Peraturan Tata-Tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Peraturan Tata-Tertib Dewan Perwakilan Rakyat

PERATURAN TATA-TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

BAB I.
TENTANG SURAT-SURAT KEPERCAYAAN KEANGGOTAAN
KETUA DAN WAKIL-WAKIL KETUA DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT

§ 1. Surat-surat kepercayaan keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat

Pasal 1.

(1) Pemeriksaan surat-surat kepercayaan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat diserahkan kepada Panitia Rumah Tangga.

(2) Sesudah melakukan pemeriksaan termaksud dalam ayat 1, Panitia Rumah Tangga memberikan laporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Surat-surat kepercayaan dan laporan-laporan tentang keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat disimpan di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat dan setiap waktu tersedia bagi para anggota untuk dilihat.


§ 2. Ketua dan Wakil-wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 2.

(1) Selama Ketua belum dipilih, Dewan Perwakilan Rakyat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua umurnya.

(2) Jika anggota yang tertua umumnya sebagai tersebut pada ayat 1 di atas menolak atau berhalangan, maka Dewan Perwakilan Rakyat diketuai untuk sementara oleh anggota yang tertua di bawahnya.

(3) Pada hari pelantikan Dewan Perwakilan Rakyat yang baru, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat yang lama menyerahkan pimpinan kepada Ketua Sementara dalam suatu rapat-gabungan Dewan Perwakilan Rakyat baru.




Catatan : Ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 19 sub d. tidak berlaku selama ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pemilihan Umum (U.U. No. 7/1953) tentang pemeriksaan surat-surat kepercayaan belum diubah.

Pasal 3.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai seorang Ketua dan tiga orang Wakil Ketua, yaitu seorang Wakil Ketua I, seorang Wakil Ketua II dan seorang Wakil Ketua III.

(2) Secepat-cepatnya, akan tetapi sesudah lebih dari separoh dari jumlah anggota seluruhnya diterima dan hadir, maka Dewan Perwakilan Rakyat, dalam rapat (-rapat) yang sengaja diadakan untuk keperluan itu, memilih Ketua, seorang Wakil Ketua I, seorang Wakil Ketua II dan seorang Wakil Ketua III.

(3) Ketua Sementara menetapkan hari dan waktu diadakan rapat (-rapat) itu dan hal ini diberitahukan olehnya kep ada anggota-anggota.

(4) Setelah rapat (rapat) termaksud dalam ayat 2 di atas dibuka, maka Ketua Sementara mengumumkan nama-nama anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang telah diterima dan jumlah anggota yang hadir.

Pasal 4.

(1) Pencalonan Ketua dilakukan dengan cara mengisi dan menyampaikan daftar calon kepada Ketua sementara.

(2) Setiap daftar calon memuat nama seorang yang dicalonkan untuk Ketua.

(3) Dalam daftar calon diterangkan, bahwa yang dicalonkan menerima pencalonan itu.

Pasal 5.

(1) Setiap daftar yang dimaksud dalam ayat 1 pasal 4 berisi nama dan apabila ada, keterangan-keterangan la.in yang dianggap perlu tentang calon itu.

(2) Setiap daftar itu hams ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Disebelah tanda-tangan itu disebutkan nama-nama sekalian penanda-tanganan dan apabila ada, keterangn-keterangan lain yang dianggap perlu tentang mereka itu masing-masing.

(4) Seorang anggota tidak boleh menanda-tangani lebih dari satu daftar.

Pasal 6.

(1) Daftar sebagai dimaksud dalam pasal 4 disampaikan sendiri kepada Ketua Sementara oleh seorang atau lebih dari mereka yang menanda-tanganinya, selambat-Iambatnya satu jam sebelum rapat yang dimaksud dalam pasal 3 dimulai,

(2) Apabila Ketua Sementara berpendapat, bahwa suatu daftar tidak memenuhi syarat-syarat yang dimaksud dalam pasal 4 dan 5 peraturan ini, maka ia memberitahukan hal itu kepada yang menyampaikannya, supaya syarat-syarat itu dipenuhi; apabila dalam hal demikian yang menyampaikannya itu tidak memenuhi petunjuk-petunjuk Ketua Sementara, maka Ketua Sementara berkuasa menyatakan daftar itu tidak sah.

(3) Ketua Sementara menyuruh memperbanyak secepat mungkin daftar-daftar yang sah, yang diterimanya untuk dibagi-bagikan kepada anggota yang hadir dalam rapat yang dimaksud dalam pasal 3.

Pasal 7.

(1) Pemungutan suara berlangsung secara rahasia dengan jalan menghitamkan segi-empat yang terdapat di muka nama-nama setiap calon yang disusun menurut abjad dalam surat pemungutan suara.

(2) Pemungutan suara tidak sah, apabila surat pemungutan suara yang masuk lebih banyak daripada jumlah anggota yang menandatangani daftar hadir, Dalam hal ini pemungutan suara dengan segera diulangi.

Pasal 8.

(1) Setiap anggota berhak mengeluarkan hanya satu suara.

(2) Apabila dalam suatu surat pemungutan suara lebih dari satu segi-empat dihitamkan, maka surat itu tidak sah; demikian juga tidak sah surat pemungutan suara yang ditanda-tangani.

(3) Suara yang diberikan kepada seorang yang tidak masuk dalam daftar calon dinyatakan tidak sah.

(4) Jika timbul keragu-raguan tentang sah atau tidaknya sesuatu surat pemungutan suara, maka rapat memutuskan; apabila rapat tidak dapat mengambil keputusan karena jumlah suara sama banyaknya, maka pemungutan suara diulangi.

(5) Surat pemungutan suara yang tidak dihitamkan, demikian juga surat pemungutan suara yang tidak sah, untuk menetapkan jumlah suara terbanyak mutlak sebagai dimaksud dalam pasal 10, tidak dihitung dalam jumlah semua suara yang dikeluarkan.

Pasal 9.

(1) Pada setiap pemungutan suara Ketua Sementara menunjuk sebuah Panitia Pengumpul Suara, yang terdiri dari lima orang anggota, di antaranya seorang merangkap Ketua.

(2) Sesudah Ketua Sementara memberitahukan jumlah anggota yang hadir, maka pembacaan surat-surat pemungutan suara dilakukan oleh Ketua Panitia Pengumpul Suara, dengan bantuan dua orang anggota Panitia. Dua orang anggota Panitia lainnya mencatat suara-suara itu.

Pasal 10.

Siapa yang mendapat jumlah suara terbanyak mutlak ialah yang dinyatakan terpilih.

Pasal 11.

(1) Apabila hanya seorang calon yang diajukan, maka Ketua Sementara memberitahukan hal itu kepada rapat dan calon itu dinyatakan terpilih.

(2) Apabila hanya dua orang calon diajukan dan sesudah diadakan pemungutan suara ternyata seorang calon mendapat jumlah suara terbanyak mutlak, maka ia dinyatakan terpilih.

Dalam hal kedua calon itu masing-masing mendapat suara sama banyaknya, maka pemungutan suara diulangi. Apabila sesudah dua kali pemungutan suara ulangan kedua calon itu mendapat suara sama banyaknya lagi, maka rapat untuk pemungutan suara ulangan berikutnya ditunda 2 x 24 jam. Kalau pada pemungutan suara ulangan yang ketiga masih juga terdapat suara yang sama banyaknya, maka Ketua Sementara menyatakan calon-calon yang bersangkutan gugur dan tidak boleh dicalonkan lagi.

Dalam hal demikian harus diadakan pencalonan baru.

(3) Apabila ada tiga atau empat calon diajukan dan sesudah diadakan pemungutan suara tidak seorangpun mendapat jumlah suara terbanyak mutlak, maka pemungutan suara diulangi dengan menghapuskan seorang calon yang mendapat suara paling sedikit.

Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam ayat 2, cara pemungutan suara sedemikian itu diteruskan sampai salah seorang calon mendapat jumlah suara terbanyak mutlak.

(4) Apabila lebih dari empat orang calon diajukan dan sesudah diadakan pemungutan suara tidak seorangpun mendapat jumlah suara terbanyak mutlak, maka pemungutan suara diulangi, dengan menghapuskan dalam tiap-tiap pengulangan dua calon yang mendapat suara paling sedikit, hingga jumlah calon tinggal tiga atau empat orang.

Dalam hal ini ulangan pemungutan suara diteruskan menurut ketentuan-ketentuan dalam ayat 3.

(5) Apabila dari hasil pemungutan suara ternyata, bahwa calon-calon yang mendapat jumlah suara paling sedikit jumlahnya melebihi jumlah yang harus dihapuskan menurut ketentuan-ketentuan dalam ayat 3 dan 4 karena ada calon-calon yang mendapat suara sama banyaknya, maka dalam hal itu antara calon-calon yang mendapat suara sama banyaknya diadakan undian untuk turut dalam ulangan pemungutan suara sebanyak jumlah yang diperlukan.

Pasal 12.

(1) Sesudah seorang daripada calon-calon memperoleh jumlah suara terbanyak mutlak, maka Ketua Sementara mengumumkan hasil pemungutan suara itu dan selanjutnya membubarkan Panitia Pengumpul Suara yang dimaksud dalam pasal 9.

(2) Tentang pemilihan itu dibuat suatu pemberitaan yang ditandatangani oleh Ketua Sementara.

Pasal 13.

Untuk pencalonan dan pemilihan Wakil Ketua I, Wakil Ketua II dan Wakil Ketua III masing-masing berlaku ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini yang berlaku bagi pencalonan dan pemilihan Ketua.

Pasal 14.

(1) Ketua dan Wakil-wakil Ketua bertugas penuh di gedung Dewan Perwakilan Rakyat, dengan ketentuan bahwa pada permulaan tahun-sidang diumumkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, bagaimana tugas dan pembagian kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua.

(2) Apabila Ketua berhalangan, maka kewajibannya dilakukan oleh Wakil Ketua I; apabila yang akhir ini berhalangan, ia diganti oleh Wakil Ketua II. Apabila Wakil Ketua II juga berhalangan, maka ia diganti oleh Wakil Ketua III. Apabila Ketua dan para Wakil Ketua berhalangan, maka untuk memimpin rapat mereka diwakili oleh anggota yang tertua umurnya.

(3) Ketentuan-ketentuan pada ayat 2 berlaku juga, apabila Ketua, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II atau Wakil Ketua III meletakkan jabatannya atau meninggal dunia.

(4) Apabila jabatan Ketua atau Wakil-wakil Ketua menjadi lowong, maka Dewan Perwakilan Rakyat secepat-cepatnya mengadakan pemilihan Ketua atau Wakil Ketua; pasal-pasal 4 sampai 12 berlaku juga bagi pemilihan ini.

Pasal 15.

Kewajiban Ketua dan para Wakil Ketua yang terutama ialah:

a. merancang tugas dan pembagian-kerja Ketua dan Wakil-wakil Ketua,seperti tersebut dalam pasal 14 ayat 1;
b. mengatur pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat;
c. memimpin rapat Dewan Perwakilan Rakyat, dengan : menjaga ketertiban dalam rapat,
menjaga supaya peraturan Tata-Tertib ini diturut dengan seksama,
memberi ijin untuk berbicara,
menyimpulkan persoalan yang akan diputuskan,
menjaga agar pembicara dapat mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu,
memberitahukan hasil pemungutan suara;
d. menjalankan keputusan-keputusan rapat Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 16.

(1) Selama perundingan Ketua hanya dapat berbicara untuk menunjukkan duduk-perkara yang sebenarnya atau untuk mengembalikan perundingan itu kepada pokok pembicaraan, apabila perundingan itu menyimpang dari pokoknya.

(2) Apabila Ketua hendak turut berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, maka ia untuk sementara meninggalkan tempat duduknya dan ia kembali sesudah habis berbicara; dalam hal demikian jabatan Ketua dalam rapat untuk sementara diatur menurut cara yang dimuat dalam pasal 14 ayat 2.

BAB II
TENTANG BADAN-BADAN
PERLENGKAPAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

I. Panitia Permusyawaratan

Pasal 17

Dewan Perwakilan Rakyat membentuk di antara anggota-anggotanya suatu Panitia Permusyawaratan, yang berkewajiban:

a. menetapkan acara pekerjaan Dewan Perwakilan Rakyat, di mana perlu setelah mendengar Ketua-ketua Komisi, untuk suatu sidang atau sebahagian dari suatu sidang, dengan tidak mengurangi hak Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengubahnya;
  1. bermusyawarat dengan Presiden mengenai hal-hal yang berkenaan dengan penetapan acara serta pelaksanaannya, apabila hal itu dianggapnya perlu atau apabila dianggap perlu oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau apabila diminta oleh Presiden.
  2. memberikan pertimbangan tentang pelaksanaan acara kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, apabila hal itu dianggapnya perlu atau apabila Ketua Dewan Perwakilan Rakyat meminta pertimbangan itu;
  3. mengusahakan pelaksanaan ketentuan dalam pasal 22 ayat 2 Undang-undang Dasar.

Pasal 18

(1) Panitia Permusyawaratan terdiri dari ketua Dewan Perwakilan Rakyat sebagai anggota merangkap Ketua, Wakil Ketua I, Wakil Ketua II, Wakil Ketua III dan sekurang-kurangnya tujuh orang lainnya sebagai anggota, yang atas usul Ketua ditunjuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Anggota-anggota Panitia Permusyawaratan sedapat-dapatnya mewakili pelbagai aliran, yang terdapat dalam Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Sesudah diberitahukan lebih dahulu kepada Ketua, tiap-tiap Panitia Permusyawaratan berhak menunjuk seorang anggota Dewan anggota Panitia Permusyawaratan berhak menunjuk seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat lain untuk mewakilinya dalam rapat-rapat Panitia Permusyawaratan.

§ 2. Panitia Rumah Tangga

Pasal 19

Dewan Perwakilan Rakyat membentuk pada tiap-tiap tahun-sidang di antara anggota-anggotanya suatu Panitia Rumah Tangga, yang berkewajiban;

  1. memeriksa rancangan sementara Anggaran Belanda Dewan Perwakilan Rakyat, yang disiapkan oleh Sekretaris Jenderal dan setelah disetujui olehnya, meneruskan rancangan sementara Anggaran Belanja itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapat persetujuannya, selambat-lambatnya pada akhir bulan Juli dari tahun dinas sebelumnya;
  2. mengawasi dan meminta pertanggungan-jawab dari Sekretaris Jenderal tentang perkerjaan yang dipikulkan padanya;
  1. mengangkat dan memperhentikan atas nama Dewan Perwakilan Rakyat pegawai-pegawai Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat golongan F/IV ke bawah;
  2. memeriksa suarat-surat kepercayaan keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. memberikan laporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang pekerjaannya pada tiap-tiap permulaan masa-persidangan.

Pasal 20

Panitia Rumah Tangga terdiri dari Ketua Dewan Perwakilan Rakyat sebagai anggota merangkap Ketua, para Wakil Ketua dan sekurang-kurangnya sembilan orang lainnya sebagai anggota, yang setelah mendengar keinginan fraksi-fraksi atas usul Ketua ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

§ 3. Komisi-komisi

Pasal 21

(1) Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai Komisi-komisi, jumlahnya ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Catatan : Ketentuan dalam pasal 1 dan pasal 19 sub d tidak berlaku selama ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang Pemilihan Umum ("U.U. No.7/1953) tentang pemeriksaan surat-surat kepercayaan belum diubah.

(2) Lapangan pekerjaan sesuatu Komisi meliputi lapangan pekerjaan Departemen atau Departemen-departemen yang bersangkutan, menurut keputusan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 22

(1) Jumlah anggota tiap-tiap Komisi sedapat mungkin sama banyaknya.

(2) Jumlah dan susunan anggota Komisi ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dengan memperhatikan keinginan fraksi-fraksi dan anggota perseorangan yang berkepentingan.

(3) Semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat, kecuali Ketua dan Wakil Ketua, diwajibkan menjadi anggota Komisi.

(4) Setiap permintaan yang berkepentingan untuk pindah ke lain Komisi diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Anggota sesuatu Komisi tidak boleh merangkap menjadi anggota lain Komisi, akan tetapi boleh menghadiri rapat lain Komisi sebagai peninjau.

Pasal 23

(1) Dalam rapatnya yang pertama dalam satu masa-persidangan Komisi-komisi menetapkan seorang Ketua dan seorang atau lebih Wakil Ketua untuk masa-persidangan itu.

(2) Sebelum diadakan penetapan Ketua, rapat Komisi yang pertama dipimpin oleh Ketua/Wakil Ketua lama atau oleh seorang anggota Komisi yang tertua umurnya.

Pasal 24

Kewajiban Komisi-komisi ialah:

P e r t a m a:

Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap rancangan undang-undang, sesuai dengan bunyi pasal-pasal 43 sampai 51, yang masuk urusan Komisi masing-masing.

K e d u a :

  1. Melakukan sesuatu tugas atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. Membantu menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Presiden dalam menjalankan undang-undang dan kebijaksanaannya, terutama mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja, dalam hal-hal yang masuk urusan Komisi masing-masing.
  3. Mendengarkan suara rakyat (public hearing) dalam hal-hal yang massuk urusan Komisi masing-masing, antara lain dengan jalan memperhatikan surat-surat, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan menerima pihak-pihak yang berkepentingan;
  4. Mengadakan rapat kerja dengan Presiden untuk mendengarkan keterangannya atau mengadakan pertukaran-pikiran tentang tindakan-tindakan yang sudah atau akan dilakukan oleh Departemen-departemen yang bersangkutan;
  5. Mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat usul-usul rancangan undang-undang atau usul-usul lain dan laporan-laporan tentang soal-soal yang termasuk urusan Komisi masing-masing;
  6. Mengusulkan kepada Panitia Permusyawaratan hal-hal untuk dimasukkan dalam acara Dewan Perwakilan Rakyat;
  7. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada Presiden;
  1. Mengadakan peninjauan-peninjauan, yang dianggap perlu oleh Komisi dan yang anggaran belanjanya diatur dalam Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat, dengan ketentuan bahwa apabila ada perbedaan pendapat antara Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dan Komisi, maka keputusan Dewan Perwakilan Rakyatlah yang menentukan.

§ 4. Panitia Anggaran

Pasal 25.

Dewan Perwakilan Rakyat membentuk di antara anggota-anggotanya suatu Panitia Anggaran untuk selama masa-jabatan Dewan Perwakilan Rakyat, yang berkewajiban:

  1. Mengikuti penyusunan rancangan Anggaran Belanja dari semula dengan jalan mengadakan hubungan dengan Departemen-departemen yang bersangkutan;
  2. Memberikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja yang diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
  3. Mengikuti pelaksanaan Anggaran Belanja Negara setelah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan mengajukan pendapatnya atas rancangan perubahan Anggaran Belanja yang diajukan oleh Presiden;
  4. Meneliti penyusunan pertanggungan-jawab Anggaran dan memberikan pendapatnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat;
  5. Memberikan pendapatnya mengenai hasil pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 26.

Panitia Anggaran terdiri dari sekurang-kurangnya sembilan orang anggota, yang atas usul Ketua, setelah mendengar keinginan fraksi-fraksi, ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

§ 5. Panitia khusus

Pasal 27

Dewan Perwakilan Rakyat, jika menganggap perlu, dapat membentuk suatu Panitia Khusus untuk melakukan pemeriksaan-persiapan terhadap sesuatu rancangan undang-undang ataupun melakukan tugas lain.

Pasal 28.

Panitia khusus terdiri dari sekurang-kurangnya lima orang anggota, termasuk seorang Ketua, yang atas usul Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, setelah mendengar keinginan fraksi-fraksi, ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 29.

Tiap-tiap pembentukan Panitia Khusus harus disertai ketentuan tentang tugas kewajibannya dan tentang lamanya waktu menyelesaikan tugas itu.

Pasal 30.

(1) Hasil pekerjaan Panitia Khusus dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan cara mempergunakan hasil pekerjaan Panitia Khusus.

Pasal 31.

Ketentuan-ketentuan yang berlaku buat Komisi tentang rapat-rapat dan pemungutan suara berlaku juga bagi Panitia Khusus.

Pasal 32.

Panitia Khusus dibubarkan setelah tugasnya dianggap selesai.

§ 6. Sekretaris Jenderal dan para Sekretaris
Dewan Perwakilan Rakyat

Pasal 33.

(1) Pada Dewan Perwakilan Rakyat ada seorang Sekretaris Jenderal dan beberapa orang Sekretaris.

(2) Sekretaris Jenderal dan Sekretaris yang berpangkat F/V ke atas diangkat oleh Presiden Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat.

Sekretaris Jenderal diusulkan dari antara Sekretaris-sekretaris yang ada pada Dewan Perwakilan Rakyat pada tiap-tiap permulaan masa-jabatan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan pengertian, bahwa Sekretaris Jenderal dapat diusulkan kembali.

Pasal 34.

Kewajiban Sekretaris Jenderal ialah:

  1. membantu Ketua dan Wakil Ketua dalam melakukan pekerjaannya, terutama dalam hal memimpin dan melaksanakan keputusan-keputusan rapat-rapat Panitia Permusyawaratan dan Panitia Rumah Tangga;
  2. mengurus segala sesuatu yang termasuk urusan rumah-tangga Dewan Perwakilan Rakyat, antara lain:
    1. menyusun setiap tahun rancangan sementara Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat;
    2. memimpin administrasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat dan segenap pegawai yang bekerja pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 35.

Kewajiban para Sekretaris ialah:

  1. membantu Ketua dan para Wakil Ketua dalam melakukan pekerjaannya, terutama dalam hal memimpin dan melaksanakan keputusan-keputusan rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat;
  2. membantu Komisi-komisi kepada Panitia-panitia dalam melakukan pekerjaan legislatif;
  3. memberikan bantuan kepada Pimpinan Fraksi-fraksi, yang dimaksud dalam pasal 154;
  4. memimpin segala pekerjaan persiapan perundang-undangan;
  5. membantu Sekretaris Jenderal dalam menunaikan kewajibannya termaksud dalam pasal 34 sub b.

Pasal 36.

Dalam Komisi-komisi dan Panitia-panitia Sekretaris Jenderal dan Sekretaris dapat mengemukakan pertimbangan-pertimbangan teknik.

Pasal 37.

Kepada para Sekretaris dapat diperbantukan beberapa Sekretaris Muda, Penulis cepat dan/atau Panitera.

Pasal 38.

(1) Apabila Sekretaris Jenderal berhalangan, maka ia diwakili oleh Sekretaris yang tertua dalam jabatannya.

(2) Jika Sekretaris termaksud dalam ayat 1 berhalangan juga maka Sekretaris yang tertua dalam jabatannya di bawahnya menggantikannya.

Pasal 39

(1) Selama belum dilakukan pengangkatan Sekretaris Jenderal atau apabila Sekretaris Jenderal tidak ada, maka jabatan Sekretaris Jenderal dilakukan oleh Sekretaris yang tertua dalam jabatannya.

(2) Ketentuan dalam pasal 38 ayat 2 berlaku pula dalam hal ini.

BAB III.
TENTANG PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG

§ 1. Ketentuan-ketentuan umum

Pasal 40.

Presiden dapat menguasakan kepada Menteri-menteri Negara sebagai pembantu-pembantunya untuk melakukan sesuatu yang menurut Peraturan Tata-tertib ini dilakukan oleh Presiden.

Pasal 41.

(1) Semua usul Presiden, baik berupa rancangan undang-undang maupun bukan, ataupun usul lain, yang disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Semua usul termaksud dalam ayat 1 diserahkan kepada Panitia Permusyawaratan, yang menetapkan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan persiapan terhadap usul itu.

Pasal 42.

(1) Jika tidak perlu diadakan pemeriksaan-persiapan, maka rancangan undang-undang itu langsung dibicarakan dalam rapat pleno.

(2) Jika perlu diadakan pemeriksaan-persiapan, maka Panitia Permusyawaratan menetapkan, apakah rancangan undang-undang itu diperiksa oleh:

a. Komisi atau Komisi-komisi yang bersangkutan;

b. suatu Panitia Khusus, atau

c. Rapat-gabungan Segenap Komisi.

§ 2. Pemeriksaan-persiapan oleh Komisi-komisi

Pasal 43.

Komisi mengadakan rapat-rapatnya untuk melakukan pemeriksaan

persiapan pada hari dan waktu yang ditetapkan oleh Panitia Permusyawaratan.

Pasal 44.

(1) Pemeriksaan-persiapan dilakukan bersama-sama (dengan jalan bertukar-pikiran) dengan Presiden.

(2) Untuk keperluan itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat mengundang Presiden untuk menghadiri rapat Komisi yang diserahi mengadakan pemeriksaan-persiapan.

Pasal 45.

(1) Komisi menunjuk seorang atau lebih di antara anggota-anggota sebagai Pelapor.

(2) Tentang pembicaraan dalam Komisi dibuat catatan tulisan cepat.

(3) Para pernbicara harus sudah menerima catatan sementara dalam tempo 2 x 24 jam setelah rapat Komisi ditutup.

(4) Setelah catatan sementara itu dalam tempo 2 x 24jam dikoreksi oleh para pembicara, maka dibuat catatan tetap.

(5) Catatan termaksud dalam ayat 4 memuat:

a. tanggal rapat dan jam permulaan serta penutupan rapat;

b. nama-nama yang hadir;

c. nama-nama anggota yang tidak hadir ;

d. nama-nama pcmbicara dan pendapatnya masing-masing.

Catatan itu dibuat rangkap dua untuk disimpan di Sekretariat dan disediakan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden/Menteri Negara yang bersangkutan.

(6) Catatan itu tidak boleh diumumkan.

Pasal 46.

Ketua Komisi memimpin pembicaraan dalam Komisi dan mernberi kesempatan kepada para anggota untuk mengemukakan pemandangannya, baik mengenai hal-hal yang umum maupun mengenai hal-hal khusus dari pada rancangan undang-undang. Presiden mendapat kesempatan untuk memberikan jawaban/sambutan atas pemandangan para anggota itu.

Pasal 47

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Komisi lain berhak hadir dan mengemuk.akan pendapatnya dalam rapat Komisi.

(2) Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak hadir dapat juga mengajukan pendapatnya secara tertulis dengan menyebutkan alasan-alasan ketidak-hadirannya; pendapat itu dibacakan dalam rapat yang bersangkutan, jika Ketua Kornisi menerima baik alasan-alasan tersebut.

Pasal 48.

Di dalam melakukan pemeriksaan-persiapan Komisi tidak mengambil sesuatu keputusan terhadap rancangan undang-undang yang dibicarakan, baik mengenai keseluruhannya maupun mengenai bagian-bagian ataupun pasal-pasalnya,

Pasal 49.

(1) Di samping catatan termaksud dalam pasal 45 oleh Pelapor (Pelapor-pelapor) bersama-sama dengan Ketua Kornisi dibuat Laporan Komisi, yang memuat pokok-pokok clan kesimpulan pembicaraan dalam Komisi, selambat-lambatnya dalam waktu catatan termaksud dalam pasal 45 ayat 4 selesai.

(2) Di dalam Laporan itu tidak dimuat nama-narna pembicara, oleh Ketua Komisi dan Pelapor.

(3) Laporan itu ditanda-tangani [Pelapor-pelapor] yang bersangkutan.

Pasal 50

(1) Laporan Komisi, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, diperbanyak serta disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.

(2) Laporan itu dapat diumumkan.

Pasal 51.

Setelah Laporan Komisi disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden pemeriksaan-persiapan dianggap selesai.

Pasal 52.

(1) Jika Presiden berdasarkan pembicaraan di dalam Komisi menganggap perlu untuk mengadakan perubahan pada naskah rancangan undang-undang, maka Presiden menyampaikan Nota Perubahan atas rancangan undang-undang tersebut atau naskah rancangan undang undang baru seluruhnya, apabila perubahan itu meliputi banyak bagian-bagian/pasal-pasal.

(2) Nota Perubahan atau naskah baru termaksud termaksud dalam ayat 1 itu, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, segera diperbanyak dan disampaikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 53.

(1) Jika Komisi menganggap perlu untuk mengadakan pemeriksaan persiapan ulangan ataupun lanjutan atas rancangan undang-undang yang menjadi pokok-pembicaraan, maka Ketua Komisi segera mengusulkan kepada Panitia Permusyawaatan, agar menetapkan hari dan waktu untuk pemeriksaan-persiapan ulangan (-lanjutan) itu.

(2) Pasal-pasal 43 sampai 51 berlaku juga terhadap pemeriksaan-persiapan ulangan (-lanjutan) itu.

§ 3. Pemeriksaan-persiapan oleh Panitia Khusus

Pasal 54.

(1) Jika pemeriksaan-persiapan atas suatu rancangan undang-undang menurut pendapat Panitia Permusyawaratan perlu diserahkan kepada suatu Panitia Khusus, maka Panitia Permusyawaratan mengusulkan pembentukan Panitia Khusus itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 43 sampai 51 berlaku juga untuk pemeriksaan-persiapan oleh Panitia Khusus itu.

§ 4. Pemeriksaan-persiapan oleh Rapat-gabungan

Segenap Komisi

Pasal 55.

(1) Rapat-gabungan Segenap Komisi bersifat tertutup dan dipimpin oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Sebelum pembicaraan dimulai, maka rapat menunjuk sekurang-kurangnya dua orang Pelapor di antara anggota-anggotanya.

Pasai 56.

(1) Tentang pembicaraan dalam Rapat-gabungan Segenap Komisi dibuat risalah tulisan cepat.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam pasal 45 ayat-ayat 3 sampai 6 berlaku risalah termaksud dalam ayat 1 pasal ini, dengan pengertian, bahwa "catatan" dibaca "risalah".

Pasal 57.

Ketentuan-ketentuan dalam dalam pasal-pasal 43 sarnpai 51 tentang pemeriksaan persiapan oleh Komisi, kecuali pasal 45 ayat 1, berlaku juga untuk pemeriksaan-persiapan oleh Rapat-gabungan Segenap Komisi dengan pengertian, bahwa "Komisi" dibaca "Rapat-gabungan Segenap Komisi" dan "catatan" dibaca "risalah".

§ 5. Pembiearaan dalam rapat pleno

Pasal 58.

Setelah pemeriksaan-persiapan terhadap suatu rancangan undang-undang selesai, Panitia Permusyawaratan menentukan dalam waktu singkat hari dan waktu pembicaraan rancangan undang-undang itu daiam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 59.

Mengenai pembicaraan rancangan undang-undang dalam rapat pleno berlaku ketentuan-ketentuan dalam Bab VI § 5 tentang mengajukan amandemen dan Bab VII § 3 ten tang perundingan dan § 7 tentang cara mengambil keputusan, dengan ketentuan, bahwa:

a. jawaban atas pemandangan-pemandangan para anggota terhadap suatu rancangan undang-undang dari Pemerintah diberikan oleh Presiden;

b. jawaban atas pemandangan-pemandangan para anggota dan Presiden terhadap suatu rancangan usul inisiatif diberikan oleh para pengusul inisiatif, sedang Presiden berhak mengajukan usul-usul perubahan atas rancangan usul inisiatif itu.

BAB IV.

TENTANG MENGAJUKAN RANCANGAN

UNDANG-UNDANG

Pasal 60.

(1) Suatu rancangan undang-undang yang diajukan oleh para ~ggota berdasarkan pasal 2l ayat 1 Undang-undang Dasar (rancangan usul inisiatif) harus disertai memori penjelasari dan ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota.

(2) Rancangan usu! inisiatif itu disampaikan kepada Kctua dcngan tertulis.

(3) Dalam rapat yang bcrikut Kctua mcrnbcritahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat rentang masuknva rancangan usul inisiatif tersebut.

(4) Rancangan usul inisiatif yang dirnaksud, setelah olch Sekrctariat diberi n ornor pokok dan n ornor surat, dipcrbanyak clan dibagikan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat scr ta dikirimkan kepada Prcsiden.

(5) Dalam rapat Panitia Permusyawaratan yang berikut para pengusul dibcri kcsempatan mcrnbcrikan penjelasan mcngenai rancangan usul inisiatifn ya.

(6) Terhadap penyclesaian selanj u tnva bcrlaku ke tentuan-kctcn tuan dalam pasal-pasal 43 sarnp ai 51, clengan kctentuan bahwa pcmeriksaan persiapan dilakukan dengan jalan bcrtukar-pikiran dengan para pengusul inisiatif dan Presidcn.

Pasal 61.

(1) Selama sesuatu rancangan usul inisiatif be lurn dipu tuskan oleh Dewan Pcrwakilan Rakyat, para pengusul berhak menariknya kembali.

(2) Pemberitahuan tentang pcnarikan kembali disampaikan dcngan tertulis kepada Ketua dan harus ditanda-tangani oleh scrnua penandatangan rancangan insiatif itu.

Pasal 62.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat menyctujui scsuatu rancngan usul inis iatif, maka rancangan itu menjadi usul inisiatif rancangan undang-und ang Dewan Pcrwakilan Rakyat clan dikirimkan kcpada Presiden untuk disahkan.

(2) Selama sesuatu usul inisiatif rancangan undang-undang Dewan Perwakilan Rakyat belum disahkan olch Presiden, Dewan Pcrwakilan Rakyat berhak menariknya kembali.

BAB V.

TENTANG PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN

DAN BELANJA NEGARA

Pasal 63.

Agar Dewan Perwakilan Rakyat dapat melakukan haknya mengenai penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (selanjutnya disebut "Anggaran Belanja"), sebagai tercantum dalam pasal 23 ayat 1 Undang-undang Dasar, maka setiap tahun Presiden mengajukan Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebelum tanggal 17 Agustus dari tahun yang mendahului tahun dinas Anggaran Belanja tersebut.

Pasal 64.

Dewan Perwakilan Rakyat menyerahkan Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja kepada Panitia Anggaran, agar panitia terse but memberikan pendapatnya,

Pasal 65.

(1) Nota Keuangan, rancangan Anggaran Belanja dan pendapat Panitia Anggaran yang dimaksud dalam pasal 64, disampaikan Komisi-komisi, agar masing-masing membahas bersangkutan kepada Bagian-bagian yang bersangkutan.

(2) Cara pembahasan dalam Komisi-komisi dilakukan menurut cara menghadapi suatu rancangan undang-undang.

Pasal 66.

Setelah pembahasan dalam Komisi-komisi selesai, maka Nota Keuangan dan rancangan Anggaran Belanja dibicarakan dalam rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 67.

Rancangan perubahan Anggaran Belanja diselesaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 64 sampai pasal 66.

Pasal 68

Dewan Perwakilan Rakyat menyerahkan juga kepada Panitia Anggaran untuk meneliti penyusunan pertanggungan-jawab Anggaran dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan serta menyampaikan pendapatnya mengenai hal itu.

Pasal 69.

(1) Pendapat Panitia Anggaran di dalam penelitiannya terhadap penyusunan pertanggung-jawaban Anggaran dan terhadap laporan Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan kepada Panitia Permusyawaratan.

(2) Untuk keperluan pengesahannya oleh Dewan Pcrwakilan Rakyat, Panitia Pcrrnusyawaratan menetapkan perlu-tidaknya diadakan pemeriksaan-persiapan.

BAB VI.

TENTANG USAHA-USAHA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UNTUK MELAKSANAKAN TUGASNYA

§ 1. Ketentuan-ketentuan umum

Pasal 70.

(1) Untuk dapat melaksanakan tugasnya dan melancarkan kerja sama dengan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan usaha-usaha sebagai berikut:

  1. mengajukan pertanyaan;
  2. meminta keterangan;
  3. mengadakan penyelidikan;
  4. mengajukan amandemen;
  5. mengajukan usul pernyataan-pendapat atau usul-usul lain.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat dapat juga mengajukan anjuran calon untuk mengisi sesuatu jabatan, jika hal demikian ditentukan oleh undang-undang.

(3) Usaha-usaha yang dimaksud dalam ayat-ayat 1 dan 2 diadakan menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal yang berikut.

§ 2. Mengajukan pertanyaan

Pasal 71.

(1) Setiap anggota perseorangan dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada Presiden.

(2) Pertanyaan-pertanyaan itu harus disusun singkat serta jelas dan disampaikan kepada Ketua dengan tertulis.

(3) Apabila dipandang perlu, Ketua dapat merundingkan dengan penanya tentang bentuk dan isi pertanyaan itu.

(4) Ketua meneruskan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan itu kepada Presiden.

Pasal 72.

(1) Apabila jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal 71 oleh Presiden disampaikan dengan tertulis, maka tidak diadakan pembicaraan dengan lisan.

(2) Penanya dapat meminta supaya pertanyaan dijawab dengan lisan.

Apabila Presiden mernenuhi permintaan itu, maka penanya dalam rapat yang ditentukan untuk itu dapat mengemukakan lagi dengan singkat penjelasan tentang pertanyaannya, supaya Presiden dapat memberikan keterangan yang lebih luas tentang soal yang terkandung di dalam pertanyaan itu.

Anggota-anggota lain tidak diberi kesempatan berbicara.

§ 3. Meminta keterangan

Pasal 73.

(1) Sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota dapat mengajukan usul meminta keterangan kepada Presiden. Usul itu harus disusun dengan singkat dan jelas dan harus disampaikan dengan tertulis kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dalam rapat yang berikut Ketua memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya usul tersebut.

Pasal 74.

(1) Usul yang dimaksud dalam pasal 7 3 setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirimkan kepada Presiden.

(2) Dalam rapat Panitia Permusyawaratan yang berikut para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan mengenai usulnya.

(3) Setelah mendengar penjelasan para pengusul yang dimaksud dalam ayat 2, Panitia Permusyawaratan menetapkan hari dan waktu bilamaria permin taan keterangan itu diadakan.

(4) Dalam rapat pleno yang telah ditetapkan, pertama-tama para pengusul memberikan penjelasan mengenai soal yang ditanyakan dalam permintaan keterangan, kemudian Presiden dipersilahkan memberikan keterangan.

Pasal 75.

(1) Mengenai keterangan Presiden tersebut dalam pasal 74 ayat 4, diadakan pembicaraan dengan memberikan kesempatan, baik kepada pengusul maupun kepada anggota-anggota lainnya, untuk memberikan pemandangannya.

(2) Atas pemandangan-pemandangan para pengusul dan para anggota lainnva Presiden memberikan jawabannya, kemudian pembicaraan ditutup.

Pasal 76.

(1) Atas permintaan pengusul atau sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menyatakan pendapatnva terhadap jawaban Presiden.

(2) Untuk keperluan

itu pengusul atau sepuluh orang anggota termaksud dalam ayat 1 mengajukan usul pernyataan pendapat.

Usul pernyataan pendapat itu diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan dalam § 7 Bab ini.

(3) Jika sesudah jawaban Presiden termaksud dalam pasal 75 ayat 2 tidak diajukan sesuatu usul pernyataan pendapat, maka pembicaraan mengenai keterangan dinyatakan selesai oleh Ketua.

§4. Mengadakan Penyelidikan

Pasal 77.

(1) Sekurang-kurangnya duapuluh orang anggota dapat mengusulkan untuk mengadakan penyelidikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai hal yang tertentu.

(2) Usul termaksud dalam ayat 1 harus dinyatakan dalam suatu perumusan, yang memuat isi yang jelas tentang hal yang harus diselidiki dengan disertai suatu penjelasan dan rancangan jumlah biaya.

(3) Usul itu disampaikan kepada Ketua dengan tertulis dan harus ditanda-tangani oleh para pengusul.

Pasal 78

Usul seperti termaksud dalam pasal 77 beserta penjelasannya dan rancangan biasa, setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirim kepada Presiden.

Pasal 79.

(1) Sebelum dirundingkan dalam rapat pleno, Panitia Permusyawartan menetapkan hari dan waktu untuk pemeriksaan-persiapan usul itu oleh Komisi/Komisi-komisi yang bersangkutan.

(2) Untuk pemeriksaan-persiapan terhadap usul itu berlaku ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 43 sampai 51 dengan pengertian, bahwa pemeriksaan-persiapan dilakukan dengan jalan bertukar-pikiran dengan pengusul.

Pasal 80.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan menerima baik usul itu, maka Dewan Perwakilan Rakyat mengangkat suatu panitia penyelidikan dan menentukan jumlah biayanya.

(2) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengadakan penyelidikan menentukan juga masa-bekerjanya panitia penyelidikan dan jumlah anggota yang sekurang-kurangnya berhak melakukan suatu penyelidikan.

(3) Atas permintaan panitia, masa-bekerjanya dapat diperpanjang oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 81.

(1) Tiap-tiap bulan Panitia penyelidikan harus memberikan laporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Laporan itu, setelah oleh Sekretaris diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Atas usul lima orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat laporan berkala itu dapat dibicarakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat kecuali kalau Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan Iain.

Pasal 82.

(1) Setelah selesai dengan pekerjaannya, panitia penyelidikan memberikan laporan tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Laporan itu, setelah oleh Sekretaris diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian dibicarakan dalam rapat pleno, kecuali kalau Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain.

(2) Laporan-laporan dan surat-surat lainnya dari Panitia penyelidikan disimpan di Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat.

§5. Mengajukan amandemen.

Pasal 83.

(1) Sebelum perundingan diadakan tentang pasal-pasal atau bagian-bagian suatu rancangan undang-undang oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota dapat diajukan usul perubahan (usul amandemen) dan usul perubahan atas usul perubahan itu (usul sub-amandemen).

(2) Usul amandemen dan usul sub-amandemen itu, yang ditandatangani oleh para pengusul dan disertai penjelasan singkat, disampaikan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal.

(3) Usul amandemen dan usul sub-amandemen serta penjelasan singkat itu, setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, selekas-lekasnya diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota serta disampaikan kepada Presiden.

(4) Perubahan-perubahan (amandemen atau sub-amandemen) yang diusulkan sesudah perundingan termaksud dalam ayat 1 dimulai, diajukan dengan tertulis kepada Ketua rapat; usul-usul perubahan itu dengan selekas-lekasnya diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota serta disampaikan kepada Presiden.

(5) Selain daripada penjelasan tertulis, oleh pengusul dapat juga diberikan penjelasan dengan lisan dalam rapat pleno yang membicarakan pasal atau bagian yang bersangkutan.

Pasal 84.

Atas usul Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Komisi, Ketua Panitia Anggaran, Ketua Panitia Khusus yang bersangkutan atau sekurang-kurangnya lima orang anggota, Dewan Perwakilan Rakyat dapat menunda perundingan tentang setiap perubahan yang diusulkan atau menyerahkan usul perubahan itu kepada Komisi atau Panitia Khusus yang bersangkutan untuk diminta pertimbangannya, yang dikemukakan dengan lisan atau dengan tertulis.

Pasal 85.

Apabila sesudah laporan Komisi atau laporan Panitia Khusus mengenai sesuatu rancangan undang-undang disampaikan kepada Presiden, kemudian Presiden mengajukan perubahan dalam rancangan undang-undang tersebut, maka penundaan perundingan atau penyerahan

perubahan dapat dilakukan atas usul Ketua atau sekurang-kurangnya lima orang anggota.

Pasal 86.

(1) Apabila tidak ada anggota yang hendak mengusulkan perubahan lagi dalam pasal atau bagian sesuatu pasal yang sedang dibicarakan atau dalam bagian lainnya yang bersangkutan dengan pasal/bagian pasal itu dan tidak ada anggota yang ingin berbicara lagi tentang itu, maka perundingan tentang pasal/bagian pasal tersebut ditutup.

(2) Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 132 dan selanjutnya diambil keputusan, yang berturut-turut dimulai dengan usul sub-amandemen, kemudian usul amandemen yang bersangkutan dan akhimya pasal atau bagian lainnya, dengan atau tanpa perubahan.

(3) Jika ada lebih dari satu usul amandemen mengenai sesuatu pasal, bagian pasal atau bagian lain daripada rancangan undang-undang, maka keputusan diambil lebih dahulu terhadap usul amandemen, yang menurut pendapat Ketua atau Dewan Perwakilan Rakyat atas usul lima orang anggota mempunyai akibat yang paling besar.

Pasal 87.

(1) Sesuatu usul perubahan, setelah perundingan ditutup tidak dapat ditarik kembali, kecuali apabila penerimaan atau penolakan sesuatu perubahan yang diusulkan berarti penghapusan dengan sendirinya perubahan-perubahan lain yang diusulkan.

(2) Jika suatu usul perubahan, yang karena diterimanya atau ditolaknya usul perubahan lain dengan sendirinya hapus, maka usul-usul perubahan itu dianggap telah dicabut.

(3) Jika masih ada perselisihan paham tentang penghapusan itu, maka Dewan Perwakilan Rakyat yang memutuskan.

Pasal 88.

(1) Apabila sesuatu rancangan undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat telah diubah, maka pengambilan keputusan yang terakhir tentang rancangan itu seluruhnya diundurkan sampai rapat yang berikut, kecuali jika Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain.

(2) Sementara itu oleh anggota-anggota, demikian pula oleh Presiden rapat diusulkan perubahan-perubahan baru yang diperlukan sebagai akibat perubahan yang telah diterima atau sebagai akibat penolakan suatu pasal.

(3) Usul-usul perubahan yang dimaksud dalam ayat 2 dan pasal-pasal atau bagian-bagian lain, yang bersangkutan dapat dirundingkan, sebelum diambil keputusan terakhir, kecuali jika Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan untuk mengambil keputusan tanpa mengadakan perundingan lagi.

(4) Apabila, sebagai akibat yang ditetapkan dalam ayat 2 dan 3, diadakan lagi perubahan-perubahan, maka pengambilan keputusan terakhir diundurkan lagi sampai rapat yang berikut. Perundingan baru tidak diadakan lagi.

Pasal 89.

(1) Sebagai akibat perubahan-perubahan yang telah diterima dalam perundingan tentang sesuatu rancangan undang-undang, maka Ketua Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan perubahan-perubahan nomor urut pasal-pasal/bagian-bagian, demikian pula perubahan-perubahan dalam penunjukan nomor pasal-pasal/bagian-bagian lain, sebagai akibat perubahan tadi.

(2) Oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat dapat pula diadakan perubahan-perubahan kecil lain yang bersifat tehnis perundang-undangan dan perlu untuk memberi bentuk/rumusan sebagaimana mestinya bari rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

§ 6. Menganjurkan seseorang

Pasal 90.

(1) Apabila oleh undang-undang ditentukan, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat diwajibkan mengajukan anjuran calon untuk mengisi sesuatu jabatan yang lowong, maka bagi anjuran dan pemilihan calon itu berlaku ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Bab I § 2 mengenai pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat dapat memutuskan cara yang lain, asal tidak melanggar sifat rahasia dari pemungutan suara mengenai calon.

Pasal 91.

Anjuran yang termuat dalam pasal 90 oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat disampaikan dengan tertulis kepada Presiden, dengan disertai pemberitaan mengenai pemilihan calon-calon.

§ 7. Usul pernyataan-pendapat dan usul-usul lain.

Pasal 92

(1) Sekurang-kurangnya sepuluh orang anggota dapat mengajukan sesuatu usul pernyataan-pernyataan atau usul-usul lain, baik yang berhubungan dengan soal yang sedang dibicarakan, maupun yang mempunyai maksud tersebut.

(2) Usul pernyataan-pendapat atau usul lain, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, harus disampaikan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, disertai penjeleasan tertulis.

(3) Dalam rapat yang berikut Ketua memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya usul tersebut.

Pasal 93.

Setelah oleh Sekretariat diberi nomor pokok dan nomor surat, usul termaksud dalam pasal 92 diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan dikirimkan kepada Presiden.

Pasal 94.

(l) Panitia Permusyawaratan menetapkan hari dan waktu pembicaraan dalam rapat pleno mengenai usul pernyataan-pendapat atau usul lain itu.

(2) Dalam rapat pleno yang telah ditetapkan di atas, pertama-tama para pengusul diberi kesempatan memberikan penjelasan dengan lisan atas usul pernyataan-pendapat atau usul lain itu.

(3) Pembicaraan mengenai sesuatu usul pernyataan-pendapat atau usul lain dilakukan dalam dua babak pembicaraan, dengan memberikan kesempatan kepada:

  1. Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat lainnya untuk memberikan pemandangannya;
  2. Presiden untuk menyatakan pendapatnya.

Baik dalam rangka babak pembicaraan yang pertama maupun dalam babak yang terakhir, para pengusul memberikan jawaban atas pemandangan para anggota dan Presiden.

Pasal 95.

(1) Sebelum perundingan diadakan ten tang rumusan usul, oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota dapat diajukan usul amandemen.

(2) Usul amandemen, yang ditanda-tangani oleh para pengusul dan disertai penjelasan singkat, disampaikan secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal.

(3) Usul amandemen tersebut hanya dapat mengubah rumusan usul pernyataan-pendapat/usul lain kalau disetujui oleh pengusul pernyataan-pendapat/usul lain itu.

Pasal 96.

Pembicaraan ditutup dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat menerima baik atau menolak usul pernyataan-pendapat atau usul lain tersebut.

BAB VII.

TENTANG PERSIDANGAN DAN RAPAT-RAPAT PLENO

§ 1. Persidangan

Pasal 97.

(1) Tahun-sidang Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada tanggal 15 Agustus dan berakhir pada tanggal 14 Agustus tahun berikutnya.

(2) Tahun-sidang dibagi atas empat masa-persidangan.

(3) Pada hari permulaan tahun-sidang Presiden memberikan Amanatnya di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat, sebagai pengantar Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara mengenai tahun dinas yang akan datang.

Pasal 98.

Waktu masa-masa-persidangan ditetapkan oleh Panitia Permusyawaratan, dengan ketentuan bahwa :

  1. masa-persidangan pertama diperuntukkan terutama buat menyelesaikan Rancangan Anggaran Belanja Negara tahun dinas berikutnya.
  2. masa-persidangan terakhir diperuntukkan terutama buat menyelesaikan segala perubahan Anggaran Belanja Negara tahun dinas yang sedang berjalan.

Pasal 99.

(1) Persidangan luar biasa di luar masa-masa persidangan termaksud dalam pasal 98 dapat diadakan, jika dikehendaki oleh :

  1. Presiden;
  2. Ketua, dengan persetujuan Panitia Permusyawaratan;
  3. sepersepuluh dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang menentukan quorum.
(2) Dalam hal-hal yang dimaksud pada ayat 1 huruf a, b dan c Ketua segera mengundang anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk menghadiri persidangan luar biasa.

§ 2. Ketentuan umum tentang rapat-rapat.

Pasal 100.

(1) Ketua Dewan Perwakilan Rakyat membuka dan menutup rapat-rapat pleno.

(2) Waktu-waktu rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat ialah:

a.pagi: mulai jam 09.00 sampai jam 14.00 pada hari-hari kerja biasa dan mulai jam 08.30 sampai jam 11.30 pada hari Jum'at;

b. malam: mulai jam 19.30 sampai jam 23.00.

(3) Jika perlu Ketua, Panitia Permusyawaratan atau Dewan Perwakilan Rakyat dapat menentukan waktu-waktu lain.

Pasal 101.

(1) Sebelum menghadiri rapat setiap anggota menanda-tangani daftar hadir.

(2) Apabila daftar hadir telah ditanda-tangani oleh lebih dari separoh jumlah anggota-sidang, maka Ketua membuka rapat.

Pasal 102.

(1) Jika pada waktu yang telah ditetapkan untuk pembukaan rapat jumlah anggota yang diperlukan belum juga tercapai, makaKetua membuka pertemuan. Ketua menyuruh Sekretaris mengumumkan nama dan fraksi dari anggota-anggota yang tidak hadir. Ia dapat juga menyuruh mengumumkan surat-surat masuk.

(2) Kemudian rapat diundurkan oleh Ketua selambat-lambatnya satu jam,

(3) Jika pada akhir waktu pengunduran yang dimaksud dalam ayat 2 belum juga tercapai quorum, maka Ketua membuka pertemuan untuk kedua kalinya. Ketua menyuruh Sekretaris mengumumkan nama dan fraksi dari anggota-anggota yang tidak hadir, serta menyatakan, bahwa rapt tidak dilangsungkan.

(4) Dalam hal yang dimaksud dalam ayat 3 Panitia Permusyawaratan menetapkan lebih lanjut bilamana rapat akan diadakan, kecuali kalau dalam acara rapat-rapat yang sedang berlaku telah disediakan waktu untuk membicarakan pokok pembicaraan yang bersangkutan.

Pasal 103.

(1) Sesudah rapat dibuka, Sekretaris memberitahukan surat-surat masuk sejak rapat yang terakhir, kecuali surat-surat yang mengenai urusan rumah tangga Dewan Perwakilan rakyat.

(2) Surat-surat, baik yang diterima dari Presiden maupun dari pihak lain, dibacakan dalam rapat, apabila dianggap perlu oleh Ketua atau oleh Dewan Perwakilan Rakyat, setelah mendengarkan pemberitahuan yang dimaksud dalam ayat 1.

§ 3. Perundingan

Pasal 104.

(1) Anggota berbicara di tempat yang disediakan untuk itu, setelah mendapat ijin dari Ketua.

(2) Pembicara tidak boleh diganggu selama ia berbicara.

Pasal 105.

(1) Pembicaraan mengenai sesuatu soal dilakukan dalam dua babak, kecuali apabila Dewan Perwakilan Rakyat menentukan lain.

(2) Dalam babak kedua dan selanjutnya, jika diadakan lebih dari dua babak, yang boleh berbicara hanya anggota-anggota yang telah minta berbicara dalam babak pertama atau anggota sefraksinya, yang dimaksud dalam pasal 108 ayat 3.

Pasal 106.

(1) Pada permulaan atau selama perundingan tentang suatu soal Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengadakan ketentuan mengenai lamanya pidato para anggota.

(2) Bilamana pembicara melampaui batas waktu yang telah ditetapkan, Ketua memperingatkan pembicara supaya mengakhiri pidatonya. Pembicara memenuhi permintaan itu.

Pasal 107.

(1) Untuk kepentingan perundingan Ketua dapat menetapkan, bahwa sebelum perundingan mengenai sesuatu hal dimulai, para pembicara mencatatkan nama terlebih dahulu dalam waktu yang ditetapkan oleh Ketua.

(2) Pencatatan nama itu dapat juga dilakukan oleh Pengurus Fraksi yang bersangkutan atas nama para pembicara.

(3) Sesudah waktu yang ditetapkan itu lewat, anggota yang belum mencatatkan namanya sebagai dimaksud dalam ayat 1 pasal ini tidak berhak untuk ikut berbicara mengenai hal yang termaksud dalam ayat tersebut, kecuali jika menurut pendapat Ketua ada alasan-alasan yang dapat diterima.

Pasal 108.

(1) Giliran berbicara diberikan menurut urutan permintaan.

(2) Untuk kepentingan perundingan Ketua dapat mengadakan penyimpangan dari urutan berbicara termaksud dalam ayat 1.

(3) Seorang anggota yang berhalangan pada waktu mendapat giliran berbicara, dapat diganti oleh seorang anggota sefraksinya sebagai pembicara. Jika tidak ada anggota sefraksi yang menggantikan anggota tersebut, maka giliran berbicara hilang.

Pasal 109.

Dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam pasal 111 dan pasal 112 setiap waktu dapat diberikan kesempatan berbicara kepada anggota untuk :

  1. minta penjelasan tentang duduknya perkara sebenarnya mengenai soal yang sedang dibicarakan;
  2. mengajukan usul procedure mengenai soal yang sedang dibicarakan;
  3. memperingatkan kepada rapat, bahwa procedure pembicaraan menyimpang atau bertentangan dengan Peraturan Tata-Tertib;
  4. menjawab soal-soal perseorangan mengenai diri sendiri;
  5. menunda perundingan.

Pasal 110.

Agar supaya dapat menjadi pokok perundingan, maka suatu usul procedure mengenai soal yang sedang dibicarakan dan usul menunda perundingan, sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 109 huruf b dan e, harus disokong oleh sekurang-kurangnya empat anggota yang hadir, terkecuali bila usul itu diajukan oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 111.

(1) Seorang pembicara yang diberi kesempatan untuk berbicara mengenai salah satu hal tersebut dalam pasal 109 tidak boleh melebihi waktu sepuluh menit masing-masing.

(2) Terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 109 huruf a dan d tidak diadakan perdebatan.

(3) Sebelum rapat melanjutkan perundingan mengenai soal-soal yang menjadi acara rapat hari itu, jika perlu diadakan pemungutan suara terhadap pembicaraan mengenai hal-hal tersebut dalam pasal 109 huruf b, c dan e.

Pasal 112

(1) Penyimpangan dari pokok pembicaraan, kecuali dalam hal-hal tersebut dalam pasal 109, tidak diperkenankan.

(2) Apabila seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicaraan, maka Ketua memperingatkan dan meminta, pembicara supaya kembali kepada pokok pembicaraan.

Pasal 113.

(1) Apabila seorang pembicara dalam rapat mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak layak, mengganggu ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sah, maka Ketua memberi nasehat dan memperingatkan, supaya pembicaraan tertib kembali.

(2) Dalam hal demikian Ketua memberi kesempatan kepada pembicara yang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan-perkataan yang menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia mempergunakan kesempatan ini, maka perkataan-perkataan tersebut tidak dimuat dalam risalah resmi tentang perundingan itu.

(3) Ketentuan-ketentuan yang tersebut dalam ayat 1 berlaku juga bagi anggota-anggota lain.

Pasal 114.

(1) Apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Ketua yang tersebut dalam pasal-pasal 112 ayat 2 dan 113 ayat 1 atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut di atas, maka Ketua dapat melarangnya meneruskan pembicaraannya.

(2) Jika dianggap perlu Ketua dapat melarang pembicara yang dimaksud dalam ayat 1 terus menghadiri rapat yang merundingkan soal yang bersangkutan.

(3) Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima keputusan Ketua yang dimaksud dalam ayat 2 di atas, ia dapat mengajukan persoalannya kepada rapat. Untuk itu ia diperbolehkan berbicara selama-lamanya sepuluh menit dan tanpa perdebatan rapat terus mengambil keputusan.

Pasal 115.

(1) Setelah diperingatkan untuk kedua kalinya. Ketua dapat melarang anggota-anggota yang melakukan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 113 ayat 1 untuk terus menghadiri rapat.

(2) Ketentuan yang termuat dalam pasal 114 ayat 3 berlaku juga dalam hal yang termaksud dalam ayat 1 di atas.

Pasal 116.

(1) Anggota, yang baginya berlak.u ketentuan dalam pasal 114, ayat 2 dan pasal 115 ayat 1, diharuskan dengan segera keluar dari Ruangan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Yang dimaksud dengan Ruangan-Sidang tersebut dalam ayat 1 ialah ruangan rapat pleno termasuk ruangan untuk umum, undangan dan tetamu lainnya.

(3) Jika anggota, yang baginya berlaku ketentuan dalam pasal 114 ayat 2 dan pasal 115 ayat 1 memasuki Ruangan-Sidang Dewan Perwakilan Rakyat, maka Ketua berkewajiban untuk menyuruh anggota itu meninggalkan Ruangan-Sidang apabila ia tidak mengindahkan perintah itu, maka atas perintah Ketua ia dapat dikeluarkan dengan paksa.

Pasal 117.

(1) Apabila Ketua menganggap perlu, maka ia boleh menunda rapat.

(2) Lamanya penundaan tidak boleh melebihi waktu duabelas jam.

Pasal 118.

Perundingan tentang suatu usul berupa rancangan undang-undang dan usu! pernyataan-pendapat dilakukan dalam dua bagian:

a. pemandangan umum mengenai rancangan undang-undang atau usul pemyataan-pendapat seluruhnya;

b, pembicaraan pasal demi pasal daripada rancangan undang-undang atau pembicaraan redaksi rancangan pernyataan-pendapat.

Pasal 119.

(1) Pada pemandangan umum tentang suatu pokok pembicaraan hanya dibicarakan tujuan umum dan garis besar pokok pembicaraan itu.

(2) Jika perlu Dewan Perwakilan Rakyat dapat juga mengadakan perundingan tersendiri mengenai bagian-bagian dari sesuatu pokok pembicaraan.

Pasal 120.

{1) Pembicaraan pasal demi pasal dilakukan sedemikian rupa, sehingga pada tiap-tiap pasal diperbincangkan usul-usul amandemen yang bersangkutan, kecuali jika isinya atau hubungannya dengan pasal-pasal lain atau usul amandemen itu memerlukan aturan lain.

(2) Jika sesuatu pasal terdiri dari berbagai ayat atau kalimat, maka pembicaraan tentang pasal itu dapat dibagi-bagi menurut adanya kalimat-kalimat atau ayat-ayat itu.

Pasal 121.

(1) Apabila Ketua berpendapat, bahwa sesuatu pokok pembicaraan telah cukup ditinjau, maka ia mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat supaya perundingan ditutup. Usul ini diputuskan tanpa perdebatan.

(2) Penutupan perundingan dapat pula diusulkan oleh paling sedikit lima orang anggota yang hadir dalam ruangan rapat.

(3) Ketua dapat mengijinkan, bahwa seorang anggota, setclah perundingan ditutup , memberikan keterangan singkat dalam waktu yang dibatasi oleh Ketua.

(4) Sesudah perundingan ditutup atau, dalam hal yang dimaksud dalam pasal 3, sesudah anggota tersebut memberikan keterangan singkat, Dewan Perwakilan Rakyat mengambil keputusan mengenai pokok pembicaraan yang bersangkutan. Jika tidak perlu diambil sesuatu kekeputusan, Ketua menyatakan bahwa perundingan telah selesai.

§ 4. Risalah Perundingan Resmi.

Pasal 122.

Mengenai setiap rapat terbuka dibuat Risalah Perundingan Resmi, yakni laporan tulisan-cepat yang selain daripada semua pengumuman dan perundingan yang telah dilakukan dalam rapat, memuat juga:

  1. acara rapat;
  2. nama anggota yang telah menanda-tangani daftar hadir yang dimaksud dalam pasal 101 ;
  3. nama-nama Wakil Pemerintah;
  4. nama-nama anggota yang dalam pemungutan suara menyatakan setuju atau tidak setuju, dalam hal diadakan pemungutan suara dengan memanggil nama seorang demi seorang.

Pasal 123.

Sesudah rapat selesai, maka selekas-lekasnya kepada anggota, demikian pula kepada Wakil-wakil Pemerintah yang bersangkutan, dikirimkan Risalah Perundingan Resmi Sementara.

Pasal 124.

(1) Dalam tempo empat hari setiap anggota dan Wakil Pemerintah mendapat kesempatan untuk mengadakan perubahan dalam bagian risalah yang memuat pidatonya, tanpa mengubah maksud pidatonya.

(2) Sesudah tempo yang dimaksud dalam ayat 1 lewat, maka Risalah Perundingan Resmi selekas-lekasnya ditetapkan oleh Ketua.

(3) Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan, apabila timbul perselisihan tentang isi Risalah Perundingan Resmi.

§ 5. Rapat tertutup.

Pasal 125.

Atas keputusan Panitia Permusyawaratan dapat diadakan rapat tertutup Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 126.

(1) Pada waktu rapat terbuka, pintu-pintu Ruangan-Sidang dapat ditutup, jika Ketua menimbangnya perlu atau sekurang-kurangnya sepuluh anggota meminta hal itu.

(2) Sesudah pintu-pintu ditutup, rapat memutuskan, apakah permusyawaratan selanjutnya dilakukan dalam rapat tertutup.

(3) Hal-hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup dapat juga diputuskan dengan pintu tertutup.

Pasal 127.

(1) Pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup adalah tidak untuk diumumkan, kecuali jika rapat memutuskan untuk mengumumkan seluruhnya atau sebagiannya.

(2) Atas usul Ketua, Wakil Pemerintah atau sekurang-kurangnya sepuluh anggota yang hadir dalam ruangan rapat, rapat dapat memutuskan, bahwa pembicaraan-pembicaraan dalam rapat tertutup bersifat rahasia.

(3) Penghapusan sifat rahasia itu dapat dilakukan terhadap seluruh atau sebagian pembicaraan-pembicaraan.

(4) Rahasia itu harus dipegang oleh semua orang yang hadir dalam rapat tertutup itu, demikian juga oleh mereka yang berhubung dengan pekerjaannya kemudian mengetahui apa yang dibicarakan itu.

Pasal 128.

(1) Mengenai rapat tertutup dibuat laporan tulisan-cepat atau hanyalah laporan singkat tentang perundingan yang dilakukan.

(2) Di atas laporan itu harus dicantumkan dengan jelas pernyataan mengenai sifat rapat, yaitu:

a. "Hanya untuk yang diundang" untuk rapat tertutup pada umumnya.

b. "Rahasia" untuk rapat tertutup yang dimaksudkan dalam pasal 127 ayat 2.

(2) Dewan Perwakilan Rakyat dapat memutuskan, bahwa sesuatu hal yang dibicarakan dalam rapat tertutup tidak dimasukkan dalam laporan.

§ 6. Presiden dan Menteri-menteri sebagai

pembantunya.

Pasal 129.

(1) Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengundang Presiden dan Menteri untuk menghadiri rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Apabila Presiden berhalangan hadir, maka ia diwakili oleh Menteri Negara yang bersangkutan sebagai pembantunya.

Pasal 130.

Tanpa mendapat undangan, para Menteri dapat pula mengunjungi rapat-rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 131.

(1) Presiden dan para Menteri mempunyai tempat duduk yang tertentu dalam Ruangan-Sidang Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua mempersilahkan Presiden atau Menteri berbicara apabila dan setiap kali ia menghendakinya.

§ 7. Cara mengambil keputusan

A. Mengenai soal.

Pasal 132.

(1) Keputusan sedapat mungkin diambil dengan suara bulat, tanpa pemungutan suara.

(2) Jika keputusan tidak dapat diambil dengan suara bulat, maka atas usul Ketua atau lima orang anggota rapat ditunda untuk mengadakan perundingan di dalam Panitia Permusyawaratan.

(3) Jika dalam rapat Panitia Permusyawaratan ternyata tidak dapat dicapai kata-sepakat, maka sepuluh orang anggota dapat mengusulkan supaya Dewan Perwakilan Rakyat mengambil keputusan dengan jumlah suara terbanyak mutlak menurut ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal yang berikut.

Pasal 133.

Sebelum pemungutan suara dimulai, anggota diberi kesempatan untuk mengajukan alasan terhadap suara yang akan dikeluarkannya.

Pasal 134.

(1) Pemungutan suara dilakukan dengan memanggil nama anggota seorang demi seorang, apabila Ketua atau lima orang anggota menghendakinya. Dalam hal demikian, maka terlebih dulu ditetapkan dengan undian pada nomor mana dalam daftar hadir panggilan nama itu akan dimulai seterusnya panggilan nama itu dilakukan menurut daftar hadir. Ketua memberikan suaranya paling akhir.

(2} Pada waktu nama seorang demi seorang dipanggil; maka setiap anggota memberikan suaranya dengan lisan, yakni dengan perkataan "setuju" atau "tidak setuju", dengan tiada tambahan kata lain.

Pasal 135.

(1) Apabila Ketua tidak menghendaki atau tidak ada lima orang anggota yang menghendaki pemungutan suara dengan memanggil nama seorang demi seorang, maka pemungutan suara dilakukan dengan berdiri.

(2) Mereka yang tetap duduk, baik dalam panggilan "setuju"; maupun dalam panggilan "tidak setuju", dianggap tidak mengeluarkan suara.

(3) Apabila dalam hal itu terdapat keragu-raguan tentang hasil pemungutan suara, maka atas permintaan Ketua atau lima orang anggota, hasil itu ditetapkan lagi dalam pemungutan suara dengan memanggil nama anggota seorang demi seorang.

(4) Apabila diadakan pemungutan suara dengan berdiri, maka setiap anggota berhak untuk minta dicatat, bahwa ia dianggap tidak setuju, dengan tiada megemukakan alasan-alasan.

Pasal 136.

(1) Jika suara yang dikeluarkan separoh dari jumlah anggota-sidang atau kurang; maka keputusan adalah sah, apabila jurnlah suara "setuju" atau "tidak setuju" merupakan jumlah terbanyak mutlak daripada separoh jumlah anggota-sidang atau melebihi jumlah seperempat dari jumlah anggota-sidang.

(2) Apabila pemungutan suara tidak menghasilkan keputusan yang sah, karena jumlah yang "setuju" atau tidak "setuju" tidak mencapai jumlah yang melebihi jumlah seperempat dari jumlah anggota-sidang, maka usul yang bersangkutan dianggap ditolak.

(4) Jika pada pemungutan suara ulangan yang dimaksud dalam ayat 2 jumlah suara yang "setuju" dan yang "tidak setuju" sama banyaknya, maka usul itu dianggap ditolak juga.

Pasal 137.

(1) Apabila pada waktu mengambil keputusan, jumlah suara sama banyaknya, sedang rapat itu lengkap anggotanya, maka usul yang bersangkutan dianggap ditolak.

(2) Jika rapat itu tidak lengkap, keputusan ditangguhkan sampai rapat yang berikut.

Apabila jumlah suara sama banyaknva lagi, maka usul itu dianggap ditolak.

B. Mengenai orang.

Pasal 138.

Kecuali jika Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan lain, setiap keputusan mengenai orang diambil dengan tertulis, menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal-pasal 7 sampai 12.

§ 8. Cara mengubah acara rapat-rapat yang
sudah ditetapkan.

Pasal 139.

Acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Panitia Permusyawaratan segera diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat, selambat-lambatnya seminggu sebelum acara tersebut mulai berlaku.

Pasal 140.

Usul-usul perubahan mengenai acara rapat-rapat yang sudah ditetapkan oleh Panitia Permusyawaratan, baik berupa perubahan waktu dan/atau pokok-pokok pembicaraan, maupun yang menghendaki supaya pokok-pokok pembicaraan baru dimasukkan kedalam acara, disampaikan dengan tertulis kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal yang berhalangan ini harus disebutkan pokok pembicaraan yang diusulkan untuk dimasukkan kedalam acara dan waktu yang diminta disediakan dalam acara untuk membicarakan pokok tersebut.

Pasal 141.

(1) Usul perubahan itu harus ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya lima orang anggota atau oleh Ketua Komisi dalam hal usul perubahan diajukan oleh sesuatu Komisi.

(2) Usul perubahan itu harus diajukan selambat-lambatnya dua hari sebelum acara rapat-rapat yang bersangkutan mulai berlaku.

Pasal 142.

(1) Pada hari mulai berlakunya acara rapat-rapat dibicarakan usul-usul perubahan acara yang masuk dalam waktu yang telah ditentukan, termaksud dalam pasal 141 ayat 2.

(2) Apabila ternyata tidak ada usul-usul masuk dalam waktu yang ditentukan itu, maka acara rapat-rapat yang telah ditetapkan oleh Panitia Permusyawaratan berlaku terus.

Pasal 143.

(1) Sesudah waktu yang ditentukan itu lewat, maka usul perubahan mengenai acara yang telah ditetapkan hanya dapat diajukan kepada Panitia Permusyawaratan dengan tertulis oleh lima orang anggota, dengan menyebut hari-hari mana dan pokok-pokok pembicaraan mana yang perlu diubah.

(2) Panitia Permusyawaratan memutuskan, apakah usul perubahan itu disetujui atau tidak.

(3) Dalam hal usul itu disetujui oleh Panitia Permusyawaratan, maka keputusan Panitia Permusyawaratan itu diumumkan kepada segenap anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(4) Apabila ditolak oleh Panitia Permusyawaratan, maka atas permintaan para pengusul, yang jumlahnya diperbesar menjadi sepersepuluh jumlah anggota-anggota, usul perubahan acara itu dibicarakan dalam rapat pleno berikutnya, dengan ketentuan bahwa jika dalam waktu seminggu setelah penolakan usul itu tidak terdapat rapat pleno dalam acara rapat-rapat, atas penetapan Panitia Permusyawaratan diadakan rapat pleno khusus untuk membicarakan usul perubahan acara itu.

Pasal 144.

(1) Dalam keadaan yang mendesak, maka dalam rapat pleno yang sedang berlangsung dapat diajukan usul perubahan acara oleh:

a. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat;

b. Panitia Permusyawaratan;

c. Presiden;

d. sepersepuluh anggota-sidang.

(2) Rapat segera mengambil keputusan tentang usul itu.

§ 9. Peninjau.

Pasal 145

(1) Para peninjau harus mentaati segala ketentuan mengenai ketertiban yang diadakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Para peninjau dilarang menyatakan tanda setuju atau tidak setujunya, baik dengan perkataan maupun dengan cara lain.

(3) Para peninjau dilarang pula memasuki ruangan rapat pleno.

Pasal 146

(1) Ketua menjaga, supaya ketentuan-ketentuan dalam pasal 145 diperhatikan dan memelihara suasana yang tertib.

(2) Apabila ketentuan-ketentuan itu dilanggar, maka Ketua dapat memerintahkan para peninjau yang mengganggu ketertiban untuk meninggalkan Ruangan-Sidang.

(3) Ketua berhak untuk mengeluarkan peninjau-peninjau yang tidak mengindahkan perintah itu dengan paksa, kalau perlu dengan bantuan polisi.

(4) Dalam hal termaksud dalam ayat 2 Ketua dapat juga menutup rapat.

BAB VIII.
TENTANG SURAT-SURAT MASUK

Pasal 147.

(1) Ketua menentukan apa yang harus diperbuat dengan surat-surat masuk dan/atau meneruskannya kepada Komisi-komisi atau Panitia-panitia yang bersangkutan, kecuali apabila Dewan Perwakilan Rakyat mengenai sesuatu surat menentukan lain.

(2) Mengenai surat-surat yang diteruskan kepada Komisi, oleh Panitera Komisi dibuat daftar, yang memuat dengan singkat isi surat-surat itu.

(3) Salinan daftar surat-surat termaksud dalam ayat 2 disampaikan kepada semua anggota Komisi untuk diketahui.

(4) Ketua Komisi dan Wakil-wakil Ketua Komisi memeriksa surat-surat dan menetapkan, bagaimana cara menyelesaikannya, dengan pengertian, bahwa Ketua dan Wakil-wakil Ketua Komisi berhak menyuruh simpan surat-surat yang tidak perlu diselesaikan.

(5) Ketetapan tentang cara menyelesaikan surat-surat itu dibubuhkan dalam daftar surat-surat asli, yang ada pada Panitera Komisi dan tersedia bagi para anggota Komisi untuk diperiksa.

(6) Surat-surat yang menurut anggapan Ketua atau Wakil Ketua Komisi memuat soal yang penting, diajukan oleh Ketua Komisi dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditetapkan cara menyelesaikannya.

(7) Anggota-anggota Komisi, setelah memeriksa daftar surat-surat termaksud dalam ayat 3 dan/atau asli daftar tersebut yang dimaksud dalam ayat 2, dapat juga mengusulkan, supaya surat-surat yang menurut anggapan mereka memuat-soal-soal yang penting, diajukan dalam rapat Komisi untuk dirundingkan dan ditetapkan cara penyelesaiannya.

Pasal 148.

(1) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat berpendapat, bahwa tentang sesuatu hal yang termuat dalam surat-surat masuk perlu diadakan pemeriksaan, maka hal itu diserahkan kepada suatu Komisi atau Panitia Khusus untuk diperiksa.

Komisi atau Panitera Khusus itu kemudian menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat laporan tertulis, yang memuat juga usul mengenai penyelesaian hal itu.

(2)Laporan itu harus selesai dalam waktu yang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Sesudah selesai, maka laporan itu oleh Sekretaris diberi nomor pokok dan nomor surat, diperbanyak serta dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan kemudian dibicarakan dalam rapat pleno.

Pasal 149.

(1) Apabila Komisi atau Panitia Khusus tidak dapat menyelesaikan pemeriksaannya dalam waktu yang telah ditetapkan, maka atas permintaannya waktu itu dapat diperpanjang oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau oleh Ketua apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak bersidang.

(2) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat atau Ketua memutuskan tidak akan memperpanjang waktu tersebut, maka Dewan Perwakilan Rakyat dapat membebaskan Komisi yang bersangkutan dari kewajibannya atau membubarkan Panitia Khusus itu dan mengangkat lagi Panitia Khusus baru atau menjalankan usaha lain.

Pasal 150.

Setelah perundingan-perundingan tentang hal. dan usul yang dimaksud dalam pasal 148 selesai, maka jika perlu diadakan pemungutan

suara untuk itu berlaku ketentuan-ketentuan tentang pemungutan suara dan tentang usul-usul amandemen.

BAB IX
TENTANG FRAKSI-FRAKSI

Pasal 151.

(1) Suatu Fraksi adalah gabungan anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang separtai/segolongan atau bersamaan azas-tujuan politiknya dapat menggabungkan diri dalam suatu fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Seorang anggota tidak boleh masuk dalam lebih dari satu fraksi.

Pasal 152.

(1) Segera setelah suatu fraksi terbentuk, Pengurusnya memberitahukan hal itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat, disertai susunan anggota-anggota serta programnya.

(2) Tiap-tiap perubahan dalam susunan Pengurus dan anggota-anggota sesuatu Fraksi diberitahukan pula kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 153.

(1) Fraksi-fraksi menyampaikan pertimbangan-pertimbangan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat mengenai semua hal yang dianggapnya perlu atau yang dianggap perlu oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Ketua dapat mengundang para Ketua Fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan pertemuan untuk keperluan termaksud dalam ayat 1.

Pasal 154.

Dalam melakukan tugasnya sebagai pimpinan fraksi, Ketua fraksi atau wakilnya mendapat bantuan dari Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat.

BAB X.
KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP.

Pasal 155.

(1) Usul perubahan mengenai Peraturan Tata-tertib ini hanya dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya sepersepuluh anggota-sidang.

(2) Usul perubahan terrnaksud dalam ayat 1, yang ditanda-tangani oleh para pengusul dan disertai penjelasan disampaikan kepada Panitia Permusyawaratan.

(3) Dalam rapat yang berikut Ketua memberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat tentang masuknya usul perubahan itu.

Pasal 156.

Setelah diberi nomor pokok dan nomor surat oleh Sekretariat, usul perubahan yang dimaksud dalam pasal 155 diperbanyak dan dibagikan kepada para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 157.

Panitia Permusyawaratan meneruskan usul penibahan tersebut dengan disertai pertimbangannya kepada rapat pleno Dewan Perwakilan Rakyat, yang kemudian memutuskan, apakah usul itu dapat disetujui seluruhnya, disetujui dengan perubahan ataupun ditolak.

Pasal 158.

Semua hal yang tidak diatur dalam peraturan ini diputuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.


Ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
dalam rapat pleno terbuka ke-4
pada tanggal 9 Oktober 1959.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat,
SARTONO S.H.


Sekretaris I,
SUMARSONO PRINGGODIREDJO SH.