Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 02/PMK/2003

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 02/PMK/2003  (2003) 

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

 

 

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

 

NOMOR 02/PMK/2003

 

TENTANG

 

KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI

 

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA,

 

 

Menimbang :

 

bahwa untuk menjaga kehormatan dan martabat Hakim Konstitusi dalam

menjalankan tugasnya perlu ditetapkan kode etik dan pedoman tingkah

laku;

 

Mengingat :

 

1. Pasal 24C ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

 

2. Pasal 15, Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), ayat (3), ayat (5),

dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan'Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).

 

 

Memperhatikan :

 

1. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 17 September

2003;

 

2. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 September

2003.

 

MEMUTUSKAN

 

Menetapkan :  PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN TINGKAH LAKU HAKIM KONSTITUSI.

 

BAB I

PENGERTIAN

 

 

Pasal 1

 

 

1.

Kode Etik Hakim Konstitusi adalah norma moral yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Konstitusi.

2. Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi adalah penjabaran dari Kode Etik Hakim

Konstitusi yang menjadi pedoman bagi Hakim Konstitusi, baik dalam menjalankan tugasnya, maupun dalam pergaulannya di masyarakat.

3. Hakim Konstitusi ialah seseorang yang memangku jabatan hakim pada Mahkamah

Konstitusi yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang menjadi

kewenangan dan kewajiban Mahkamah Konstitusi sebagaimana diamanatkan oleh

Undang Undang Dasar Negara Republik <st1:country-region w:st="on">Indonesia Tahun 1945.

4.Teman Sejawat ialah sesama Hakim Konstitusi.

5.Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi adalah perangkat yang

dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi, yang beranggotakan Hakim

Konstitusi atau Hakim Konstitusi dan unsur lain, untuk memantau,

memeriksa dan merekomendasikan tindakan terhadap Hakim Konstitusi,

yang diduga melanggar Kode Etik Hakim Konstitusi, Pedoman Tingkah

Laku Hakim Konstitusi atau melanggar norma hukum sebagaimana diatur

di dalam peraturan perundang-undangan.

 

BAB II

KODE ETIK HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI

 

 

Pasal 2

 

Hakim Konstitusi :

 

1. Menjunjung tinggi dan mematuhi sumpah jabatan yang telah diucapkan, serta melaksanakan tugas dengan jujur dan adil, penuh pengabdian dan penuh rasa tanggung jawab kepada diri sendiri, masyarakat, bangsa,  negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.

2. Menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan menjaga wibawa selaku negarawan pengawal konstitusi, yang bebas dari pengaruh manapun (independen), arif dan bijaksana, serta tidak memihak (imparsial) dalam menegakkan hukum dan keadilan.

3. Memperdalam dan memperluas penguasaan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan tugas  sebagai Hakim Konstitusi, untuk digunakan dalam proses

penyelesaian perkara dengan setepat-tepatnya dan seadiladilnya sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Memelihara hubungan kerjasama, memupuk kesetiakawanan, menjaga

martabat dan nama baik, serta saling menghargai dan mengingatkan antar

sesama teman sejawat.

 

BAB III

PEDOMAN TINGKAH LAKU

 

Pasal 3

 

(1) Dalam Penyelesaian Perkara, Hakim Konstitusi :

 

a.Bersikap dan bertindak menurut ketentuan yang digariskan dalam Hukum  Acara.

 

b.Memperlakukan semua pihak yang berperkara secara berimbang, tidak diskriminatif dan tidak memihak (imparsial).

 

c.Menjatuhkan putusan secara obyektif didasarkan kepada fakta dan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan guna menjamin rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum yang optimal.

 

d.Menjaga jarak untuk tidak berhubungan langsung ataupun tidak

langsung, baik dengan pihak yang berperkara maupun dengan pihak

lain dan tidak mengadakan kolusi dengan siapapun yang berkaitan atau

dapat diduga berkaitan dengan perkara yang akan atau sedang

ditangani, sehingga dapat mempengaruhi obyektivitas atau citra

mengenai obyektivitas putusan yang akan dijatuhkan.

 

e.Tidak menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak yang

berperkara, baik langsung maupun tidak langsung.

 

f.Tidak mengeluarkan pendapat atau pernyataan di luar persidangan

atas sesuatu perkara yang sedang ditanganinya mendahului putusan.

 

(2) Terhadap Teman Sejawat, Hakim Konstitusi :

 

a. Memelihara hubungan kerjasama, saling . membantu dalam

meningkatkan profesionalisme, saling mengingatkan, memupuk

kesetiakawanan, tenggang rasa, serta menjaga martabat dan nama baik

sesama teman sejawat.

b. Tidak sekali-kali melecehkan teman sejawat.

c. Tidak memberikan komentar terbuka atas pendapat teman sejawat yang

berbeda (dissenting opinion), kecuali dilakukan dalam rangka

pengkajian ilmiah.

 

(3) Terhadap Masyarakat, Hakim Konstitusi :

 

a.Berperilaku sederhana, rendah hati, serta menghormati dan menghargai

orang lain.

b.Berupaya menjadi contoh teladan dalam kepatuhan kepada hukum dannorma-norma lainnya.

 

(4) Terhadap Keluarga, Hakim Konstitusi :

 

a. Berupaya menjaga keluarga dari perbuatan tercela menurut norma

hukum dan kesusilaan.

b. Berupaya menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga.

 

BAB IV

MAJELIS KEHORMATAN MAHKAMAH KONSTITUSI

 

 

Pasal 4

 

(1) Susunan dan Kedudukan.

 

a. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi bersifat ad hoc, terdiri atas 3

(tiga) orang Hakim Konstitusi yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi.

 

b. Dalam hal Hakim Konstitusi yang diduga melakukan pelanggaran  diancam dengan sanksi pemberhentian, Majelis Kehormatan terdiri atas 2 (dua) orang Hakim Konstitusi ditambah seorang mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, seorang praktisi hukum senior, dan seorang guru besar ilmu hukum.

 

c. Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b tersebut di

atas dipilih dari dan oleh Hakim Konstitusi dalam Rapat Pleno

Mahkamah Konstitusi.

 

d. Anggota tambahan Majelis Kehormatan sebagaimana dimaksud dalam

butir b dicalonkan oleh Hakim Konstitusi dan dipilih oleh Rapat Pleno

Mahkamah Konstitusi setelah memberi kesempatan kepada masyarakat

untuk mengajukan usul dan saran mengenai para calon Anggota

Tamabahan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

 

e. Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dipilih oleh Anggota

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi dari unsur Hakim Konstitusi.

 

(2) Tugas.

 

a. Majelis Kehormatan bertugas menegakkan Kode Etik dan Pedoman

Tingkah Laku Hakim Konstitusi.

b. Mencari dan mengumpulkan informasi atau keterangan dari pihak-pihak

yang berkaitan atau yang berkepentingan dengan dugaan pelanggaran  yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi.

 

c.

Memeriksa dan memutuskan tindakan yang akan direkomendasikan  kepada Pimpinan Mahkamah Konstitusi.

 

(3) Pemeriksaan.

 

Pemeriksaan Majelis Kehormatan dilakukan secara tertutup.

 

 4)Pembelaan.

 

Setelah dilakukan pemeriksaan, Hakim Konstitusi yang diduga melakukan

pelanggaran diberi kesempatan untuk membela diri.

 

 (5)Putusan.

 

a. Sebelum putusan diambil setiap anggota Majelis

Kehormatan wajib memberi pendapatnya.

b. Putusan sejauh mungkin diambil melalui

musyawarah untuk mencapai mufakat.

c. Apabila mufakat tidak tercapai, putusan diambil

dengan suara terbanyak melalui pemungutan

suara.

d. Putusan berisi :

1) pernyataan bahwa hakim yang diduga melakukan pelanggaran

terbukti bersalah atau terbukti tidak bersalah, dan

 

2) rekomendasi agar hakim yang diduga melakukan pelanggaran :

a) dijatuhi hukuman berupa teguran, pemberhentian sementara atau

pemberhentian tetap dalam hal terbukti bersalah, atau

 

b) direhabilitasi dalam hal terbukti tidak bersalah.

 

BAB V

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

Pasal 5

 

Hal-hal yang belum diatur dalam peraturan ini, diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi.

 

 

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 6

 

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 24 September 2003

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

 

 

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.