Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 01/PMK/2003

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Peraturan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 01/PMK/2003  (2003) 

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

 

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 01/PMK/2003

 

TENTANG

 

TATACARA PEMILIHAN KETUA DAN WAKIL KETUA

MAHKAMAH KONSTITUSI

 

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

 

Menimbang

 

bahwa untuk kelancaran dan ketertiban dalam pemilihan Ketua dan Wakil

Ketua Mahkamah Konstitusi perlu diatur tatacara pemilihannya;

 

 

Mengingat

 

1. Pasal 24 dan 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

 

2. Pasal 4 ayat (5) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang

Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316).

 

Memperhatikan

 

1. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada hari Selasa tanggal 19

Agustus 2003 bertempat di Kantor Mahkamah Agung Republik Indonesia

 

2. Hasil Rapat Pleno Mahkamah Konstitusi pada tanggal 24 September

2003.

 

MEMUTUSKAN

 

Menetapkan

 

PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA TENTANG

TATACARA PEMILIHAN KETUA DAN WAKIL KETUA MAHKAMAH

KONSTITUSI.

 

 

 

BAB I

KETENTUAN UMUM

 

Pasal 1

 

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

 

1.  Mahkamah Konstitusi adalah Mahkamah Konstitusi Republik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

 

2. Ketua adalah Ketua Mahkamah Konstitusi.

3. Wakil Ketua adalah Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi.

4. Anggota adalah anggota hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.

 

Pasal 2

 

1)Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh anggota setiap 3 (tiga) tahun sekali.

2)Setiap anggota berhak untuk memilih dan dipilih sebagai Ketua dan Wakil Ketua.

3)Hanya anggota yang hadir dalam rapat yang berhak untuk menggunakan hak memilihnya.

 

BAB II

RAPAT, KUORUM, DAN PUTUSAN

 

Pasal 3

 

1) Rapat dipimpin oleh Ketua, kecuali apabila Ketua berhalangan, rapat dipimpin oleh Wakil Ketua.

2) Dalam hal Ketua dan Wakil Ketua berhalangan atau belum terpilih, rapat dipimpin oleh anggota yang tertua usianya.

 

Pasal 4

 

1)Rapat harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggota.

2)Dalam hal kuorum rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak terpenuhi, rapat ditunda sampai dipenuhinya kuorum.

 

Pasal 5

 

1)Putusan rapat diusahakan secara musyawarah mufakat untuk mencapai aklamasi.

2)Apabila musyawarah mufakat tidak mencapai aklamasi, putusan dilakukan dengan cara

pemungutan suara.

 

 3)Dalam hal putusan dilakukan dengan cara pemungutan suara, Ketua dan Wakil Ketua

terpilih sekurang-kurangnya harus mendapat dukungan lebih dari setengah anggota yang  hadir.

 

BAB III

TATA CARA PEMILIHAN

 

 

Pasal 6

 

Pemilihan dilakukan dalam 2 (dua) tahap :

 

a.Tahap I : memilih calon Ketua.

b. Tahap I I : memilih Wakil Ketua setelah Ketua terpilih.

 

Pasal 7

 

Pemilihan Ketua diusahakan disepakati secara aklamasi.

Apabila kesepakatan aklamasi tidak tercapai, pemilihan dilakukan melalui pemungutan

suara secara bebas dan rahasia dengan tatacara sebagai berikut :

 

a. Pimpinan Rapat menyediakan Kartu Suara dan Kotak Suara;

b. Kartu Suara memuat nomor urut dan riama anggota yang tersusun menurut abjad,

serta paraf Pimpinan Rapat untuk keabsahannya;

c. Setiap anggota yang hadir melingkari nomor urut dari salah satu nama yang dipilih

untuk menjadi Ketua;

d. Tidak melingkari salah satu nomor dianggap_abstain, sedangkan melingkari lebih dari

satu nomor dinyatakan tidak sah.,

e.  Setelah dilingkari, Kartu Suara dilipat dan dimasukan ke dalam Kotak Suara yang

tersedia;

f.  Penghitungan suara dilakukan setelah semua anggota yang hadir memberikan suara;

g. Anggota yang memperoleh suara sekurang-kurangnya lebih dari setengah jumlah

anggota yang hadir langsung ditetapkan sebagai Ketua terpilih;

h. Apabila tidak ada seorangpun anggota yang memperoleh suara seperti tersebut huruf g,

maka anggota yang memperoleh suara yang terbanyak pertama dan terbanyak kedua

ditetapkan sebagai calon dalam pemilihan putaran kedua.

i.  Pemungutan suara dalam pemilihan putaran kedua sama caranya dengan pemungutan

suara dalam pemilihan putaran pertama dengan catatan Kartu Suara hanya memuat dua

nama calon;

j.  Calon yang mendapat suara yang terbanyak ditetapkan sebagai Ketua;

k. Apabila kedua calon memperoleh suara sama, pemilihan diulang sampai ada calon yang memperoleh suara yang terbanyak.

 

Pasal 8

 

 1) Tatacara pemilihan Wakil Ketua sama dengan tatacara pemilihan Ketua sebagaimana

tersebut pada Pasal 7.

2) Nama anggota yang telah terpilih menjadi Ketua tidak dapat dicalonkan menjadi Wakil Ketua.

 

BAB IV

PENGUCAPAN SUMPAH ATAU JANJI

 

 

Pasal  9

 

 

Ketua dan Wakil Ketua terpilih mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan

Mahkamah Konstitusi dengan lafal sumpah atau janji sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 ayat  (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

 

BAB

V

KETENTUAN LAIN-LAIN

 

 

Pasal 10

 

 

Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua dicatat dalam Berita Acara Rapat yang ditandatangani oleh  semua anggota yang hadir.

 

BAB VI

KETENTUAN PERALIHAN

 

 

Pasal 11

 

 

Sebelum ditetapkan peraturan ini, berlaku ketentuan yang disepakati dalam Rapat Mahkamah  Konstitusi tanggal 19 Agustus 2003.

 

 

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

 

Pasal 12

 

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

 

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : 24 September 2003

 

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

 

 

 

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.