Mekanisme Impeachment & Hukum Acara Mahkamah Konstitusi/ANALISIS PROSES IMPEACHMENT MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 (SETELAH PERUBAHAN)/Proses Impeachment di MK /Kedudukan Pemohon serta Presiden dan/atau Wakil Presiden

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian
Galat templat: mohon jangan hapus parameter kosong (lihat petunjuk gaya dan dokumentasi templat).
Mekanisme Impeachment & Hukum Acara Mahkamah Konstitusi

BAB IV ANALISIS PROSES IMPEACHMENT MENURUT UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 (SETELAH PERUBAHAN)

D. Proses Impeachment di MK

1. Kedudukan Pemohon serta Presiden dan/atau Wakil Presiden

Yang menjadi fokus perhatian dalam proses impeachment di MK adalah bahwa MK memutus benar atau salahnya pendapat DPR atas tuduhan impeachment yang ditujukan kepada Presiden dan/ atau Wakil Presiden. Ketika proses impeachment di MK, MK berarti tidak sedang mengadili Presiden dan/atau Wakil Presiden atas tuduhan impeachment karena yang menjadi obyek dalam proses impeachment di MK adalah pendapat DPR.

MK wajib memeriksa, mengadili dan memberikan putusan atas pendapat tersebut. Pendapat DPR yang diputuskan dalam rapat paripurna adalah lebih bernuansa politis. Oleh sebab itu proses impeachment di MK adalah untuk melihat tuduhan impeachment kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam perspektif hukum. Karena MK merupakan institusi peradilan sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman maka putusan yang dijatuhkan MK atas pendapat DPR adalah untuk memberi justifikasi secara hukum.

DPR adalah satu-satunya pihak yang memiliki legal standing untuk beracara di MK dalam rangka tuduhan impeachment kepada Presiden dan/atau Wakil Presiden. Disebutkan secara eksplisit dalam pasal 80 ayat (1) bahwa “Pemohon adalah DPR”. Akan tetapi, permasalahan yang muncul adalah siapakah yang akan mewakili DPR dalam persidangan di MK atau dapatkah DPR menunjuk kuasa hukum untuk mewakili kepentingannya di persidangan MK?

Dalam hal penunjukkan kuasa hukum, UU MK secara umum mengatur bahwa setiap pemohon dan/atau termohon yang beracara di MK dapat didampingi atau diwakili oleh kuasanya[1]. Berarti DPR sebagai pemohon dalam perkara tuduhan impeachment di MK juga dapat menunjuk kuasa untuk mendampingi atau mewakilinya dalam beracara di MK. Akan tetapi, dengan pertimbangan untuk memberikan keterangan selengkap-lengkapnya kepada Majelis Hakim Konstitusi tentu lebih baik bilamana DPR menunjuk anggota-anggotanya yang terlibat secara intens dalam rapat-rapat di DPR ketika penyusunan tuduhan impeachment. Misalnya anggotaanggota yang mengusulkan hak menyatakan pendapat maupun anggota Panitia Khusus yang dibentuk untuk melakukan pembahasan tuduhan impeachment di DPR.

Bagaimana dengan kedudukan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam proses impeachment di MK?

Dari seluruh ketentuan hukum acara pelaksanaan kewenangan dan kewajiban MK yang diatur dalam UU MK hanya ada satu ketentuan hukum acara pelaksanaan kewenangan MK yang secara eksplisit menyebutkan adanya termohon yaitu kewenangan MK memutus sengketa antar lembaga negara. Hal ini berarti bahwa selain kewenangan memutus sengketa lembaga negara, seluruh pelaksanaan hukum acara kewenangan dan kewajiban MK bersifat adversarial. Kehadiran atau pemanggilan pihak-pihak selain pemohon dalam persidangan bukanlah untuk saling berhadapan dengan pemohon namun untuk dimintai keterangan bagi Majelis Hakim Konstitusi melakukan pemeriksaan silang (cross check) ataupun memperkaya data-data yang dibutuhkan.

Dengan demikian, dalam proses impeachment di MK kehadiran Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam persidangan MK bukanlah sebagai termohon. Dan kehadiran Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam persidangan MK adalah hak bukanlah kewajiban. Hak Presiden dan/atau Wakil Presiden yang mengalami tuduhan impeachment untuk memberikan keterangan dalam persidangan MK menurut versinya bilamana Presiden dan/atau Wakil Presiden menganggap bahwa pendapat maupun keterangan yang diberikan oleh DPR dalam persidangan MK tidak benar.

Dalam hal penunjukan kuasa hukum dalam persidangan MK maka Presiden dan/atau Wakil Presiden juga memiliki hak untuk didampingi atau diwakili oleh kuasa hukum. Namun untuk mencegah adanya distorsi akan lebih baik bilamana Presiden dan/ atau Wakil Presiden hadir dalam persidangan MK sebagaimana Presiden dan/atau Wakil Presiden diwajibkan hadir untuk memberikan keterangan dalam rapat pembahasan Panitia Khusus yang dibentuk oleh DPR sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR[2].

  1. Pasal 43 dan 44, UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
  2. Pasal 184 ayat (3) Peraturan Tata Tertib DPR