Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo/Bab 6

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BAB VI

FRANS KAISIEPO DAN KELUARGA

6.1 Mengenal Pribadi

Frans Kaisiepo memiliki bangun tubuh yang kokoh, dengan kulit hitam manis serta rambut ikal pada masa mudanya, tetapi dimasa tua tampak menipis. Langkah dan ayunan tangannya serasi serta harmonis, sehingga kelihatan berwibawa. Sepintas ada kesan menakutkan , karena sifatnya yang pendiam dengan sorotan matanya yang tajam . Akan tetapi ia tidaklah galak, karena disebalik itu tersimpan pribadi yang mengagumkan serta kelembutan hati yang penuh kerahaman, karena ia juga adalah anak manusia ciptaan Tuhan yang membutuhkan pergaulan dan persaudaraan.


Kepribadian kuat, sekuat pendiriannya yang telah ditempa oleh alam sekitarnya . Ia selalu berpegang teguh pada akar budaya bangsanya yang bernilai luhur. Dan salah satu pendirinya adalah ia tidak mau didikte, apabila hal tersebut menjatuhkan martabat dan harga dirinya. Karena obsesinya adalah ingin mengangkat derajat bangsnya yang tertindas menjadi manusia layak, setidaknya lebih baik dari yang pernah dirasakannya. Sikap yang Pemerintah Kolonial Belanda yang ingin mempertahankan kedudukannya menunjuk Frans Kaisiepo sebagai delegasi oleh Gubernur Nieuw Guinea untuk mengikuti Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag negeri Belanda.1 Kepercayaan itu ditolak dengan tegas oleh Frans Kaisiepo, karena menurutnya hal tersebut akan marugikan bangsanya sendiri.

_________________________________

1 Riwayat Hidup dan Perjuangan Frans Kaisiepo. Jakarta , .3 Agustus 1993, hal .3 56

 Dalam berkomunikasi, Frans Kaisiepo memiliki keunikan karena dalam penampilan awal ia kelihatan dingin dingin saja. Akan tetapi setelah terlibat dalam pembicaraan diri dalam suasana dan alur pembicaraan. Sehingga tampak berwibawa karen pembicaraan menjadi hidup dan memikat.

 Begitu juga dalam memecahkan permasalahan yang timbul, ia bertindak bijaksana. Sehingga kebijakan atau keputusan yang diambilnya tidak merugikan bagi pihak manapun. Karenanya banyak pendapat yang mengatakan," bahwa Frans Kaisiepo dalam memecahkan atau memutuskan suatu permasalahan bertindak sebagai pendeta ".2

 Sidang dalam usaha menanggulangi kehidupan, ia bukanlah penganut meterialistis, kalau boleh disamakan dengan kaum sufi ia termasuk orang zuhud, karena keperluan hidup seperlunya saja. Keinginan memupuk harta benda sebagai kekayaan tidak ada niat dalam dirinya. Tidak pernah terlintas dalam hatinya untuk mempergunakan jabatan sebagai alat untuk memperoleh kekayaan pribadi . Dan hal itu telah dibuktikannya, ketika ia mendapat kepercayaan sebagai penyelenggara Pepera dalam menentukan status Irian Barat telah mengembalikan sisa dananya kepad Kas Negara tanpa mengambil sepeserpun.3 Bahkan di balik sifat kedermawananlah yang selalu ditunjukkan Frans Kaisiepo. Ia tidak dapat menolak apabila ada yang membutuhkan pertolongan atau bantuan. Dan untuk itu bantuan uang umpamanya ia tidak segan- segan untuk meminta kepada istri, sehingga karenanya tidak jarang terjadi perselisihan kecil dalam rumah tanggnya, namun bagi Frans Kaisiepo jawabannya enteng sdaja, "nanti rezeki kita datang dari tempat lain".

 Sifat yang demikian itu agaknya selain pembawaan juga berangkat dari pengalaman hidup yang telah dirasakannya sebagai orang yang ditanggal ibunya sejak kecil. Kemudian dalam menjalani kehidupan ia telah berhadapan dengan berbagsi corak kehidupan yang keras. Kesemua itu telah menyentuh hati nuraninya bagaimanakah penderitaan teman, saudaranya dan bangsanya yang digolongkan

________________________________

2 Wawancara dengan Nyonya Maria Magdalena Moorwahyuni Fruns Kaisiepo, tanggal 17 April 1995 di Jalan Stasiun Batutulis Bogor

3 Ibid rakyat kecil dan diletakkan di kelas bawah. Mereka itu tersebar luas seperti ditepian sungai, di kaki bukit terjal bahkan di pincak gunung dan ada yang mengebara membawa penderitaan yang tak kunjung padam oleh sikap dan tindakan penjajah Belanda. Berangkat dari itulah agaknya sifat sosialnya tumbuh dan mengakar menjadi miliknya.

 Begitu juga dalam pergaulan, Frans Kaisiepo mampunmenjalin akrab persaudaraanmaupun persahabatan dengan banyak orang. Tamannya bukan datang dari suku Biak saja tetapi telah menjalin persaudaraan dengan suku lainnya dengan baik. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa ia bukanlah sosok yang menganut faham Kedaearahan yang sempit, tetapi ia adalah pendukung paham kebangsaan yang utuh. Hal demikian terlihat sewaktu ia menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya, baik staf maupun ajudannya bukan saja orang Irian, tetapi juga suku bangsa lain seperti antara lain suku Jawa, Palembang, Batak dan Bugis. Dan yang disebut terakhir ini adalah Makkateru Syamsuddin, dekretarisnya. Makkateru adalah yang mengatur dan menyelesaikannya. Sebuhungan dengan itulah maka Makketaru Syamsuddin melekat dengan dirinya, karena sesudah melepaskan jabatan Gubernur, Makketeru Syamsuddin ikut pindah bersama Frans Kaisiepo ke Jakarta. 4

6.2 Membangun Rumah Tangga

 Keluarga adalah medium suci, tempat anak-anak dilahirkan, yang kemudian menyebar sebagai generasi penerus umat manusia. Dengan berpegang pada patokan tersebut, maka pada tahun 1938 Frans Kaisiepo yang waktu itu masih tergolong remaja telah benari melangsungkan pernikahannya dengan gadis pilihannya yang bernama Anthomina Arwan. Upacara pernikahannya berlangsung secara adat Biak seperti lazimnya dilakukanoleh masyarakat pendukungnya pada waktu itu.

 Frans Kaisiepo sewaktu menikah termasuk muda belia, bila dibandingkan dengan perkawinan mas akini. Hal ini dapat terlihat dari data-data tentang catatan kelahirannya. Dalam catatan pertama ia dilahirkan pada tahun 1919, sedang dalam catatan yang lain tahun


__________________________

4 Ibid 58

kelahirannya adalah tahun 1921.5) Kalau memang benar tahun kelahiran seperti yang tersebut belakangan ini (1921), maka usianya sewaktu melangsungkan pernihakan adalah 17 tahun.

 Akan tetapi agaknya faktor umur pada masa itu bagi masyawarakat pendukungnya tidaklah menjadi masalah yang dipertimbangkan secara serius. Apalagi Frans Kaisiepo yang kala itu yang terbilang langka, telah dapat menyelesaikan pendidikannya dan kemudian ia diangkat untuk bertugas sebagai Guru. Dengan demikian biaya hidup tidak menjadi persoalan yang berat untuk mengayuh bahtera kehidupan rumah tangga. Karena ia telah memperoleh gaji sebagai penghasilan tetap dalam tiap bulannya.

 Dari perkawinan tersebut mereka telah dikaruniai tiga orang anak, dua orang putri yaitu Beatrix Kaisiepo dan Susanna Kaisiepo serta seorang anak laki-laki bernama Manuel Kaisiepo.

 Kehidupan rumah tangga yang dibina bersama istri tercinta ternyata tidak berlangsung lama, sebab Anthomina Arwan lebih dahulu menghadap sang Penciptannya. Sehubungan dengan itu, maka Frans Kaisiepo terpaksa berperan ganda yaitu berperan sebagai Bapak sekaligus berperan sebagai Ibu dalam membimbing dan menuntun anak-anaknya menjadi anak yang berguna.

 Akan tetapi, pada masa-masa selanjutnya bahtera rumah tangga terasa oleng setelah ditinggal istri tercinta dan bagi Frans Kaisiepo terasa sangat sulit, terutama dalam mengasuh dan membesarkan anak. Kepergian istri tercinta untuk selama-lamanya terasa sangat memukul batinya, karenanya begitu sulit untuk menghapus dari ingatan. Karena itu hanya anak-anaklah sebagai salah satu penawar duka yang paling mujarab untuk mengatasainya.

 Pada masa-masa sedemikian berat, Frans Kaisiepo membutuhkan kemampuannya sebagai Bapak yang penuh dengan tumpahan kasih sayang, meskipun pada sisi lain ia harus menunjukkan wibawanya sebagai Bapak Pejabat yang menegakkan disiplin dalam menjalankan tugasnya.


5 ) Beberapa catatan, Frans Kaisiepo dalam Makkateru Syamsuddin, Asal Mula Nama Irian (Naskah), Jakarta PT. Kinta Utama Murni, hal 36: lihat Riwayat Hidup dan Pejuangun

Fruns Kuisiepo, Jakarta, 3 Agustus 1993.

59

 Dari didikan itu, anak-anak tumbuh bukan saja pisiknya, tetapi rohani juga terisi dengan ilmu yang bermanfaat untuk hidup dan kebidupannya. Dan ini terlihat dari kehidupan anak -anaknya dewasa ini yang salah satu anaknya kawin dengan seorang Dosen dan salah satu tenaga pengajar di Universitas Cenderawasih Irian Jaya. Sedang si bungsu Manuel Kaisiepo hidup mandiri sebagai kolomnus yangmemiliki wawasan luas dan tulisannya sering dimuat didalam lembaran Harian Kompas.

 Dalam masa-masa mengemudikan bahtera hidup bersama istri tercinta, Anthomina Arwan telah merasakan suka dukanya. Hal demikian sebagaimana layaknya seorang Pegawai Negeri dalam enjalankan tugas selalu berdasarkan Surat Keputusan perintah dari atasan, yang dalam hal ini waktu adalah Pemerintahan Hindia Belanda. Merekalah yang mengatur dan menentukan jalannya pemerintahan. Sehubungan dengan itulah maka Frans Kaisiepo bersama keluarganya yang sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya untuk melaksanakan tugas ikut dari satu tempat ke tempat yang lain, bahkan dari kota yang penuh terpencil. Pada setiap tempat ia bertugas paling lama mereka menetap selama dua tahun.

 Begitulah seterusnya, sehingga Frans Kaisiepo bersama keluarga tercinta sudah menjelejahi laut, udara dan daerah pedalaman bumi Irian Barat yang dimulai dari Biak, Manokwari kapala burung sampai ke Fak-Fak di ujung perbatasan dengan timur (Papua Nieuw Guiniea).

 Dalam melakukan perpindahan ini, agaknya dapat dibayangkan betapa repotnya, karena perpindahan ini bukan saja memboyong anak istri dan barang yang diperlukan, melainkan juga adalah menghadapi berbagai problema yang membutuhkan pemecahan yang cepat, terutama dalam hal beradaptasi dengan masyarakat setempat yang menganut corak ragam kebiasaannya. Begitu juga keganasan bumi Irian yang kala itu masih perawan dan sangat sulit ditembus. Alat transportasi vital hanyalah perahu, dan selebihnya dilakukan dengan jalan kaki dengan yang berat serta menakutkan.

 Kesemua itu telah dilakukan oleh Frans Kaisiepo, namun demikian ia terus meniti hidup dan kehidupan sambil menenteng anak istri yang dicintanya dengan penuh rasa tanggung jawab. 60

 Demikianlah gerak langkah Frans Kaisiepo dalam masa-masa membimbing dan membina keluarga sewaktu bersama istri tercinta yang sudah almarhumah. Ia berusaha dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan anak-anaknya meskipun dibebani oleh berbagai kesibukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya.

 Dalam tahun 1967 setelah lama menduda, Frans Kaisiepo kembali membuka pintu hatinya dan berkenalan dengan seorang wanita yang berwajah manis yang nama lengkapnya adalah Maria Magdalena Moorwahyuni. Didalam tubuh gadis ayu ini masih mengalir darah keningratan yang terikat dengan turunan raja di pantai utara jawa.

 Perkenalan Frans Kaisiepo dengan Maria Magdalena Moorwahyuni ketika itu berawal dari ulah tingkah salah seorang pemuda Irian yang pada waktu itu sedang mengikuti pendidikan si Semarang, dan pemuda tersebut menodai seorang anak gadis pelajar SMP dan anak tersebut adalah anak dari teman dekat Moorwahyuni. Akan tetapi setelah diminta pertanggung jawaban pemuda tersebut tidak mau mengakui atas segala perbuatannya yang tercela itu. Melihat akan perbuatan yang tidak bertanggung jawab itu, Maria Magdalena Moorwahyuni yang merasa dirinya dipermalukan memberanikan diri sebagai juru bicara dalam menuntut penyelesaiannya. Akan tetapi dalam penyelesaian kasus tersebut telah mempertemukan Maria Magdalena Moorwahyuni dengan Frans Kaisiepo yang waktu itu menjabat sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya.

 Pertemuan itu telah membuka kesempatan untuk meluaskan gerak usaha yang telah digeluti Maria Magdalena Moorwahyuni ke daerah yang baru saja kembali kepangkuan Republik Indonesia. Sedang pada masa sebelumnya Maria Magdalena Moorwahyuni selepasan SMA 1961 dan kemudian menambah pengetahuan lewat kursus telah bergerak aktif dalam berbagai bidang usaha di kota Semarang. Salah satu usaha, selain dari usaha-usaha yang telah dilakukannya adalah bergerak dalam bidang perdagangan minuman keras.

 Demikianlah sebagai wanita pengusaha yang telah berhasil selalu bergerak dengan cepat dan dengan perhitungan yang tepat, Maria

melihat bahwa salah satu kegemaran rakyat Irian Barat, dan ini

61

merupakan warisan dari Pemerintah Kolonial Belanda yang belum dapat dihilangkan adalah minum-minuman keras. Melihat kesempatan baik itu, maka Meira Magdalena Moorwahyuni berusaha menembus pasaran dengan cara memperoleh izin untuk diperoleh adalah berkat perkenalan dengan Frans Kaisiepo. Sehingga jalan yang ditempuh berjalan mulus, dan akhirnya izin dan fasilitas ia dapat dari Gubernur kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya untuk memasukkkan minuman keras.6

 Dalam kaitan ini, kelihatan Maria Magdalena Moorwahyuni sangat padat kegiatannya dan ia semakin sering mondar-manir antara Semarang dan Jayapura. Sehingga karenanya ia semakin sering pula bertemu dengan Frans Kaisiepo.

 Dari pertemuan-pertemuan tersebut rupanya telah terjadi suatu kontak batin antara kedua insan dan ini terus berproses sehingga menjadi benih, yang dinamakan cinta. Dan kemudian dengan tidak ada peksaan dari pihak manapun kedua insan telah berseteguh akan membawa kemahligai pelaminan. Mereka tidak mempersoalkan suku atau ras, karena mereka bangsa Indonesia juga tidak membicarakan tentang perbedaan umut, sedang yang ada dalam diri mereka masing masing adalah kesepakatan, untuk memadu "cinta", saling mencintai, yang akan diwujudkan dengan perkawinan.

 Namun disebalik itu rupanya kesepakatan mereka itu ibarat duri dalam daging orang tua dan saudara-saudara Maria Magdalena Moorwahyuni. Sebab bagi orang tuanya dalam hal jodoh masih berpegang teguh pada tradisi suku Jawa yang telah melembaga. Mereka menghendaki supaya putri mereka yang masih berdarah ningrat itu dalam memilih jodoh hendaknya yang sepadan. Oleh sebab itu ketika telah terjalin erat, maka dengan spontan timbul reaksi, mereka tidak mau menerima Frans Kaisiepo masuk ke dalam anggota keluarga. Begitu juga sikap kedua adiknya Nicolas Moorwibowo dan Edy Hartanto sangat tidak menerima kehadiran Frans Kaisiepo di dalam keluarga .

 Kehendak orang tua tersebut agaknya memang wajar, sebab Maria Magdalena Moorwahyuni masih memiliki garis keturunan dari

_______________________________

6 Wawancara dengan Nona Maria Magdalena Moorwahyuni Frans Kaisiepo. tanggal 17 April 1995 di Jalan Setasuin Batutulis Bogor. 62

keluarga Condronegoro. Conronegoro adalah Kakek Buyut Maria Magdalena Moorwahyuni dan keluarga ini sesungguhnya mempunyai pertalian darah dengan raja-raja Demak. Kakeknya ini adalah menjabat Regen atau Bupati di Kudus, ia sangat dihormat dan disegani sesuai tradisi dan adat istiadat yang masih tetap bertahan kuat. Begitu pula ayahnya adalah orang terpelajar dan sosok yang dohormati, sebab ia sebagai seorang Jaksa di kota Semarang.7

 Reaksi yang terjadi dari orang tua dan saudara Maria Magdalena Moorwahyuni tidaklah menggoyahkan rasa cintanya dan tidak ada kaitan untuk merubah kesepakatan mereka dalam upaya membangun rumah tangga. Memang ia dapat menyadari bahwa sikap orang tuanya sangatlah beralasan. Namun demikian keteguhan hati dan percaya diri merupakan prinsip dan modal dasar Maria Magdalena Moorwahyuni untuk terus melangkah. Ia berkeyakinan bahwa masalah jodoh sudah diatur oleh yang Maha Kuasa. Karena masa- masa sebelumnya ia telah pernah dan besekukuh dengan mengenal seorang pemuda yang tinggal di Bandung, akan tetapi tenpa prahara sirna begitu saja, sehingga tinggal dalam kenangan yang indah saja.

 Demikianlah akhirnya pada tanggal 12 Nopember 1973 mereka melangsungkan pernikahan di Jakarta. Rasa haru, sedih dan bahagia terasa bersatu dalam diri Meria Magdalena Morwahyuni ketika itu. Rasa sedih sebab pada saat pesta pernikahannya tidak dihadiri oleh keluarganya dan rasa haru dan bahagia karena ia telah menemukan teman dalam mengarungi hidup. Dari perkawinan ini mereka telah dikaruniai seorang anak lelaki yang diberi nama Anthonius Viktor Kaisiepo. Kemudian untuk menghidupkan suasana mereka mengambil anak angkat seorang anak perempuan yang bernama Anastasia Kaisiepo. Sehingga anak mereka adalah Antonius Viktor Kaisiepo dan Anastasia Kaisiepo.S 8

 Di awal geraknya, bagi Maria Magdalena Moorwahyuni ada rasa sedikit kurang pas dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang baru di bina bersama Frans Kaisiepo.Hal ini karena adanya rintangan-rintangan kecil dan ini disadarinya bahwa penyebab utama adalah perbedaan adat dan tradisi antara mereka masing-masing. Frans

_______________________

7Ibid.

8Ibid .

63

Kaisiepo yang bertindak sebagai suami masih erat menutup diri, sedang Maria Magdalena Moorwahyuni yang kedudukannya sebagai istri belum dapat menembus isolasi akan kebiasaan-kebiasaan suami.

 Namun demikian rintangan-rintangan itu dapat tertutupi karena diimbangi dengan sifat kebapaan Frans Kaisiepo yang ditunjukkannya dalam banyak hal yaitu ia suka mengalah. Hal demikian itu adalah demi keutuhan dan keharmonisan rumah tangga mereka. Begitu juga

Maria Magdalena Moorwahyuni sang istri terus berusaha berjalan dengan baik pada garis yang sebenarnya. Demikianlah dengan adanya saling pengertian di antara mereka berdua bahtera rumah tangganya dapat berjalan serasi dan seimbang.

 Perlu diingatkan bahwa dengan terikatnya tali perkawinan Frans Kaisiepo dan Maria Magdalena Moorwahyuni berarti telah meletakkan kedudukan Maria Magdalena Moorwahyuni sebagai Nyonya Frans Kaisiepo. Dengan demikian satatusnya juga telah menjadi Ibu Pejabat dan kedudukannya pun sebagai wanita pertama di daerah Irian Jaya khususnya

 Dan sebagai istri pejabat bukan saja mengurus dan mengatur isi rumah tangga saja, tetapi melainkan juga harus aktif dalam berbagai kegiatan ibu- ibu dan selalu tampil di forum resmi, baik untuk mendampingi suami sebagai pejabat, maupun dalam pertemuan ibu ibu atau kaum wanita. Semua itu telah dijalankannya dengan sempurna.

 Meskipun Maria Magdalena Moorwahyuni masih berusia muda bila dibandingkan dengan Frans Kaisiepo, tetapi dari perhatian dan kemauan untuk memperkaya wawasan ia dapat mengimbangi jejak langkah suami. Ia semakin mahir untuk menyesuaikan diri dalam situasi dan kendisi dimanapun ia berada.

 Begitulah pemahamannya tentang ragam budaya Irian Jaya, bukan saja diperoleh dari suami, tetapi juga ia cari dari masyarakat dalam pergaulan yang dekat dengannya. Dari sanalah ia belajar dan mengenal lingkungan dan budayanya. Dengan demikian ia dapat menyelam lebih untuk mengenal sifat dan sikap Frans Kaisiepo sebagai putra Irian Jaya. 64

 Salah satu kebiasaan suaminya dan ini merupakan kebiasaan kaum pria masyarakat Irian adalah minum-minuman. Dan ini dilakukan mereka sampai hilang kesadarannya. Begitu juga kebiasaan Frans Kaisiepo, kebolehannya untuk minum bukan lagi diukur dengan jumlah botol yang bisa dihabiskan tetapi kehebatannya minum diukur dengan jumlah peti minumanan yang dihabiskan. Dan kenolehan Frans Kaisiepo meneguk minuman bisa menghabiskan satu peti dalam satu hari. Kebiasaan-kebiasaan ini telah menjadi perhatian serius dari istrinya, Maria Magdalena Moorwahyuni tidak rela melihat tingkah sang suami karenanya ia berusaha untuk menghentikannya Dan untuk menyetop kebiasaan itu suatu ketika Maria bertindak dengan nada marah mengancam Frans Kaisiepo, "pilih minum atau saya, kalau pilih minuman saya akan pulang, kalau pilih saya tinggalkan minuman". Dan semenjak ancaman tersebut kebiasaan minum mulai diatur dengan cara mengurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya Frans Kaisiepo dapat berhenti sama sekali dari ketagihan minum keras.

6.3 Masa-masa Akhir Frans Kaisiepo

 Dengan berakhirnya masa jabatan Frans Kaisiepo sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya dalam masa jabatan yang kedua kalinya, selanjutnya ia ditarik ke dalam aktivitas lingkungan Departemen Dalam Negeri. Berhubung karena tenaga serta pikiran masih diperlukan, Frans Kaisiepo diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA )9. Pada masa-masa ini ia dapat membuktikan kemampuannya dengan baik untuk turut berperan aktif.

 Sehubungan dengan kegiatannya sudah lebih banyak di Jakarta, maka Frans Kaisiepo memboyong keluarga pindah dan menetap di Jakarta. Untuk itu ia memilih bertempat tinggal di Jalan Belanak IV/ 32 Rawamangun Jakarta Timur. Di tempat inilah Frans Kaisiepo bersama anak istri menata kembali kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera.

 Merasa akan adanya kekerasan hidup di Jakarta ia sadar bahwa ia tidak memiliki apapun. Sedang anak dari perkawinan dengan Meria Magdalena Moorwahyuni ini masih memerlukan dana untuk membimbing dan mendidiknya. Bertolak dari itu ia berusaha untuk

______________________

9) Riwayat Hidup dan Perjuangan Frans Kaisiepo, Jakarta 3 Agustus 1993

65

merintis dengan membuat surat permohonan kepada Departemen Dalam Negeri untuk dapat memiliki sebidang tanah yang luasnya sekitar 7.000 meter persegi beserta rumahnya yang terletak dibilangan daerah Batu Tulis Bogor. Dan status tanah tersebut sebagai tanah milik departemen Dalam Negeri. Karena selama ini status tanah tersebut diberikan hanyalah sebagai hak pakai yang diberikan kepada pejabat atau pegawai yang masih aktif. Dan apabila sudah purnabhakti ataupun pegawai yang masih aktif. Dan apabila sudah purnabhakti ataupun sudah meninggal maka tanah tersebut kembali kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Departemen Dalam Negeri. Begitulah disela- sela kesibukannya, Frans Kaisiepo telah menyempatkan diri dan secara diam mengurusnya sampai berhasil, sedang istrinya tidak mengetahuinya bahwa tanah tersebut telah menjadi miliknya.

 Menginsafi akan keadaan dirinya yang sering sakit-sakitan, phisik dan tenaga semakin berkurang. Sehingga macam- macam tuduhan yang dilontarkan, sementara ada yang mengatakan dia di guna-gunai dan ada yang mengatakan diracun. Akan tetapi secara medis dan berdasarkan diagnose dokter, bahwa ia mengidap penyakit maag dan jantung. Hal ini agaknya dapat dimaklumi karena sebagai pejabat dan orang kerja yang terus melanglangbuana pada masa kerjanya di seluruh pelosok terpencil Irian Jaya tentu telah menyebabkan istirahat dan makannya kurang teratur.

 Namun demikian kadar kearifan masih tajam, meskipun semakin tampak perubahan pisiknya. Bahkan sulit dipercaya bagi orang biasa, karena ia memiliki indra keenam yang tajan dan ini telah menjadi miliknya sejak lama.

 Demikianlah kejadiannya. tiga bulan sebelum meninggalnya., di tengah malam buta Frans Kaisiepo bangun mencari sebuah map yang disimpan berisi surat-surat untuk pengurusan tanah dan kemudian membangunkan Maria Magdalena Moorwahyuni, istrinya tercinta. Kemudian menyerahkan map tersebut kepada sitrinya untuk disimpan dan sayah menjadi miliknya. Bersamaan dengan itu ia berpesan, bahwa ia akan pergi jauh. Tetapi meskipun demikian, "Jangan khawatir, karena aku mendapat pensiun dan dapat dipergunakan untuk membiayai hidupmu dan anak".10)


10) Wawancara dengan Nyonya Maria Magdalena Moorwahyuni Frans Kaisiepo, tanggal 17 April 1995 di Jalan Setasiun Batutulis Bogor. Menyusul akan tingkahnya yang dianggap aneh itu, beberapa waktu kemudian Frans Kaisiepo menulis surat yang ditujukan kepada saudaranya Williem Kaisiepo di Biak. Isi surat itu meminta kepada adiknya tersebut supaya rumahnya yang di Biak agar dibersihkan sebab beberapa bulan lagi atau medio April ia akan datang dengan tamu yang banyak.

Demikian rupanya ketentuan Pencipta setiap mahluk yang bernyawa akan merasakan mati, tidak ada terkecuali. Dan begitu juga halnya bagi Frans Kaisiepo sebagai manusia, telah diciptakan Tuhan kemudian menjalankan tugas hidupnya, dan pada 10 April 1979 dalam usia 58 tahun ia dipanggil Sang Pencipta dari rumah kediamannya di bilangan Rawangun Jakarta Timur. Ia meninggal kerena serangan Jantung.

Meninggalnya Frans Kaisiepo sedikit timbul perselisihan pendapat dalam keluarga yaitu tentang tempat pemakaman. Dari pihak pertama yaitu anak dari istri yang sudah almarhumah menginginkan supaya Frans Kaisiepo dimakamkan di samping makam Ibunya dengan alasan yang logis, karena kelak apabila akan ziarah akan dapat sekaligus melihat makam ayah dan ibu. Sementara dari pihak lain, Maria Magdalena Morrwahyuni istri setia yang menemani sampai akhir hayatnya menginginkan sesuai dengan pesan Frans Kaisiepo agar ia dimakamkan di Biak, sedangkan dari pihak Pemerintah sesuai dengan jalurnya supaya Frans Kaisiepo dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cenrawasih Biak. Akan tetapi kesemua dibatalkan oleh permintaan Frans Kaisiepo lewat istrinya, maka akhirnya ia diterbangkan dari Jakarta ke Biak dan dimakamkan di depan Taman Makam Pahlawan Cenrawasih di Biak.

Pada saat jenazah tiba dan disemayamkan di rumah Frans Kaisiepo di Biak timbullah sedikit kesalah fahaman antara Nyonya Maria Magdalena Moorwahyuni Frans Kaisiepo dengan Williem Kaisiepo, Adik iparnya, sehingga sedikit mempengaruhi suasan, karena di dalam suasana yang sedang berduka itu Williem Kaisiepo, adik Frans Kaisiepo dengan tidak berlasan kuat telah menuduh bahwa meninggalnya Frans Kaisiepo adalah karena diracuni oleh kakak iparnya, Maria Magdalena Moorwahyuni. Tindakan Williem bagaikan orang kalap, ia tidak dapat mengendalikan drir dan mengamuk membawa parang ditangan akan membunuh kakak iparnya. Karena itu Nyonya Maria Magdalena Moorwahyuni dilindungi disembunyikan oleh pihak yang berwenang, sehingga tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, karena Bupati sendiri tidak dapat mengendalikan Williem Kaisiepo.

Akan tetapi Nyonya Frans Kaisiepo yang merasa dirinya dipojokkan tidak merasa gentar menghadapi hal itu, ia dengan kepala dingin menunjukkan wibawa keibuannya dan memberikan penjelasan yang akhirnya meruntuhkan keberingasan Williem Kaisiepo di depan khalayak ramai. Sehingga Willem Kaisiepo sadar bahwa bukan ia saja yang kehilangan Frans Kaisiepo akan tetapi semua telah merasa kehilangan atas meninggalnya saudaranya yang tercinta, Frans Kaisiepo.

Demikikanlah gambaran hidup suka duka dalam mengarungi kebersamaan hidup yang ditempuh oleh Frans Kaisiepo dan Maria Magdalena Moorwahyuni terasa berlangsung singkat, hanya lebih kurang tujuh tahun lamanya. Kepergian Frans Kaisiepo bukan berarti memutuskan hubungan mereka, atau jelasnya tidaklah putus hubungan Maria dengan tanah Irian, daerah Biak khususnya. Hal ini karena Anthonius Viktor Kaisiepo adalah jembatan penghubung antara Jawa dan Irian Barat.

___________

(1) Ibid.