Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Rahasia Negara
53098Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Rahasia Negara
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
RAHASIA NEGARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan negara harus dijaga demi tercapainya tujuan nasional, yakni melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umu, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dengan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
bahwa setiap warga negara berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosilanua serta berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan jenis saluran yang tersedia dengan memperhatikan dan mempertimbangkan hak dan kewajibanya,
bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yanga dil sesuia dengan pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis,
bahwa pengaturan menganai rahasia negara akan menciptakan control terhadap penetapan rahasia agar tidak menimbulkan penyalahgunaan dalam menetapkan rahasia negara,
bahwa pengaturan mengenai rahasia negara dalam rangka mengurangi hal-hal yang dirahasiakan dan lebih memperkuat perlindungan terhadap hal-hal yang telah ditetapkan sebagai rahasia negara,
bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku sampai saat ini belum memadai dan komprehensif untuk melakukan pengaturan
terhadap rahasia negara,
bahwa berdasarkan pertimbang-pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf, d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Rahasia Negara,
Mengingat:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28 F, Pasal 28 J ayat (2), dan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG RAHASIA NEGARA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Rahasia Negara adalah informasi, benda, dan/atau aktivitas yang secara resmi ditetapkan dan perlu dirahasiakan untuk mendapat perlindungan melalui mekanisme kerahasiaan, yang apabila diketahui pihak yang tidak berhak dapat membahyakan kedaulatan, keutuhan, keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum, yang diatur dengan atau berdasarkan Undang-Undang ini.
Informasi Rahasia Negara adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar dan dibaca yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi telematika, yang memiliki nilai rahasia negara.
Benda Rahasia Negara adalah segala bentuk benda bergerak atau tidak bergerak yang memiliki nilai rahasia negara.
Aktivitas Rahasia Negara adalah segala aktivitas orang atau institusi yang memiliki nilai rahasia negara.
Tingkat Kerahasiaan adalah tingkat rahasia negara yang ditentukan dan ditetapkan berdasarkan akibat yang dapat ditimbulkan bila rahasia negara tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak mengetahuinya.
Masa Retensi adalah jangka waktu yang menentukan lamanya suatu rahasia negara atau rahasia instansi untuk tetap dirahasiakan.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang bertanggung jawab secara individual atau korporasi.
Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Instansi Negara yang selanjutnya disebut Instansi adalah institusi yang menyelenggarakan urusan negara di seluruh wilayah yurisdiksi Negara Kesatuan republic Indonesia.
Pemilik rahasia negara adalah setiap instansi yang membuat atau memiliki rahasia negara.
Pengelola rahasia negara adalah setiap orang yang diberi kewenangan oleh pemilik rahasia negara untuk menangani dan/atau bertanggung jawab atas pengelolaan rahasia negara di lingkungan instansinya.
Pengguna rahasia negara adalah pihak tertentu yang memperoleh hak untuk mengetahui suatu rahasia negara dari institusi pemiliknya.
Lembaga adalah lembaga pemerintah non departemen yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang persandian.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku juga terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana rahasia negara di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB II JENIS, RUANG LINGKUP, DAN TINGKAT RAHASIA NEGARA
Bagian Pertama Jenis Rahasia Negara
Pasal 3
Jenis rahasia negara terdiri atas:
informasi;
benda; dan
aktivitas.
Pasal 4
Jenis rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi rahasia negara dengan ruang lingkup bidang:
pertahanan dan keamanan negara;
hubungan luar negeri;
proses penegakan hukum;
ketahanan ekonomi nasional;
persandian negara;
intelijen negara;
pengamanan asset vital negara.
Bagian Kedua Tingkat Kerahasiaan
Pasal 5
Jenis rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam ruang lingkup sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 4 mempunyai tingkat kerahasiaan:
sangat rahasia; atau
rahasia.
Pasal 6
Rahasia negara dikategorikan sengat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, apabila rahasia negara tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan/atau keselamatan bangsa.
Pasal 7
Rahasia negara dikategorikan rahasia sebagaimana dimaksid dalam Pasal 5 huruf b, apabila rahasia negara tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat mengakibatkan terganggunya fungi penyelenggaraan negara, sumber daya nasional, dan/atau ketertiban umum.
Pasal 8
Tidak termasuk tingkat kerahasiaan sebagimana dimaksud dalam Pasal 5 adalah rahasia instansi.
Rahasia instansi sebagimana dimaksud pada ayat (1) diberikan tingkat kerahasiaan konfidensial, apabila rahasia instansi tersebut diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat mengakibatkan terganggunya pelaksanaan tugas dan fungsi instansi.
Masa retensi rahasia instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh instansi pemilik paling lama 5 (lima) tahun.
Pengelolaan rahasia instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan standar pengelolaan rahasia negara.
Pasal 9
Hal-hal yang menyangkut informasi publik selain rahasia negara tidak termasuk rahasia instansi.
BAB III MASA RETENSI RAHASIA NEGARA
Pasal 10
Masa retensi rahasia negara yang tingkat kerahasiaannya sangat rahasia ditetapkan selama 30 (tiga puluh) tahun.
Masa retensi rahasia negara yang tingkat kerahasiannya rahasia ditetapkan selama 20 (dua puluh) tahun.
Masa retensi rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat diperpanjang oleh Dewan Rahasia Negara, dengan alasan:
Membahayakan kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan negara;
Adanya keadaan perang atau kondisi darurat; dan/atau
Membahayakan kepentingan umum yang lebih besar.
Masa retensi rahasia negara tidak berakhir dengan bocornya rahasia negara.
Setelah berakhirnya masa retensi rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) maka setiap orang yang terlibat di dalamnya tidak dapat dituntut dan dipidana atas segala perbuatan yang berkaitan dengan rahasia negara tersebut, kecuali berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pasal 11
Instansi memiliki wewenang menolak emmeberikan rahasia negara sesuai dengan masa retensinya kepada yang tidak berhak.
Keberatan atas penolakan sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kepada Dewan Rahasia Negara.
Putusan Dewan Rahasia Negara terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final dan mengikat.
BAB IV PENYELENGGARAAN KERAHASIAAN NEGARA
Bagian Pertama Pedoman Rahasia Negara
Pasal 12
Pedoman rahasia negara meliputi:
pedoman umum; dan
pedoman teknis.
Pasal 13
Pedoman umum berisi ketentuan mengenai rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
Pedoman umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Lembaga bersama-sama dengan instansi terkait.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman umum sebagaimanan dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Pedoman teknis merupakan perincian dari pedoman umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
Pedoman teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh masing-masing pimpinan instansi.
Bagian Kedua Pengelolaan Rahasia Negara
Pasal 15
Pengelolaan rahasia negara diselenggarakan terhadap semua jenis dan tingkat kerahasiaan rahasia negara yang dimiliki oleh instansi.
Pasal 16
Pengelolaan rahasia negara dilakukan oleh pengelola rahasia negara.
Pengelola rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikasi keahlian dalam pengelolaan dan perlindungan rahasia negara serta berkompeten di bidangnya.
Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh lembaga.
Pasal 17
Pengelola rahasia negara dapat memberi peryimbangan kepada pimpinan instansi dalam hal penentuan tingkat kerahasiaan rahasia negara.
Pasal 18
Pengelolaan rahasia negara dilakukan melalui tahapam:
Perencanaam;
Pelaksanaan;
Pemeliharaan; dan
Pengakhiran.
Pengelolaan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi standar pengelolaan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pengelolaan sebagimana dimaksud pada ayat (2) dan Pasal 8 ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 19
Perlindungan fisik dan mental diberikan kepada pengelola rahasia negara beserta keluarganya yang dinilai memiliki resiko keamanan tertentu.
Perlindungan fisik dan mental sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan selama dan setelah pengelola rahasia negara menjalankan tugasnya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan fisik dan mental diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 20
Pengelola rahasia negara dalam menjalankan tuganya diberikan tunjangan kompensasi kerja.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan kompensasi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga Wewenang
Pasal 21
Pemilik rahasia negara memiliki wewenang:
menentukan dan menetapkan rahasia negara; dan
menentukan pengguna rahasia negara
Pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada pedoman rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.
Bagian Keempat Kewajiban
Pasal 22
Pemilik rahasia negara wajin menjaga rahasia negara yang menjadi miliknya.
Pengelola rahasia negara wajib menjaga dan mengelola rahasia negara menurut peraturan perundang-undangan.
Pengguna rahasia negara wajib menjaga rahasia negara yang didapatkannya dari pemilik rahasia negara.
Bagian Kelima Pengawasan
Pasal 23
Pengawasan umum terhadap pengelolaan rahasia negara menjadi kewajiban pimpinan instansi.
Pengawasan teknis terhadap pengelolaan rahasia negara disemua instansi menjadi kewajiabn lembaga.
BAB V DEWAN RAHASIA NEGARA
Pasal 24
Dengan Undang-Undang ini dibentuk Dewan Rahasia Negara.
Dewan Rahasia Negara bertanggung jawab kepada Presiden.
Ketua Dewan Rahasia Negara dijabat oleh Menteri Pertahanan.
Sekretaris Dewan Rahasia Negara dijabat oleh Kepala Lembaga Sandi Negara.
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, Dewan Rahasia Negara dibantu oleh Sekretariat.
Pasal 25
Keanggotaan Dewan Rahasia Negara terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap.
Anggota tetap Dewan Rahasia Negara dari:
Menteri Pertahanan;
Menteri Dalam Negeri;
Menteri Luar Negeri;
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia;
Menteri Komunikasi dan Informatika;
Jaksa Agung;
Panglima Tentara Nasional Indonesia;
Kepala Kepolisian republik Indonesia;
Kepala Badan Intelijen Negara;
Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia; dan
Kepala Lembaga Sandi Negara.
Anggota tidak tetap Dewan Rahasia Negara ditunjuk oleh Ketua Dewan Rahasia Negara sesuai dengan kebutuhan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Dewan Rahasia Negara diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 26
Dewan Rahasia Negara bertugas menentukan kebijakan mengenai rahasia negara.
Pasal 27
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, Dewan Rahasia Negara bersidang secara ad hoc dengan kewenangan:
memperpanjang masa retensi rahasia negara.
Menerima atau menolak keberatan atas penolakan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat 2.
Memberi persetujuan atau penolakan kepada penyidik, jaksa, dan/atau hakim untuk mengetahui rahasia negara dalam proses peradilan; dan
Menyatakan bocornya rahasia negara dan menentukan kebijakan terpadu untuk mencegah meluasnya kebocoran serta upaya mengatasi dampak akibat kebocoran rahasia negara.
Penyidik, jaksa, dan/atau hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat mengetahui rahasia negera dalam suatu pemeriksaan alat bukti secara tertutup atas persetujuan Dewan Rahasia Negara.
Apabila diperlukan, Dewan Rahasia Negara dapat menerima pendapat dari ahli yang berkompeten.
BAB VI PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKASAAN DI SIDANG
PENGADILAN
Pasal 28
Penyidikan, penuntunan, dan pemeriksaan disidang pengedilan dalam perkara tindak pidana rahasia negara, dilakukan berdasarkan hukum acarayang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
Pasal 29
Alat bukti pemeriksa tidak pidana rahasia negara meliputi:
alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
alat bukti lainnya berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca atau didengar; dan
data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang etrtuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada”
tulisan, suara, atau gambar;
peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; dan
huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
Pasal 30
Jenis rahasia negara dengan ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam peradilan selain perkara tindak pidana rahasia negara.
Pasal 31
Rahasia negara yang diperlukan penyidik, jaksa, dan/atau hakim untuk kepentingan proses peradilan selain perkara tindak pidaha rahasia negara tidak dihadirkan secara fisik
Rahasia Negara sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) digantikan dengan surat keterangan.
Surat keterangan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikeluarkan oleh Dewan Rahasia Negara.
Pasal 32
Untuk kepentingan proses peradilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, penyidik, jaksa, dan/atau hakim dapat meminta rahasia negara kepada Dewan Rahasia Negara.
Permohonan permintaan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kepala Kepolisian Republik indonesia, Jaksa Agung, dan/atau Ketua Mahkamah Agung secara tertulis kepada Dewan Rahasia Negara.
Permintaan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai alasan-alasan dan hubungan antara rahasia negara yang dimintai dengan perkara yang sedang ditangani.
Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh)hari sejak surat permintaan diterima, Dewan Rahasia Negara harus memberikan jawaban terhadap permintaan rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 33
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap krporasi maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus ditempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
Pasal 34
Untuk menjamin perlindungan terhadap rahasia negara, pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan secara tertutup.
BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 35
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengetahui dan/atau menyebarluaskan informasi rahasia negara berklasifikasi Sangat Rahasia kepda pihak lain yang tidak berhak mengetahuinya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama seumur hidup dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (limaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam hal informasi rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berklasifikasi Rahasia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, setiap orang dalam masa perang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
Pasal 36
Setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum mengetahui kemudian menyimpan, menerima, memberikan, menghilangkan, menggandakan, memodifikasi/merubah, memiliki/menguasai, memotret, merekam, memalsukan, merusak/menghancurkan, menyalin, mengalihkan/ memindahkan atau memasuki (wilayah) atau mengintai (wilayah) benda rahasia negara dengan tingkat kerahasiaan Sangat Rahasia, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam hal benda rahasia negara sebagaimana mestinya dimaksud pada ayat (1) berklasifikasi Rahasia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, setiap orang dalam masa perang sengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
Pasal 37
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum mengetahui kemudian mengganggu atau menghalang-halangi atau memotret atau merekam aktivitsa rahasia negara dengan tingkat kerahasiaan Sangat Rahasia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun dan paling lama sumur hidup dan denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Dalam hal aktivitas rahasia negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berklasifikasi Rahasia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau hukuman mati, setiap orang dalam masa perang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2).
Pasal 38
Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan atau melakukan permufkatan atau percobaan sebagaimana diamksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 dipidana sama dengan pelaku (2) Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya melakukan tindak
pidana rahasia negara sebagaimana dimaksud dengan Pasal 22, Pasal 35, Pasal 36 atau Pasal 37 pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).
Setiap orang yang karena kelalaiaannya menggunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya mengakibatkan terjadinya tindak pidana rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, Pasal 35, Pasal 36 atau Pasal 37 pidananya dikurangi 1/3 (sepertiga).
Pasal 39
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 dilakukan oleh atau atas nama korporasi, dikenakan tuntutan dan pidana terhadap korporasi dan/atau pengurusnya.
Tindak pidana dilakukan oleh korporasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 apabila dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan
kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
Dalam tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebit diwakili oleh pengurus.
Pasal 40
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi yang melakukan tindak pidana rahasia negara dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Korporasi yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaskud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai korporasi di bawah pengawasan, dibekukan, atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 41
Rahasia negera yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini masa retensinya berlaku sesuai dengan pada saat ditetapkan.
Pasal 42
Sebelum Dewan Rahasia Negara dibentuk berdasarkan Undang-Undang ini, tugas, fungsi, dan kewenangan Dewan Rahasia Negara dilaksanakan oleh lembaga.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 43
Dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diberlakukan Dewan Rahasia Negara harus sudah terbentuk berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan dan/atau peraturan instansi lainnya yang berkaitan dengan kerahasian yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 45
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkannya pengundangan Undang-Undang ini sengan penempatannya dalan Lembaga Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
HAMID AWALUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ......NOMOR ......
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN ... TENTANG RAHASIA NEGARA
I.
UMUM
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 menambahkan beberapa pasal mengenai hak asasi manusia termasuk hak setiap orang memperoleh dan menyampaikan informasi yang menjadi dasar penyeleggaraan prinsip keterbukaan infomasi publik bagi setiap orang. Hak konstitusional tersebut sejalan dengan ketentuan instrument internasional hak asasi manusia yang tercantum dalam Article 19 Universal Declaration of Human Rights dan Article 19 International Covenan on Civil and Political Rights. Namun pelaksanaan hak dan kebebasan tersebut dapat dibatasi berdasarkan ketentuan Pasal 28J UUD 1945 yang memberikan kewenangan kepada udangan-undang untuk membatasi hak setiap orang dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum.
Sehubungan dengan hal itu perlu ada suatu undang-undang yang membatasi hak setiap warga negara unruk memperoleh dan menyampaikan informasi yang dikualifikasikan sebagai informasi yang bersifat rahasia negara, karena apabila diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat membahayakan kedaulatan, keutuhan, dan/atau keselamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini merupakan wujud dari kepedulian dan rasa tanggung jawab seluruh komponen bangsa terhadap keselamatan dan keutuhan Negara Republik Indonesia.
Ketentuan mengenai rahasia negara yang diatur dengan suatu undang-undang tidak semata-mata dimaksudkan untuk membatasi kebebasan publik memperoleh informasi yang diklasifikasi sebagai rahasia negara, melainkan juga menetapkan berbagai hal mengenai penyelenggaraan rahasia negara guna menghindari kemungkinan pejabat publik menyalahgunakan wewenang untuk
memperoleh keuntungan pribadi. Dengan mempertimbangkan hak asasi setiap orang untuk memperoleh dan menyampaikan informasi, maka undang-undang ini membatasi jenis rahasia negara dalam bidang-bidang tertentu, sehingga pejabat publik tidak dapat menetapkan sendiri rahasia tanpa berdasarkan ketentuan undang-
undang.
Pembatasan jenis rahasia negara dengan aturan yang lebih ketat dan penetapan jadwal retensi rahasia negara yang diselaraskan dengan ketentuan yang berlaku di berbagai negara dimaksudkan untuk mewujudkan efisiensi pengelolaan rahasia negara dan meringankan tugas dan tanggung jawab pejabat publik.
Undang-undang ini mengatur tentang kewenangan pejabata publik dalam menentukan klasifikasi informasi yang bersifat rahasia (classified informa ion) dan informasi tidak rahasia (disclosed information) serta mekanisme pengawasan terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik yang dapat
merugikan kepentingan umum, khususnya masyarakat yang membutuhkan informasi tertentu.
Untuk menetapkan berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan di bidang rahasia negara Undang-undang ini membentuk Dewan Rahasia Negara dengan keanggotaannya secara ex officio terdiri beberapa menteri dan pejabat negara yang terkait dengan rahasia negara. Dewan Rahasia Negara diberi kewenangan untuk memperpanjang masa retensi rahasia negara dan memberikan persetujuan kepada penyidik, jaksa, dan/atau hakim untuk mengetahui rahasia negara dalam rangka
pemeriksaan secara tertutup mengenai alat bukti yang diperlukan dalam kasus tindak pidana rahasia negara.
Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap kasus tindak pidana rahasia negara diatur secara lebih khusus yang tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Undang-Undang ini memperluas ruang lingkup pengertian “alat bukti dalam pemeriksaan tindak pidana rahasia
negara dan mencantumkan ketentuan yang melarang rahasia negara dihadirkan secara fisik sebagai alat bukti dalam sidang peradilan terbuka. Oleh karena itu untuk kepentingan proses peradilan sebagai ganti dari dokumen rahasia negara yang tetap dirahasiakan, polisi, jaksa, dan/atau hakim dapat mengajukan “surat keterangan rahasia negara” yang dikeluarkan oleh dewan Rahasia Negara.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Isi kerahasiaan negara dari huruf a sampai dengan huruf g, merupakan rahasia negara dari instansi yang memiliki rahasia negara.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang pertahanan dan keamanan negara,” antara lain: persenjataan, perbekalan, peralatan tempur dan penemuan teknologinya beserta riset pengembangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang hubungan luar negeri,”antara lain: hasil analisis diplomat tentang masalah-masalah bilateral sebagai bahan kebijakan. Misalnya analisisi tentang kebijakan politik, ekonomi negara akreditasi.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang proses penegakan hukum,” antara lain: informasi yang berkaitan dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian atau PPNS yang berkaitan dengankasusu tertentu.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang ketahanan ekonomi nasional,” antara lain: Ketahanan Ekonomi Bidang Moneter (Jumlah intervensi BI terhadap pasar untuk menjaga kestabilan rupiah); Ketahanan ekonomi Bidang Fiskal (Penerimaan dan pengeluaran di bidang Pasar Modal, Perpajakan, Bea dan Cukai dan lain-lainnya); Ketahanan Ekonomi Bidang Industri dan Perdagangan (komoditas-komoditas yang masih dalam pengaturan dan pengeawan).
Huruf e
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang persandian negara,” antara lain: informasi yang berkaitan dengan penelitian dan pengembangan aplikasi persandian.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang intelijen negara,” antara lain sebagai berikut:
1. data intelijen kegiatan dan/atau operasi yang berhubungan dengan pencegahan dan penanganan kegiatan dan/atau operasi intelijen.
2. dukungan kegiatan dan/atau operasi kepada instansi intelijen dan informasi yang berhubungan dengan intelijen termasuk informasi yang dimiliki atau yang ditransmisikan oleh instansi tersebut atau orang yang mendukungnya.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “rahasia negara di bidang pengamanan aset vital negara,” antara lain: instalasi militer, daerah pelatihan militer, pabrik senjata, dan sebagainya.
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “sumber daya nasional” yaitu seluruh sumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia termasuk sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan yang terdapat di bumi, air, tanah, wilayah udara serta kekayaan alam yang terdapat di dalamnya, juga sumber daya yang bersifat material maupun immaterial.
Pasal 8
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rahasia instansi” adalah segala sesuatu yang perlu dirahasiakan oleh instansi dalam jangka waktu tertentu tetapi bukan merupakan rahasia negara.
Contoh: naskah soal ujian nasional yang belum dikeluarkan pada pelaksanaan ujian.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan “informasi publik selain rahasia negara,” antara lain: rencana umum tata ruang.
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Pernyataan bocornya suatu rahasia negara harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Guna menghindari bertambah meluasnya kebocoran berikut dampaknya, rahasia negara yang telah bocor tetap dijaga kerahasiaannya sampai masa retensi berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “final dan mengikat” yaitu tidak ada lagi upaya hukum yang dapat mengesampingkan penolakan dimaksud.
Pasal 12
Huruf a
Pedoman umum merupakan pedoman tentang ahasia negara di tingkat nasional.
Huruf b
Pedoman teknis merupakan pedoman tentang rahasia negara di tingkat instansi yang antara lain berisi rincian daftar rahasia negara milik instansi yang bersangkutan dan prosedur pengelolaan rahasia negara dalam instansi yang bersangkutan.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “sertifikasi keahlian” yaitu pemberian bukti tertulis bahwa seseorang telah mempunyai kompetensi dalam mengelola rahasia negarada berdasarkan ketentua yang telah dipersyaratkan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “keluarga” yaitu suami/isteri dan anak dari pengelola rahasia negara.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Ayat (1)
Kewenangan pengawasan umum oleh pimpinna instansi merupakan kewenangan yang melekat pada jabatannya.
Ayat (2)
Hasil pengawan teknis oleh lembaga disampaikan kepada pimpinan instansi sebagai bahan evaluasi.
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Yang dimaksud dengan “kebijakan” yaitu tindakan dan pengaturan yang dilakukan oleh Dewan Rahasia Negara dalam rangka menyelenggarakan rahasia negara dengan tidak melebihi kewenangan yang diamanatkan dalam Undang-Undang ini.