Lompat ke isi

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 45 Tahun 2010

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 45/2010 Tahun 2010

Karya ini berada pada domain publik di Indonesia, karena tidak dilindungi hak cipta berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Tidak ada Hak Cipta atas:

  1. hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara;
  2. peraturan perundang-undangan;
  3. pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah;
  4. putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau
  5. kitab suci atau simbol keagamaan.

Karena merupakan dokumen resmi pemerintahan, karya ini juga berada pada domain publik di Amerika Serikat.

 




PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR: KM 45 TAHUN 2010
TENTANG

STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS PENOMORAN SARANA PERKERETAAPIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERHUBUNGAN,


Menimbang:
  1. bahwa dalam Pasal 197 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian telah diatur mengenai standar spesifikasi teknis sarana perkeretaapian;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian;
Mengingat:
  1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4722);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086);
  4. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;
  5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
  6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008;
MEMUTUSKAN:


Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG STANDAR SPESIFIKASI TEKNIS PENOMORAN SARANA PERKERETAAPIAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

  1. Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
  2. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api.
  3. Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel.
  4. Penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum.
  5. Lokomotif adalah sarana perkeretaapian yang memiliki penggerak sendiri yang bergerak dan digunakan untuk menarik dan/atau mendorong kereta, gerbong, dan/atau peralatan khusus.
  6. Kereta adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif atau mempunyai penggerak sendiri yang digunakan untuk mengangkut orang.
  7. Gerbong adalah sarana perkeretaapian yang ditarik lokomotif yang digunakan untuk mengangkut barang.
  8. Peralatan khusus adalah sarana perkeretaapian yang tidak digunakan untuk angkutan penumpang atau barang tetapi untuk keperluan khusus.
  9. Menteri adalah Menteri yang tugas dan tanggungjawabnya di bidang perkeretaapian.
  10. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkeretaapian.
BAB II
IDENTITAS SARANA PERKERETAAPIAN
Pasal 2

Sarana perkeretaapian terdiri atas:

  1. lokomotif;
  2. kereta;
  3. gerbong; dan
  4. peralatan khusus.
Pasal 3

(1) Lokomotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a, terdiri atas:

  1. lokomotif elektrik; dan
  2. lokomotif diesel.

(2) Kereta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, terdiri atas:

  1. kereta dengan penggerak sendiri; dan
  2. kereta yang ditarik lokomotif.

(3) Gerbong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c, terdiri atas:

  1. gerbong datar;
  2. gerbong terbuka;
  3. gerbong tertutup; dan
  4. gerbong tangki.

(4) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf d, terdiri atas:

  1. peralatan khusus dengan penggerak sendiri; dan
  2. peralatan khusus yang ditarik lokomotif.
Pasal 4

(1) Lokomotif diesel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, dibedakan menjadi:

  1. lokomotif diesel elektrik; dan
  2. lokomotif diesel hidrolik.

(2) Kereta dengan penggerak sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, dibedakan menjadi:

  1. kereta rel listrik (KRL);
  2. kereta rel diesel elektrik (KRDE); dan
  3. kereta rel diesel hidrolik (KRDH)

(3) Kereta yang ditarik lokomotif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, dibedakan menjadi:

  1. kereta penumpang;
  2. kereta makan;
  3. kereta pembangkit; dan
  4. kereta bagasi.

(4) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dibedakan menjadi:

  1. kereta inspeksi (lori);
  2. kereta penolong;
  3. kereta ukur;
  4. kereta derek; dan
  5. kereta pemeliharaan jalan rel.
Pasal 5

(1) Setiap sarana perkeretaapian yang dioperasikan harus memiliki identitas sarana perkeretaapian.

(2) Identitas sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari huruf dan angka yang menggambarkan:

  1. kodifikasi jenis sarana perkeretaapian;
  2. klasifikasi sarana perkeretaapian;
  3. tahun sarana perkeretaapian; dan
  4. nomor urut sarana perkeretaapian.

(3) Identitas sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diterbitkan oleh Direktur Jenderal.

Pasal 6

(1) Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, untuk lokomotif menggunakan huruf kapital yang ditentukan berdasarkan jumlah gandar penggerak dan jumlah bogie.

(2) Jumlah gandar penggerak untuk lokomotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan huruf kapital sebagai berikut:

  1. huruf "A" untuk 1 (satu) gandar penggerak;
  2. huruf "B" untuk 2 (dua) gandar penggerak;
  3. huruf "C" untuk 3 (tiga) gandar penggerak; dan
  4. huruf "D" untuk 4 (empat) gandar penggerak.

(3) Jumlah bogie untuk lokomotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberi tanda huruf kapital yang sama sesuai dengan jumlah bogie lokomotif yang memiliki gandar penggerak.

Pasal 7

(1) Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, untuk kereta terdiri atas:

  1. kereta yang dilengkapi dengan fasilitas ruang penumpang dengan tanda huruf "K" dan diikuti dengan angka desimal yang melambangkan kelas pelayanan, sebagai berikut:
    K1 = eksekutif
    K2 = bisnis
    K3 = ekonomi
  2. kereta yang dilengkapi dengan fasilitas ruang makan dan dapur dengan tanda huruf "M" dan diikuti dengan angka desimal yang melambangkan kelas pelayanan, sebagai berikut:
    M1 = eksekutif
    M2 = bisnis
    M3 = ekonomi
  3. kereta yang dilengkapi dengan fasilitas ruang bagasi dengan tanda huruf "B"; dan
  4. kereta yang dilengkapi dengan fasilitas ruang pembangkit dengan tanda huruf "P".

(2) Kereta yang disusun untuk beberapa peruntukan, penandaan jenis sarana perkeretaapiannya merupakan gabungan dari tanda huruf untuk masing-masing peruntukan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 8

Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, untuk gerbong terdiri atas:

  1. huruf "GD" untuk gerbong datar;
  2. huruf "GB" untuk gerbong terbuka;
  3. huruf "GT" untuk gerbong tertutup; dan
  4. huruf "GK" untuk gerbong tangki.
Pasal 9

Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, untuk peralatan khusus terdiri atas:

  1. huruf "SI" untuk kereta inspeksi;
  2. huruf "SN" untuk kereta penolong;
  3. huruf "SU" untuk kereta ukur;
  4. huruf "SC" untuk kereta derek; dan
  5. huruf "SR" untuk kereta pemeliharaan jalan rel.
Pasal 10

Klasifikasi sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b, diberikan dalam bentuk angka yang terdiri atas:

  1. lokomotif menggunakan 3 (tiga) digit angka desimal yang meliputi:
    1) angka digit pertama diawali dengan angka "1" sampai "4", yang meliputi:
    a) angka "1" untuk lokomotif elektrik;
    b) angka "2" untuk lokomotif diesel elektrik;
    c) angka "3" untuk lokomotif diesel hidrolik; dan
    d) angka "4" untuk lokomotif gabungan antara elektrik dan diesel elektrik;
    2) angka digit kedua dan ketiga yang diawali dengan angka "00" diperuntukkan untuk seri tipe;
  2. kereta menggunakan 1 (satu) digit angka desimal yang diawali dengan angka "0" sampai "3", meliputi:
    1) angka "0" diperuntukkan untuk kereta yang ditarik dengan lokomotif;
    2) angka "1" diperuntukkan untuk kereta rellistrik;
    3) angka "2" diperuntukkan untuk kereta rel diesel elektrik; dan
    4) angka "3" diperuntukkan untuk kereta rel diesel hidrolik;
  3. gerbong menggunakan 2 (dua) digit angka desimal yang menunjukkan kapasitas muat; dan
  4. peralatan khusus menggunakan 1 (satu) digit angka desimal yang diawali dengan angka "0" sampai "3", meliputi:
    1) angka "0" diperuntukkan untuk peralatan khusus yang
    ditarik dengan lokomotif;
    2) angka "1" diperuntukkan untuk peralatan khusus elektrik;
    3) angka "2" diperuntukkan atau peralatan khusus diesel elektrik; dan
    4) angka "3" diperuntukkan untuk peralatan khusus diesel hidrolik.
Pasal 11

Tahun sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf c, dalam bentuk angka desimal dengan menggunakan 2 (dua) digit angka terakhir dari tahun mulai dioperasikan.

Pasal 12

Nomor urut sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf d, diberikan dalam bentuk angka desimal yang diawali 2 (dua) digit angka berdasarkan tahun mulai dioperasikan.

Pasal 13

Identitas sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, ditempatkan pada bagian luar masing-masing balok samping sarana perkeretaapian serta mudah dibaca.

Pasal 14

(1) Tata cara penulisan identitas sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, sebagai berikut:

  1. penulisan identitas sarana perkeretaapian sebagai berikut: kodifikasi jenis, spasi, klasifikasi, spasi, tahun, spasi, nomor urut;
  2. bentuk huruf dan angka sebagai berikut:
    1) jenis huruf atau angka adalah Arial;
    2) ukuran huruf atau angka adalah 140; dan
    3) huruf dan angka ditulis dalam text box;
  3. warna huruf, angka, dan text box sebagai berikut:
    1) huruf dan angka menggunakan warna putih; dan
    2) text box menggunakan warna hitam.

(2) Contoh penulisan identitas sarana perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerbitan identitas sarana perkeretaapian diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

BAB III
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16

Dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku penyelenggara sarana perkeretaapian harus menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 17

Direktur Jenderal mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri ini.

Pasal 18

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 21 JULI 2010
MENTERI PERHUBUNGAN,
ttd.

FREDDY NUMBERI


SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada:

  1. Menteri Keuangan;
  2. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas;
  3. Menteri BUMN;
  4. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan;
  5. Direktur Utama PT Kereta Api (Persero).
SALINAN sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO HUKUM & KSLN,
ttd.

UMAR ARIS, S.H., M.M., M.H.
Pembina Tk. I (IV/b)
NIP 19630220 198903 1 001


LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR KM 45 TAHUN 2010
TANGGAL 21 JULI 2010

Lokomotif

CC 201 78 01

Keterangan:

  • CC = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Lokomotif menggunakan 2 (dua) bogie dengan masing-masing 3 (tiga) gandar penggerak
  • 201 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Lokomotif diesel elektrik seri tipe 01
  • 78 = Tahun sarana perkeretaapian
Lokomotif mulai dioperasikan di Indonesia tahun 1978
  • 01 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Lokomotif dengan nomor urut 01.
D 300 68 02

Keterangan:

  • D = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Lokomotif tanpa bogie dengan 4 (empat) gandar penggerak
  • 300 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Lokomotif diesel hidrolik seri tipe 00
  • 68 = Tahun sarana perkeretaapian
Lokomotif mulai dioperasikan di Indonesia tahun 1968
  • 02 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Lokomotif dengan nomor urut 02

Kereta

K1 1 05 03

Keterangan:

  • K1 = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Kereta dilengkapi fasilitas ruang penumpang kelas eksekutif
  • 1 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta rel listrik (KRL)
  • 05 = Tahun sarana perkeretaapian
KRL mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2005
  • 03 = Nomor urut sarana perkeretaapian
KRL dengan nomor urut 03
K3 2 05 04

Keterangan:

  • K3 = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Kereta dilengkapi fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi
  • 2 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta rel diesel eletrik (KRDE)
  • 05 = Tahun sarana perkeretaapian
KRDE mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2005
  • 04 = Nomor urut sarana perkeretaapian
KRDE dengan nomor urut 04
K3 3 06 05

Keterangan:

  • K3 = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Kereta dilengkapi fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi.
  • 3 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta rel diesel hidrolik (KRDH)
  • 06 = Tahun sarana perkeretaapian
KRDH mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2006
  • 05 = Nomor urut sarana perkeretaapian
KRDH dengan nomor urut 05
K3 0 08 06

Keterangan:

  • K3 = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Kereta dilengkapi fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi
  • 0 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta ditarik lokomotif
  • 08 = Tahun sarana perkeretaapian
Kereta mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2008
  • 06 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Kereta dengan nomor urut 06
KMP3 0 09 07

Keterangan:

  • KMP3 = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Kereta dilengkapi fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi, ruang makan ekonomi, dan ruang pembangkit Iistrik
  • 0 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta ditarik lokomotif
  • 09 = Tahun sarana perkeretaapian
Kereta mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2009
  • 07 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Kereta dengan nomor urut 07

Gerbong

GD 40 78 08

Keterangan:

  • GD = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Gerbong datar.
  • 40 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Gerbong datar dengan berat muat 40 ton
  • 78 = Tahun sarana perkeretaapian
Gerbong datar mulai dioperasikan di Indonesia tahun 1978
  • 08 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Gerbong datar dengan nom or urut 08

Peralatan khusus

SI 3 09 01

Keterangan:

  • SI = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Peralatan khusus jenis kereta inspeksi
  • 3 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta inspeksi dengan penggerak sendiri diesel hidrolik.
  • 09 = Tahun sarana perkeretaapian
Kereta inspeksi mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2009
  • 01 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Kereta inspeksi dengan nomor urut 01
SU 0 08 02

Keterangan:

  • SU = Kodifikasi jenis sarana perkeretaapian
Peralatan khusus jenis kereta ukur.
  • 0 = Klasifikasi sarana perkeretapian
Kereta ukur ditarik lokomotif.
  • 08 = Tahun sarana perkeretaapian
Kereta ukur mulai dioperasikan di Indonesia tahun 2008
  • 02 = Nomor urut sarana perkeretaapian
Kereta ukur dengan nomor urut 02
MENTERI PERHUBUNGAN,

ttd.

FREDDY NUMBERI


SALINAN sesuai dengan aslinya

KEPALA BIRO HUKUM & KSLN,
ttd.

UMAR ARIS, S.H., M.M., M.H.
Pembina Tk. I (IV/b)
NIP 19630220 198903 1 001