Lompat ke isi

Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI

NOMOR 31 TAHUN 2006

TENTANG

PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,


Menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 2 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pembentukan, Penghapusan dan
Penggabungan Kelurahan;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 44 37) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-
Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548);

2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 155 Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor 4588);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165 (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503);

MEMUTUSKAN:


Menetapkan : PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
2. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan daerah Kota.
3. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.
4. Lurah adalah kepala kelurahan.
5. Pembentukan Kelurahan adalah penggabungan beberapa Kelurahan, atau bagian Kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari satu Kelurahan menjadi dua Kelurahan atau lebih, atau pembentukan Kelurahan di luar Kelurahan yang telah ada.
6. Penghapusan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Kelurahan yang ada.

BAB II

PEMBENTUKAN
Bagian Kesatu
Tujuan

Pasal 2


Kelurahan dibentuk untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, melaksanakan fungsi pemerintahan, dan pemberdayaan masyarakat dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Bagian Kedua

Tatacara Pembentukan

Pasal 3


(1) Kelurahan dibentuk di kawasan perkotaan dan atau di wilayah ibukota Kabupaten/Kota dan Kecamatan.
(2) Pembentukan kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penggabungan beberapa Kelurahan atau bagian Kelurahan yang bersandingan atau pemekaran dari 1 (satu) kelurahan menjadi 2 (dua) Kelurahan atau lebih.

Bagian Ketiga

Syarat-syarat pembentukan

Pasal 4


Pembentukan Kelurahan sekurang-kurangnya memenuhi syarat:
a. jumlah penduduk;
b. luas wilayah;
c. bagian wilayah kerja; dan
d. sarana dan prasarana pemerintahan.

Pasal 5


(1) Jumlah penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a yaitu :
a. Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 KK;
b. Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 KK; dan
c. Wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 900 jiwa atau 180 KK.

(2) Luas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b yaitu :
a. Jawa dan Bali paling sedikit 3 Km2;
b. Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 5 Km2; dan
c. Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua paling sedikit 7 Km2.

(3) Bagian wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c adalah wilayah yang dapat dijangkau dalam meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat.

(4) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d yaitu :
a. memiliki kantor pemerintahan;
b. memiliki jaringan perhubungan yang lancar;
c. sarana komunikasi yang memadai; dan
d. fasilitas umum yang memadai.

Pasal 6


Pemekaran dari 1 (satu) Kelurahan menjadi 2 (dua) Kelurahan atau lebih dapat dilakukan setelah mencapai paling sedikit 5 (lima) tahun penyelenggaraan pemerintahan di Kelurahan.

Bagian Keempat

Penghapusan dan Penggabungan

Pasal 7


(1) Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dapat dihapus atau digabung;
(2) Penghapusan dan penggabungan Kelurahan dilakukan berdasarkan hasil penelitian dan pengkajian yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.

Pasal 8

(1) Pembentukan, penghapusan atau penggabungan Kelurahan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat ketentuan :
a. Tujuan;
b. Syarat;
c. Mekanisme; dan
d. Pembiayaan.

BAB III

PEMBIAYAAN

Pasal 9


Pembiayaan pembentukan, penghapusan dan penggabungan Kelurahan dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 10


(1) Pembinaan dan pengawasan pembentukan, penghapusan, dan penggabungan Kelurahan dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi.

BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 11


Khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta karena kedudukannya sebagai ibukota Negara Republik Indonesia, pembentukan, penghapusan dan penggabungan Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi.

Pasal 12


Penghapusan Kelurahan di Provinsi Aceh dilaksanakan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13


Pada saat berlakunya Peraturan ini, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tabun 1999 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Pembentukan Kelurahan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 14


Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Oktober 2006
MENTERI DALAM NEGERI,
ttd
H. MOH. MA’RUF, SE