikut: kaum proletar, memenangkan kaum tani ke sisinya, akan menetralisir kaum borjuasi dan sepenuhnya menghancurkan sistem monarki, medievalisme, dan sistem feodal.
Aliansi antara kaum proletar dan tani ini secara umum mengungkapkan karakter borjuis dari revolusi Rusia, karena kaum tani secara umum adalah produsen kecil yang eksis di atas basis produksi komoditas. Terlebih lagi, kaum Bolshevik kemudian menambahkan, proletariat akan memenangkan seluruh elemen semi-proletariat (semua rakyat pekerja dan tertindas), akan menetralisir kaum tani menengah dan menumbangkan kaum borjuasi; ini akan menjadi revolusi sosialis, yang berbeda dari revolusi borjuis demokratik. (Baca pamflet saya, “Dua Taktik”, yang diterbitkan pada 1905 dan dicetak ulang di “Dua Belas Tahun”, St. Petersburg, 1907)
Kautsky terlibat secara tidak langsung dalam polemik ini pada 1905, ketika dia menjawab sebuah pertanyaan dari Plekhanov, yang saat itu sudah menjadi Menshevik, dan dia mengeluarkan sebuah opini yang menentang Plekhanov. Karena opini Kautsky ini, pers Bolshevik mencibir Plekhanov pada saat itu. Tetapi sekarang Kautsky tidak mengucapkan satu kata pun mengenai polemik pada saat itu (karena dia takut terekspos oleh pernyataannya sendiri!), dan oleh karenanya dia membuat mustahil bagi para pembaca Jerman untuk memahami inti dari permasalahan ini. Tn. Kautsky tidak dapat mengatakan kepada para buruh Jerman pada tahun 1918 kalau 13 tahun yang lalu dia mendukung aliansi buruh dengan kaum tani, dan bukan dengan kaum borjuis liberal, dan apa syarat-syarat untuk aliansi ini, dan apa program yang dia rumuskan untuk aliansi ini.
Menjilat ludahnya sendiri, Kautsky, di bawah kedok “analisa ekonomi” dan berbicara dengan bangga mengenai “materialisme historis”, sekarang menyerukan agar kaum buruh tunduk pada kaum borjuasi. Dengan bantuan kutipan-kutipan dari Maslov, seorang Menshevik, dia memuntahkan kembali pandangan-pandangan liberal lama dari kaum Menshevik. Kutipan-kutipan digunakan untuk membuktikan gagasan baru mengenai keterbelakangan Rusia. Tetapi deduksi yang ditarik dari gagasan baru ini adalah deduksi tua, yakni bahwa di dalam sebuah revolusi borjuis kita tidak boleh bergerak melampaui kaum borjuasi! Dan ini setelah semua yang dikatakan oleh Marx dan Engels ketika membandingkan revolusi borjuis 1789-93 di Jerman dengan revolusi borjuis 1848 di Jerman!
Sebelum kita bergerak ke “argumen” utama dan isi utama dari “analisa ekonomi”nya Kautsky, mari kita periksa baris-baris awal Kautsky yang mengungkapkan kebingungan dan kedangkalan dalam berpikir.
Sang “teoretikus” kita menulis, “Pertanian, dan terutama pertanian kecil, sampai hari ini merepresentasikan fondasi ekonomi Rusia. Sekitar empat-per-lima, mungkin bahkan lima-per-enam, dari populasi Rusia hidup dengan bertani” (hal. 45). Pertama-tama, pernahkah kamu pertimbangkan berapa banyak penindas di antara massa produsen kecil ini? Tentunya tidak lebih dari satu-per-sepuluh, dan di kota-kota bahkan lebih kecil, karena produksi skala-besar lebih berkembang di sana. Bahkan kalau kita mengambil estimasi tinggi, dan berasumsi bahwa satu-per-lima dari produsen kecil adalah penindas yang tidak punya hak suara. Bahkan dengan estimasi ini 66% suara yang diraih oleh Bolshevik pada Kongres Kelima Soviet mewakili mayoritas populasi. Selain itu, cukup banyak kaum Sosialis-Revolusioner Kiri yang mendukung kekuasaan Soviet – secara prinsipil semua kaum Sosialis-Revolusioner Kiri mendukung kekuasaan Soviet, dan ketika satu seksi dari Sosialis-Revolusioner Kiri, pada Juli 1918, melakukan pemberontakan avonturis, dua partai yang baru pecah dari partai lama ini: “Komunis Narodnik” dan “Komunis Revolusioner”. (Dari para pemimpin terkemuka Sosialis-Revolusioner Kiri yang telah ditunjuk untuk posisi penting di dalam pemerintahan oleh partai SR Kiri, Zax adalah anggota partai Komunis Narodnik, dan Kolegayev anggota partai Komunis Revolusioner). Jadi, Kautsky sendiri secara tidak sengaja telah membantah dongeng konyol bahwa kaum Bolshevik hanya mendapatkan dukungan dari minoritas rakyat.
Kedua, sang teoretikus saya yang terhormat, pernahkah kau pertimbangkan kenyataan bahwa kaum tani kecil niscaya terombang-ambing antara kaum proletar dan kaum borjuasi? Kebenaran Marxis ini, yang telah dikonfirmasikan oleh keseluruhan sejarah modern Eropa, dengan nyaman “dilupakan” oleh Kautsky, karena kebenaran ini menghancurkan “teori” Menshevik yang terus dia ulang-ulang! Bila Kautsky tidak “melupakan” kebenaran ini, dia tidak akan menyangkal perlunya kediktatoran proletariat di sebuah negeri di mana kaum tani kecil jumlahnya lebih banyak.
Mari kita periksa “analisa ekonomi” dari sang teoretikus kita.
Kekuasaan Soviet adalah sebuah kediktatoran, dan ini tidak bisa diperdebatkan, kata Kautsky. “Tetapi apakah kediktatoran ini adalah kediktatoran proletariat?” (hal. 34)
“Menurut Konstitusi Soviet, kaum tani membentuk mayoritas populasi dan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam parlemen dan administrasi pemerintah. Apa yang disajikan di depan kita sebagai kediktatoran proletariat ternyata – bila dijalankan dengan konsisten, dan bila, berbicara secara umum, sebuah kelas dapat secara langsung mengimplementasikan kediktatoran, yang pada kenyataannya hanya dapat diimplementasikan oleh sebuah partai – hanyalah kediktatoran kaum tani.” (hal. 35)
Merasa bangga karena argumennya yang begitu dalam dan pintar, Kautsky mencoba untuk membuat lelucon dan mengatakan: “Tampaknya pencapaian yang paling mudah dari sosialisme akan paling terjamin kalau ini diletakkan di tangan kaum tani.” (hal. 35)
Dengan sangat terperinci, dan mengutip sejumlah kutipan yang sangat pintar dari Maslov yang semi-liberal, teoretikus kita mencoba membuktikan sebuah gagasan baru bahwa kaum tani tertarik pada harga gandum yang tinggi, upah rendah untuk kaum pekerja kota, dsb., dsb. Semakin Kautsky mengulang-ulang gagasan-gagasan baru ini, semakin sedikit perhatian yang dia berikan pada situasi-situasi baru yang muncul setelah peperangan. Contohnya, kaum tani tidak menginginkan uang untuk gandum mereka, tetapi mereka menginginkan komoditas, dan bahwa kaum tani tidak punya cukup alat-alat pertanian, yang tidak dapat mereka peroleh dengan cukup biarpun mereka punya uang. Kita akan kembali lagi ke topik ini.
Oleh karenanya, Kautsky menuduh partai Bolshevik, partainya kaum proletariat, telah menyerahkan kediktatoran dan tugas untuk mencapai sosialisme ke kaum tani borjuis-kecil. Baik sekali, Tn. Kautsky! Tetapi, menurut pendapatmu yang mencerahkan, apa seharusnya sikap partai proletariat terhadap kaum tani borjuis-kecil?
Teoretikus kita lebih memilih untuk diam seribu bahasa dalam hal ini, karena ada pepatah yang mengatakan: “Bicara itu perak, diam itu emas.” Tetapi dia mengekspos dirinya dengan argumen berikut ini:
“Pada masa awal Republik Soviet, soviet-soviet tani adalah organisasi kaum tani secara umum. Sekarang Republik ini memproklamirkan bahwa Soviet-soviet adalah organisasi proletariat dan kaum tani miskin. Kaum tani yang kaya dirampas hak suaranya di dalam pemilu Soviet-soviet. Kaum tani miskin diakui sebagai produk permanen dan massa dari reforma agraria sosialis di bawah ‘kediktatoran proletariat’.” (hal. 48)
Sungguh sebuah ironi yang menakjubkan! Ironi yang hanya dapat didengar dari kaum borjuasi. Mereka semua mencemooh dan mengejek Republik Soviet yang secara terbuka mengakui keberadaan kaum tani miskin. Mereka mencibir sosialisme. Ini hak mereka. Tetapi seorang “sosialis” yang mencemooh kenyataan bahwa setelah empat tahun peperangan yang paling menghancurkan masih ada (dan masih akan ada untuk waktu yang lama) kaum tani miskin di Rusia – seorang “sosialis” macam ini hanya dapat lahir dari pengkhianatan yang sepenuhnya.
Dan lagi:
“... Republik Soviet mengganggu relasi-relasi antara kaum tani kaya dan miskin, tetapi tidak dengan mendistribusi ulang tanah. Untuk mengatasi kekurangan roti di kota-kota, detasemen-detasemen buruh bersenjata dikirim ke pedesaan untuk merampas stok-stok surplus gandum milik kaum tani kaya. Sebagian dari stok tersebut diberikan kepada penduduk kota, sebagai lagi kepada kaum tani yang lebih miskin.” (hal. 48)
Tentu saja, Kautsky sang sosialis dan sang Marxis sangatlah geram ketika kebijakan seperti ini diperluas melampaui batas-batas kota-kota besar (dan kita telah memperluasnya ke seluruh negeri). Dengan nada yang sangat dingin (atau keras kepala), Kautsky sang sosialis dan sang Marxis berceramah: “Ini [penyitaan terhadap kaum tani kaya] memperkenalkan elemen ketidakstabilan dan perang sipil yang baru ke dalam proses produksi” ... (perang sipil diperkenalkan ke dalam “proses produksi) – sungguh sesuatu yang supernatural)... “yang sangat membutuhkan kedamaian dan keamanan untuk bisa pulih” (hal. 49)
Ya, tentu saja, Kautsky sang Marxis dan sang sosialis menghela napas dan meneteskan air mata untuk kedamaian dan keamanan bagi para pengeksploitasi dan pengeruk-laba yang menimbun stok surplus mereka, menyabotase hukum monopoli gandum, dan membuat penduduk kota kelaparan. “Kami semua adalah kaum sosialis dan Marxis dan internasionalis,” nyanyi para Kautsky, Heinrich Weber (Wina), Longuet (Paris), MacDonald (London), dan yang lainnya. “Kami semua mendukung revolusi kelas buruh. Hanya saja ... hanya saja kami menginginkan sebuah revolusi yang tidak mengganggu kedamaian dan keamanan para penimbun gandum! Dan kami menutupi penghambaan pada kapitalis ini dengan sebuah referensi ‘Marxis’ mengenai ‘proses produksi’ ...” Bila ini adalah Marxisme, lantas apa itu penghambaan pada borjuasi?
Mari kita periksa kesimpulan dari teoretikus kita ini. Dia menuduh kaum Bolshevik telah menyajikan kediktatoran kaum tani sebagai kediktatoran proletariat. Tetapi pada saat yang sama dia menuduh kami telah memperkenalkan perang sipil ke daerah-daerah pedesaan, telah mengirim detasemen-detasemen buruh bersenjata ke desa-desa, yang secara publik memproklamirkan bahwa mereka sedang mengimplementasikan “kediktatoran buruh dan tani miskin”, membantu tani miskin dan menyita stok gandum para peraup laba dan kaum tani kaya yang mereka timbun, yang melanggar hukum monopoli gandum.
Di satu pihak, teoretikus Marxis kita mendukung demokrasi murni, dalam kata lain dia mendukung tunduknya kelas revolusioner, pemimpin rakyat pekerja dan tertindas, kepada mayoritas populasi (oleh karenanya termasuk para pengeksploitasi). Di lain pihak, sebagai sebuah argumen untuk menentang kami, dia menjelaskan bahwa revolusi Rusia haruslah berkarakter borjuis, karena kehidupan kaum tani secara keseluruhan adalah berdasarkan relasi-relasi sosial borjuis – dan pada saat yang sama dia berpura-pura menjunjung sudut pandang proletariat, kelas, dan Marxis.
Alih-alih “analisa ekonomi”, kita dapati tambal sulam yang teramat buruk. Alih-alih Marxisme, kita dapati fragmen-fragmen doktrin liberal dan dakwah untuk tunduk pada kaum borjuasi dan kaum kulak (tani kaya).
Masalah yang begitu membuat Kautsky kebingungan sudah dijelaskan sepenuhnya oleh kaum Bolshevik semenjak tahun 1905. Ya, revolusi kita adalah sebuah revolusi borjuis selama kita berbaris bersama kaum tani secara keseluruhan. Ini sangatlah jelas bagi kami; kami telah mengatakannya ratusan dan ribuan kali semenjak tahun 1905, dan kita tidak pernah mencoba melompati tahapan proses sejarah yang diperlukan ini atau menghapusnya dengan dekrit. Usaha Kautsky untuk “mengekspos” kami sekarang pada akhirnya hanya mengekspos kebingungannya sendiri dan ketakutannya untuk mengingat apa yang dia tulis pada 1905, ketika dia belum menjadi seorang pengkhianat.
Akan tetapi, sejak April 1917, jauh sebelum Revolusi Oktober, yakni jauh hari sebelum kami merebut kekuasaan, secara publik kami menyatakan dan menjelaskan kepada rakyat: revolusi kita sekarang tidak bisa berhenti pada tahapan ini, karena bangsa ini telah melangkah maju, kapitalis telah bergerak maju, kehancuran telah mencapai dimensi yang luar biasa, yang (suka atau tidak) menuntut langkah-langkah maju, menuju sosialisme. Karena tidak ada jalan lain untuk maju, untuk menyelamatkan bangsa yang porak-poranda karena perang ini dan meringankan penderitaan rakyat pekerja dan tertindas.
Peristiwa-peristiwa telah bergulir seperti yang telah kami katakan. Jalannya revolusi telah mengkonfirmasikan kebenaran dari nalar kami. Pertama, dengan “seluruh” kaum tani untuk melawan monarki, tuan tanah, dan feodalisme (dan pada tingkatan ini, revolusi masih merupakan revolusi borjuis, borjuis-demokratik). Kemudian, dengan kaum tani miskin, dengan kaum semi-proletar, dengan semua kaum tertindas, melawan kapitalisme, termasuk kaum kaya di pedesaan, kulak (tani kaya), lintah darah, dan pada tingkatan ini revolusi menjadi revolusi sosialis. Untuk mencoba membangun sebuah Tembok Cina yang artifisial antara revolusi yang pertama dan kedua, untuk memisahkan mereka dengan cara apapun selain tingkat kesiapan kaum proletariat dan tingkat persatuannya dengan kaum tani miskin, ini berarti mendistorsi Marxisme, membuatnya vulgar, menggantikannya dengan liberalisme. Ini berarti menyeludupkan pembelaan reaksioner terhadap borjuasi, ini berarti menentang kaum proletariat sosialis dengan merujuk secara quasi-ilmiah pada karakter progresif kaum borjuasi dibandingkan dengan feodalisme.
Soviet merepresentasikan bentuk dan tipe demokrasi yang jauh lebih tinggi karena, dengan menyatukan dan menarik massa buruh dan tani ke kehidupan politik, ia menjadi sebuah barometer pertumbuhan dan perkembangan kedewasaan politik dan kelas dari rakyat yang paling sensitif, yang paling dekat dengan “rakyat” (seperti yang dikatakan Marx pada 1871 mengenai revolusi rakyat yang sesungguhnya). Konstitusi Soviet tidak ditulis berdasarkan semacam “rencana”; ia tidak dirancang di ruang studi, dan tidak disajikan kepada rakyat pekerja oleh para pengacara borjuasi. Tidak, Konstitusi ini tumbuh di dalam alur perkembangan perjuangan kelas seiring dengan matangnya antagonisme kelas. Kautsky sendiri mengakui ini.
Awalnya, Soviet-soviet merangkul kaum tani secara keseluruhan. Karena ketidakdewasaan, keterbelakangan, dan ketidaktahuan kaum tani miskin, kepemimpinan jatuh ke tangan kaum kulak, kaum kaya, kaum kapitalis dan intelektual borjuis-kecil. Ini adalah periode dominasi borjuis kecil, dominasi kaum Menshevik dan kaum Sosialis-Revolusioner (hanya orang-orang bodoh dan pengkhianat seperti Kautsky yang dapat menganggap mereka sebagai sosialis). Kaum borjuis kecil tidak-bisa-tidak terombang-ambing antara kediktatoran borjuasi (Kerensky, Kornilov, Savinkov) dan kediktatoran proletariat. Karena posisi ekonomi mereka, kaum borjuis kecil tidak mampu melakukan apapun secara independen. Kautsky sepenuhnya menyangkal Marxisme karena ia membatasi analisanya mengenai Revolusi Rusia pada konsep “demokrasi” yang legal dan formal, demokrasi yang bagi kaum borjuasi adalah kedok untuk dominasi mereka dan adalah alat untuk menipu rakyat. Kautsky lupa bahwa dalam prakteknya “demokrasi” kadang-kadang berarti kediktatoran borjuasi, dan kadang-kadang berarti reformisme impoten dari kaum borjuis kecil yang tunduk pada kediktatoran borjuasi. Menurut Kautsky, di sebuah negeri kapitalis ada partai-partai borjuasi dan ada partai proletariat (kaum Bolshevik), yang memimpin mayoritas, massa proletariat, tetapi tidak ada partai borjuis kecil! Kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner tidak punya akar kelas, tidak punya akar borjuis-kecil!
Kaum borjuis kecil, yakni Menshevik dan Sosialis-Revolusioner, terombang-ambing antara borjuasi dan proletar, dan ini membantu mencerahkan rakyat dan membuat mayoritas besar rakyat, yakni semua “lapisan bawah”, semua kaum proletar dan semi-proletar, meninggalkan “para pemimpin” ini. Kaum Bolshevik memenangkan mayoritas di Soviet-soviet (di Petrograd dan Moskow pada Oktober 1917); perpecahan di antara kaum Sosialis-Revolusioner dan Menshevik menjadi semakin dalam.
Kemenangan revolusi Bolshevik berarti berakhirnya kebimbangan, berarti kehancuran total dari monarki dan sistem tuan tanah (yang belum hancur sebelum Revolusi Oktober). Kami menyelesaikan revolusi borjuasi sampai ke kesimpulannya. Kaum tani secara keseluruhan mendukung kami. Antagonisme mereka terhadap kaum proletariat sosialis belumlah terungkap sepenuhnya. Soviet-soviet menyatukan kaum tani secara umum. Divisi kelas di antara kaum tani belumlah matang, dan belumlah terkuak.
Proses ini berlangsung pada musim panas dan gugur 1918. Pemberontakan kontra-revolusioner di Ceko membangkitkan kaum kulak. Gelombang pemberontakan kaum kulak menyapu seluruh Rusia. Kaum tani miskin belajar, bukan dari buku-buku atau koran-koran, tetapi dari kehidupan itu sendiri, bahwa kepentingan mereka bertentangan sepenuhnya dengan kepentingan kaum kulak, kaum kaya, dan kaum borjuasi pedesaan. Seperti semua partai borjuis-kecil, “Partai Sosialis-Revolusioner Kiri” merefleksikan kebimbangan rakyat, dan pada musim panas 1918 partai ini pecah. Satu seksi bergabung dengan kekuatan kontra-revolusi Ceko (pemberontakan di Moskow, ketika Proshyan, setelah merebut Kantor Telegraf selama satu jam! – menyiarkan bahwa kaum Bolshevik telah ditumbangkan; kemudian pengkhianatan Muravyov, Pemimpin angkatan bersenjata yang sedang memerangi Ceko, dsb.), sementara seksi yang lainnya, yang telah disebut di atas, tetap bersama Bolshevik.
Kekurangan gandum di kota-kota yang semakin parah membuat masalah monopoli gandum semakin mendesak (ini sama sekali “dilupakan” oleh Kautsky dalam analisa ekonominya, yang sebenarnya hanyalah pengulangan dari tulisan-tulisan Maslov sepuluh tahun yang lalu!).
Para tuan tanah dan borjuasi yang lama, dan bahkan negeri republik-demokratik, mengirim ke daerah-daerah pedesaan detasemen-detasemen bersenjata yang ada di bawah komando borjuasi. Tn. Kautsky tidak mengetahui ini! Dia tidak menganggap ini “kediktatoran borjuasi”. Ini adalah “demokrasi murni”, terutama bila disahkan oleh parlemen borjuasi! Kautsky juga tidak “mendengar” bahwa pada musim panas dan gugur tahun 1917, Avksentyev dan S. Maslov, bersama dengan para Kerensky, Tsereteli dan kaum Sosialis-Revolusioner dan Menshevik lainnya, menangkap para anggota Komite-Komite Tanah; dia tidak mengucapkan satu kata pun mengenai ini!
Sebuah negara borjuasi yang sedang melakukan kediktatoran borjuasi melalui sebuah republik demokratik tidak dapat mengaku kepada rakyat bahwa ia melayani kaum borjuasi; negara ini tidak dapat mengatakan yang sebenarnya, dan harus menjadi seorang munafik.
Tetapi negara tipe Komune Paris, yakni negara Soviet, secara terbuka dan jujur mengatakan kebenaran kepada rakyat dan menyatakan bahwa ia adalah kediktatoran proletariat dan tani miskin; dan dengan kebenaran ini ia memenangkan ke sisinya jutaan dan jutaan rakyat yang tertindas di republik demokratis manapun, tetapi yang sekarang terdorong oleh Soviet ke dalam kehidupan politik, ke dalam demokrasi, ke dalam administrasi negara. Republik Soviet mengirim ke daerah-daerah pedesaan detasemen-detasemen buruh bersenjata, terutama buruh yang lebih maju, dari kota-kota besar. Buruh-buruh ini membawa sosialisme ke pedesaan, memenangkan ke sisi mereka kaum miskin, mengorganisir mereka dan mencerahkan mereka, dan membantu mereka melawan resistensi kaum borjuasi.
Semua yang paham akan situasi ini dan telah pergi ke daerah-daerah pedesaan menyatakan bahwa baru sekarang, pada musim panas dan gugur 1918, daerah-daerah pedesaan ini melalui Revolusi “Oktober” (dalam kata lain, Revolusi Proletarian). Semua mulai berubah. Gelombang pemberontakan kulak digantikan dengan kebangkitan kaum tani miskin dan tumbuhnya “Komite-komite Tani Miskin”. Di dalam angkatan bersenjata, jumlah buruh-buruh yang menjadi komisar, perwira, dan komandan divisi tentara menjadi semakin banyak. Dan ketika Kautsky yang bodoh ini, yang merasa takut pada Krisis Juli 1918 dan ratap tangis kaum borjuasi, lalu mengejar yang belakangan ini seperti seekor ayam, dan menulis sebuah pamflet yang dipenuhi dengan keyakinan bahwa kaum Bolshevik tidak lama lagi akan ditumbangkan oleh kaum tani; pada saat ketika orang bodoh ini menganggap pembelotan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri sebagai “mengecilnya” (hal. 37) lingkaran orang-orang yang mendukung Bolshevik, justru lingkaran pendukung Bolshevisme yang sesungguhnya sedang tumbuh menjadi sangat besar, karena jutaan kaum tani miskin membebaskan diri mereka dari dominasi dan pengaruh kaum kulak dan borjuasi di pedesaan, dan sedang terbangunkan ke kehidupan politik yang independen.
Kita telah kehilangan ratusan kaum Sosialis-Revolusioner Kiri, para intelektual tak-bertulang-punggung dan kaum kulak di antara petani, tetapi kita telah meraih jutaan rakyat miskin.
Setelah menyelesaikan revolusi borjuis-demokratik dengan beraliansi dengan kaum tani secara keseluruhan, kaum proletariat Rusia akhirnya bergerak ke revolusi sosialis ketika mereka berhasil memecah belah populasi pedesaan, dengan memenangkan kaum proletariat dan semi-proletariat pedesaan, dan dengan menyatukan mereka dalam melawan kaum kulak dan kaum borjuasi, termasuk kaum tani borjuis.
Bila kaum proletariat Bolshevik di kota-kota besar dan pusat-pusat industri besar belum mampu menyatukan kaum tani di sekitar mereka untuk melawan kaum tani kaya, ini membuktikan bahwa Rusia “belum matang” untuk revolusi sosialis. Kaum tani akan tetap menjadi satu “kesatuan penuh”, dalam kata lain mereka akan terus berada di bawah kepemimpinan ekonomi, politik dan moral kaum kulak, kaum kaya, dan kaum borjuasi, dan revolusi ini tidak akan beranjak melebihi batas-batas revolusi borjuis-demokratik. (Namun, bahkan bila demikian adanya, ini tidak membuktikan kalau kaum proletariat seharusnya tidak merebut kekuasaan, karena hanya proletariat sendiri yang dapat menyelesaikan revolusi borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya, hanya proletariat sendiri yang telah melakukan suatu hal yang sangat penting untuk membawa revolusi proletariat dunia semakin dekat, dan kaum proletariat sendiri yang telah membentuk negara Soviet, yang, setelah Komune Paris, adalah langkah kedua menuju negara sosialis.)
Di lain pihak, bila kaum proletariat mencoba sekaligus, pada Oktober-November 1917 -- tanpa menunggu diferensiasi kelas di daerah-daerah pedesaan, tanpa persiapan – “mendekritkan” perang sipil atau “memperkenalkan sosialisme” ke pedesaan, dan mencoba melakukan ini tanpa membentuk blok sementara dengan kaum tani secara umum, tanpa membuat sejumlah konsesi kepada kaum tani menengah, dsb., ini adalah distorsi Blanquist terhadap Marxisme. Ini adalah usaha dari minoritas untuk memaksakan kehendaknya kepada mayoritas. Ini akan menjadi sebuah kekonyolan teoritis, yang mengungkapkan kegagalan untuk memahami bahwa revolusi tani secara umum masihlah merupakan revolusi borjuis, dan tanpa serangkaian transisi, tanpa tahapan-tahapan transisional, revolusi ini tidak dapat ditransformasikan menjadi sebuah revolusi sosialis di sebuah negeri terbelakang.
Dalam masalah teori dan politik yang sangat penting ini, Kautsky telah mengacaukan semuanya. Dia, dalam praktek, terbukti menjadi pelayan kaum borjuasi, yang menentang kediktatoran proletariat.
Kautsky telah memperkenalkan kebingungan yang serupa, bila tidak lebih buruk, ke dalam masalah yang sangatlah penting, yakni: apakah aktivitas legislatif Republik Soviet di dalam ranah reforma agraria – yakni reforma sosialis yang paling sulit namun paling penting – berdasarkan prinsip-prinsip yang kokoh dan dijalankan dengan baik? Kita akan sangat berterima kasih kepada kaum Marxis Eropa Barat manapun, yang setelah mempelajari dokumen-dokumen yang paling penting lalu memberikan kritik terhadap kebijakan kami, karena dengan demikian dia akan sangat membantu kami, dan akan membantu revolusi yang sedang ranum di seluruh dunia. Tetapi alih-alih kritik, Kautsky menghasilkan kekacauan teori yang teramat luar biasa, yang mengubah Marxisme menjadi liberalisme, dan yang, dalam praktek, adalah serangkaian ujar-ujar pandai yang tak berguna, penuh bisa beracun, dan vulgar. Biarlah para pembaca menilainya sendiri.
“Kepemilikan tanah besar tidak dapat dipertahankan. Ini adalah hasil dari revolusi. Ini jelas. Distribusi tanah ke populasi tani menjadi tak terelakkan ...” (Ini tidak benar, Tn. Kautsky. Kau menggantikan sikap dari kelas-kelas yang berbeda terhadap masalah ini dengan apa yang “jelas” bagimu. Sejarah revolusi telah menunjukkan bahwa pemerintahan koalisi borjuasi dan borjuis-kecil, yakni Menshevik dan Sosialis-Revolusioner, telah melaksanakan kebijakan mempertahankan kepemilikan tanah besar. Ini terutama dibuktikan oleh rancangan undang-undang S. Maslov dan ditangkapnya anggota-anggota Komite Tanah. Tanpa kediktatoran proletariat, “populasi tani” tidak akan mengalahkan kaum tuan tanah, yang telah bergabung dengan kelas kaum kapitalis.)
“Tetapi mengenai bentuk distribusi tanah ini, tidak ada persatuan di antara kaum sosialis mengenai solusi yang tepat. Ada berbagai solusi yang memungkinkan ...” (Kautsky paling khawatir mengenai “persatuan” di antara “kaum sosialis”, tidak peduli siapa yang memanggil diri mereka sendiri dengan nama itu. Dia lupa bahwa kelas-kelas utama di dalam masyarakat kapitalis akan selalu tiba pada solusi yang berbeda.) “... Dari sudut pandang sosialis, solusi yang paling rasional adalah mengubah lahan-lahan besar menjadi properti negara dan mengizinkan para petani yang selama ini telah bekerja di lahan-lahan ini sebagai buruh tani untuk mengolah lahan-lahan ini dalam bentuk koperasi. Tetapi solusi seperti ini mensyaratkan keberadaan tipe buruh tani yang tidak ada di Rusia. Solusi yang lain adalah mengubah lahan-lahan besar ini menjadi properti negara dan membagi-bagikan tanah ini menjadi lahan-lahan kecil yang disewakan kepada para tani yang hanya memiliki lahan kecil. Bila ini dilakukan, maka setidaknya sesuatu yang sosialis dapat diraih...”
Seperti biasa Kautsky membatasi dirinya pada hal yang sudah diketahui: di satu pihak ini tidak dapat diakui, dan di lain pihak ini harus diakui. Dia menempatkan solusi-solusi yang berbeda pada level yang sama, tanpa memikirkan apa yang harus dilakukan pada tahapan-tahapan transisional dari kapitalisme ke komunisme di bawah kondisi-kondisi tertentu. Ada kaum buruh tani di Rusia, tetapi tidak banyak; dan Kautsky tidak menyentuh masalah – yang dikedepankan oleh pemerintahan Soviet – mengenai metode transisi ke bentuk pengolahan tanah secara komunal dan koperasi. Akan tetapi, yang paling mengherankan Kautsky mengklaim bahwa menyewakan lahan-lahan kecil adalah “sesuatu yang sosialis”. Pada kenyataannya, ini adalah slogan borjuis kecil, dan tidak ada yang “sosialis” di dalamnya. Bila “negara” yang menyewakan tanah ini bukanlah negara tipe Komune Paris, tetapi sebuah republik parlementer borjuis (dan inilah asumsi Kautsky), penyewaan lahan-lahan kecil adalah reforma liberal yang tipikal.
Kautsky tidak mengatakan apapun mengenai pemerintahan Soviet yang telah menghapus semua kepemilikan pribadi atas tanah. Lebih parah lagi, dia melakukan pemalsuan yang luar biasa dan mengutip dekrit-dekrit pemerintahan Soviet dengan sedemikian rupa sehingga bagian yang paling penting sengaja diabaikan.
Setelah menyatakan bahwa “produksi skala-kecil menginginkan kepemilikan pribadi penuh atas alat-alat produksi,” dan bahwa Majelis Konstituante adalah “satu-satunya otoritas” yang dapat mencegah dibagi-bagikannya tanah (sebuah pernyataan yang akan menimbulkan tawa di Rusia, di mana semua orang tahu bahwa Soviet adalah satu-satunya otoritas yang diakui oleh buruh dan tani, sementara Majelis Konstituante telah menjadi slogan dari kaum kontra-revolusioner Ceko dan para tuan tanah), Kautsky melanjutkan:
“Salah satu dekrit pertama yang dinyatakan oleh Pemerintahan Soviet adalah: (1) Kepemilikan tanah dihapus tanpa ganti rugi. (2) Tanah-tanah kaum bangsawan, dan juga semua tanah monarki, biara dan gereja, dengan semua ternak, alat-alat, bangunan-bangunan, dan semua properti yang ada di sana, akan diserahkan ke Komite-Komite Tanah volost dari Soviet Tani uyezd, menunggu penyelesaian masalah tanah oleh Majelis Konstituante.”
Setelah mengutip hanya dua pasal ini, Kautsky menyimpulkan:
“Rujukan ke Majelis Konstituante hanyalah huruf-huruf belaka. Pada kenyataannya, kaum tani di berbagai volost dapat melakukan apapun yang mereka kehendaki dengan tanah di desa-desa.” (hal. 47)
Di sini kita temui contoh dari “kritik” Kautsky! Di sini kita temui karya “ilmiah” yang lebih seperti penipuan. Para pembaca Jerman diperdaya supaya mereka mengira kaum Bolshevik menyerah pada kaum tani mengenai masalah kepemilikan pribadi atas tanah, bahwa kaum Bolshevik mengizinkan kaum tani untuk bertindak sekehendak hati mereka di tiap-tiap daerah (“di berbagai volost”).
Tetapi pada kenyataannya, dekrit yang dikutip oleh Kautsky – yang pertama kali disebarluaskan pada 26 Oktober 1917 (kalender lama) – terdiri dari lima pasal, dan bukannya dua pasal. Selain itu ada lagi delapan pasal Amanat yang dengan jelas dinyatakan “akan digunakan sebagai panduan”.
Pasal ke-3 dari dekrit ini menyatakan bahwa tanah-tanah akan dialihkan “ke rakyat”, dan “inventaris terperinci dari semua properti yang disita” akan dibuat dan properti ini “akan dilindungi dengan metode revolusioner yang paling tegas”. Dan Amanat ini menyatakan bahwa “kepemilikan tanah akan dihapus untuk selamanya”. bahwa “tanah-tanah di mana ada pertanian modern tingkat-tinggi ... tidak akan dibagi-bagikan”, bahwa “semua ternak dan alat-alat pertanian dari tanah-tanah yang disita akan digunakan secara eksklusif oleh negara atau komune, tergantung dari besar kecilnya dan signifikansinya, dan tidak akan ada ganti rugi”, dan bahwa “semua tanah akan menjadi bagian dari dana tanah nasional (National Land Fund).”
Terlebih lagi, bersamaan dengan dibubarkannya Majelis Konstituante (5 Januari, 1918), Kongres Ketiga Soviet mengadopsi “Deklarasi Hak Rakyat Pekerja dan Tertindas”, yang sekarang menjadi bagian dari “Undang-Undang Fundamental Republik Soviet.” Artikel ke-2, Paragraf Pertama dari Deklarasi ini menyatakan bahwa “kepemilikan tanah dihapus”, dan bahwa “tanah-tanah dan perusahaan-perusahaan pertanian yang teladan ... diproklamirkan sebagai milik negara.”
Jadi, rujukan pada Majelis Konstituante bukanlah huruf-huruf belaka, karena badan perwakilan nasional lainnya, yang memiliki otoritas yang jauh lebih besar di mata kaum tani, telah mengedepankan solusi terhadap masalah agraria.
Lagi, pada 19 Februari, 1918, hukum sosialisasi tanah dicanangkan, yang sekali lagi mengkonfirmasikan penghapusan kepemilikan pribadi atas tanah. Tanah dan semua ternak pribadi dan alat-alat pertanian diberikan kepada otoritas Soviet di bawah kontrol pemerintah federal Soviet. Di antara tugas-tugas yang berhubungan dengan penggunaan tanah, hukum ini menyatakan:
“perkembangan pertanian kolektif sebagai bentuk yang lebih unggul dari sudut pandang ekonomi tenaga kerja dan produksi, dibandingkan dengan pertanian perorangan, dengan tujuan untuk transisi ke pertanian sosialis” (Artikel 11, paragraf e).
Undang-undang yang sama, dalam menetapkan prinsip penggunaan tanah yang setara, menjawab pertanyaan fundamental ini: “Siapa yang punya hak guna tanah?” dengan demikian:
(Artikel 20) “Tanah di dalam batas-batas Republik Federasi Soviet Rusia dapat digunakan untuk kepentingan publik dan pribadi. A. Untuk kepentingan kebudayaan dan pendidikan: (1) oleh negara yang diwakili oleh organ-organ kekuasaan Soviet (federal, begitu juga propinsi, gubernia, uyezd, volost, dan desa), dan (2) oleh badan-badan publik (di bawah kontrol, dan dengan izin, dari otoritas-otoritas Soviet setempat); B. Untuk kepentingan pertanian: (3) oleh komune-komune pertanian, (4) oleh kelompok-kelompok koperasi pertanian, (5) oleh komunitas-komunitas desa, (6) oleh keluarga atau individu perorangan...”
Para pembaca dapat melihat bagaimana Kautsky telah memutar balik fakta sepenuhnya, dan telah memberi para pembaca Jerman pandangan yang keliru mengenai kebijakan dan undang-undang pertanian negara proletar di Rusia.
Kautsky bahkan tidak dapat memformulasikan masalah-masalah teori yang fundamental!
Masalah-masalah ini adalah:
(1) Hak guna tanah yang setara, dan
(2) Nasionalisasi tanah – relasi kedua kebijakan ini dengan sosialisme secara umum, dan relasi kedua kebijakan ini dengan transisi dari kapitalisme ke komunisme pada khususnya.
(3) Pertanian bersama sebagai transisi dari pertanian kecil yang terpencar-pencar ke pertanian kolektif skala-besar; apakah cara bagaimana masalah ini dihadapi di dalam undang-undang Soviet sesuai dengan syarat-syarat sosialisme?
Mengenai masalah pertama, pertama-tama kita harus mengemukakan dua fakta yang fundamental. (a) Dalam mencermati pengalaman revolusi 1905 (saya dapat merujuk pada karya saya mengenai masalah agraria pada Revolusi Rusia yang Pertama ini), kaum Bolshevik merujuk pada arti demokratis yang progresif dan revolusioner dari slogan “hak guna tanah yang setara”, dan pada 1917, sebelum Revolusi Oktober, kami menyatakan ini dengan cukup jelas. (b) Ketika mencanangkan undang-undang sosialisasi tanah – yang “semangatnya” adalah penggunaan tanah yang setara – kaum Bolshevik dengan terbuka dan jelas menyatakan bahwa ini bukanlah gagasan kami. Kami tidak setuju dengan slogan ini, tetapi kami merasa bahwa adalah tugas kami untuk mengimplementasikan undang-undang ini karena ini adalah tuntutan dari mayoritas besar kaum tani. Dan gagasan-gagasan dan tuntutan-tuntutan dari rakyat pekerja adalah hal-hal yang harus ditanggalkan oleh rakyat pekerja sendiri. Tuntutan-tuntutan ini tidak dapat “dihapus” atau “dilompati”. Kami, kaum Bolshevik, akan membantu kaum tani untuk menanggalkan slogan-slogan borjuis kecil, untuk bergerak dari slogan-slogan borjuis kecil ke slogan-slogan sosialis secepat mungkin dan semudah mungkin.
Seorang teoretikus Marxis yang ingin membantu revolusi kelas buruh dengan analisa ilmiahnya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: pertama, apakah benar bahwa gagasan penggunaan tanah yang setara memiliki arti demokratis yang revolusioner dalam melaksanakan revolusi borjuis-demokratik ke kesimpulannya? Kedua, apakah kaum Bolshevik benar dalam membantu meloloskan (dan dengan setia mengimplementasikan) undang-undang penggunaan tanah yang setara yang bersifat borjuis kecil ini?
Kautsky bahkan gagal menyadari masalah teori yang terutama ini!
Kautsky tidak akan pernah bisa menyangkal bahwa gagasan penggunaan tanah yang setara memiliki nilai yang progresif dan revolusioner dalam revolusi borjuis-demokratik. Revolusi seperti ini tidak dapat melampaui batas ini. Dengan mencapai batasnya, akan semakin jelas, cepat, dan mudah terungkap kepada rakyat bahwa solusi-solusi borjuis-demokratik tidaklah memadai, dan rakyat harus bergerak melampaui batas-batas borjuis demokratik ini, dan bergerak ke sosialisme.
Kaum tani, yang telah menumbangkan Tsarisme dan feodalisme, memimpikan penggunaan tanah yang setara, dan tidak ada satu pun kekuatan di muka bumi yang dapat menghentikan kaum tani setelah mereka bebas dari feodalisme dan dari negara republik parlementer borjuis. Kaum buruh mengatakan kepada kaum tani: kami akan membantumu mencapai kapitalisme yang “ideal”, karena penggunaan tanah yang setara adalah idealisasi kapitalisme yang dimimpikan oleh para produsen kecil. Pada saat yang sama kami akan membuktikan kepadamu bahwa kapitalisme yang “ideal” ini tidaklah memadai dan perlunya bergerak ke pertanian bersama.
Akan sangat menarik untuk melihat bagaimana Kautsky dapat membuktikan bahwa kepemimpinan proletariat terhadap kaum tani yang seperti ini adalah keliru.
Namun Kautsky memilih menghindari pertanyaan ini.
Lalu, Kautsky dengan sengaja menipu para pembaca Jermannya dengan menyembunyikan dari mereka fakta bahwa dalam undang-undang tanahnya pemerintahan Soviet memberikan preferensi langsung pada komune-komune dan kelompok-kelompok koperasi.
Dengan seluruh kaum tani sampai pada akhir revolusi borjuis-demokratik; dan dengan kaum tani miskin, tani-proletar dan semi-proletar, maju menuju revolusi sosialis! Ini adalah kebijakan kaum Bolshevik, dan ini adalah satu-satunya kebijakan Marxis.
Tetapi Kautsky sama sekali kebingungan dan tidak mampu memformulasikan apapun! Di satu pihak, dia tidak berani mengatakan bahwa kaum buruh harus pecah dengan kaum tani mengenai masalah penggunaan tanah yang setara, karena dia menyadari bahwa ini adalah konyol (dan, terlebih lagi, pada 1905, ketika dia belumlah menjadi seorang pengkhianat, dia sendiri dengan jelas dan terbuka menyerukan pembentukan aliansi antara buruh dan tani sebagai syarat untuk kemenangan revolusi). Di pihak lain, dia dengan simpatik mengutip ujar-ujar liberal dari Maslov yang Menshevik, yang “membuktikan” bahwa hak guna tanah yang setara yang borjuis-kecil adalah utopis dan reaksioner dari sudut pandang sosialisme, tetapi bungkam mengenai karakter progresif dan revolusioner dari perjuangan borjuis-kecil untuk kesetaraan dan hak guna tanah yang setara dari sudut pandang revolusi borjuis-demokratik.
Kautsky sungguh kebingungan: dia (pada 1918) bersikeras bahwa Revolusi Rusia memiliki karakter borjuis. Dia (pada 1918) mengatakan: jangan lampaui batas-batas ini! Namun Kautsky yang sama ini melihat “ada yang sosialistis” (untuk revolusi borjuis) di dalam reforma borjuis kecil di mana lahan-lahan kecil disewakan ke kaum tani miskin (yang adalah aproksimasi dari hak guna tanah yang setara)!!
Coba saja untuk memahami ini bila kau bisa!
Selain itu, seperti seorang filistin Kautsky tidak mampu mempertimbangkan kebijakan yang sesungguhnya dari sebuah partai tertentu. Dia mengutip frase-frase kosong dari kaum Menshevik Maslov dan menolak untuk melihat kebijakan Partai Menshevik yang sesungguhnya pada 1917, ketika dalam suatu “koalisi” dengan para tuan tanah dan Partai Kadet, mereka menyerukan reforma agraria liberal dan kompromi dengan para tuan tanah (bukti: penangkapan anggota-anggota Komite Tanah dan rancangan undang-undang S. Maslov).
Kautsky gagal menyadari bahwa frase-frase P. Maslov mengenai karakter reaksioner dan utopis dari kesetaraan borjuis-kecil sesungguhnya adalah kedok untuk menutupi kebijakan Menshevik yang menyerukan kompromi antara kaum tani dan tuan tanah (dalam kata lain, mendukung tuan tanah dalam menipu kaum tani), alih-alih penumbangan kaum tuan tanah secara revolusioner oleh kaum tani.
Sungguh “Marxis” Kautsky ini!
Kaum Bolshevik-lah yang secara tegas membedakan antara revolusi borjuis-demokratik dan revolusi sosialis: dengan melaksanakan revolusi borjuis-demokratik, mereka membuka pintu untuk transisi ke revolusi sosialis. Ini adalah satu-satunya kebijakan yang revolusioner dan Marxis.
Akan lebih bijak kalau Kautsky tidak mengulang ujar-ujar cerdik dari kaum liberal yang lembek ini: “Tidak pernah kaum tani kecil di mana pun mengadopsi pertanian kolektif di bawah pengaruh keyakinan teori.” (hal. 50)
Sungguh cerdik!
Tetapi di mana pun tidak pernah kaum tani dari negeri yang besar ada di bawah pengaruh sebuah negara proletariat.
Di mana pun tidak pernah kaum tani meluncurkan sebuah perjuangan kelas terbuka yang sampai mencapai tingkatan perang sipil antara kaum tani miskin dan kaum tani kaya, dengan dukungan propagandis, politik, ekonomi, dan militer yang diberikan kepada kaum tani miskin oleh negara proletariat.
Di mana pun tidak pernah kaum kaya meraup begitu banyak kekayaan dari peperangan, sementara massa tani menderita kehancuran yang luar biasa.
Kautsky hanya mengulang-ulang ujar-ujar lama. Dia takut bahkan untuk berpikir mengenai tugas-tugas baru dari kediktatoran proletariat.
Tetapi, Tn. Kautsky yang terhormat, bagaimana bila kaum tani tidak memiliki alat-alat untuk pertanian skala-kecil dan negara proletariat membantu mereka untuk mendapatkan mesin-mesin untuk pertanian kolektif? Apakah ini sebuah “keyakinan teori”?
Mari kita sekarang sentuh masalah nasionalisasi tanah. Kaum Narodnik kita, termasuk semua kaum Sosialis Revolusioner Kiri, menyangkal bahwa kebijakan yang telah kita adopsi adalah kebijakan nasionalisasi tanah. Secara teori mereka keliru. Selama kita masih berada di dalam kerangka produksi komoditas dan kapitalisme, penghapusan kepemilikan pribadi atas tanah adalah nasionalisasi tanah. Istilah “sosialisasi” hanyalah mengekspresikan sebuah kecenderungan, sebuah pengharapan, persiapan untuk transisi ke sosialisme.
Sikap apa yang harus diambil oleh kaum Marxis mengenai nasionalisasi tanah?
Di sini, Kautsky juga gagal bahkan untuk memformulasikan masalah teori ini. Atau, bahkan lebih parah lagi, dia dengan sengaja mengelak darinya, walaupun kita tahu dari literatur Rusia bahwa Kautsky tahu akan polemik-polemik lama di antara kaum Marxis Rusia mengenai masalah nasionalisasi, munisipalisasi (transfer tanah-tanah besar ke pemerintahan lokal), atau pembagian tanah.
Kautsky mengatakan bahwa mentransfer tanah-tanah besar ke negara dan lalu menyewakan mereka dalam bentuk lahan-lahan kecil ke para petani miskin adalah “sesuatu yang sosialistis”, dan pertanyaan ini adalah penghinaan terhadap Marxisme. Kita sudah menunjukkan bahwa tidak ada yang sosialistis mengenai ini. Tetapi tidak hanya itu saja; ini bahkan tidak akan membawa revolusi borjuis-demokratik ke kesimpulannya. Kemalangan Kautsky adalah bahwa dia menaruh kepercayaannya pada kaum Menshevik. Inilah mengapa dia memiliki posisi yang membingungkan. Di satu pihak, dia bersikeras bahwa revolusi Rusia adalah revolusi borjuis dan mengecam kaum Bolshevik yang bergerak ke sosialisme; di lain pihak dia sendiri menganjurkan reforma liberal di bawah kedok sosialisme, tanpa melaksanakan reforma ini sampai ke titik di mana semua sisa-sisa feodalisme dalam relasi agraria dihapuskan sepenuhnya! Argumen-argumen Kautsky, seperti juga para penasihat Menshevik-nya, pada akhirnya adalah pembelaan terhadap kaum borjuis liberal, yang takut terhadap revolusi, dan bukannya pembelaan terhadap revolusi borjuis-demokratik yang konsisten.
Mengapa hanya tanah-tanah besar, dan bukan semua tanah, diubah menjadi milik negara? Kaum borjuis liberal oleh karenanya mempertahankan kondisi-kondisi yang lama secara maksimal, dan juga secara maksimum memfasilitasi restorasi ke kondisi-kondisi yang lama. Kaum borjuasi radikal, yakni kaum borjuasi yang ingin melaksanakan revolusi borjuis sampai ke kesimpulannya, mengedepankan slogan nasionalisasi tanah.
Kautsky, yang pada masa lalu yang samar dan jauh, kira-kira dua puluh tahun yang lalu, menulis sebuah karya Marxis yang luar biasa mengenai masalah agraria. Dia tidak mungkin tidak tahu bahwa Marx mengatakan bahwa nasionalisasi tanah pada kenyataannya adalah slogan konsisten dari kaum borjuasi. Kautsky tidak mungkin tidak tahu mengenai polemik Marx dengan Rodbertus, dan mengenai tulisan-tulisan Marx di karyanya “Teori-teori Nilai Lebih” di mana dia memaparkan dengan teramat jelas signifikansi revolusioner – dalam artian borjuis-demokratik – dari slogan nasionalisasi tanah.
P. Maslov yang Menshevik, yang dipilih oleh Kautsky sebagai penasihatnya, mengatakan bahwa kaum tani Rusia tidak akan setuju dengan nasionalisasi semua tanah (termasuk tanah kaum tani). Sampai pada tingkatan tertentu, pandangan Maslov ini bisa dihubungkan dengan teori “aslinya” (yang hanya membeo para kritikus borjuis Marx), yakni, penolakannya terhadap teori sewa tanah absolut (absolute land rent) dan pengakuannya terhadap “hukum” (atau “fakta”, seperti yang diekspresikan oleh Maslov) “hasil yang semakin menurun” (law of diminishing returns).
Akan tetapi, pada kenyataannya Revolusi 1905 sudah mengungkapkan bahwa mayoritas besar petani di Rusia, para anggota komune-komune desa serta para petani perorangan, setuju dengan nasionalisasi semua tanah. Revolusi 1917 mengkonfirmasikan ini, dan setelah perebutan kekuasaan oleh kaum proletariat semua tanah dinasionalisasi. Kaum Bolshevik tetap setia pada Marxisme dan tidak pernah mencoba (seperti yang dituduhkan oleh Kautsky tanpa bukti) “meloncati” revolusi borjuis-demokratik. Kaum Bolshevik, pertama-tama, membantu para teoretikus borjuis-demokratik yang paling radikal dan revolusioner dari kaum tani, mereka yang berdiri paling dekat dengan kaum proletariat, yakni kaum Sosialis Revolusioner Kiri, untuk melaksanakan nasionalisasi tanah. Pada 20 Oktober 1917, yakni pada hari pertama revolusi sosialis proletariat, kepemilikan pribadi atas tanah dihapus di Rusia.
Ini meletakkan fondasi yang paling sempurna dari sudut pandang perkembangan kapitalisme (Kautsky tidak dapat menyangkal ini tanpa pecah dari Marx), dan pada saat yang sama menciptakan sebuah sistem agraria yang paling fleksibel dari sudut pandang transisi ke sosialisme. Dari sudut pandang borjuis-demokratik, kaum tani revolusioner di Rusia tidak dapat bergerak lebih jauh; tidak ada yang bisa “lebih ideal” dari sudut pandang ini, tidak ada yang bisa “lebih radikal” dari nasionalisasi tanah dan hak guna tanah yang setara. Kaum Bolshevik-lah, dan hanya kaum Bolshevik, yang berkat kemenangan revolusi proletariat, membantu kaum tani untuk melaksanakan revolusi borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya. Dan hanya dengan cara ini mereka dapat memfasilitasi dan mempercepat transisi ke revolusi sosialis.
Kita dapat menilai dari ini bagaimana Kautsky membuat bingung para pembacanya ketika dia menuduh kaum Bolshevik gagal memahami karakter borjuis dari revolusi Rusia. Namun dia sendiri telah pecah dari Marxisme ketika dia tidak mengatakan apapun mengenai nasionalisasi tanah dan ketika dia mengajukan reforma agraria liberal yang paling tidak revolusioner (dari sudut pandang borjuis) sebagai “sesuatu yang sosialistis”!
Sekarang kita telah sampai pada masalah ketiga, yakni sampai mana kediktatoran proletariat di Rusia mempertimbangkan perlunya bergerak ke pertanian kolektif. Di sini, sekali lagi Kautsky melakukan pemalsuan: dia mengutip hanya “tesis-tesis” di mana Bolshevik berbicara mengenai tugas bergerak ke pertanian kolektif! Setelah mengutip salah satu tesis ini, “teoretikus” kita dengan bangga menyatakan:
“Sayangnya, sebuah tugas tidak akan terpenuhi hanya karena ia disebut sebagai sebuah tugas. Untuk sementara waktu, pertanian kolektif di Rusia hanya akan ada di atas kertas. Tidak pernah kaum tani di mana pun mengadopsi pertanian kolektif di bawah pengaruh keyakinan teori.” (hal. 50)
Tidak pernah seorang penipu di mana pun melakukan penipuan yang begitu rendah seperti yang dilakukan oleh Kautsky. Dia mengutip “tesis-tesis” ini, tetapi tidak mengatakan apapun mengenai undang-undang pemerintahan Soviet. Dia berbicara mengenai “keyakinan teori”, tetapi tidak mengatakan apapun mengenai kekuasaan negara proletariat yang memiliki di tangannya pabrik-pabrik dan barang-barang produksi! Semua yang ditulis oleh Kautsky sang Marxis pada 1899 di karyanya “Masalah Agraria” mengenai sumber daya yang ada di tangan negara proletariat untuk melaksanakan transisi gradual kaum tani ke sosialisme telah dilupakan oleh Kautsky sang pengkhianat pada 1918.
Tentu saja, beberapa ratus komune pertanian yang didukung negara dan pertanian-pertanian milik negara (yakni, ladang-ladang besar yang dikelola oleh asosiasi-asosiasi buruh) masihlah sangat kecil. Tetapi apakah “kritik” Kautsky dapat benar-benar disebut kritik bila dia mengabaikan fakta ini?
Nasionalisasi tanah yang telah dilaksanakan di Rusia oleh kediktatoran proletariat telah memberikan jaminan terbaik atas terlaksanakannya revolusi borjuis-demokratik sampai ke kesimpulannya – bahkan bila terjadi kontra-revolusi yang menyebabkan pengembalian dari nasionalisasi tanah ke pembagi-bagian tanah (saya telah melakukan pemeriksaan khusus mengenai kemungkinan ini di pamflet saya mengenai program agraria kaum Marxis pada Revolusi 1905). Selain itu, nasionalisasi tanah telah memberikan negara proletar peluang maksimum untuk bergerak ke pertanian sosialis.
Singkatnya, Kautsky telah menghidangkan kepada kita, secara teori, tambal-sulam yang luar biasa buruk, yang merupakan penyangkalan sepenuhnya terhadap Marxisme. Dan secara praktek, dia telah menyajikan kepada kita sebuah kebijakan penghambaan kepada kaum borjuasi dan reformismenya. Sungguh sebuah kritik yang baik!
Kautsky memulai “analisa ekonomi”nya terhadap industri dengan argumen luar biasa berikut ini:
Rusia memiliki industri kapitalis skala-besar. Dapatkah sistem produksi sosialis dibangun di atas fondasi ini? “Kita mungkin berpikir demikian, bila sosialisme berarti bahwa buruh dari tiap-tiap pabrik dan tambang menyita mereka” (secara harfiah menyita pabrik dan tambang untuk diri mereka sendiri) “guna melakukan produksi secara terpisah di tiap-tiap pabrik” (hal.52), “Pada hari ini, 5 Agustus, ketika saya sedang menulis baris-baris ini,” tambah Kautsky, “sebuah pidato dilaporkan dari Moskow, yang disampaikan oleh Lenin pada 2 Agustus, di mana dia mengatakan: ‘Kaum buruh mempertahankan kepemilikan pabrik dengan teguh di tangan mereka, dan kaum tani tidak akan mengembalikan tanah ke para tuan tanah.’ Sampai sekarang, slogan: pabrik untuk kaum buruh, dan tanah untuk kaum tani, adalah slogan anarko-sindikalis, dan bukan slogan Sosial-Demokratik” (hal 52-53).
Saya telah mengutip kalimat ini secara penuh supaya kaum buruh Rusia, yang sebelumnya menghormati Kautsky, dapat melihat dengan mata mereka sendiri metode yang digunakan oleh pengkhianat ini yang telah membelot ke sisi borjuasi.
Coba pikirkan: pada tanggal 5 Agustus, ketika puluhan dekrit mengenai nasionalisasi pabrik telah diterbitkan – dan tidak ada satu pun pabrik yang “disita” oleh buruh untuk diri mereka sendiri tetapi semua telah diubah menjadi milik Republik Soviet – pada 5 Agustus, dengan penafsiran yang jelas menipu dari satu kalimat di dalam pidato saya, Kautsky mencoba membuat kaum buruh Jerman percaya bahwa pabrik-pabrik telah diserahkan kepada kelompok-kelompok buruh yang terpisah! Dan setelah itu Kautsky mengatakan bahwa menyerahkan pabrik-pabrik kepada kelompok-kelompok buruh yang terpisah adalah sesuatu yang keliru!
Ini bukan kritik, tetapi tipu daya dari seorang antek borjuasi, yang telah disewa oleh kapitalis untuk memfitnah revolusi buruh.
Kautsky mengatakan berulang kali bahwa pabrik-pabrik harus diserahkan kepada negara, atau kepada pemerintahan munisipal, atau kepada koperasi-koperasi konsumen, dan lalu dia akhirnya menambahkan:
“Ini yang sekarang mereka coba lakukan di Rusia...”
Sekarang! Apa artinya ini? Pada bulan Agustus? Mengapa Kautsky tidak meminta teman-temannya, Stein atau Axelrod, atau teman-teman borjuasi lainnya, untuk menerjemahkan setidaknya salah satu dekrit mengenai pabrik?
“Seberapa jauh mereka telah bergerak ke arah ini, kita tidak tahu. Aktivitas Republik Soviet dalam aspek ini adalah hal yang paling penting bagi kita, tetapi ini masih belum jelas. Tidak ada kekurangan dekrit-dekrit ...” (Inilah mengapa Kautsky mengabaikan isi dekrit-dekrit tersebut, atau menyembunyikannya dari para pembacanya!) “Tetapi tidak ada sumber informasi yang dapat diandalkan mengenai dekrit-dekrit ini. Produksi sosialis adalah mustahil tanpa informasi statistik yang cakupannya luas, terperinci, dapat diandalkan, dan cepat. Republik Soviet masih belum bisa menciptakan statistik seperti ini. Apa yang kita pelajari mengenai aktivitas-aktivitas ekonominya sangatlah penuh kontradiksi dan tidak dapat sama sekali diverifikasi. Ini juga adalah akibat dari kediktatoran dan ditekannya demokrasi. Tidak ada kebebasan pers ataupun kebebasan berpendapat.” (hal. 53)
Beginilah caranya sejarah ditulis! Kautsky menerima informasi mengenai pabrik-pabrik yang diambil alih oleh buruh dari pers “bebas” kapitalis dan orang-orang Dutov ... “Pemikir serius” yang berdiri di atas kelas-kelas ini memang sungguh luar biasa! Mengenai ratusan fakta yang menunjukkan bahwa pabrik-pabrik telah diserahkan ke Republik, bahwa mereka dikelola oleh organ kekuasaan Soviet, yakni Dewan Ekonomi Agung, yang terdiri dari para buruh yang telah dipilih oleh serikat-serikat buruh, Kautsky menolak untuk mengatakan barang satu kata pun. Dengan keras kepala dia terus mengulang-ulang satu hal: berikan saya demokrasi yang damai, tanpa perang sipil, tanpa kediktatoran dan dengan statistik yang baik (Republik Soviet telah mendirikan sebuah badan statistik di mana ahli-ahli statistik terbaik di Rusia bekerja, tetapi tentu saja statistik yang ideal tidak dapat diperoleh begitu cepat). Dalam kata lain, Kautsky menginginkan sebuah revolusi tanpa revolusi, tanpa perjuangan yang keras, tanpa kekerasan. Ini sama saja dengan meminta sebuah pemogokan di mana buruh dan kapitalis merasa tenang-tenang saja. Carilah perbedaan antara “sosialis” macam ini dengan kaum birokrat liberal!
Jadi, dengan bersandar pada “fakta-fakta material” seperti ini, yakni dengan sengaja mengabaikan banyak fakta, Kautsky “menyimpulkan”:
“Sangat diragukan kalau kaum proletariat Rusia telah meraih lebih dalam hal pencapaian-pencapaian praktis yang riil, dan tidak hanya dekrit-dekrit semata, di bawah Republik Soviet dibandingkan dengan apa yang dapat dicapainya dari Majelis Konstituante, di mana, seperti halnya di dalam Soviet-soviet, kaum sosialis, walaupun dari warna yang berbeda, mendominasi.” (hal. 58)
Sungguh luar biasa bukan? Kami akan menganjurkan kepada para pemuja Kautsky untuk menyebarkan kalimat di atas seluas mungkin di antara buruh Rusia, karena tidak ada materi yang lebih baik daripada ini untuk mengukur tingkat kebangkrutan politiknya. Kamerad-kamerad buruh, Kerensky juga adalah seorang “sosialis”, hanya saja “dari warna yang berbeda”! Kautsky sang sejarawan puas dengan nama, dengan gelar yang “disita” oleh kaum Sosialis-Revolusioner Kanan dan Menshevik untuk mereka sendiri. Kautsky sang sejarawan menolak untuk mendengarkan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa di bawah Kerensky kaum Menshevik dan Sosialis-Revolusioner Kanan mendukung kebijakan imperialis dan praktek-praktek penjarahan kaum borjuasi. Diam-diam dia bungkam mengenai fakta bahwa mayoritas Majelis Konstituante terdiri dari orang-orang yang mendukung peperangan imperialis dan kediktatoran borjuis. Dan ini disebut “analisa ekonomi”!
Sebagai kesimpulan, mari saya kutip satu contoh lagi dari “analisa ekonomi” ini:
“... Setelah sembilan bulan, Republik Soviet, alih-alih membawa kesejahteraan, harus menjelaskan mengapa masih ada kemiskinan secara umum” (hal. 41).
Kita terbiasa mendengar argumen seperti ini dari bibir kaum Kadet. Semua kacung borjuasi di Rusia berargumen seperti ini: tunjukkan kepada kami, setelah sembilan bulan, kesejahteraanmu – dan ini setelah empat tahun peperangan yang menghancurkan, dengan kapital asing yang memberikan dukungan penuh terhadap sabotase dan pemberontakan kaum borjuasi di Rusia. Pada kenyataannya, tidak ada perbedaan sama sekali antara Kautsky dan seorang borjuasi kontra-revolusioner. Ujar-ujarnya yang manis, yang diberi kedok “sosialisme”, hanya mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh orang-orang Kornilov, orang-orang Dutov, dan orang-orang Krasnov di Rusia secara blak-blakan, secara langsung dan tanpa ditutup-tutupi.
Baris-baris di atas ditulis pada 8 November 1918. Pada malam yang sama kita menerima berita dari Jerman mengenai mulainya revolusi, pertama di Kiel dan kota-kota dan pelabuhan-pelabuhan di Utara, di mana kekuasaan telah berpindah tangan ke Dewan Deputi Buruh dan Tentara, dan kemudian di Berlin, di mana kekuasaan juga telah berpindah tangan ke Dewan.
Kesimpulan yang masih harus ditulis di pamflet saya mengenai Kautsky dan mengenai revolusi proletariat sekarang sudah tidak dibutuhkan lagi.
10 November, 1918
Lampiran I: Tesis Mengenai Majelis Konstituante
[sunting]1. Tuntutan untuk diselenggarakannya Majelis Konstituante adalah bagian dari program Sosial-Demokrasi revolusioner yang sepenuhnya sah, karena di dalam republik borjuis Majelis Konstituante mewakilkan bentuk demokrasi yang tertinggi, dan karena, dengan membentuk pra-Parlemen, republik imperialis yang dipimpin oleh Kerensky sedang bersiap-siap untuk melakukan kecurangan dalam pemilu dan melanggar demokrasi dengan berbagai cara.
2. Sementara menuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante, Sosial-Demokrasi revolusioner telah berulang kali menekankan semenjak awal Revolusi 1917 bahwa republik Soviet adalah bentuk demokrasi yang lebih tinggi daripada republik borjuis dengan Majelis Konstituante.
3. Untuk transisi dari sistem borjuis ke sistem sosialis, untuk kediktatoran proletariat, Republik Soviet (Buruh, Tentara, dan Tani) bukan hanya sebuah bentuk institusi demokratik yang lebih tinggi (dibandingkan dengan republik borjuis yang dipimpin oleh Majelis Konstituante), tetapi juga adalah satu-satunya bentuk yang dapat mengamankan transisi yang paling mulus ke sosialisme.
4. Penyelenggaraan Majelis Konstituante dengan daftar yang diserahkan pada pertengahan Oktober 1917 berlangsung di bawah kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan pemilu yang mengekspresikan kehendak rakyat secara umum dan rakyat pekerja khususnya.
5. Pertama, perwakilan proporsional akan mengekspresikan kehendak rakyat hanya bila daftar para perwakilan partai sesuai dengan dukungan rakyat terhadap faksi-faksi partai. Akan tetapi, dalam kasus kita, seperti yang diketahui semua orang, partai yang dari Mei hingga Oktober punya dukungan terbesar dari rakyat, dan terutama dari kaum tani – Partai Sosialis-Revolusioner – mengeluarkan daftar perwakilan bersama untuk Majelis Konstituante pada pertengahan Oktober 1917, tetapi pecah pada November 1917, setelah pemilu dan sebelum Majelis ini bertemu.
Oleh karenanya, tidak ada, dan tidak mungkin akan ada, kesesuaian antara kehendak massa pemilih dan komposisi Majelis Konstituante yang terpilih.
6. Kedua, yang lebih penting, yakni sumber perbedaan – yang bukan bersifat formal maupun legal, tetapi sosio-ekonomik dan kelas – antara kehendak rakyat, terutama kehendak kelas pekerja, dengan komposisi Majelis Konstituante. Ini karena pemilihan Majelis Konstituante berlangsung ketika mayoritas besar rakyat masih belum mengetahui sepenuhnya cakupan dan signifikansi Revolusi Oktober, Soviet, proletariat-tani, yang dimulai pada 25 Oktober 1917, yakni setelah daftar kandidat Majelis Konstituante telah diserahkan.
7. Revolusi Oktober melalui serangkaian tahapan perkembangan, memenangkan kekuasaan untuk Soviet dan merebut kekuasaan politik dari kaum borjuasi dan mentransfernya ke kaum proletariat dan tani miskin.
8. Ini dimulai dengan kemenangan 24-25 Oktober di ibukota, ketika Kongres Soviet Buruh dan Tani Kedua, yakni pelopor kaum proletariat dan seksi kaum tani yang paling aktif secara politik, memberikan mayoritas kepada Partai Bolshevik dan menaruhnya ke tampuk kekuasaan.
9. Kemudian, selama bulan November dan Desember, revolusi menyebar ke seluruh tentara dan kaum tani. Ini terutama terekspresikan dengan disingkirkannya badan-badan kepemimpinan lama (komite-komite tentara, komite-komite tani gubernia, Komite Eksekutif Pusat dari Soviet Tani Seluruh Rusia, dsb.) – yang merupakan fase lama dan kompromi dari revolusi, fase borjuis dan bukan fase proletariat, yang oleh karenanya niscaya lenyap di bawah tekanan massa yang semakin luas – dan di dalam pemilihan-pemilihan badan-badan kepemimpinan yang baru untuk menggantikan mereka.
10. Gerakan rakyat tertindas yang masif ini untuk membangun kembali badan-badan kepemimpinan dari organisasi-organisasi mereka bahkan belum berakhir sampai sekarang, di pertengahan bulan Desember 1917, dan Kongres Buruh Kereta Api, yang masih berlangsung, mewakili salah satu tahapan ini.
11. Oleh karenanya, pengelompokan kekuatan-kekuatan kelas di Rusia seiring dengan berjalannya perjuangan kelas pada kenyataannya mengambil, pada bulan November dan Desember, bentuk yang berbeda secara prinsipil dengan daftar kandidat partai untuk Majelis Konstituante yang dibuat pada pertengahan Oktober 1917.
12. Peristiwa-peristiwa belakangan ini di Ukraina (dan juga di Finlandia dan Byelorussia, dan juga di Caucasus) juga menunjukkan pengelompokan ulang kekuatan-kekuatan kelas yang terjadi di dalam proses perjuangan antara nasionalisme borjuis dari Bada Ukraina, Diet Finlandia, dsb. di satu pihak, dan kekuasaan Soviet, revolusi proletariat-tani di tiap-tiap republik nasional ini, di pihak lain.
13. Terakhir, peperangan sipil yang dimulai oleh pemberontakan kontra-revolusioner Kadet-Kaledin terhadap otoritas Soviet, terhadap pemerintahan buruh dan tani, telah akhirnya membawa perjuangan kelas ke permukaan secara terbuka, dan telah menghancurkan semua kesempatan untuk menyelesaikan secara formal-demokratis semua masalah-masalah akut yang telah dilemparkan oleh sejarah ke rakyat Rusia, dan terutama kelas buruh dan tani Rusia.
14. Hanya dengan kemenangan mutlak buruh dan tani atas pemberontakan kaum borjuasi dan tuan tanah (seperti gerakan Kadet-Kaledin), hanya dengan menumpas pemberontakan pemilik-budak ini secara militer dan tanpa belas kasihan maka kita dapat sungguh-sungguh menjaga revolusi proletar-tani ini. Jalannya peristiwa-peristiwa dan perkembangan perjuangan kelas di dalam revolusi telah membuat slogan “Semua Kekuasaan untuk Majelis Konstituante!” – yang mengabaikan pencapaian-pencapaian revolusi buruh dan tani, yang mengabaikan kekuasaan Soviet, yang mengabaikan keputusan-keputusan dari Kongres Soviet Buruh dan Tani Kedua, dsb. – menjadi slogannya Kadet dan Kaledin dan para pendukungnya. Seluruh rakyat sekarang sudah tahu bahwa bila Majelis Konstituante memisahkan diri dari kekuasaan Soviet maka ia akan jatuh ke dalam kepunahan secara politik.
15. Salah satu masalah nasional yang teramat akut adalah masalah perdamaian. Sebuah perjuangan yang sungguh-sungguh revolusioner demi perdamaian dimulai di Rusia hanya setelah kemenangan Revolusi Oktober, dan buah pertama dari kemenangan ini adalah diterbitkannya pakta-pakta perjanjian rahasia, ditandatanganinya gencatan senjata, dan dimulainya negosiasi-negosiasi terbuka untuk perdamaian umum tanpa aneksasi dan ganti-rugi perang.
Hanya sekarang lapisan luas rakyat sungguh-sungguh punya kesempatan untuk menyaksikan secara penuh dan terbuka kebijakan perjuangan revolusioner untuk perdamaian dan mempelajari hasil-hasilnya.
Pada saat pemilu Majelis Konstituante, massa rakyat tidak memiliki kesempatan seperti ini.
Jelas bahwa perbedaan antara komposisi Majelis Konstituante yang terpilih dan kehendak rakyat yang sesungguhnya mengenai masalah menghentikan perang adalah sesuatu yang tidak terelakkan dari sudut pandang ini juga.
16. Semua kondisi yang disebut di atas secara keseluruhan membuat Majelis Konstituante, yang dipilih berdasarkan daftar partai sebelum revolusi proletariat-tani di bahwa kekuasaan borjuasi, secara tak terelakkan berbenturan dengan kehendak dan kepentingan kelas-kelas pekerja dan tertindas, yang pada tanggal 25 Oktober memulai revolusi sosialis yang melawan kaum borjuasi. Sewajarnya, kepentingan revolusi ini lebih tinggi daripada hak-hak formal Majelis Konstituante, bahkan bila hak-hak formal tersebut tidak dilemahkan oleh tidak adanya pasal di dalam hukum Majelis Konstituante yang mengakui hak rakyat untuk me-recall perwakilan mereka dan menyelenggarakan pemilihan kapan pun.
17. Setiap usaha langsung atau tidak langsung untuk mempertimbangkan masalah Majelis Konstituante dari sudut pandang legal dan formal, di dalam kerangka demokrasi borjuis umumnya, dan mengabaikan perjuangan kelas dan perang sipil adalah pengkhianatan terhadap perjuangan proletariat, dan mengadopsi sudut pandang borjuis. Kaum Sosial-Demokrat Revolusioner punya tugas untuk memperingatkan semua orang agar tidak melakukan kekeliruan ini, yang telah dilakukan oleh beberapa pemimpin Bolshevik yang tidak mampu memahami signifikansi dari pemberontakan Oktober dan tugas kediktatoran proletariat.
18. Satu-satunya peluang untuk menjamin solusi yang mulus untuk krisis yang diakibatkan oleh perbedaan antara pemilu Majelis Konstituante dan kehendak kelas pekerja dan tertindas adalah memberikan rakyat hak seluas mungkin dan secepat mungkin untuk memilih ulang anggota-anggota Majelis Konstituante, dan Majelis Konstituante harus menerima undang-undang pemilu dari Komite Eksekutif Pusat, menyatakan bahwa ia mengakui sepenuhnya kekuasaan Soviet, revolusi Soviet, dan kebijakan Soviet mengenai perdamaian, tanah dan kontrol buruh, dan dengan tegas bergabung dengan musuh-musuh dari kontra-revolusi Kadet-Kaledin.
19. Kalau syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka krisis Majelis Konstituante ini hanya dapat diselesaikan dengan cara revolusioner, yakni kekuasaan Soviet melaksanakan kebijakan yang paling enerjetik, cepat, tegas, dan revolusioner dalam melawan kontra-revolusi Kadet-Kaleditn, tidak peduli apa slogan dan institusi (bahkan partisipasi di dalam Majelis Konstituante) yang digunakan oleh kontra-revolusi untuk bersembunyi. Setiap usaha untuk mengikat tangan dan kaki kekuasaan Soviet dalam perjuangan ini adalah sama saja dengan membantu kontra-revolusioner.
Lampiran II: Buku Baru Vandervelde mengenai Negara
[sunting]Hanya setelah saya membaca bukunya Kautsky saya punya kesempatan untuk membaca buku Vandervelde “Socialism versus the State” (“Sosialisme versus Negara”) (Paris, 1918). Perbandingan kedua buku ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa Kautsky adalah pemimpin ideologis dari Internasional Kedua (1889-1914), sementara Vandervelde, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Biro Internasional Sosialis, adalah perwakilan resminya. Keduanya mewakili kebangkrutan total dari Internasional Kedua, dan keduanya dengan keterampilan seorang jurnalis berpengalaman “dengan mahir” menutup-nutupi kebangkrutan ini dan kebangkrutan mereka sendiri dan pembelotan mereka ke sisi borjuasi dengan ujar-ujaran Marxis. Yang satu memberikan kita satu contoh yang baik apa itu oportunisme Jerman yang tipikal, yang membosankan, suka berteori dan memalsukan Marxisme dengan menyingkirkan semua yang tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi. Yang satu lagi adalah variasi oportunisme Latin – pada tingkatan tertentu, oportunisme Eropa Barat (yakni, Barat dari Jerman) – yang lebih fleksibel, lebih tidak membosankan, dan yang memalsukan Marxisme dengan metode yang secara fundamental sama, tetapi dengan cara yang lebih halus.
Keduanya secara radikal mendistorsi ajaran Marx mengenai Negara dan juga mengenai kediktatoran proletariat; Vandervelde lebih berbicara mengenai masalah Negara, sementara Kautsky masalah kediktatoran proletariat. Keduanya mengaburkan hubungan yang sangat dekat dan tak terpisahkan antara kedua subjek ini. Mereka berdua adalah revolusioner dan Marxis dalam kata-kata, tetapi pengkhianat dalam praktek, yang berusaha sangat keras untuk memisahkan diri mereka dari revolusi. Gagasan mereka tidak mengandung satu pun gagasan Marx dan Engels, dan tidak membedakan sosialisme dari karikatur borjuisnya, dalam kata lain mereka tidak menguraikan tugas-tugas revolusi sebagai sesuatu yang berbeda dari tugas-tugas reforma, mereka tidak menguraikan taktik-taktik revolusioner sebagai sesuatu yang berbeda dari taktik-taktik reformis, tidak menguraikan tugas kaum proletariat dalam menghapus tatanan, orde, atau rejim perbudakan-upah sebagai sesuatu yang berbeda dari tugas proletariat negeri-negeri “Adidaya” yang berbagi secuil super-profit dan penjarahan imperialis dengan kaum borjuasi.
Kita akan mengutip beberapa argumen Vandervelde yang paling penting.
Seperti Kautsky, Vandervelde mengutip Marx dan Engels dengan sangat bersemangat, dan seperti Kautsky, dia mengutip semua dari Marx dan Engels kecuali yang benar-benar tidak dapat diterima oleh kaum borjuasi dan yang membedakan seorang revolusioner dari seorang reformis. Dia berbicara banyak mengenai perebutan kekuasaan politik oleh proletariat, karena praktek telah membatasi ini di dalam kerangka parlementer. Tetapi mengenai fakta bahwa setelah pengalaman Komune Paris, Marx dan Engels merasa harus menambahi karya Manifesto Komunis yang sudah usang dengan penguraian sebuah kebenaran bahwa kelas buruh tidak boleh menggunakan mesin negara yang sudah ada, tetapi harus menghancurkannya – tidak ada satu pun kata mengenai ini dari Vandervelde! Vandervelde dan Kautsky, seperti sudah saling setuju, bungkam mengenai apa yang paling penting di dalam pengalaman revolusi proletariat, yakni yang membedakan antara revolusi proletariat dari reforma borjuis.
Seperti Kautsky, Vandervelde berbicara mengenai kediktatoran proletariat hanya untuk memisahkan dirinya dari kediktatoran proletariat. Kautsky melakukan ini dengan pemalsuan yang kasar. Vandervelde melakukan ini dengan cara yang lebih halus. Di bagian ke-4 bukunya, yang berbicara mengenai “perebutan kekuasaan politik oleh proletariat”, dia mendedikasikan sub-bagian b untuk masalah “kediktatoran kolektif proletariat”, “mengutip” Marx dan Engels (saya ulangi kembali: menghapus justru yang penting, yakni menghancurkan mesin negara borjuis-demokratik yang lama), dan menyimpulkan:
“... Di antara lingkaran-lingkaran sosialis, revolusi sosial biasanya dimaknai seperti demikian: sebuah Komune [Paris – Ed.] yang baru, yang kali ini menang, dan tidak hanya di satu tempat saja tetapi di pusat-pusat utama dunia kapitalis.
“Sebuah hipotesa, tetapi sebuah hipotesa yang tidak mustahil ketika menjadi jelas bahwa periode pasca-perang akan menyaksikan antagonisme kelas dan gejolak sosial yang tidak ada presedennya di banyak negeri.
“Kegagalan Komune Paris, dan apalagi kesulitan-kesulitan revolusi Rusia, membuktikan bahwa mustahil kita bisa mengakhiri sistem kapitalis kalau kaum proletariat belumlah cukup siap untuk menggunakan dengan baik kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh kondisi-kondisi yang ada.” (hal. 73)
Dan begitu saja!
Inilah, para pemimpin dan perwakilan Internasional Kedua! Pada 1912 mereka menandatangani Manifesto Basel, yang secara eksplisit berbicara mengenai hubungan antara perang – yang kemudian pecah pada tahun 1914 – dan revolusi proletariat, dan menjunjung revolusi proletariat sebagai ancaman. Dan ketika perang pecah dan situasi revolusioner muncul, para Kautsky dan Vandervelde mulai memisahkan diri mereka dari revolusi. Sebuah revolusi seperti Komune Paris hanyalah sebuah hipotesa yang tidak mustahil! Ini sama dengan argumen Kautsky mengenai kemungkinan peran Soviet di Eropa.
Tetapi beginilah cara kaum liberal yang terpelajar berargumen; tentu saja, dia sekarang akan setuju bahwa sebuah Komune yang baru adalah sesuatu yang “tidak mustahil”, bahwa Soviet punya peran besar, dsb. Seorang proletariat revolusioner berbeda dari seorang liberal, di mana dia, sebagai seorang teoretikus, menganalisis signifikansi baru Komune dan Soviet sebagai sebuah negara. Vandervelde, di lain pihak, bungkam mengenai apa yang dikatakan oleh Marx dan Engels panjang lebar mengenai analisis pengalaman Komune Paris.
Sebagai seorang buruh yang praktis, sebagai seorang politisi, seorang Marxis harus menjelaskan bahwa hanya pengkhianat sosialisme dapat menghindari tugas menguraikan perlunya revolusi proletariat (model Komune, model Soviet, atau mungkin model ketiga yang lain), menjelaskan perlunya persiapan untuk revolusi ini, melakukan propaganda untuk revolusi di antara rakyat, menjawab prasangka-prasangka borjuis-kecil, dsb.
Tetapi Kautsky dan Vandervelde tidak melakukan ini sama sekali, karena mereka sendiri adalah pengkhianat sosialisme, yang ingin mempertahankan reputasi mereka sebagai sosialis dan Marxis di antara kaum buruh.
Mari kita tengok formulasi teori mengenai masalah negara.
Negara, bahkan di dalam republik demokratik, tidak lain adalah mesin penindasan satu kelas oleh kelas yang lain. Kautsky akrab dengan kebenaran ini, mengakuinya, setuju dengannya, tetapi ... dia menghindari pertanyaan fundamental ini: kelas mana yang harus ditindas oleh kelas proletariat ketika kelas ini membentuk negara proletariat, untuk alasan apa, dan dengan cara apa.
Vandervelde akrab, mengakui, dan setuju dengan proposisi fundamental Marxisme ini (hal 72. bukunya), tetapi ... dia tidak mengatakan satu kata pun mengenai subjek penumpasan resistensi kaum penindas “yang tidak menyenangkan” (bagi para tuan-tuan kapitalis)!
Vandervelde dan Kautsky telah sepenuhnya menghindari subjek “yang tidak menyenangkan” ini. Di sinilah terletak pengkhianatan mereka.
Seperti Kautsky, Vandervelde adalah ahli dalam seni menggantikan dialektika dengan eklektisme. Di satu pihak ini tidak bisa tidak diakui, dan di lain pihak ini harus diakui. Di satu pihak, istilah negara dapat berarti “bangsa secara keseluruhan” (baca kamus Littré – sebuah karya yang baik, ini tidak dapat disangkal – dan Vandervelde, hal. 87); di lain pihak, istilah negara dapat berarti “pemerintahan” (Vandervelde, hal. 87). Vandervelde mengutip pernyataan cerdik ini berdampingan dengan kutipan-kutipan dari Marx.
Makna Marxis dari istilah “negara” berbeda dari makna biasanya, tulis Vandervelde. Oleh karenanya, “kesalahpahaman” mungkin dapat timbul. “Marx dan Engels menganggap negara bukan sebagai negara dalam artian yang luas, bukan sebagai organ pemandu, bukan sebagai perwakilan dari kepentingan-kepentingan umum masyarakat (intérêts généraux de la société). Namun negara sebagai kekuasaan, negara sebagai organ otoritas, negara sebagai instrumen kekuasaan satu kelas terhadap kelas yang lain.” (hal. 75-76)
Marx dan Engels berbicara mengenai penghancuran negara hanya dalam artian kedua ... “Afirmasi yang terlalu absolut berisiko menjadi tidak tepat. Ada banyak tahapan-tahapan transisional antara negara kapitalis, yang berdasarkan kekuasaan eksklusif dari satu kelas, dan negara proletariat, yang tujuannya adalah menghapus semua kelas.” (hal. 156)
Ini contoh “cara”nya Vandervelde, yang hanya sedikit berbeda dengan caranya Kautsky, dan pada intinya identik. Dialektika menyangkal adanya kebenaran yang absolut dan menjelaskan perubahan berturut-turut dari yang berlawanan dan signifikansi krisis di dalam sejarah. Kaum eklektis tidak menginginkan proposisi yang “terlalu absolut”, karena dia ingin mendorong hasrat filistinnya untuk menggantikan revolusi dengan “tahapan-tahapan transisional”.
Para Kautsky dan Vandervelde tidak berbicara satu kata pun mengenai fakta bahwa tahapan transisional antara negara sebagai organ kekuasaan kelas kapitalis dan negara sebagai organ kekuasaan proletariat adalah revolusi, yang berarti penumbangan kaum borjuasi dan pembubaran dan penghancuran mesin negara mereka.
Para Kautsky dan Vandervelde mengaburkan fakta bahwa kediktatoran borjuis harus digantikan dengan kediktatoran satu kelas, yakni kelas proletariat, dan bahwa “tahapan-tahapan transisional” revolusi akan disusul oleh “tahapan-tahapan transisional” pupusnya negara proletar.
Di sinilah terletak pengkhianatan politik mereka.
Di sinilah, secara teori dan filsafat, mereka menggantikan dialektika dengan eklektisme dan sofisme. Dialektika adalah filsafat yang konkret dan revolusioner, dan membedakan antara “transisi” dari kediktatoran satu kelas ke kediktatoran kelas yang lainnya, dan “transisi” dari negara proletar demokratik ke masyarakat tanpa negara (“pupusnya negara”). Untuk menyenangkan kaum borjuasi, eklektisme dan sofisme para Kautsky dan Vandervelde mengaburkan semua yang konkret dan tepat di dalam perjuangan kelas dan mengedepankan konsep umum “transisi”, di mana mereka dapat menyembunyikan penyangkalan mereka terhadap revolusi (seperti yang dilakukan oleh sembilan dari sepuluh kaum Sosial Demokrat kita hari ini).
Sebagai seorang eklektis dan sofis, Vandervelde lebih mahir dan halus daripada Kautsky; karena frase “transisi dari negara dalam arti yang sempit ke negara dalam arti yang luas” dapat menjadi cara untuk menghindari semua masalah revolusi, semua perbedaan antara revolusi dan reforma, dan bahkan perbedaan antara kaum Marxis dan kaum liberal. Kaum borjuasi dengan pendidikan Eropa mana yang akan menyangkal, “secara umum”, “tahapan-tahapan transisional” dalam artian “umum” ini?
Vandervelde menulis:
“Saya setuju dengan Guesde bahwa mustahil untuk mensosialisasi alat-alat produksi dan distribusi tanpa memenuhi dua kondisi berikut ini:
“1. Transformasi negara yang sekarang sebagai organ kekuasaan satu kelas terhadap kelas yang lain menjadi apa yang disebut Monger sebagai sebuah negara buruh rakyat (people’s labour state), dengan perebutan kekuasaan oleh proletariat.
2. Pemisahan negara sebagai sebuah organ otoritas dari negara sebagai sebuah organ pemandu, atau, dengan menggunakan istilah dari Saint-Simon, pemisahan pemerintahan rakyat dari administrasi.” (hal.89)
Vandervelde menulis baris-baris di atas dalam huruf miring, yang memberikan penekanan khusus pada signifikansi dari proposisi-proposisi ini. Tetapi ini sebenarnya hanyalah gado-gado eklektik, yang pecah sepenuhnya dari Marxisme! “Negara buruh rakyat” (people’s labour state) hanyalah parafrase dari “negara rakyat yang bebas” (free people’s state), yang diparadekan oleh kaum Sosial-Demokrat Jerman pada tahun 1870an dan yang dicap konyol oleh Engels. Istilah “negara buruh rakyat” adalah istilah dari kaum demokrat borjuis-kecil (seperti kaum Sosialis-Revolusioner Kiri kita), sebuah istilah yang menggantikan konsep kelas dengan konsep non-kelas. Vandervelde menempatkan perebutan kekuasaan negara oleh proletariat (oleh sebuah kelas) berdampingan dengan negara “rakyat”, dan tidak mampu melihat bahwa hasilnya adalah sebuah gado-gado. Dengan Kautsky dan “demokrasi murni”nya, hasilnya adalah gado-gado yang serupa dan filistinisme anti-revolusioner yang serupa, yang mengabaikan tugas dari revolusi kelas proletariat, tugas dari kediktatoran kelas proletariat, tugas dari negara kelas proletariat.
Terlebih lagi, pemerintahan rakyat akan lenyap dan digantikan oleh administrasi hanya ketika negara dalam semua bentuk pupus. Tetapi berbicara mengenai masa depan yang relatif jauh ini, Vandervelde mengaburkan tugas esok hari, yakni penumbangan kelas borjuasi.
Tipu daya ini sama dengan penghambaan terhadap kaum borjuis liberal. Kaum liberal bersedia berbicara mengenai apa yang akan terjadi ketika mereka tidak perlu memerintah rakyat. Mengapa tidak bermain saja dalam mimpi yang tidak berbahaya ini? Tetapi mengenai kaum proletariat yang harus meremukkan perlawanan kaum borjuasi – tidak ada satu kata pun. Kepentingan kelas kaum borjuasi menuntut ini.
Sosialisme versus negara. Inilah bagaimana Vandervelde mengangguk kepada kaum proletariat. Tidaklah sulit untuk mengangguk; setiap politisi “demokratis” tahu bagaimana mengangguk kepada para pemilihnya. Dan di bawah kedok “anggukan” ini, tersembunyi makna anti-revolusioner dan anti-proletariat.
Vandervelde mengutip Ostrogorsky panjang lebar untuk menunjukkan betapa banyaknya penipuan, kekerasan, korupsi, kebohongan, kemunafikan, dan penindasan yang tersembunyi di balik kedok beradab, mengkilap, dan harum dari demokrasi borjuis modern. Tetapi dia tidak menarik kesimpulan dari ini. Dia gagal memahami bahwa demokrasi borjuis menindas rakyat pekerja, dan demokrasi proletariat harus menindas kaum borjuasi. Kautsky dan Vandervelde matanya buta terhadap ini. Mereka membuntuti kepentingan kelas kaum borjuasi, dan kepentingan kelas borjuasi ini menuntut agar masalah penindasan ini dihindari, didiamkan, atau disangkal.
Eklektisme borjuis-kecil versus Marxisme, sofisme versus dialektika, reformisme filistin versus revolusi proletariat – inilah yang seharusnya menjadi judul bukunya Vandervelde.
Catatan:
- ↑ Ted Sprague, Pengelola Koran online «Militan» (13 April 2014, Montreal). Copyleft: Materials that are created by MIA volunteers and uploaded to MIA must be licensed under Creative Commons (Attribution-Sharealike).
- ↑ Perang Dunia Pertama – Ed.