Potret Taman untuk Allen Ginsberg
Ia menebak dari warna kulit saya
dan berkata, ‘Tuan pasti dari dunia ke-3.’
Lalu ia, dari dunia pertama, mengunyah makan pagi
seraya mengutip Mao Tse-tung
dan sebuah sajak gunung – ramah sekali.
Bisakah ia tidur
sebelum anggur
lalu mungkin mimpi
di lindungan malaikat masehi?
Ia telah jalan dalam angin
dan mengucup es-krim
dan membaca berita di halaman pertama
tentang sebuah perang
di Asia Tenggara
Ia kini duduk bersila
di bangku taman kotapraja
mungkin semadi
mungkin aku tidak mengerti
karena ia berkata:
‘Di Vietnam tak ada orang mati,
Tak ada Vietnam dan Orang tak mati.’
Lalu ia mencari kepak burung
ia mencari merpati
ia mencari lambang
ia mencari makna hari.
Ia mencari seakan ia tahu apa yang ia
ingin temukan dan tiba-tiba ia menuliskan:
‘Revolusi, Revolusi, Tak bisa Dipesan Hari Ini.’
Lalu ia bangkit ia mual ia mencium
bau biasa dari kakus umum;
ia basah oleh tangis dan ia meludah:
‘Kencingilah kaum borjuis!’
Adakah ia Nabi?
Tuhan. Di taman ini orang juga ngelindur
tentang perempuan-perempuan berpupur
dan sebuah mulut berahi kudengar memaki:
‘Bangsat, kenapa aku di sini!’
Atau mungkin ia ngelindur tentang sebuah dusun
yang hancur dan sisa infantri dan mayat
dan ulat dan ruh dan matahari?
Aku dengar seorang-orang tua, yang kesal dan
berkata: ‘Di sekitar hari Natal, pernah terjadi
hal yang tak masuk akal. Misalnya mereka
membom Hanoi sebelum (bukan sesudah) aku minum
kopi.’