Mendjelang Alam Pantjasila/Bab 4

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Bab IV.

Bangsa Indonesia diatas

„GERINDA INTERNASIONAL”

 Bangsa Indonesiapun telah menundjukkan suatu tjara dalam memperdjoangkan tjita²-nja seperti kupasan dibawah. Begitu Negara Republik Indonesia dilahirkan, begitu pula bangsa² pendjadjah mulai menjerangnja. Negara jang masih merupakan seorang baji ini atas perlindungan Tuhan Jang Maha Esa dapatlah mempertahankan diri. Darah Putera² Indonesia mulailah membasahi Tanah Airnja. Kedjadian² ini berdjalan terus menerus. Lama-kelamaan kaum kapitalis-imperialis-kedjam dapatlah menghitung-hitung, bahwa mereka akan mengalami kerugian besar sekali penjerangannja ini diterus-teruskan Djalan lain untuk mentjekek Negara Republik Indonesia diambilnja dengan mengadakan perundingan jang dinamakan „Perundingan Linggardjati”. Perundingan ini dimulai pada tgl. 7 Oktober 1946. Persetudjuan didalam perundingan inipun telah ditanda-tangani oleh kedua belah fihak, Indonesia-Belanda, pada tgl. 25 Maret 1947. Djuga djalan ini menurut perhitungan kaum kapitalis-imperialis-kedjam tidak akan membawa keuntungan baginja.

 Djika fascis Djepang dengan mendadak mengadakan serangan atas Pearl Harbour maka DEMOKRAT (?) Belanda pada tgl. 21 DJULI 1947 djuga melakukan serangannja lagi atas „DE FACTO” Republik Indonesia dengan mendadak pula. Darah Patriot Indonesia mulai mengalir lagi diatas Tanah Airnja. Daerah² jang dapat menguntungkan kaum kapitalis-imperialis-kedjam sudah dapat diduduki oleh fihak jang ingin mendjadjah. Tetapi api kemerdekaan masih menjala² terus dalam dada tiap² Putera Indonesia jang sedang berada dipelosok²nja dunia. Karenanja perdjuangan bangsa Indonesia mendjadi sangat populer. Segala kekuatan bangsa Indonesia jang ada padanja dipakailah untuk mempertahankan Negaranja. Bangsa² jang terdjadjah diseluruh dunia dan bangsa² jang mau berfikir madju semuanja berkejakinan, bahwa bangsa Indonesia didalam perdjoangannja ini beradalah pada fihak jang benar. Kedudukan Negara Republik Indonesia didunia lambat laun makin mendjadi kuat.

 Pada tgl. 31 Djuli 1941 soal INDONESIA-BELANDA terpaksalah mulai dibitjarakan dalam Sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa². (U.N.O.) Artinja, dunia internasional mulailah ikut tjampur dalam soal ini. Achirnja tgl. 1 Agustus 1947 Dewan Keamanan tersebut berserulah kepada Belanda dan Indonesia supaja menghentikan tembak-menembak dengan segera, seruan mana terkenal dengan nama „gentjetan-sendjata”. Perundingan segera diadakan lagi antara delegasi Belanda dan Indonesia dengan diawasi oleh para wakil U.N.O. jang terkenal dengan nama Komisi Tiga Negara, perundingan mana terkenal djuga nama „perundingan Renville”. Perundingan ini dimulailah pada tgl. 8 Desember 1947. Pun persetudjuan didalam perundingan tsb. ditanda tangani djuga oleh jang berkepentingan pada tgl. 17 Djanuari 1948. Perundingan selandjutnja, untuk melaksanakan persetudjuan tsb. telah berkali² diadakan.

 Kalau dilihat dengan sepintas lalu maka segala perundingan ini memang sama sekali tidak menghasilkan sesuatu apa. Akan tetapi djika kita meluaskan pandangan kita, maka kita dapat mengerti, bahwa segala perundingan dan kedjadian di Indonesia ini adalah suatu „SLIJPSTEEN”, atau „GERINDA” jang setiap detik dapat mempertadjam atau memperkuat budi pekerti bangsa Indonesia pada umumnja didalam menghadapi aliran² internasional, „budi pekerti” mana nanti achirnja dapat disumbangkan kepada tjita² „DUNIA BERSATU” atau „ONE WORLD” didalam zaman keadilan dan kebenaran. Serupa itu djugalah sifat dari pada perundingan² jang dilaksanakan oleh duta² Negara Republik Indonesia di Amerika Serikat, Havana, India, Mesir, Australia, Eropah Timur, Eropah Barat dan tempat² lainnja diluar negeri. Sebaliknja, kedalam, Negara Republik Indonesia jang berpusat di Djokjakarta sendiripun merupakan suatu „GERINDA” bagi Bangsa Indonesia jang berada di NEGARA INDONESIA TIMUR dan daerah² pendudukan Belanda lainnja. Djustru karena ADANJA Negara Republik Indonesia inilah maka fihak pendjadjah terpaksa memberi sedikit keluasan kepada bangsa Indonesia jang berada didaerah pendudukannja untuk mempertadjam serta memperkuat „budi pekertinja” djuga didalam mengatur „RUMAH TANGGA SENDIRI” dengan maksud supaja nilai Negara Republik Indonesia digelanggang internasional dapat mendjadi kurang atau dapat di-imbangi.

 Menarik kesimpulan dari sikap fihak pendjadjah ini, maka kita dapat jakin, bahwa segenap bangsa Indonesia akan dapat menjumbangkan „budi-pekerti” kepada tjita² ONE WORLD tsb. apabila pagar jang memisahkan bangsa Indonesia dari bangsa Indonesia atau dengan perkataan lain „BENTENG PENDJADJAHAN” ini sudah musna sama sekali. Sekarang djuga benteng tersebut politis sudah musnah, ketjuali bekas²-nja jang masih merupakan pengatjauan baik politis, maupun ekonomis atau ethis Negara² boneka dan bagian lainnja sudah lebur mendjadi Negara Kesatuan jang tetap berdasar Pantjasila.

 Kalau kita memperhatikan pandangannja para tjendekiawan, maka terdapatlah suatu dugaan, bahwa dunia kini akan menghadapi perang dunia ke-3. Negara2 pengikut Amerika-Serikat kini ribut mentjari pengaruh dan sahabat untuk menghadapi perang dunia ke-3 melawan Negara² pengikut Sovjet Russia. Begitupun fihak lawannja. Pun Negara² pengikut Amerika-Serikat kini menghendaki supaja Indonesia dalam keadaan aman dan damai dilihat dari sudut kepentingan ekonomi dan strategie mereka sendiri. Tetapi dunia kini sudah dapat menjaksikan, bahwa Belanda, bagaimanapun djuga tidak akan dapat menjelenggarakan suasana aman dan damai di Indonesia. Hal inipun sudah diinsjafi sendiri oleh Negara² tersebut.  Sebaliknjapun dunia tahu, bahwa Indonesia dapatlah aman kalau Belanda sebagai pendjadjah ditarik dari seluruh kepulauan Indonesia dan selandjutnja Negara Republik Indonesia dihidup-hidupkan dibawah pengaruh Negara² tersebut. Tetapi kalau betul² begitu kedjadiannja, maka Negara² jang akan berhadapan muka dengan negara² pengikut U.S.S.R. didalam perang dunia ke-3 tentu akan kehilangan pengaruh dan sahabatnja di Eropah Barat. Bukan itulah jang dikehendaki oleh Negara² pengikut Amerika Serikat. Sebaliknja pula dengan mudah kiranja Negara Republik Indonesia dapat dimusnahkan sama sekali oleh Negara² tersebut dan selandjutnja Belanda dengan kekuasaannja dihidup-hidupkan di Indonesia. Tetapi andai kata begitulah kedjadiaannja dan Negara Republik Indonesia jang telah populer karena kebenaran perdjoangannja betul² sudah musnah, tentulah Negara² ini akan kehilangan pengaruh, bahan² mentah, strategie dan sahabat² dibenua Asia pada chususnja dan di-tanah² jg. penduduknja menghendaki kemerdekaan pada umumnja. Bukan itu pulalah jang dikehendaki oleh Negara² tersebut berdasarkan suatu kenjataan, bahwa bangsa Asia segeralah bergerak serentak dengan mengundang „Inter Asian Confrence”, setelah melihat usaha Belanda mengubur Negara Republik Indonesia dalam agressinja jang ke-2 dahulu.

 Achirnja bagaimanakah sikap mereka selandjutnja ? Djamur² politik kini sudah meramalkan, bahwa perang dunia ke-3 tak dapatlah ditjegah. Djalan lain untuk mengambil tindakan terhadap Negara Republik Indonesia, bagi Negara² tersebut, agaknja sudah tidak ada lagi selainnja meninggalkan Negara Republik Indonesia begitu sadja dengan maksud supaja Negara Republik Indonesia dibiarkan berdiri sebagai Negara Politis sadja, asal ekonomi, strategie dan tenaga-tenaga perang Indonesia jang melulu akan dipergunakan untuk menghadapi perang dunia ke-3 nanti dapat dikekang oleh Negara² tersebut meskipun pengekangannja itu dengan djalan halus. Begitulah agaknja djalan jang akan atau jang telah diambil oleh Negara² tersebut, seperti jang belakangan ini dapat terasa. Tentang terlaksana atau tidaknja maksud mereka itu tergantunglah pada kewaspadaan bangsa Indonesia sendiri.

 Apabila kehendak ini mentjapai kenjataannja maka wadjiblah bangsa Indonesia mulai bertapa didalam bahtera Negara Republik Indonesia jang ber-Pantjasila dengan menguasai hawa nafsunja, bahtera mana akan terapung di-tengah² lautan api jang membandjiri dunia. Mengingat akan dugaan² diatas, maka tentu timbullah pertanjaan² dalam hati sanubari bangsa Indonesia sebagai berikut :

    „Dapatkah Bangsa Indonesia jang masih tak segan² menjimpang-sijurkan kepertjajaan dan aliran politieknja masing² menjelamatkan bahtera tersebut”?

 Ja, achirnja niat bangsa Indonesia sendirilah nanti jang harus mendjawab pertanjaan diatas dengan disertai do'a kepada Tuhan Jang Maha Esa supaja diberi djalan jang benar.

 Untuk memelihara kewaspadaan perlulah disini disadjikan peneropongan terhadap suasana dunia" atau pembatjaan „mobah mosiknja dunia” pada dewasa ini. Seperti telah kita ketahui maka pada dewasa ini tiada satu negarapun didunia jang dapat bergerak bebas, leluasa dan meredeka seratus persen dengan tiada mengindahkan kepentingan negara lainnja. Teranglah bahwa dunia,- setelah mengalami kemadjuan² dalam hal technik, ketatanegaraan, perekonomian dan lain sebagainja-, achirnja dapatlah dikatakan telah mendjadi sempit. Dalam keadaan jang serba sempit ini maka selajaknja bahwa orang tiada akan hindar dari pengaruh sesama hidupnja. Oleh karena itu maka kini orang mulai berlomba-lombaan dalam usahanja untuk mempersatukan dunia menurut garis kepentingan atau kejakinannja masing², perlombaan mana achirnja mengakibatkan timbulnja kegontjangan² dalam masjarakat dunia dewasa ini.  Apa jang kita lihat sekarang ? Mau tidak mau nasib orang diseluruh dunia kini hanja dibawa oleh dua ummat manusia sadja jang memegang putjuk pimpinan negara² raksasa jang ada didunia ini dan jang masing² berpusat di Moskou dan Washington.

 Hanja manusia jang waspadalah nanti jang akan melihat tanda², bilamana Tuhan Jang Maha Esa memberi djalan jang benar menudju ke Dunia Baru jang akan dipimpin oleh para titah Tuhan berdasarkan atas djiwanja jang baru pula.

Left

TRUMAN

 Kalau orang dapat menafsirkan bahwa Perang Dunia ke 1 dan ke 2 dahulu adalah suatu djalan bagi bangsa² terdjadjah untuk memerdekakan diri dari tjengkeraman bangsa lain, maka apa salahnja kalau orang pun menafsirkan bahwa segala sesuatu jang akan atau telah ditimbulkan oleh dua ummat manusia diatas pun suatu djalan pula bagi „”bangsa² jg. baru sadja merdeka” ini untuk menjempurnakan atau mengisi kemerdekaannja sesuai dengan tjita-tjitanja masing-masing?

 Tetapi perlu djuga diingat bahwa apabila kemerdekaan bagi segenap bangsa didunia ini sungguh² dapat mentjapai kesempurnaannja sedang dunia kini sudah mendjadi sempit maka berartilah bahwa Dunia Baru telah lahir pula. Kemerdekaan bagi segenap bangsa didunia memang tiada akan sesuai dengan arti jang sebenarnja kalau dunia jang sekarang dikuasai oleh orang² jang tiada pertjaja akan adanja kemerdekaan bagi setiap bangsa ini, tidak terbongkar sama sekali untuk mendjadi rabuk bagi dunia baru jang sedang timbul.

 Menarik kesimpulan dari peneropongan diatas maka selandjutnja dapatlah ditetapkan bahwa segenap bangsa Indonesia jang telah sadar bernegara tentulah jakin bahwa pelaksanaan Pantjasila negaranja adalah suatu djalan benar baginja. Oleh sebab itu maka sudah selajaknja pula bahwa bangsa Indonesia kini mulai berusaha untuk dapat melaksanakan Pantjasila negaranja dengan sewadjarnja. Menurut Kenjataan, memang bangsa Indonesia tidak dapat meninggalkan Pantjasila negaranja sedetikpun. Bentjana akan timbullah djika bangsa Indonesia meninggalkan Pantjasila negaranja.

 Sebagai penutup, perlu djuga disini dipertimbangkan dalam hati, padangan kaum tua di Djawa tentang kelahiran Negara Republik Indonesia jang diproklamirkan oleh „SUKARNO - HATTA” berdasarkan atas Pantjasila tersebut. Menurut kepertjajaan kaum tua jang berpegangan pada ramalan Seh Bakir ini, maka bangsa Indonesia memang sedjak dahulu kala, dengan melalui beratus-ratus turunan, selalu dibimbing dan dilindungi oleh dua djiwa besar jang selalu menitis. Dalam ramalan tersebut ditjeritakan djuga pertemuan Seh Bakir dengan dua djiwa besar tersebut diputjuk gunung Tidar dipusatnja pulau Djawa. Segala pembitjaraan antara Seh Bakir dari Negeri Room dan dua djiwa besar disebut Semar dan Togok sebagai pembimbing dan pelindung penduduk asli dipulau Djawa inilah jang kemudian disebut „Djangka Seh Bakir”. Sebab dalam pembitjaraan² ini Seh Bakir mengemukakan ramalan² terhadap nasib pulau Djawa dan sekitarnja, ramalan² mana sampai detik ini djuga boleh dikata njata. Disitu dikatakan bahwa dua djiwa besar ini selalu membimbing masjarakat dipulau Djawa dan sekitarnja. Pada zaman Purwa dua djiwa besar jang selalu menitis ini disebut Semar dan Togog. Pada zaman Madjapahit dan sebelumnja dua djiwa besar ini disebut Najaginggung dan Sabdapalon. Dua nama inipun tiada dapat dipisah-pisah lagi seperti halnja dengan nama Semar dan Togog itu. Naja artinja Pemerintahan dan ginggung artinja gontjang. Djadi Najaginggung dapat ditafsirkan ahli memerintah dalam keadaan jang gontjang. Selandjutnja Sabda artinja utjapan orang besar dan palon berati bagaikan palu. Djadi Sabda-palon berarti: Utjapan orang besar jang berpengaruh. Pun disitu dikatakan bahwa dua djiwa besar diatas sesudahnja zaman Madjapahit tidak lagi mentjampuri masjarakat di Djawa dan sekitarnja artinja tidak lagi membimbingnja, hal mana jalah disebabkan karena mereka tiada menotjoki aliran² jang datang di Djawa dan sekitarnja pada waktu itu. Tetapi sebelum dua djiwa besar ini meninggalkan masjarakat di Djawa dan sekitarnja mereka meninggalkan utjapan bahwa mereka akan kembali lagi membimbing masjarakat di Djawa dan sekitarnja pada waktu jang telah ditentukan. Disitulah datang pembalasan kedua-dua djiwa besar ini terhadap pengrusak masjarakat di Djawa dan sekitarnja jang tertipu sehingga tidak lagi mau mengikuti djedjak dua djiwa besar pada waktu itu. Pun dikatakan djuga bahwa datangnja dua djiwa besar itu kembali jalah sebagai tanda akan datangnja agama „buda-budi”.

 Selainnja ramalan Seh Bakir perlu djuga diperhatikan, buku „Darmogendul” karangan pudjangga Ronggowarsito dalam menjesuaikan pandangan diatas dengan kenjataan, hal mana harus memerlukan hati jang djudjur.

Dari alam ramalan kita kembali kealam kenjataan !
Sekarang siapapula pemimpin² besar „bangsa Indonesia” ?
Siapapula pembimbing djiwa bangsa Indonesia ?
Siapapula penggembleng bangsa Indonesia dalam memusnahkan
pendjadjahan lahir-batin dari bangsa lain ?
Siapapula jang memproklamirkan Kemerdekaan bangsa Indonesia dengan memberi pegangan hidup, jang ditemukan kembali, kepada bangsa Indonesia ?

  Oleh 70 djuta bangsa Indonesia, pertanjaan² diatas tentu didjawab :

Sukarno-Hatta lah jang memberi/membuka djalan. bagi bangsa Indonesia untuk menjusun masjarakat baru di Indonesia.

Nama Sukarno-Hatta ternjata tidak dapat dipisah-pisah seperti djuga nama Semar-Togog dan nama Najaginggung-Sabda palon.

Bung HATTA

 Pun Bung Hatta selalu muntjul sebagai Perdana Menteri dalam Presidensieel Kabinet kalau masjarakat Indonesia sedang mengalami kebingungan. Hal ini tidak perlu disangkal oleh mereka jang telah mendjadi budak dari pada negera lain. Sebab kenjataan sudah membuktikan. Pun amanat Bung Karno selalu ditaati oleh bangsa Indonesia dan lain² bangsa jang bersimpasi. Kalau Bung Karno memerintahkan untuk mengedjar Amir/Muso maka boleh dikatakan bahwa seluruh rakjat di Indonesia berdiri dibelakang perintah tersebut. Kalau Bung Karno memerintahkan untuk menghentikan tembak menembak maka berhentilah tembak-menembak. Pun kalau Bung Karno mengutjapkan pidatonja dizaman Djepang dengan mengemukakan Pantjasila maka Pantjasila inipun kemudian mendjadi dasar Negara kita. Lain dari pada itu utjapan bung Karno dimanapun djuga selalu mendapat perhatian orang diseluruh dunia. Memang tepat bahwa utjapan Bung Karno dikatakan : bagaikan palu.

 Pandangan inilah jang perlu dipertimbangkan dalam hati oleh segenap Patriot Indonesia dengan mengingat djuga bahwa Bung Karno pulalah jang baru² ini sangat kuat berinisiatip untuk menghubungkan bangsa Indonesia dengan bangsa India kembali dalam membangun kesenian, kebudajaan, sedjarah, keamanan dan persahabatan antara kedua-dua bangsa ini seperti jang kita saksikan pada kundjungan Bung Karno ke India dan kundjungan pembalasan Pandit Jawaharlal Nehru ke Indonesia, peristiwa mana masing² mendapat sambutan meriah dari segenap rakjat dari segala lapisan. Peristiwa inipun dapat kita hubungkan dengan peristiwa, tersebut dalam ramalan Seh Bakir, dimana Semar-Togog atas wedjangan Seh Bakir telat berhasil menghubungkan penduduk asli di Djawa dan sekitarnja dengan orang² Keling.

 Kesimpulan dari pada hal² diatas jalah suatu pendapat bahwa segenap bangsa Indonesia wadjib tetap beriman teguh serta waspada dalam melaksanakan Pantjasila Negaranja dengan berpegangan pada sedjarah kita sebagai peladjaran bagi kita.

 Selandjutnja perlu diinsjafi bahwa gangguan² didalam negeri tetap selalu ada apabila Pantjasila ini belum dilaksanakan sepenuhnja. Artinja, segala djedjak langkah Negara Republik Indonesia beserta sifat susunan Pemerintahannja harus tiada lagi merupakan suatu hasil tiruan jang berdasarkan fanatik intelektualisme asing belaka melainkan sungguh² atau benar² merupakan suatu hasil tjiptaan bangsa Indonesia sendiri berdasarkan atas Pantjasila. Bukan sedjarah asing jang memerlukan penjelidikan utama bagi kita melainkan sedjarah kita sendirilah jang perlu diambil sebagai peladjaran. Dengan djalan demikian maka para pengemudi serta rakjatnja tentu benar² akan mengetahui gunanja alat² Negara satu-persatunja. Selama ini belum dapat dilaksanakan, nistjaja Negara Republik Indonesia dengan organismenja jang di import dari luar ke Indonesia tetap akan subur bagi segala matjam perselisihan keborosan dalam hal keuangan Negara, penjakit kemelaratan difihak kaum jang lemah atau jang djudjur, moreele-inzinking, dan kekatjauan.

Pantjasila Negara kita harus dihidupkan dalam segala lapangan agar supaja dapat mendjadi pegangan hidup manusia dalam menghadapi leburnja zaman jang berdasarkan atas nilai emas, kekedjaman dan kepintaran itu.



ΤΑΜΜΑΤ


‘’’₴’’’