Lompat ke isi

Pidato Presiden Soekarno pada sidang pleno pertama Dewan Perantjang Nasional

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Pidato Presiden Soekarno pada sidang pleno pertama Dewan Perantjang Nasional  (1959)  oleh Soekarno
Istana Negara
Hari Jumat
28 Agustus 1959.

Saudara-saudara sekalian,

Pada hari ini kita menjaksikan sidang pleno pertama daripada Dewan Perantjang Nasional atau disingkatkan Depernas.

Didalam sidang pleno pertama ini saja dipersilahkan oleh Saudara Ketua Depernas, untuk memberi amanat. Sebenarnja, Saudara-saudara, banjak sekali hal-hal jang hendak saja berikan, pesankan, titipkan kepada Saudara-saudara anggotaanggota Depernas sebagai bekal bekerdja. Tetapi Saudara mengerti bahwa tidak semua hal itu bisa saja berikan sekaligus didalam amanat saja jang sekarang: Terlebih-lebih pula oleh karena sidang pleno pertama ini, mempunjai sifat seremoniil, sehingga amanat sajapun akan bersifat amanat seremoniil. Saja telah membuat beberapa tjatatan-tjatatan jang harapdiperhatikan oleh Depernas dalam menunaikan tugasnja menjusun pola daripada masjarakat adil dan makmur didalam waktu jang sesingkat-singkatnja, tetapi berhubung dengan keseremoniilan sidang jang pertama ini tjatatan-tjatatan itu tidak akan saja batjakan, melainkan naskahnja akan saja serahkan kepada Saudara Ketua. Saudara Ketua nanti akan meneruskan naskah itu kepada sidang, dan dapatlah naskah itu digunakan sebagai teks bagi Saudara-saudara sekalian dalam menunaikan tugas Saudara-saudara sekalian sebagai anggota Depernas.

{Presiden kemudian melakukan penjerahan sebuah naskah jang tertulis kepada Ketua Depernas, Mr Muhammad Yamin)

Inilah Saudara Ketua. Itulah naskah itu. Dan marilah sekarang saja berikan beberapa garis-besar bagi pekerdjaan Saudara-saudara sekalian. Saudara-saudara sekalian memetahui bahwa kita, sedjak berpuluh-puluh tahun ini hidup didalam suasana jang gegap-gempita, kita sebagai bangsa Indonesia, kita sebagai satu bangsa jang tadinja beratus-ratus tahun tidak merdeka, beratus-ratustahun didjadjah orang lain, masjarakat beratus-ratus tahun dikotjar-katjirkan, beratus-ratus tahun didjadikan suatu bangsa jang papa-sengsara, kita jang kemudian daripada itu mengadakan satu gerakan nasional jang telah minta korbanan seberat-beratnja dari pada bangsa Indonesia dan jang aehirnja sjukur alhamdulillah pada tanggal 17 Agustus 1945 telah mentjapai Kemerdekaan daripada hangsa Indonesia. Dan Saudara-saudara mengetahui bahwa Kemerdekaan daripada bangsa Indonesia itu sekadar hanjalah, sebagai saja katakan berulang-ulang, satu djembatan untuk menudju dan achirnja mentjapai kepada tjita-tjita bangsa Indonesia jang pokok, jaitu satu masjarakat jang adil dan makmur, satu masjarakat jang tiap tiap warganegara dapat hidup sedjahtera didalamnja, satu masja rakat tanpa penindasan, satu masjarakat tanpa exploitation de 1'honunc par 1'honme, satu masjarakat jang meinberi kebahagiaan kepada seluruh rakjat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, satu masjarakat jang berulang-ulang mendjadi inspirasi penegak se mangat daripada segenap pedjoang-pedjoang bangsa Indonesia dan telah memberikan korbanannja diatas persada perdjoangan bangsa Indonesia itu.

Maka pekerdjaan kita antara 17 Agustus 1945 sampai kepada kini, herupa pada hakekatnja talc lain tak bukan menjempurnakan djembatan itu, melalui beberapa tingkatan-tingkatan jang Saudarasaudara semuanja telah kenal terutjapkan melalui mulut saja. Ada tingkatan jang herois, tingkatan jang penuh dengan kepahlawanan, tingkatan jang kita bertindak dan bersikap sebagai satu bangsa jang kompak, ada tingkatan jang menundjukkan gedjala-gedjala dan keadaan-keadaan jang kurang njaman, tingkatan-tingkatan jang semuanja sudah saja sinjalir didalam pidato saja pada tanggal 17 Agustus 1959 jang lalu. Dan achir-achir ini kita pada tanggal 5 Djuli telah memproklamirkan kembali dengan Dekrit Presiden kembalinja djembatan emas itu diatas tiang-tiang Undang-undang Dasar 1945. Segala sesuatu ini, Saudara-saudara mengetahui kupasan-kupasan didalam pidato 17 Agustus 1959 jang lalu, jang sampai sekarang terkenal: sebagai „manifesto politik”. Sesudah 5 Djuli itu, maka dengan segera Kabinet Karya mcnjerahkau mandatnja dan Tuhan Jang Maha Esa amat bermurah kita tidak lama kemudian daripada itu dapat membentuk Kabinet baru diatas dasar U.U.D. '45, Kabinet baru jang terkenal dengan nama Kabinet Kerdja. Pada tanggal 12 Djuli jang lalu, Dewan Nasional dibubarkan, sebagai kelandjutan daripada Dekrit 5 Djuli incasu sebagai landjutan kembalinja kita kepada U.U.D. '45. Dan pada tanggal 22 Djuli jang lalu dengan setjara simultan terbitlah 4 penetapan. Pertama, penetapan jang mengenai D.P.R. Dengan penetapan itu dinjatakan bahwa D.P.R. sekarang bekerdja terus didalam rangka U.U.D. '45, terbitlah pula pada tanggal 22 Djuli itu penetapan mengenai Madjelis Permusjawaratan Rakjat Sementara, djuga sebagai akibat dan kelandjutan daripada Dekrit oleh karena didalam U.U.D. '45 dengan mutlak disebutkan adanja Madjelis Permusjawaratan Rakjat. Sebagai nomor 3 dalam tindakan tanggal 22 Djuli telah terbitnja penetapan mengenai Dewan Pertimbangan Agung Sementara dan nomor 4 penetapan mengenai Depernas, jang Depernas itu pada tanggal 18 Agustus, satu hari sesudah kita memperingati Proklamasi, bersidang di Istana Negara ini untuk membitjarakan beberapa pokok tata-tertib dan urusan tehnis dan sekarang pada tanggal 28 Agustus kita berkumpul kini, Depernas, mengadakan sidang plenonja jang pertama, disaksikan oleh pem besar-pembesar daripada Negara kita, disaksikan oleh para Menteri Inti dan para Menteri Muda dari Kabinet Kerdja, disaksi kan oleh anggota Dewan Pertimbangan Agung, disaksikan oleh anggota-anggota jang terhormat pada Perwakilan-perwakilan Asing di Djakarta, disaksikan oleh Saudara-saudara wakil-wakil D.P.R., disaksikan, boleh dikatakan, oleh seluruh masjarakat Djakarta, dan didengarkan, diperhatikan oleh seluruh masjarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dan saja jakin pula diperhatikan oleh seluruh umat manusia didunia ini jang berminat kepada segala sesuatu jang terdjadi di Indonesia ini. Sehingga pada tempatnjalah pada ini hari, setjara seremoniil saja sebagai Presiden Republik Indonesia memberi petundjuk, amanat kepada sidang Depernas, agar supaja sidang Depernas itu, berdjalan lantjar dan bisa berdiri tetap diatas rel-relnja jang ditugaskan kepadanja, jaitu membuat pola daripada masjarakat adil dan makmur berdasarkan Pantjasila, jang hendaknja dengan selekas mungkin dalam batas-batas kemungkinan harus kita selenggarakan bersama agar supaja tjita-tjita daripada Bangsa Indonesia jang sudah diperdjoangkan dengan korban berpuluh-puluh tahun itu, lekas dapat diketjap, dirasakan oleh seluruh bangsa Indonesia. Saja mengharap agar supaja pola itu lekas tersusun dan sebagai saja katakan didalam pidato 17 Agustus jang lulu, saja bermaksud Insja Allah S.w.t., membawa pola itu, melewati Kabinet ke Madjelis Permusjawaratan Rakjat. Oleh karena M.P.R. saja anggap sebagai Madjelis jang tertinggi daripada Negara Republik Indonesia dan Rakjat Indonesia. Pola jang akan, Saudara susun sebagai suring saja katakan, hendaknja mendjadi satu pola nasional, milik bukan lagi daripada Depernas, milik bukan lagi daripada Pemerintah, tetapi milik daripada segenap rakjat Indonesia. Milik daripada seluruh bangsa Indonesia, milik nasional.

Maka oleh karena itulah saja berpendapat bahwa pola itu sedianja dibawa kepada Madjelis Permusjawaratan Rakjat oleh karena M.P.R. itu adalah Madjelis kita jang terlengkap dan tertinggi. Dan sebagai saja katakan pada pidato 17 Agustus 1959, djikalau pola ini nanti sudah diterima oleh M.P.R., artinja djikalau pola itu sudah mendjadi satu milik nasional, mendjadi satu national property, mendjadi satu nationaal bezit, maka pola itu harts diselenggarakan oleh segenap rakjat Indonesia agar supaja ia men djadi satu realitet. Didalam pidato 17 Agustus 1959, maka saja katakan segenap minat, segenap tenaga, segenap keringat dari Bangsa Indonesia harus di holopiskuntulbariskan, untuk menjelenggarakan, melaksanakan apa jang tergores diatas pola itu. Saudara-saudara, dus mengerti, bahwa Depernas menghadapi satu pekerdjaan jang amat besar sekali. Amat berat, tetapi Saudara saudara mengetahui, amat mulia, djikalau pola ini sudah diterima oleh M.P.R., djikalau pola dus, sudah mendjadi satu national property, djikalau pola ini sudah mendjadi nationaal bezit, tidak boleh satu orangpun merobahmja. Tidak boleh Pemerintah merobah pola ini. Tidak boleh seseorang Menteri merobah pola ini. Tidak boleh Presiden merobah pola ini. Tidak boleh Panglima Tertinggi merobah pola ini, oleh karena sebagai tadi saja katakan, pola ini telah diterima oleh Madjelis Tertinggi daripada seluruh bangsa Indonesia, antara Sabang dan Merauke.

Saudara-saudara, sebagai tadi saja katakan, menghadapi satu pekerdjaan jang berat. Berat oleh karena bukan sadja scope dari pada pekerdjaan Saudara adalah amat besar, tetapi djuga berat oleh karena Saudara-saudara harus bekerdja dengan setjepat mung kin. Saja minta supaja Saudara-saudara mengambil tjermin, misalnja daripada Konstituante jang lalu. Konstituante jang lalu telah gagal. Konstituante jang lalu telah sampai kepada satu impasse. Konstituante jang lalu telah sampai kepada titik bertele-tele. Dan hendaknja Saudara-saudara djangan sampai mengalami keadaan jang demikian itu. Hendaknja djangan sampai Saudara bekerdja sedemikian rupa sehingga Saudara-saudara nanti datang kepada satu impasse bertele-tele.

Kita ini, sebagai pemimpin-pemimpin memikul pertanggungan djawab jang besar, terutama sekali kita-kita ini jang memikul tugas kewadjiban untuk merealisasikan apa jang ditjita-tjitakan oleh Bangsa Indonesia berpuluh-puluh tahun. Dan terutama masjarakat adil dan makmurlah jang mendjadi tjita-tjita hidup, tjita-tjita jang dikorbani oleh segenap rakjat Indonesia.. Saja, sebagai Sau dara-saudara mengetahni, dahulu didalam hidup saja ini, telah berpuluh-puluh tahun duduk dalam matjam-matjam pergerakan nasional, matjam-matjam aliran dalam pergerakan nasional antara bangsa kita. Saja telah duduk sjukur alhamdulillah dengan karunia Allah S.w.t. didalam gerakan nasional. 40 tahun saja melihat perdjoangan bangsa Indonesia, 40 tahun saja melihat perdjoangan daripada gerakan, misalnja Sjarikat Islam, jang sekarang mendjadi Partai Sjarikat Islam Indonesia, 40 tahun saja mengenal gerakan jang sekarang dikenal dengan Partai Komunis Indonesia, 40 tahun saja melihat gerakan nasionalisme, 40 tahun lamanja saja melihat gerakan-gerakan agama, 40 tahun lamanja saja melihat gerakan-gerakan ini masing-masing memberi korbanan jang hebat untuk mentjapai tjita-tjita ini, masjarakat adil dan makmur. Saja melihat pemimpim-pemimpin berdjumlah ribuan; puluhan ribu, masu'k kedalam pendjara, dengan muka tersenjum masuk kedalam pendjara. Ada jang satu tahun, ada jang dua tahun, ada jang dua puluh tahun. Saja melihat ribuan pemimpin-pemimpin dibuang ketempat pengasingan jang djauh daripada tenipat ibu dan bapaknja. Merekapun pergi kesana dengan muka jang berseri.seri, oleh karena mereka mengetahui memberi korbanan kepada tjita-tjita masjarakat adil dan makmur. Saja melihat wadjahnja orang-orang jang hidup didalam kemiskinan terus, tak lain dan tak bukan ialah agar supaja ia punja anak dan tjutju nantinja hidup didalam satu masjarakat jang adil dan makmur.

Saja menerima Surat-surat jang berisi utjapan selamat tinggal daripada orang-orang jang besok paginja akan digantung oleh Pemerintah Belanda. Semuanja surat itu berbunji: „Selamat tinggal, Bung Karno, saja akan menaiki tiang penggantungan dengan rela dan ichlas oleh karena saja berkorban untuk tertjapainja tjita-tjita kita, satu masjarakat jang adil dan makmur”. Sehingga tidak salahlah djikalau saja katakan, bahwa masjarakat jang demikian itu, masjarakat adil dan makmur dan sebagai saja katakan disuatu tempat, masjarakat sosialis a la Indonesia adalah amanat penderitaan daripada segenap rakjat Indonesia, jang amanat penderitaan itu sekarang terpikul diatas pundak kita, jang amanat penderitaan itu kita sekarang harus merealisasikan, terutama sekali kita jang hidup didalam tahun-tahun jang sekarang ini, jang hidup sebagai orang-orang daripada angkatan sekarang ini, jang hidup sebagai orang-orang generasi sekarang ini. Generasi jang terdahulu, boleh dikatakan hidup didalam tjita-tjita, didalam alam angan-angan, didalam alam berkorban untuk tjita-tjita. Kita sekarang ini hidup didalam satu alam harus merealisasikan angan-angan itu. Saudara-saudara, keadaan jang demikian ini, menempatkan kita kepada kesulitan-kesulitan. Tetapi sebagai saja katakan didalam pidato 17 Agustus jang lalupun,kesulitan-kesulitan hendaknja tidak mendjadi penghalang daripada tekad kita, tidak mendjadi peng halang daripada kesediaan kita untuk terus berdjoang dan terus bekerdja, bahkan kesulitan-kesulitan itu hendaknja mendjadi satu tjambukan bagi kita untuk berdjalan terus, bekerdja terus oleh karena memang diharapkan daripada kita sekarang ini realisasi daripada penjelenggaraan daripada masjarakat jang adil dan makmur jang telah lama ditjita-tjitakan oleh rakjat Indonesia itu. Kesulitan, karena memang keadaan-keadaan objektif membawa kesulitan-kesulitan itu.

Saja tadi memakai perkataan sosialisme, sosialisme a la Indonesia. Kita harus menggolongkan diri kita kepada golongan jang tidak setudju dengan golongannja orang-orang jang menjebutkan golong• an evolutionist. Golongan jang mengikuti teori evolusi, golongan jang mengatakan bahwa masjarakat sosialis a la Indonesia atau bukan a la Indonesia dengan sendirinja nanti akan datang. Saudara saudara mengetahui bahwa dalam evolusi-teori, dikatakan bahwa masjarakat ini bertumbuh dari satu tingkat setjara evolutionair tjepat atau tidaknja evolusi ini tergantung daripada keadaan kelain tingkat. Dikatakan bahwa misalnja masjarakat manusia jang dulunja agraris, setjara evolutionair dengan sendirinja masuk kedalam tingkat fase industri ketjil. Dan bahwa tingkat industri ketjil, bertjampur dengan tingkat agraris ini, dengan sendirinja nanti automatis evolutionair masuk dalam ,tingkatan industriele kapitalisme. Dan dari tingkatan industriele kapitalisme itu setjara evolutionair, dengan sendirinja masuk didalam alam sosialis. Kita hendaknja djangan masuk didalam golongannja orang-orang jang berteori evolusi ini. Sebab njata bahwa teori jang demikian itu adalah salah.

Saudara-saudara, tidak masjarakat itu .dengan sendirinja dari satu tingkat pindah kelain tingkat, tetapi pengerahan daripada dyna mische krachten didalam masjarakat itulah jang membawa kita kepada tingkat-tingkat jang lebih tinggi. Dibalik daripada teori evolusi ini ada lagi teori lain jang didalam tahun 1928 saja namakan teori pelompatan fase, teori fasen-sprong, jang mengatakan: dari masjarakat agraria kita bisa melompat kemasjarakat sosialis. Teori jang demikian itupun tidak benar.

Djadi hendaknja Anggota-anggota dari Depernas djangan masuk didalam galongan orang-orang jang ber-evolusi teori, tetapi djuga djangan masuk didalam golongan orang-orang berteori fasen-sprong. Tidak ada satu masjarakat jang melompati fase. Satu fase diikuti lain fase, tetapi pertumbuhan, peraliran, perpindahan, transisi daripada satu fase kelain fase itu minta pengerahan daripada segenap tenaga-tenaga dinamik jang ada didalam masjarakat, dan tidak — sebagai saja tadi katakan — aliran sebagai alirannja air sungai jang tenang.

Perpindahan itu selalu membawa schokken, gontjangan-gontjangan didalam masjarakat. Maka oleh karena itu, kita dengan tegas, saja ulangi lagi, dengan tegas harus menudju kepada masjarakat adil dan makmur, atau dengan lain perkataan, masjarakat sosialis a la Indonesia. Dan kita harus merealisasikan masjarakat adil dan makmur itu; tidak 'boleh tidak kita harus mengadakan planning dan kita harus mengadakan pimpinan dan harus kita mengadakan kerahan tenaga. Tanpa planning, tanpa pimpinan, tanpa pengerahan tenaga tak mungkin masjarakat jang ditjita-tjitakan oleh rakjat Indonesia itu bisa tertjapai dan terrealisasi.

Saudara-saudara mengetahui bahwa kita sedjak beberapa tahun ini telah tidak senang pada apa jang dinamakan liberalisme, dan memang kita sebagai satu bangsa jang hendak merealisasikan tjita tjita bangsa, masjarakat jang adil dan makmur ini, harus meninggal'kan alam fikiran dan alam tindakan-tindakan daripada liberalisme itu.

Kita baik melihat kedunia luaran. Apa jang kita lihat didunia luaran, terutama sekali dialam Barat, dimana berdjalan dengan leluasa lebih dari satu abad lamanja liberalisme, baik liberalisme politik dan liberalisme ekonotni.'Kita lihat bahwa liberalisme selalu membawa konflik. Konflik disegala bidang. Konflik dilapangan politik, konflik dilapangan ekonomi, konflik dilapangan sosial, konflik jang achirnja semuanja meng-udjung kepada exploitation de l'homme par l'hmnme, baik exploitation ekonomis maupun exploitation politik, maupun exploitation moral. Ini adalah semuanja akibat daripada liberalisme. Konflik antara sikaja dan simiskin, konflik siterpeladjar dan si-bukan terpeladjar, konflik antara satu golongan produsen dengan lain golongan produsen. Semuanja konflik adalah anak-anak kandung daripada ibu imperialisme itu.

Dan itu semuanja harus kita 'hindari.. Semuanja harus kita hindari agar supaja kita dengan — saja tidak berkata dengan senang agar supaja kita 'dengan effisien dapat merealisasikan masjarakat adil dan makmur jang kita tjita-tjitakan itu.

Lihat didunia Barat, konflik jang achirnja memuntjak didalam alam industriil kapitalisme; demi'kian besar konflik ini jang ditim bulkan, sehingga achirnja terdjadilah revolusi sosial. Konflik jang amat besar tabrakannja antara industrial kapitalisme dengan tenagatenaga revolusioner jang menghendaki satu masjarakat adil dan makmur sehingga mendjadi revolusi pertumpahan darah. Revolusi jang berdjalan berpuluh-puluh tahun jang achirnja baru bisa mendatangkan satu masjarakat menurut tjita-tjita ditempat itu, tjita tjita daripada bangsa itu.

Hal jang demikian itu harus kita hindari. Maka oleh karena itu dalam pada kita — sebagai tadi saja katakan mengadakan planning, mengadakan pimpinan, mengadakan pengerahan tenaga kita harus bekerdja demikian rupa sehingga konflik-konflik jang besar ini dihindari.

Opgave kita memang sangat sulit. Saja tadi berkata, bahwa kita tidak bisa menganut theori fasensprong jang kita sekonjong konjong daripada alam agraris — sekarang ini sudah tjampur agraris dengan sedikit industrialisme — masuk kedalam alam masjarakat adil dan makmur sebagai jang kita tjita-tjitakan. Tetapi didalam pada kita bekerdja jang demikian itu dengan planning, dengan pimpinan, dengan pengerahan tenaga, kita bisa membawa masjarakat Indonesia ini ketudjuan kita jang terachir dengan menghindari konflik-konflik sebagai tadi saja katakan. Tugas kita berat sekali. Pertama, tugas kita apa? Didalam alam pendjadjahan kita punja ekonomi adalah ekonomi kolonial dan ekonomi kolonial ini harus kita robah mendjadi ekonomi nasional jang bersih daripada imperialisme, bersih daripada penghisapan, daripada exploitasi oleh tenaga-tenaga luaran. Ekonomi nasional ini harus kita robah mendjadi ekonomi jang sesuai dengan apa jang ditulis dalam U.U.D. '45 fasal 33 jaitu dengan kata gampangnja, masjarakat adil dan makmur.

Ini bukan opgave jang ketjil. Ekonomi kolonial pindah keekonomi nasional, pindah ke-ekonomi sebagai jang kita tjita-tjita kan bukan suatu opgave jang ketjil, malahan salahlah kita djikalau kita mengertikan tiga golongan ini sebagai terpisah satu sama jang lain. Djanganlah kira bahwa kita dengan proklamasi 17 Agustus 1945 telah membuat satu, telah bisa membuat satu dinding daripada besi atau daripada baton jang samasekali meniadakan ekonomi kolonial itu dan kita sekaligus dengan 17 Agustus '45 memasuki fase ekonomi nasional dan bahwa nanti ekonomi nasional inipun dengan sekaligus dengan mudah kita bisa transformir mendjadi satu masjarakat jang adil dan makmur.

Djangan kita berfikir a la kotakkotak jang demikian itu. Tetapi kita — dan ini kita alami semuanja — melihat bahwa dengan segenap tenaga kita ekonomi kolonial ini lambat laun telah kita bisa — belum seratus persen tetapi buat sebagian besar — transformir mendjadi satu ekonomi nasional. Didalam pidato 17 Agustus 1959 jang lalu telah raja meng-indikasi hal ini, misalnja bahwa kekuatan ekonomi kaki sedjak misalnja pengambilan alih daripada perusahaan-perusahaan Belanda, sedjak adanja tindakan-tindakan kita jang lain-lain telah buat 70 persen ditangan kita. Tetapi ingat, apa kjang harus kita perbuat dan telah kita kerdjakan didalam transisi ekonomi kolonial mendjadi ekonomi nasional. Tidak herdjalanlah hal ini dengan litjin, tidak berdjalanlah hal ini dengan mudah? Tetapi dengan banjak sekali keringat dan dengan banjak sekali kepedihan dan banjak sekali ,penderitaan, achirnja kits bisa, jah, 70 persen transformeren ekonomi kolonial ini mendjadi ekonomi nasional. Dan nantipun antara ekonomi nasional dan ekonomi masjarakat adil dan makmur inipun kita harus mengadakan banjak pekerdjaan, banjak keringat, banjak penderitaan barangkali. Memang tidak mudah untuk merobah sesuatu bentuk kehidupan ekonomi. Tatkala didjaman pendjadjahan maka ekonomi berbentuk: Indonesia pertama mendjadi pasar pendjualan daripada produk-produk negeri pendjadjah atau negeri-negeri luaran ditanah air kita. Satu. Nomor dua: Indonesia mendjadi tempat pengambilan bahan-bahan pokok bagi industriil kapitalisme dinegeri pendjadjah atau negeri-negeri lain. Tiga: Indonesia mendjadi tempat investasi daripada modal-modal pendjadjah dan modal-modal asing jang lain. Tiga pokok ini telah beheersen hidup bangsa kita kalau tidak beratus-rates tahun, sedikitnja berpuluh-puluh tahun. Indonesia mendjadi pasar pendjualan barang-barang produk dari negara sana. Indonesia mendjadi tempat pengambilan bahan-bahan pokok bagi industriil, kapitalisme disana. Indonesia mendjadi investasi-gebied daripada modal asing. Dan tiga tenaga ini bekerdja exploitasi demikian rupa sehingga kita dan ini sudah saja katakan berpuluh-puluh kali — telah mendjadi satu bangsa jang hidup dari.dua setengah sen satu orang satu hari. „ Een natie van koelies en een koelie onder de naties” "A nation of coolies and a coolie amongst nations". Ini utjapan orang Belanda, bukan utjapan kita sendiri. Proses jang berdjalan berpuluh-puluh tahun jang telah membuat kita mendjadi "A nation of coolies and a coolie amongst nations" ini. Sedjak 17 Agustus 1945 dengan banjak kesulitan, dengan banjak rintangan, dengan banjak perdjoangan, dengan banjak mengatasi tantangan-tantangan dan konflikten di dalam negeri sendiri, achirnja bisa kita transformir mendjadi satu keadaan jang sekarang, jang, sebagai tadi saja katakan, lebih dari pada 70 persen daripada hidup perekonomian itu didalam tangan kita. Dan sekarang kita harus merobah ini pula didalam alam sosialisme a la Indonesia dan Saudara-saudara harus mengadakan planning untuk itu. Tanpa planning tak dapat lagi kita bekerdja.

Kita hidup didalam abad ke-20, abad ke-20 penuh dengan turbulensi abad ke-20 jang segala hal menimpa kepada umat manusia ini setjara simultan. Abad ke-20 jang telah melemparkan kita kedalam satu revolusi jang djuga simultan. Tidakkah berulang ulang saja katakan bahwa revolusi kita ini satu revolusi jang multi kompleks. Tidakkah didalam pidato 17 Agustus 1959 saja katakan bahwa revolusi kita adalah "A summing up of many revolutions in one generation?" Tidakkah saja berkata bahwa seorang sar djana asing mengatakan bahwa kita punja revolusi ini adalah satu "revolution of many generations in one". Revolusi kita ini adalah satu "telescoped revolution", satu revolusi jang ditelescoopkan, "een getelescopeerde revolutie". Ja revolusi politik — kataku ja revolusi ekonomi, ja revolusi-sosial, ja revolusi kulturil bahkan saja berkata, ja revolusi jang mengenai idee manusia — ini revolusi jang multi kompleks. Dan agar supaja tiap-tiap revolusi kita, ja jang politik, ja jang ekonomi, ja jang sosial, ja jang mental, ja jang kulturil, ja jang mengenai isi manusia berdjalan dengan sebaik-baiknja, maka kita hams mengadakan pimpinan dan plan ning. Tanpa pimpipan dan planning maka revolusi kita jang multi kompleks ini mendjadi satu kompleksitet daripada kekatjauan. Kita harus mengadakan "planned policy", politik jang terentjana.

Tidak bisa lagi kita mendjalankan politik liberalisme jang kita serahkan politik itu kepada, sudah, sak maunja sadja daripada masjarakat. Tidak, raja tadi telah berkata bahwa revolusi kita ini adalah satu revolusi jang multi-kompleks, "a summing up of many revolutions in one generation", jang semuanja membawa pergolakanpergolakan, konflikten. Djikalau tidak diberi pimpinan, tidak memberi planning dimasing-masing bidang dari kompleksitet daripada revolusi ini, maka kita achirnja sebagai tadi sudah saja kata kan, datang kepada kompleksitet kekatjauan. Kita harus mengadakan "planned policy", politik jang terentjana. Dan inilah pokok daripada demokrasi terpimpin. Kita harus mengadakan ekonomi jang terentjana untuk memberi pimpinan kepada revolusi ekonomi. Planned economy, ekonomi terpimpin. Kita harus mengadakan revolusi sosial jang terpimpin, planned political activity, planned economic activity, planned social activity, planned cultural activity, planned mental activity, semuanja planned, semuanja terentjana. Dan kalau Saudara mengerti hal ini, maka Saudara mengerti inti pokoknja, maka diadakan Depernas. Sebab pekerdjaan Saudarasaudara bukan hanja mengurus planning daripada satu bidang sadja. Tidak! Depernas mengadakan "overall planning", planning semesta, planning jang meliputi semua bidang, planning jang mengenai ja ekonomi, ja kulturil, ja mental, planning diatas segala bidang. Planning overall. Maka oleh karena itulah Depernas disusun demikian rupa sehingga dianggap Depernas mampu mengadakan planning overall jang saja maksudkan itu.

Maka djikalau Saudara-saudara mulai bekerdja untuk mengadakan planning jang demikian itu, sebagai tadi saja katakan, seluruh rakjat melihat kepada Saudara-saudara, seluruh rakjat menunggununggu kepada pola pembangunan semesta jang kita djandjikan sebagai basil. daripada Depernas. Seluruh rakjat mengharap agar supaja Saudara-saudara bekerdja dengan tjepat dan tidak bertele-tele. Saja tadi berkata bahwa kita ini menjaksikan rakjat telah berpuluh-puluh tahun berdjoang untuk tjita-tjita kita ini. Didalam beberapa pidato saja katakan, bahwa rakjat sekedar mempunjai angan-angan, sekedar mempunjai tjita-tjita. Didalam beberapa pidato saja katakan, bahwa tjita-tjita rakjat itu sekedar tampak dengan remeng-remeng. Dimuka pandangan rakjat tampak dengan remeng-remeng suatu masjarakat jang adil dan makmur. Dengan remeng-remeng dilihatnja: Ha, didalam masjarakat jang demikian itu aku akan tjukup sandang dan tjukup pangan, didalam masjarakat jang demikian itu anakku tidak lagi menderita, didalam masjarakat jang demikian itu aku tidak lagi basah djikalau hudjan turun, dan tidak lagi kepanasan djikalau matahari terik. Didalam masjarakat jang demikian itu aku mudah sekali bergerak dari suatu tempat kelain tempat.

Didalam masjarakat jang demikian itu aku mudah sekali menghirup segala udara segar daripada kebudajaan jang tinggi. Didalam masjarakat jang demikian itu aku akan hidup bahagia menurut tjita-tjita orang tua djaman dahulu "tata tentrem kerta rahardja". Remeng-remeng dilihatnja, remengremeng dengan maksud -- kata saja — tidak djelas apa jang mendjadi bagian-bagian daripada apa jang mereka lihat itu, Maka sebagaimana jang saja katakan didalam heberapa pidato, orang jang memerlukan atau jang berhadjat membuat rumah pun, biasanja pun tidak tahu dengan djelas bagaimana rupanja rumah itu. Sekedar dengan remeng-remeng didalam tjita-tjitanja orang mengingini suatu rumah tinggal dimana ia dapat hidup dengan anakisterinja, dimana dia bisa bernaung daripada hudjan, dimana ia bernaung daripada teriknja matahari, dimana dia bisa menghadapi hari kemudian dengan tenteram dan sedjahtera. Tetapi djikalau ditanja kepadanja: „He Saudara, apakah engkau mengetahui persis dan bagaimana rumah jang kau tjita-tjitakan itu harus diselenggarakan?” Ia akan mendjawab: „Saja tidak tahu. Saja sekedar berpuluh-puluh tahun mengumpulkan uang untuk nantinja uang ini aku bikinkan rumah bagiku, bagi isteriku, bagi anakku, bagi tjutjuku”. Maka orang jang demikian itu memanggil seorang arsi tek, kataku didalam pidato-pidato jang populer, dan kepada arsitek itu diwadjibkan, diminta, ditugaskan untuk membuat blueprint daripada rumah itu. ,,Saudara arsitek, saja ada uang sekian. Saja ingin dengan uang sekian ini membuat suatu rumah, mempunjai suatu rumah untuk anak saja, untuk isteri saja, untuk tjutju-tjutju saja, untuk hari kemudian saja, rumah jang berisi sekian kamar, bidang tanahnja sekian. Saja tidak bisa membuat rumah jang demikian itu. Saja minta kepada Saudara arsitek untuk membuat blueprint bagi rumah jang demikian itu". Maka sang arsiteklah membuat blueprintnja. Dan djikalau blueprint ini sudah diterima baik oleh sang opdrachtgever, maka blueprint ini harus diselenggarakan. Dan penjelenggaraan blueprint ini tidak dapat berdjalan dengan tanpa pimpinan. Saja sendiri adalah seorang insinjur arsitek. Saja mengetahui bahwa penjelenggaraan sesuatu pola, sesuatu blueprint tidak dapat didjalankan dengan tjara melepaskan sadja semua orang-orang pekerdja. Tidak! Tetapi harus dengan pim pinanku sebagai insinjur-arsitek, dengan pimpinanku atau dengan pimpinan overseer, opseter-opseter. Segala sesuatu diselenggarakan dengan pimpinan agar supaja blueprint ini terselenggara mendjadi suatu rumah jang baik.

Nah, bangsa Indonesia adalah sematjam jang demikian itu, bangsa Indonesia jang 88 djuta sekedar remeng-remeng, remeng-remeng dalam garis-garisnja, tetapi tjahajanja gilang-gemilang, tjahajanja selalu memanggil-manggil ditjakrawala, tjahajanja selalu menarik kepada fantasi dan inspirasi dari kesediaan berkorban daripada rakjat Indonesia itu, tjahajanja gilang-gemilang, sehingga rakjat Indonesia bersedia untuk berkorban mentjapai tjahaja gemilang itu, tetapi garis-garis besarnja remeng-remeng didalam matanja. Ia membutuhkan seorang arsitek. Maka arsitek itu adalah Saudara-saudara. Saja sendiri, terns terang sadja, pun tidak tahu garis-garis presis daripada masjarakat adil dan makmur itu. Saja sekadar mengetahui garis-garis besarnja, raja sekadar sebagai penjambung lidah daripada rakjat, ikut tertarik kepada tjahaja gemilang jang telah berpuluh-puluh tahun bersinar memanggil-manggil ditepi langit. Saja serahkan sekarang kepada Saudara-saudara, dibawah pimpinan Saudara Ketua, Mr Muhammad Yamin, untuk bertindak sebagai arsitek, membuat blueprint daripada masjarakat jang demikian itu, agar supaja blueprint ini nanti djikalau sudah diterima oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, bisa dilaksanakan, diselenggarakan ioleh seluruh rakjat Indonesia jang 88 djuta, dengan meng-holopis kuntul bariskan segenap ia punja minat dan tenaga pekerdja. Blueprint jang achirnja, Saudara-saudara, harps membawa kita kepada paradiso jang tertulis didalam kitab Divina Commedia-nja Dante Alighieri.

Saudara-saudara, demikianlah amanat seremoniil jang saja berikan kepada Saudara-saudara. Sebagai tadi saja katakan, tjatatan-tjatatan tertulis didalam naskah sudah saja serahkan kepada Ketua Saudara-saudara. Moga-moga Tuhan Jang Maha Esa memberkati pekerdjaan Saudara-saudara. Moga-moga saudara dengan pimpinanNja dapat mengadakan blueprint jang demikian itu, dan nanti djikalau blue-print itu sudah selesai, marilah kita semua, Saudara-saudara, mengerahkan kita punja tenaga agar supaja blueprint itu terselenggara. Kita hidup didalam masjarakat adil dan makmur jang. Saudara saudara rentjanakan.

Sekian.
Terima kasih.