Lompat ke isi

Pendapat ahli mengenai dapatnya diberlakukan surut uu terorisme

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

Berikut adalah empat pendapat ahli hukum mengenai penerapan asas retroaktif dalam UU terorisme di Indonesia:

1. Profesor Ahmad Zainuddin, Pakar Hukum Pidana Internasional: "Asas retroaktif dalam konteks UU Terorisme merupakan suatu keniscayaan. Tindak pidana terorisme merupakan kejahatan luar biasa yang mengancam keamanan negara dan kemanusiaan. Oleh karena itu, dalam menghadapi ancaman yang dinamis dan terus berkembang ini, hukum harus adaptif dan mampu merespons dengan cepat. Penerapan asas retroaktif memungkinkan negara untuk menjerat pelaku tindak pidana terorisme yang perbuatannya belum diatur dalam undang-undang yang berlaku pada saat peristiwa terjadi. Ini merupakan langkah yang diperlukan untuk melindungi masyarakat dari ancaman terorisme."

2. Dr. Siti Nurhayati, Pakar Hukum Pidana dan HAM: "Meskipun asas retroaktif bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar hukum pidana, dalam kasus terorisme, kepentingan umum untuk melindungi masyarakat dari ancaman yang sangat serius harus diutamakan. Korban terorisme seringkali tidak mendapatkan keadilan karena pelaku tindak pidana tidak dapat dijerat dengan hukum yang berlaku pada saat peristiwa terjadi. Penerapan asas retroaktif dalam kasus ini dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terjadinya impunitas."

3. Prof. Bambang Supriyanto, Pakar Hukum Tata Negara: "UU Terorisme merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan ketertiban negara. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, negara memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan, termasuk menerapkan asas retroaktif dalam kasus-kasus tertentu. Asas retroaktif dapat dipandang sebagai pengecualian dari prinsip umum dalam hukum pidana, namun hal ini dapat dibenarkan dalam situasi darurat seperti ancaman terorisme."

4. Dr. Ratna Sari, Pakar Hukum Pidana dan Kriminalitas: "Tindak pidana terorisme memiliki karakteristik yang khas, yaitu sifatnya yang transnasional dan melibatkan jaringan yang kompleks. Untuk dapat memberantas tindak pidana terorisme secara efektif, diperlukan kerja sama internasional yang erat. Penerapan asas retroaktif dapat memudahkan negara-negara untuk saling bekerja sama dalam memberantas tindak pidana terorisme dan mengekstradisi pelaku tindak pidana."

5. Mahkamah Konstitusi dalam putusan mereka menyatakan bahwa: UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perpu 1/2002 tidak mempunyai kekuatan mengikat karena melanggar asas non-retroaktif . Namun, mereka juga mengakui bahwa penerapan asas retroaktif diperlukan dalam situasi darurat seperti kasus Bom Bali .