Pedoman Penulisan Aksara Jawa

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Pedoman Penulisan Aksara Jawa  (2002) 
Darusuprapta, dkk.

꧋ꦥꦼꦣꦺꦴꦩ꧀ꦩꦤ꧀ꦥꦼꦤꦸꦭꦶꦱ꧀ꦱꦤ꧀

ꦲꦏ꧀ꦱꦫ ꦗꦮ


PEDOMAN PENULISAN

AKSARA JAWA



YAYASAN PUSTAKA NUSATAMA

bekerjasama dengan

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR

2002

Pedoman Penulisan Aksara Jawa
Team Penyusun:

Prof. DR. Darusuprapta (Pengarah)
Drs. Harjana Hardjawijana S.U. (Ketua)
Drs, Nursatwika (Sekretaris)
Drs. R.S. Subalidinata
Drs. Sardjana Hadiatmadja
Prof. Drs. Asia Padma Puspita
Drs. Sadjijo Prawiradisastra
Drs. Suwadyji
Drs. Gina
Drs. Prijo Mustiko
E. Suhardjendra, B.A.

Drs. H.J. Koesoemanto (Alm.)
Prof. DR. Sardanto Tjoktowinoto
DR. Sunardji
M. Sudiyanto, S.H.

DR, R.M.A. Sudiyatmana
NUR Sohib Hudan, S.H.

Prof. DR. Suseno Kartomihardjo
Drs. Ec. Sudjarwadi
Drs. Eko Kuntarto, M. Pd.

©1995
Yayasan Pustaka Nusatama
Ji. Sawit 21, Sawitsan. Yogyakarta 55283
Telp. (0274) 885471. 882959
Fax. (0274) 566250
E-mail: ypn-ykt@plasa.com

Cetakan Pertama 1995
Cetakan Kedua (edisi revisi) 1996
Cetakan Ketiga, November 2003

ISBN 979-8628-00-4

Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-undang
Dilarang mengutip dan memperbanyak
isi buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/3 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/4 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/5 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/6
KATA PENGANTAR

Salah satu harapan yang diamanatkan oleh Keputusan Kongres Bahasa Jawa 1991 ialah agar pada Kongres Bahasa Jawa 1996 telah disusun dan dibakukan pedoman ejaan bahasa Jawa dengan huruf Jawa. Melalui proses pembicaraan yang panjang, pedoman ejaan yang dimaksudkan itu kini telah dapat diwujudkan bersamaan dengan dimulainya penyelenggaraan Kongres Bahasa Jawa 1996 di Batu, Malang. Buku pedoman itu diharapkan dapat dijadikan pegangan dalam penulisan bahasa Jawa dengan huruf Jawa bagi masyarakat pemakai bahasa Jawa, baik yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur maupun yang berada di luar ketiga daerah itu.

Buku pedoman ejaan tersebut disusun dengan berbagai perubahan atas pedoman lama yang sudah lama pula digunakan. Dengan berbagai perubahan itu dimaksudkan agar pedoman ejaan yang baru itu menjadi lebih sederhana dalam arti lebih mudah diterapkan dalam penulisan dengan huruf Jawa, terutama bagi generasi muda. Oleh karena itu, penyusunan pedoman ejaan baru itu juga bertujuan agar generasi muda tidak makin menjauhi huruf Jawa.

Hal yang perlu disadari ialah bahwa penggantian pedoman ejaan lama dengan pedoman ejaan baru dalam suatu bahasa merupakan hal yang wajar. Bahasa Indonesia pun telah beberapa kali mengalami pergantian pedoman ejaan semacam itu. Merupakan hal yang wajar pula apabila pada tahap awal berlakunya pedoman ejaan yang baru itu, banyak hambatan yang akan dihadapi.

Akhirnya, mudah-mudahan buku pedoman ejaan yang baru itu dapat menggairahkan kegiatan tulis-menulis dengan huruf Jawa bagi masyarakat pemakai bahasa Jawa, terutama bagi generasi muda.

Yogyakarta, 22 Oktober 1996
Kepala Balai Penelitian Bahasa
Yogyakarta,

cap dan ttd.

Drs. Suwadji
PENDAHULUAN

Pedoman penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa, yang pertama kali diterbitkan secara khusus, berjudul Wawaton Panjeratipoen Temboeng Djawi mawi Sastra Djawi dalasan Angka 'Pedoman Penulisan KataJawa dengan Akara Jawa dan Angka', di samping terdapat Patokan Bab Panoelise Basa Djawa nganggo Sastra Latin 'Pedoman Penulisan Bahasa Jawa dengan Huruf Latin' (Wewaton ... 1926). Pedoman itu ditetapkan dalam Poetoesan Parepatan Koemisi Kasoesuastiran 'Keputusan Sarasehan Komisi Kesusastran' di Sriwedari, Surakarta dan diterbitkan pada tahun 1926.

Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Keboedajaan, pernah menerbitkan buku tata bahasa Jawa dengan judul Karti Basa', Djakarta, 1946. Dalam buku itu, pada halaman 245-258, dimuatkan “Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Djawa sarta Angka”, “Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Aksara Jawa serta Angka”, dan pada halaman 259-270, dimuatkan “Patokan Panoelise Temboeng Djawa nganggo Aksara Latin”, “Pedoman Penulisan Kata Jawa dengan Huruf Latin”. Pada tahun 1955, pedoman penulisan kata Jawa dengan aksara Jawa dan huruf Latin tersebut diterbitkan terpisah dengan judul Tatanan Njerat Basa Djawi, "Peraturan Menulis Bahasa Jawa”, oleh Tjabang Bagian Bahasa Djawatan Kebudajaan Kementerian P.P. dan K. Jogjakarta. Terbitan terpisah itu disesuaikan dengan Ejaan Suwandi, yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Pengadjaran, Pendidikan dan Kebudajaan, tanggal 19 Maret 1947, No. 264/Bhg. A dan tanggal 15 April 1947, No. 345/Bhg. A beserta lampirannya. Dalam buku-buku tata bahasa Jawa lainnya pun, ada kalanya terdapat uraian mengenai tata tulis bahasa Jawa dengan aksara Jawa, baik buku-buku tata bahasa Jawa susunan cendikiawan bangsa sendiri maupun bangsa lain.

Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan nasional Indonesia, yang hidup dan tetap dipergunakan dalam masyarakat bahasa yang bersangkutan. Bahasa Jawa ternyata senantiasa terus-menerus mengalami perkembangan, sehingga ejaannya pun perlu disesuaikan dengan perkembangan tersebut, terutama dalam penulisan aksara Jawa yang makin tidak dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi DIY pada tahun anggaran 1992/1993 memutuskan ditetapkan penyelenggaraan kegiatan penyusunan pedoman penulisan aksara Jawa. Kegiatan tersebut di samping melaksanakan Program Pemerintah dalam upaya membina dan mengembangkan bahasa Jawa, juga untuk menindaklanjuti keputusan Kongres Bahasa Jawa 1991, yang diselenggarakan di Semarang pada tanggal 15-20 Juli 1991 yang lalu, sesuai denga Rencana Pembangunan Lima Tahun tahap V.

Masalah yang dihadapi antara lain adalah: penyesuaian penulisan bahasa Jawa dengan aksara Jawa dan aksara Latin, penulisan kata-kata serapan dari bahasa serumpun dan bahasa asing dengan aksara Jawa, penulisan bunyi f dan v, penulisan bunyi yang ucapannya bervariasi, dan penulisan singkatan kata.

Tim yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan instansi terkait telah menyusun rancangan Pedoman Penulisan Aksara Jawa dengan isi pokok pembicaraan mengenai: pemakaian aksara, pemakaian sandangan, penanda gugus konsonan, penulisan kata, pemakaian pada atau tanda baca, dan penulisan unsur serapan. Pada tanggal 17 dan 18 Mei 1996 di Hotel Sahid Yogyakarta, telah dilaksanakan sarasehan yang menghadirkan para ahli bahasa Jawa dari Propinsi DIY, Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah dan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur dan menghasilkan Buku Pedoman Penulisan Aksara Jawa ini.

Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah dan Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur telah sepakat memakai buku-buku pedoman ini untuk dijadikan pedoman ejaan yang berlaku dalam masyarakat.

Dengan adanya pedoman ini penulisan dengan aksara Jawa diharapkan menjadi lebih sederhana, lebih mudah serta lebih baik dan kerjasama ini merupakan langkah awal pembinaan, pengembangan bahasa dan aksara Jawa di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat sesuai dengan acuan Kongres Bahasa Jawa I tanggal 15-20 Juli 1991 di Semarang, sekaligus merupakan sumbangan pemikiran dalam bidang bahasa dan aksara Jawa pada Kongres Bahasa Jawa II tanggal 22—26 Oktober 1996 di Batu, Malang, Jawa Timur.

Yogyakarta, 22 Oktober 1996



Prof. DR. Darusuprapta

I. PEMAKAIAN AKSARA


A. Aksara Carakan dan Pasangannya

Carakan (abjad Jawa) yang digunakan di dalam ejaan bahasaJawa pada dasarnya terdiri atas dua puluh aksara pokok yang bersifat silabik (bersifat kesukukataan). Masing-masing aksara pokok mempunyai aksara pasangan, yakni aksara yang berfungsi untuk menghubungkan suku kata tertutup konsonan dengan suku kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup wignyan, layar, dan cecak. Berikut ini adalah aksara pokok yang terdaftar di dalam carakan beserta aksara pasangannya (nama aksara diletakkan di depan masing-masing aksara pokok). Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/13 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/14 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/15 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/16 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/17 ada suku kata yang berakhir sigegan ca (ꦕ), wa (ꦮ), dha (ꦣ), ya (ꦪ), tha (ꦛ).

Contoh:

(a) Pemakaian wignyan () sebagai pengganti aksara sigegan ha (ꦲ꧀)

gajahꦒꦗꦃ ‘gajah’ bolahꦧꦺꦴꦭꦃ ‘benang’ cahyaꦕꦃꦪ‘cahaya’ wahyuꦮꦃꦪꦸ‘wahyu’

(b) Pemakaian layar () sebagai pengganti aksara sigegan ra (ꦫ꧀). mayar kusir kursi 'mudah' 'sais' 'kursi' pawartan 'berita' 'gajah' 'benang' 'cahaya' 'wahyu' ma m mar (c) Pemakaian cecak (...) sebagai pengganti aksara sigegan nga (7) bawang 'bawang' garing m 'kering' ringkes oma ringkas' pinggir 'tepi, pinggir'

B. Aksara Murda dan Aksara Pasangannya

  1. Aksara murda berjumlah tujuh buah, yakni: ꦟ (na), ꦑ (ka), ꦡ (ta), ꦯ (sa), ꦦ (pa), ꦓ (ga), ꦨ (ba).
  2. Aksara murda dapat dipakai untuk menuliskan nama gelar dan nama diri, nama geografi, nama lembaga pemerintah, dan nama
Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/19 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/20 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/21 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/22 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/23 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/24 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/25 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/26 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/27 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/28 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/29 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/30 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/31 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/32 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/33 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/34 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/35 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/36 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/37 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/38 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/39 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/40 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/41 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/42 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/43 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/44 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/45 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/46 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/47 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/48 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/49 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/50 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/51 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/52 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/53 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/54 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/55 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/56 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/57 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/58 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/59 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/60 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/61 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/62 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/63 Madyapada dipakai sebagai isyarat bahwa pupuh tembang yang bertanda madyapada itu berada di tengah keseluruhan karangan tembang yang terdiri atas beberapa pupuh. Madyapada ditulis pada awal pergantian pupuh-pupuh tengah karangan tembang.

3. Wasanapada

Wasanapada juga terdiri atas dua bagian, yaitu pada mangajapa sebagai pengapit dan aksara (i) yang merupakan kependekan kata (iti) yang berarti ‘demikian (lah), seperti itulah’ dan sering diartikan juga ‘selesai, tamat, purna’. Wasanapada dipakai sebagai tanda bahwa karangan yang berwujud tembang itu sudah selesai. Wasanapada ditulis sebagai penutup keseluruhan karangan tembang.

Contoh pemakaian purwapada, madyapada, dan wasanapada sebagai yang tersebut pada skema karangan tembang yang berikut. Karangan tembang terdiri atas tiga pupuh, yakni pupuh I, Pucung; pupuh II, Sinom; dan pupuh III, Dhandhanggula. Purwapada terdapat di dalam pupuh I, madyapada terdapat di dalam pupuh II, dan wasanapada terdapat pada akhir bait terakhir pupuh III.

Pupuh I Pucung Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/65
VI. PENULISAN UNSUR SERAPAN


Di dalam mengikuti perkembangan zaman, bahasa Jawa perlu menyerap unsur-unsur dari bahasa asing. Oleh karena sistem bahasa asing relatif berbeda dengan sistem bahasa Jawa maka perlu diadakan penyesuaian agar unsur-unsur bahasa asing itu berterima di dalam bahasa Jawa.

Pada dasarnya Pedoman ini tidak membuat lagi aturan baru tentang penulisan unsur serapan karena pedoman penulisan unsur serapan itu telah ada dan dimuat di dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa yang Disempurnakan. Buku Pedoman ini hanya memuat aturan tentang pengalihaksaraan hasil penyerapan unsur asing dari Latin ke Jawa dengan memanfaatkan berbagai aksara Jawa yang telah ada. Unsur-unsur asing yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Jawa, baik penulisan maupun pelafalannya, unsur-unsur asing itu ditulis sesuai dengan tulisan aslinya (beraksara Latin) di tengah-tengah teks beraksara Jawa.

  1. yang tidak bervariasi dengan é diperlakukan sebagai dua aksara dan ditulis dengan aksara swara.
Contoh : maéstro ꦩꦌꦱ꧀ꦠꦿꦺꦴ 'maestro'
aérolit ꦄꦌꦫꦺꦴꦭꦶꦠ꧀ 'aerolit'
Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/67 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/68 Halaman:Penulisan Aksara Jawa.djvu/69