Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Masyarakat Adat
26800Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Masyarakat Adat
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG MASYARAKAT ADAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta menghormati identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban;
bahwa pada kenyataan saat ini hak masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional belum sepenuhnya terlindungi yang mengakibatkan keberadaannya terpinggirkan, serta munculnya konflik sosial dan konflik agraria di wilayah adat sehingga perlu dilakukan upaya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan;
bahwa pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat hukum adat dan masyarakat tradisional tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang menimbulkan kendala dalam implementasinya sehingga perlu diatur dalam suatu undang-undang;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Masyarakat Adat;
Mengingat:
Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28I ayat (3), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG MASYARAKAT ADAT.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Masyarakat Hukum Adat yang selanjutnya disebut Masyarakat Adat
adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di
wilayah geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau
kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan
yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai
yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan
hukum.
Pengakuan adalah bentuk penerimaan dan penghormatan atas
keberadaan Masyarakat Adat beserta seluruh hak dan identitas
yang melekat padanya.
Perlindungan adalah upaya untuk menjamin dan melindungi
Masyarakat Adat beserta haknya agar dapat hidup tumbuh dan
berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiannya.
Pemberdayaan adalah upaya terencana untuk memajukan dan
mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku,
kemampuan, kesadaran melalui penetapan kebijakan, program,
kegiatan, dan pendampingan bagi Masyarakat Adat.
Wilayah Adat adalah satu kesatuan wilayah berupa tanah, hutan,
perairan, beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya
yang diperoleh secara turun temurun dan memiliki batas-batas
tertentu, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup
Masyarakat Adat.
Hak Ulayat adalah hak Masyarakat Adat yang bersifat komunal
untuk menguasai, memanfaatkan, dan melestarikan wilayah adatnya beserta sumber daya alam di atasnya sesuai dengan tata
nilai dan hukum adat yang berlaku.
Hukum Adat adalah seperangkat norma atau aturan, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis, yang hidup dan berlaku untuk
mengatur kehidupan bersama Masyarakat Adat yang diwariskan
secara turun menurun, yang senantiasa ditaati dan dihormati,
serta mempunyai sanksi.
Lembaga Adat adalah perangkat yang berwenang mengatur,
mengurus, dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan
yang berdasarkan pada adat istiadat dan Hukum Adat, yang
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan sejarah Masyarakat
Adat.
Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan pemerintahan di
bidang urusan dalam negeri.
Pasal 2
Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat berasaskan:
partisipasi;
keadilan;
Kesetaraan gender;
transparansi;
kemanusiaan;
kepentingan nasional;
keselarasan; dan
kelestarian dan keberlanjutan fungsi lingkungan hidup.
Pasal 3
Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Adat bertujuan untuk:
memberikan kepastian hukum terhadap kedudukan dan
keberadaan Masyarakat Adat agar dapat tumbuh dan berkembang
sesuai dengan harkat dan martabat;
memberikan jaminan kepada Masyarakat Adat dalam melaksanakan
haknya sesuai dengan tradisi dan adat istiadatnya;
memberikan ruang partisipasi dalam aspek politik, ekonomi,
pendidikan, kesehatan, sosial, dan budaya;
melestarikan tradisi dan adat istiadatnya sebagai kearifan lokal dan
bagian dari kebudayaan nasional; dan
meningkatkan ketahanan sosial budaya sebagai bagian dari
ketahanan nasional.
BAB II PENGAKUAN
Bagian Kesatu Umum
Pasal 4
Negara mengakui Masyarakat Adat yang masih hidup dan
berkembang di masyarakat sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pengakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap
Masyarat Adat yang memenuhi persyaratan dan melalui tahapan
yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Bagian Kedua Persyaratan
Pasal 5
Dalam memberikan Pengakuan, Pemerintah Pusat melakukan pendataan terhadap Masyarakat Adat yang masih tumbuh dan berkembang dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendataan terhadap Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
memiliki komunitas tertentu yang hidup berkelompok dalam suatu bentuk paguyuban, memiliki keterikatan karena kesamaan keturunan dan/atau territorial;
mendiami suatu wilayah adat dengan batas tertentu secara turun-temurun;
mempunyai kearifan lokal dan identitas budaya yang sama;
memiliki pranata atau perangkat hukum dan ditaati kelompoknya sebagai pedoman dalam kehidupan Masyarakat Adat; dan/atau
mempunyai Kelembaga Adat yang diakui dan berfungsi;
Dalam melakukan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.
Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk melakukan Pengakuan.
Pasal 6
Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dilakukan melalui tahapan:
identifikasi;
verifikasi;
validasi; dan
penetapan.
Pasal 7
Identifikasi, verifikasi, validasi, dan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan oleh panitia yang bersifat ad hoc.
Pasal 8
Gubernur membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di wilayah paling sedikit 2 (dua) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.
Bupati/walikota membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.
Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) terdiri dari unsur:
Pemerintah Daerah;
kepala desa/lurah setempat;
masyarakat adat; dan
akademisi.
Pembentukan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota.
Pasal 9
Menteri membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap Masyarakat Adat yang berada di wilayah paling sedikit 2 (dua) provinsi.
Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur:
kementerian terkait;
pemerintah daerah setempat; dan
akademisi.
Pembentukan panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 10
Identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan kegiatan menentukan keberadaan Masyarakat Adat.
Hasil identifikasi memuat data dan informasi mengenai pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2).
Identifikasi yang dilakukan oleh panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah termasuk kegiatan verifikasi.
Dalam hal identifikasi sudah dilakukan oleh Masyarakat Adat, panitia tidak melakukan identifikasi terhadap Masyarakat Adat yang bersangkutan.
Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) digunakan untuk melakukan verifikasi.
Pasal 11
Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota, menyampaikan hasil identifikasi kepada panitia kabupaten/kota.
Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada di 2 (dua) atau lebih
kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi dan menyampaikan hasil
identifikasi kepada panitia provinsi.
Masyarakat Adat yang sudah melakukan identifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4), yang berada di 2 (dua) atau lebih
provinsi menyampaikan hasil identifikasi kepada panitia pusat.
Pasal 12
Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b merupakan kegiatan pemeriksaan lapangan atas kelengkapan dan kebenaran data dan informasi hasil identifikasi.
Pasal 13
Panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, dan panitia pusat
melakukan verifikasi terhadap hasil identifikasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4).
Dalam melakukan verifikasi, panitia kabupaten/kota, panitia
provinsi, atau panitia pusat dapat meminta Masyarakat Adat untuk
melengkapi data dan informasi yang diperlukan.
Panitia kabupaten/kota, panitia provinsi, dan panitia pusat
melakukan verifikasi paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja sejak
hasil identifikasi diterima.
Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan
kepada masyarakat paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
verifikasi selesai dilakukan.
Panitia mengumumkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) di kantor kecamatan setempat.
Pasal 14
Apabila sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan tidak terdapat pihak yang berkeberatan terhadap hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4), panitia melakukan validasi.
Pasal 15
Dalam hal terdapat pihak yang berkeberatan terhadap hasil
verifikasi dapat mengajukan keberatan kepada panitia
kabupaten/kota, panitia provinsi, atau panitia pusat.
Terhadap keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), panitia
melakukan verifikasi ulang.
Panitia melakukan validasi terhadap hasil verifikasi ulang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Pasal 16
Validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c merupakan kegiatan pemeriksaan administrasi atas keabsahan hasil verifikasi.
Pasal 17
Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (3) dan Pasal 16 dituangkan dalam berita acara pemeriksaan
untuk dilakukan penetapan.
Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
keputusan Kepala Daerah.
BAB III PERLINDUNGAN
Pasal 18
Masyarakat Adat yang telah ditetapkan berhak atas perlindungan.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melakukan
perlindungan terhadap Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
jaminan terhadap pelaksanaan hak Masyarakat Adat.
Pasal 19
Perlindungan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 meliputi:
perlindungan terhadap wilayah adat;
perlindungan sebagai subyek hukum;
pengembalian Wilayah Adat untuk dikelola, dimanfaatkan, dan
dilestarikan sesuai dengan adat istiadatnya;
pemberian kompensasi atas hilangnya hak Masyarakat Adat untuk
mengelola Wilayah Adat atas izin Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah sesuai dengan kewenangannya;
pengembangan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam
rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup;
peningkatan taraf kehidupan Masyarakat Adat;
pelestarian kearifan lokal dan pengetahuan tradisional; dan
pelestarian harta kekayaan dan/atau benda adat.
BAB IV HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak
Paragraf 1 Hak atas Wilayah Adat
Pasal 20
Masyarakat Adat yang telah ditetapkan berhak atas Wilayah Adat
yang mereka miliki, tempati, dan kelola secara turun temurun
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.
Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat komunal
dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain.
Pasal 21
Masyarakat Adat berhak berpartisipasi dalam menentukan perencanaan, pengembangan, dan pemanfaatan secara berkelanjutan atas Wilayah Adatnya sesuai dengan kearifan lokal.
Paragraf 2 Hak Atas Sumber Daya Alam
Pasal 22
Masyarakat Adat berhak mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam yang berada di Wilayah Adat sesuai dengan kearifan lokal.
Pasal 23
Dalam hal di Wilayah Adat terdapat sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, negara dapat melakukan pengelolaan atas persetujuan
Masyarakat Adat.
Atas pengelolaan oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Masyarakat Adat berhak mendapatkan kompensasi.
Selain kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Masyarakat
Adat berhak menerima manfaat utama dalam pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan.
Ketentuan mengenai bentuk dan tata cara pemberian kompensasi bagi
Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Paragraf 3 Hak Atas Pembangunan
Pasal 24
Masyarakat Adat berhak mendapat manfaat dari penyelenggaraan pembangunan nasional.
Pasal 25
Masyarakat Adat berhak berpartisipasi dalam program
pembangunan Pemerintah Daerah di Wilayah Adatnya sejak tahap
perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan.
Masyarakat Adat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai
rencana pembangunan yang akan dilaksanakan di Wilayah Adat oleh
Pemerintah Daerah dan/atau pihak lain, yang akan berdampak pada
keutuhan wilayah, kelestarian sumber daya alam, budaya, dan
sistem pemerintahan adat.
Masyarakat Adat berhak menolak atau menyampaikan usulan
perubahan terhadap rencana pembangunan yang akan dilaksanakan
di Wilayah Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan
kesepakatan.
Masyarakat Adat berhak mengusulkan pembangunan lain yang
sesuai dengan aspirasi dan kebutuhannya di Wilayah Adat yang
bersangkutan, berdasarkan kesepakatan bersama.
Paragraf 4 Hak atas Spiritualitas dan Kebudayaan
Pasal 26
Masyarakat Adat berhak menganut dan menjalankan sistem kepercayaan, upacara spiritual, dan ritual yang diwarisi dari leluhurnya.
Pasal 27
Masyarakat Adat berhak menjaga, mengembangkan, dan
mengajarkan adat istiadat, budaya, tradisi, dan kesenian kepada
generasi pewarisnya.
Masyarakat Adat berhak untuk melindungi dan mengembangkan
pengetahuan tradisional serta kekayaan intelektual yang dimiliki.
Paragraf 5 Hak atas Lingkungan Hidup
Pasal 28
Masyarakat Adat berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Hak atas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
pengajuan usul dan/atau keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup;
pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; dan
penerima keuntungan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup yang bernilai ekonomis.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 29
Masyarakat Adat wajib:
menjaga keutuhan Wilayah Adat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
mengembangkan dan melestarikan budayanya sebagai bagian dari budaya Indonesia;
bertoleransi antar-Masyarakat Adat dan dengan masyarakat lainnya;
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di Wilayah Adat;
mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di Wilayah Adat secara berkelanjutan;
menjaga keberlanjutan program dan hasil pembangunan nasional; dan
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ADAT
Pasal 30
Pemberdayaan Masyarakat Adat dilakukan oleh Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah.
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan Masyarakat
Adat.
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan kearifan lokal dan adat istiadat Masyarakat
Adat.
Pasal 31
Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan melalui:
peningkatan kualitas sumber daya manusia;
pelestarian budaya tradisional;
fasilitasi akses untuk kepentingan Masyarakat Adat;
usaha produktif; dan
kerjasama dan kemitraan.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa:
pendidikan;
kursus atau pelatihan; dan
pendampingan.
Pelestarian budaya tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, berupa:
internalisasi adat istiadat dan tradisi kepada Masyarakat Adat;
pemberian penghargaan.
Fasilitasi akses untuk kepentingan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berupa:
akses pemasaran produk ke luar Wilayah Adat;
akses memperoleh informasi atas kebijakan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; dan
akses dalam memperoleh pelayanan publik.
Usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa:
membentuk dan mengembangkan usaha agroindustri berdasarkan potensi sumber daya alam hayati;
membentuk koperasi atau unit usaha sesuai bidang usaha Masyarakat Adat; dan
bantuan dana dan fasilitas dalam koperasi atau unit usaha Masyarakat Adat.
Kerja sama dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berupa:
memfasilitasi kerja sama antara Masyarakat Adat dan pihak lain;
mengembangkan pola kerja sama dan kemitraan yang saling menguntungkan; dan
menempatkan Masyarakat Adat sebagai mitra yang setara.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemberdayaan Masyarakat Adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI SISTEM INFORMASI
Pasal 32
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah membentuk dan mengembangkan sistem informasi terpadu mengenai Masyarakat Adat.
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:
memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat;
dasar pengambilan dan implementasi kebijakan bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; dan
mendukung penyelenggaraan pemberdayaan Masyarakat Adat.
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi:
data dan informasi mengenai Masyarakat Adat;
program pemberdayaan Masyarakat Adat;
hasil pengawasan terhadap pelaksanaan pemberdayaan Masyarakat Adat; dan
evaluasi terhadap hasil pemberdayaan Masyarakat Adat.
Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola secara akuntabel dan sistematis serta mudah diakses.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB VII TUGAS DAN WEWENANG
Bagian Kesatu Pemerintah Pusat
Pasal 33
Pemerintah Pusat mempunyai tugas:
menyusun kebijakan pemberdayaan Masyarakat Adat;
menyusun kebijakan sosialisasi pembangunan nasional kepada
Masyarakat Adat;
membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap
Masyarakat Adat;
menyusun rencana tata ruang wilayah terkait penetapan Wilayah Adat;
memetakan dan mengadministrasi Wilayah Adat; dan
menyusun kebijakan perlindungan karya seni, budaya, pengetahuan
tradisional Masyarakat Adat.
Pasal 34
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
Pemerintah Pusat berwenang:
menetapkan kebijakan pemberdayaan Masyarakat Adat;
menetapkan kebijakan sosialisasi pembangunan nasional kepada
Masyarakat Adat;
menetapkan rencana tata ruang wilayah;
menetapkan kebijakan perlindungan terhadap karya seni, budaya,
pengetahuan tradisional Masyarakat Adat.
Bagian Kedua Pemerintah Daerah
Pasal 35
Pemerintah Daerah mempunyai tugas:
membentuk panitia untuk melakukan pengakuan terhadap
Masyarakat Adat;
melaksanakan program pemberdayaan Masyarakat Adat;
menyediakan sarana dan prasana yang terkait dengan upaya
pemberdayaan Masyarakat Adat;
melaksanakan sosialisasi kebijakan pembangunan nasional dan
daerah kepada Masyarakat Adat;
melakukan mediasi dalam penyelesaian sengketa antar Masyarakat
Adat;
menyusun dan melaksanakan program pembangunan dengan
memperhatikan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional;
melindungi karya seni, budaya, pengetahuan tradisional, dan
kekayaan intelektual Masyarakat Adat;
membentuk wadah komunikasi hubungan antara Masyarakat Adat
dan masyarakat lokal disekitarnya;
melakukan fasilitasi dan pendampingan dalam penyusunan peta
partisipatif tanah adat;
membentuk unit organisasi yang mempunyai tugas dan tanggung
jawab pengakuan dan perlindungan Masyarakat Adat;
mengesahkan dan mencatatkan dalam peta tanah Indonesia, peta
partisipatif yang disusun masyarakat sebagai tanah adat; dan
melakukan penataan kesatuan wilayah Masyarakat Adat.
Pasal 36
Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Pemerintah Daerah berwenang:
menetapkan keberadaan Masyarakat Adat;
menetapkan program daerah untuk pemberdayaan Masyarakat
Adat;
menetapkan program sosialisasi kebijakan pembangunan nasional
dan daerah kepada Masyarakat Adat;
menetapkan tata cara mediasi penyelesaian sengketa antar
Masyarakat Adat;
menetapkan program pembangunan dengan memperhatikan kearifan
lokal dan pengetahuan tradisional; dan
menetapkan program perlindungan terhadap karya seni, budaya,
pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual dan Masyarakat
Adat.
BAB VIII LEMBAGA ADAT
Pasal 37
Lembaga Adat merupakan penyelenggara Hukum Adat dan adat
istiadat yang berfungsi mengatur, mengurus, dan menyelesaikan
berbagai permasalahan kehidupan Masyarakat Adat.
Lembaga Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
bagian dari Masyarakat Adat yang masih hidup dan berfungsi
sesuai dengan kedudukan dan peranannya.
Pasal 38
Lembaga Adat mempunyai tugas:
memfasilitasi pendapat atau aspirasi Masyarakat Adat kepada
pemerintah desa dan Pemerintah Daerah;
memediasi penyelesaian sengketa dalam dan/atau antar Masyarakat
Adat;
memberdayakan, melestarikan, mengembangkan adat istiadat dan
kebiasaan Masyarakat Adat;
meningkatkan peran aktif Masyarakat Adat dalam pengembangan dan
pelestarian nilai budaya untuk mewujudkan pemberdayaan
Masyarakat Adat; dan
menjaga hubungan yang demokratis, harmonis, dan obyektif antara
Masyarakat Adat dengan pemerintah desa dan Pemerintah Daerah.
Pasal 39
Lembaga Adat berwenang:
mengelola hak dan harta kekayaan Masyarakat Adat untuk
meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat;
mewakili kepentingan Masyarakat Adat dalam hubungan di luar
Wilayah Adat; dan
menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan Masyarakat
Adat.
Pasal 40
Lembaga Adat bekerja sama secara sinergis dengan pemerintah desa dan/atau Pemerintah Daerah dalam mendukung upaya pelestarian, pengembangan, dan pemberdayaan Masyarakat Adat.
BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 41
Penyelesaian sengketa yang terjadi sebagai akibat dari pelanggaran Hukum Adat di dalam Wilayah Adat diselesaikan melalui peradilan adat yang diselenggarakan oleh Lembaga Adat.
Pasal 42
Setiap orang yang bukan anggota suatu Masyarakat Adat yang melakukan pelanggaran hukum adat di Wilayah Adat tertentu, wajib mematuhi putusan Lembaga Adat.
BAB X PENDANAAN
Pasal 43
Untuk menjamin pelaksanaan tugas serta wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah diperlukan pendanaan.
Pasal 44
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyediakan
anggaran yang memadai bagi Pengakuan, Perlindungan dan
Pemberdayaan Masyarakat Adat.
Pendanaan bagi Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Masyarakat Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
anggaran pendapatan dan belanja negara;
anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan
sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat.
Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dikelola sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XI PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 45
Peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan cara:
memberikan informasi terkait keberadaan Masyarakat Adat;
memberikan saran, pertimbangan, dan pendapat terkait dengan pelaksanaan pengakuan, perlindungan dan pemberdayaan Masyarakat Adat kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup di Wilayah Adat;
menyampaikan laporan terjadinya bahaya, pencemaran, dan/atau perusakan lingkungan di Wilayah Adat;
memantau pelaksanaan rencana pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat Adat;
memberikan bantuan tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana untuk Masyarakat Adat;
melestarikan adat istiadat milik Masyarakat Adat;
menciptakan lingkungan tempat tinggal yang kondusif bagi Masyarakat Adat;
melaporkan tindakan kekerasan yang dialami oleh Masyarakat Adat; dan
membantu Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan sosialisasi mengenai pentingnya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan Masyarakat Adat kepada Masyarakat Adat.
BAB XII LARANGAN
Pasal 46
Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Masyarakat Adat dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam di Wilayah Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
Setiap Orang yang melanggar ketentuan larangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima milyar rupiah).
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Masyarakat Adat yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah diakui sebagai Masyarakat Adat menurut ketentuan Undang-Undang ini.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
semua istilah Masyarakat Hukum Adat yang sudah diatur dalam
peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini
diundangkan, harus dimaknai sebagai Masyarakat Adat sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.
semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
atau berkaitan dengan masyarakat hukum adat sebelum
diundangkannya Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 49
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 50
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ...
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR ...