Lompat ke isi

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Masyarakat Adat

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Masyarakat Adat

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
MASYARAKAT ADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
  1. bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban;
  2. bahwa pada kenyataan saat ini hak masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional belum sepenuhnya terlindungi yang mengakibatkan keberadaannya terpinggirkan, serta munculnya konflik sosial dan konflik agraria di wilayah adat sehingga perlu dilakukan upaya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan;
  3. bahwa pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kendala dalam implementasinya sehingga perlu diatur dalam suatu undang-undang;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Masyarakat Adat;
Mengingat: Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28I ayat (3), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT.


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
  1. Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disebut Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum.
  2. Pengakuan adalah bentuk penerimaan dan penghormatan atas keberadaan Masyarakat Adat beserta seluruh hak dan identitas yang melekat padanya.
  3. Perlindungan adalah upaya untuk menjamin dan melindungi Masyarakat Adat beserta haknya agar dapat hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiannya.
  4. Pemberdayaan adalah upaya terencana untuk memajukan dan mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan bagi Masyarakat Adat.
  5. Wilayah Adat adalah satu kesatuan wilayah berupa tanah, hutan, perairan, beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya yang diperoleh secara turun temurun dan memiliki batas-batas tertentu, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat Adat.
  6. Hak Ulayat adalah hak Masyarakat Adat yang bersifat komunal untuk menguasai, memanfaatkan, dan melestarikan wilayah adatnya beserta sumber daya alam di atasnya sesuai dengan tata nilai dan hukum adat yang berlaku.
  1. Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk mengatur kehidupan bersama Masyarakat Adat yang diwariskan secara turun menurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati, serta mempunyai sanksi.
  2. Lembaga Adat adalah perangkat yang berwenang mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang berdasarkan pada adat istiadat dan Hukum Adat, yang tumbuh dan berkembang bersamaan dengan sejarah Masyarakat Adat.
  3. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
  4. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di bidang urusan dalam negeri.

Pasal 2
Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat berasaskan:
  1. partisipasi;
  2. keadilan;
  3. Kesetaraan gender;
  4. transparansi;
  5. kemanusiaan;
  6. kepentingan nasional;
  7. keselarasan; dan
  8. kelestarian dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.

Pasal 3
Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat bertujuan untuk:
  1. memberikan kepastian hukum terhadap kedudukan dan keberadaan Masyarakat Adat agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat;
  2. memberikan jaminan kepada Masyarakat Adat dalam melaksanakan haknya sesuai dengan tradisi dan adat istiadatnya;
  3. memberikan ruang partisipasi dalam aspek politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, dan budaya;
  4. melestarikan tradisi dan adat istiadatnya sebagai kearifan lokal dan bagian dari kebudayaan nasional; dan
  5. meningkatkan ketahanan sosial budaya sebagai bagian dari ketahanan nasional.


BAB II
PENGAKUAN


Bagian Kesatu
Umum


Pasal 4
  1. Negara mengakui Masyarakat Adat yang masih hidup dan berkembang di masyarakat sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Masyarat Adat yang memenuhi persyaratan dan melalui tahapan yang ditentukan dalam undang-undang ini.


Bagian Kedua
Persyaratan


Pasal 5
  1. Dalam memberikan Pengakuan, Pemerintah Pusat melakukan pendataan terhadap Masyarakat Adat yang masih tumbuh dan berkembang dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Pendataan terhadap Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
    1. memiliki komunitas tertentu yang hidup berkelompok dalam suatu bentuk paguyuban, memiliki keterikatan karena kesamaan keturunan dan/atau territorial;
    2. mendiami suatu wilayah adat dengan batas tertentu secara turun-temurun;
    3. mempunyai kearifan lokal dan identitas budaya yang sama;
    4. memiliki pranata atau perangkat hukum dan ditaati kelompoknya sebagai pedoman dalam kehidupan Masyarakat Adat; dan/atau
    5. mempunyai Kelembaga Adat yang diakui dan berfungsi;
  3. Dalam melakukan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
  4. Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk melakukan Pengakuan.

Pasal 6
Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dilakukan melalui tahapan:
  1. identifikasi;
  2. verifikasi;
  3. validasi; dan
  4. penetapan.

Pasal 7
Identifikasi, verifikasi, validasi, dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan oleh panitia yang bersifat ad hoc.

Pasal 8
  1. Gubernur membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di wilayah paling sedikit 2 (dua) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
  2. Bupati/walikota membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
  1. Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari unsur:
    1. Pemerintah Daerah;
    2. kepala desa/lurah setempat;
    3. masyarakat adat; dan
    4. akademisi.
  2. Pembentukan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota.

Pasal 9
  1. Menteri membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di wilayah paling sedikit 2 (dua) provinsi.
  2. Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
    1. kementerian terkait;
    2. pemerintah daerah setempat; dan
    3. akademisi.
  3. Pembentukan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 10
  1. Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan kegiatan menentukan keberadaan Masyarakat Adat.
  2. Hasil identifikasi memuat data dan informasi mengenai pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
  3. Identifikasi yang dilakukan oleh panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk kegiatan verifikasi.
  4. Dalam hal identifikasi sudah dilakukan oleh Masyarakat Adat, panitia tidak melakukan identifikasi terhadap Masyarakat Adat yang bersangkutan.
  5. Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) digunakan untuk melakukan verifikasi.

Pasal 11
  1. Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, menyampaikan hasil identifikasi kepada panitia kabupaten/kota.
  1. Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada di 2 (dua) atau lebih kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan menyampaikan hasil identifikasi kepada panitia provinsi.
  2. Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada di 2 (dua) atau lebih provinsi menyampaikan hasil identifikasi kepada panitia pusat.

Pasal 12
Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan lapangan atas kelengkapan dan kebenaran data dan informasi hasil identifikasi.

Pasal 13
  1. Panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, dan panitia pusat melakukan verifikasi terhadap hasil identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).
  2. Dalam melakukan verifikasi, panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, atau panitia pusat dapat meminta Masyarakat Adat untuk melengkapi data dan informasi yang diperlukan.
  3. Panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, dan panitia pusat melakukan verifikasi paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak hasil identifikasi diterima.
  4. Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan kepada masyarakat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak verifikasi selesai dilakukan.
  5. Panitia mengumumkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) di kantor kecamatan setempat.

Pasal 14
Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan tidak terdapat pihak yang berkeberatan terhadap hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), panitia melakukan validasi.

Pasal 15
  1. Dalam hal terdapat pihak yang berkeberatan terhadap hasil verifikasi dapat mengajukan keberatan kepada panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, atau panitia pusat.
  1. Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia melakukan verifikasi ulang.
  2. Panitia melakukan validasi terhadap hasil verifikasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Pasal 16
Validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c merupakan kegiatan pemeriksaan administrasi atas keabsahan hasil verifikasi.

Pasal 17
  1. Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 16 dituangkan dalam berita acara pemeriksaan untuk dilakukan penetapan.
  2. Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan keputusan Kepala Daerah.


BAB III
PERLINDUNGAN


Pasal 18
  1. Masyarakat Adat yang telah ditetapkan berhak atas perlindungan.
  2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melakukan perlindungan terhadap Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jaminan terhadap pelaksanaan hak Masyarakat Adat.

Pasal 19
Perlindungan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi:
  1. perlindungan terhadap wilayah adat;
  2. perlindungan sebagai subyek hukum;
  3. pengembalian Wilayah Adat untuk dikelola, dimanfaatkan, dan dilestarikan sesuai dengan adat istiadatnya;
  4. pemberian kompensasi atas hilangnya hak Masyarakat Adat untuk mengelola Wilayah Adat atas izin Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya;
  1. pengembangan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup;
  2. peningkatan taraf kehidupan Masyarakat Adat;
  3. pelestarian kearifan lokal dan pengetahuan tradisional; dan
  4. pelestarian harta kekayaan dan/atau benda adat.


BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN


Bagian Kesatu
Hak


Paragraf 1
Hak atas Wilayah Adat

Pasal 20
  1. Masyarakat Adat yang telah ditetapkan berhak atas Wilayah Adat yang mereka miliki, tempati, dan kelola secara turun temurun berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
  2. Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat komunal dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.

Pasal 21
Masyarakat Adat berhak berpartisipasi dalam menentukan perencanaan, pengembangan, dan pemanfaatan secara berkelanjutan atas Wilayah Adatnya sesuai dengan kearifan lokal.

Paragraf 2
Hak Atas Sumber Daya Alam

Pasal 22
Masyarakat Adat berhak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang berada di Wilayah Adat sesuai dengan kearifan lokal.

Pasal 23
  1. Dalam hal di Wilayah Adat terdapat sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, negara dapat melakukan pengelolaan atas persetujuan Masyarakat Adat.
  1. Atas pengelolaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Masyarakat Adat berhak mendapatkan kompensasi.
  2. Selain kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Masyarakat Adat berhak menerima manfaat utama dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
  3. Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pemberian kompensasi bagi Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3
Hak Atas Pembangunan

Pasal 24
Masyarakat Adat berhak mendapat manfaat dari penyelenggaraan pembangunan nasional.

Pasal 25
  1. Masyarakat Adat berhak berpartisipasi dalam program pembangunan Pemerintah Daerah di Wilayah Adatnya sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan.
  2. Masyarakat Adat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Wilayah Adat oleh Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain, yang akan berdampak pada keutuhan wilayah, kelestarian sumber daya alam, budaya, dan sistem pemerintahan adat.
  3. Masyarakat Adat berhak menolak atau menyampaikan usulan perubahan terhadap rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan kesepakatan.
  4. Masyarakat Adat berhak mengusulkan pembangunan lain yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhannya di Wilayah Adat yang bersangkutan, berdasarkan kesepakatan bersama.

Paragraf 4
Hak atas Spiritualitas dan Kebudayaan

Pasal 26
Masyarakat Adat berhak menganut dan menjalankan sistem kepercayaan, upacara spiritual, dan ritual yang diwarisi dari leluhurnya.

Pasal 27
  1. Masyarakat Adat berhak menjaga, mengembangkan, dan mengajarkan adat istiadat, budaya, tradisi, dan kesenian kepada generasi pewarisnya.
  2. Masyarakat Adat berhak untuk melindungi dan mengembangkan pengetahuan tradisional serta kekayaan intelektual yang dimiliki.

Paragraf 5
Hak atas Lingkungan Hidup

Pasal 28
  1. Masyarakat Adat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
  2. Hak atas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
    1. pengajuan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
    2. pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan
    3. penerima keuntungan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yang bernilai ekonomis.


Bagian Kedua
Kewajiban


Pasal 29
Masyarakat Adat wajib:
  1. menjaga keutuhan Wilayah Adat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. mengembangkan dan melestarikan budayanya sebagai bagian dari budaya Indonesia;
  3. bertoleransi antar-Masyarakat Adat dan dengan masyarakat lainnya;
  1. memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di Wilayah Adat;
  2. mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di Wilayah Adat secara berkelanjutan;
  3. menjaga keberlanjutan program dan hasil pembangunan nasional; dan
  4. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB V
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT


Pasal 30
  1. Pemberdayaan Masyarakat Adat dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
  2. Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan Masyarakat Adat.
  3. Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kearifan lokal dan adat istiadat Masyarakat Adat.

Pasal 31
  1. Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan melalui:
    1. peningkatan kualitas sumber daya manusia;
    2. pelestarian budaya tradisional;
    3. fasilitasi akses untuk kepentingan Masyarakat Adat;
    4. usaha produktif; dan
    5. kerjasama dan kemitraan.
  2. Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa:
    1. pendidikan;
    2. kursus atau pelatihan; dan
    3. pendampingan.
  3. Pelestarian budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa:
    1. internalisasi adat istiadat dan tradisi kepada Masyarakat Adat;
  1. pemberian penghargaan.
  1. Fasilitasi akses untuk kepentingan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa:
    1. akses pemasaran produk ke luar Wilayah Adat;
    2. akses memperoleh informasi atas kebijakan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; dan
    3. akses dalam memperoleh pelayanan publik.
  2. Usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa:
    1. membentuk dan mengembangkan usaha agroindustri berdasarkan potensi sumber daya alam hayati;
    2. membentuk koperasi atau unit usaha sesuai bidang usaha Masyarakat Adat; dan
    3. bantuan dana dan fasilitas dalam koperasi atau unit usaha Masyarakat Adat.
  3. Kerja sama dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berupa:
    1. memfasilitasi kerja sama antara Masyarakat Adat dan pihak lain;
    2. mengembangkan pola kerja sama dan kemitraan yang saling menguntungkan; dan
    3. menempatkan Masyarakat Adat sebagai mitra yang setara.
  4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberdayaan Masyarakat Adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
SISTEM INFORMASI


Pasal 32
  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membentuk dan mengembangkan sistem informasi terpadu mengenai Masyarakat Adat.
  2. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
    1. memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat;
    2. dasar pengambilan dan implementasi kebijakan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
  1. mendukung penyelenggaraan pemberdayaan Masyarakat Adat.
  1. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
    1. data dan informasi mengenai Masyarakat Adat;
    2. program pemberdayaan Masyarakat Adat;
    3. hasil pengawasan terhadap pelaksanaan pemberdayaan Masyarakat Adat; dan
    4. evaluasi terhadap hasil pemberdayaan Masyarakat Adat.
  2. Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara akuntabel dan sistematis serta mudah diakses.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VII
TUGAS DAN WEWENANG


Bagian Kesatu
Pemerintah Pusat


Pasal 33
Pemerintah Pusat mempunyai tugas:
  1. menyusun kebijakan pemberdayaan Masyarakat Adat;
  2. menyusun kebijakan sosialisasi pembangunan nasional kepada Masyarakat Adat;
  3. membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat;
  4. menyusun rencana tata ruang wilayah terkait penetapan Wilayah Adat;
  5. memetakan dan mengadministrasi Wilayah Adat; dan
  6. menyusun kebijakan perlindungan karya seni, budaya, pengetahuan tradisional Masyarakat Adat.

Pasal 34
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Pemerintah Pusat berwenang:
  1. menetapkan kebijakan pemberdayaan Masyarakat Adat;
  2. menetapkan kebijakan sosialisasi pembangunan nasional kepada Masyarakat Adat;
  3. menetapkan rencana tata ruang wilayah;
  1. menetapkan kebijakan perlindungan terhadap karya seni, budaya, pengetahuan tradisional Masyarakat Adat.


Bagian Kedua
Pemerintah Daerah


Pasal 35
Pemerintah Daerah mempunyai tugas:
  1. membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat;
  2. melaksanakan program pemberdayaan Masyarakat Adat;
  3. menyediakan sarana dan prasana yang terkait dengan upaya pemberdayaan Masyarakat Adat;
  4. melaksanakan sosialisasi kebijakan pembangunan nasional dan daerah kepada Masyarakat Adat;
  5. melakukan mediasi dalam penyelesaian sengketa antar Masyarakat Adat;
  6. menyusun dan melaksanakan program pembangunan dengan memperhatikan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional;
  7. melindungi karya seni, budaya, pengetahuan tradisional, dan kekayaan intelektual Masyarakat Adat;
  8. membentuk wadah komunikasi hubungan antara Masyarakat Adat dan masyarakat lokal disekitarnya;
  9. melakukan fasilitasi dan pendampingan dalam penyusunan peta partisipatif tanah adat;
  10. membentuk unit organisasi yang mempunyai tugas dan tanggung jawab pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat;
  11. mengesahkan dan mencatatkan dalam peta tanah Indonesia, peta partisipatif yang disusun masyarakat sebagai tanah adat; dan
  12. melakukan penataan kesatuan wilayah Masyarakat Adat.

Pasal 36
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Pemerintah Daerah berwenang:
  1. menetapkan keberadaan Masyarakat Adat;
  1. menetapkan program daerah untuk pemberdayaan Masyarakat Adat;
  2. menetapkan program sosialisasi kebijakan pembangunan nasional dan daerah kepada Masyarakat Adat;
  3. menetapkan tata cara mediasi penyelesaian sengketa antar Masyarakat Adat;
  4. menetapkan program pembangunan dengan memperhatikan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional; dan
  5. menetapkan program perlindungan terhadap karya seni, budaya, pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual dan Masyarakat Adat.


BAB VIII
LEMBAGA ADAT


Pasal 37
  1. Lembaga Adat merupakan penyelenggara Hukum Adat dan adat istiadat yang berfungsi mengatur, mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan Masyarakat Adat.
  2. Lembaga Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari Masyarakat Adat yang masih hidup dan berfungsi sesuai dengan kedudukan dan peranannya.

Pasal 38
Lembaga Adat mempunyai tugas:
  1. memfasilitasi pendapat atau aspirasi Masyarakat Adat kepada pemerintah desa dan Pemerintah Daerah;
  2. memediasi penyelesaian sengketa dalam dan/atau antar Masyarakat Adat;
  3. memberdayakan, melestarikan, mengembangkan adat istiadat dan kebiasaan Masyarakat Adat;
  4. meningkatkan peran aktif Masyarakat Adat dalam pengembangan dan pelestarian nilai budaya untuk mewujudkan pemberdayaan Masyarakat Adat; dan
  5. menjaga hubungan yang demokratis, harmonis, dan obyektif antara Masyarakat Adat dengan pemerintah desa dan Pemerintah Daerah.

Pasal 39
Lembaga Adat berwenang:
  1. mengelola hak dan harta kekayaan Masyarakat Adat untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat;
  2. mewakili kepentingan Masyarakat Adat dalam hubungan di luar Wilayah Adat; dan
  3. menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan Masyarakat Adat.

Pasal 40
Lembaga Adat bekerja sama secara sinergis dengan pemerintah desa dan/atau Pemerintah Daerah dalam mendukung upaya pelestarian, pengembangan, dan pemberdayaan Masyarakat Adat.


BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA


Pasal 41
Penyelesaian sengketa yang terjadi sebagai akibat dari pelanggaran Hukum Adat di dalam Wilayah Adat diselesaikan melalui peradilan adat yang diselenggarakan oleh Lembaga Adat.

Pasal 42
Setiap orang yang bukan anggota suatu Masyarakat Adat yang melakukan pelanggaran hukum adat di Wilayah Adat tertentu, wajib mematuhi putusan Lembaga Adat.


BAB X
PENDANAAN


Pasal 43
Untuk menjamin pelaksanaan tugas serta wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diperlukan pendanaan.

Pasal 44
  1. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan anggaran yang memadai bagi Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat.
  1. Pendanaan bagi Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
    1. anggaran pendapatan dan belanja negara;
    2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
    3. sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
  2. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XI
PERAN SERTA MASYARAKAT


Pasal 45
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara:
  1. memberikan informasi terkait keberadaan Masyarakat Adat;
  2. memberikan saran, pertimbangan, dan pendapat terkait dengan pelaksanaan pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan Masyarakat Adat kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
  3. menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup di Wilayah Adat;
  4. menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di Wilayah Adat;
  5. memantau pelaksanaan rencana pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Adat;
  6. memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana untuk Masyarakat Adat;
  7. melestarikan adat istiadat milik Masyarakat Adat;
  8. menciptakan lingkungan tempat tinggal yang kondusif bagi Masyarakat Adat;
  9. melaporkan tindakan kekerasan yang dialami oleh Masyarakat Adat; dan
  10. membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan sosialisasi mengenai pentingnya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan Masyarakat Adat kepada Masyarakat Adat.


BAB XII
LARANGAN


Pasal 46
  1. Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Masyarakat Adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di Wilayah Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
  2. Setiap Orang yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).


BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 47
Masyarakat Adat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah diakui sebagai Masyarakat Adat menurut ketentuan Undang-Undang ini.


BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP


Pasal 48
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
  1. semua istilah Masyarakat Hukum Adat yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini diundangkan, harus dimaknai sebagai Masyarakat Adat sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
  2. semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai atau berkaitan dengan masyarakat hukum adat sebelum diundangkannya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 49
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 50
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

JOKO WIDODO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


ttd.

YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ...