Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 05/PMK/2004
PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NOMOR: 05/PMK/2004
TENTANG
PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL
PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa terhadap penetapan hasil Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden dapat diajukan keberatan
kepada Mahkamah Konstitusi;
b. bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mengatur lebih lanjut
hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran pelaksanaan
tugas dan wewenangnya;
c. bahwa perlu penyempurnaan Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 04/PMK/2004 Tentang Pedoman
Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum
sepanjang yang berkaitan dengan Pemilihan Umum
Presiden dan Wakil Presiden;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan a, b, dan c perlu
ditetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi tentang
Prosedur Pengajuan Keberatan Atas Penetapan Hasil
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; Tahun
2004;
Mengingat :
1. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Pasal 68 dan 85 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003
Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4311);
3. Pasal 10 ayat (1), Pasal 28 sampai dengan 49, Pasal 74
smpai dengan Pasal 79, dan Pasal 86 Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4316);
4. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/PMK/2004
Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil
Pemilihan Umum;
5. Keputusan Komisi Pemilihan Umum:
a. Nomor 27 Tahun 2004 tanggal 15 April 2004;
b. Nomor 36 Tahun 2004 tanggal 22 Mei 2004;
c. Nomor 37 Tahun 2004 tanggal 26 Mei 2004;
d. Nomor 38 Tahun 2004 tanggal 26 Mei 2004;
Memperhatikan :
Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 28 Juni 2004;
MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PROSEDUR PENGAJUAN KEBERATAN ATAS PENETAPAN HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004.
BAB
I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Presiden adalah Presiden Republik Indonesia.
2. Wakil Presiden adalah Wakil Presiden Republik Indonesia.
3. MPR adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
4. Mahkamah adalah Mahkamah Konstitusi Republik <st1:country-region w:st="on">Indonesia.
5. Pemilu adalah Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
6. KPU adalah Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden.
7. Pasangan Calon adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Peserta
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan KPU No. 36 Tahun 2004 tanggal 22 Mei 2004 Tentang Penetapan
Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Menjadi Perserta Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004.
8. Panwaslu adalah Panitia Pengawas Pemilu.
Pasal 2
Peradilan atas keberatan terhadap penetapan hasil Pemilu bersifat cepat dan
sederhana, serta merupakan peradilan pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final.
BAB II
PARA PIHAK DALAM PERSELISIHAN
Pasal 3
Para pihak dalam perselisihan atau keberatan atas penetapan hasil Pemilu
adalah:
a. Pasangan Calon sebagai Pemohon.
b. KPU sebagai Termohon.
BAB III
MATERI KEBERATAN
Pasal 4
(1) Materi keberatan adalah penetapan hasil Pemilu yang diumumkan secara
nasional oleh KPU.
(2) Materi keberatan tersebut dalam ayat (1) hanya terhadap hasil
penghitungan suara yang mempengaruhi:
a. Penentuan Pasangan Calon yang masuk pada putaran kedua Pemilu,
atau
b. Terpilihnya Pasangan Calon sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
BAB IV
TENGGAT WAKTU
Pasal 5
(1) Tenggat waktu untuk mengajukan keberatan atas penetapan Hasil Pemilu
paling lambat 3X24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah penetapan hasil
Pemilu yang diumumkan secara nasional oleh KPU.
(2) Tenggat
waktu putusan Mahkamah paling lambat 14 (empat belas) hari sejak permohonan keberatan diterima dan diregistrasi oleh Panitera Mahkamah.
BAB
V
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
Pasal 6
(1) Pengajuan keberatan dilakukan dalam bentuk Permohonan kepada
Mahkamah.
(2) Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak 12
(dua belas) rangkap yang ditandatangani oleh Pasangan Calon atau Kuasa
Hukumnya yang mendapatkan Surat Kuasa Khusus dari Pasangan Calon.
(3) Permohonan sekurang-kurangnya memuat:
a. Identitas lengkap Pemohon yang dilampiri fotokopi KTP dan bukti sebagai
peserta Pemilu;
b. Uraian yang jelas mengenai:
1) kesalahan hasil penghitungan suara yang diumumkan oleh KPU dan
hasil penghitungan yang benar menurut Pemohon;
2) permintaan untuk membatalkan hasil penghitungan suara yang
diumumkan oleh KPU dan menetapkan hasil penghitungan suara yang
benar menurut Pemohon.
(4) Permohonan diajukan disertai dengan alat bukti yang mendukung.
BAB VI
REGISTRASI PERKARA DAN PENJADWALAN SIDANG
Pasal 7
(1) Panitera memeriksa persyaratan dan kelengkapan Permohonan.
(2) Panitera mencatat permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi syarat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK).
(3) Panitera memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk melakukan
perbaikan permohonan yang kurang lengkap dan kurang memenuhi syarat
sepanjang dalam tenggat waktu sebagaimana tersebut pada Pasal 5 ayat (1).
(4) Panitera mengirimkan salinan permohonan yang sudah diregistrasi kepada
KPU disertai permintaan keterangan tertulis dari KPU yang dilengkapi buktibukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan.
(5) Hari sidang pertama diselenggarakan setelah 3 (tiga) hari sejak permohonan
diregistrasi.
(6) Pemberitahuan hari sidang pertama kepada Pemohon dan KPU paling lambat
1X24 (satu kali dua puluh empat) jam sebelum persidangan.
(7) Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud ayat (6) dilakukan melalui juru
panggil dengan <st1:Citysurat</st1:City>, telepon, dan/atau faksimili.
BAB VII
ALAT BUKTI DAN KETERANGAN KPU
Pasal 8
(1) Pemohon dapat mengajukan alat bukti berupa <st1:City surat</st1:City> atau tulisan, keterangan
saksi, dan alat bukti lainnya.
(2) Alat bukti <st1:Citysurat</st1:City> atau tulisan yang dapat diajukan adalah fotokopi atau salinan
berita acara dan sertifikat hasil atau rekapitulasi hasil perhitungan suara
pada jenjang yang diperselisihkan, dan pernyataan keberatan saksi peserta
Pemilu pada jenjang yang diperselisihkan, yang dilegalisasi oleh pejabat KPU
yang berwenang di setiap jenjang dan dibubuhi materai cukup.
(3) Keterangan saksi adalah keterangan dari saksi pemegang mandat peserta
Pemilu di setiap jenjang penghitungan suara sebagaimana ketentuan UU No.
23 Tahun 2003 jo Keputusan KPU No. 37 Tahun 2004 dan Keputusan KPU
No. 38 Tahun 2004.
(4) Alat bukti lain berupa hasil penghitungan suara oleh Kepolisian, Panwaslu,
Lembaga pemantau Pemilu, termasuk keterangan dari Panwaslu dan
pemantau Pemilu.
(5) Saksi sebagaimana tersebut pada ayat (3) dan Pemantau Pemilu
sebagaimana tersebut pada ayat (4) memberikan keterangan dalam
persidangan di bawah sumpah/janji.
Pasal 9
(1) Keterangan KPU berupa keterangan tertulis dan/atau lisan di persidangan.
(2) Keterangan KPU dilengkapi dengan bukti-bukti formal berita acara beserta
sertifikat hasil/rekapitulasi hasil penghitungan suara, serta keterangan saksi
dari seluruh jajaran KPU.
Pasal 10
Alat bukti <st1:Citysurat</st1:City> yang diajukan oleh Pemohon dan KPU harus diserahkan kepada
Panitera dalam 12 (dua belas) rangkap setelah dibubuhi materai cukup untuk
bukti aslinya.
BAB IX
PERSID ANGAN
Pasal 11
(1) Sidang Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perselisihan
hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilakukan oleh pleno 9 (sembilan)
orang Hakim Konstitusi atau sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang Hakim
Konstitusi yang bersifat terbuka untuk umum.
(2) Guna membantu kelancaran pemeriksaan dapat dibentuk Panel Hakim.
(3) Pemohon dan KPU dapat didampingi dan/atau diwakili oleh kuasa hukumnya.
(4) Pemohon dapat memperbaiki materi permohonannya hanya dalam persidangan hari pertama.
BAB X
RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM
Pasal 12
(1) Rapat Permusyawaratan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan
setelah pemeriksaan persidangan dipandang cukup.
(2) Rapat Permusyawaratan
Hakim dilakukan secara tertutup oleh sekurangkurangnya 7 (tujuh) orang Hakim Konstitusi.
5
(3) Pengambilan
keputusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan
secara musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam
hal musyawarah sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak tercapai mufakat bulat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
(5) Dalam hal pengambilan keputusan dengan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak tercapai, suara terakhir ketua sidang pleno Hakim Konstitusi menentukan.
BAB XI
PUTUSAN
Pasal 13
(1) Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dibacakan
dalam Sidang pleno yang terbuka untuk umum.
(2) Amar putusan Mahkamah dapat menyatakan:
a. Permohonan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard), apabila
Pemohon dan/atau permohonan tidak memenuhi syarat yang ditentukan
dalam Pasal 3 huruf a, Pasal 4, dan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah
ini;
b. Permohonan dikabulkan, apabila permohonan terbukti beralasan dan
selanjutnya Mahkamah membatalkan hasil penghitungan suara yang
diumumkan oleh KPU serta menetapkan hasil penghitungan suara yang
benar;
c. Permohonan ditolak, apabila permohonan tidak terbukti beralasan.
(3) Putusan Mahkamah disampaikan kepada MPR, Presiden, KPU, Partai atau
gabungan Partai Politik yang mengajukan Calon, dan Pasangan Calon.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 14
Peraturan ini sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
tanggal 28 Juni 2004
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
Ketua
Prof. Dr Jimly Asshiddiqie, SH