Madilog
Sejarah Madilog
[sunting]Ditulis di Rawajati dekat pabrik sepatu Kalibata Cililitan Jakarta. Disini saya berdiam dari 15 juli 1942 sampai dengan pertengahan tahun 1943, mempelajari keadaan kota dan kampung Indonesia yang lebih dari 20 tahun ditinggalkan. Waktu yang dipakai buat menulis Madilog, ialah lebih kurang 8 bulan dari 15 juli 1942 sampai dengan 30 maret 1943 (berhenti 15 hari), 720 jam, ialah kira-kira 3 jam sehari.
Buku yang lain ialah Gabungan Aslia sudah pula setengah di tulis. Tetapi terpaksa ditunda. Sebab yang pertama karena kehabisan uang. Kedua sebab sang Polisi, Yuansa namanya diwaktu itu, sudah 2 kali datang memeriksa dan menggeledah rumah lebih tepat lagi “pondok’’ tempat saya tinggal. Lantaran huruf madilog dan Gabungan Aslia terlampau kecil dan ditaruh di tempat yang tiada mengambil perhatian sama sekali, maka terlindung ia dari mata polisi. Terpeliharalah pula kedua kitab itu dan pengarangnya sendiri seterusnya dari mata dan tongkat kempei Jepang.
Lantaran hawa kediaman saya itu sudah agak panas dan bahaya kelaparan sudah mengintip, maka terpaksalah saya memberhentikan pekerjaan saya meneruskan menulis Gabungan Aslia. Saya bertualang di daerah Banten mencari nafkah sambil memperlindungkan diri pula.
Akhirnya saya dapat pekerjaan tetap di Tambang Arang, Bayah. Disinilah saya mendapat pekerjaan sedikit lebih tinggi dari romusha biasa, (maklumlah orang tak punya diploma dan surat keterangan!) sampai menjadi pengurus semua romusha dan penduduk kota Bayah dan sekitarnya dalam hal makanan, kesehatan, pulang-pergi dan sakit matinya romusha ribuan orang, dengan perantaraan kantor urusan prajurit pekerja.
Sebagai ketua Badan Pembantu Pembelaan (BPP) dan Badan Pembantu Prajurit Pekerja (BP3), saya akhirnya sampai dipilih menjadi wakil daerah Banten ke kongres Angkatan Muda yang dijanjikan di Jakarta, tetapi tak jadi itu (bulan Juni 1945). Disinilah saya berjumpa dengan pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dll. yang sekarang mengambil bagian dalam pergerakan Persatuan Perjuangan. Juga dengan pemuda lainnya umpamanya seorang jurnalis yang amat dikenal di sekitar Bayah ketika itu, tak lebih dan tak kurang dari Bang Bejat, alias Anwar Tjokroaminoto dan saudaranya. Resan minyak ke minyak, resan air ke air, kata pepatah.
Demikianlah pengarang ini yang pada masa Jepang itu memperkenalkan dirinya dengan nama ILJAS HUSSEIN, dengan jalan memutar sampai juga ke golongan yang dicari yang mulai mengambil bagian besar dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, ialah golongan pemuda. Pekerjaan revolusioner di samping pemuda itu sampai sekarang terus berlaku, yakni Persatuan Perjuangan yang sudah mulai menulis sejarah. Atas permintaan pemuda pulalah Madilog sekarang akan disebarkan di antara mereka yang rasanya sanggup menerimanya.
Pena merayap di atas kertas dekat Cililitan, di bawah sayapnya pesawat Jepang yang setiap hari mendengungkan kecerobohannya di atas pondok saya. Madilog ikut lari bersembunyi ke Bayah Banten, ikut pergi mengantarkan romusha ke Jawa tengah dan ikut menggeleng-geleng kepala memperhatikan proklamasi Republik Indonesia. Di belakang sekali ikut pula ditangkap di Surabaya bersama pengarangnya, berhubung dengan gara-gara Tan Malaka palsu………………bahkan hampir saja Madilog hilang.
Baru 3 tahun sesudah lahirnya itu, Madilog sekarang memperkenalkan dirinya kepada mereka yang sudi menerimanya. Mereka yang sudah mendapat minimum latihan otak, berhati lapang dan seksama serta akhirnya berkemauan keras buat memahamkannya.
TAN MALAKA
Lembah Bengawan Solo, 15 Maret 1946.
Pendahuluan
[sunting]IKLIM
Mokojobi, 15-6-2602. tanggal opisil kini, waktu saya menulis “Madilog’’. Dalam perhitungan “tuan’’ yang sekarang sedang jatuh dari tahta pemerintahan Indonesia itu bersamaan dengan Donderdag Juli 15, 1942. Murid bangsa Indonesia yang bersekolah Arab dekat tempat saya menulis ini, menarikkan pada hari kamis, bulan Radjab 30, 1362.
Semua itu memberi gambaran, bahwa Indonesia sebenarnya belum bertanggal berumur sendiri. Indonesia tulen belum timbul dari tenggelamnya berabad-abad itu.
11 Juli 1942 petang, saya sampai di Jakarta. Saya meninggalkan Telokbetong pada 7 Juli. Rupanya sama dengan tanggal Ir Sukarno meninggalkan Palembang. Tetapi ada perbedaan. Kapal yang saya tumpangi cuma perahu layar tak lebih dari 4 ton, tua dan bocor walaupun namanya merdu bunyinya "Sri Renyet’’. Perahu layar ini sama sekali menjadi permainan angin saja. Kalau angin dari belakang majulah dia. Kalau dari muka berlabuhlah dia, walaupun dekat karang, kalau dia tak mau dibalikkan kembali atau ditenggelamkan. Kapal Ir. Sukarno kabarnya ditarik oleh kapal motor Jepang. Sebab itu walaupun sama waktu berjalan dan saya dua kali lebih dekat dari Ir. Sukarno ke tempat yang dituju, saya dua kali selama dia di jalan baru sampai.
Ada lagi perbedaan. Walaupun pembuangan saya dua kali pula selama pembuangan Ir. Sukarno yang 10 tahun itu dan saya sebetulnya bukan dikembalikan dengan resmi, melainkan kembali sendiri saya belum boleh bekerja dengan terbuka. Sedangkan Ir. Sukarno sudah "diberi’’ izin buat membikin "propaganda’’. Dalam "Sinar Matahari’’ diterbitkan oleh Kepala Bagian Umum dari barisan propaganda Dai Nippon Palembang dalam No. 49, Kayobi atau Selasa, 23-6-2602, dalam artikel "Di Barisan Depan’’ tuan Sukarno menganjurkan pada Rakyat Indonesia bekerja bersama-sama sekuat-kuat tenaga dengan Dai Nippon. Sebab, hanya dengan bekerja bersama-sama dengan Nippon, kita akan dapat mencapai cita-cita kita Indonesia Raya dalam lingkungan Asia Raya’’. Senin 13 Juli (jangan takut sama angka 13), Ir. Sukarno berjabatan tangan dengan Drs. Muhammad Hatta pemimpin Nasionalis Indonesia yang setingkat tingginya dengan Ir. Sukarno sama-sama cerdik pandai, terpelajar, berani, tahan dan rela menderita kesukaran hidup, yakni sampai Jepang masuk.
Disamping gambar tertulis : “Ir. Sukarno dan Drs. Muhammad Hatta berjabatan tangan sebagai pengakuan bekerja bersama-sama guna masyarakat.”
Dengan hampa tangan saya cari tulisan kedua pemimpin tadi yang bersangkutan dengan persoalan. 1. bagaimana tata negara Asia Raya, 2. Bagaimana kedudukan Indonesia Raya dalam Asia Raya cetakan militer Jepang itu, 3. Bagaimana tata negara Indonesia Merdeka sendiri, 4, 5…………ad.infinitum, yakni tidak berhenti seterusnya …………Kesimpulan: kedua pemimpin nasionalis sudah mulai menjalankan cita-citanya, ialah di bawah ujung pedang Samurai.
Akhirnya perbedaan yang ketiga. Sedangkan kedua pemimpin tersebut disambut dengan kegirangan oleh pengikutnya secara resmi, seperti "bever’’ (berang-berang – catatan editor) yang terkenal tinggal di lubang yang dibikinnya di bawah air itu, saya masuk mesti memakai segala anggota keawasan, yang memang sudah terlatih dalam pelarian yang lebih dari 20 tahun lamanya. Apabila kelak sudah pasti bahwa golongan (klas) yang saya pertahankan selama ini boleh menjalankan haknya, maka barulah kelak saya akan meninggalkan "sarang’’.
Tetapi sarang sekarang memang lebih baik tempatnya dari yang sudah-sudah. Letaknya tidak lagi di Tiongkok atau di tepi tapal batas Jajahan Belanda, walaupun di Indonesia juga seperti 4 tahun yang lalu, tetapi di tengah-tengah Rakyat dan kaum yang sebentuk badan dan mukanya dengan saya dan yang lekas saya bisa mengerti perkataan dan tingkah lakunya. Tetangga saya tiada lagi cerewet mencampuri, siapa saya, dan dari mana saya datang sebab bentuk badan, muka dan bahasa semuanya sama………..
Dari sini saya bisa mempelajari sikap dan perbuatan tentara Jepang, serta sikap dan perbuatan pemimpin Indonesia Raya dalam lingkungan Asia raya. Tetapi saya tiada boleh mengharapkan lebih dari mempelajarinya saja.
Saya kenal Rakyat Jelata Jepang di masa damai. Mereka tahu membedakan yang buruk dengan yang baik tentang hal yang datang dari barat. Mereka bersifat berani dan berlaku ramah tamah terhadap bangsa lain. Tetapi tentara Jepang yang sekarang mengawasi musuh dengan pedang terhunus, dan sering hilang kesabaran terhadap kaum pekerja bangsa Indonesia, tiadalah satu organisasi yang patut diajak berembuk tentang politik yang berdasarkan ke-proletar-an.
Ketua Kota Jakarta (H. Dachlan Abdullah) ini duduk sebangku dengan saya, ketika belajar di Indonesia dan sering sekamar tidur dan makan di Indonesia dan Eropa. Drs Mohammad Hatta bukan asing buat saya. Saya belum bertemu muka dengan Ir. Sukarno. Tetapi perkataan simpati terhadap saya dulu banyak saya baca. Ketiganya mereka ada disini, dekat dan kalau saya menemui mereka, saya bisa ambil kembali uang saya yang dulu tersimpan dalam Bank Belanda (Javasche Bank) sebelum pergi keluar negeri. Saya bisa longgarkan kehidupan saya, dijumpai keluarga saya yang masih hidup dan cari kuburan ibu dan bapa yang keduanya meninggal di waktu saya bertualang. Tetapi tentu susah, mungkin mustahil buat saya melalui pagar Besi Dai Nippon berkeliling rumah mereka. Seandainya bisa, tentulah "sarang’’ saya tak akan aman lagi …………..
Begitulah iklim, suasana politik ketika saya mulai melahirkan "Madilog’’ di atas kertas. Saya berada di tengah-tengah rakyat Jelata Indonesia, dekat keluarga dan para sahabat. Tetapi keadaan dan paham saya memaksa saya tinggal sendiri di tengah-tengah masyarakat yang sering menyebut-nyebut nama, tetapi tak mengenal rupa saya.
Terbitlah mulanya pertanyaan dalam diri saya; buku manakah yang pertama mesti ditulis yang paling cocok dengan keadaan diri dan luar diri saya.
Ada tiga buku yang sudah bertahun-tahun saya kandung dalam fikiran, tetapi belum bisa dilahirkan.
- Undang kaum Proletar berpikir, yang sekarang saya namai Madilog.
- Federasi Aslia ialah potongan dari Asia-Australia, yakni Federasi dari segala Negara pada jembatan antara Asia dan Australia dengan kepalanya di Asia dan Australia.
- Beberapa pengalaman saya yang boleh menjadi pengetahuan dan nasehat buat mereka yang suka menerima.
Dalam keadaan biasa, ketiganya boleh dicetak pada satu waktu, yaitu berdikit-dikit. Karena memang isinya sudang dikandung, Cuma belum diatur sebab waktu dan tempat selamanya ini tak mengijinkan buat melahirkan.
Dalam hal menghasilkan buah fikiran, kita juga berjumpa dengan soal-soal seperti yang dijumpai kalau orang menghasilkan barang dagangan. Orang tidak saja mesti memikirkan perkara belanja (ongkos) buat menghasilkan, tetapi juga perkara permintaan orang ramai (demand). Ongkos boleh saya cari. Di Tiongkok saya mempunyai pencaharian sendiri. Ketika kapal terbang Jepang sampai di Amoy penghabisan bulan Agustus 1937, saya mesti tinggalkan "School of Foreign Languages’’ yang saya dirikan sendiri, yang pesat majunya itu. Saya mesti pindah ke Selatan, terutama sebab semua murid saya lari dan penduduk Amoy cerai-berai.
Di Singapura dalam masyarakat Tionghoa dengan nama dan pasport Tionghoa (sudah tentu di luar pengetahuan Inggris yang asik mencium jejak saya), saya beruntung bisa memanjat dari sekolah rendah sampai kepala sekolah menengah tinggi yang tertinggi di Asia Selatan, yaitu Nanyang Chinese Normal School (NCNS). Disini saya menyamar sebagai Tan Ho Seng jadi guru bahasa Inggris, sampai sekolahnya ditutup ketika Jepang masuk. Jadi kalau perkara ongkos saja saya dapat mencetak buku-buku yang perlu. Pendapatan (uang) saya sebagai guru inggris siang dan malam lebih dari cukup buat diri sendiri.
Tetapi perkara pembagian ada lain hal. Ini rapat bergantung pada kekuatan di luar diri saya.
Walaupun dari tahun 1925-1935 otak saya seolah-olah lumpuh, karena kesehatan sangat terganggu, tetapi karena permintaan ramai ada keras, saya, dalam kesehatan dan keamanan hidup amat terganggu dan terpaksa saja lari kesana-sini, bisa juga mencetakkan "Naar de Republiek Indonesia’’, "Massa Aksi’’ dan "Semangat Muda’’. Semuanya perlu buat nasehat para pergerakan di Indonesia.
Sukarnya perhubungan dan jauh tempat saya, maka sedikit sekali buku-buku itu sampai di tangan yang mempertanggung jawabkan di Indonesia. Barangkali 99 % dari semua buku tersebut masih cerai berai atau lapuk di luar Indonesia. Tetapi di mana sampai, hasilnya ada juga menyenangkan.
Demikianlah sesudah saya sendiri ditangkap di Hongkong pada penghabisan tahun 1932 – inilah yang ke-3 kali – dan semua teman seperjuangan ditangkap di Singapura dan di-Digulkan (diasingkan – catatat editor) maka perhubungan saya dengan sahabat dan teman seperjuangan di semua tempat sama sekali terputus. Beberapa kali saya coba mengadakan perhubungan dengan Rakyat Indonesia dari Singapura, tetapi semuanya itu gagal. Di Singapura dari tahun 1937 sampai 1942 saya saksikan dan sedihi bagaimana besarnya kesukaran yang dihadapai oleh Rakyat dan proletar dalam hal mendirikan susunan politik, terlebih-lebih pula dalam hal mengatur susunan tersembunyi. Jauh terbelakangnya Indonesia dalam hal mengatur susunan tersembunyi dari Tiongkok umpamanya.
Saya percaya permintaan kepada buku-buku ada cukup keras serta nafsu dan keberanian buat mencari atau membagikan buku-buku terlarang cukup besar, tetapi Rakyat Indonesia belum lagi sanggup mengatasi tamparan reaksi Belanda. Percumalah kalau buku itu dicetak, walaupun semua alat pencetak dan ongkos bisa didapat. Berhubung dengan itu terpaksalah saya mengundurkan maksud saya, bertahun-tahun sampai sekarang.
Banyak Proletar mesin (baca buruh industri – catatan editor) dan tanah (baca buruh pertanian – catatan editor) di Indonesia dan kekuatannya yang tersembunyi memang sudah cukup kuat buat merebut kekuasaan dari imperialisme Belanda. Tetapi didikannya masih sangat tipis dan tiada cocok dengan keperluan dan kewajiban klasnya di hari depan. Mereka kekurangan pandangan dunia (Weltanschauung). Kekurangan Filsafat. Mereka masih tebal diselimuti ilmu buat akhirat dan tahyul campur aduk. Mereka tiada sadar akan kekuasaan klasnya. Belum insyaf sendiri, bahwa tak dengan pertolongan proletar mesin, semuanya percobaan buat merebut dan membentuk Indonesia merdeka adalah perbuatan sia-sia belaka. Dua puluh tahun dulu saya sudah yakin akan kekuatan kaum proletar yang tersembunyi itu. Kini tiada kurang malah lebih yakin dari itu.
Filsafat kaum proletar memang sudah ada, yaitu di barat. Tetapi dengan menyalin semua buku dialektis-materialisme dan menyorongkan buku-buku itu pada proletar Indonesia kita tiada akan dapat hasil yang menyenangkan. Saya pikir otak proletar mesin Indoensia tak bisa mencernakan paham yang berurat dan tumbuh pada masyarakat Indonesia dalam hal iklim, sejarah, keadaan jiwa dan idamannya.
Proletar Indonesia mesti setidaknya dalam permulaan ini, mempunyai pembacaan yang berhubungan dengan pahamnya sekarang, pembacaan yang kelak bisa menjadi jembatan kepada filsafatnya Proletar Barat.
Saya percaya ada otak di Indonesia sekarang yang lebih terlatih dari saya dan pena yang lebih tajam dari pena yang berkarat, karena tiada dipakai lebih dari 10 tahun belakangan ini. Akhirnya ada ahli bahasa Indonesia yang bisa lebih tangkas merebut jiwa dan semangat Indonesia dari bahasa saya yang terpendam di luar negeri dalam lebih dari setengah umur saya.
Tetapi karena otak, pena dan bahasa semacam itu saya belum lihat keluarnya, maka terpaksalah saya mempelopori. Tentulah saya berharap akan hati lapang dan sikap menolong memperbaiki dari pihak umum, kalau berjumpa dengan kesalahan.
PERPUSTAKAAN
Kita masih ingat berapa sindiran dihadapkan pada almarhum Leon Trotsky, karena ia membawa buku berpeti-peti ke tempat pembuangan yang pertama di Alma Ata. Saya masih belum lupa akan beberapa tulisan yang berhubungan dengan peti-peti buku yang mengiringi Drs. Mohammad Hatta ke tempat pembuangannya. Sesungguhnya saya maklumi sikap kedua pemimpin tersebut dan sebetulnya saya banyak menyesal karena tiada bisa berbuat begitu dan selalu gagal kalau mencoba berbuat begitu.
Bagi seseroang yang hidup dalam pikiran yang mesti disebarkan, baik dengan pena maupun dengan mulut, perlulah pustaka yang cukup. Seorang tukang tak akan bisa membikin gedung, kalau alatnya seperti semen, batu tembok dan lain-lain tidak ada. Seorang pengarang atau ahli pidato, perlu akan catatan dari buku musuh, kawan ataupun guru. Catatan yang sempurna dan jitu bisa menaklukan musuh secepat kilat dan bisa merebut permufakatan dan kepercayaan yang bersimpati sepenuh-penuhnya. Baik dalam polemik, perang-pena, baik dalam propaganda, maka catatan itu adalah barang yang tiada bisa ketinggalan, seperti semen dan batu tembok buat membikin gedung. Selainnya dari pada buat dipakai sebagai barang bahan ini, buku-buku yang berarti tentulah besar faedahnya buat pengetahuan dalam arti umumnya.
Ketka saya menjalankan pembuangan yang pertama, yaitu dari Indonesia, pada 22 Maret 1922, saya cukup diiringi oleh buku, walaupun tiada lebih dari satu peti besar. Disini ada buku-buku agama, Qur’an dan Kitab Suci Kristen, Budhisme, Confusianisme, Darwinisme, perkara ekonomi yang berdasar liberal, sosialistis, atau komunistis, perkara politik juga dari liberalisme sampai ke komunisme, buku-buku riwayat Dunia dan buku sekolah dari ilmu berhitung sampai ilmu mendidik. Pustaka yang begitu lama jadi kawan dan pendidik terpaksa saya tinggalkan di Nederland karena ketika saya pergi ke Moskow saya mesti melalui Polandia yang bermusuhan dengan Komunisme. Dari beberapa catatan nama buku di atas, orang bisa tahu kemana condongnya pikiran saya.
Di Moskow saya cocokkan pengetahuan saya tentang komunisme. Dalam waktu 8 bulan disini saya sedikit sekali membaca, tetapi banyak mempelajari pelaksanaan komunisme dalam semua hal dengan memperhatikan segala perbuatan pemerintah komunis Rusia baik politik ataupun ekonomi, didikan ataupun kebudayaan dan dengan percakapan serta pergaulan dengan bermacam-macam golongan. Disini saya juga banyak menulis perkara Indonesia buat laporan Komintern. Ketika saya meninggalkan Rusia, memang saya tiada membawa buku apapun, sedang buku peringatanpun tidak. Pemeriksaan di batas meninggalkan Rusia keras sekali.
Tetapi sampai di Tiongkok dan kemudian di Indonesia, saya dengan giat mengumpulkan buku-buku yang berhubung dengan ekonomi, politik, sejarah, ilmu pengetahuan, science (sajans), buku-buku baru yang berdasar sosialisme dan komunisme. Mengunjungi toko buku adalah pekerjaan yang tetap dan dengan giat saya jalankan. Nafsu membeli buku baru, lebih-lebih yang berhubungan dengan ekonomi Asia, membikin kantong saya seperti boneka yang tiada berdaya apa-apa. Tetapi tiada banyak bahagia yang saya peroleh. Sebab kelumpuhan otak seperti saya sebutkan di atas, maka tak lebih dari satu jam sehari saya bisa membaca buku bertimbun-timbun itu. Saya terpaksa menunggu sampai kesehatan membenarkan, tetapi rupanya pustaka tak bisa mengawani saya.
Pada perang Jepang – Tiongkok di Shanghai penghabisan tahun 1937, tiga hari lamanya saya terkepung di belakang jalan bernama "North Su Chuan Road’’, tepat di tempat peperangan pertama meletus. Dari North Su Chuan Road tadi Jepang menembak kearah Pao Shan Road dan tentara Tiongkok dari sebaliknya. Di antaranya di kampung Wang Pan Cho saya dengan pustaka saya terpaku. Sesudah dua atau tiga hari tentara Jepang memberi izin kepada kampung tempat saya tinggal berpindah rumah, pergi ke tempat yang lebih aman dalam waktu 5 menit saja. Saya turut pindah tergopoh-gopoh. Tentulah pustaka saya mesti tinggal. Ketika saya kunjungi rumah saya sesudah habis perang yakni sesudah sebulan lamanya, maka sehelai kertaspun tak ada yang tinggal. Begitulah rapinya "lalilong’’ alias tukang copet bekerja. Hal ini tidak membikin saya putus asa. Selama toko buku ada, selama itu pustaka bisa dibentuk kembali. Kalau perlu dan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.
Sampai saya ditangkap di Hongkong pada 10-10-1932, saya sudah punya satu peti pula. Sesudah dua bulan di dalam penjara, saya dilepaskan buat dipermainkan seperti kucing mempermainkan tikus. Maka dekat Amoy, saya bisa melepaskan diri. Tetapi dengan melepaskan pustaka saya sendiri. Pustaka saya, tanpa saya, berlayar menuju ke Foechow. Saya terlepas dari bahaya, tetapi juga terlepas dari pustaka. Saya berhasil menyamar masuk ke Amoy dan terus ke daerah dalam Hok Kian tiga-empat-tahun lamanya, terputus dengan dunia luar sama sekali, beristirahat, berobat sampai sembuh sama sekali.
Pustaka baru yang saya kumpulkan di Amoy dari tahun 1936 sampai 1937, juga sekarang, juga sekarang terpendam disana, ketika tentara Jepang masuk pada tahun 1937. Malah dua tiga buku-buku peringatan yang penting sekali yang bahannya diperoleh dengan mata sendiri, ialah: catatan penting, buat buku-buku yang sekarang saya mau tulis, mesti saya lemparkan ke laut dekat Merqui, sebelum sampai di Ranggoon.
Putusan bercerai dengan dua buku catatan itu diambil dengan duka cita sekali. Tetapi putusan itu belakangan ternyata benar. Duanne Ranggoon memeriksa buku-buku saya yang masih ada dalam peti seperti "English Dictionary’’ dengan teliti sekali, malah kulitnya diselidiki betul-betul. Kantongpun tak aman. Di antara Merqui dan Ranggoon di pantai laut, disanalah terletak beberapa buku peringatan cukup dengan rancangan, catatan dan suggesti atau nasehat buat pekerjaan sekarang.
Dalam permulaan 3 tahun di Singapura saya amat miskin sekali. Gaji yang diperoleh sedikit sekali - enam setengah rupiah sebulan. Dengan tak ada diploma-Singapura, tak lahir di Singapura, memakai pasport Tiongkok, walaupun bisa bercakap Tionghoa, tetapi tiada bisa membaca huruf Tionghoa susah mendapat kerja yang berhasil besar pada perusahaan Tionghoa. Susah pula mendapat izin mengajar bahasa Inggris dari tuan Inspektur, sedangkan masyarakat Indonesia tak berarti sama sekali di bekas kota "Tumasek’’ (nama Singapura sekarang di Jaman Majapahit) Ini uang buat makan secukupnya saja, pakaian jangan disebut lagi. Masuk jadi anggota pustaka (Library) tiada mampu. Disini pengetahuan saya walaupun kesehatan sempurna kembali, cuma bisa ditambah dengan isi surat kabar, dan pengamatan mata dan telinga sendiri. Tetapi lama kelamaan atas usaha sendiri saya mendapatkan pekerjaan dan hasil pekerjaan yang baik sekali.
Seperti saya sebut diatas, akhirnya saya dapat bekerja pada sekolah Normal Tinggi (Nanyang Chinese Normal School) sebagai guru Inggris dan belakangan juga sebagai guru Matematika dalam dan luar sekolah tersebut. Saya mulai kumpulkan catatan buat buku-buku yang mau saya tulis sekarang. Rafles Library memberi kesempatan dan minat yang besar. Buku yang paling belakang saya pinjam ialah Capital, Karl Marx. Tetapi armada udara Jepang tak berhenti datangnya hari-hari. Sebentar-sebentar saya mesti lari sembunyi. Cuma dalam lubang perlindungan saya bisa baca Capital, buat mengumpulkan bahan yang sebenarnya saya ulangi membacanya. Sampai 15 Febuari 1942 saya masih pegang Capital itu dengan beberapa catatan. Tetapi sesudah Singapura menyerah, semua penduduk laki-perempuan, tua-muda dihalaukan dengan pedang terhunus kiri-kanan, dengan ancaman tak putus-putusnya menuju ke satu lapangan. Disini ratusan penduduk Tionghoa ditahan satu hari buat diperiksa. Disini saya juga turut menghadapi senapan mesin. Di belakang hari kami mendengar bahwa maksud tentara jepang yang bermula ialah memusnahkan semua penduduk Tionghoa yang ada di Singapura. Tetapi dibatalkan oleh pihak Jepang yang masih mempunyai pikiran sehat dan rasa tanggung jawab terhadap dunia lainnya.
Sebelum kami dikirim ke padang tersebut, saya sudah maklum bahwa tak ada pelosok rumah atau halaman rumah yang mesti kami tinggalkan selama pemeriksaan diri dijalankan, yang kelak akan dilupakan oleh Kempei Jepang. Sepeninggalan kami rumah tempat saya tinggal diperiksa habis-habisan. Barang berharga habis di copet.
Sebelum meninggalkan rumah menuju ke lapangan pemeriksaan saya beruntung mendapat kesempatan menyembunyikan buku Capital ke dalam air. Di "upper Seranggoon Road’’ di muka rumah tuan Tan Kin Tjan, disanalah sekarang di dalam tebat (empang) bersemayam buku Capital terjemahan "Das Kapital’’ ke bahasa Inggris, pinjaman saya, Tan Ho Seng, dari Raffles Library di Singapura.
Sesudah dua atau tiga minggu Singapura menyerah, saya coba dengan perahu menyebrang ke Sumatra, tetapi gagal karena angin sakal. Saya terpaksa mengambil jalan Penang-Medan. Hampir dua bulan saya di jalan antara Singapura dengan Jakarta, melalui semenanjung Malaka, Penang, selat Malaka (perahu layar) Medan, Padang, Lampung, selat Sunda (perahu) dan Jakarta. Di jalan saya bisa beli buku karangan Indonesia. Di antaranya Sejarah Indonesia, yang mesti saya sembunyikan pula baik-baik, sebab dalamnya ada potret saya sendiri.
Inilah pustaka saya dulu dan sekarang. Ada niatan buat membeli sekarang, tetapi banyak keberatan. Pertama uang, kemudian banyak buku mesti datang dari luar negeri, dan ketiga dari pada dicatat dari satu atau dua buku lebih baik jangan dicatat atau catat dari luar buku ialah ingatan sama sekali, seperti maksud saya tentang Madilog ini. Biasanya buku-buku reference yang dipetik, atau pustaka itu ditulis di bawah pendahuluan. Biasanya diberi daftar pustaka yang dibaca oleh pengarang. Tetapi dalam hal saya, dimana perpustakaan tak bisa dibawa, saya minta maaf untuk menulis pasal terkhusus tentang perpustakaan itu.
Dengan ini saya mau singkirkan semua persangkaan bahwa buku Madilog ini semata-mata terbit dari otak saya sendiri. Sudah tentu seorang pengarang atau penulis manapun juga dan berapapun juga adalah murid dari pemikir lain dari dalam masyarakatnya sendiri atau masyarakat lain. Sedikitnya ia dipengaruhi oleh guru, kawan sepaham, bahkan oleh musuhnya sendiri.
Ada lagi! Walaupun saya tidak akan dan tidak bisa mencatat dengan persis dan cukup, perkataan, kalimat, halaman dan nama bukunya, pikiran orang lain yang akan dikemukakan, saya pikir tiada jauh berbeda maknanya dari pada yang akan saya kemukakan.
Al Gazali pemikir dan pembentuk Islam, kalau saya tiada keliru pada satu ketika kena samun. Penyamun juga rampas semua bukunya. Sesudah itu Al Gazali memasukan semua isi bukunya ke dalam otaknya dengan mengapalkannya. Bahagia (gunanya) mengapal itu buat Al Gazali, sekarang sudah terang sekali kepada kita.
Pada masa kecil memang saya juga mengapal, tetapi bukan dalam bahasa ibu, melainkan dalam bahasa Arab dan Belanda. Tetapi ketika sudah sedikit berakal, saya sesali dan saya bantah kebisaan saya itu. Pada ketika itu saya sadar, bahwa kebiasaan mengapal itu tiada menambah kecerdasan, malah menjadikan saya bodoh, mekanis, seperti mesin. Yang saya ingat bukan lagi arti sesuatu kalimat, melainkan bunyinya atau halaman buku, dimana kalimat tadi tertulis. Pula kalau pelajaran itu terlalu banyak, sudahlah tentu tak bisa diapalkan lagi. Tetapi saya juga mengerti gunanya pengetahuan yang selalu ada dalam otak. Begitulah saya ambil jalan tengah: padu yang baik dari kedua pihak.
Apalkan, ya, apalkan, tetapi perkara barang yang sudah saya mengerti betul, saya apalkan kependekan "intinya’’ saja. Pada masa itulah di sekolah Raja Bukit Tinggi, saya sudah lama membikin dan menyimpan dalam otak, perkataan yang tidak berarti buat orang lain, tetapi penuh dengan pengetahuan buat saya.
Buat keringkasaan uraian ini, maka perkataan yang bukan perkataan ini, saya namakan "jembatan kedelai’’ (ezelbruggece) walaupun tidak sama dengan ezelbruggece yang terkenal. Buat menjawab pertanyaan siapa yang akan menang di antara dua negara umpamanya, saya pakai jembatan keledai saya : "AFIAGUMMI’’.
A huruf yang pertama mengandung perkataan Inggris, ialah (A)rmament. Artinya ini kekuatan udara kekuatan darat, dan laut. Masing-masing tentu mempunyai cerita sendiri dan A huruf pertama itu bisa membawa "jembatan keledai’’ yang lain seperti ALS, ialah susunan huruf pada perkataan (A)ir (udara), (L)and (darat) dan (S)ea (laut) forces (tentara). Sesudah dibandingkan perkara Armament diantara kedua negeri itu, maka harus diuji perkara yang kedua, yakni Finance, terpotong oleh huruf "F’’. keuangan dsb.
Demikianlah "jembatan keledai’’ AFIAGUMMI ini saja boleh jadi meminta seperempat atau setengah brosure kalau dituliskan. Dalam ekonomi, politik, muslihat perang, science dan sebagainya saya ada menyimpan "jembatan keledai. Kalau buku penting yang saya baca ada dalam bahasa Inggris, maka "jembatan keledai’’ saya, susunannya tentu dari permulaan atau sebagian perkataan inggris.
Kalau tidak beratus, niscaya berpuluh ada "jembatan keledai’’ di dalam kepala saya. "ONIFMAABYCI AIUDGALOG’’ yang berbunyi bahasa Sanskreta, bukanlah bahasa Sanskreta atau bahasa Hindu, melainkan teori ekonomi yang bertentangan dengan teori ekonomi Mahatma Gandhi.
Kalau badan saya ada sehat, maka perkataan guru itu biasanya mudah saya tangkap. Isinya saya ternakkan dan masukkan ke dalam "jembatan keledai’’. Kalau kertas atau buku peringatan saya umpamanya dibeslah (disita – catatan editor) di Manila atau Hongkong oleh polisi, maka hal itu tiada berarti dia tahu membaca perkataan itu, malah sudah pernah menjadikan mereka pusing kepala berhari-hari, mengira yang tidak-tidak.
Dalam buku yang akan ditulis di belakang hari (kalau umur panjang!) saya kelak bisa meneruskan cerita "jembatan keledai’’ saya ini. Saya angap "jembatan keledai’’ itu penting sekali buat pelajar di sekolah dan paling penting buat seseorang pemberontak pelarian-pelarian. Bukankah seseorang pelarian politik itu mesti ringan bebannya, seringan-ringannya? Ia tak boleh diberatkan oleh benda yang lahir, seperti buku ataupun pakaian. Hatinya terutama tak boleh diikat oleh anak isteri, keluarga serta handai tolan. Dia haruslah bersikap dan bertindak sebagai "marsuse’’ (angkatan militer siap gempur – catatan editor) yang setiap detik siap sedia buat berangkat, meninggalkan apa yang bisa mengikat dirinya lahir dan batin.
Ringkasnya walaupun saya tiada berpustaka, walaupun buku-buku saya terlantar cerai-berai dan lapuk atau hilang di Eropa, Tiongkok, Lautan Hindia atau dalam tebat di muka rumah tuan Tan King Cang di Upper Seranggoon Road, Singapura, bukanlah artinya itu saya kehilangan "isinya’’ buku-buku yang berarti.
Tetapi barang yang lama itu tentu boleh jadi rusak. Catatan atau makna yang saya kemukakan dari pikiran orang lain boleh jadi tiada cukup atau bertukar arti. Dalam hal ini sekali lagi saya minta maaf dan simpati.
INGATAN
Kitab ini adalah bentuk dari paham yang sudah bertahun-tahun tersimpan di dalam pikiran saya, dalam kehidupan yang bergelora. Disinilah dikerangkakan arti dan daerahnya materialisme, arti dan daerahnya dialektika, serta arti dan daerahnya Logika. Selain dari pada itu, akan dijelaskan pula seluk-beluk dan kena-mengenanya materialisme, dialektika dan logika, satu sama lainnya.
Baikpun materialisme ataupun dialektika, bahkan juga logika, masing-masing mempunyai lapangan dan tafsiran berjenis-jenis. Materialisme itu bisa ditafsirkan dengan cara yang mekanis secara mesin mati atau kematian mesin. Malah kaum mistika, kaum gaibpun bisa mempergunakan materialisme itu, buat memperlihatkan keulungan-sulapnya atau sulap-keulungannya.
Dialektika yang berdasarkan pikiran dan kegaiban, yang pada Hegelisme melambung sampai ke puncak, masih terus menerus dipakai sebagai perkakas buat meluhurkan rohani dan merohanikan keluhuran. Pemikir borjuis dan pemikir feodal bergantung pada dialektika mistika itu seperti seekor semut hanyut bergantung pada sepotong rumput yang diayun-ayunkan gelombang.
Logika memuncak pada ilmu bukti (Science) zaman sekarang dengan berjenis-jenis cabangnya ilmu itu. Hasilnya berjenis-jenis ilmu itu meulungkan dan menunggalkan kemanjurannya logika sebagai cara berpikir. Dengan begitu logika menyilaukan mata para pemakai penonton logika itu serta melupakan batas dan kelemahannya logika itu.
Sebaliknya pula beberapa kitab yang berdasarkan materialisme dialektika di Eropa dalam keadaan menantang logika itu, lupa akan atau sedikit sekali memperhatikan kepentingan logika itu. Buat Timur umumnya dan Indonesia khususnya, yang sampai pada saat saya menulis kitab ini, masih gelap gulita, diselimuti macam-macam ilmu kegaiban, maka logika itu masih barang baru, hangat perlu diketahui dan dipahamkan bersama-sama dengan dialektika dan materialisme.
Tetapi jangan pula kita sesat karena me-ulung logika dan menunggalkan logika itu dengan tidak mengenal batas dan kelemahannya. Dalam kita ini logika dibentuk di dalam iklim dialektik! keduanya, logika dan dialektika bergantung pada materialisme. Sebaliknya pula materialisme ini bersangkut paut dengan logika dan dialektika, seperti: materi, benda itu mempunyai sifat bergerak dan berhenti, takluk pada hukumnya gerakan, yakni dialektika, serta hukum berhenti, yakni logika.
Sampai lebih dari pertengahan kitab ini, sampai kira-kira ke ujung bahagian logika, satu bukupun, buat reference – catatan - tiada dipakai, karena memang tidak ada. Semua catatan dipetik dari ingatan semata-mata. Di belakangnya saya mendapatkan bermacam-macam buku yang perlu buat dipetik, dari peringatan tadi, bukunya tiada terdapat di seluruh Jakarta. Bermula saya sandarkan seluruh isi kitab ini pada ingatan jembatan keledai semata-mata, karena memang saya tiada berjumpa dengan buku yang berkenaan. Tetapi sesudah lebih dari seperdua buku ditulis, saya mendapatkan bahan tulisan yang bisa diperiksa benar tidaknya sewaktu-waktu, yang bisa dipanjangkan atau dipendekkan menurut pilihan.
Dengan berlainnya keadaan memilih dan menguji bahan itu sudahlah tentu isi seluruh buku bukan sifatnya, melainkan bentuknya saja tidaklah lagi seimbang, harmonis dan tiada lagi sesuara. Walaupun saya mau merubah, saya tiada berdaya, karena bermacam-macam buku buat bahan dari bahagian pertama itu, memang tiada bisa didapatkan. Saya mesti menunggu sampai perang selesai, baru bisa didapatkan beberapa buku itu …….yaitu kalau ada bahan penting pula fulus.
Tetapi kalau Madilog masih kekurangan bentuk, saya pikir dia tidak kekurangan sifat.
MENINJAU KE MUKA
Baru saya sampai di Jakarta, masuki sebuah toko buku Belanda salah satu toko buku yang terbesar di Asia Timur ini. Saya mau beli sebuah buku tentang logika. Di kota besar mana saja di Asia Timur ini. Di Shanghai atau Manila, Hongkong atau Singapura, gampang sekali kita dapatkan buku semacam itu. Di toko buku tuapun tak perlu lama kita mencari buku logika karangan Jevons atau Mill (Inggris) atau pun Jones (Amerika) dsb-nya. Di Jerman, lebih-lebih rusia, mudah sekali mendapatkan buku perkara dialektika.
Tetapi dalam toko buku Belanda di ibu kota "Hindia Belanda’’ yang berpenduduk 70.000.000 jiwa itu, tak ada satupun buku (popular atau tidak) perkara undang berpikir, logika. Apalagi dalam toko-toko yang lebih kecil! Satu gambar dari semangatnya suatu negara yang hanya menghasilkan keju dan bloembollen itu, tetapi terkaya di dunia. Saya percaya bahwa dalam sekolah tinggi di Belanda dan di Indonesia ada terkhusus atau tersambil diajarkan logika. Tetapi saya pikir saya tak jauh dari kebenaran kalau berkata bahwa English speaking nations (bangsa-bangsa yang berbicara bahasa Inggris terutama Amerika) lebih mementingkan didikan buat rakyat murba, buat pemuda yang berotak, tetapi tak mampu, baik dengan jalan Sekolah Tinggi Rakyat ataupun kursus dan buku popular. Salah satu sifat rakyat Belanda yang terlihat pada saya adalah sifat demogogisch, ialah sifat berkilah, sifat suka mempertentangkan perkara kecil-kecil dengan melupakan pokok yang besar. Tiada heran kalau negara kecil berpenduduk kira-kira seperdua puluh dari Amerika dan berkeluasan sepertiga ratus tujuh puluh lima (1/375) dari Amerika mempunyai partai politik lima puluh dua buah (menurut berita seorang jurnalis Inggeris yang berada di Holland ketika diserang oleh Jerman (10-5-1940), jadi kira-kira 17 kali sebanyak partai yang ikut dalam pemilihan di Amerika. Menurut ukuran Belanda, Amerika itu mestinya mempunyai lebih kurang 1040 partai, baru ia bsia menyamai Belanda dalam hal percekcokan perkara tetek benger. Logika, apalagi dialektika, bukanlah ilmu yang dipopulerkan, dijadikan ilmu umum, dimana raja minyak (Colyn) dan raja tembakau (Cremer) bersimaharajarela.
Sudah bertahun-tahun saya tak punya buku, tak ada salahnya buat saya sekarang, sebelum menulis buku "Madilog’’ ini, sebentar mengincarkan mata pada daftar, isi dan halaman buku-buku yang mengandung dialektika dan logika. Tetapi sebab toko buku yang terbesar di Asia Timur dan toko-toko buku nyamuk di Jakarta tak punya satupun buku perkara itu saya sama sekali disesakkan kepada "Jembatan keledai’’ yang tersimpan dalam otak saya. Sekali lagi maaf ! Tetapi perlu pula dicatat disini dalam bibliotheek Bataviase Genootshap, sesudah hampir habis "Madilog’’ ditulis berjumpa juga dengan beberapa buku tentang logika dalam bahasa Belanda, Inggris, Jerman dan Perancis.
MADILOG, ialah paduan dari permulaan suku kata : (MA)-TTER, (DI)-ALECTICA dan (LOG)-ICA "Mater’’ saya terjemahkan dengan "benda’’,dialektika dengan pertentangan atau pergerakan dan logika dengan undang berpikir. Paduan dalam bahasa Indonesia tiadalah begitu enak didengar dan tiada pula membuka pikiran baru seperti "jembatan keledai’’ saya. Sebab segala kata di atas sudah begitu umum dalam bahasa negara besar-besar di Eropa, walaupun bahasa cangkokan dari bahasa Latin dan Yunani, maka tiadalah perlu kita segan mencangkok kata itu ke dalam bahasa kita.
"Madilog’’ saya maksudkan terutama ialah cara berpikir. Bukanlah suatu Waltanschauung, pemandangan dunia walaupun cara berpikir dan pemandangan dunia atau filsafat adalah seperti tangga dengan rumah, yakni rapat sekali. Dari cara orang berpikir itu kita dapat duga filsafatnya dan dari filsafatnya kita dapat tahu dengan cara dengan methode apa dia sampai ke filsafat itu.
Murid yang cerdik juga insyaf, bahwa kalau dia sudah tahu satu cara, satu undang, satu kunci buat menyelesaikan satu golongan persoalan, maka tiadalah ia mengapal berpuluh-puluh persoalan atau jawabannya puluhan atau ratusan persoalan itu, tetapi dia pegang cara atau kuncinya persoalan tadi saja.
Kebanyakan persoalan bisa diselesaikan dengan logika, undang berpikir saja. Dalam kehidupan kita sehari-hari yang berhubungan dengan makan minum, pulang pergi, jual beli dan 1001 perkara berhubung dengan pergaulan kita dengan sahabat, anak dan istri, tiadalah kita dipusingkan oleh dialektika.
Kenyang tiadalah mengandung arti lapar, seperti menurut dialektika. Kalau si anak menangis, si ibu memberikan air teteknya dengan segera. Dia tiadalah pikirkan lebih dahulu bahwa pengertian menangis itu mengandung pengertian tertawa, dan lapar itu ada terkandung pengertian kenyang. Yang satu sama lainnya tiada boleh dipisahkan, seperti dalam cara berpikir yang berdasarkan dialektika.
Dalam sekolah rendah atau menengahpun kita berkali-kali bertarung pada cara berpikir yang berdasarkan logika. Hitungan yang kita mesti jalankan, pengalaman, experimenten, dalam ilmu alam dan ilmu pisah yang sang guru lakukan di depan kita, semuanya mengandung logika. Walaupun dalam dialektika pada satu saat uap itu sama dengan air jadi tiada berpisah melainkan berpadi, jadi air sama dengan uap tiadalah kita mengadakan perhitungan atas dasar dialektika ini. Air tetap air buat kita dan mempunyai sifat air, bukan uap yang mempunyai sifat uap pula.
Tetapi kalau kita mengaji lebih dalam, kalau kita mengaji ada atau tak-adanya barang, mengaji seluk-beluk, asal dan akibatnya sesuatu barang, tegasnya kalau kita tenggelam dalam ombak gelora filsafat, ke dalam persoalan yang berhubungan dengan alam, masyarakat politik, yang hilang atau timbul, bergerak dan berhenti, pada waktu yang singkat atau lama, pada perkara yang berseluk-beluk, maka kita tiada bisa sampai ke ujung dengan perkakas logika semata-mata. Kita mesti memakai dialektika. Malah dialektikalah yang terutama.
Ahli filsafat yang jawa, ahli politik atau ahli siasat yang cerdas ahli ekonomi yang sempurna, mesti memakai senjata-pertentangan, seperti senjata dalam pepatah Indonesia: yang tajam balik bertimbal, kalau tak ujung pangkal mengena. Ahli filsafat mesti selalu berjalan di antara kedua kutub, utara dan selatan, ujung dan pangkal, ya dan tidak, ada dan tak-ada. Sebentar dia bisa cemplungkan otaknya ke dalam ada, sebentar lagi ke dalam tak ada, dan pada tempat masing-masing memakai logika, tetapi pada pemandangan jauh mempunyai waktu lama, dia mesti pikirkan ada itu terletak di kutub tak-ada, tak boleh bercerai satu sama lainnya.
Si-ekonomis dan ahli politik, sebentar boleh memakai Logika, dalam menyelidiki beberapa perkara dalam golongan proletar atau kapitalis, tetapi dalam filsafat masyarakat sekarang, masyarakat kapitalisme, dia tidak boleh melupakan kedua kutub, kaum modal dikutub utara, kaum buruh di kutub selatan. Satu sama lain bertentangan, tak boleh dipadu. Disini dialektika yang merajalela.
Tetapi sebelum kita memilih cara berpikir mana yang terutama kita pakai, dialektika-kah atau logika-kah, maka haruslah lebih dahulu kita bertanya kepada diri sendiri, apakah persoalan itu berdasarkan matter, benda ataukah idea, bayangan pikiran semata-mata, roh semata-mata.
Kalau persoalan itu berdasar atas benda, barang yang nyata yang bisa diperiksa dengan panca indera anggota yang lima, boleh diperalamkan, diexperimentkan, barulah persoalan itu kita taruh di bawah pemeriksaan kita. Segala bukti yang nyata yang bisa diperalamkan itulah yang akan menjadi premisses, menjadi lantainya undang atau paham yang kita cari itu.
Sebab itulah kita namakan Madilog karena berdasarkan matter, benda. Dari penjuru matter inilah kita memandang. Inilah buat kita yang jadi lantai, yang menjadi tingkat pertama dalam sesuatu penyelidikan. Boleh jadi resultant atau hasil penyelidikan itu tiada mencukupi atau salah sama sekali. Tetapi hal ini tidak disebabkan salahnya cara berfikir. Boleh jadi kepala kita sedang pusing atau bukti belum semuanya terkumpul atau akhirnya kita salah memakai cara tadi.
Sudah lazim kita dengar dialektika-materialisme atau historisch-materialisme. Perkataan ini memang cukup tangkas dan selalu dipakai dalam kalangan Marxisten tetapi nama ini lahir di dunia barat di antara Marxisten di masa kebanyakan logika, buat menentang sikap yang terlampau banyak mengutamakan logika. Kita yang lahir di dunia mistika, mistika Hindu pula, mistika yang tak gampang dikikis, di cuci bersih, maka sebagai tongkat pertama dalam dunia berpikir, perlulah kita sekadarnya memajukan logika. Di antara ahli pikir borjuis barat ada yang menyanggah nama dialektika materialisme dan memajukan kritis-materialisme, ialah logisch-materialisme, tetapi nama ini sama sekali melenyapkan dialektika, jadi bertentangan dengan Madilog.
Walaupun dalam bagian badan kita, otak kita itu adalah barang yang perlu dan penting, hati, jantung, usus, dsb juga penting, tetapi kalau tak-bertulang belakang kita tak bisa berdiri. Klas tani itu penting, klas saudagar di dunia sekarang berguna, klas intelek berguna-penting, tetapi tak-ber-klas pekerja-mesin, Indonesia merdeka pasti tak akan bisa berdiri dan kalau berdiri tak akan bisa teguh dan lama.
Beginilah paham saya sebelum dibuang keluar Negara lebih dari 20 tahun yang lampau. Di bawah bendera Dai Nippon paham itu tak bertambah lemah, malah sebaliknya bertambah kuat. Perjuangan nasionalis setelah robohnya PKI (1927), yang dipimpin oleh kaum intelek sudah lebih dari pada cukup memberi bukti yang nyata, bahwa perjuangan yang tiada berdasarkan pekerja-murba tidak akan mendapat Indonesia Merdeka. Sikap keras terhadap para pemimpin prajurit pekerja, jauh lebih kejam dari pada sikap yang diambilnya terhadap para pemimpin nasionalis adalah sikap yang sangat jitu sekali menggambarkan taksirannya imperialisme Belanda terhadap berbagai golongan Masyarakat Indonesia yang mengancam dirinya itu.
Paham saya tentang segala golongan di Indonesia, sudah cukup saya terangkan dalam beberapa brosur, yang saya sebut diatas tadi. PARI, yang didirikan sesudah hancurnya PKI berdiri atas perhitungan kekuatan terbuka dan tersembunyi Rakyat Murba dan pekerja Indonesia.
Pentingnya, hidup matinya negara pada dunia kapitalisme dan imperialisme ini, bergantung pada bermacam-macam hal, persenjataan, perindustrian, terutama senjata, letak negara, persatuan serta banyak penduduknya, semangat rakyat, kecerdasan dsb.
Kalau semua hal yang lain bersamaan (letak negara, kecerdasan dan banyak penduduk dsb), maka dalam satu perjuangan keadaan perindustrianlah yang akan memberi putusan. Yang kuat perindustriannya, itulah pihak yang mesti menang. Perusahaan sekarang berdasar atas Ilmu-bukti (science) dan teknik, pesawat. Pesawat itu bendanya ialah besi baja dan kodrat atau rohaninya terutama minyak tanah. Kalau tak ada baja dan minyak, kapal terbang tak bisa naik, tank dan auto tak bisa lari dan kapal-selam tak bisa maju. Kalau besi dan baja itu tidak terdapat dalam negara, melainkan pada negara lain, maka buat menyampaikan maksud imperialismenya negara itu, dia mesti menguasai semua benda yang penting itu kalau satu negara penuh dengan benda tadi, tetapi lemah semangat rakyatnya, lemah intelek, tiada bersatu dan tiada pula merdeka, maka negara itulah yang akan menjadi umpan atau makanan negara yang gagah perkasa.
Di dunia ini tak ada letaknya negara yang lebih berbahagia dari letaknya Indonesia. Buat siasat perang tak ada tempat yang lebih teguh. Barang siapa yang mendudukinya, walaupun hal lain bersamaan, dia mesti menang perang. Siapa yang tiada mendapat kedudukan itu lambat laun akan kalah. Lihatlah saja peta bumi. Dulupun hal ini sudah saya majukan. Besi yang paling banyak dan paling baik sifatnya menurut laporan dalam Bataviasche Nieuwsblad tahun 1935 (?) – kalau saya tak lupa - ialah di Indonesia Utara, Filipina. Tambang besi di Malaka dan Filipina memang sudah berjalan. Sulawesi dan Kalimantan banyak sekali tanah mengandung besi.
Minyak di Sumatra, Kalimantan, Irian sudah begitu kesohor di seluruh dunia, tak perlu dibicarakan lebih panjang lagi. Bauksite dan aluminium keduanya buat melebur baja yang kuat keras sudah dikerjakan di Riau dan akan dikerjakan di Asahan. Benda perang yang lain-lain, seperti: timah, getah dan kopra (buat bom TNT yang maha dahsyat itu minyak kelapalah yang dipakai) didapati di Indonesia lebih dari di seluruh bagian dunia lain digabung jadi satu.
Sudah pernah seorang pengarang buku di Amerika meramalkan, bahwa kalau satu negara seperti Amerika mau menguasai samudra dan dunia, dia mesti rebut Indonesia lebih dahulu buat sendi kekuasaan. Si Amerika tadi tiada meramalkan mungkin kelak rakyat Indonesia sendiri menguasai negaranya sendiri, tak mau menjadi umpan atau makanan negara lain, seperti lebih dari 300 tahun belakangan ini.
Saya sudah kenal sama tambang besi di Malaka dan Indonesia utara, Filipina. Baru ini saja saya kagumi tambang minyak yang besar di Pangkalan bradan, Pelaju dan sungai Gerang. Saya tahu adanya tambang minyak di Tarakan dan Balikpapan, batu arang di Malaka, Sawah Lunto, Bukit Assam dsb, tambang timah di Bangka dan Belitung. Saya tahu ratusan ribu pekerja yang terikat oleh kereta api, tram, mobil, kapal laut dan udara, pos, telepon, telegram dan radio. Ratusan ribu pekerja pada bengkel, pabrik besi, kimia, gula, teh, kain, sabun, dan lain-lain. Pada masa saya berangkat ketika lebih dari 20 tahun dahulu jumlah kaum pekerja itu sudah 2 atau 3 juta orang. Sekarang sudah tentu lebih dari itu. Banyaknya dan sifatnya perusahaan dalam 20 tahun belakangan ini memang sudah bertambah. Begitu juga banyaknya serta sifatnya prajurit pekerja.
Pekerja di dalam tambang minyak, besi, timah, bengkel dan pabrik dan pada pengangkutan inilah tulang belakangnya ekonomi Indonesia. Inilah kaum yang bisa dikerahkan buat menyokong berdirinya dan majunya Indonesia Merdeka yang sejati dan terus-menerus mempertahankan kemerdekaan itu. Dekatilah golongan pekerja ini! Masuklah klasnya! Dengan klas ini bersama dengan golongan lain, maka klas pekerja seolah-olah akan menjadi klas, sebagai "teras’’ yang dikelilingi kayu dan kulit, kalau ia terus maju ke muka buat mencapai kemerdekaan sejati dan mendirikan negara yang cocok dengan kemakmuran sama-rata dan persaudaraan.
Tetapi tuan mesti kupas masyarakat sekarang, dengan cara berpikir yang beralasan benda, bukan roh, yang bertentangan, bukan perdamaian, memakai undang berpikir yang bukan fantastis, bertahyul, sembarangan. Jelaskan pentingnya benda buat kesehatan kecerdasan, kebudayaan, kemerdekaan dan kesenangan. Kupaslah pertentangan upah dan untung, pertentangan proletar dan kapitalis. Pertentangan politik buruh dan politik majikan dan akhirnya pertentangan kebudayaan kaum pekerja dengan kebudayaan kaum hartawan yang menganggur itu. Jelaskanlah kedudukan proletar dalam dunia kapitalisme ini. Peringatkanlah, bahwa mereka pekerjalah, yang menduduki lantai ekonomi perekonomian Indonesia. Bangunkanlah semangat kritis – menentang - dalam masyarakat yang memang berdiri atas beberapa golongan yang bertentangan. Dengan begitu bangunkanlah semangat menyerang buat meruntuhkan yang lama – usang – dan mendirikan masyarakat yang baru – kokoh – kuat.
Janganlah dihampiri mereka, pekerja ini dengan "logika mistika’’. Atau kalau tuan begitu gemar akan logika mistika atau dialektika mistika tuan berlaku jujur. Jalankanlah akibatnya yang sebenarnaya dari logika atau dialektika mistika tadi. Bilanglah saja terus terang, bahwa benda itu tak berarti apa-apa, kalau dibanding akhirat. Propagandakanlah bahwa benda dan nikmat di akhirat lebih banyak, lebih lezat dan lebih kekal. Atau cocok dengan filsafatnya Gautama Budha, katakanlah bahwa benda itu adalah satu rantai, satu karma yang merantai hidup kita, hidup sengsara ini. Dengan demikian cocokilah dan ikutilah sikap dan tindakannya beberapa sekte atau mashap mistika, yang mencari cara yang baik buat membatalkan dunia ini, cara yang baik buat………mati, yang buat mereka berarti mati-hidup. Bilanglah terus-terang mati lebih baik dari pada hidup. Berlakulah begitu, supaya teori cocok dengan praktek, kata dengan laku. Dengan terus terang dan konsekwen bercakap begitu, kaum pekerja bisa memilih mana yang baik di antara Madilog atau Logika Mistika.
I. Logika Mistika
[sunting]Demikianlah Firmannya Maha Dewa Rah :
Ptah : maka timbullah bumi dan langit.
Ptah : maka timbullah bintang dan udara.
Ptah : maka timbullah sungai Nil dan daratan.
Ptah : maka timbullah tanah-subur dan gurun.<br
Jika saya silap mencatat (di luar kepala) Firmannya Maha Dewa Rah itu, maka silapnya itu tak akan beberapa. Tetapi saya pikir maknanya sudah tersimpul pada catatan di atas ini. Firman Maha Dewa Rah sudah tentu banyak juga kawannya di dunia sekarang. Firman Maha Dewa Rah sudah cukup, memberi gambarannya LOGIKA MISTIKA atau logika yang berdasarkan rohani.
Negara-kuno, yang kita kenal paling tua dan paling unggul, ialah Negara Egypte, yang sekarang juga dinamai Mesir. 6000-8000 tahun dahulu penduduk Mesir sudah tersusun di bawah perintahnya Pharao, yang juga menguasai hidup dan mati rakyatnya. Maha Dewa Rah yakni Dewa Matahari, ialah Dewa yang terkuasa di antara beberapa dewa.
Para pemirkir Egypte, yang di antaranya banyak sekali menurunkan ilmu dalam hal obat-obatan, hitung-menghitung dll, kepada beberapa negara lain di luar Egypte, seperti Punisa, Yunani dll, tentu juga memikirkan asalnya bumi dan bintang, memikirkan asalnya dunia yang terkembang.
Rah adalah Dewa Matahari, ialah Rohani, yang lebih dahulu adanya dari pada dunia, bumi, dan bintang dan langit. Maha Dewa Rah tentulah sempurna, yakni Maha Terkuasa, asal dari pada semua benda yang ada di dunia ini. Dengan Firman yang berbunyi Ptah saja Bumi, Langit, Bintang, beribu juta, sungai nil dan gurun Pasir bisa timbul. Timbulnya itu adalah pada satu saat saja, sesudah perkataan Ptah tadi difirmankan. Jadi rohanilah yang pertama, zatlah yang kedua. Zat ini berasal dari Rohani. Bukan sebaliknya, yakni rohani yang berasal dari zat
.
Rah tak perlu menunggu-nunggu, seperti pak tani menunggu-nunggu padinya sesudah benihnya ditanam. Kalau dia mesti menunggu, maka ini berarti, bahwa dia pasti takluk pada Sang Waktu. Jika begitu maka Maha Dewa Rah bukanlah terkuasa. Ringkasnya, Maha Dewa Rah itu terkuasa, tidak takluk kepada Zat dan waktu. Jika begitu, maka Maha Dewa Rah bukanlah terkuasa. Ringkasnya, Maha Dewa rah itu terkuasa, tidak takluk kepada Zat dan waktu
.
Firman RAH itulah yang menggambarkan jawab yang paling jitu dan konsekwen, jujur-dasar, atas pertanyaan yang maha penting dalam Filsafat: manakah yang pertama, dan mana yang kedua, mana yang asal dan mana yang akibat, di antara Zat dan Rohani?
Tetapi ilmu Pasti, seperti ilmu bintang, ilmu alam, ilmu pisah (kimia), ilmu matematika dll, yang semuanya sekarang diajarkan di sekolah di lima benua yang kita kenal ini, ialah berdasarkan Filsafat yang sebaliknya. Disini Rohani berupa Kodrat, Kracht, Force, tiadalah dianggap barang yang terpisah, barang yang berdiri sendirinya, barang yang bisa melahirkan Zat, dalam waktu yang lebih cepat dari sekejap mata. Disini Force, Kodrat itu, terkandung oleh Matter, oleh benda. Dimana ada benda disana baru ada Kodrat.
Benda yang oleh bangsa Yunani dahulu kala dinamai electron mengandung kodrat yang dinamai listrik. Besi-berani yang kita semuanya kenal, menarik besi biasa dsb. Benda mesti dahulu kita saksikan, barulah dibelakangnya bisa kita saksikan kodratnya. Kodrat listrik, tiadalah bisa kita lihat rupanya, tetapi kita saksikan kekuatannya. Kekuatannya ini bisa kita ukur dengan tepat. Kodrat listrik itu bisa menggerakkan mesin, bisa memberi panas dan cahaya. Tetapi kodrat listrik itu tak bisa membikin zat baru, seperti orang, hewan, malah sebutir beraspun listrik itu tak bisa bikin. Jadi buat ilmu Pasti Kodrat itu tak bisa terpisah dari benda. Lagi pula mesti ada benda dahulu, baru dibelakangannya timbul kodrat. Electron atau dynamo dahulu, baru dibelakangnya ada kodrat listriknya. Tidak ada bendanya, tak ada pula kodratnya. Energy, kodrat semata-mata tak bisa menimbulkan benda.
Cepatnya Maha Dawa RAH menimbulkan bumi dan langit; betul cepat sekali menggambarkan Maha-Kuasanya Dewa RAH! Tetapi hal ini bertentangan benar dengan Law Evolution inilah yang dipakai oleh Charles Darwin buat membentangkan timbul, tumbuh dan tumbangnya hewan serta tumbuhan. Kalau Law of Evolution Undang Pertumbuhan itu tumbang, maka tumbanglah pula ilmu biology, ilmu hidup tentang hewan dan tumbuhan. Tumbanglah pula gedung ilmu, yang sudah menimbulkan puluhan raksasa berpikir dari ilmu, yang sudah nyata sekali manfaatnya buat seluruhnya umat manusia. Gedung ilmu biology adalah amat permai sekali dan senantiasa ditambah permainya oleh para ahli pertumbuhan di dunia ini. Emanuel Kant, ahli Filsafat Jerman yang kesohor itu memakai undang pertumbuhan buat membentangkan timbul tumbuh dan tumbangnya bumi, matahari serta juta-juta bintang di langit. Sistem yang dibangunkan oleh Darwin dan Kant, boleh diperiksa dan dikritik, karena memangnya pula sifatnya ilmu pasti, ialah tahan uji. Kalau sistem itu tak bisa diperiksa kebenarannya dan tak bisa dikritik, maka matilah Ilmu Pasti itu. Tetapi walupun sesuatu sistem dari sesuatu ilmu itu bisa mati, Undang Pertumbuhan, The Law of Evolution akan tetap tinggal.
Syahdan menurut Darwin, maka tumbuhan-tumbuhan, hewan dan manusia itu adalah hasil dari pertumbuhan yang lama, beratus, beribu, malah berjuta-juta tahun, dari dua-tiga biji-asli (cells) sampai ke manusia. Menurut Kant dan para ahli bintang lainnya di zaman sekarang, maka ribuan juta-jutaan bintang dan bumi di langit itu, adalah pertumbuhan yang lama, juta-jutaan tahun pula dari permulaan molten Mass, benda lebur sampai ke bentuk dunia yang sekarang.
Semua perubahan dalam juta-jutaan tahun itu, dari leburan benda sampai bumi dan bintang di langit, dan beberapa biji-asal tadi sampai ke manusia ada mempunyai keadaan dan sebab. Oleh karena berlainan keadaan hidup, umpamanya berlainan iklim, maka biji asal tadi menjelma menjadi ikan. Lama kelamaan ikan menjelma menjadi amphibi (hewan yang hidup di air dan daratan, seperti kodok dll). Amphibi lama kelamaan menjadi reptil (bintang menjalar seperti ular). Reptil lambat laun menjelma menjadi binatang yang menyusukan anaknya, seperti lembu dan monyet. Monyet inilah yang menderita penjelmaan dalam jutaan tahun sampai timbul hewan berupa manusia. Semua penjelmaan itu berlaku menurut undang yang nyata dan sebab serta akibat yang nyata dan tetap, dalam waktu jutaan tahun. Maha Dewa Rah menjelmakan Bumi dan Bintang, sungai nil dan daratan dsb dalam sekejab mata saja, ialah selama membunyikan Firman PTAH saja. Tetapi menurut Undang Pertumbuhan maka penjelmaan tadi terjadi dalam dalam juta-jutaan tahun. Dalam penjelmaan itu bukan kodrat yang dahulu, melainkan benda, matter. Disinilah LOGIKA MISTIKA mendapat tantangan hebat dari ILMU PASTI dalam hal pelaksanaan UNDANG PERTUMBUHAN (The Law of Evolution). Dalam hal pelaksaan lainpun, dalam undang lain dari ilmu pasti, logika MISTIKA tadi mendapat tantangan pula.
Tiangnya ilmu kodrat (Mechanika), ialah satu cabang dari ilmu pasti, ialah "The Law of Conservation of Force’’, yakni Undang Tentang Ketetapan Jumlah Kodrat di dunia ini. Kawannya ialah Undang ketetapan Jumlah Benda di dunia ini. Syahdan menurut Undang Ketetapan Kodrat itu, maka kodrat yang hilang pada satu bentuk bisa didapat pada bentuk yang lain. Jadi jumlahnya kodrat tadi tinggal tetap saja. Undang ini dilaksanakan oleh Joule, seorang Ahli Ilmu Kodrat Inggris (1818-1889), seperti berikut :
Dengan empat cara, Joule membuktikan persamaan panas dan Kodrat (mechanica) energy. Dia dapatkan, bahwa buat menaikkan panasnya 1 pond air dengan 1 derajat, perlu dipakai 772 feet-pounds, kaki-pond. Artinya, ialah banyaknya kodrat yang perlu dipakai buat menaikkan 772 pond satu kaki ke atas.
Jadi Joule mendapat panas. Tetapi dia kehilangan kodrat. Jumlah kodrat di dunia tinggal tetap seperti dahulu. Cuma sekarang kodrat yang hilang itu berupa panas, yaitu satu bentuk dari kodrat juga. Banyak persamaannya dengan seorang hartawan yang umpamanya mempunyai uang yang nilainya R. 1.000.000., tetapi yang R. 500.000. dia belikan rumah, kapal dan sebagainya. Sebagian dari hartanya sudah bertukar rupa, ialah menjelma menjadi rumah, kapal dsb. Tetapi jumlah nilainya tetap R. 1.000.000. juga. Hartanya itu betul bertukar bentuk, uang mas bertukar menjadi rumah, kapal dan sebagainya, tetapi rumah dan kapal itupun harta juga. Begitu juga Joule mengadakan undangan tentang perhubungan panas listrik. Undang ini dipakai pada persoalan lampu.
Seperti jumlahnya kodrat itu tetap di alam ini, begitu juga jumlah benda (mass). Satu benda yang berupa Zat-Asli (element) bisa hilang. Tetapi yang timbul umpamanya kayu atau daging. Garam yang terkandung oleh bangkai hewan atau mayat manusia yang hilang, bisa dicari pada tumbuhan yang mengisap garam tadi. Yang hilang ialah garamnya atau airnya kucing atau manusia, yang timbul ialah bambu atau pohon kelapa. Jumlah zat atau benda di alam tetap, seperti dahulu juga. Kalau beratnya manusia yang hilang itu 50 kg, maka berat kayu yang berganti itu 50 kg pula.
Zat-Asli (element) yang dikenal di dunia sekarang ini adalah 92 buah. (Di zaman dulu cuma 4 buah saja, ialah tanah, air, udara, dan api. Tak heran kalau besok atau lusa angka 92 sekarang akan ditambah lagi). Bagaimana Zat-Asli yang 92 buah yang sekarang itu berpadu dan berpisah sudah banyak pula dikenal.
Seorang guru sekolah, di Inggris, bernama Dalton, mendapatkan satu Undang yang amat penting buat Ilmu Pisah. Undang itu dinamai "Law of Constant Composition’’, yakni Undang perpaduan dari Zat-Asli bernama Oxygen (Zuurstof) dan Hydrogen (Waterstof). Bagaimanapun air itu diperoleh, dalam kamar ilmu pisah (labolatorium) ataupun di udara, sebagai air hujan, air itu tetap satu perpaduan Oxygen dan Hydrogen, atas perbandingan yang tetap pula. Dalam kamar ahli pisah mesti dipakai 88,9 % Oxygen dan 11,1 % Hydrogen. Di udarapun perbandingan itu tetap begitu. Begitu juga perpaduan semua benda yang lain-lain, berlaku menurut undangnya Dalton tadi. Demikianlah garam dapur yang dibikin di kamar Ahli Pisah, ditambang ataupun di air laut takluk kepada undangnya Dalton.
Kalau keperluan satu benda atas 92 macam zat-asli tadi sudah diketahui, maka tambah atau susutnya benda itu sesudah beberapa lama dapatlah pula dihitung. Seorang bayi yang beratnya baru 3 kg, tetapi sesudah umpamanya 20 tahun menjadi 53 kg, maka tambahan yang 50 kg dalam 20 tahun itu bukanlah tambahan oleh kodratnya malaikat ataupun setan. Tambahannya itu ialah zat minyak (vet), putih telur (eiwet, protein), tepung (zetmeel, carbohydr) air dll, zat yang diterima oleh bayi tadi dalam waktu 20 tahun tadi.
Kalau satu mayat yang beratnya 50 kg sesudah beberapa tahun cuma tinggal 20 kg tulang belaka, maka daging yang hilang, yang terdiri dari beberapa zat-asli yang sudah diketahui itu, tiadalah melayang ke matahari, bulan ataupun lain tempat, melainkan tinggal dalam daerah bumi kita, dalam bumi dan udara dikelilingnya. Barangkali sebagian dikandung oleh tumbuhan disekitarnya tumbuhan tadi, di dalam tanah atau air yang disana sini atau di udara. Hilangnya zat-asli di alam ini bisa didapat kembali di tumbuh-tumbuhan atau hewan dalam alam kita juga. Tambahnya zat-asli itu boleh dihitung dari zat-asli yang bebas dari kandungannya hewan atau tumbuhan di tempat yang mendapat tambahan tadi. Jumlah di alam tetap saja seperti dahulu. Tak ada tambahnya dan tak ada pula kurangnya. Seandainya bumi kita sekarang ini mempunyai jumlah zat X kg, tetapi besok Cuma X-y kg, maka yang Y kg itu boleh kita cari pada tumbuhan, hewan ataupun manusia yang menerimanya. Jumlahnya di dunia tetap X kg juga.
92 elemen zat-asli yang dikenal sekarang, yang ada di bumi dan udara kita pulang pergi, tumbuh atau mati, menjelma menjadi tumbuhan, hewan dan manusia dan kembali pula ke tanah atau udara. Jumlahnya tetap, berpadunya atau berpisahnya berlaku menurut undang yang tetap. Hilang pada satu tempat, terdapat pada tempat yang lain. Tak ada tambah jumlahnya. Tak pula ada kurangnya. Benda itu tetap jumlahnya. Kodrat (energy) itu tetap pula jumlahnya, di dunia ini, di bumi dan sekalian bintang di langit, serta di udara yang terdapat di alam ini.
Tadi LOGIKA MISTIKA mendapat bantahan dari UNDANG PERTUMBUHAN (The Law of Evolution). Dalam uraian kita di atas ini, kita lihatlah perbantahan yang lain. Logika MISTIKA pertama berbantah dengan Undang Tentang Ketetapannya Jumlah Kodrat Di dunia ini (Joule). Bertentangan pula dengan kawannya ialah Undang Ketetapan Jumlah Benda. Sama sekali tiada bisa dicocokan dnegan Undang Perpaduan yang tetap (Dalton). Diperingatkan lagi, bahwa Maha Dewa RAH dalam kurang dari sekejap mata, dengan kata PTAH saja, menimbulkan berjuta-juta bintang, bumi dan langit.
Pertama disini kita lihat kejadian yang berlawanan dnegan common sense, pikiran sehat. Baik dalam kamarnya ahli pisah ataupun diluarnya tak pernah kita menyaksikan satu kata bisa menimbulkan benda. Dalam dongeng atau cerita memang kita cukup menjumpai kegaiban itu. Tetapi dalam 40 tahun belakangan ini saja, di antara 2.000.000.000 manusia itu belum pernah saya dengar satu makhluk yang bisa dengan kata saja menimbulkan seekor macan, jangankan lagi Bumi atau Bintang. Rohani, kata kosong, menurut pikiran sehat tak bisa menimbulkan benda. Tak ada itu tak bisa menimbulkan ada. Dalam dialektika Idealisme kita bisa menjumpakan kosong mengandung arti ada, atau tak ada mengandung arti ada. Tetapi dalam logika ataupun Dialektika yang berdasarkan kebendaan, hal itu adalah mustahil, satu omong kosong. Lapar tak berarti kenyang buat si miskin. Si Lapar yang kurus kering tak akan bisa kita kenyangkan dengan kata kenyang saja, walaupun kita ulang 1001 kali.
Kedua, sudah kita lihat, bahwa menurut Undang tentang Ketetapannya Jumlah Kodrat, satu rupa kodrat bisa menjelma mengambil rupa yang lain. Cuma jumlahnya di dunia tetap adanya. Jadi kalau Rohani atau kodrat panas, kodrat uap, kodrat listrik atau besi berani yang ada di dunia ini, mestinya kodratnya RAH kehilangan jumlah kodrat yang ada di seluruhnya dunia. Pendek kata, RAH itu sendiri tak mempunyai kodrat lagi, RAH sendiri sudah bertukar menjadi kodrat Alam, Natural Force, yang berupa panas, cahaya, listrik dll. Yang semuanya terkandung dalam benda di seluruh alam kita.
Ketika semua benda di alam ini : bumi, matahari, bintang, tumbuhan, hewan dan manusia – mestinya menurut Undang Ketetapan Jumlahnya Benda, datangnya dari benda juga. Cuma rupanya benda-asal itu berlainan dari benda-jadi ini. Bagaimana satu bentuk benda menjelma menjadi bentuk yang lain, berlaku menurut Undang Perpaduan seperti sudah ditetapkan oleh Dalton. Tegasnya benda-asal mesti ada lebih dahulu, baru benda yang ada di dunia sekarang bisa pula ada.
Benda asal itu menurut Kant adalah benda-lebur (molten-mass). Dari benda-lebur itu berjalan sepanjang Undang Perpaduan dan Perpisahan (Dalton dll). Sesudah juta-jutaan tahun kita sampai kepada beberapa cenkiemige cellen, yakni beberapa biji-asli yang bertunas satu. Beberapa biji-asli yang bertunas satu ini sesudah jutaan tahun pula, berhubung dengan perubahan iklim dsb. sepanjang Undang Pertumbuhan (Darwin) kita akhirnya sampai ke alam kita sekarang.
Sebagai kebulatan pemeriksaan kita sampai sekarang kita bisa tetapkan, bahwa penimbulan dunia benda dan kodratnya itu oleh Rohani atau Firman dalam sekejap mata saja adalah berlawanan sekali dengan segala undang yang dipakai dalam ilmu pasti.
Marilah sebentar mengendalikan, bahwa Rohani itu terdiri dari Zat. Inipun ada mengandung perbantahan diri sendiri. Bukankah Rohani itu dianggap suci, tidak kotor seperti zat. Terkuasa, artinya tidak takluk kepada undang dan sifat yang mengenai zat, Rohani tak bisa berubah, tumbuh atau susut, sakit atau senang, hidup atau mati, bersih ataupun kotor. MAHA DEWA RAH, ialah terkuasa, tersempurna, tersuci, tak bisa dikenal oleh undang yang mengenai zat. Kalau DIA masih bisa dikenal oleh undang yang mengenai zat, bukanlah ia RAH lagi, bukanlah ia tekuasa lagi, bukanlah pula DIA maha sempurna dan maha suci lagi !
Belumlah lagi habis saya tuliskan yang diatas ini, maka menjelmalah di depan saya rohnya para pemikir Egypte. Mereka dengan kawannya para ahli kegaiban yang ada di sekitar kita sekarang membantah dengan keras. Dewa RAH menimbulkan zat dengan segala undang yang dipakai dalam ilmu PASTI sekarang supaya sesudah ditimbulkan itu, alam bisa bekerja sendiri menurut undangnya sendiri. Buat menyelidiki yang di belakang ini saya tiada perlu memakai cara membantah dengan mengandaikan seperti di atas tadi, yang dalam Ilmu Logika dinamai cara reductio ad absurdum. Menurut cara itu tadi rohani itu sebentar diandaikan zat. Sekarang boleh saya pakai cara yang lazim dipakai oleh orang desa ialah menghitung dengan memakai jari.
Kini persoalan bukanlah lagi mana yang bermula Zat ataukah Roh, melainkan siapa yang terkuasa Dewa RAH ataukah ALAM? Tiga jawab yang mungkin, dan tiga jari pula yang perlu dipakai.
- Dewa Rah lebih kuasa dari Alam dan Undangnya.
- Dewa Rah sama kuasa dengan Alam dan Undang Alam.
- Dewa Rah kurang kuasa dari Alam dan Undang Alam.
Balik kita kejari ke 1, yakni pada telunjuk yang mengatakan bahwa Dewa Rah lebih kuasa dari Alam dan Undangnya!
Menurut Ilmu Bintang zaman sekarang, maka jutaan Bintang dan Bumi beredar menurut Undang yang pasti, ialah undangnya Newton. Undang itu diakui syah, dipelajari di sekolah, dan dipakai oleh Ahli Bintang buat menghitung hal yang berkenaan dengan bumi dan bintang. Undang Newton tetap diakui syahnya, walaupun Einstein dalam beberapa perhitungan bisa mendapatkan hasil yang lebih jitu. Kalau undang alam yang dilukiskan oleh Newton itu jatuh, ataupun satu menit saja berhenti, maka kacau balaulah jutaan bumi dan bintang tadi. Tetapi selama Ilmu Pasti lahir dan ahli-ilmu-pasti memperhatikan jalannya Bumi dan Bintang ini, belumlah satu saat juga undang gerakan bintang itu dapat perkosaan. Belum pernah Maha Dewa RAH – yang mestinya masih ada menahan matahari naik, atau mencegah matahari turun Pasti Rah tak akan bisa.
Peralaman (Experimenten) yang dijalankan dalam Laboratorium pada 5 benua di muka bumi ini belum pernah memungkiri Undang yang dikenal, dalam Ilmu Kodrat (Mekanika) Ilmu Alam, Ilmu Pisah dll. Undang alam itu terus jalan dengan tetap pasti, tak perduli, di waktu mana ataupun tempat mana juga. Dimana saja, bila saja undang itu dilaksanakan, dia berjalan tetap terang. Seperti pepatah Indonesia: Terang, bersuluh bulan dan matahari, bergelanggang di mata orang banyak. Pasti pula Maha Dewa Rah tak akan bisa merubah jalannya undang itu, pasti tak bisa.
Seorang pemikir nakal pernah berkata: yang kuat di alam ini mengalahkan yang lemah. Undang Alam ini sudah termasuk ke dalam common sense. "Ini semut’’,katanya pula, "ini jari saya, lebih kuat dari semut itu’’, katanya terus. "Kalau ada Kodrat, yang bisa mencegah Alam menjalankan Undangnya, tolonglah semut ini’’, katanya yang penghabisan. Pada saat itu juga ditekankannya jari pada semut yang lemah tadi. Semut tadi pasti mati. Quot erat demonstandum. Demikianlah dibuktikan kebatalannya andaian ke 1 tadi.
2. pada jari tengah Dewa Rah sama kuasa dengan alam dan undang alam.
Kalau begitu apa gunanya menyembah Dewa Rah? Dewa Rah tidak diketahui jalannya. DIA adalah satu kegaiban yang maha besar. Sedangkan alam bukanlah semuanya gaib, sudah banyak diketahui undangnya, jalannya. Boleh dilihat akibatnya dan disimpulkan segala buktinya. Ditunjukkan kebenarannya dengan tak pernah mungkir. Boleh dipakai undangnya itu buah keselamatan dan kesenangan didup. Jadi lebih baik sembah junjung dan puja alam saja, barang yang nyata itu. Seandainya Maha Dewa RAH tak menyetujui hal ini, maka dia boleh parani alam dan kalau perlu berjuang, mengukur kekuatan dengan alam. Karena kekuatan RAH dan Alam itu seperti sudah kita andaikan tadi sama, maka kita makhluk yang hina ini boleh menjadi penonton saja. Kita tak perlu takut. Dewa Rah tak akan bisa berhenti memarani kita penonton. Karena DIA tak bisa lepas dari gelutan, sepak-terjang, terlak serta kuntauannya alam yang sama-kuat dengan Dewa Rah itu.
3. Pada jari manis : Dewa Rah kurang kuasa dari alam dan Undangnya.
Seandainya kemungkinan ini benar, maka kita ingat pada nasibnya Dr. Frankenstein. Dia, seperti kita tahu, membikin seorang raksasa. Dia menghidupkan kembali dengan jalan Ilmu Listrik satu mayat. Tetapi otaknya mayat itu, ialah otaknya seorang bangsat. Raksasa yang dihidupkan ini menjadi musuh mati-matian Dr. Frankenstein. Sang dokter terpaksa lari bersembunyi saja, tak sanggup menentang buatannya sendiri. Kasihan pula kita kalau Dewa Rah membikin Alam yang lebih berkuasa dari pembikin, ialah Rah sendiri, sampai terpaksa lari bersembunyi.
Dr. Frakenstein bisa mencari tempat bersembunyi. Tetapi kemanakah Dewa Rah akan bersembunyi? Bukankah semua yang ada ialah alam yang takluk pada undangnya alam? Demikianlah menurut kemungkinan yang terakhir ini Maha Dewa Rah mestinya takluk pada Alam. Sebagai bukti, ialah dimana saja dan pada waktu mana saja undangnya alam tak pernah dan tak bisa dapat bantahan.
Demikianlah kalau kita pakai pikiran yang jernih, hati berani dan jujur, memikirkan, bahwa zat berasal pada Rohani, kita mesti tersesat. Kita mesti akui, bahwa hakekat yang semacam itu bertentangan dengan akal.
Gauthama Budha yang saya anggap ahli filsafat MISTIKA yang terbesar, semenjak dunia ini diketahui, ahli filsafat yang lebih besar pengaruhnya dari ahli filsafat Barat, dari Plato sampai Hegel, lebih besar dari pada pengakuan Barat sendiri. Gauthama Budha yang sudah mengakui, bahwa Rohaninya sudah bersatu padu dengan Roh Alam, sudah sampai ke Nirwana jika disesakkan oleh muridnya dengan pertanyaan: apakah Roh Alam (Rohani) itu sama dengan Jiwa (manusia?), terpaksa menjawab: "Pertanyaan itu salah’’.
Artinya hal semacam itu jangan ditanyakan. Artinya Budha sendiri tak bisa menjawab. Tiada pula kita heran kalau ahli MISTIKA zaman sekarang, yang sebesar kaliber Mahatma Gandhi, kalau ditanyakan apakah ahimsa itu, maka Sang Mahatma memakai cara menjawab yang oleh Ahli Logika Yunani dinamai circulo in finiendo, ialah berputar-putar tak habis-habisnya, seperti menghesta kain sarung.
Seperti Asia di jaman sekarang, demikianlah Eropa di jaman tengah (tahun 478-1492) tak bisa bercerai dengan persoalan creation, yakni timbulnya dunia yang tak bisa dipisahkan pula dengan Deisme, ialah kerohanian. Pada zaman inilah scholastisme bersimaharajalela.
Tetapi pada masa dan sesudahnya Revolusi Perancis (1789), maka filsafat itu tiada lagi dimulai dan diakhiri dengan persoalan timbulnya dunia dan ke-Tuhanan.
II. Filsafat
[sunting]Apabila kita menonton satu pertandingan sepakbola, maka lebih dahulu sekali kita mesti pisahkan si pemain, mana yang masuk klub ini, mana pula yang masuk kumpulan itu. Kalau tidak begitu bingunglah kita. Kita tak bisa tahu siapa yang kalah, siapa yang menang. Mana yang baik permainannya, mana yang tidak.
Begitulah kalau kita masuki pustaka filsafat yang mempunyai ratusan, ya, ribuan buku itu. Kita lebih dahulu mesti pisahkan arah-pikiran para ahli filsafat. Kalau tidak, niscaya bingunglah kita, tak bisa memisahkan siapa yang benar, siapa yang salah. Seperti para pemain sepak bola tadi kacau balau di mata kita, tak tahu apa maksudnya masing-masing, begitulah di mata kita para ahli filsafat berkata semau-maunya saja, kalau tak ada pangkal tak ada ujung.
Tetapi memakai Engels buat penunjuk jalan, bisalah kita terhindar dari kekacauan dan membuang-buang waktu. Engels, sekarang terkenal sebagai co-creator, sama membangun, dengan Marx, sebetulnya dalam filsafat banyak sekali meninggalkan pusaka. Karl Marx terkenal sebagai bapak Dialektis Materialisme dan Surplus Value, yakni Nilai-Ber-Lebih, nilai yang diterbitkan oleh buruh, tetapi dimiliki oleh kapitalis. Engels, pendiam, pembelakang, selalu berdiri di belakang kawannya Marx, tetapi setia dan jujur, meneruskan mengarang "Das Kapital", yang belum habis ditinggalkan Marx, karena ia meninggal. Engels sendiri menulis beberapa buku berhubung dengan filsafat "Anti Duhring" dan "Ludwig Feurbach" sejarah dan ekonomi.
Sebagai co-creator Engels melanjutkan dan mendalamkan paham Dialektis Materialisme dan komunisme, dengan bahasa yang terang, populer, jitu dan merdu. Engels memisahkan para ahli filsafat dari jaman Yunani sampai pada masa hidupnya Marx-Engels dalam dua barisan. Pada satu barisan terdapat kaum Idealis yang bertentangan dengan barisan kedua, kaum materialis. Kaum Idealis "umumnya" memihak pada kaum yang berpunya dan berkuasa, sedangkan kaum materialis berpihak pada proletar dan kaum tertindas. Kadang-kadang perlawanan tinggal tersembunyi tetapi kadang-kadang terbuka terus-terang, cocok dengan riwayatnya perjuangan proletar dan kapitalis dalam politik. Kadang-kadang idealis di luarnya itu, materialis di dalamnya, sarinya; Spinoza, kadang-kadang materialis di luarnya, tetapi di dalamnya idealis.
Menurut pemisahan yang diadakan oleh Engels, maka pada barisan idealis, kita dapati penganjur terkemuka sekali seperti Plato, Hume, Berkeley yang berpuncak pada Hegel. Pada barisan materialis, kita dapati Heraklit, Demokrit dan Epikur, di masa Yunani, Diderot, Lamartine di masa revolusi Perancis yang berpuncak pada Marx-Engels. Di antaranya itu didapati banyak ahli filsafat campur aduk scientists, setengah idealis setengah materialis.
Biasanya musuh proletar, menerjemahkan dan menyamarkan "materialisme" itu sebagai ilmu yang berdasar atas daya upaya mencari kesenangan hidup tak terbatas; makan sampai muntah, minum sampai mabuk, kawin dan cerai sesukanya saja. Sedangkan idealisme itu diterjemahkan dan dijunjung tinggi sebagai satu ilmu berdasarkan kesucian yang paling tinggi, lebih memperhatikan berpikir dari pada makan, dan kebudayaan yang sampai menjaduhi kaum ibu seperti seorang santri, resi. Dalam keadaan yang benar, dalam kehidupan mereka, kita tidak sekali dua kali berjumpa, dengan seorang yang memangku paham idealis berlaku sebaliknya dari persangkaan itu, sedangkan dalam kalangan materialis banyak kita dapati orang hidup dengan segala sederhana dan seperti suami dan bapak yang setia.
Idealis dan materialis yang dijadikan Engels sebagai ukuran buat memisahkan para ahli filsafat dalam dua barisan, semata-mata berdasarkan atas sikap yang diambil si pemikir, ahli filsafat dalam persoalan yang sudah kita tuliskan lebih dahulu, yakni mana yang pertama, primus, mana yang kedua. Benda atau fikiran, matter atau idea. Yang mengatakan pikiran lebih dahulu, itulah pengikut idealisme, itulah yang idealis. Yang mengikut materialisme, itulah yang materialis. Hidup segala sederhana, atau mau segala lebih dengan tiada memperdulikan kesehatan diri sendiri, dan kebaikan buat masyarakat itu bergantung kepada watak masyarakat, dan didikan masing-masing orang.
Dengan memakai pemisahan yang diadakan oleh Engels, filsafat menjadi persoalan yang mudah bagi kita. Dengan mengambil satu contoh, satu model saja, kita bisa ketahui seluk beluknya perkara yang bersamaan dan bersangkutan. Dengan David Hume sebagai ahli filsafat idealis, kita bisa gambarkan semua ahli filsafat idealis dari Plato sampai Hegel.
"If I go into myself", "kalau saya masuki diri saya sendiri", kata Hume, maka saya jumpai "bundles of conceptions", bergulung-gulung pengertian, bermacam-macam gambaran dari pada benda.
Kalau Hume hendak mengetahui apakah benda yang bernama buah jeruk itu umpamanya, maka yang ia insyafi cuma rasanya yang manis itu, kulitnya yang licin itu, beratnya yang 1/2 atau ¼ kilo itu, warnanya yang hijau atau kuning itu, bunyinya yang nyaring atau lembek itu. Bunyi itu ada di telinga, dalam badan Hume, bukan pada jeruk, beratnya di tangan Hume, bukan pada jeruk, rupanya pada mata, rasanya di lidah atau di ujung jari Hume. Semuanya bunyi, rupa dan rasa itu dengan perantaraan saraf, nerve, berjalan ke pusat ke centre, ke otak.
Otak mencatat bunyi, rupa dan rasa tadi menjadi pengertian, conception, seperti pengertian merdu, kuning, berat, lezat dan licin. Semua pengertian ini " dalam" saya, kata Hume, bukan di luar saya. Jeruk itu sebagai benda, tak ada bagi saya. Yang ada Cuma "ide", pikiran, pengertian, tentang benda itu dalam otak saya. Otak saya penuh dengan pengertian "bundles of conceptions" kata Hume. Jeruk sebagai benda, lembu sebagai benda, tak ada buat saya. Yang ada cuma ide, pikiran, pengertian, gambaran dari jeruk, lembu, bumi, bintang dan engkau. "Engkau" kata Hume, cuma "ide" buat saya.
Tetapi Engkau buat Hume adalah saya buat tuan Smith umpamanya, dan saya buat Hume, adalah engkau buat Smith. Jadi engkau cuma ide, cuma gambaran buat Hume itu mestinya juga gambaran buat Smith. Hume yang dipandang dari pihak Smith ialah engkau mestinya satu gambaran, satu ide saja. Tak ada Hume itu buat Smith sebagai orang, sebagai ahli filsafat. Yang ada cuma gambaran dalam otak Smith.
Dengan begitu Hume yang membatalkan benda dan mengaku ide saja, membatalkan adanya dirinya sendiri, mengakui bahwa sebetulnya dia sendiri tak ada. Beginilah akibatnya yang konsekwen dari Idealisme, dengan membatalkan adanya benda, ia membatalkan dirinya sendiri.
Demikianlah David Hume dengan memisahkan ide dari benda, abstraction dan menganggap ide yang pertama, dalam menentang benda sebagai dasar yang pertama, tewas dalam tentangannya membatalkan adanya diri sendiri. Dengan begitu ia sebetulnya membatalkan filsafat idealisme itu.
Sesudah Hume, boleh dibilang filsafat idealisme sudah mati. Tetapi barang yang mati itu acapkali menjelma hidup kembali dengan memakai bentuk baru, seperti Pharao Rah dan Ptah tadi, sekarangpun masih ada bentuknya.
Emmanuel Kant ahli filsafat Jerman kesohor itu, mengangkat naik kembali bendera Hume, tetapi tidak dengan konsekwensi Hume. Kant tidak berjalan terus jujur seperti Hume, tetapi maju mundur. Seperti kata Lenin, filsafat Kant tidak boleh dipakai buat berkelahi, bukan filsafat berkelahi. Menurut Kant, kita bisa ketahui dengan pancaindera kita sesuatu benda, tetapi "Ding an Sich" benda sendirinya, kita tidak bisa ketahui.
"Kalau sudah kita ketahui sesuatu barang dengan pancaindera apa juga lagi yang mesti kita ketahui tentang barang itu“ begitulah kaum materialis bertanya. Buat kaum materialis hal itu sudah cukup. Tetapi buat Kant itu belum cukup. Ia tak sepenuhnya memihak pada Hume dan bilang terus terang, bahwa benda itu buat dia tak ada, yang ada cuma gambaran dalam otaknya. Tetapi ia cari rumput buat sembunyi dengan memakai "Ding an Sich" benda itu sendiri.
Jawab Engles dalam hal ini, pendek dan jitu. Kata Engels: dari hari ke sehari "Ding an Sich" itu, sudah menjadi "Ding an Furuns". Benda yang sendirinya itu tidak diketahui, dari sehari ke sehari sudah menjadi "benda kita". Keterangan Engels tentang "Ding Fur Uns" itu dulu banyak saya cari tapi tak berjumpa. Tetapi menurut pikiran saya, jawab Engels yang pendek ini mesti diterjemahkan sebagai berikut:
"Air" umpamanya, yang dahulu kala dianggap oleh nenek moyang kita seperti suatu barang yang ajaib, sekarang kita sudah ketahui "zat asalnya", ialah Hydrogen dan oxygen. Sudah diketahui, menurut undang mana dia berpadu, ialah menurut Undang Dalton. Apa rasanya air itu kalau diraba atau diminum. Berapa beratnya 1 L. Apa gunanya buat kita, buat tumbuhan dan hewan. Bagaimana sifatnya, dsb. Apa juga lagi yang mesti di "Ding an Sich"kan tentang air, nenek moyang kita cuma mengetahui 4 zat saja di alam ini ialah :tanah, air, api, udara. Sekarang sudah diketahui 92 zat asli, elementen. Yang diketahui sudah boleh kita periksa dengan pancaindera kita, dengan perkakas yang kita bikin, seperti microoskop, telescoop dan teropong, perkakas yang bisa membesarkan kuman, beratus ribu kali dan mendekatkan bintang beratus ribu kali. Perkakas yang dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, bisa ditambah kepastiannya dan kejituannya. Semua zat yang kita ketahui itu boleh kita pada satu sama lainnya, kita buat makanan dan kesehatan kita, kita pakai kodratnya buat kehidupan dan kesenangan kita. Kaum penakluk memakai buat menerpedo dan membom. Yang belum kita ketahui, sedang kita cari dengan giat dan dengan lebih besar pengharapan mendapatkannya karena teori, cara berpikir dan perkakas kita makin banyak, makin baik.
Dimana lagi "Ding an Sich" itu tempatnya, pada zaman, di mana alam yang dahulu kala, dianggap gaib itu, sebagian besar sudah diketahui dan dikontrole, dikemudikan dipakai menjadi "Sing fur Uns", yakni benda kita, seperti kata Engels tadi. Idealis yang lebih licin, karena ia memakai Dialektika dan Logika dengan cara dan bahasa yang tiada ada bandingnya selama ini, ialah Hegel. Lama Marx, walaupun ia sudah Marxis, sesudah meninggalkan gurunya, Hegel, dilekati Hegelisme.
Dengan dua sayap thesis di kanan, anti thesis di kiri dan badan synthesis di tengah, Hegel terbang makin lama makin tinggi sampai silau mata si pemandang.
Buat Hegel "absolute Idee" ialah, yang membikin benda "Realitat". "Die absolute Idee macht die Gesichte" absolute idee yang membikin sejarah, histori, dan membayang pada filsafat. Bukan filsafat yang membikin sejarah, katanya, melainkan Absolute Idee "deren nachdrucklichen Ausdruck, die Philosophie ist" yang tergambar nyata pada filsafat. Jadi menurut Hegel, sejarah ialah sejarah dunia dan masyarakat dibikin Absolute Idee, dan hal ini tergambar pada filsafat. Pada lain tempat Hegel mengatakan, bahwa Negara dan Saat ialah "verwieklichung" penjelmaan, absolute idee itu. Absolute Idee itu sama dengan Metaphysik, Idee sendirinya, idee yang tak dibikin, yang tunggal tak jatuh pada undang sebab dan akibat, hidup dan mati, tak melahirkan atau dilahirkan, tak takluk pada tempo dan tempat, melainkan tunggal, terkuasa dan sempurna. Absolute Idee itu tergambar jitu dan pasti pada filsafat. Absolute Idee akhirnya sama dengan metaphysik, yakni gaib di luar Ilmu Alam, rohani, Ammon kata Egypte purbakala, Dewa Rah.
Rohani inilah yang dicari oleh mystikus, murid tarekat Hindu, kalau ia memandang puncak hidungnya saja, menyebut omm, omm, omm, lepas dari semua yang lahir, pikiran pada perempuan, pada badannya sendiri, lepas dari makanan, ya, lepas dari suaranya sendiri, omm, omm, omm tadi. Kalau beruntung seperti Gautama Budha, maka leburlah Rohani, Jiwanya dengan Rohani yang mengisi Alam ini.
Feurbach, materialis besar, yang dianggap jembatan antara Hegel dan Marx, mula-mula memakai Dialektika juga. Buah pikirannya ketika itu banyak memberi alat pelajaran pada Marx dan Engles. Tetapi setelah Feurbach melemparkan Dialektika sebagian besar disebabkan hidup terpencil, seolah-olah terbuang dari pergaulan, maka hasil pemeriksaannya jauh terbelakang dari Hegel. Hegel dianggap oleh kaum materialis sebagai ujung filsafat yang negatif, yakni ujung yang membatalkan, ujung yang buntu. Feurbach dianggap sebagai ujung yang positif, yakni pembuka jalan yang baru ke jalan Dialektis Materialistis. Kaum Marxis sepenuh-penuhnya mengakui kemanjuran senjata Dialektika, tetapi membuang Idealisme Hegel.
Marx, sesudah beberapa lama dikagumi dan dipengaruhi Hegel, (sebagai pelajar ia bisa hapalkan pasal-pasal yang penting dari Hegelisme), akhirnya memasang Hegelisme di atas kakinya. Hegelisme yang selama ini dianggap berkepala di kaki dan berkaki di kepala, dibalikkan sebagai mana mestinya. Bukan pikiran yang menentukan pergaulan, melainkan pergaulan yang menentukan pikiran.
"Negara kata", kata Marx "ialah satu akuan dan hasil dari perjuangan klas". Perjuangan klaslah yang menjadi "Motive-Force", kodrat pergerakan sejarah masyarakat, kodrat mengubah bentuk Negara, jadi bukanlah "Absolute Idee", seperti kata Hegel. Zaman berbudak bertukar menjadi Zaman Feodal, Zaman Ningrat. Zaman Feodal itu sesudah Revolusi Perancis pada tahun 1789 bertukar menjadi Zaman-Kuno dalam pandangan sekarang. Dialektika, yakni pertentangan yang berlaku pada zaman Berbudak, ialah pertentangan budak dan tuan. Pada zaman feodal, pertentangan Ningrat dan Tani, pertentangan pemimpin gilde dengan anggota gilde. Pada zaman Kapitalisme sekarang pertentangan buruh dan kaum modal. Pertentangan klas yang berdasar atas pertentangan ekonomi itulah yang menjadi kodrat buat menumpu masyarakat pada satu bentuk ke bentuk yang lain, dari satu tingkat ke tingkat yang lain. Dari masyarakat berdasarkan perbudakan ke masyarakat berdasar keningratan, ke masyarakat berdasar kemodalan. Jadi pertentangan itu bukan pertentangan ide saja, seperti menurut paham Hegel – nanti akan diteruskan – tetapi pertentangan barang yang nyata, pertentangan antara dua klas besar yang berjuang, yang sekarang terus berjuang.
Pertentangan klas, ialah klas manusia, ialah barang yang nyata itu, berdasar atas pertentangan ekonomi yang dipertajam oleh kemajuan tehnik. Tehnik yakni perkakas yang dipakai dalam pergaulan, perkakas yang pada zaman ini dimiliki oleh kaum berkuasa dan kaum berpunya, menjadi alat adanya perjuangan klas itu. Semua perkakas dan klas manusia, yang menjalankan peranan dalam sejarah kita manusia ini adalah barang yang nyata semuanya. Peranan sejarah itu, tiadalah dibikin dan dikemudikan oleh Absolute Idee itu, sebagaimana juga sejarah tumbuhan-hewan-manusia, bumi dan binatang tidak dikemudikan oleh Dewa Rah, Rohani, Ahimsa dsb.
Sebagaimana bumi dan bintang berjalan, bersejarah, menurut undang tarik menarik yang didapat oleh Newton, sebagaimana tumbuhan-hewan dan manusia bersejarah menurut undang-evolusinya Darwin, beginilah sejarahnya masyarakat manusia bersejarah menurut undangnya Historisch-Materialisme (Sejarah Materialisme), yang juga dinamai Dialektika Materialisme.
Dengan lahirnya Marxisme, maka Hegelisme berbelah dua: Dialektika Idealistis dan Dialektika Materialistis. Yang pertama dipegang oleh kaum yang bermodal dan berkuasa dengan pengikutnya, yang kedua, oleh kaum proletar yang revolusioner. Di antara dua filsafat bertentangan tadi, sudah tentu ada bermacam-macam filsafat bukan buat bertarung. Hegelisme yang memang revolusioner terhadap kaum Ningrat Jerman, tetapi kontra revolusioner terhadap kaum Proletar, sudah tentu baik buat tempat berlindungnya kaum reaksioner seperti kata Marx: "Dalam bentuknya yang reaksioner, Hegelisme menjadi adat, sebab bentuk ini menerjemahkan keadaan yang ada".
Idealisme tak akan mati selama masih ada perjuangan klas ini, selama ada kaum yang menghisap dan menindas. Kaum hartawan yang berkuasa pada satu pihak, mengemukakan ide, intelek, pikiran, terhadap kaum terhisap dan tertindas, pada lain pihak ia memakai kemegahan, majiat rohani buat meninabobokan kaum pekerja, supaya nanti mendapat nikmat, bidadari, yang matanya seperti mata burung merpati dan kesenangan kekal akhirat.
Demikianlah sesuai dengan perjuangan kelas, idealisme atau tak berdialektika, membentuk dirinya supaya cocok dengan keadaan klas yang memegangnya. Dimana Kapitalisme masih muda, kokoh karena sedang naik seperti Amerika, maka lahirlah idealisme berupa "pragmatisme" yang dikemukakan oleh John Dewey. Filsafat pemikir dari negara yang mempunyai "the biggest of all", semuanya paling jempol, ini katanya berdasarkan "objective truth", hakekat yang obyektif, yang tenang, tetapi kalau diperiksa lebih dalam, maka nyatalah bahwa "objective truth", tadi bergantung pada paham, cita-cita dan perasaan borjuasi Amerika "the country of the free", negara merdeka ialah buat borjuasi amerika. John Dewey mengambil masyarkat borjuis dan paham borjuis sebagai titik permulaan berpikir, ketika Amerika dalam kaya raya. Sekarang, sampai sebelum perang ini kemakmuran Amerika, yang disangka akan tinggal kekal tadi, sudah menyusuli kawannya di Eropa Barat. Krisis sudah bersimaharajalela dan tetap.
Sekarang buat 11.000.000 buruh, jadi buat kira-kira 33.000.000 buruh dengan anak bininya, "obyective truth" tadi, tidaklah begitu "obyective", tidaklah begitu tenang. Semua barang yang memberi ketenangan buat borjuis seperti harta benda, justisi, polisi dan hak milik turun menurun, adalah benda yang mengacaukan paham, perasaan dan penghidupan kaum proletar Amerika sekarang.
Dimana pergerakan buruh berpengaruh sekali seperti di Jerman sebelum perang 1914-1918, maka dalam kalangan proletar sendiri idealisme itu tiadalah berani keluar terang-terangan. Dalam kalangan kaum proletar sendiri masuk bermacam-macam isme, yang diluarnya berupa materialisme, tetapi pada dasarnya terdapat idealisme. Lenin dalam bukunya: "Empiris-Critism" dengan terang dan jitu mengemukakan, pemisahan kaum ahli filsafat atas dua partai, seperti pertama kali dikemukakan oleh Engels, ialah partai ahli filsafat idealis dan partai materialis. Dengan sempurnanya Lenin membuka kedok yang dipakai oleh Empiris-Critism, Machinisme Neo Vitalisme, dll. Dan memperlihatkan idealisme yang sebetulnya jadi dasar filsafat mereka.
Di Rusia usahanya Lenin dan Plechanoff, (yang dalam kalangan Marxisten di Rusia sendiri sering saya dengar bahwa Plechanoff lebih besar dalam ilmu filsafat dari pada Lenin), usahanya dua ahli filsafat Materialis ini akhirnya menjatuhkan kekuasaan filsafat Idealisme di Rusia dan memaksa dia bekerja diam-diam. Dialektis Materialisme ialah Ilmu Pemandangan Dunia, “Weltanschauung" yang resmi, opisil di Sovyet Rusia.
Di sebelah Barat Eropa, idealisme masih sangat berkuasa dan pada masa ini idealisme-lah yang resmi. Idealisme Barat mendapat bentuk baru, dan pakaian baru, ialah anarchisme palsu, dari ahli filsafat Bergson dan syndikalisme dari Serel. Anachisme Bergson bukanlah anarchisme beraksi, seperti ilmu yang dipeluk oleh anarchis besar, ialah Bakunin. Bergson, Spengler dan Nietsche (yang belakang ini ialah satu filosoof krachtpatser, siapa kuat, siapa raja, Ubermensch) inilah yang dipeluk oleh Adolf Hitler dan Nazi. Filsafat Fasisme dianjurkan oleh pemikir Geovani Gentile.
"Facisme", kata pemikir ini "bukanlah New System, tata filsafat yang baru, melainkan aksi-baru dan paham-baru". "Manusia" katanya pada hakekatnya beragama. Manusia dan Tuhan selalu dalam "ewige Bewegung der Selbstverwirklichung", pergerakan kekal buat berpaduan.
Sedikit kita selidiki, filsafat partai fasis, yang sebetulnya pertama sekali menaikkan bendera reaksi di Eropa Barat, apabila partai Bojuis liberal kacau, partai Sosialis maju-mundur dan partai Komunis sebagian tak berpengalaman, tetapi terutama juga "sangsi" sebab negara Italia, kalau dikomuniskan gampang dikepung dan dijauhkan oleh Kapitalisme Eropa Barat dan Amerika.
Fasisme kata Geovani Gentile, bukan tata filsafat baru memang tidak, kalau dipandang dari kaca-mata idealisme. "aksi-baru dan paham-baru" katanya pula. Aksi kaum tengah dan paham kaum tengah terhadap proletar dengan pertolongan kapitalis, memang baru dalam perjuangan proletar – kapitalis model baru. Tetapi kalau kita baca Marx dalam buku "18th Brumaire of Louise Bonaparte", tentang aksi dan paham Louise Bonaparte di Perancis, maka aksi dan paham Facisme Italia tadi cuma bentuk baru dari aksi dan paham tua. Mussolini, bapak fasisme juga amat tertarik oleh Napoleon Besar "ommpya" dari Louse Bonaparte sampai ia mentonilkan Napoleon, yang katanya orang Italia itu.
Bahwa manusia dalam batinnya beragama, ini dibatalkan oleh beberapa penyelidikan yang tenang, yang membuktikan beberapa bangsa di dunia tak mengetahui agama. Akhirnya kalau kita baca "pergerakan kekal buat perpaduan manusia dan Tuhan" menurut filsafat fasis itu, kita ditarik lagi ke negara Kapilawastu, ke kaki gunung Himalaya; mengagumkan percobaan Gautama Budha, mempersatukan rohnya dengan roh Alam buat masuk ke Nirwana. Cuma Gautama Budha tak seperti Mussolini memakai tongkat dan "kastor-olie" buat mematahkan semangat dan paham musuhnya Mateotti, pemimpin sosialis Italia, musuh besar Mussolini yang hilang lenyap selama-lamanya buat melakukan "paduan dengan Tuhan itu" dengan lekas.
Perjuangan klas tertutup dan terbuka. Inilah arti filsafat yang sebenarnya dari arti Dialektika yang sebetulnya. Ia boleh melayang tinggi seperti Hegelis dan tinggal di tanah, di perut, seperti dialektis materialisme (orang mesti makan dahulu sebelum berpikir, kata Engels), tetapi filsafat itu adalah bayangan masyarakat yang bertentangan, bukan bayangan Absolute Idee seperti kata Hegel.
Pada permulaan, filsafat itu timbul pokok, yang jadi persoalan, ialah "semua ini". Ahli filsafat bertanya: "semuanya ini, bumi, langit dan pikiran itu sendiri, apakah artinya?" Lama-lama persoalan "semua ini" cerai-berai. Bumi dan langit sudah jatuh menjadi ilmu Bintang, yang sesudah Galilei, Copernicus, Newton, Einsten dll. Mendapat undang yang sementara boleh dikatakan sempurna.
Bumi kita ini jatuh kepada Ilmu Bumi, Geography dan Ilmu Tanah, Geology, yang sendirinya mempunyai daerah dan mempunyai undang pula. Perkara yang berhubungan dengan Zat dan Kodrat, jatuh pada Ilmu Alam. Perkara yang berhubungan dengan berpaduan beberapa zat, sehingga mendapatkan sifat baru, termasuk pada Ilmu Kimia. Ilmu Alam yang mulanya memeluk Ilmu Kimia, sekarang menceraikan dirinya dari Ilmu Listrik, yang sekarang karena besar daerahnya dan dalam artinya mesti dipelajari sendirinya.
Pemeriksaan atas tumbuhan jatuh pada Ilmu Tumbuhan, dan pemeriksaan atas hewan dan manusia jatuh pada Ilmu Hewan dan Ilmu Manusia. Ilmu Hidupnya asal dan penjelmaannya Tumbuhan, Hewan dan Manusia, jatuh pula pada Biology, satu Ilmu yang boleh dikatakan muda, dan banyak sekali mengandung arti buat kita. Umpamanya perkara evolusi atau pertumbuhan otak dan Pikiran dari otak binatang sampai ke otak manusia.
Sudahlah tentu satu Ilmu dengan yang lain, ada seluk beluk dan perhubungannya, Ilmu Alam dan Ilmu Kimia, mesti diketahui ahli yang mempelajari Ilmu Kedokteran. Begitu pula agriculture, Ilmu Pertanian tak bisa berpisah dari Ilmu Alam dan Ilmu Kimia tadi. Demikianlah pula seorang Insinyur, jatuh dan berdiri dengan Ilmu Alam dan Matematika.
Syahdan, maka masing-masing Ilmu di atas tadi, disebabkan kemajuan pergaulan kita, kemajuan industri, perniagaan dan pesawat terpaksa dipecah-pecah lagi, terpaksa di-"specialiceer" lagi, terpaksa dipencilkan dan diistimewakan lagi. Dengan begitu perkara yang tiada berkenaan bisa disingkirkan dan waktu itu boleh dipakai buat memeriksa dan memperdalam perkara yang diistimewakan itu. Ilmu Kedokteran sudah pecah menjadi kedokteran umum, perkara gigi, telinga, mata, kanak-kanak dsb. Adalah bahaya buat Science, kalau pecah-pecahan itu (pada Ilmu yang sudah banyak itu) akan pecah terus, dengan tidak lagi mengetahui perhubungan satu Ilmu dengan Ilmu yang lain.
Bahaya itu kebetulan sudah diketahui dan amat dipelajari muslihat buat menjauhkannya. Kalau saya tak salah, maka perkataan filsafat sekarang diterjemahkan juga buat menggambarkan daya upaya mempersatukan Ilmu bermacam-macam itu, jadi buat memeriksa seluk beluk dan perhubungannya. Dengan begitu, maka si Scientist, si Ahli mungkin kehilangan hutan, karena sangat memperhatikan pohon-pohon saja.
Lupa garis besar, karena senantiasa memperhatikan garis yang kecil-kecil saja. Daya upaya semacam inilah sekarang yang sering diartikan oleh perkataan filsafat. Bukan lagi sikap yang diambil oleh ahli filsafat purbakala, yang dengan memangku tangan dan tafakur, bertanyakan: "Apakah artinya Alam dan apakah artinya pikiran itu?" Demikianlah kalau kita peramati kemajuan Ilmu Filsafat tadi, maka kita lihat pada Zaman Tengah tahun 478-1492 si pencari Hakekat dilekati oleh Ketuhanan. Kaum Scolastic, namanya di Eropa Barat tak bisa mencari hakekat itu, kalau persoalan itu tiada digarami, dilimaui (dijeruki) dan dimasak dengan God dan agama ialah agama Nasrani. Sesudah itu, pada zaman borjuis filsafat tadi sudah susut pada persoalan "Jasmani dan Rohani", badan dan pikiran. Sudah lama pula filsafat ini jatuh ke tangan psychology, Ilmu jiwa, Ilmu yang memeriksa "the working of the mind" kerjanya otak. Ilmu ini tidak lagi direnungkan oleh si pemikir di atas kursi malas dalam otaknya saja, melainkan sudah dimasukkan ke laboratorium. Disinilah otak binatang dan manusia dipisah, diperiksa, diexperimentkan, diperalamkan. Disinilah instinct, yakni pikiran hewan, perasaan, kemauan hewan dan kecakapan hewan dalam belajar, diperiksa, diperalamkan, diuji dan dibandingkan dengan akal, perasaan dan kemauan manusia. Experimentalis William James dan Thorndyke di Amerika, Pavlov di Rusia dan experimentalis yang lain, banyak mengumpulkan pengalaman yang berharga dan masih banyak persoalan yang mesti diperalamkan dan diuji oleh Ilmu yang muda tetapi sangat menarik hati. "Ketahuilah dirimu sendiri “. Inilah sari persoalan dari seorang ahli filsafat Yunani yang terkenal ialah Socrates.
Sekarang persoalan ini sudah menjelma menjadi pemeriksaan atas "the working of the mind", kerjanya otak, yang sudah dimasukkan ke laboratorium bersama dengan Ilmu lain-lain yang berdasarkan experiment, pengalaman.
Filsafat bertukar, artinya bertukar rupanya dan pecah belah menjadi beberapa ilmu yang berdasarkan experiment.
Engels sudah mendapat kesimpulan, bahwa sisanya filsafat ialah Dialektika dan Logika. Semua cabangnya yang lain jatuh pada bermacam-macam Ilmu Alam dan sejarah, ialah sejarah masyarakat Indonesia.
Marx memandang dari sudut pertarungan klas, berkata dalam 11 thesis : Die Phylosophen haben die Welt nur verschienden interpretiert. Es komt aber daraufan die Welt zu veraendern. Para ahli filsafat sudah memberi bermacam-macam pemandangan tentang dunia itu. Yang perlu ialah menukar (merubah) dunia itu!
III. Ilmu Pengetahuan - Science
[sunting]SUDAH kita bicarakan, bahwa timbul, tumbuh, dan tumbangnya Indonesia Merdeka di dunia (“besar hendak melindih, lemah makanan yang kuat, bodoh makanan yang cerdik”) terutama tergantung pada industri. Pada industri kita jumpai perkawinan sains dan teknik, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sains dan teknik tak bisa dipisahkan, seperti juga energi dan materi. Sains dilaksanakan di teknik dan kemajuan atau kemunduran teknologi memajukan atau memundurkan ilmu pengetahuan pula.
Kalau Indonesia tidak merdeka, maka ilmu pengetahuan akan terbelenggu. Semua negara merdeka sekarang menasionalkan, merahasiakan penemuan, guna dipakainya sendiri untuk persaingan dalam perniagaan atau peperangan! Saintis (ilmuwan) Indonesia, janganlah bermimpi akan bisa leluasa berkembang selama pemerintah Indonesia dikemudikan, dipengaruhi, atau diawasi oleh negara lain berdasarkan kapitalisme, negara apapun juga di bawah kolong langit ini. Kemerdekaan sains itu sehidup dan semati dengan kemerdekaan negara. Begitu juga kemerdekaan sains bagi satu kelas, sehidup dan semati dengan kemerdekaan kelas itu.
Walaupun Indonesia terkaya di dunia, tetapi selama sains tiada merdeka, seperti politik negaranya, maka kekayaan Indonesia tidak akan menjadikan penduduk Indonesia senang, melainkan semata-mata akan menyusahkannya, seperti 350 tahun belakangan ini. Politik dan kecerdasan bangsa asing akan memakai kekuatan Indonesia untuk memastikan belenggu Indonesia seperti ular kobra memeluk mangsanya.
Begitulah ekonomi politik dan sains itu satu paduan yang tidak boleh dipecah-pecahkan. Bibit sains yang diakui kebenarannya di seluruh dunia, sekarang kita dapati pada bangsa Yunani. Sepanjang pikiran saya bangsa inilah bangsa purbakala terbesar jika dipandang dari penjuru ilmu pengetahuan. Ilmu apa saja, kalau kita gali asalnya, kita berjumpa dengan Aristoteles yang menjadi guru besar pemikir Arab. Marx, tak jemu memberi pujian kepada “singa-pikiran” Yunani itu. Galen menanam biji kedokteran. Euclides mengumpulkan matematika. Phytagoras pasti kita pelajari dalam sekolah, kalau kita belajar matematika. Archimedes tak bisa dilupakan dalam ilmu alam. Demokritus dan Heraklitos, bapak teori molekul dan atom, bapak dialektika, menjadi makin berarti seiring dunia yang bertambah tua.
Pada bangsa Arab orang Barat berterima kasih, karena bangsa ini menyimpan dan memajukan kecerdasan Yunani. Al Kimia adalah pusaka dari Arab, yang dimajukan jauh oleh bangsa Barat. Tetapi selain ini, bibit sains tak berapa tumbuh bermula (orisinal) di dunia Arab. Aljabar yang besar sekali artinya dalam sains sekarang, bukan terbit di dunia Arab, melainkan di India. Seperti halnya kompas, ilmu mencetak buku, dan obat bedil, dipindahkan oleh saudagar Arab dari Tiongkok ke Eropa, begitu juga aljabar diambil dari India dan dipindahkan ke Barat. Di sana dia tumbuh dari bibit sampai ke pokok yang bercabang-cabang di masa sekarang.
Sudah tentu mustahil menguraikan sains yang bercabang dan ber-ranting begitu banyak satu per satunya pada buku ini. Satu cabang seperti biologi saja bisa menawan seumur seseorang manusia dengan belum bisa menghabiskan persoalan yang ditimbulkan oleh Biologi itu saja. Tetapi barang siapa di antara pembaca ini berniat mendalami pengetahuan tentang suatu cabang ilmu pengetahuan, maka di masa sekarang cukup jalan untuk memenuhi maksudnya. Dan lagi, maksud buku ini terutama ialah mengemukakan “cara” berpikir tangkas yang dipakai oleh sains. Walaupun cara yang dipakai dalam sains memasukkan juga dialektika dan logika, tetapi sains tentulah mengistimewakan “metode”, cara yang dipakainya sendiri. Dalam sains sendiripun ada berlainan metode yang diutamakan oleh masing-masing cabang.
Matematika (ilmu dan bilangan) memakai cara dan nama lain dari ilmu alam dan biologi, walaupun semangat dan pokok besar kedua cara yang dipakai sebetulnya sama juga. Sebagaimana ilmu alam dan kimia dan lain-lain, sekarang dipengaruhi oleh dan didasarkan atas elektronika, begitulah pula semua cabang ilmu sekarang, dipengaruhi dan disandarkan pada matematika.
Sudah diketahui, bahwa ilmu teknik sipil, kimia atau listrik, sehidup semati dengan matematika. Setelah Mendelisme diakui kebenarannya, maka biologi Darwinisme yang bersandar pada logika dan dialektika saja, sudah tak berpisah lagi dengan matematika. Begitulah pula ilmu sosial, seperti ekonomi, tidak merasa sempurna kalau tidak disandarkan pada statistika, yang merupakan bagian matematika pula. Kita sudah ketahui, bahwa ahli bintang yang terbesar seperti Newton, Laplace, dan Einstein juga ahli matematika terbesar.
Buat pemikir sosial, walaupun dialektika dan logika yang diutamakannya, tetapi cara berpikir yang dipakai oleh ahli matematika juga tiada percuma kalau diketahuinya. Seperti pemain sepak bola yang tiada rugi kalau dia mempelajari tenis atau berenang, begitulah juga pemikir sosial pada siapa Madilog dipusatkan, akan bertambah kecerdasannya, kalau ia mempelajari dan memahami cara yang dipakai matematika.
Seorang bertubuh baik dan kuat, kalau sudah dilatih dengan silat yang baik, akan berbeda pandang langkah sikap dan tangkisannya terhadap serangan lawannya dari pada ketika ia masih hijau, belum dilatih. Begitulah juga otak yang sudah dilatih oleh matematika, lain sikapnya terhadap suatu persoalan daripada otak mentah. Tiada percuma orang barat mendasarkan sekolah rendah dan menengah pada matematika. Tiada percuma Euclides, ahli matematika Yunani, dijadikan guru pemuda di seluruh dunia beradab masa sekarang. Pendidikan Indonesia, saya pikir baru sempurna kalau pemuda putra dan putri, atas belanja negara mesti tamatkan SMP, kecuali satu dua yang betul tak kuat otaknya untuk menjalankan.
Entah dari mana, buku, majalah, atau surat kabar apa, saya sudah lupa, tetapi dalam pelarian saya yang lebih dari 20 tahu itu, tiga definisi yang pendek dan jitu yang saya ingat tentang sains adalah:
- Sains ialah accurate thought, ilmu empiris, ialah cara berpikir yang jitu, tepat, atau paham yang nyata.
- Sains, ialah organizations of fact, penyusunan bukti.
- Sains, ialah simplification by generalisation, penyerderhanaan generalisasi.
Ketiga definisi ini satu sama lainnya berhubungan dan isi mengisi, tambah menambah. Dipandang dari satu penjuru, yang pertamalah definisi yang jitu. Dari penjuru yang lain yang kedualah dan seterusnya.
Bermula sekali diatas saya memakai kata definsi, artinya ketentuan, kepastian. Definisi penting sekali untuk segala macam sains, buat accurate thought. Penting buat matematika, ilmu alam dan logika.
Pasal 1. DEFINISI.
SAYA terjemahkan dengan penetapan, pembatasan, pemastian. Artinya ialah untuk menentukan batas-batas yang tepat suatu perkataan atau hukum atau paham. Lebih dahulu mesti kita definisikan definisi itu sendiri. Lebih dahulu kita pastikan kepastian itu “Apakah definisi itu?” adalah pertanyaan yang kita lebih dahulu mesti jawab. Tanpa definisi, tak bisa ada sains, seperti sebetulnya keadaan di seluruh dunia Asia sebelum Barang datang. Tak beres definisinya, maka morat marit, cantang perenang dan kacau balaulah sains. Cabang sains yang mau diuraikan seperti ilmu bumi umpamanya, mesti dipastikan dibatasi, didefinsikan lebih dahulu. Kalau tidak, pembicaraan bisa meluap, mengembara kian kemari, melampaui dan meninggalkan cakupannya. Madilog ini umpamanya, ialah satu perkara tentang cara berpikir. Perkara lain, tetapi berhubungan kena mengena dengan Madilog boleh dan mesti diuraikan, tetapi tak boleh melewati dan menyesatkan Madilog dari pokoknya, dari tujuannya, yaitu perkara cara berpikir.
Sesudah cabang sebuah ilmu pengetahuan yang mau diuraikan itu didefinisikan, maka perlulah dipastikan materi bahannya lebih dahulu, yakni segala bukti yang menjadi sendir dari ilmu pengetahuan itu.
Akhirnya, hukum yang diperoleh sebagai hasil pemeriksaan yang tenang mesti dipastikan betul-betul. Demikianlah pentingnya definisi dalam ilmu pengetahuan.
Satu definisi mesti cocok dengan perkara pertama, seperti disebut di atas mesti accurat, jitu, tepat. Apakah yang bisa dinamai jitu, tepat, dan akurat itu? Kalau materi yang dipastikan, didefinisikan itu terbatas, terpagar, dan semuanya berada dalam batas-batas itu (Inggrisnya : mark of the thing, refer to all things). Kalau pagar pembatasannya tak rapi dan tak semua materi berada dalam pagar itu, maka definisi itu gagal.
Dari materi yang mana ia dipagari? Dari materi yang satu golongan, satu kelas dengannya, tetapi mempunyai perbedaan.
Jadi definisi itu bermaksud: pertama, menentukan golongan kelas suatu barang. Dan kedua, perbedaan barang itu dengan barang lain yang satu kelas, satu golongan dengannya. Definisi itu mesti menampakkan essential attributes, sifat-sifat utama. Sifat-sifat yang utama ialah kelas dan perbedaan.
Contoh: kita mau memastikan, mendefinisikan manusia. Lebih dahulu kita mesti mencari golongan, kelas manusia, yaitu hewan. Tetapi hewan itu cukup luas cakupannya. Di dalamnya termasuk ular, kerbau, monyet, dll. Kita tahu monyet itu hewan, dan manusia itu termasuk golongan hewan. Dalam hal ini manusia dan monyet tadi memang bersamaan. Tetapi kanak-kanak pun tahu bahwa manusia bukan monyet, dan monyet bukan manusia. Jadi definisi kita tadi, bahwa manusia itu hewan belumlah pas. Kita mesti mencari perbedaan dengan monyet yang satu kelas dengan manusia itu. Kita tahu, atau sekarang ini kita percya (mesti belum tentu besok keyakinan ini tetap benar) bahwa manusia itu mempunyai akal, dan monyet tidak, cuma berinsting.
Manusia pandai berpikir menurut hukum yang kita namai hukum berpikir atau logika, tetapi monyet cuma berinsting, berkecerdasan yag diberikan alam padanya. Pendeknya, menurut pengetahuan kita sekarang, perbedaan manusia dengan monyet adalah bahwa yang pertama pandai berpikir dan yang kedua tidak.
Definisi, kepastian yang sempurna tentang manusia, sekarang ada seperti berikut :”manusia ialah hewan yang berpikir”. Definisi semacam ini sudah bisa menjawab dua syarat definisi: golongan atau kelas sebuah benda, dan perbedaan antara benda itu.
- Masuk golongan apa manusia itu? Jawab: masuk golongan hewan.
- Apa perbedaan manusia dengan monyet yang masuk golongan hewan juga? Jawab: manusia pandai berpikir, monyet tidak.
Selama kita belum mendapat kepastian bahwa monyet tak pandai berpikir, maka tingkat daya upaya kita yang pertama untuk mendapatkan definisi tadi sudah selesai. Dalam hal ini kita mesti naik ke tingkat kedua. Kita mesti uji terus apakah definisi tadi betul memadai. Sekarang mesti kita periksa. Pertama, apakah semua barang yang mau kita definisikan itu (dalam hal ini manusia) masuk ke dalam pagar pembatas atau tidak semuanya. Kedua, apakah ada barang lain yang bukan manusia masuk ke dalam batas itu.
Kalau kita tahu bahwa semua A = B maka sebaliknya, kita mesti bertanya apakah semua B = A. Kalau jawabnya ya, barulah selesai. Tegasnya, kalau kita tahu semua manusia adalah hewan yang berpikir, maka kita mesti bertanya apakah semua hewan yang berpikir itu manusia? Kalau jawabannya ya, maka benarlah definisi itu. Kalau tidak, gagallah percobaan kita.
Marilah kita periksa apakah semua manusia itu adalah hewan yang berpikir.
Kita tahu umpamanya, tetangga kita selalu dipasung. Apa yang dia bilang, kita tidak mengerti. Menggelikan atau menyedihkan hati kita. Orang bilang tetangga ini “gila”. Otaknya sakit, tak beres lagi kerjanya. Dulu beres, Sekarang tidak.
Tidak apa, ini adalah satu exception, satu perkecualian. Sains pun mempunyai exeption. Lagi satu keberatan. Wak Gaib nama kenalan kita itu, cakapnya lain dari orang biasa. Tadi malam katanya ia “naik nafas” pergi ke Kairo berjumpakan Sultan Farouk. Tadi malam juga dia balik ke desa Sawarga, tempatnya tinggal. Cerita semacam ini memang tak masuk pada akal kita manusia biasa. Ini pun satu exeption dari manusia dipasung tadi. Wak Gaib dari desa Sawarga, juga satu perkecualian dari manusia biasa. Tetapi, perkecualian ini tidak seperti perkecualian biasa. Kedua manusia di atas berotak juga dan otaknya berpikir juga, walaupun hasil pikirannya tak sama dengan buah pikiran orang normal.
Untuk sementara, ujian kita lulus, ujian tentang “semua manusia adalah hewan yang berpikir” itu bisa dipakai. Sekarang mesti kita periksa sebaliknya, apakah semua hewan yag berpikir itu manusia.
Walaupun banyak cerita dari pemburu, penggembara, naturalisten, ahli hewan dan tumbuhan yang membuktikan kecerdasan binatang seperti serigala, gajah, monyet, kancil dan pelanduk dalam peri kehidupan mereka, sementara boleh kita putuskan: tak ada di antara hewan yang bukan manusia itu pandai berpikir. Malaikat umpamanya, pandai berpikir. Tetapi kita manusia biasa belum pernah berjumpa malaikat dan kita tak bisa memanggil malaikat pada tempat dan waktu yang kita pilih, seperti kita bisa nyalakan api asal ada latnya pada waktu dan tempat yang kita kehendaki.
Untuk sementara, tak kita dapati barang yang bukan manusia termasuk dalam golongan hewan yang berpikir. Semua manusia termasuk hewan yang berpikir. Sebaliknya tak ada yang bukan hewan berpikir termasuk jadi manusia. Semua hewan berpikir itu manusia belaka (A=B dan B=A). Jadi sementara benarlah definsi kita. Luluslah ujian pada tingkat kedua. Tetapi kerja kita belum lagi sempurna. Kita mesti naik ke tingkat tiga, tingkat penghabisan.
Pada tingkat ini kita mesti periksa, apakah definisi kita mencukupi segala syarat berikut :
- Definisi sebisa-bisanya singkat, tetapi jangan terlalu luas atau terlalu sempit.
- Definisi tak boleh circular atau berputar-putar.
- Definisi itu mesti general atau umum.
- Definisi tak boleh memakai metafor, ibarat, kata figuratif, penggambaran, kata yang obscurate, menggunakan perkataan gaib, samar.
- Definisi tak boleh memakai kalimat negatif.
Marilah kita jelaskan satu persatu.
1. Definisi itu sebisa-bisanya singkat. Sebisa-bisanya!
Ada kalanya tidak bisa dipendekkan. Kalau dipendekkan maknanya menjadi sempit. Definisi tak boleh terlalu sempit dan tak boleh terlalu luas. Kalau saya bilang “manusia itu hewan”, maka betul definisi singkat tapi juga monyet dan ular termasuk hewan. Jadi kalau definisi ini kita balik, kita dapati “hewan itu manusia”. Tegasnya, ular, kerbau dan monyet itu manusia. Begitu juga kalau saya bilang “manusia itu hewan bermata dua sebab kera dan ikan bermata dua.”
Definisi itu tak boleh sempit, ia mesti punya essential attributes: segala sifat penting yang tak boleh lupa. Kalau kita katakan kuda itu binatang memamah, maka definisi itu terlalu luas sebab kerbau juga binatang memamah. Tetapi jika kita berkata “kuda itu binatang memamah buat ditunggangi Pangeran Diponegoro”, maka artinya menjadi terlalu sempit sebab selain untuk ditunggangi Pangeran Diponegoro, dia juga dipakai buat penarik delma, bajak dsb.
Dalam matematika kita lebih mudah mencari contoh. Sebab memang matematika adalah buah pikiran yang pasti berdasar bukti yang didefinisikan lebih dahulu.
Demikianlah square, bujursangkar ialah satu gambar datar tertutup dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang, mempunyai 4 sudut siku-siku. Di sini bukan satu saja sifat yang penting. Pertama, dia mesti “gambar datar tertutup”, bukan gambar pada tempat bertinggi rendah. Bukan terbuka, melainkan semua sisinya bertemu. Kedua, dia mesti dibatasi oleh 4 garis lurus yang sama panjang, bukan 3 atau 5. Garisnya lurus tak boleh bengkok, panjang garis itu sama pula. Ketiga, 4 sudutnya mesti siku-siku. Satu pun dari ketiga sifat diatas tak boleh tertinggal. Kalau tertinggal bukan square yang kita peroleh.
Memang definsi sebisa-bisanya pendek, tapi mesti mengandung semua sifat penting.
2. Definisi itu tak boleh circular, berputar-putar.
Kesalahan ini didapat kalau kita memakai perkataan lain yang bersamaan artinya. Contoh dari Aristoteles. “Tumbuhan ialah benda hidup yang mempunyai jiwa vegetable”. Sedangkan vegetable itu artinya tumbuhan juga. Jadi sebenarnya definisi ini: “tumbuhan ialah barang hidup yang mempunyai jiwa tumbuhan”. Di sini nyata, tumbuhan balik artinya pada tumbuhan. Setali tiga uang. Dengan begitu kita tak mendapat kepastian penjelasan tentang tubuhan. Demikianlah kalau Mahatma Gandhi mendefinisikan bahwa “ahimsa itu soul force”, kekuatan jiwa yang berdasar kasihan, seperti simpati, rohani. Apakah “kekuatan jiwa itu”? Itulah yang perlu lagi dibuktikan dengan mengganti nama baru yang mesti diterangkan pula, maka pekerjaan itu berputar-putar di sana saja, seperti menghesta kain sarung. Begitulah seorang kenalan saya tak akan memberi keterangan apa-apa, kalau definition itu dia jelaskan begini : “Definition, ialah satu ketentuan yang pasti, yang ditentukan oleh ketentuan yang tentu”. Disini dia pakai perkataan “ketentuan” dan “pasti” berulang-ulang, artinya sama dengan definisi. Meskipun definisinya itu panjang, dia tak memberi keterangan baru, karena keterangan yang diberikannya itu tak berpangkal tak berujung.
3. Definisi itu mesti general atau umum.
Dia mesti umum, biasa, lebih dikenal dari para barang yang hendak didefinisikan. Hewan lebih umum, lebih luas cakupannya daripada manusia. Sebab ke dalam daerah hewan termasuk juga monyet, ular, ikan, dan bukan saja manusia. Tetapi walaupun cakupannya lebih luas, pengertian umum itu sebisa-bisanya lebih dikenal, jangan diketahui oleh kaum istimewa saja, kaum terpelajar saja umpamanya. Contohnya definisi berikut ini. Walaupun betul, cuma diketahui oleh sebagian kecil manusia saja. “Jam adalah sebuah kronometer untuk mengukur waktu dengan jitu”. Cukuplah kalau dibilang “jam adalah perkakas buat mengukur waktu”. Tak perlu kita pergi ke kapal, dimana orang pakai semacam jam istimewa yang bernama kronometer untuk pekerjaan yang kurang dikenal khalayak! Kecuali kalau tak ada cara alin daripada cara khusus ini tadi.
4. Definisi tak boleh memakai metafor, perumpamaan, kata figuratif dan kata yang obscurate, gaib.
Kita dengan definisi hendak memastikan, membuktikan dan menerangkan suatu barang. Dengan memakai ibarat saja, penggambaran saja dan memakai perkataan gaib yang tidak bisa dikenali panca indera, barang yang mau kita definisikan itu tak akan bertambah nyata. Malah sebaliknya.
Demikianlah kalau seorang penyair, tukang metafor yang tulen, mengumpamakan dirinya sebagai “sepantun anak ikan yang di waktu pasang besar hanyutlah ia”. Dalam satu hal dia memiliki persamaan dengan ikan. Ikan dihanyutkan pasang dan si penyair dihanyutkan sengsara hidup, walaupun sengsara hidupnya itu seringkali cuma didapat di ujung pena Parker-nya saja. Tapi lain dari itu tak banyak persamaan anak ikan tadi dengan penyair kita. Kalau dalam mendefinisikan penyair kita definisikan anak ikan sebagai gantinya, maka masuklah pula segala sifat anak ikan yang tak ada pada si penyair. Umpamanya kepala si anak ikan selalu dingin, kecuali kalau sudah masuk kuali. Sedangkan kepala si penyair belum tentu dingin, adem selalu.
Begitu juga dengan memakai gambaran atau memakai kata-kata gaib, barang yang akan dipastikan tak akan bertambah pasti, malah sebaliknya bertambah gaib.
Demikianlah kalau sekiranya saya sajikan definisi tentang Rohani kepada pembaca yang terhormat: “Rohani itu ialah satu kodrat, laksana Sang Garuda Rajawali yang mengendari bulan dan matahari, dan menerbitkan bintang dan bumi yang bisa menjelma menjadi Kuman Pasopati memasuki Pagar Jasmani”.
5. Definisi tak boleh memakai kalimat negatif (tak ber-).
Kalau saya definisikan orang miskin sebagai orang ynag tak kaya, maka definisi itu negatif. Tak bersifat yang nyata, yang positif. Bandingkanlah dengan definisi ini: orang miskin ialah orang yang tak punya harta benda apa-apa. Kadang dalam matematika sebuah definisi bersifat negatif, tapi ia sebenarnya positif. Umpamanya: satu garis lurus itu tak mengubah tujuannya. Di sini kata “tak mengubah” berarti “menetapkan”. Jadi definisi itu boleh diganti menjadi: satu garis itu menetapkan tujuannya. Kadang-kadang tak ada akal lain kecuali memberikan definisi yang negatif, umpamanya: gelap itu ialah tak terang.
Apabila Gautama Budha disesakkan oleh muridnya dengan pertanyaan yang berhubungan dengan sifat nirwana, rohani, atau jiwa, maka dia jawab: 1. Bukan ini. 2 Bukan itu, 3. Bukan ini atau itu (either this or that, Inggrisnya). 4. Bukan tak ini dan tak itu (not neither this or that).
Barangkali sebagai pusaka dari putera raja kapilawastu yang memang pandai sekali memakai logika, walaupun berdasar mistika, maka di masyarakat Indonesia pun kita berjumpa dengan “jawaban main tidak” itu dalam ilmu gaib.
Terlampau panjanglah sudah uraian kita tentang definisi. Tetapi definisi itu kita anggap sebagai wilayah sains, ilmu pengetahuan. Tak berdefinisi, maka semua ilmu tinggal satu onggok bukti saja, seperti seonggok pasir, tak ada pertalian masing-masing pasir. Baru kalau didefinisikan, yang berarti juga diorganisir, disusun, digenalisir, baru segala bukti yang teronggok tadi jadi sains. Onggokan pasir tadi baru bersatu dan kokoh, kalau diikat dengan semen.
Pasal 2. MATEMATIKA
ILMU tentang bidang dan bilangan yang kita pakai sekarang pada semua sekolah yang berdasar peradaban barat ialah matematika, yang disusun oleh Euclides. Walaupun aljabar amat penting dalam semua ilmu pengetahuan, sekarang tiadalah dia akan saya ambil sebagai model, contoh untuk menjelaskan cara berpikir yang dipakai dalam matematika. Barangkali di antara para pembaca tentu ada seperti saya yang selalu diingatkan oleh guru, kalau menjawab perhitungan aritmetika janganlah memakai cara aljabar. Peringatan dari guru itu bermakna sekali.
Memakai jalan aljabar tidak menambah kecerdasan, di masa kita masih memanjat tingkat yang pertama sekali dalam matematika. Bisa jadi cara berpikir aljabar itu membatasi otak kita. Menjadikan kita berpikir mekanis, seperti mesin, tiada memakai penyelidikan lebih dahulu.
Seperti mesin berhitung yang sekarang ini banyak dipakai begitulah jadinya otak kita. Memindahkan persoalan berhitung aritmetika tadi pada persoalan aljabar yang memang memudahkan semua persoalan dan lekas mendapatkan hasil. Tiadalah lagi dipikirkan jalan, cara, metode mana yang dipakai dan cara mana yang pendek dan jitu di antara beberapa cara. Yang dipikirkannya ialah lekas mendapat hasil, pendapatan yang betul, result. Sedangkan sebetulnya cara mendapatkan hasil itulah yang lebih penting dari pada hasil itu sendiri. Begitulah menurut pendapat penulis ini.
Belakang hari di kelas sekolah yang lebih tinggi, penulis juga tiada begitu lagi memperhatikan hasil itu. Kalau sudah terlihat cara yang baik di antara dua atau lebih cara, maka sering penulis tiada lagi menyelesaikan persoalan itu sampai mendapatkan result dan tidak perdulikan beberapa soal yang bisa diselesaikan dengan hanya satu cara. Dengan begitu, banyak waktu terpelihara dan saya pikir kecerdasan berpikir bisa maju. Pada matematika yang tinggi, hasil itu memang tidak begitu penting lagi.
Memang aljabar lebih abstrak dari aritmetika, lebih terpisah dari pada benda. Pada aritmetika saja kalau kita lihat 2 + 2 = 4, maka tiada lagi kita pikirkan bahwa dua itu cuma bilangannya, nomornya, salah satu dari sifat barang itu, bukan benda itu sendiri. Seperti juga hitam, ialah warna barang, bukan barang itu.
Bilangan itu sudah terpisah dari benda dan bisa mewakili semua benda. 2 itu bisa jadi 2 kerbau atau 2 telur. Kita tahu, kalau 2 kerbau + 2 telur, kita tidak akan mendapatkan 4 kerbau atau 4 telur. Yang 4 itu cuma bilangan. Satu hal yang terpisah dari benda, Cuma ada dalam pikiran abstrak belaka. Syahdan alajabar lebih terpisah, lebih abstrak lagi. Marilah kita ambil formula.
(a+b) (b-a) = a² - b². Kalau a itu 3 dan b itu 2 maka (3+2)(3-2) = 3 ² - 2 ². Di sebelah kiri tanda = kita peroleh 5 x 1 = 5. Di kanan 9 – 4 = 5 pula. Jadi yang di kiri bersatu, sama dengan di kanan. inilah juga asal makna aljabar dalam bahasa Arab. Kalau 4 bukan 3 seperti diatas melainkan 5 dan b bukan 2 melainkan 3 umpamanya, maka kita peroleh (5+3) (5-3) = 5 ² - 3 ². Di kiri tanda = kita peroleh 8 x 2 = 16. Di kanan juga 16, yaitu 25 – 9.
Begitulah seterusnya a itu mewakili tak berbatasnya angka, unlimited, bisa 2, 3, 4 ....begitu juga b, mewakili tak berbatasnya. A itu tak perlu lebih besar dari b, umpamanya (2+3) (2-3) = 2 ² - 3 ² atau 5 x (-1) = 4 – 9 = -5. Q,E, D.
Seperti angka-angka tadi mewakili benda, 2 kerbau atau 2 telur, begitu juga a yang mewakili angka, 2, 3, 4 dsb. Adalah hal yang abstrak, terpisah dari benda. Sedangkan angka itu sendiri sudah abstrak, apalagi huruf a dan b dalam aljabar tadi. Aljabar adalah ilmu yang lebih abstrak dari aritmetika, begitu terpisah dari benda.
Bukan maksud saya mengatakan, bahwa karena matematika terpisah dari benda, maka ia tak berguna. Jadi aljabar tinggi yang lebih abstrak tadi adalah lebih tak berguna. Sudah tentu tidak. Bagaimanapun abstraknya aljabar, dia berdasarkan aritmetika juga, dan aritmetika itu berdasarkan benda juga. Tetapi guna mengambil contoh untuk menjelaskan cara berpikir, tentu kita tak boleh mulai dari ilmu yang sudah abstrak, yang sudah sampai ke tingkat atas itu. Kita mesti ambil permulaan atau pertengahan. Di mana cara berpikir itu masih didasarkan pada barang yang nyata, pada bukti, facts. Kita ambil contoh geometri. Geometri tidak diajarkan di sekolah rendah, melainkan di sekolah menengah.
Bukti, facts, dalam geometri memang tak selalu begitu nyata seperti pada ilmu alam atau kimia. Tetapi cukup nyata dan bisa digambarkan dalam otak atau di atas kertas. Pentingnya geometri terletak pada definisinya yang jitu dan “cara” yang pasti. Keduanya menambah kecerdasan berpikir. Dari geometri kita bisa memanjat ke tangga yang lebih tinggi. Lulusan SMP kalau punya otak sedikit lebih dari rata-rata, saya pikir dengan belajar sendiri bisa sampai ke langit matematika, bila ia cukup sabar dan mempunyai waktu. Tetapi susah, kalau bukan mustahil, mempelajari dan memahami logika dan dialektika kalau tidak lebih dahulu dilatih, dididik dengan geometri.
Pasal 3. GEOMETRI.
BERMULA sekali dalam buku sekolah menengah, kita bertemu dengan definisi geometri kira-kira seperti berikut: ilmu yang mempelajari sifat bentuk tiga dimensi, bidang, garis, dan titik. Sifat yang dipakai dan dipelajari dari badan, tentulah sifat yang berkenaan dengan ilmu geometri saja, bukan yang berkenaan dengan ilmu lainnya, misalnya ilmu alam. Geometri tidak memperdulikan zat berat, panas, dan energi suatu bentuk tiga dimensi.
Satu per satunya didefinsikan pula. Beginilah dipastikan :
- Isi adalah bagian dari ruang alam yang berbatas ke semua penjuru.
- Bidang adalah batas massa.
- Garis adalah batas bidang.
- Titik adalah batas garis.
Marilah kita periksa definisi di atas ini dengan melaksanakan pengetahuan ktia tentang definisi.
Isi, katanya, ialah sebagian dari ruang alam, space. Jadi isi masuk golongan, kelas yang lebih umum, yaitu “sebagian ruang alam”. Sebagian itu bukan berarti seluruhnya dari ruang alam yang luas itu. Tetapi 1 m³ udara, juga masuk golongan “sebagian ruang alam”. Kita tahu badan, seperti kerbau, manusia dsb, bukan 1m³ udara yang juga sebagian dari ruang alam. Jadi definisi di atas mesti dipagari, karena terlampau luas. Pagarnya, adalah perbedaan badan dengan barang lain yang sama golongannya.
Anak kalimat “yang berbatas ke semua penjuru” inilah yang menjadi pagar. Isi yang masuk golongan “sebagian dari ruang alam” itu harus berbatas ke semua penjuru. Baik di atas maupun di bawah. Di kiri maupun di kanan. di depan atau di belakang. Isi itu seperti peti dsb. Mempunyai batas bidang. Sedangkan udara yang juga termasuk golongan “sebagian dari ruang alam” tak terbatasi oleh bidang. Seterusnya, semua isi bernyawa atau tidak ialah sebagian dari ruang alam yang berbatas ke semua penjuru. Dan sebaliknya, sebagian dari ruang alam yang berbatas ke semua penjuru ialah isi.
Jadi definisi tentang isi cukup jitu. Golongan dan perbedaan adalah essential attributes. Pula definisi itu pendek, tak berputar-putar, umum, tak mengandung ibarat, kata gaib, dan tidak pula negatif. Pendek kata, definisi itu sempurna menurut sains.
Seterusnya, bidang ialah batas isi.
Begitulah definisi tentang bidang, garis, dan titik contoh dengan sains, jadi sainstifik. Tetapi akan terlalu panjang kalau saya mesti periksa satu persatunya. Terserah kepada pembaca untuk memeriksanya sendiri. untuk menerapkan yang sudah dipelajari.
Sesudah menerangkan tentang geometri dan bukti yang dipakainya, sesudah mengingatkan bahwa definisi itu cocok dengan definisi pertama yang saya kemukakan tentang sains, yaitu akurat, maka saya ingatkan definisi kedua dan ketiga. Sains itu ialah organization of facts, penyusunan segala bukti dan simplification by generalisation, penyederhanaan dengan generalisasi bukti. Kedua definisi ini pun kena mengena, isi mengisi dan keduanya berdasar atas facts, bukti.
Organisasi atau generalisasi dalam matematika berupa teori dan dalam ilmu bintang atau ilmu alam berupa law atau hukum. Kita bisa dengar teorema Fermat dan Euler, Binomium of Newton, Laws of Motion (Hukum Gerak) Newton, Daltons Law (Hukum Kimia Dalton), dll. Teori atau hukum tadi keduanya hasil dari penyusunan dan generalisasi beberapa bukti, berdasarkan atas bukti. Tetapi bukti yang kita pakai dalam geometri, seperti isi, bidang, garis, dan titik berlainan dengan bukti yang diladeni oleh ahli bintang, tumbuhan, binatang, manusia, dan zat.
Isi bisa kita pastikan dengan panca indera kita, tetapi bidang, garis, dan titik cuma bisa kita “hampiri” keadaanya dengan gambaran. Bidang itu tidak bisa berdiri sendiri. Bidang peti tidak bisa kita potong jadi peti tadi. Kalau kita potong berapapun tipisnya, maka jadilah badanlah dia dan mengambil “sebagian dari ruang alam”. Selain itu, maka mesti kita pikirkan sifat yang lekat pada bidang yakni dua dimensi, dua ukuran, dua besaran: panjang dan lebar. Sedang badan itu mempunyai tiga dimensi : panjang, lebar, dan tinggi.
Garis ialah batas bidang. Garis hanya mempunyai satu dimensi, yakni panjang. Jadi ia tak punya lebar. Berapa pun runcingnya pena kita, garis yang kita bikin itu mesti masih punya lebar. Kita tahu yang punya lebar dan panjang ialah bidang. Garis cuma satu dimensi saja yaitu panjang.
Titik ialah batas garis, satu titik berada di ujung dan yang lain berada di pangkal garis. Suatu titik tak punya ukuran, besaran. Bagaimanapun halusnya ujung pensil kita, titik yang kita bikin di atas kertas tadi masih punya 3 dimensi : panjang, lebar dan tinggi.
Nyatalah sudah, bahwa bidang, garis, dan titik yang kita namakan bukti, tidak seperti bukti biasa yang bisa kita saksikan dengan panca indera kita. Tetapi kita bisa hampiri dengan gambaran, seperti molekul, atom, walaupun dalam teorinya menjadi benda yang tak berbatas kecilnya, asalnya dari benda juga. Kita tak perlu lari ke dunia kegaiban. Bidang, garis, dan titik yang mesti kita dekati dengan gambaran walaupun tidak seperti bintang bagi ahli astronomi atau kuman bagi ahli biologi, bukanlah barang yang semata-mata kosong, nothing, seperti rohani.
Kita bisa mendekatinya dengan gambaran dan bisa menggambarkannya dalam otak. Dan semenjak Rutherford, memang sudah bisa dilihat dengan teropong. Walaupun alam tiada memperhatikan dan jarang sekali memberikan kepada kita benda seperti kubus, silinder, bujur sangkar, lingkaran, segitiga, dan garis lurus, tetapi sebagai hasil dari otak, maka ahli matematika, kaum insinyur dan seniman sudah memberikan bermacam-macam gedung, rumah, dan kesenian yang permai kepada kita. Menambah kesehatan dan mempertinggi peradaban kita.
“Cara berpikir” jitu yang melayani bukti, yang teristimewa masuk dalam wilayah geometri tadi saja juga dipakai dalam memikirkan perkara-perkara lain. Atau cara itu berkenan langsung atau tidak dengan cara yang dipakai untuk melayani perkara di luar ilmu ukur. Sebab itu, cara berpikir dalam ilmu ukur penting sekali buat latihan otak.
Pasal 4. TEORI DAN UJIAN.
TEORI mesti diuji. Teori dalam bahasa Inggris bisa didefinisikan sebagai “satu hipotesis yang sudah diuji”. A proved hypothesis. Satu hipotesis ialah satu paham yang sementara dipakai tetapi belum nyata kebenarannya: satu persangka, satu kepercayaan semata-mata. Kalau sudah nyata kebenarannya, ia bernama teori.
Selama atom masih tinggal dalam otak Democritus saja, maka atom tadi dalam ribuan tahun masih tinggal sebagai hipotesis. Tetapi sesudah atom itu sekarang bisa dilihat dengan mikroskop, maka atom itu bukan barang kepercayaan, dugaan lagi, melainkan bukti. Kadang-kadang teori itu juga dipakai untuk ditentangkan dengan praktek. Teori yang tidak bisa dipraktekkan semata-mata tinggal sebagai teori belaka. Teori yang kita maksud di sini adalah teori yang nyata kebenarannya, teori yang sudah diuji dan dilaksanakan sehari-hari.
Disini mesti diingat, bahwa perkataan Latin atau Yunani yang pindah ke bahasa Belanda dan Inggris sudah tidak berubah lagi pengertiannya. Asalnya sama, tetapi perkembangannya berlainan. Begitulah perbedaan terjemahan dan pemakaian kata-kata “teori” dan “probelm” dalam dua bahasa tersebut.
Yang penting buat saya, buat Madilog, ialah metode atau cara yang dijalankan untuk menguji benar tidaknya suatu teori. Metode yang dipakai :
- Metode sintesis.
- Metode analitis.
- Metode reductio ad absurdum.
Ketiga metode ini sukar dilaksanakan dengan tepat kalau tiada mengambil contoh dari geometri sendiri. Sebab itu kita rasa perlu di sini berlaku sebagai murid sekolah menengah untuk menguji benar tidaknya suatu teori (Bagi pembaca yang tidak mempelajari geometri, bagian ini bisa dilampaui saja).
1. Metode sintesis
Untuk melaksanakan metode ini saya ambil teori Pythagoras, filsuf Yunani yang masyhur lebih dari 2.500 tahun yang lampau. Bukan saja teori ini memberi contoh yang baik guna melaksanakan metode sintesis. Tetapi juga sebagai penghormatan kepada pemikir besar zaman purbakala yang dengan beberapa pemikir Yunani lain, boleh dianggap perintis sains. Teori Pythagoras adalah satu anak tangga yang mesti dinaiki pada jenjang geometri, menurut sistem Euclides. Beberapa cara ujian bisa dilakukan. Dulu saya tahu beberapa jalan. Sekarang sudah lupa. Tetapi ujian yang di bawah ini cukup baik buat maksud kita.
TEORI PYTAHGORAS :
“Jumlah kuadrat (lipat dua) dari dua garis sudut siku = kuadrat dari garis miring
Terbukti ABC bersiku (90º) pada A.
Mesti di uji : AC ² + AB ² = BC ²
Ujian: Kita tarik garis tinggi AD (artinya AD membentuk sudut (90º) pada BC
ADC sama bentuk dengan ADB.
Jadi, ADC sama bentuk dengan ADB
(menurut teori sama sebangun) – tingkat I
CD : AC = AC : BC
DB : AB = AB : BC
(menurut teori sudut siku) – tingkat II
Jadi AC ² = CD x BC
AB ² = DB x BC
(menurut teori hukum aritmetika) – tingkat III
AC ² + BC ² = (CD + DB) x BC
= BC x BC
= BC ²
(menurut hukum aritmetika) – tingkat IV
Empat tingkat I, II, III, IV, kita mesti jalani baru sampai ke penghabisan. Masing-masing dari 4 tingkat itu ialah teori geometri juga, tetapi III dn IV ialah teori atau hukum yang dipakai pada aritmetika yang bisa dipakai pula dalam aljabar. Tiap-tiap teori yang dipakai bisa dipecah lagi menjadi teori yang dipelajari lebih dahulu.
Nyatalah sifat atau metode cara sintetis itu memasang teori yang sudah dikenal, sampai teori yang mesti diuji nyata kebenarannya. Kita berjalan dari yang dikenal kepada yang baru. Kita pasang segala teori yang sudah dikenal guna menyatakan yang belum dikenal. Seolah-olah kita berjenjang naik!
Kalau kita pakai jalan analitis, kita berlaku sebaliknya. Kita bertangga turun.
2. Metode analitis
Teori = soal : kalau salah satu dari 2 sisi sudut siku itu setengah dari sisi yang miring (hypotenusa), maka di depan sisi itu ada sudut 30º
Diketahui : sudut CAB = 90 º
AC = ½ BC = CD
Mesti di uji sudut ABC = 30 º
Disini kita tidak kenal atau tak lekas kenal teori yang bisa dipasang guna mencapai maksud kita. Bisa jadi kalau lama kita renungkan atau kita pendam soal ini dalam kepala, maka sesudah satu atau dua jam, satu atau dua hari, sedang mandi atau menyepak bola, sedang minum es atau makan gado-gado, jawabnya tiba-tiba keluar. Tetapi sikap ini tak bisa dipakai dalam ujian. Kalau jalan sintetis tak lekas membawa hasil, maka andaikan teori ini benar.
Jadi sudut ABC yang mesti kita uji itu betul 30 º
Kita bertanya, apakah akibatnya? Kalau akibatnya tidak berlawanan dengan hukum geometri umumnya dan fakta-fakta soal, yaitu bukti teori yang khususnya mesti kita wujudkan, maka benarlah soal itu.
Demikianlah kalau ABC = 30º, maka ACB = 60º. Kalau begitu ADC = 60º sebab AC = CD menurut bukti-bukti soal. Kalau ADC = 60º, maka ADB = 180º - 60º = 120º.
Kalau ADB = 120º, maka BAD = 180º - (120º+30º) = 30º
Kalau BAD = 30º, maka DAC = 60º
Dan ini benar, menurut yang berbukti bermula. Quot Erat Demonstrandum. Demikianlah sudah terbukti.
Nyatalah di atas, kita bermain dengan “kalau” dan main “andai”. Dari ujung yakni perkara yang mesti ktia uji sampai ke pangkal, ke dasar geometri, kita main “andai”. Bila kita tak bertemu dengan hal yang berlawanan, dengan geometri umumnya dan bukti-bukti yang didasarkan pada soal itu sendiri khususnya, maka benarlah jalan kita. Betullah teori atau soal itu tadi.
Dengan metode sintesis kita berjalan dari yang dikenal ke yang belum atau yang mau kita kenal. Dengan metode analitis sebaliknya. Kita berjalan dari yang mau tetapi belum kita kenal, kepada jalan yang sudah kita kenal. Kita ungkap segala yang tersembunyi dalam rahasia baru, dalam teori atau soal baru.
3. Metode reduciton ad absurdum
Ada kalanya kita tak lekas atau tak dapat jalankan 2 metode di atas. Dalam hal ini kita pakai perkakas terakhir, metode reduciton ad absurdum. Kita jerumuskan, sengaja sesatkan siapa yang tak percaya pada teori itu supaya insyaf, bahwa teori itu saja yang benar.
Teori atau soal berkata :
Cuma satu garis siku bisa dijatuhkan dari titik C pada garis AB.
Terbukti : garis AB
Sudut CDA = 90º
Mesti diuji : cuma CD saja yang bersiku (90º) pada AB.
Ujian : kita kerok otak kita mencari teori dan hukum yang kita kenal untuk menyelesaikan soal ini. Tak dapat! kita bermain “pengandaian” dan coba berjalan dari yang belum dikenal pada yang nyata dikenal. Gagal! Kita buntu, keringat sudah keluar, kita sedang dalam examen dan sang waktu hampir berlalu. Sekarang, mau tak mau, lari pada jalan ketiga : reduction ad absurdum.
Seandainya ada garis kedua, bersiku, jatuh dari C pada AB, umpamanya garis CE. Kalau begitu sudut CED = 90º. Maka jumlah 3 sudut CDE = 90º + 90º + Xº, atau 180º + Xº lebih besar dari 180º, maka bertentangan dengan hukum yang sudah dikenal dalam geometri, yaitu: jumlah semua sudut dalam sebuah segitiga selalu 180º. Maka pengandaian tadi absurd. Bertentangan dengan hukum yang dikenal. Karenanya teori yang mau kita uji di atas itu benar.
Pada jalan ketiga ini, pertama kali mengandaikan akibat teori itu salah. Kita berjalan membelakang dari akibat ke pangkal. Akhirnya kita sesat, sebab kita berjumpa dengan hal yang bertentangan dengan hukum atau teori geometri yang sudah diakui kebenarannya lebih dahulu. Jadi akhirnya kita yakin bahwa akibat teori yang mau diuji itu sendiri tidaklah salah. Semua jalan lain malah menyesatkan kita. Kalau akibat disalahkan, maka “dasar-dasar” geometri yang sudah diakui kebenarannya mesti disahkan pula.
PROBLEMA
Dalam problema, yaitu soal-soal membuat sebuah gambar geometri (geometry figure) dengan penggaris dan jangka, kita juga memakai dua cara pertama dalam menguji teori tadi: sintesis dan analitis.
Ada lagi satu cara yang bisa dipakai, yaitu intersection of logic, atau pertemuan jalan. Sesudah gambar geometri tadi dibuat, maka seperti pada teori, kita mesti menguji kebenaran gambar yang kita peroleh. Uji, apakah gambar itu memenuhi syarat yang dituntut oleh problema. Jadi sebuah problema mesti mula-mula dipecahkan baru kemudian di uji.
Untuk meringkas, maka sekarang tidaklah perlu kita membuat gambar untuk menjelaskan dua cara yang pertama, karena sudah masuk pembicaraan kita terdahulu. Untuk memudahkan pengertian, lebih baik kita mulai dengan cara yang baru itu.
INTERSECTION OF LOGIS
Problema: Tariklah garis menyinggung pada satu lingkaran di luar titik tadi.
Diketahui: Lingkaran M lingkaran N
Dikehendaki: Menarik garis menyinggung dari P ke lingkaran dari P ke lingkaran N
Konstruksi : Sambungkan P dengan M
Buat lingkaran penolong M dengan memakai titik M sebagai titik pusat.
Lingkaran N memotong lingkaran pada titik A dan titik B
Hubungkan titik A dan B dengan P.
Jadilah garis PA dan PB sebagai garis singgung yang dikehendaki.
Ujian: Tarik garis penolong MA dan MB. Nyata bahwa sudut MAP dan MBP bersiku 90º, karena masing-masing berdiri pada lingkaran. Garis PA dan PB berdiri tegak lurus atas straal MB dan MA. Jadinya kedua garis PA dan PB adalah dari singgung.
Amatilah sudut MBP. Sudut itu 90º sebab berdiri menentang ½ lingkaran PBM. Ia adalah pertemuan garis PB dan NB di titik B. Titik B pada dua garis PB berlocus, bertempat di seluruh lingkaran M. Dimana dua lingkaran itu bertemu, berselang, seperti di B, disanalah titik B dari garis PB dan B dari garis MB berpadu.
Amatilah sendiri sudut MAP.
Pasal 5. CARA BERPIKIR MATEMATIS DAN KEHIDUPAN
SEBETULNYA cara berpikir dalam geometri tadi, walaupun sedikit lain bentuknya, termasuk juga ke dalam cara kita berpikir sehari-harinya. Makin cerdas otak kita dilatih oleh matematika, makin besar harapan kita akan ketetapan dan kebenaran buah pikiran kita, yakni kalau kita perhatikan syarat lainnya bagi kesempurnaan berpikir.
Kalau seorang bapak yang berpengalaman mengingatkan anaknya yang keras hati bahwa uang yang ada dalam kantongnya itu tidak cukup buat perjalanan yang begitu jauh, maka sebetulnya ia memasang alasan, seperti ahli matematika tadi ketika sedang menguji benar tidaknya suatu persoalan. Si bapak menghitung berapa hari jauhnya perjalanan, berapa belanja seharinya dsb. Kalau dalam perhitungannya, ia menemukan uang yang diperlukan jauh lebih banyak dari uang yang ada di kantong anaknya, maka ia memutuskan bahwa uang anaknya tak cukup. Si anak terburu nafsu, salah perkiraan.
Kalau seorang advokat mengajukan, memasang beberapa hukum untuk membenarkan perbuatan orang yang ia lindungi atau untuk menyalahkan lawannya, maka ia sebenarnya memakai cara yang sehari-harinya juga dipakai oleh ahli matematika.
Makin tersusun alasannya, makin benar satu per satu alasan itu. Makin tangkas ia membentuk alasannya, makin besarlah pengaruhnya pada pendengar.
Lenin, sesaat sebelum Oktober 1917, sesudah ia memperhatikan materialisme dialektis dan mengingatkan pertentangan kelas dalam sejarah dunia dan sejarah Rusia, mendesak pada pengikutnya untuk merebut pemerintahan dengan alasan seperti: 1. Suasana revolusioner – ekonomi dan politik – memang cukup. 2. Partainya memang berdisiplin keras., 3. Seluruh rakyat Rusia memang sudah berada di bawah pengaruh partai Komunis, dan 4. Musuh di dalam dan di luar Rusia sedang bercekcok. Ia memasang semua alasan yang benar dan tepat, karenanya percobaan itu akan berhasil. Teorinya, dalam hal ini teori itu berarti perhitungan, sudah benar. Hasilnya semata-mata tergantung pada kecerdikan dan keberanian yang menjalankan.
Sebaliknya kalau kita mau mengemukakan bahwa Gandhiisme, kalau dipraktekkan sedikit mesti meruntuhkan banyak penduduk dan kecerdasan rakyat India maka susah kita memakai cara sintetis (memasang) alasan untuk menguji paham kita. Dalam hal ini baik kita pakai jalan analitis. Kita misalkan Gandhi dan gandhiisme sekarang mengemudikan India merdeka. Kita tahu bahwa Gandhi menganggapp mesin sebagai setan dan kota tempat berkumpulnya mesin sebagai neraka. Kita tahu, bahwa dia percaya pada “perkakas tenun tangan” yang diangkutnya sampai ke London dan dijadikan syarat hidup bagi pengikutnya. Sekarang kita periksa akibatnya, kalau Gandhi dan Gandhiisme mengendalikan ekonomi Hindustan.
Setan mesin tak dipakai lagi. Dengan begitu pabrik kain, kereta api, pabrik kimia, dan pabrik mesin sendiri tak berguna. Tambang arang, tambang besi, dll mesti ditutup. Ilmu alam, kimia, matematika, dll apa gunanya? Sekoah yang mengajarkan semua ilmu barat itu tak pula akan berguna lagi. Seperti buat Gandhi, satu mangkok susu lembu sehari dengan dua atau tiga biji pisang, barangkali sedikit nasi tak berdaging, cukuplah buat hidup sementara menunggu perpaduan dengan yang Rohani, begitulah mestinya dia anggap besar kecilnya keperluan manusia.
Dengan jatuhnya mesin, jatuhnya ilmu pengetahuan. Dengan jatuhnya ilmu pengetahuan, jatuhlah ilmu kedokteran yang sehidup semati. Semaju mundur dengan ilmu pengetahuan. Dengan begitu tak ada daya upaya lagi untuk memberantas malaria, kolera, pes, atau penyakit baru yang mesti berjangkit akibat pengangguran dan kelaparan yang mesti hebat dahsyat. Dengan jatuhnya ilmu kimia, jatuhlah pertanian. Dan kalau kekurangan makanan, maka seperti dulu, tak ada kapal atau kereta pengangkut makanan dari tempat kaya makanan ke tempat miskin dengan lekas. Matinya manusia seperti dulu lagi, bertimbun-timbun dengan datangnya bahaya kelaparan berulang-ulang. Jadi penduduk India, walaupun boleh jadi suci dan alim seperti Mahatma Gandhi, akan surut anjlok ke bawah kurang lebih 400 juta sekarang.
Dengan jalan memisahkan Gandhiisme sungguh dijalankan, kemudian memeriksa akibatnya seperti seorang ahli matematika, kita sampai pada tesis yang kita majukan, bahwa Gandhiisme mesti setidaknya menyusutkan penduduk India, kalau tidak melenyapkannya sama sekali. Lenyap, sebab jangan lupa, dunia sekarang cuma buat yang kuat saja, bukan dunia impiannya mahatma Gandhi.
Kalau seterusnya kita mau ajukan bahwa “ahimsa” Mahatma gandhi itu tak bisa menciptakan perdamaian dunia, seperti Mahatma sendiri pernah akui bisa, maka jitu dan pendek sekali kita gunakan cara ketiga. Menguji teori dengan penyesatan.
Kita mulai! Kalau ada orang yang bertentangan dengan paham kita mengadakan bisa, maka ikutilah dia sampai di sesat. “Kalau bisa”, kata kita, “tentu perdamaian dunia sudah lama datang”. Tetapi perdamaian sekarang lenyap, sebab itu “ahimsa” tak bisa menciptakan perdamaian dunia. Jadi paham lawan kita salah dan kita benar QED.
Gandhi sudah terkenal di dunia fana ini sejak tahun 1919. Lebih dari 20 tahun melalui radio atau jalan lain, dia sampaikan “ahimsa” pada mereka yang berkewajiban memegang perdamaian. Tetapi walaupun Gandhi hadir dengan “ahimsa”, perdamaian dunia tak pernah ada dan pasti tak akan ada selama kapitalisme ada!
Memang dalam perdebatan politik acapkali dipakai metode ad absurdum ini!
Jalan ada menyelesaikan problem, yaitu “perjumpaan titik dari dua jalan”, intersection of logis, sebenarnya tak asing bagi kita. Perhatikanlah ke mana perginya pemburu macan yang cerdik. Ia pergi ke suatu tempat (titik) dimana jalan macan bersilang, memutus jalan mangsanya, babi umpamanya. Pada seluruh jalan macan itu bisa jadi ia menjumpai macan, tetapi seluruh jalan itu (lingkar pertama) begitu panjang. Kalau ia ikuti seluruh jalan babi, boleh jadi ia akan bertemu macan yang hendak memangsa babi. Tetapi seluruh jalan babi itu (lingkar kedua) terlalu panjang pula. Adalah lebih dekat dan lebih besar harapan si pemburu kalau ia pergi ke titik dimana dua lingkaran tadi berselang bertemu. Di sini bisa jadi sekali ia berjumpa macan.
Pelarian karena mencuri atau membunuh pelarian karena politik ada banyak perbedan tetapi ada pula persamaan. Perbedaannya tentu mudah dicari. Tetapi persamaanya, selain melarikan diri, tiada selalu dikenal. Tetapi detektif, resersir yang bijaksana mesti tahu akan persamaannya. Lebih-lebih kalau perlarian politik tadi berdarah filsafat pula. Dalam hal ini si pelarian filsafat tertarik oleh tempat yang sunyi, ini pun menarik si pencuri seperti magnet menarik besi. Disinilah pertemuan logis kedua mahluk yang berakal tadi.
Si resesir yang ahli bijaksana tak perlu ketahui dan ikut seluruhnya jalan si pencuri atau si pelarian politik berdarah filsafat. Dua jalan mereka biasanya berselang, bertemu pada satu tempat, yaitu tempat yang sunyi. Inilah rahasia buat resersir yang cerdik.
Tetapi buat pelarian yang cerdik, rahasia ini bukan rahasia lagi. Bagaimanapun juga yang kita mau ajukan disini ialah pandangan bahwa cara berpikir intersection of logis bukan semata-mata perangkat berpikir ahli matematika saja.
Pasal 6. PERKEMBANGAN MATEMATIKA
TIAP-TIAP barang itu memang ada lawannya. Lawan plane geometry (geometri bidang datar) tidak saja sudah terbit, tetapi juga pesat majunya. Di Jerman dirintis oleh Riemann, di Rusia oleh Minkofsky. Geometry baru itu tidak lagi berdasarkan atas bidang datar seperti geometri Euclides sekarang, tetapi atas bidang melengkung. Bumi ini, begitulah uraian ahli geometri baru ini, bulat seperti bola. Kita tahu di dua kutub bumi kita ini sedikit data. Jadi berapapun kecilnya bagian bumi ini kita ambil, ia tidak mungkin datar, melainkan melengkung. Jadi garis atau sudut pada bidang melengkung in sebenarnya tidaklah lurus.
Kebenaran uraian ahli geometri baru itu sudah tentu tak bisa dibantah. Tetapi dalam perhitungan sehari-hari, geometri Euclides sudah memadai. Kalau salah, maka salahnya itu tak seberapa. Begitulah juga cara yang dipakai oleh Einstein untuk menghitung gerhana umpamanya, berlainan dengan cara Newton. Tetapi beda hasilnya tidaklah seberapa, cuma beberapa menit atau detik saja. Bagi ahli bintang dan matematika perbedaan hasil perhitungan yang sedikit itu tentu berarti besar, tetapi buat kita tidak seberapa artinya.
Bagaimana nasib geometri Euclides kelak tentulah tak seorang pun bisa menaksir. Bisa jadi Euclides tetap dipakai buat matematika rendahan umpamanya. Sedangkan matematika tinggi dipakai buat dasar non Euclides. Tetapi tak mustahil non Euclides dipakai buat seluruh matematika. Mungkin pula dua sistem cara itu berpadu, diambil yang baik dari masing-masing. Nasib ilmu pengetahuan tidak ditentukan oleh sifat ilmu pengetahuan itu sendiri saja, tetapi juga oleh industri dan kelas yang membutuhkan ilmu itu. Siapa tahu perusahaan baru atau pesawat baru lebih cocok dengan sistem Riemann. Kalau begitu maka sistem inilah yang akan dikembangkan oleh satu golongan atau negara baru.
Bagaimana pun hari depan plane geometry, ilmu ini cukup baik untuk dipakai mengasah otak. Selain itu, yang bisa memberi obat haus pada otak kita manusia umumnya dan pada penagih pemadat matematika khususnya, ialah rasa ingin tahu. Kita manusia, memang hewan yang ingin tahu. Curious, niewsgiering. Dalam hal ini kita lebih ingin tahu dibanding monyet, tikus, dan binatang apapun juga.
Sedikit menyimpang, tetapi berbalik kesana juga! Penulis ini tegasnya, dalam pelariannya yang lama itu bukan saja kesehatannya yang turun naik, tetapi kantongnya pun merasakan pasang naik dan pasang surut itu. Tetapi dalam perasaan kekurangan materi, penulis banyak mendapatkan materi pada ilmu tak bermateri. Pada matematika ini. Persoalan matematika melupakan banyak perkara lain-lain yang tidak diharapkan lekas datang.
Jawaban atas soal matematika yang diperoleh sendiri memberi kepercayaan pada diri sendiri dan kegiatan untuk meneruskan. Terutama bahasa yang dipakai dalam matematika – bahasa Inggrisnya umpamanya- jitu tajam, terang, dan merdu! Ya, merdu buat si penulis. Semerdu-merdunya, sebab memenuhi sifat-sifat sains.
Memang masyarakat kita kekurangan pimpinan dan kebutuhan pendidikan. Kegemaran berhitung dan berpikir memang umum di Indonesia. Di daerah yang saya kenal ketika saya masih pemuda, kegiatan untuk berhitung itu memang luar biasa. Di tanah Batak dan Minangkabau kegiatan itu sampai ke puncak. Di lain tempat di Jawa Tengah umpamanya, saya dengar begitu juga. Tetapi kita tak mempunyai pimpinan. Pendidikan ala sekolah Belanda tak menambah, bahkan membunuh kegiatan matematika. Kalau si murid mempelajari matematika, bukan karena ia suka pada ilmu itu, melainkan karena ia terpaksa mempelajari, untuk mendapatkan pangkat yang tinggi, seperti opzicthter atau insinyur. Tetapi kalau ia sudah mendapat angka yang memuaskan, matematika sebagai pelatih otak dia lemparkan sama sekali.
Perhatiannya dari mula sampai akhir semata-mata pada gaji. Selain itu, ribuan pemuda yang bersemangat pada matematika khususnya dan sains pada umumnya tidak mendapat kesempatan sama sekali. Akibat kemiskinan.
Apabila soerang murid kelas bawah dari sekolah rakyat kebetulan masuk ruang kelas tertinggi dari sekolah itu dan melihat satu soal aritmetika di papan tulis, maka kagumlah dia. Berapa kali pun ia baca, dia tak akan mengerti persoalan itu. Apalagi menyelesaikannya. Apabila murid kelas tertinggi dari sekolah rakyat tadi melihat satu problem matematika di sebuah papan tulis sekolah menengah, maka kekaguman yang kita sebutkan tadi bertukar ketakjuban. Ia merasa kepandaiannya picik sekali. Dirinya tak berarti, Angka, huruf, garis, dan sudut kacau balau di matanya. Sama sekali rahasia baginya. Membingungkan.
Sebenarnya matematikalah yang paling gampang kalau dibandingkan dengan sains yang lain, yaitu bagi mereka yang berpikir logis dan cerdik memakai cara. Bagi mereka semacam ini, tak perlu banyak menghafalkan. Sedangkan ilmu-ilmu lain, seperti ilmu bumi dan sejarah, perlu hafal menghafal berulang-ulang. Acapkali buktinya tak terorganisir dan tidak umum layaknya matematika dan ilmu alam. Untuk matematika, cukup kalau teori yang tak seberapa banyak itu dipegang dan terutama sekali berpegang teguh pada cara berpikir seperti yang sudah diuraikan. Berbeda dengan ilmu-ilmu lain, matematika sangat teratur tingkatnya, dari yang paling mudah ke yang sedikit lebih susah, dari sedikit susah ke tingkat sedikit lebih tinggi, begitulah terus sampai ke puncak setinggi-tingginya. Bagi pemuda yang berdarah logis dan cerdik, maka sekalian tingkat itu bisa dinaiki dengan gampang. Tidak sadar mereka tiba-tiba sudah sampai ke puncak.
Kalau sekiranya pemuda yang tidak begitu beruntung dalam masyarakat ini, tetapi sudah punya sedikit dasar matematika, umpamanya lepasan SMP, mau belajar sendiri, hal ini bukanlah percobaan si cebol hendak mencapai hulan. Dari geometri bidang datar ia bisa terus ke stereometri yang mempelajari titik dan garis tidak lagi pada satu bidang datar melainkan beberapa bidang datar (kubus, silinder, dsb). Dari sini, sesudah mempelajari aljabar, tak berapa susahnya naik ke tingkat yang lebih tinggi seperti trigonometri, geometri analitis, geometri Rieman atau Minkofsky pun.
Memang pada stereometri, kita mesti berlaku lebih abstrak daripada geometri. Di geometri kita menghadapi sudut atau bidang yang bisa digambarkan di atas kertas, tetapi pada stereometri acapkali gambaran sudut atau bidang itu mesti digambarkan dalam otak saja.
Memang, dengan Minsofsky kita mesti lebih abstrak lagi bila menggambarkan 4 dimensi, karena 4 dimensi itu bersandar atas 3 dimensi seperti atap kubus yang sudah kita kenal. Kalau 2 dimensi itu terjadi dari 2 garis yang bersiku satu sama lainnya (perpendicular upon each other) seperti bidang, maka gambar ini bisa kita buat di atas kertas. Kalau tiga bidang siku yang bersiku pula satu sama lainnya seperti kubus, maka gambar kubus semacam ini masih juga bisa kita bikin di atas kertas. Tetapi 4 dimensi, yaitu tiga dimensi ditambah dimensi waktu, time, akan gambar semacam ini tak bisa dibikin si atas kertas dan tak bisa lagi digambarkan dalam otak. Pisahan abstraksi semacam ini sudah sampai ke puncaknya.
Tetapi dengan memakai hukum yang diberikan oleh matematika mana juga, dengan cara sintetis, analitis, atau reductio ad absurdum, kita biasanya dapat menyelesaikan satu persoalan, bahkan teori relativitas Einstein pun. Sebagian saja kalau tidak seluruhnya. Sistemnya saja, kalau sisanya tidak bisa kita pahami.
Sedikit tentang teori relativitas ini. saya tidak ahli dalam hal ini. Beberapa buku sudah saya baca tentang teori ini dalam bahasa Inggris. Kebanyakan penulisnya sendiri, saya ingat, tidak bisa menjelaskan teori baru ini. Ya, bahkan ada yang mengatakan Einstein sendiri tak tahu apa sebetulnya teori ini. Buku Einstein sendiri, seperti Relativitas Khusus dan Relativitas Umum (Spezielle Relativitat dan Algemeine Relativitat) belum saya baca. Sudah atau belum bisa didefinisikannya teori relativitas pada saat saya menulis ini tidaklah begitu penting. Teori ini sudah diakui oleh ahli seluruh dunia. Teori ini bisa dipakai dan hasilnya lebih jitu dari yang sudah, katanya. Barangkali karena teori ini masih muda maka ia belum bisa didefinisikan, seperti juga listrik umpamanya. Listrik bisa ditimbulkan, diukur dan dipakai kekuatannya, tetapi kalau ditanyakan “apa” lsitrik itu, maka jawabnya masih berupa hipotesis. Hal ini saya pikir tidaklah merugikan. Sepanjang perkiraan saya, selama masih ada pemikir dan pikiran di dunia ini, selama itu pula akan terus menerus adanya hypotheses, azioma, postulates, dugaan sebagai pangkalan berpikir. Seperti sebuah pangkalan kapal bisa diganti, begitu juga hipotesis tadi bisa diganti.
Maksud saya mengemukakan teori relativitas ini adalah untuk sekali lagi menasehati pemuda kita yang punya otak dan waktu, agar mempelajari teori yang dianggap paling penting ini. Cuma berhubung dengan nasehat ini, maka saya sedikit hendak menguraikan kesan yang saya peroleh tentang teori muda ini.
Lima belas tahun lalu saya pelajari sendiri teori ini sewaktu di Tiongkok. Sesudah itu saya sama sekali tak membaca buku tentang itu. Sekarang sudah tentu bukan waktunya dan sama sama sekali tak ada pustaka buat mempelajarinya sekali lagi. Memang dulu saya sudah bisa memahami beberapa rumus Lorentz yang dipakai oleh Einstein. Tapi tak satu pun rumus itu masuk ke dalam jembatan keledai ingatan saya. Kesan terpenting yang saya dapatkan dari teori ini adalah kesan yang berhubungan dengan maksud buku ini, yakni reaksi persinggungan “arah” dan kecepatan”, suatu pergerakan dengan “titik pandang”.
Contoh (dari saya sendiri): sebuah kereta api berjalan dari Timur ke Barat. Seorang penumpuang dalam kereta api itu berjalan dari Barat ke Timur, jadi arah penumpang itu bertentangan dengan arah kereta api. Tetapi dipandang dari satu titik di atas rel kereta, maka si penumpang sama arahnya dengan kereta, ialah dari Timur ke Barat (kecuali kalau si penumpang berjalan lebih cepat dari kereta). Dipandang dari satu titik pada lingkaran bumi mengelilingi matahari, maka orang tadi dengan bumi ini berjalan dari Barat ke Timur. Demikianlah arah tadi bergantung pada “titik” memandang.
Kecepatan juga begitu! Dua orang, A dan B berjalan bersongsongan. A berjalan menuju B dan B berjalan menuju A. Kecepatan A 7 km/jam dan B 6 km/jam. Jadi dalam 1 jam A 13 km menghampiri B. Sekarang mereka bertemu pada satu titik. Dari titik ini mereka sama-sama berjalan, umpamanya dari Barat ke Timur. Kalau sekarang A melihat pada B, maka tiap-tiap jam A meninggalkan B 1 km (7-6). Kalau dibandingkan dengan posisi B, seolah-olah A berjalan 1 km saja tiap jam. Umpamanya ada orang lain, C, berjalan juga dari Barat ke Timur, searah dengan A dan sama cepat dengannya (7 km/jam). Maka A melihat C seolah-olah tak bergerak. Kalau ia melihat pada C saja, maka ia sangka ia berjalan 0 km dalam 1 jam. Dipandang dari titik baru ini, ia tak maju dan tak mundur.
Dalam hal ini titik memandang adalah pangkal berpikir. Arah dan kecepatan kita pergi berkaitan relatif dengan titik kita memandang.
Dalam hal ini, kalau saya tak salah, maka teori relativitas itu berhubungan dengan Dialektika. Sepintas lalu saya mau katakan seolah-olah cara berpikir dalam geometri itu berbanding dengan logika, seperti cara relativitas dengan dialektika.
Peringatan!
Perkara teori relativitas ini pada hampir penghabisan buku akan dilanjutkan. Tetapi apa yang sudah saya tulis diatas, cuma beberapa kalimat yang tidak berkenaan dengan teori itu sendiri. saya yang ubah. Isinya sendiri sedikit pun tidak diubah karena memang tidak perlu diubah. Contoh yang saya berikan pada tingkat uraian ini tentang teori relativitas saya pikir memadai, yang akan diuraikan kelak sebagai tambahan buat memperdalam ilmu yang sudah diketahui.
Sebelumnya saya bilang bahwa 15 tahun yang lampau saya pelajari teori relativitas itu dan sekarang saya tak mempunyai pustaka dan waktu mempelajarinya sekali lagi.
Pernyataan ini mesti dikoreksi. Sesudah lebih kurang setengah buku ini saya tulis, saya mendapatkan pustaka. Walaupun tergesa-gesa, bisa juga mendapatkan bahan baru, untuk menambah contoh dan memperdalam ilmu ini. Contoh di atas ini boleh dianggap seperti tinjauan pendek dan populer
IV. Science (lanjutan)
[sunting]Sekarang kita menoleh kembali kepada definisi yang kita berikan pada science. Sampai kini definisi itu kita laksanakan pada cabang science Matematika, tegasnya Geometri. Disana sudah kita saksikan bagaimana science itu sebagai: cara berpikir yang jitu dengan menyusun dan mengumumkan bukti berlaku. Disini kita mau uraikan bagaimana dasar science itu menyesuaikan dirinya pada science, yang mempunyai berlainan bukti dari pada Matematika, terutama pada Ilmu Alam, Physical Science.
Masih kita ingat, bahwa Matematika maksudnya ialah menyusun dan mengumumkan buktinya pada suatu teori, menguji betulnya teori ini dengan cara memasang, mengungkai dan menyesatkan. Dalam pokok besarnya maksud dan cara Ilmu Alam dan kawannya, sama juga dengan matematika. Tetapi buktinya matematika ialah barang yang lebih kurang abstract, seperti titik, baris dan sudut. Sedangkan Ilmu Bukti yang lain melayani benda seperti Bintang, Bumi, Matahari, Udara, Tumbuhan, Hewan, Logam, Garam, Zat, kuman dsb. Ilmu masyarakat seperti Sejarah, Ekonomi, Politik, dll, sama juga maksudnya dengan Matematika. Tetapi pada Ilmu Alam & Co, teori itu ada berupa LAW, ialah undang yang diperoleh dengan cara induction, yang dilaksanakan dengan Deduction dan selanjutnya dipastikan dengan cara verifikation.
Tentulah akan terlampau panjang kalau kita mesti periksa bagaimana science melaksanakan caranya bekerja pada semua cabangnya seperti tersebut diatas. Tetapi dalam pokok besarnya coraknya Ilmu Bintang, Kodrat, Fisika dan Kimia bekerja tiada berapa bedanya. Sedangkan pada Ilmu yang mengandung sejarah seperti Biology dan Ilmu Masyarakat, ya terutama masyarakat terbukti keperluan memakai Dialektika. Kita kembali kepada Ilmu Alam & Co, yakni pusat penyelidikan kita pada bagian ini.
- Bukti.
- Law, undang.
- Cara, Induction, Deduction, Verification.
Pasal 1. BUKTI
Pacts, bukti, inilah lantainya science, terutama Ilmu Alam (Bintang, Kodrat dan Kimia). Atas lantai bukti inilah satu Scientist, yakni Ahli Bukti mendirikan "degung undang-nya" Law. Undang ini jatuh atau berdiri dan dengan lemah atau tegasnya segala bukti atau beberapa bukti yang dipakai. Sebab itu satu Scientist, awas sekali memeriksa dan memilih buktinya. Bagaimanakah mendapatkan bukti yang pasti? Inilah yang pertama sekali terbit dalam fikiran seseorang scientist sebelum ia menyusun dan mengumumkan buktinya sampai jadi satu undang, walaupun caranya menyusun bukti itu sudah sempurna, tetapi kalau buktinya lemah atau salah, maka gagallah akibat, yakni undang yang dia peroleh.
Dua jalan yang terutama buat memperoleh bukti yang sah, pertama dengan jalan observation, memperamati. Kedua dengan jalan experimentation, peralaman.
Apakah perbedaan yang nyata pada dua cara mendapatkan bukti ini? Entah dongeng entah sejarah, tetapi saya harap satu sejarah, bahwa ada seorang kakek kita dari Jawa pada masa dahulu, yang karena ia begitu ingin hendak mengetahui sifatnya matahari, maka ia tantang Sang Matahari itu dengan mata telanjang saja berjam-jam lamanya.
Saya tiada dapat tahu apakah hasilnya pekerjaannya, terutama terhadap dirinya sendiri. Tetapi inilah contoh yang tepat buat menggambarkan semangat seorang Scientist, ialah "ingin tahu". Inilah pula contoh yang tulen dari satu experiment disertai oleh keberanian disebabkan ingin tahu. Kalau semangat ingin tahu yang disertai oleh keberanian itu, dibantu pula oleh pengetahuan yang dalam dan perkakas yang cukup, maka dari bibit Indonesia tadi bisa tumbuh seorang professor Piccard, si pengerbang ke Strastosphere buat mengetahuinya.
Biasanya si-ingin tahu masa dahulu berlaku sebaliknya dari orang Indonesia tadi. Aristoteles, ahli Yunani, dalam segala-gala Ptolemeus, Ahli Bumi dan Bintang Yunani ternama, Democritus dan Heraclitus, Ahli Bintang, Alam dan Dialektika, tiada sampai mempelajari sesuatu bukti itu dengan membahayakan anggota atau dirinya, melainkan menjauhi saja benda itu, memperamati saja benda itu atau bukti yang mau diperiksa itu. Mereka pilih cara observation, peramatan. Kalau mereka mau mempelajari bintang, maka malam hari mereka keluar, peramati banyak golongan, letaknya dan besarnya bintang. Kalau mereka mau mempelajari hewan atau tumbuhan, maka mereka dekati saja dan peramati saja tumbuhan dan hewan tadi.
Newton tiada lain memperamati saja Bintang atau kodrat yang ia mau ketahui, tetapi, tiada pula meniru perbuatan kakek kita tadi. Cukuplah buat dia, kalau sinar matahari yang putih menyilaukan mata itu dimasukkan pada lobang kecil ke dalam bilik dan dengan prisma dia pisahkan pula sinar matahari yang sudah dikecilkan tadi atas 7 warna yang kita pelajari di sekolah. Buah apel kecil yang jatuh pada hidupnya, sudah cukup menyebabkan sakit dan peringatan, supaya jangan lagi dibiarkan sesuatu barang dari tempat yang tinggi meskipun kecil jatuh pada hidungnya. Dengan inclined plane, satu papan yang dimiringkan pada letaknya, bersiku +30 derajat dengan lantai, digulingkannya bola kecil pada papan miring tadi. Dengan begitu cepatnya benda tadi jatuh, dikurangi dan bisa diperiksa. Sedangkan kalau benda itu jatuh tegak ke bawah, cepat jatuhnya terlalu besar dan tak bisa dipelajari.
Disinilah letaknya watak experiment. Pertama keadaan iklimnya atau kelilingnya barang atau kodrat yang mau dipelajari itu ditukar. Sinar yang mau dipelajari itu tiada lagi diperiksa pada tempat asalnya, yakni di langit dan lekat pada matahari, melainkan dalam bilik kecil dan gelap. Sinar yang kuat yang bisa membutakan mata kita itu, tiada lagi dibiarkan seluruhnya mengenai panca indera, mata kita, melainkan sebagian kecil yang sudah dikendalikan dengan lobang kecil. Selainnya dari pada itu, sifat yang lain dari sinar tadi umpamanya cepat berjalan, zatnya, dll. Tiada kita perdulikan pada masa itu. Kalau hendak memeriksa cepatnya sesuatu benda jatuh, yakni memeriksa kuatnya bumi menarik benda, maka tiada kita suruh, seekor beruk memetik kelapa dan kita taruh kepala kita persis di bawah kelapa jatuh itu, melainkan kita pakai papan miringnya Newton dalam bilik dan kita gulingkan bola kecil di atasnya, dan kita kurangi lagi cepatnya. Apa warnanya, gunanya, zatnya, dll. Dari bola itu pada waktu ini tiada masuk pemeriksaan kita.
Jadi kalau kita melakukan experiment, kita biasanya lebih dahulu membikin model. Iklim benda yang mau kita periksa itu ditukar, kodratnya dikurangkan dan segala sifat yang tiada berkenaan dengan pemeriksaan, kita jauhkan sama sekali. Model sekarang sudah di kamar atau di kebun kita, kekuatannya tiada membahayakan lagi, sifat yang mau kita periksa itu sudah dikhususkan, diistimewakan, dengan mata, telinga dan perkakas kita boleh perhatikan dan kita tuliskan apa yang kita saksikan, berulang-ulang sampai jelas.
Ahli listrik tak perlu lagi menaikkan layangan pada waktu petir dan bahaya atas dirinya seperti Benjamin Franklin. Satu battery kecil atau dinamo kecil sudah cukup buat menguji pendapatan kita tentang listerik, menguji hypothesis, persangkaan kita tentang listerik.
Pengiraan yang tidak-tidak tentang tumbuhan, hewan atau manusia, sekarang boleh disingkirkan dengan menanam tumbuhan, memelihara hewan atau membelai mayat yang kita mau periksa. Tumbuhan boleh dicangkokkan, binatang boleh dicampurkan, diberi vitamin a atau b, dsb. Ditilik serta dituliskan hasil experimen, pengalaman kita. Kuman dibesarkan beribu kali oleh microskoop dan bintang didekatkan beribu kali oleh telescoop!
Socrates Zaman sekarang, tak perlu lagi berkata pada dirinya sendiri "ketahuilah dirimu (jiwamu sendiri)", lantas bermenung berhari, berbulan dan bertahun-tahun. Ahli jiwa mengambil otak manusia, monyet atau binatang lain, memisahkan dalam laboratorium. Memeriksa zatnya dengan mata dan microskoop. Mempelajari laku, tabiat sifat anak-anak, anak hewan, dsb. Dan menuliskan apa yang dilihat.
Sekarang adalah zaman experimenteel Science, zaman Ilmu Bukti. Bukti itu diperalamkan, betul-betul terbukti, tak sangsi buktinya pada tempat dan tempo manapun juga. Zaman ini masih baru. Sungguhpun begitu ahli experiment tentang zat, tumbuhan, hewan, otak dll. Sudah mengumpulkan begitu banyak bukti sehingga bukti itu belum lagi semuanya tersusun dengan sepatutnya, buat dijadikan undang.
Mencari bukti dengan experiment, tentulah tiada sama sekali baru. Yang baru cuma terutamanya, teristimewanya dalam semua Ilmu Bukti. Dahulu experiment itu tiada begitu diutamakan, tiada dijadikan dasarnya sesuatu pemeriksaan. Dahulu kalapun experiment itu sudah dijalankan.
Seorang Yunani bernama Heron, sudah memperlihatkan kekuatan uap dengan perkakas seperti cerek ketel, yang berputar ke belakang, sedangkan uap air panas mengembus kemuka. Jadi dia inilah sebetulnya bibit Stephenson, pendapat mesin locomotive (100 tahun dahulu!) yang dipakai sekarang sesudah diperbaiki beberapa kali.
Lebih-lebih ahli kimia bangsa Arab, tiada putus-putusnya menjalankan experiment buat menukar logam jadi emas dan mendapatkan obat buat hidup kekal. Bukti yang mereka dapat dan tuliskan adalah menjadi dasar Lavoisier buat mendapatkan undang Ilmu Pisah pada permulaan abad yang lalu.
Akhirnya walaupun sekarang peralaman, experimentlah, yang menaiki tahta Ilmu Bukti, tetapi ini tiada berarti, bahwa peramatan, observation sekarang sama sekali mati dan dahulu tiada diketahui atau tiada berhasil sama sekali. Dalam Ilmu sejarah umpamanya, kita tiada bisa menjalankan experiment seperti pada Ilmu Alam dan Kimia. Kita mesti menunggu bertahun-tahun bagaimana akibatnya sesuatu undang masyarakat. Kita sudah perlihatkan, berapa hasil yang didapatkan oleh Demokritus dalam hal Ilmu Alam sebagai buah pikiran berdasarkan Dialektika. Raksasa fikiran, seperti gelar yang diberikan oleh Marx pada Aristoteles, betul-betul raksasa dalam hal berpikir yang tiada atau sedikit sekali beralasan experiment. Tetapi sekarang dan pada hari depan sudahlah pasti, bahwa experimentlah yang akan terus menduduki tahta dalam daerah mencari bukti yang sah.
Bukti dalam Ilmu Alam, berdasarkan benda, Matter. Apakah benda itu?
Benda, matter, kata Science, yaitu yang mengenai panca indera kita. Yang pasti panca indera kita ada lima, mata buat melihat, telinga buat mendengar, lidah buat mengecap, hidung buat pencium dan kulit perasa.
Menurut kaum mystikus ada lagi pancaindera yang ke 6, bernama intuition, perasaan gaib. Tetapi pada anggota mana dia berurat dan di bagian badan mana letaknya, tak pernah mereka terangkan. Juga akibat anggota ke-6 itu tiadalah pada semua orang dan sembarang tempoh boleh dipastikan. Pendeknya anggota ke-6 itu ada di luar pemeriksaan science dan common sense, pikiran biasa. Kita kembali kepada anggota yang lima tadi, maka menurut Ilmu Jiwa, Psychology, mata, telinga, hidung, lidah dan kulit kita menerima kesan impression, dari luar badan kita. Kesan dibawa oleh sensory nerve, saraf pancaindera, terus ke otak, seperti tali kawat membawa kabar dari pengetok kepada pendengar. Otak menggambarkan kesan yang diterima itu. Yang datang dari mata berupa besar atau kecil, hitam atau putih, tinggi atau rendah, aman atau berbahaya, dsb. Yang datang dari telinga berupa nyaring atau lembek. Yang dari lidah manis atau pahit, sedap atau ringan, halus atau kasar. Sesudah otak mendapat gambaran, maka ia beri perintah pada anggota yang berkenan. Kalau mata umpamanya melihat macan, maka otak dengan jalan motor-nerve, syaraf penunda, memerintahkan diri melepaskan pesawat senapan atau memerintahkan kaki membuat langkah seribu. Begitulah seluk-beluknya, kena-mengenanya, hati dan benda di luar kita dengan perantaraan pancaindera yang lima.
Benda, kata ahli bukti, Scientist, seterusnya bisa melayani 3 keadaan. 1. Solid, ialah padat. 2. liquid, cair. 3. gasceus, uap. Kebanyakan benda bisa memasuki 3 keadaan itu. Air umpamanya boleh padat beku, cair dan menguap. Benda seterusnya menduduki ruang alam, mempunyai berat dan kodrat buat menggerakannya.
Ilmu Alam, yaitu adalah penyusunan dengan mengumumkan beberapa sifat serta seluk-beluk Benda dan Kodratnya. Ilmu Alam mempelajari segala sifat dan seluk-beluknya Benda dan Kodratnya dalam keadaan tersebut di atas. Beratnya barang dengan kilogram, hectogram, sampai miligram.
Panjangnya barang dan kembangnya benda kalau dipanaskan, cepatnya benda jatuh atau menjalankan bunyinya diukur dengan kilometer sampai milimeter. Lamanya suatu barang menjalankan kerjanya diukur dengan tahun, bulan sampai dengan jam, menit dan detik.
Ukur mengukur inilah yang menjadi kawannya satu experiment. Ukuran itu mesti pasti. Panjang itu mesti tetap, tiada dipermainkan tempat atau tempoh. Tetapi sejengkal umpamanya buat orang Indonesia, tiada sama dengan sejengkal orang Shantung dan lebih kurang lagi dari sejengkalnya orang Benggali. Ukuran jengkal semacam itu tak berguna buat Ilmu Bukti.
Meter mesti pasti, yakni mendekati kepastian yang sempurna. Meter mulanya 1/10.000.000 dari antara khatulistiwa ke Kutub Utara, jadi ¼ bundaran bumi. Satu tongkat dari platinum sepanjang meter itu, yang punya panas sama dengan air es menjadi cair (smelting) disimpan di Paris. Inilah yang jadi ukuran buat seluruh dunia, semua tempat dan tempoh, buat si pendek Indonesia, orang Shantung atau Hindustan pada segenap tempoh. Itulah yang tetap dan tepat kata Science, ilmu bukti.
Kita sekarang tahu, bahwa menurut pengukuran baru, bahwa antara khatulistiwa dan Kutub Utara itu, ada sedikit berbeda dengan hasil pengukuran lama. Tetapi perbedaan itu ada sedikit sekali, atau kesalahan kita ada sedikit sekali. Jadi meter kita di Paris itu tak pula berapa salahnya dari 1/10.000.000 dari ¼ bundaran bumi.
Kita tahu, bahwa perkakas penimbang yang kita pakai itu makin tua makin tak betul kerjanya. Tetapi kesalahan ada sedikit. Dan sekarang ada pula Ilmu buat membetulkan kesalahan yang sudah dikecilkan itu. Penghitung panas, thermometer, juga bisa membuat kesalahan. Begitu juga barometer pengukur tekanan (presure) udara.
Yang semata-mata persis, jitu tentulah tak bisa kita peroleh di dunia ini. Tetapi dengan Science yang berkewajiban membetulkan kesalahan yang kecil yang biasanya tak kelihatan oleh mata itu, kesalahan kecil tadi bisa dikecilkan pula.
Dengan 5 pancaindera kita, yang dibantu oleh perkakas penglihatan seperti telescoop dan microscoop, pengukur panas seperti thermometer, pengukur tekanan seperti barometer, maka bukti yang kita peroleh tentang benda yang dihitung beratnya dengan pertolongan Kg ……… mG, cepatnya dengan Km ……..mM, bolehlah kita katakan pasti. Kalau ada salah tiadalah akan berapa salahnya dan boleh dikecilkan pula salahnya itu oleh matematika. Tiadalah kita main agak-agak, terka menerka dan nujum menujum.
Pasal 2 LAW, UNDANG
Ambillah sembarang buku tentang Science yang dipakai di sekolah menengah, carilah defisininya Law. Satu definisi pada "Elementary Chemistry" oleh Littler berbunyi Law ialah "general statement that sums up a number of isolated facts". Undang yaitu satu pengumuman yang menyusun beberapa bukti yang terpencar-pencar. Beginilah kiranya definisi Law itu dan beginilah kira-kira bahasa Indonesianya. Lain buku lain pula kata-katanya dan lain pula susunannya. Tetapi maksudnya sama, ialah seperti maksud Science yang saya tuliskan lebih dahulu di atas, ialah penyusunan dengan pengumuman beberapa bukti.
Kita masih ingat, bahwa Dalton menghadapi beberapa bukti terpencil. Wujudnya hendak memadukan oxygen dengan hydrogen jadi air. Dia menghadapi perbedaan dan persamaan. Jalan percampuran itu ada berbeda-beda. Ada dengan jalan membakar hydrogen, ada dengan jalan memberi lalu hydrogen dekat tembaga-oxigen. Ada di dapat pada air hujan. Tetapi bagaimana juga perbedaan jalan mendapatkan itu, dia menghadapi satu persamaan atau keumuman. Keumuman ini mengatakan, bahwa oxigen dan hydrogen berpadu menjadi air dengan perbandingan 11,1 % dan 88,9 %. Dia coba memadukan barang lain dengan bermacam-macam jalan. Tetapi dalam hal inipun perpaduan berlaku atas bandingan yang tentu, seperti pada air tadi. Segala bukti terpencar itu disusun dalam satu Undang bernama "Undang dari perpaduan yang tetap bandingan". Menurut undang ini, maka dengan jalan apapun juga satu zat berpadu dengan zat yang lain, menjadi benda baru, dia mesti berpadu dengan perbandingan yang tetap. Kalau kita sudah punya daftar dari perpaduan bermacam-macam zat, maka dengan jalan timbang menimbang kita bisa bikin satu perpaduan (garam dll).
Setelah Newton mengadakan peramatan dan experiment peralaman tentang kodrat, maka ia simpulkan tiga Undang tentang gerakan "Laws of Motion“, undang Gerakan. Tiga undang ini diakui syahnya oleh para ahli bintang di seluruh dunia, dipelajari di sekolah menengah dan dipakai oleh yang bersangkutan dari hari kehari.
Undang pertama berbunyi: Tiap-tiap benda tetap berhenti atau tetap bergerak pada garis lurus, kecuali kalau benda itu dipaksa oleh kodrat lain, menukar keadaan itu.
Kelihatan jinak sekali undang ini, tetapi undang inilah yang menguasai seluruh alam kita ini. Semua yang berhenti mesti tetap berhenti. Kalau ia bergerak mesti ada sebab, mesti ada kodrat yang nyata, yang boleh diperiksa dan dihitung yang menggerakkannya. Sesuatu benda yang bergerak pada satu lapang itu, mesti terus bergerak, bergerak pada garis lurus di lapang itu. Kalau cepatnya atau arahnya bertukar, atau keduanya maka mesti ada sebab yang menukar cepat atau arah atau keduanya. Pendeknya tak ada akibat kalau tak ada sebab.
Papan atau besi itu mengembang karena (kodrat) panas, susut karena dingin. Tak ada dalam Alam ini yang bisa membantah hal ini. Kalau mengembang atau menyusutnya terhalang, maka mesti ada kodrat lain yang menghalangi. Semua barang di atas bumi ditarik ke bawah oleh bumi. Tak ada benda di alam bisa membantah, kalau benda itu tak jatuh ke bumi, seperti kapal udara, mesti ada kodrat lain yang membantah. Kita tahu kodrat yang lain itu, tiada saja tahu, kita bisa adakan kodrat lain yang menyebabkan kapal udara yang berat itu melambung, membantah kodrat bumi yang menarik kapal udara itu ke tanah.
Jadi apa juga benda dalam alam ini, kayu, batu, besi, tumbuhan, hewan, bumi, dsb. Kalau satu kali berhenti ia berhenti terus. Kalau dia bergerak mesti ada sebab yang menggerakkan. Kayu bergerak karena diangkat kodrat manusia atau lain sebab. Batu bergerak karena jatuh yaitu ditarik bumi. Besi bergerak karena umpamanya ditarik besi berani. Tumbuhan naik ke atas karena kodrat tumbuh. Hewan bergerak karena kodrat hewan atau ditarik manusia dsb. Berbagai-bagai benda yang sedang berhenti diambil sebagai contoh. Bermacam-macam kodrat yang boleh diambil jadi contoh. Tetapi walaupun bendanya berbagai-bagai dan kodratnya bermacam-macam, kita menghadapi satu persamaan, keumuman, satu undang, ialah: "Kalau benda bergerak, atau menukar arahnya bergerak, maka mesti ada sebab yang menggerakkan atau menukar arah geraknya." Semua benda dan semua kodrat dialam ini sudah tersusun (diorganisir). Pada satu penyusunan dan pengumuman, pada satu undang. Tak ada benda di alam ini, di atas bumi dan langit, tumbuhan, hewan logam, bumi dan bintang yang tiada takluk pada undang ini.
Disinipun kita pastikan, bahwa benda dan kodrat itu bisa dipancirkan. Walaupun undang ini bernama Laws of Motion, undang gerakan, tetapi gerakan dan kodrat itu berbedaan pada Benda. Tak ada simpulan science, undang science, yang berhubungan dengan kodrat, yang mengandung kodrat saja atau benda semata-mata. Kita ingat pada A = B. A diterjemahkan diartikan dengan B, dan B diartikan dengan A. begitu juga mestinya benda diartikan dengan kodrat dan kodrat dengan benda.
Putik apel yang kecil itu tetap pada ranting, sebab tampuk cukup kuat buat menahan apel itu jatuh disebabkan tarikan bumi. Jadi kekuatan tampuk bisa membantah kodrat bumi menarik. Tetapi karena tampuk busuk, maka kodratnya hilang. Sekarang kodrat bumi menang dan putik apel jatuh, kebetulan di atas hidung Newton. Apel yang begitu kecil bisa membikin berasa sakit. Hal ini menyebabkan Newton takjub berpikir, mengadakan experiment, dan menyimpulkan undang kedua. Undang yang kedua mengandung banyak technical terms, perkataan yang terkhusus artinya buat ahli mekanika.
Kita tiada bisa tuliskan saja undang itu disini dengan tiada memakai keterangan yang panjang sekali, keterangan mana tiada berkenaan dengan maksud bagian buku ini. Undang itu berguna sekali buat hitung menghitung benda yang bergerak, benda yang jatuh umpamanya. Buat seorang opsir umpamanya, formule yang mengandung kesimpulan undang itu, adalah seperti cangkul buat pak tani. Kalau opsir artileri tak ber-fomule itu, maka ia tak bisa menghitung berapa tinggi dan jauhnya peluru bisa melayang. Menaksir, bisa atau tidaknya ia mengenai tujuannya. Bomnya satu bomber akan percuma jatuh, kalau tiada mengakui dan menjalankan undang kedua ini. Pendeknya undang ini tersimpul pada perhitungan yang mesti, yang bernama formule.
Maknanya undang kedua ini tiada lain, melainkan barang yang jatuh itu bertambah cepat jatuhnya dari second ke second. Pada sekonde (detik) yang kedua jatuhnya lebih cepat dari yang pertama, yang ketiga lebih cepat dari yang kedua dsb. Formule yang sulit yang dikandung oleh undang kedua ini menggambarkan dengan huruf, berapa naiknya tambah kecepatan itu tiap-tiap sekonde. Makin lama barang jauh, makin cepat jatuhnya. Sehingga barang kecilpun kalau jatuh dari tempat yang tinggi, maka barang itu keras tekannya pada benda yang menerima, seperti putik apel atas puncak hidung Newton.
Dalam formule yang sudah pasti inipun, diadakan penyusunan dari benda apapun juga yang jatuh. Berupa apapun juga benda itu, berbentuk apapun, juga ia mesti takluk pada undang kedua ini. Tak ada benda yang jatuh yang bisa membatalkan undang yang tersimpul pada formule undang ini.
Disinipun terang seperti matahari, bahwa pada semua perhitungan yang dilakukan menurut formulenya undang, tak bisa disingkiri perpaduan benda dan kodrat.
Undang ketiga : Tiap-tiap aksi menimbulkan reaksi yang sama.
Berat badan kita menekan tanah dan tanah melambungkan kita ke atas dengan kodrat seberat badan kita pula. Kalau satu magnet (besi berani) menarik sepotong paku, maka paku itu menarik besi berani dengan kodrat yang sama pada arah bertentangan. Kalau satu benda tergantung pada palang dengan tali, maka tali tadi menarik benda ke atas dengan kekuatan beratnya benda menarik palang ke bawah.
Kita ikat satu batu pada sepotong tali dan kita putar batu itu berkeliling kita. Kekuatan batu menarik kita dengan tali tadi, sama dengan kekuatan kita menarik batu. Matahari menarik bumi dengan kodrat yang tentu pada arah ke Matahari, dan sebaliknya bumi menarik matahari dengan kekuatan yang sama pada bertentangan, ialah arah dari matahari.
Lagi satu contoh. B menarik A dengan kekuatan lebih dari A, kita andaikan kelebihan itu 20 x. Tentu A mesti jalan ke B, tetapi kalau ada C menolong A dengan kekuatan 20 x menarik ke arah bertentangan dengan B, tentu A berhenti. Tak maju mundur. Begitu juga bintang, tetap pada tempatnya sebagai result (hasil) tarik menarik. Bintang sama bintang. Tiap-tiap aksi menimbulkan reaksi yang sama. Satu penyusun pula dari sekalian benda dalam alam ini yang mengadakan aksi. Balasnya ialah reaksi yang sama dari benda yang lain pada arah bertentangan. Sekali lagi kita bertemu benda dan kodrat , dalam perjuangan dimana aksi dan reaksi tadi tak berpisah.
Sudahlah tentu di bagian Asia, dimana Kodrat dipisahkan dari Benda, dimana Rohani dipisahkan dari Jasmani, ya dimana Jasmani itu dianggap satu sengsara, satu bui satu kungkungan yang mesti dibatalkan, dibunuh supaya terjadi REINKARNASI, penjelmaan. Kelahiran yang akan datang tak lagi ke atas dunia sengsara terkutuk ini, melainkan terus ke Nirwana, padu dengan Rohani-Alam, Pati, dan sudahlah tentu di Hindustan, yakni Hindustannya Mahabrata Ramayana, Budhisme, dll. Tak akan lahir satu Newton. Saya mengaku penuh, bahwa Idealisme Hindustan bisa menerbitkan cara berpikir yang boleh dipakai., saya tahu, bahwa Matematika juga sedikit maju di Hindustan, walaupun saya tak bisa memeriksa berapa; adakah pengaruhnya Yunani dibawa Iskandar. Saya tahu artinya pengaruh filsafat Hindustan pada filosofi Barat seperti Schopenhauer dan Hegel. Tetapi hasil semacam itu didapat sebagai by product, hasil tersambil, bukan seperti hasil langsung, hasil langsung dari pemeriksaan yang berdasarkan Benda dan Kodrat keduanya. Diluar Matematika yang kurang lebih abstract itu, yakni pada Ilmu Bukti sejati boleh dikatakan tak ada penyusun atau undang science, yang diperoleh Hindustan Kuno itu.
Saya ada sedikit rapat dengan negara, bangsa, dan sejarah Tiongkok. Saya pikir, dari penjuru manapun ahli kuno Tiongkok memandang alam lebih dekat pada science dari pada ahli kuno Hindustan. Walaupun Budhisme, menjalarnya dari Hindustan ke Tiongkok, tetapi penguraian yang pasti tentang Budhisme dan madzabnya saya peroleh pada tulisan Budhist Tionghoa seperti Cuang Cu, I Cing dan Fah Hin. Pada tempat asalnya sendiri di Hindustan barang yang terang itu menjadi gelap, manusia jadi Dewa, ya, lebih dari Dewa, apa yang di bawah terpelanting ke atas yang di atas tercampak ke bawah. Logika Mystika berimaharajalela walaupun yang arif bijaksana bisa memperoleh cara berpikir yang berarti, dalam peninjauan orang Hindustan yang memandang benda itu sebagai kutuk. Filsafat Hindu kuno juga mengenal materialisme, tetapi resminya ialah idealisme.
Ahli Tionghoa, kakinya tetap di tanah, di atas bukti. Ahli fikir yang mencoba membalikkan kepala Tionghoa terletak di kaki itu seperti Lao Cu juga tak berapa pengaruhnya. Ahli Tionghoa tetap berdiri di atas fact, bukti, baik dalam filsafat, Ilmu Bintang ataupun obat-obatan. Kalau ada kekurangan ahli Tionghoa, maka bukan terletak pada penjuru pemandangan yang mesti buntu yang tak bisa mengadakan Ilmu Bukti, yakni pada penjuru Mystika, melainkan karena Ahli Tionghoa tak lebih maju dari pengetahuan tentang bukti, segala bukti yang diperolehnya tetap terpancir-pancir.
Berkali-kali saya saksikan jitunya penaksiran Alamak Tionghoa tentang keadaan hari hujan, panas, dingin atau topan dsb., keadaan musin, heran bin ajaib, malah kadang-kadang lebih jitu dari alamanak model Barat. Saya tahu, bahwa pendeta Katholik pada abad ke-17 banyak mengajarkan Ilmu Bintang pada Tionghoa. Juga kedatangan Marco-Polo pada abad ke-14 banyak memberi bahagia pada Tiongkok. Tetapi perhitungan Alamanak Tionghoa kuno itu, boleh jadi perhitungan sama sekali berdasarkan atas observasi, peramatan. Menurut keterangan terpelajar Tionghoa pada saya; dari dahulu kala He-Siu, pendeta Budhist Tionghoa, mendaftarkan kejadian Alam, hujan, panas, dingin dsb. Dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun. Jadi penaksiran yang jitu sama sekali berdasar atas perbandingan dengan yang sudah-sudah. Sebab dahulu begitu, sekarang tentu begitu juga, satu logika, yang sering mengandung bahaya yang bisa menyesatkan. Bukanlah akibat kesimpulan undang dari Ilmu Iklim, yang berhubung dengan pressure (tekanan udara) temperature (panas dingin). Jadi bukan perhitungan science, melainkan pengetahuan dari segala bukti yang sudah diperoleh, tetapi tidak disusun dan diumumkan, dijadikan science dan undang.
Begitu juga pengetahuan ahli Tionghoa tentang zat dan khasiatnya zat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Saya sendiri mengalami jitunya obat Tionghoa. Terhadap diri saya pada tempoh yang lalu lebih mujarab dari obat Barat (saya bilang buat diri saya, jadi hal yang terkecuali dan penyakit yang terkecuali!). Tetapi pengobatan itu berdasarkan bukti saja, ialah pengetahuan khasiatnya tumbuhan atau hewan. Pengetahuan yang acap mengagumkan dan memberi kepercayaan saya pada obat Tionghoa yang tulen itu tak kena mengena dengan undang Biology dan kimia yang dipakai oleh kedokteran Barat.
Bukannya pula ahli Tionghoa tak mencoba menyusun dan mengumumkan Bukti mengadakan teori. Sedang Dokter Tionghoa sahabat saya, yang dapat didikan Barat menterjemahkan isi buku obat-obatan Tionghoa, yang lazim dipakai dukun lama, namanya saya sudah lupa! Tetapi ia tak bisa menyelesaikan terjemahan itu, karena ia tak bisa menahan tertawanya membaca tiap-tiap teori yang dimajukan oleh buku asli yang mahsyur tadi tentang jalannya darah dsb. Pendeknya teori itu tak lebih dari persangkaan semata-mata, tak berdasarkan experiment dan ujian logika, cara Barat.
Demikianlah dalam Ilmu lain-lain, ahli Tionghoa banyak mempunyai bukti-bukti yang betul. Ingat saja, obat bedil dan pedoman yang berasal dari Tionghoa! Tetapi bukti tadi tinggal bukti cerai-berai, tak disusun dan diperumumkan, tak digeneralisir sampai ke pintu science.
Sebabnya? Inilah yang menjadi persoalan bagi saya dan menimbulkan banyak percakapan dengan Tionghoa, yang berhak bercakap dalam hal itu. Hal ini saya pikir bukan karena otak Tionghoa kurang cerdas dari otak Barat, melainkan berhubung dengan keadaan masyarakat dan ekonomi Tionghoa. Begitu juga condongnya pikiran Hindu pada Logika mystika berkenaan dengan masyarakat dan ekonomi Hindustan. Tetapi saya tentu tak boleh menyimpang lebih jauh dari arah uraian saya.
Pada para ahli Baratlah kita mesti gantungkan bintang kehormatan sebagai penyusun segala bukti yang nyata tentang benda yang bergerak di ruang alam yang tidak terbatas ini. Tiadalah benda itu dari Bintang sampai ke Kuman bergerak kacau-balau semau-maunya, melainkan menurut undang yang pasti yang boleh diukur dan dilaksanakan.
Pada bangsa Yunanilah timbulnya semangat menyusun dan memperumumkan (generalizasi) segala bukti yang terpancir kacau-balau itu. Sekarang dari Barat semangat science ini menjalar dengan lambat, tetapi tetap ke seluruh pelosok bumi kita ini.
Semenjak Copernicus tiadalah lagi jutaan, ya, juta-jutaan bintang dan matahari, yakni salah satu bintang saja, beredar mengelilingi bumi kita ini melainkan sebaliknya, bumi yang cuma dari penjuru kita manusia saja berarti begitu penting, bumi kitalah yang mengedari matahari dengan kecepatan 2.560.000 KM satu hari pada lingkaran 937.000.000 KM. Mata kita salah, ini kalipun salah, disalahkan oleh science. Copernicus dengan beberapa alasan yang pasti dan Galilei dengan Matematika menyatakan kesalahan mata kita itu.
Dengan memakai undang-undang Newton kita boleh gambarkan alam yang teratur. Walaupun banyak bumi dan bintang berjuta-juta. Bumi yaitu bintang yang padam! Walaupun ada pula bumi lain dari bumi kita yang beredar pada matahari lain dari kita punya, walaupun ada pula bintang yang liar, mengembara, ialah Komet, walaupun banyak lagi bintang yang belum sampai kelihatan oleh teropong, sekarang kita bisa mengerti, bahwa semuanya bintang dan gerakan yang mahacepat takluk pada undang yang pasti.
Tak ada yang ajaib. Yang ajaib itu besok akan diketahui. Pada para ahli Ilmu Kimia dan Ilmu Kimia Barat pulalah kita mesti memandang kalau mau berjumpakan undang yang menetapkan bagaimana zat dan kodratnya dalam ini berpadu dan berpisah. Pada Biologist dan Geologist Barat pulalah kita mesti mendapatkan keyakinan, kalau hendak mengetahui seluk-beluknya evolusi, ketumbuhan benda yang berkeliling kita ini dari zat tak bernyawa sampai ke protein (putih telur) dari putih telur sampai kepada dua tiga sel-asli bernyawa dan dari sel-asli sampai ke monyet dan manusia, dalam tempo beratus ribu tahun lamanya. Boleh jadi undang sekalian itu cuma didapat dengan jalan science, jalan yang sudah dirintis oleh Newton, Einstein, Darwin, Mendel, Dalton, Ruterford, Faraday, Ohm, Pascal dan Boyle, serta banyak ahli pemikir dalam segala cabangnya Ilmu Bukti.
Pasal 3. CARA : INDUCTION, DEDUCTION, VERIFICATION.
Bagian 1. INDUCTION
Insyinyur Sukarno dibuang kira-kira 10 tahun. Ini adalah satu bukti sah, pasti, tetapi ini tiadalah undang. Cuma satu bukti, satu saja, bukti terpancir. Dari satu bukti terpancir tentu kita tak dapat mengadakan penyusunan dan perumpamaan. Cuma benar atau tidaknya bukti semacam itu boleh kita uji. Tetapi, kalau saya bilang, semua insinyur yang memimpin perkumpulan politik mesti diintenir oleh pemerintah Belanda.
Simpulan di atas bukan lagi satu bukti yang terpancir. Kalau betul ia boleh menjadi salah satu penyusunan, satu undang. Kalau betul semua insinyur, dari insinyur A sampai Z yang memimpin perkumpulan politik di buang oleh pemerintah Belanda, maka benar simpulan itu.
Tetapi kita tahu tiada beberapa banyaknya insinyur di Indonesia, kalau dibanding dengan penduduknya sendiri. Lebih-lebih kalau dibanding dengan negeri sopan. Apalagi insinyur yang menyeburkan diri dalam pergerakan politik boleh dibilang dengan jari tangan saja.
Maksud dan contoh kedua ini juga, supaya yang memeriksa betul atau tidaknya simpulan (proposisition, bukan kalimat, sentence Inggrisnya) ini memeriksa dengan memakai jari, yang sudah diketahui banyaknya itu, yaitu cuma 10, maknanya cuma sedikit. Sebab sedikitnya bukti itu kita bisa main hitung, seperti orang desa ialah dengan jari saja. Marilah kita periksa. Saya ingat akan Ir. Baars, yang memimpin perkumpulan politik. Dia juga diintenir, baca extenir. Jadi bukti baru ini menyokong bukti pertama, ialah berhubung dengan Ir. Sukarno.
Saya tahu lagi satu insinyur lain yang memimpin perkumpulan poltik, yaitu almarhum Ir. Anwari. Tetapi dia walaupun memimpin perkumpulan politik, tiadalah diinteernir. Dengan bukti ini saja simpulan di atas sudah gagal. Kebetulan saya tak kenal satu dua insinyur Indonesia lain yang memimpin perkumpulan politik. Tetapi dengan bukti yang berhubung dengan almarhum Ir. Anwari saja simpulan kedua sudah gagal, karena tiada semuanya insinyur yang memimpin perkumpulan politik itu dibuang.
Kalau lebih banyak bukti yang diketahui dan belum diketahui maka lebih susahlah memeriksa benar atau tidaknya kesimpulan itu. Dalam hal ini kita tak bisa main hitung jari lagi, tetapi selamanya bukti yang kita ketahui adalah takluk pada simpulan itu maka lebih susahlah memeriksa benar atau tidaknya kesimpulan betul buat segala bukti yang ada dalam daerahnya, penyusunannya
dalam Matematika umpamanya: X (kuadrat) – X + 41 mesti odd number, yakni angka yang tak boleh dipisahkan atas faktornya, tunggal.
Kalau umpamanya X itu kita anggap 2, maka X (kuadrat) – X + 41 = 43, juga tunggal.
Sekarang kita anggap sembarang saja umpamanya 100. Kita dapati X (kuadrat) – X + 41 = 9941. Bilangan mana saja kita anggap sampai bilangan yang kita ambil terjadi dari 7 angka, X (kuadrat) – X + 41 tetap tunggal. Kita sekarang hampir percaya akan formule ini, dan kita condong mau angkat calon undang ini jadi undang baru. Kebetulan ada kawan ahli Matematika datang dengan angka 41.
Kalau X kita anggap 41, maka X (kuadrat) – X + 41 = 1681, yakni 41x41, jadi boleh dipisah atas factornya ialah 41, jadi bukannya tunggal. Dengan begini gagallah kebenaran, bahwa X (kuadrat) – X + 41, satu angka yang tunggal.
Pada semua contoh yang kita pakai di ataslah terpendamnya, bagaimana cara membikin satu simpulan itu jadi undang, yakni penyusunan dengan perumuman sekalian bukti terpancir tak ada yang diketahui yang tiada takluk pada undang itu. Kita tiada menghadapi satu bukti saja, atau lebih dari satu, tetapi boleh dihitung dengan jari, sehingga kita bisa memeriksa satu persatunya. Tetapi kita menghadapi bukti yang tak berbatas, banyak kawannya. Semua bukti yang tak berbatas itu meski masuk, mesti tersusun dalam undang kita.
Jalan induction mengambil jalan tengah, yakni di antara jalan yang memeriksa cuma satu bukti saja dan jalan yang menghitung lebih dari satu, tetapi boleh dihitung semuanya satu persatu. Induction mengandaikan, bahwa karena beberapa (tiada semuanya) di antara bukti yang diperiksanya itu benar, maka sekalian bukti lain yang sekawan, sekelas dengan dia benar pula.
Buat contoh penegasan kita kembali pada masyarakat Yunani, masyarakat yang sebenarnya merintis kesopanan manusia. Lama sudah terpendam dalam otaknya Archimedes, pemikir Yunani yang hidup 250 tahun sebelum Masehi, persoalan: apa sebab badan yang masuk barang yang cair itu, jadi enteng kekurangan berat? Ketika mandi, maka jawab persoalan tadi tiba-tiba tercantum di matanya dan kegiatan yang memasuki jiwanya menyebabkan dia lupa akan adat istiadat negara dan bangsanya. Dengan melupakan pakaiannya, ia keluar dari tempat mandinya dengan bersorak-sorakkan "heureuka" saya dapati, saya dapati, adalah satu contoh lagi dari kuatnya nafsu ingin tahu dan lazatnya obat haus "ingin" tahu itu. Archimedes menjalankan experiment yang betul, ialah badannya sendiri, yang jadi benda yang dicemplungkan ke dalam air buat mandi. Dengan cara berpikir, yang biasa dipakainya sebagai pemikir besar, ia bisa bangunkan satu undang yang setiap pemuda yang mau jadi manusia sopan mesti mempelajari dalam sekolah di seluruh pelosok dunia sekarang.
Menurut undang Archimedes, maka kalau benda yang padat (solid) terbenam pada barang cair, maka benda tadi kehilangan berat sama dengan berat zat cair yang dipindahkan oleh benda itu.
Tegasnya kalau berat Archimedes di luar air umpamanya B gram dan berat air yang dipindahkan oleh badan Achimedes b gram, maka berat Archimedes dalam air tidak lagi B gram, melainkan (B-b) gr.
Dengan contoh dirinya sendiri sebagai benda dan air sebagai barang cair, maka simpulan yang didapatkan Archimedes dalam tempat mandi itu belumlah boleh dikatakan undang. Semua benda dalam alam, kalau dicemplungkan ke dalam semua zat cair mestinya kekurangan berat sama dengan berat-zat cair yang dipindahkan oleh benda itu. Kalau semuanya takluk pada kesimpulan tadi, barulah kesimpulan itu akan jadi Undang dan barulah Archimedes tak akan dilupakan oleh manusia sopan, manusia yang betul-betul terlatih sebagai bapak undang itu.
Tiada saja undang itu membetulkan bukti yang diketahui pada zaman Archimedes, tetapi undang itu sekarang sudah kembang biak, menyusun semua benda dan zat cair yag diketahui zaman sekarang, sehingga undang Archimedes adalah satu tiang yang tak boleh runtuh (dalam Ilmu Alam). Insinyur pembikin kapal air, atas atau bawah air, dan pembikinan kapal udara mesti mengakui dan memakai undang itu.
Sebelumnya Archimedes memastikan undangnya, maka tentulah lebih dahulu ia coba dengan benda lain dari badannya. Ia coba dengan besi, batu, kayu dan lain-lainnya semuanya dibenamkan ke dalam air dan tentu semuanya takluk dalam simpulan yang diperolahnya.
Archimedes tentu belum coba masukkan benda tadi ke dalam bensin atau spiritus atau air raksa yang lebih berat dari kayu, karena memang zat cair semacam ini belum diketahui pada zaman dia atau seandainya sudah diketahui, Archimedes belum merasa perlu mencobanya.
Jadi dia pasti mengambil cuma beberapa bukti, karena tidak semua bukti di ruang Alam ini dipakai buat menetapkan undangnya. Inilah jalan induction, mengakui sahnya satu kesimpulan sebagai undang, walaupun belum semua bukti yang berkenaan, diuji.
Bagian 2 DEDUCTION
Kawannya Induction adalah Deduction. Satu sama lain tak boleh berpisah. Induction yang tetap induction saja, sangat tak boleh dipercaya.
Kalau dilaksanakan dan pelaksanaan ini membenarkan undang tadi, maka barulah boleh undang itu diaku syahnya, walaupun sementara. Banyak hypothesisnya pemikir zaman dulu tinggal hypothesis tentang keadaan kita sesudah mati umpamanya, adalah persangkaan yang tinggal persangkaan, karena belum ada orang yang sudah mati balik ke dunia fana ini. Dan experiment yang berhubungan dengan mati, berbahaya sekali kalau tiada mustahil dijalankan, yakni pada masa sekarang.
Pada induction kita berjalan dari bukti naik ke undang. Pada cara deduction adalah sebaliknya. Kita berjalan dari Undang ke bukti. Kalau kita bertemu kecocokan antara undang dan bukti, maka barulah kita bisa bilang, bahwa undang itu benar.
Kalau kita sudah terima, bahwa semua benda kehilangan berat dalam semua cair, maka kita ambil satu benda dan satu zat cair buat penglaksanaan. Kita ambil sepotong timah, kita timbang beratnya di udara. Kita dapat B gram. Kita masukkan timah tadi ke dalam air. Kita timbang beratnya air yang dipindahkan oleh timah tadi, kita dapati b gram. Menurut undang Archimedes timah tadi mesti kehilangan berat b gram. Jadi ditimbang dalam air, beratnya menurut Archimedes mestinya (B-b) gram. Sekarang kita ambil beratnya dan timbangan timah yang terbenam tadi. Betul kita dapat (B-b) gr. Jadi betul cocok dengan undang Archimedes. Sekarang induction sudah beralasan deduction, kebenaran undang sudah di sokong oleh penglaksanaan. Berulang-ulang kita lakukan pemeriksaan kita dengan benda dan zat cair berlainan dan berulang-ulang kita saksikan kebenaran undangnya Archimedes, pemikir Yunani itu.
Bagian 3. VERIFICATION
Pada suatu hari terbentang di muka kita satu persoalan. Bagaimana kalau zat cair itu bukan air, tetapi udara. Kalau begitu, menurut undang Archimedes, benda di udara itu juga mesti kehilangan berat sama dengan berat udara yang dipindahkan oleh benda tadi. Jadi menurut bacaan lain pada undang Archimedes, benda tadi ditolak ke atas oleh kodrat yang sama dengan berat udara yang dipindahkan oleh benda tadi. Mesti lebih berat dari benda di udara, karena pada tempat kosong benda itu tak menerima tekanan, jadi tak kehilangan berat apa-apa.
Ini bukti ada baru, seperti di luar daerah bukti yang sudah dikenal di luar penglaksanaan kita yang sudah-sudah. Kalau bukti yang baru dikenal ini membenarkan undang jago tua dari Yunani itu, maka undang itu akan dapat verification, ialah pemastian baru.
Sekarang kita laksanakan undang Archimedes pada udara. Kita timbang sepotong tembaga, dalam kaca yang sudah kita pompa udaranya. Disini beratnya umpamanya T gram. Kemudian kita timbang tembaga itu juga di udara.
Disini dia mesti alamkan tolak ke atas dari kodrat yang sama beratnya dengan berat udara yang dipindahkan oleh tembaga, umpamanya t gram. Jadi kalau undang Archimedes benar, maka di udara berat tembaga tadi mestinya (T-t) gram.
Dengan gugup kita ambil neraca buat menimbang, gugup karena kita takut undangnya jago tua kita akan gagal. Tetapi pengiraan kita tiada salah. Kita betul dapati (T-t) gram. Dan kita senang dan bangga karena jago tua mendapat kehormatan baru. Bukti baru, tetapi masuk daerah bukti yang lama juga tiada membatalkan undang Archimedes tadi. Demikianlah banyak kali undang Archimedes mendapat verification, pemastian baru, sesudah undang tadi dilahirkan di Yunani. Pemastian baru boleh jadi mengubah formulenya, kalimatnya undang itu, tetapi tiada mengubah semangatnya.
Verification ini besar artinya dalam science. Dia bisa membatalkan dirinya sendiri, seperti nasibnya X(kuadrat) – X + 41 tadi.
Menurut undang Newton, maka satu bIitang menari bitang lai dengan kodrat yang berbandig nai (right proportional) dengan masa (jumlah zat) dan berbanding turun (inverse ratio) dengan pangkat dua (kwadrat) antara.
Dengan memakai undang ini, maka si penghitung satu lingkaran jalan (baan) yang dijalani oleh satu planet (bumi), mendapatkan hasil yang mungkin dari mestinya. Kesalahan ini menyebabkan dapatnya planet baru yang mengganggu jalannya bintang yang dihitung baannya tadi. Jadi planet baru tadilah yang selamanya ini tiada diketahui. Yang menarik planet yang mau dihitung baannya tadi, sebab itu baannya terganggu. Bukannya terganggu karena salahnya undang Newton, melainkan karena benarnya undang Newton. Kesalahan menghitung tadi menyebabkan terdapatnya planet baru yang memastikan sekali lagi benarnya undangnya Newton.
1001 Hypothesis buatan Timur (baca impian), kalau betul-betul dilaksanakan dan diverifikasi, nasibnya akan sama dengan formule X (kuadrat) – X + 41 tadi. Tetapi undang yang betul berdasarkan bukti yang diperoleh dengan experiment, yang sesuai dengan caranya science, bisa mendapatkan perluasan daerah atau bukti baru karena verification tadi.
Si-inventer, si pendapat-baru, seperti Edison atau ahli teori baru, seperti Eninstein, mendapatkan yang baru itu, tentulah tiada semata-mata sebagai hasil otaknya semata-mata, melainkan sebagai hasil dari penglaksanaan (deduction) dan pemastian (verification) dari undang atau teori yang lama, gurunya atau teman sejawatnya.
Semenjak Bacon (dari Verulam?), maka induction, deduction dan verification ini sudah menjadi CARA-TIGA-SERANGKAI dalam SCIENCE, salah satunya tiada boleh dilupakan, kalau hendak mengadakan sesuatu pemeriksaan yang beralasan bukti.
Pasal 4. BATASAN SCIENCE
Kalau kita meninjau ke daerah bagian science yang sudah kita uraikan ini, maka nyata kita lihat dua macam cara, methode yang sudah kita uraikan dnegan panjang lebar. Pertama cara yang dipakai pada Matematika umumnya dan Geometry & Co. Khususnya, ialah : synthetic, analytic dan ad absurdum buat menguji benar salahnya satu teori. Cara synthetic, analytic dan Intersection of logics buat menyelesaikan dan menguji benar salahnya satu problema, persoalan.
Kedua cara yang dipakai pada Ilmu Alam (natural science) umumnya dan Ilmu fisika & Co, terkhususnya ialah pertama induction, kedua deduction, ketiga verification.
Semua kata tadi yang berasal dari kata Yunani dan Latin, yang umum dipakai di dunia sekarang, mengandung arti, ilmu, maka sementara kata-kata itu kita pakai, buat terjemahan sementara kita pakai perkataan Indonesia pertama, memasang, kedua mengungkai, ketiga menyesatkan buat synthetic, analytic dan ad absurdum.
Persilangan garis buat intersection dari logics buat 1 induction, 2 deduction dan 3 verification, sementara belum dapat yang lebih jitu kita pakai untuk 1 menyusun, 2 melaksanakan, 3 memastikan. Apakah bahasa barat itu kelak akan diterima mentah atau tercangkok dalam masyarakat bahasa Indonesia atau akan diganti dengan bahasa Indonesia sendiri, baiklah kita serahkan kepada sejarah.
Tetapi sebelum artinya yang betul belum jadi umum dan sebelumnya pikiran-pikiran umum belum bisa memeriksa benar salahnya maka besar sekali bahayanya memakai salinan kata-kata yang mangandung pengertian yang berilmu itu (scientific). Lagi pula kalau Barat sopan sendiri masih memakai kata latin dan Yunani tadi tiadalah perlu kita malu memakainya, malu ditertawakan karena kemiskinan bahasa.
Syahdan kalau kita bandingkan cara yang dipakai dalam Geometri & Co. dengan cara yang dipakai dalam ilmu Fisika & Co., maka nyatalah perkenaannya kedua cara itu. Syntetic dalam Geometri Co., dan Induction dalam Ilmu Alam & Co., keduanya berarti naik ke undang yang disyahkan, ialah naik dari bukti, walaupun bukti pada Geometry & Co. berlainan sifat dengan bukti dalam ilmu kodrat & Co. keduanya mau menyusun, memasang, segala atau sebagian bukti yang diketahui sampai ke undang, walaupun dalam Geometry & Co. bukti itu disusun buat menguji teori dan dalam Ilmu Alam & Co, buat membikin undang.
Cara Analytic dalam Geometry pun ada berkenaan dengan cara Deduction dalam Ilmu alam & Co.
Keduanya turun dari mengumumkan kepada bukti. Pada Geometery & Co. turun itu, mengukai teori buat memeriksa salah benarnya satu teori. Pada Ilmu Alam & Co. turun itu berarti penglaksanaan buat menguji salah benarnya satu undang yang sudah diperoleh.
Akhirnya cara ketiga, cara Absurdum dalam Geometry & Co. dan cara Verification dalam Ilmu Alam & Co., tiadalah sama sekali lepas satu sama lainnya. Dengan jalan menyesatkan, kita lihat Geometry & Co. membenarkan teorinya.
Sesudah disangka sesat seperti pada perhitungan yang berdasarkan undang Newton, kita bertemu dengan verification, kepastian undang Newton tadi. Dengan meng-experimentkan memperalamkan (kebetulan dalam bahasa Tagalog Filipina, alam itu artinya tahu!), dengan peralamkan semua persangkaan hypothesis, dengan ukur mengukur, timbang menimbang buktinya sebelum dianggap hypotesis tadi, maka dengan cara kita sebutkan di atas. Science, maju dengan pesat sekali dalam 100 tahun dibelakang ini dari 500.000 tahun sebelum itu.
Tetapi ada batasnya science. Batasnya menyebabkan dia tak tahu belum bisa mengembang semestinya. Batas limitnya itu, pertama terdapat pada dirinya sendiri, kedua diluar dirinya sendiri. Pada dirinya sendiri, yaitu kekurangan perkakas, instrument, yang dapat dengan seksama membesarkan yang kecil dan mendekatkan yang jauh, dan kekurangan memakai cara yang lebih jitu, ialah Dialektika. Kekurangan diluar dirinya sendiri, terdapat pada aturan masyarakat kita sekarang pada politik, ekonomi dan sosial. Kekurangan pertama berseluk beluknya dan tergantung pada kekurangan pada batas yang diadakan oleh yang kedua.
Kekurangan instrument atau batas memakai Dialektika itu akan hilang, kalau masyarakat membenarkan. Dengan segera instrument yang kurang akan sempurna dan cara berpikir yang lebih jitu akan tercapai.
Politik dan Ekonomi masyarakat tak membenarkan melambungnya dan mengembangnya seperti kebiasaannya, kesanggupannya. Terlampau panjang dan tiada pada tempatnya kalau sepenuhnya diuraikan disini, bagaimana masyarakat kemodalan menghambat majunya science, walaupun mesti diakui, bahwa masyarakat kemodalan lebih memajukan science dari masyarakat feodalisme manapun juga di bumi ini. Tetapi dengan pendek bisa dan mesti diterangkan batas yang diadakan oleh masyarakat itu.
Dimana-mana kapitalisme itu (berpolitik demokratis atau autocratis), condong kepada monopoli. Dimana-mana monopoli condong pada ekonomi berdasarkan restriction, yaitu membatasi penghasilan. Dengan membatasi penghasilan, mengurangi hasil dari kekuatan (pabrik) dan mesinnya, dan monopoli punya sendiri hasil itu, maka si monopolist bisa menaikkan harga dan menetapkan untang. Dengan politik monopoli dan restrictie itu, maka mesti dibatasi pula invention, yaitu pendapatan teknik baru dari science. Berapa puluh, ya berapa ratus invention baru yang dibeli oleh monopoli besar buat dipendam atau dirusakkan di Amerika. Monopoli tadi takut kalau konkurensinya memakai invention tadi buat memurahkan harga barang dan dengan begitu menjatuhkan untuk dan perusahaannya. Kaum pekerja akan terlempar dari pabrik, kalau mesin baru yang lebih efficient berhasil dipakai.
Monopoli dan Restriction pembatasan inilah yang maha kuasa. Politik dagang dan ekonomi yang beralasan Free Trade perdagangan merdeka, membikin banyak dan menjual obral dan murah, kandas oleh politik monopoli dan restriction, yakni bikin sedikit buat dijual mahal.
Akibat politik restriction dan monopoli, terutama membatas banyaknya buruh terpakai. Jadi mengadakan pengangguran yang hebat dan tetap. Tetapi kita disini tiada berkenaan dengan akibat ini. Yang berkenaan, ialah dengan akibat, bahwa monopoli dengan politik restrictionnya, membatasi majunya teknik dan membatasi maju suaminya teknik, ialah science. Begitulah kita samapi pada titik bermula dalam penguraian ini. Masyarakat membatasi majunya Teknik dan Science.
Selama Matematika masih melayani titik, garis dan sudut atau badan seperti KUBUS, CYLINDER dsb., yang semua masih bisa digambarkan di kertas, selama itu cara berpikir yang dipakai oleh Matematika, cara yang tepat berkenaan dengan Logika! Cara itu cukup memadai. Tetapi kalau Matematika melambung lebih tinggi, maka ia berjumpa dengan TIME-FACTOR, sebagai DIMENSION, pengukuran ke-4 dari Minkofsky.
Disini cara berpikir yang lebih kita kenal, dipakai pada Matematika tak memadai lagi. Pada teori Relativity perkara tempoh ini penting sekali dan seperti kita uraikan lebih dahulu, maka teori relativity itu banyak sekali berkenaan dengan DIALEKTIKA.
Selama ilmu Fisika & Co. masih melayani benda dan kodrat yang bisa ditimbang dan diukur, selama itu cara berpikir yang kita sebutkan dahulu sama sekali memadai. Tetapi kalau ia melambung pada langit filsafat, maka cara yang dipakai dalam ilmu Alam & Co. Tadi tak memadai lagi.
Disinilah ahli Alam (physicist), sebagai ahli filsafat, menjumpai Time-Factor, ialah perkara sejarah, sebagai ahli filsafat mesti berjumpa dan menjawab persoalan: Mana yang pertama, Benda atau Kodrat. Ia tiada bisa lagi memisahkan persoalan Benda dan Kodrat, yang dia alami dalam laboratorium tadi dengan persoalan Jasmani atau Rohani, Lahir dan Batin, Hidup dan Mati. Dia tak bisa lagi memisahkan persoalan Ilmu Alam tadi dengan masyarakatnya. Disini sebagai ahli filsafat, dia mesti pilih Logika atau Dialektika. Apabila dia pisahkan Benda dari Kodrat, jadi Kodrat yang utama dan Benda kedua, maka seperti David Hume, dia mesti batalkan adanya Benda, adanya dirinya sendiri, atau dia mesti akui seluk beluknya, kena mengenanya. Tak bisa berpisahnya, Benda dan Kodrat, Jasmani dan Rohani. Dalam hal ini dia mesti akui DIALEKTIKA.
Dalam ilmu bukti yang berhubung dengan hidup dan asal usulnya Tumbuhan, Hewan dan manusia, tegasnya dalam Biology, maka TIME-FACTOR itu tentulah barang yang penting sekali. Disini TIME-FACTOR ialah sejarahnya barang yang hidup dan mati dengan nyata tiada bisa disingkirkan. Pada Biologylah nyata pertentangan cara berpikir dari ahlinya.
Kita ambil saja sistem, tata-lenxeus, tata yang dipelajari di sekolah. Tak perlulah pula disini kita terangkan tata Biology itu seluruhnya. Yang perlu diterangkan ialah bagaimana Lenxeus & Co. mendekati persoalan Biology. Dianggapnya jenis (species), yang ada di bumi ini, baik Tumbuhan atau Hewan, dibikin dalam sekejab mata saja, seperti diajarkan oleh agamanya. Bagaimana menerbitkan tumbuhan dan hewan itu tak berapa bedanya dengan hypothesisnya, filsafat Egypt yang sudah kita kenal. Karena kita hanya hendak menggambarkan bagaimana creation pembikin tumbuhan dan hewan terjadinya dan kita hendak menyingkiri semua rasa kefanatikan kaum yang bersangkutan, maka sekali lagi kita ambil lampu ajaibnya Aladin dan memanggil Dewa Rah dan minta dengan hormat, supaya DIA berfirman dari puncak gunung Himalaya di muka dia. Demikianlah firmannya :
Ptah: maka timbullah ikan (ikan cumi-cumi, sepat, gabus, gurami, bukan ikan paus). Sebetulnya semua suku (pecahan jenis) mesti diptahkan pula masing-masingnya. Seperti ikan gabus, iju (cucut dsb) sebab menurut lenxeus cuma individunya badan dirinya saja yang sama asalnya. Tetapi cukuplah kalau di-ptahkan jenis binatangnya saja.
Ptah: maka timbullah Amphibien, kodok (yang hidup di air dan di darat).
Ptah: maka timbullah Reptiel, binatang menjalar (ular, biawak, cecak, buaya, dsb).
Ptah: maka timbullah Burung (enggang, belatuk sampai buruh onta).
Ptah: maka timbullah binatang yang menyusukan anaknya (seperti tikus, kucing, monyet dsb.)
Kita tahu, bahwa sistem peraturan Lenxeus tiada sama semacam ini. Tetapi yang mau kita gambarkan, ialah sifatnya sistem Lenxeus dan terutama bagaimana adanya, timbulnya Hewan sekarang menurut Lenxeus. Seperti Tumbuhan, maka menurut Lenxeus hewan itu terbikin pada suatu saat. Satu jenis terpilih dari yang lain. Tiap-tiap jenis itu tetap begitu, tak akan bertukar sekalipun dalam 1.000.000 tahun. Karena masing-masing kehendak Dewa Rah. Kalau mau memeriksa hewan (dan tumbuhan) itu, maka mesti diperiksa satu-satu jenis yang tak berkenaan satu sama lainnya.
Tegasnya ikan tak berkenaan dengan kodok, kodok tak berkenaan dengan biawak, biawak terpisah dari burung dan burung sama sekali tak ada berkenaan dengan tikus dsb. Semua jenis tadi terbikin (created) satu persatu. Begitulah antara segala suku ikan, seperti gabus, cumi-cumi dll. Satu sama lainnya tak berkenaan. Satu-satunya ialah pembikinan Rohani pada lain-lain saat.
Jadi menurut Lenxeus satu sama lainnya terpisah seperti Hume menganggap Jasmani dan Rohani ialah terpisah. Semua jenis tadi masing-masing dibikin pada satu ketika, seperti Dewa Rah membikin Bintang dan Langit. Jadi dari kosong. Disini juga rohani yang bermula jadi seperti pemandangan Hume juga.
Sekarang datang Darwin & Co. Darwin menganggap jenis itu tiada terpisah satu dengan yang lain. Begitu juga suku-jenis. Ikan umpamanya tiada sama sekali terpisah dari kodok, burung dengan binatang menjalar, persamaan gerundang (anak kodok) dengan ikan. Bandingkanlah tengkorak ular dengan burung, monyet dengan manusia. Satu jenis kena mengena dan banyak persamaan dengan lain jenis. Semua jenis tadi bukanlah hasilnya creation bikinan pada satu saat, melainkan hasil evolution, beratus, ribuan, dan jutaan tahun.
Jadi satu jenis terpisah dari yang lain menurut Lenxeus, dibatalkan oleh Darwin. Karena menurut Darwin ADA hubungan satu jenis dengan yang lain seperti Benda dan Kodrat juga. Dibikin pada satu saat, kata Lenxeus. Hasil evolution menurut undang Biology sendiri beratus, beribu tahun, kata Darwin.
Bukan di negara Inggris dalam buku saja Darwin mempelajari Tumbuhan dan Binatang, tetapi ia bikin observatie dan experiment tentang Tumbuhan dan Binatang dari hampir seluruh pelosok dunia bertahun-tahun. Bukan satu contoh yang dia masukkan buat menyokong satu persatu teori atau Hypothesisnya melainkan bermacam-macam. Pengikut Darwin melakukan kalau tidak puluh ribuan tentu sudah ratusan experiment.
Mendel, yang bekerja lepas dari Darwin, menjatuhkan dengan angka apa yang digambarkan oleh Darwin dengan teori, yaitu tentang undang yang menentukan sifat yang akan diperoleh turunan, kalau sifat ibu bapa (hewan) sudah diketahui.
Dengan pendek menurut Darwin: Segala jenis di bumi tidak terbikin, melainkan maju menurut undang Evolution, undang pertumbuhan, beribu dan berjuta tahun. Undang itu menguasai Tumbuhan dan Hewan, seperti undang Newton menguasai jalannya Bintang dan Bumi. Dari Protein dan Protoplasma sampai ke beberapa sel bertunas-satu, Evolution tadi terjadi menurut undang kimia. Dari sel-bertunas-satu sampai ke tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
- struggle-existence, pertarungan buat hidup.
- adaptability, kodrat menyesuaikan diri dan
- natural menurut selection, pilihan alam.
1. Pertarungan buat hidup dilihat dengan mata sendiri, bahwa dalam alam ini semua mahluk memerlukan makanan dan sex (laki-bini). Tak ada makanan, maka matilah mahluk hidup manapun dan tak ada sex, maka punahlah jenis mahluk itu. Kurang diketahui, tetapi tak kurang benarnya, bahwa sex itulah salah satu dari motive ujut pertarungan yang hebat. Bangunan kesusasteraan, seperti Ilyas dalam bahasa Yunani dan Ramayana di Hindustan. Cindur mata di Minangkabau, selainnya pada politik juga bertiang pada panggilan sex. Panggilan sex itulah yag menjadi kodrat yang penting sekali dalam penghidupan hewan. Dalam persoalan mencari makanan dan persoalan laki-bini, maka semua mahluk mengadakan pertarungan. Dan pertarungan itu adalah :
- dengan alam sendiri.
- Pertarungan dengan sesamanya atau dengan jenis yang lain, yang musuhnya dimakan musuh dan tiada dapat keturunan dsb.
Dalam ilmu bumi kita pelajari, bahwa bumi kita ini sudah menjalani beberapa perubahan dan masih selalu dalam perubahan. Kita pelajari, bahwa Eropa sekarang selama dahulunya diselimuti salju saja. Gurun pasir di Mongolia sekarang, bernama Gobi, boleh jadi dahulunya tanah subur yag didiami manusia. Indonesia dahulunya berlainan sekali dengan sekarang. Sumatra, Malaka, Borneo, Jawa dan Filipina bertaut satu dengan lainnya dan bertaut dengan Indo-Cina dan Australia, pendeknya keadaan bagian bumi yang sejuk boleh menjadi panas dan sebaliknya. Danau atau laut menjadi kering.
Tumbuhan dan binatang yang hidup di atas dan di bawahnya bertarung dengan pertukaran alam yang kadang-kadang berupa perubahan besar, revolusi. Selain dari itu hewan bertarung dengan keluarganya sendiri dan dengan musuhnya. Binatang dan Tumbuhan yang biasa hidup pada tempat dingin, sekarang berjumpa dengan hawa panas. Yang biasa hidup di hutan rimba, berjumpa dengan gurun pasir. Yang hidup di daratan, berjumpakan air tawar atau air laut. Selain dari itu hewan bertarung dengan sesamanya, jago dengan jago berebut makanan dan bini. Singa laut tak putusnya berkelahi dengan singa yang lain buat mempertahankan bininya. Tikus dengan kucing, burung merpati dengan elang, ikan tengiri dengan ikan hiu. Di udara, di daratan, dan di lautan terjadi setiap jam, tiap menit pertarungan mati-matian antara hewan sama sejenis karena makanan dan sex, dan di antara satu hewan dengan hewan musuhnya. (pembantah Darwin memajukan tolong-bertolong di antara hewan dan manusia. Tetapi perkara ini juga amat dipentingkan oleh Darwin. Tetapi sifat tolong-menolong itu berlaku dalam daerah pertarungan yang maha hebat !).
2. Adaptability, kodrat menyesuaikan diri.
Dalam menghadapi pertarungan perubahan alam, matilah tumbuhan atau hewan yang tiada mempunyai anggota sesuai dengan perubahan tadi. Tumbuhan yang perlu hawa panas dan banyak air, sudah tentu tak bisa menyesuaikan diri dengan hawa dan tanah dingin atau kering. Binatang yang tak berbulu tebal sudah tentu mati, punah semuanya kalau hawa bertukar sejuk dan tanah diselimuti salju. Binatang yang perlu banyak air dan lumpur tak akan bisa hidup pada tempat yang sudah bertukar jadi gurun pasir. Binatang yang perlu tanah kering tentulah akan punah, kalau tanah bertukar jadi paya atau danau. Binatang yang tak punya anggota luar biasa sebentar akan habis diterkam binatang musuhnya. Ada macam hewan yang luar biasa cepat larinya, yang lain luar biasa penciumannya, yang lain lagi luar biasa pendengarannya, atau banyak sekali anaknya, sehingga tak apalah kalau satu dua mati. Dengan anggota begitu ia bisa menyesuaikan dirinya dengan kelilingnya dalam persoalan mencari makanan dan sex.
3. Natural selection, pilihan alam
Alam yang ganas bertukar sejuk memilih tumbuhan dan hewan yang bisa mencocokkan diri dengan keadaan yang baru itu. Tumbuhan yang berdaun seperti ranting, seperti pokok cemara bisa tambah sejuk. Binatang seperti rendier (kijang) bisa hidup dengan rumput dua tiga potong saja dan bulunya yang tebal bisa menahan kedinginan. Tumbuhan yang berurat kuat dan dalam, berdaun mengandung air bisa tumbuh pada gurun pasir. Alam memilih binatang yang berwarna sama dengan warnanya guna memelihara dirinya dari musuhnya. Burung gagak pada salju atau di padang pasir sudah tentu mudah kelihatan oleh musuhnya. Bangsa burung yang berjari dipertautkan oleh kulit seperti itik (bebek) sudah tentu terpilih oleh alam buat tinggal pada daratan yang berganti paya atau danau. Rusa terpilih diantara jenis lain-lainnya, sebab ia bisa mendengar kedatangan musuhnya dan melarikan diri dari musuhnya.
Kita misalkan saja di sekeliling kita di Indonesia ini besok daratan bertukar menjadi danau atau paya. Marilah kita amati segala hewan yang ada di bagian bumi kita ini. Sudahlah tentu kambing, kerbau dan lembu kita tiada berapa lama akan bertahan hidupnya. Tetapi binatang seperti berangan dan kodok tentu akan dapat menahan sengsara pertukaran ini lebih lama. Berapa lamanya adalah bergantung pada banyak hal lain-lainnya, yang berhubung dengan susunan badan (struktur) hewan itu sendiri dan perubahan alam di luar susunan badan itu. Sebaliknya, jika air danau atau paya di keliling kita di Indonesia ini bertukar jadi darat, sudah tentulah keluarga ikan emas tak akan berapa lama bisa menunggu ajalnya. Sedangkan belut atau ikan gabus tidak akan mati begitu saja. Rupanya sejenis dengan ikan gabus kita di Amoy, Tiongkok bernama Nomoa, kabarnya ditangkap di air, di daratan, dimana ia mencari makanannya. Pun saya dengar kabar ikan gabus kita seirng dijumpai di luar air, di waktu malam hari.
Sekali lagi dalam pertukaran alam hewan yang mempunyai anggota yang cocok dengan keadaan baru tentulah lebih mempunyai pengharapan buat mempersesuaikan dirinya dengan pertukaran alam itu.
Apakah Alam akan memilih sesuatu hewan itu sama sekali bergantung pada bermacam-macam sifat yang perlu dalam susunan badan (struktur) hewan itu sendiri dan berbagai-bagai keadaan di luar hewan tadi, hawa makanan, musuh dsb. Tetapi nyatalah sudah anggota yang tahan uji dalam pertarungan dengan alam dan musuh itu akan diturunkan pada anak cucunya, disebabkan pilihan sex. Bahwa bini itu di kalangan hewan memilih laki, perhatikan sajalah jenis burung di keliling kita, berapa lamanya ayam belanda turkey mesti menari dimuka kekasihnya. Dan setelah payah barangkali ia mesti melihat kekasihnya berjalan bersama saingannya yang lebih bagus tari atau warna bulunya. Berapa pesat sang anjing mesti berkelahi, yang setelah tewas atau luka setengah mati ia melihat jodohnya bergandengan dengan lawannya yang menang. Diantara jago tua Singa laut yang tetap memegang kejagoannya dan dengan begitu tetap pula memegang keharumannya, ada yang badannya penuh dengan bekas luka seperti juara ulung di antara hulubalang yang sudah menang dalam beberapa peperangan.
Perhatikanlah bagaimana putri tekukur mendengarkan janji pertandingan yang merdu di antara beberapa calon suami, sama juga dengan putri kita di beberapa daerah melayani sahabat kekasihnya dalam satu pertandingan. Amatilah dengan tukang nyanyi yang mana si putri itu terbang buat hidup sampai mati.
Demikianlah dalam pertarungan sex tadi terpilih laki yang kuat, pandai menyanyi atau menari baik warna bulunya buat meneruskan cucunya, menurut undangnya Mendel. Begitulah pula anggota yang cocok dengan kehidupan bertarung dengan alam atas musuh yang sejenis diluar jenis akan terus menerus pada anak dan cucu, dengan perubahan sedikit demi sedikit. Sepasang burung dilepaskan pada satu pulau sesudah beberapa lama menimbulkan bermacam-macam suku dari jenis itu.
Perubahan alam menyebabkan perubahan struktur dan fungsi susunan dan bekerjanya badan sesuatu hewan. Dari cacing sampai ke manusia perubahan usus, hati jantung, rabu, otak, gigi, tengkorak dan tulang belulang, terjadi teliti sekali dan perlahan sekali. Biasanya alam berjalan perlahan-lahan, perubahan itu sedikit sekali, tetapi kadang-kadang juga mengadakan perubahan besar (sport, perlompatan). Kalau kita peramati segala perubahan dari semua anggota tadi dari cacing sampai ke manusia, maka kita mesti yakin, bahwa semuanya itu tiada satu kebetulan, satu bikinan pada satu saat, seperti menurut Logika Mistika atau Logika Lenxeus. Melainkan kemajuan (evolusi) yang berlaku menurut undang. Seperti peredaran bintang dan bumi dikuasai satu undang yang didapat oleh Newton, perpaduan zat menurut undang yang ditetapkan oleh Dalton. Begitulah evolusi tumbuhan dan hewan berjalan, sebab pilihan alam tadi pada pertarungan makhluk buat hidup.
Dengan membatalkan Logika Mistika, membatalkan terpisahnya satu jenis dengan jenis yang lain dan mengemukakan seluk-beluk kena-mengenanya satu jenis dengan jenis dalam tempo beribu juta tahun pada satu lapang pertarungan yang pesat jadinya. Dengan mengemukakan “perubahan kecil-kecilnya, akhirnya menjadi perubahan jenis" quantity into quality sebetulnya Darwin memakai perkakas berpikir Dialektika.
Bagaimanakah akibatnya ?
Dongeng atau sejarah, tetapi pasti pada salah satu tempat saya baca, bahwa Darwin memasuki gereja pada hari Minggu. Sebagai Kristen ia terus menjalankan agamanya.
Dia tiada atau belum sadar, atau pura-pura tak sadar, bahwa akibat teorinya berlainan dnegan Logika Mistika. Tetapi tuan pendeta berpendapat lain, segala kutuk yang ada dalam kitab injil dikumpulkan jadi satu dan ditiupkan seperti topan ke penjuru tempat Darwin duduk, disudut bilik gereja. Sudahlah tentu semua mata dipusatkan oleh topan-kutuk tadi ke penjuru Darwin, sehingga Darwin orang murtad ini terpaksa berdiri …….mengambil topinya.
Sudah tentu satu gereja bukannya tempat berdebat. Lagi pula boleh jadi Darwin berpikir: Lebih mudah buat seekor kerbau memasuki lubang jarum dari pada buat satu mystikus ………………….dan pulang.
Tiga jenis yang bisa kita pisahkan diantara para scientist dan ahli filsafat borjuis, kalau mereka mesti menentukan sikapnya dalam science atau filsafat, jikalau berhadapan dengan dialektika.
Pertama: Terang mentah dia memusuhi Dialektika yang beralasan Materialisme, dalam hal ini dia boleh jadi sekali pegang, dan bisa mempertahankan pangkatnya dalam masyarakat.
Kedua: Terang mentah dia menyetujui Dialektika beralasan Materialisme. Dalam hal ini dia mesti kehilangan pangkatnya.
Ketiga: Dia bermain putar belit, tolak-angsur, kong-ka-li-kong dengan Dialektika dan Materialisme. Dalam hal ini dia besar pengharapan buat memelihara kambing dan daun sirih.
Kecuali pada waktu yang tiada membiarkan kompromis, dia bisa selamat …………….memegang terus pangkatnya.
Begitu susah menyingkiri akibatnya Dialektika yang materialistis dalam Ilmu Bukti, apalagi susahnya dalam Ilmu Masyarakat.
V. Dialektika
[sunting]Pasal 1 : TIMBULNYA PERSOALAN DIALEKTIKA
Sampai sekarang kita melayani perkara yang terutama berhubungan dengan Logika, Ilmu Berpikir. Semua pertanyaan yang dimajukan bolah dijawab dengan ya atau tidak. Syahdan menurut Logika, ya, bukan berarti tidak. Dan tidak itu sama sekali tidak, bukan berarti iya.
Dalam Geometri & Co dan Ilmu Alam & Co, yang sudah kita uraikan dahulu, kita mengadakan semua pertanyaan yang boleh dijawab ya atau tidak. Dalam biologi kita sudah sedikit meraba pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan jawab ya dan tidak semata-mata, tetapi, kita tinggal meraba-raba saja dan segera menarik tangan kita kembali.
Sekarang sudah sampai waktunya buat memeriksa pertanyaan yang tiada bisa lagi dijawab dengan ya atau tidak. Sekarang sudah sampai waktunya buat memeriksa pertanyaan yang tiada bisa diselesaikan oleh Logika. Pertanyaan yang tiada bisa lagi diselesaikan oleh Logika itu, adalah bermacam-macam, masing-masing mengandung salah satu atau beberapa perkara yang dibawah ini.
Bagian 1. TEMPO
Pertanyaan umpamanya, apakah Edison bodoh atau pandai tiadalah bisa dijawab dengan pasti menurut Logika saja, dengan ya atau tidak begitu saja. Kita tahu, ketika berumur 6 tahun, Thomas Edison diusir pulang oleh gurunya karena bodoh. Tapi seluruh dunia sekarang mengetauhi pula bahwa Thomas Edison yang akil balig, betul-betul mencahayai dunia kita dengan hasil otaknya yang gilang gemilang itu.
Teranglah disini Sang Tempo mengubah Thomas dari murid yang goblok menjadi satu genius (maha cerdas) yang akan tetap dapat kehormatan sejarah dalam dunia seperti Faraday, Ohm, Ampire dan kawannya yang lain dalam ilmu Listerik. Kita diajar di sekolah menengah, bahwa “titik” kalau ditarik terus akan menjadi garis dan garis ditarik terus akan menjadi bidang dan bidang yang ditarik terus akan menjadi badan. Semua pekerjaan ini memakai tempo. Kita perlu memakai tempo buat mengubah titik menjadi garis atau garis menjadi bidang dan akhirnya bidang jadi badan. Kalau sudah cukup memakai tempo, kita bisa menjawab mana titik mana garis, mana garis dan mana bidang, mana bidang dan mana banda. Tetapi pada saat dimana titik belum menjadi garis, garis belum menjadi bidang dsb, kita tidak bisa jawab apakah ini titik atau garis dst. garis atau bidang.
Dalam ilmu alam kita mengetahui bahwa, air kalau dipanaskan sesudah beberapa lamanya, hilang menjadi uap. Dalam hal ini kita tahu benar, mana yang air, mana yang uap. Tetapi ada saatnya, dimana kita tak bisa menjawab apakah ia itu masih air atau sudah menjadi uap.
Dalam kehidupan sehari-haripun, kita berjumpa dengan bermacam-macam pertanyaan yang tiada bisa diputuskan dengan ya dan tidak saja, kalau sang Tempo campur. Mudah mengatakan orang itu tua, kalau memang sudah hampir atau lebih seratus tahun umurnya, bermata kabur, berambut putih dan bertelinga pekak dsb, atau masih bayi, kalau berumur tiga atau empat bulan. Tetapi jawablah dengan ya atau tidak tua kalau seseorang tetap kuat berupa muda, walaupun umpamanya sudah kira-kira 50 tahun.
Adalah saatnya dimana kita semua makhluk bernyawa ini, seorang dokter yang pintarpun, tak bisa menjawab dengan pasti bahwa kita sudah mati atau masih hidup.
Jadi jikalau pertanyaan itu dicampuri oleh tempo dimana campur perkara timbul dan hilang, hidup dan mati, disinilah Logika semata-mata menjadi gagal.
Bagian 2. BERKENA-KENAAN, BERSELUK-BELUK
Kia masih ingat bagaimana perbedaan besar diantara dua ahli Biologi besar, menghampiri persoalan tentang Tumbuhan dan Hewan. Lenxeus menganggap tiap jenis (spesies) baik Tumbuhan ataupun Hewan, sebagai berdiri sendirinya, tunggal. Tak berkenaan dan tak ada seluk-beluknya dengan jenis lain. Sedangkan Darwin menganggap sebaliknya, satu sama lain tak bisa dipisahkan, dipancirkan sendirinya. Lenxeus mengganggap masing-masing jenis, sebagai barang yang tetap yang pada satu saat dibuat yang Maha Kuasa. Sedangkan Darwin menganggap masing-masingnya jenis itu berubah sesudah beberapa lama disebabkan oleh Pilihan Alam (Natural Selection). Lenxeus berpendapat bahwa masing-masing jenis mesti diperiksa satu persatunya, terpancir sama sekali dari jenis yang lain-lain. Sebaliknya Darwin memeriksa peralamankan masing-masing jenis dengan seketikapun tak melupakan perkenaan dan seluk-beluknya jenis itu dnegan jenis yang lain.
Lenxeus setia pada Logika: Hewan ini masuk jenis ini, bukan jenis itu. Kodok ini tak ada seluk-beluk dan perkenannya dnegan burung dan seterusnya.
Darwin setia pada Logika, dimana Logika bisa berlaku. Tetapi meninggalkan Logika, kalau Logika tiada berdaya lagi: ini jenis berkenaan dengan itu, seluk-beluk dengan itu, bukan ini atau itu saja. Kodok berkenaan betul dengan burung. Perbandingkanlah tengkorak, tulang-belulang, hati, jantung, dan sebagainya diantara kedua jenis itu. Perhatikanlah tulang belulang dan sekalian anggota Hewan dan cacing sampai ke Manusia. Tiadalah tuan menjumpai seluk beluk, perkenaan satu sama lainnya?
Perhatikanlah jenis Hewan di Papua yang berada di antara binatang yang melahirkan anak hidup-hidup, dengan burung yakni binatang yang bertelur, tetapi menyusukan anaknya. Di Amerika Selatan ada barang setengah Tumbuhan dan setengah Hewan yakni Tumbuhan yang bisa menangkap mangsanya. Dalam laut ada barang setengah benda setengah Tumbuhan.
Hasil pekerjaan Lenxeus, ialah mencadangkan satu system (tata) tumbuhan dan Hewan mati, yang dipelajari oleh pengikut Logika saja terutama pengikut Logika Mistika. Sedangkan teori Darwin menjadi pedoman bekerja buat ahli kebun dan ahli hewan yang tak putus mencangkokkan tanaman dan memilih yang baik, membuang yang buruk, baik Tumbuhan ataupun tampang Hewan, sehingga makin lama, kita mendapat bunga yang lebih harum, buah yang lebih lezat dan hewan yang lebih tegap, kuat, gemuk, berfaedah dan kembang biak.
Bagian 3. PERTENTANGAN
Pada Matematika dan Ilmu Alam rendahan, ya dan tidak itu tak langsung berupa pertentangan yang terang, melainkan mula-mula berupa timbul atau hilang. Baru pada kedua perkataan timbul dan hilang ini (weden und vergehen) kata Engels, dia berupa pertentangan. Tetapi pada Ilmu Masyarakat berdasarkan Komunisme, ya dan tidak itu langsung dan nyata berdasarkan pertentangan.
Pencaharian Arab di daerah tempat saya menulis Madilog ini, yakni daerah Jakarta, terutama sekali memperbungakan uang umum dipasar-pasar dipinjamkan Arab pada Indonesia R 1,- dengan bunga 5 sen sehari.
Berupa kecil, tetapi menurut perhitungan Matematika bunga semacam itu dan 1,825% setahun. Ini menurut Logika, menurut hitungan bunga berbunga pula (samengestelde interest). Dengan kerja semacam itu dari turunan keterurunan, mereka menjadi kaya, ada kaya raya mempunyai tanah dan rumah. Tentulah bukan satu kali hal yang kita tuliskan dibawah ini sebagai contoh, yang terjadi semenjak bangsa ini meninggalkan Tanah Suci dan mencemarkan kaki pada tanah kita yang dianggap tidak suci ini.
Sebagai misal: Seorang tuan tanah Arab, kita namakan saja Halal bin Fulus, sudah lama meminjamkan uang pada seorang petani Indonesia. Petani menanggungkan tanah dan rumahnya atas pinjaman itu. Dia tak bisa melunaskan hutangnya, sebaliknya membeli makanan dan pakaian dan membayar pajak pada pemertintah Belanda saja, sebetulnya tak bisa ditutup dengan hasil tanahnya yang sebidang kecil itu. Keperluan luar biasa pada umat Islam, seperti menyunat dan mengawinkan anak dan merayakan Hari Besar Islam, Lebaran, menuntut ongkos luar biasa yang bagaimana juga rajinnya dia bekerja tak bisa dipenuhi lagi. Terpaksa ia meminjam uang lagi kepada tuan Halal bin Fulus dari Tanah Suci yang seagama dengan dia. Melunaskan hutang dan bunganya yang makin lama bertambah-tambah itu. Tuan Halal bin Fulus tahu pula akan sifatnya petani Indonesia, het zachte volk der aarde, itu bangsa yang semanis-manisnya. Gula Arabpun manis, dan tuan Fulus tak keberatan melebihi harga tanggungan. Tetapi pada satu ketika harga tanah pekarangan dan rumah petani sampai menjadi kurang atau hampir saja dengan hutang bunganya. Disini tuan Fulus baru sekarang petani ada semacam tikus di dalam cengkeraman kucing. Seagama atau tidak, dengan manis atau suara keras, namun hutang mesti dibayar.
Kalau kebetulan petani ada mempunyai anak perawan yang cocok sama perasaan tuan Fulus, suka atau tak suka si perawan, karena petani kebuntuan jalan, perkara hutang mungkin dihabiskan dengan perdamaian diantara tuan Fulus dengan petani Indonesia berdua saja. Tetapi kalau petani kebetulan punya anak bujang saja, atau kalau ada perawan yang cantik tetapi jika si ayah meskipun kemauan anaknya yang tak mau dikawinkan dengan tuan Fulus yang sudah tua dan beberapa kali kawin itu, maka disini timbullah percekcokan. Tuan Halal bin Fulus kita andaikan marah dan pergi mengadu ke Pengadilan.
Perkara diperiksa. Kalau perlu tuan Fulus mencari advokad yang pintar; arief bisaksana, yang tentu akan berusaha keras, menurut nilai pembayarannya. Dalam 99 diantara 100 perkara semacam itu, tentulah tuan Halal bin Fulus berasal dari tanah Suci, yang menang. Petani yang tak kuasa membeli beras atau sehelai pakaian buat anak bini masa Lebaran, kalau tak meminjam lebih dahulu pada tuan Fulus, manakah bisa bayar advokat. Pengadilan umpamanya memutuskan, bahwa si-tani mesti menjual tanah, pekarangan, rumah dan perabotan kalau ada; sapi atau ayampun kalau ada, buat membayar hutangnya.
Sedikit kepanjangan buat contoh, tetapi kependekan buat hal yang banyak sekali terjadi di pulau Jawa dan penting buat kehidupan orang Indonesia. Sekarang kita bertanya : Adilkah putusan Hakim Pengadilan tadi? Inilah salah satu dari pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya, dan tidak saja. Karena pertanyaan itu berkenaan dengan perkara yang berhubungan dengan masyarakat yang bertentangan diantara: Yang berpunya dengan Tak berpunya.
Tuan Fulus Muslimin yang Berpunya, sebagian besar dari kaum Ulama dan Pemerintah berdasar “kepunyaan sendiri”, tentulah 100% membenarkan putusan itu. Petani berhutang dan hutang mesti dibayar. Ini cocok dengan semua Undang kemodalan dan cocok dengan semua Agama.
Sebaliknya filsafat kaum Tak Berpunya atau Undang kaum Tak berpunya (dimana kaum Tak berpunya menguasai Negara) 100 % pula akan memutuskan bahwa putusan Hakim “tidak” adil.
Kalau penulis ini umpamanya berkuasa mengambil putusan, maka penulis akan menyuruh pilih saja satu dari dua putusan. Pertama, karena tuan Halal bin Fulus bukan bangsa Indonesia, supaya pulang kembali ke Tanah Suci denga diizinkan membawa sekedarnya dari harta bendanya, atau kedua: boleh tinggal disini, tetapi mesti mengembalikan semua hartanya pada Negara Indonesia. Dalam hal kedua dia lebih dahulu mesti dijadikan “manusia yang berguna buat masyarakat Indonesia”, yaitu dengan menukar dia sebagai paraciet, shylock, lintah-darat, menjadi “pekerja” sekurangnya 13 tahun. Sesudah itu baru boleh diterima menjadi penduduk yang sama haknya dnegan “pekerja” yang lain-lain.
Pendeknya dalam perkara diantara dua pokok yang bertentangan, kita tidak bisa menjawab dengan ya atau tidak (benar atau salah, adil atau dhalim), sebelum kita mengambil pendirian, mengambil penjuru dari mana kita mesti memandang, point of view. Apa yang dipandang adil dari satu pihak, berarti tak adil dipandang dari pihak yang lain, dan sebaliknya. Sebab itu kita mesti lebih dahulu berpihak pada yang lain, atau sebaliknya inilah artinya menentukan POINT OF VIEW. Dari salah satu sudut barulah kita bisa memandang dan memutuskan ya atau tidak.
Bagian 4. GERAKAN
Satu bola, berguling, bergerak, pada satu saat kita bertanya: Apakah bola ini pada saat ini disini atau tidak disini?
Inilah pertanyaan yang tiada boleh dijawab dengan ya atau tidak saja. Dari sinilah timbulnya Dialektika, yang juga pernah dinamakan Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Dalam hal semacam ini kita mesti menjawab ya dan tidak. Bukan saja ya atau hanya tidak, tetapi ya dan tidak keduanya. sebab kalau kita jawab ya maka hal ini bertentangan dengan keadaan bola yang bergerak. Bola yang bergerak tentulah tidak disini lagi. Kalau sebaliknya kita jawab tidak, maka hal ini mesti bertentangan dengan pertanyaan kita sendiri. Karena kita bertanya, apakah pada saat ini boleh itu ada disini, dan memang ada disini.
Jadi dalam semua benda yang bergerak, kita mesti memakai Dialektika. Kita mesti ketahui, bahwa semua benda di dunia ini tak ada yang tetap, semuanya berubah, bergerak. Tumbuhan muncul dari bijinya, tumbuh, berbuah, dan mati, zatnya kembali ke tanah, ke air dan ke udara. Hewan lahir, tumbuh, beranak, tua, mati dan zatnya kembali ke tanah. Logam berkarat dan luntur. Bintang yang sebesar-besarnya bergerak pada sumbunya sendiri.
Bumi bergerak mengelilingi Bintang, ialah Matahari. Atom yang kecil itupun tiadalah tetap, melainkan bergerak juga. Begitu juga kodrat, berubah bentuknya dari satu bentuk ke bentuk yang lain. Sekarang kodrat itu berupa panas, nanti dia berupa sinar, sebentar lagi bertukar berupa cahaya. Sekarang kodrat itu tersembunyi dalam air, nanti dalam uap. Disini kodrat panas atau sinar tersembunyi dalam listerik, disana pada benda menyala. Begitulah seterusnya, seperti kata Engels, saya ingat dalam Anti Duhring: “seluruhnya Gerakan Alam itu boleh diickhtiarkan dengan “peralihan” kodrat yang tiada putus-putusnya dari satu bentuk ke bentuk yang lain”. Banyak sekali pemikir mengichtisarkan Alam kita ini dengan: “Matter in move”, benda bergerak, karena gerakanlah yang jadi sifat benda yang terutama, maka Dialektikalah Hukum Berpikir yang terutama sekali.
Pada empat perkara tsb, diataslah timbulnya persoalan Dialektika. Kalau dipandang dari penjuru tempoh, maka Dialektika itu boleh juga kita namai Ilmu Berpikir Berlainan, yaitu dalam hal berpikir yang memperhatikan tempoh dimasa sesuatu benda, tumbuh dan hilang, hidup dan mati. Kalau dipandang dari penjuru kena-mengena dan seluk-beluknya sesuatu benda dengan benda lain, maka Dialektika tadi boleh pula dikatakan Ilmu Berpikir yang dalam hal kena-mengena, dalam hal berseluk-beluk (verkettung und Zusammenhang, kata Engels), bukan sendirinya. Sering sekali Dialektika dinamai Ilmu Berpikir pertentangan. Dan seperti sudah kita katakan diatas juga pernah dinamai Ilmu Berpikir dalam Gerakan. Kata Engels juga kita mesti mempelajari suatu benda dengan memperhatikan “pertentangannya, kena-mengenanya serta seluk-beluknya, pergerakannya, tumbuh dan hilangnya”.
Pasal 2. DIALEKTIKA DAN LOGIKA
Bilakah dipakai Dialektika dan bilakah dipakai Logika?
Sungguhpun Dialektika yang terutama menguasai daerah kita berpikir, tiadalah ini berarti bahwa Logika tiada berguna sama sekali. Disini belum tempatnya buat menguraikan Logika, tetapi kita tiada pula asing lagi sama Logika itu. Cara yang kita kemukakan yang dipakai dalam Ilmu Alam ialah cara yang diutamakan dalam Logika. Kita masih ingat yang cara tiga itu, yakni Induction, Deduction, dan Verification, seperti yang sudah kita terangkan dahulu. Tiga cara ini ada perkenaannya dengan 3 cara yang dipakai dalam Matematika, ialah Synthetic, Analytic dan ad Absurdum. Demikianlah kita sudah berkenalan dengan Logika itu.
Buat menjawab pertanyaan diatas, tiadalah perlu kita lebih dahulu menguraikan Logika yang lebar dan dalam. Sambil mengingat yang sudah-sudah, cukuplah kalau kita majukan disini sifat Logika yang terutama dan bertentangan dengan sifat Dialektika. Juga perkara ini tidak asing lagi. Sudah kita uraikan bahwa menurut Logika ya itu ya dan ya itu bukan tidak. Cuma bentuk yang tiada dipakai dalam buku Logika bukan bentuk yang kita majukan begitu, walaupun maknanya sama. Bentuk yang lazim dipakai buat menggambarkan Logika, yakni A = A ; A bukan Non A (tidak A). Jadi Hukum berpikir yang berbentuk A bukan Non A itu, sama maknanya dengan ya itu bukan tidak. Dalam buku Logika juga sering dikatakan “sesuatu barang bukanlah lawannya barang itu”, “a thing is not its opposite”. Tetapi diatas telah diterangkan, bahwa sesuatu barang itu boleh lawannya barang itu, A itu boleh Non A, ya itu boleh berarti tidak; bola bergerak itu pada satu saat boleh disini dan tak disini. Pada satu saat orang itu boleh hidup dan mati. Pada satu waktu air itu boleh air atau uap, dsb.
Bagaimana kita bisa damaikan kedua Hukum Berpikir yang berlawanan satu sama lainnya itu? Atau tiadakah mereka bisa didamaikan, sehingga kalau yang satu hidup yang lainnya mesti mati? Kalau yang satu dipakai yang lain mesti dibuang? Atau bolehkah masing-masing kita beri daerahnya, sehingga kita bisa mengatakan bahwa pada daerah ini kita pakai terutama Dialektika, dan pada daerah itu kita pakai terutama Logika?
Memang kita bisa menentukan daerah masing-masing dan pada daerah masing-masing berkuasa salah satunya Hukum Berpikir itu. Tetapi tiadalah masing-masing berkuasa dengan sewenang-wenang, melainkan mengakui kekuasaan pihak yang lain dan berseluk-beluk juga dengan yang lain itu. Bahwasanya dalam Ilmu Gerakan sendiri, yakni dalam Ilmu Kodrat sebenarnya dalam Mechanikal timbul Dialektika. Disinilah Dialektika mempunyai daerah yang luas sekali. Ilmu benda berhenti masuk ke daerah Statics. Pada benda yang berhenti yang boleh diperamati dengan tenang ini, berkuasa sekali Logika. A= A dan A bukan Non A.
Seperti pada uraian dahulu kita sudah perlihatkan, bahwa pada Matematika dan Ilmu Alam rendahan dan tengah, besar sekali kekuasaannya Logika. Sedangkan pada Matematika dan Ilmu Alam tertinggi, ktia terutama mesti lari pada Dialektika. Pemikir logika yang sering dimajukan oleh Plechanoff, sebelum bercerai, adalah guru dan kawan separtainya Lenin, ialah Ueberweg. Memang Ueberweg jitu sekali mendifinisikan Logika, sesudah Ilmu ini dia bandingkan dengan Dialektika. Kata Ueberweg: Pertanyaan yang pasti dan berpengertian pasti apakah satu sifat termasuk pada satu benda, mesti dijawab dengan ya atau tidak.
Marilah kita ambil satu misal buat menterjemahkan definisi Ueberweg ini. Dihadapan kita ada satu kotak. Kotak itu seperti biasa mempunyai enam (6) sisi. Sisi depan dan belakang dicat putih, serta sisi kiri dan kanan dicat hitam. Kalau kita mesti bertanya menurut Ueberweg, kita mesti menyusun persoalan kita seperti dibawah ini: Apakah warna kotak ini, kalau dipandang dari muka? Jawab putih. Kalau dipandang dari sisi kiri? Jawab hitam. Dengan begitu pertanyaan kita adalah pasti. Kita tanyakan warnanya kotak kalau dipandang dari satu pihak, bukan warna seluruhnya kotak itu, hanya warna sebagiannya dari kotak tadi. Jawabnya yaitu putih juga pasti, karena putih bukan hitam (A = A dan A bukan Non A). Dengan begitu kita memenuhi definisi Ueberweg seperti diatas. Warna kotak kalau dipandang dari muka, jadi sebagian kotak adalah putih bukan hitam.
Kalau pertanyaan itu mesti disusun buat seluruhnya kotak dan cocok pula dengan definisi Ueberweg, kita mesti susun: Apakah warna seluruh kotak itu kalau kita pandang dari sudut? Disini Ueberweg gagal. Dia tidak bisa menjawab secara Dialektika, sebab disini kita bertemu dengan perkara yang berseluk-beluk. Pertanyaan seperti ini kita mesti jawab dengan putih dan hitam, ialah putih dan tak putih, A dan Non A. Jawabnya kembar, tak bisa dipisahkan.
Tetapi Ueberweg juga cerdik dan bukan keras kepala. Pada tempat lain, sesudah berpengalaman lebih banyak, dia juga terangkan kira-kira: Kalau bertemu perkara yang simple, mudah, kita mesti pakai Logika, tetapi kalau berjumpakan yang sulit, complex, kita mesti pakai perpaduan dari dua pertentangan. Dia tiada menyatakan Dialaektika, melainkan perpaduan dua pertentangan, ialah perpaduan putih dan hitam, A dan Non A yang menurut definisi Ueberweg bermula, tiada boleh terjadi.
Begitu juga dalam perkara yang termasuk ke dalam daerah pertentangan, maka kita lebih dahulu mesti tentukan Dialektika dan Logika masing-masingnya. Kalau ditanya dengan pasti, bagaimanakah putusan Hakim terhadap tuan Halal bin Fulus dengan petani tadi, kalau dipandang dari pihak Kaum Berpunya, maka kita boleh jawab dengan pasti: ya. Kalau sebaliknya ditanya dengan pasti pula, apakah putusan itu, kalau dipandang dari pihak Kaum Tak Berpunya, kita juga bisa jawab dengan pasti pula: tidak. Kedua jawab itu pasti, cocok dengan Logika: ya itu ya ; tidak itu tidak; ya bukan tidak. (A = A ; A itu bukan Non A). Jadi dalam daerah yang pasti ini, ialah dalam daerah salah satu pihak di antara dua pihak yang bertentangan, maka kita boleh menjalankan Logika.
Tetapi dalam bulatnya, abstraknya, pertanyaan tadi sudah tak bisa lagi diselesaikan dengan Logika. Kita mesti lari kepada Dialektika. Jadi kalau kita bertanya bulatnya saja, apakah putusan Hakim tadi adil, maka tiadalah lagi bisa diajwab dengan ya atau tidak saja. Kita mesti jawab dengan ya dan tidak, dengan A dan non A, kembar. Satu penjawab berdarah Dialektika, walaupun belum dapat latihan Dialektika, juga menjawab pertanyaan semacam itu dengan pertanyaan pula. Dia bertanya dipandang dari pihak manakah adil atau tidaknya? Dalam pertanyaan yang semacam ini, sudah terkandung jawab yang pasti pula.
Buat penglaksanaan penghabisan, kita ambil perkara yang berkenaan dnegan tempoh. Memang tempoh penting dalam semua persoalan. Bukan saja Scientist yang tajam, tetapi juga Strategist, ahli perang, yang maha tangkas dan Diplomat yang piawai (ulung) tiada boleh melupakan Sang Tempoh. Buat contoh tiadalah perlu kita panggil kesini Strategis ataupun Diplomat.
Marilah kita ambil barang biasa saja, seperti air. Kita tahu air dapat memutar roda kincirnya orang Minangkabau, tetapi air saja berapapun kuatnya dialirkan, tak bisa memutar roda Lokomotif yang berat itu yang mesti menarik sepuluh atau lebih gerobak penuh muataan pula. Air itu mesti dimasak dahulu dalam ketelnya Lokomotif tadi, sampai jadi uap. Uap ini dengan memakai kecerdikan tehnik bisa memutar roda tadi terus-menerus, dari Jakarta sampai ke Surabaya, kalau perlu sepuluh kali lebih jauh. Jadi uap yang memutar roda Lokomotif tadi bukan air, walaupun uap tadi berasal dari air, dan air ini kalau dimasak cukup lama, jadi cukup membiarkan Sang Tempoh bekerja, akan jadi air uap. Sekarang akan kita pakai kunci-Ueberweg buat menyelesaiakn persoalan yang pasti seperti berikut: Bisakah air memutar roda lokomotif? Kita jawab dengan pasti, tidak. Kalau sebaliknya ditanya dengan pasti juga: bisakah uap keluar dari ketel lokomotif kita tadi, yakni kalau cukup banyak, memutar rodanya? Kita jawab dengan pasti pula, bisa (kalau lokomotif rusak tentu jawabnya pula rusak!). Tetapi pada saat Sang Tempoh, dimasa Sang Tempoh belum lagi berkesempatan menjalankan kewajibannya pada saat, dimasa air tadi sedang bertukar jadi uap, di masa sebagian air sedang jadi uap, dan uap masih lekat pada air, pada saat dimasa panasnya air tepat 100 derajat, disini Ueberweg gagal.
Kalau kita pakai Kunci-Ueberweg dan bertanya: Bisakah uap kita semacam ini memutar roda lokomotif, kita tidak bisa jawab dengan ya atau tidak saja, tetapi kita pakai Kunci-Dialektika dengan menyelesaikan jawabanya dengan ya dan tidak, kembar. Tidak bisa yakni pada saat ini, pada satu saat, persis, tepat pada panasnya air 100 º. Pada saat ini Sang Tempoh belum beres lagi kerjanya dan Sang Lokomotif masih mendesus-desus, seperti naga marah, dan Bung Masinis masih menunggu dengan sabar. Tetapi belum habis perkataan tidak bisa tadi dikeluarkan dari mulut si penjawab, roda lokomotif sudah bergerak, seolah-olah membatalkan jawab tak bisa tadi dengan perkataan bisa. Jadi pada saat panas air persis, tepat 100 º tadi (umpamanya saja) jawab pertanyaan kita mesti bisa dan tak bisa, ya dan tidak, kembar, berpadu. Pada saat ini berkuasalah Dialektika: A = Non A.
Penjawab yang berdarah Dialektika walaupun belum latihan juga tiada melupakan tempoh dalam perkara yang berkenaan dengan tempoh. Pertanyaan: Bisakah uap air dimasak memutar lokomotif, akan dijawabnya dengan pertanyaan pula; sesudah berapa lama? Sesudah Sang Tempoh dipastikan, barulah bisa dipastikan ya atau tidaknya. Pada daerah inilah berlaku Hukum Logika A = A ; A bukan Non A
Pasal 3. DIALETIKA IDEALISTIS DAN DIALEKTIKA MATERIALISTIS
Dahulu sudah kita sebutkan dua jenis Dialektika. Juga sudah kita cantumkan sifat yang terutama dari kedua jenis itu. Yang pertama berdasarkan Idee, pikiran belaka, impian belaka. Yang dibelakang berdasarkan benda. Yang pertama dimonopoli oleh kaum yang memonopoli kekuasaan, harta dan kecerdikan. Yang kedua memonopoli tindasan, kemiskinan dan kegelapan.
Yang diakui sebagai Ahli Dialektika berdasarkan pikiran pada Zaman Baru, ialah Hegel. Nama, arti dan cara Dialektika itu memang sudah tidak asing lagi pada zaman Yunani: tetapi di tangan Hegel, makna dan bentuknya sudah berlainan. ARIESTOTELES, HERACLIT dan DEMOCRIT yang digelari si gelap, sebab mulanya orang tak mengerti uraian yang dalam dan dialetis itu, banyak memakai perkara itu. Diantara pemikir Timur, baik di India ataupun di Tiongkok, ada juga yang sudah cakap memakai senjata berpikir ini.Tetapi sudah tentu, berdasarkan kegaiban semata-mata. Hegel menyandarkan nama dan pengertian Dialektika itu pada kata dialogue, soal jawab, terutama dalam persoalan filsafat. Soal jawab dalam persoalan tentang Hidup dan Alam, Life and Universe. Kuno Fischer yang dikutip oleh Plechanoff dalam buku “beberapa dasarnya Marxisme” berkata kira-kira: “Dengan bertambahnya umur dan pengalaman, maka pengetahuan manusia tentang Hidup dan Alam, bertambah-tambah seperti pengetahuan dua pihak pada satu soal-jawab yang hangat dan berguna.
Soal jawab yang hangat dan berguna, yang menambah pengetahuan kedua belah pihak inilah dialogue. Semacam inilah yang tergambar di otak manusia, yang dinamai DIALEKTIKA. DIALEKTIKA di tangan Hegel, pada abad ke XIX, dimana Science, Tehnik dan Kesenian, jauh berbeda dengan kebudayaan Yunani + 2.400 tahun dahulu, atau dengan Timur, sudahlah tentu lebih kaya dan lebih tersusun dari pada DIALEKTIKA Yunani atau Timur Asli itu.
Apakah perbedaan dan persamaan Dialektika Hegel & Co dan Marx-Engels & Co. Saya ingat bukunya ialah LOGIKA JILID I, tetapi saya lupa halamannya, dimana Hegel mendefinisikan Dialektika yang kalau di-Indonesiakan berbunyi kira-kira: Yang kita namakan Dialektika ialah gerakan pikiran, dimana yang seolah-olah tercerai itu, sendirinya oleh sifat sendiri, yang satu memasuki yang lain, dan dengan begitu membatalkan perceraian itu.
Pertama, Dialektika itu masuk jenis gerakan pikiran, geistiche bewegung. Buat Marx, Dialektika itu bukanlah semata-mata gerakan pikiran, melainkan Hukum dari Wirkliche Logik der wirkliche gegenstande, Hukum berpikir sebenarnya, tentang benda sebenarnya. Kata Engels juga berulang-ulang: Bayangan gerakan “benda sebenarnya” dalam otak kita, otak kita itu seolah-olah cermin membayangkan gerakan benda tadi. Atau pikiran kita menterjemahkan gerakan di luar itu dengan bahasanya sendiri. Jadi perbedaan terutama diantara Dialektika Marx-Engels & Co dan gurunya Hegel, ialah: Hegel menganggap gerakan pikiran itu sebagai gerakan idee semata-mata (janganlah dilupakan absoluut Idee, Maha Rohani dari Hegel), sedangkan Marx dan Engels menganggap otak itu seolah-olah cermin yang membayangkan gerakan benda sebenarnya yang ada diluar otak kita. Dalam perbedaan diantara kedua jenis Dialektika, adalah pula persamaan. Kedua pihak berdiri atas gerakan, bukan pada ketetapan. Kedua yang seolah-olah tercerai itu, menurut Hegel oleh sifatnya sendiri, yang satu memasuki yang lain, dan getrennt scheinende, durch sich selbst, durch das, was sich sind in einander ubergehen. Jadi “adil” itu adanya, karena ada “dhalim”, ya itu berkenaan dengan tidak. Keduanya berseluk-beluk, yang satu mengenai yang lain. Oleh karena adil dan dhalim tadi kena-mengenai, masuk-memasuki, maka perceraian tadi terbatas, yang berupa bercerai tadi, jadi berpadu. A jadi Non A; ya itu padu dengan tidak. Pergerakan adil dan dhalim dalam otak kita semacam itu, juga diakui oleh Marx dan Engels. Disini juga ada persamaan: Kedua pengertian yang berupa terpisah itu, sebetulnya bisa berpadu. Tetapi oleh Marx dan Engels perpaduan itu dianggap sebagai hasil perjuangan dua benda yang nyata, ialah dua klas dalam masyarakat. Perpaduan itu bukan terjadi dengan damai, seperti diterjemahkan kebanyakan pengikut Hegel sendiri. Hegel sendiri seperti sudah dinyatakan, revolusioner terhadap kaum Ningrat, tetapi reaksioner terhadap kaum Tak Berpunya. Perpaduan itu ialah sebagai hasil perjuangan, menurut Engels, sebagai hasil yang lebih tinggi derajatnya dari yang sudah, sebagai positive Result. “Negation der Negation” dari Hegel sendiri “Pembatalan dari Kebatalan” juga mempunyai derajat yang lebih tinggi dari thesis atau anti-thesis sendiri-sendirinya. Tetapi pembatalan kebatalan ini buat Hegel semata-mata berdasarkan pikiran. Sedangkan buat Marx-Engels yaitu berdasarkan benda. Barangkali Thalheimer, yang pada masa belum ada perpecahaan Stalin-Trotsky dalam kalangan Komintern sebagai ahli Komunis Jerman yang terkemuka, dalam salah satu tulisan, mendefinisikan: Dialektika itu, bukanlah saja berbentuk Ilmu Berpikir, yakni Ilmu tentang Undangnya Gerakan Pikiran, tetapi juga Ilmu dari Undangnya Alam dan Sejarah Bergerak. Yang dibelakang inilah, yang pertama dan dimukalah, yang kedua. Definisi ini cocok dengan Engels, bahwa undang gerakan Alam dan sejarah itu, ialah yang pertama itu, terbayang diotak kita, seperti terbayang pada cermin. Oleh karena berbeda dasar yang dipakai kedua pihak pemikir Dialektika itu (Hegel kontra Marx-Engels), yang satu berdasarkan Idealisme, yang lain berdasarkan Materialisme, maka berbeda pula kedua pihak menterjemahkan kebenaran yang terkandung dalam beberapa kalimat dibawah ini:
- Hegel : Dialektika sama dengan Metaphysika, Ilmu gaip.
Dialektika Materialis: Dialetika itu berdasarkan Hukum Gerakan Gerakan Benda sebenarnya dalam alam.
- Hegel: Absolute Idee ialah pembikin Benda yang nyata.
Dialektika Materialis: Absolute Idee itu adalah satu abstraksion, satu perpisahan impian dari gerakan dimana keadaan dan batasnya benda ditentukan.
- Hegel: Keadaan maju, sesudah diketahui pertentangan dan penyelesaian pertentangan ini dalam pikiran.
Dialektika Materialisme: Pertentangan dalam pikiran ialah bayangan dalam otak kita, satu terjemahan dari pikiran kita, tentang pertentangan dalam Alam, pertentangan benda dalam Alam ini, disebabkan pertentangan dasarnya. Dasarnya itu ialah gerakan.
- Hegel: Kemajuan Idee, pikiran itu mengemudikan kemajuan benda.
Dialektika Materialisme: Kemajuan benda itu menentukan kemjuan pikiran.
Sedikit Keterangan:
- Hegel menyamakan paduan Dialektika itu dengan Metaphisika. Ini bukan saja pendapatan Hegel, tetapi pendapatan semua pemikir kegaiban. Dialektika, ialah hukum Berpikir berdasarkan pertentangan atas gerakan itu, asalnya dari dan berpadu dengan Rohani, dengan Yang Maha Kuasa.
Buat ahli Dialektika yang berdasarkan Benda, Hukum Berpikir pertentangan yang mengandung seluk-beluk, tempoh dan gerakan itu tiada lain, melainkan Hukum Gerakan Benda pada Alam kita yang membayang pada otak manusia, sepeti benda membayang pada cermin.
- Hegel memulangkan semua benda yang nyata itu pada Absolute Idee. Absolute Idee itulah yang membikinnya seperti Maha Dewa Rah menitahkan, memfirmankan semua Benda yang ada.
Buat ahli Dialektika berdasarkan Benda, Absolute Ideenya Hegel itu tak lain, melainkan satu Abstraksi. Satu perimpian. Lebih tegas lagi satu pemisahan antara Benda dan Sifatnya, pemisahan Benda dan Pikiran, seperti dilakukan oleh David Hume. Pemisahan Benda dengan Gerakan inilah yang menentukan keadaan Benda. Semua Undang tentangan Gerakan yang membayang dalam otak manusia itulah yang diabstrakkan, dipisahkan dari Benda. Sebab satu-satunya orang itu fana, hidup dan mati, maka oleh Ahli Mystika dicarilah barang yang baka, tetap. Dari sinilah pemisahan abstraksi tadi berasal. Bukan asalnya dari Undang Gerakan Benda yang membayang pada otak kita, melainkan dari Absolute Idee, Rohani, Maha Kuasa, Maha Dewa, Maha Budha, dsb yang tak bergerak itu.
- Menurut, Hegel, maka kemajuan masyarakat kita ini berasal dari kemajuan pikiran semata-mata. Pikiran kita ini berjumpakan pertentangan dalam otak, umpamanya adil dan lalim. Dalam bahasa Hegel ini berupa thesis dan anti-thesis, adil dan anti-adil ialah lalim. Pertentangan ini diselesaikan dalam otak, dengan mendapatkan pengertian baru sebagai synthesis, yakni peleburan dari thesis dan anti-thesis. Kita misalkan saja peleburan, synthesis itu “Kemakmuran bersama”. Pengertian “Kemakmuran Bersama”, yakni hasil pikiran yang didapat dalam otak ini, akhirnya memajukan benda, memajukan politik, ekonomi, didikan dan tehnik, pesawat dari masyarakat.
Menurut ahli Dialektika yang berdasarkan benda, kejadian itu berlaku sebaliknya. Bukan mulanya berlaku dalam otak semata-mata, melainkan permulaan dalam masyarakat. Pertentangan dalam Masyarakat itu diantara yang Berpunya dengan Tak Berpunya, dipertajam oleh pesawat yang pesat majunya. Kemajuan tehnik yang pesat itu menambah Kaya dan Kuasa yang Kaya dan yang Kuasa dalam masyarakat. Sebaliknya menambah miskin dan lemahnya Kaum Tak Berpunya. Perpaduan baru, synthesis itu didapat dalam masyarakat juga. Synthesis, perpaduan baru itu berupa “Kepunyaan Bersama”, atas perkakas menghasilkan buat mendapat: “Kemakmuran Bersama”. Synthesis inilah yang membayang dalam otak. Akhirnya politik buat mendatangkan Masyarakat Baru berdasarkan “Kepunyaan Bersama” buat “Kemakmuran Bersama” inilah yang mengemudikan klas Tak Berpunya.
- Menurut Hegel kemajuan pikiran itulah yang mendorong kemajuan Ilmu, seperti Ilmu Alam, Kodrat, Kimia, Politik, Ekonomi, Sejarah dan Masyarakat sendiri.
Contoh dengan tiga kesetaraan diatas, ahli Dialektika berdasarkan benda berpendapatan sebaliknya. Kemajuan dalam masyarkat disebabkan kemajuan pesawat itulah maka kecerdasan itu bertambah-tambah. Kalau kemajuan pesawat itu tak ada, maka otak seperti kepunyaan Aristoteles dan Demokrit, tak bisa melampaui batas yang sudah dicapai oleh kedua manusia luar biasa ini. Pemikir besar di Timur seperti Budha Gautama, di kaki gunung Himalaya, Guru Kung di daerah Sungai Kuning, Ibnu Resj di Granada dll, walaupun berapa cerdas dibandingkan dengan orang dalam Tempoh dan Masyarakatnya, semuanya (terpaut pada) dibatasi oleh kemajuan pesawat dalam masyarakatnya. Otak cerdas semacam itu tentu akan mendapatkan hasil lain, kalau dilatih dan dilaksanakan dalam Zaman Listerik kita ini.
Cukuplah sampai disini keterangan. Walaupun Hegel mendasarkan Dialektika itu pada Idee, pikiran tiadalah ia melupakan barang yang nyata. Tentu dia tiada bisa melupakan sebab sifat Dialektika, seperti didefinisikan Hegel sendiri, masuk-memasuki, kena-mengenai, in einander ubergeben: Yang berupa tercerai itu kena mengenai dan dengan begitu membatalkan perceraian.
Sebab itu, meskipun Absolute Idee tadi, Rohani tadi, yang membikin, yang nyata pada salah satu tempat Hegel berkata: Keadaan Ekonomi itu menjadi sebab, yang memakai pikiran sebagai perkakasnya. Jadi pada satu tingkat atau tempoh, keadaan Ekonomi tadi mengemudikan pikiran Manusia. Disini Hegel berjumpa dengan ahli Dialektika atas benda.
Sebab Hegel konsekwen, terus memakai “kena mengenai” dalam pertentangan itu, maka hasil pemeriksaannya selalu mengambil perhatian, Feurbach, jembatan antara Hegel dan Marx, sesudah melemparkan Idealisme Hegel, melemparkan pula Dialektika, kurang hasilnya, jayanya, dari bermula, ketika ia masih memakai Dialektika.
Pun Marx tak meninggalkan pengaruh dan kepentingan pikiran. Pada satu tempat dia juga akui kepentingan pikiran itu dengan: “Pada satu ketika pikiran itu menjadi kodrat yang berlaku atas keadaan ekonomi”. Marx tak melupakan seluk-beluk, kena-mengena, pukul baliknya, antara pikiran dan benda, paham dan masyarakat. Bahwa Marx itu automatis, yakni Cuma memperhatikan pengaruh benda atas pikiran, tidak sebaliknya pikiran atas benda, ini datangnya dari Anti Marx, yang pernah membaca atau “cuma” mendengarkan Materialisme “masa dahulu”.
Pasal 4. MATTER DAN IDEE
Apakah Matter dan apakah Idee itu dalam Dialektika ? Yang Matter, yang benda dalam Ilmu Bukti seperti dulu sudah kita katakan, yaitu yang mengenai pancaindera kita. Jadi yang nyata, yang boleh dilihat, didengar, dikecap, diraba, dicium. Yang idee, ialah bentuk pengertian atau pikiran kita tentang benda tadi dalam otak kita! Benda adalah diluar otak kita dan pikiran itu sebagai bayangan dari benda tadi adalah dalam otak kita.
Dalam hal hari-hari mudahlah kita melaksanakan bayangan benda itu dalam otak. Bola itu berbentuk bulat dalam otak ktia. Salju mengandung pengertian putih dan dingin dalam pikiran kita. Kinine mengandung pengertian pahit. Keroncong mengandung pengertian bunyi yang merdu.
Tetapi berangsur-angsur terlaksanalah bayangan benda yang berhubungan dengan masyarakat dalam pikiran kita. Pertama: Apakah benda dalam masyarakat itu? Apakah yang jadi condition, benda yang penting, jadi alat adanya buat ada dan terus adanya pikiran dalam otak kita itu? (Dulu acapkali). Benda yang ditermine, artinya yang menentukan pikiran. Sekarang kata ditermine, menentukan itu, oleh ahli Dialektika dianggap amat mekanis, amat berupa mesti: berupa, kalau ada ini “sebab”, mesti ada itu kejadian, kalau tak ada itu “sebab”, maka tak timbul pula kejadian itu akibat. Disini “Rohani”, jadi berupa sebab dan “Jasmani” jadi bikinan. Ahli Dialektika sekarang memakai kata (nama pekerjaan) condition, artinya sebaagi alat yang penting saja.
Siapa yang pernah membaca karangan berdasarkan Dialektika, tentu sering bertemu dengan kalimat: Keadaan ekonomi itu jadi alat ada dan terus adanya pikiran itu. Jadi ekonomilah disini yang dianggap sebagai benda. Ekonomi itu adalah terdiri dari beberapa tiang, bagian penting, seperti : a. Produksi, penghasilan ; b. Distribusi.
1.Sifat khususnya bagian Bumi dan Iklim ; 2. Bentuknya pesawat ; 3. Keadaan Ekonomi ; 4. Klas yang memegang Politik Negara. Keempat bagian inilah yang menjadi benda. Memang semuanya barang yang nyata. Keempat bagian inilah yang jadi alat buat adanya pikiran, paham atau pengertian tentang masyarakat itu.
Apakah pula yang jadi bagian penting dari pikiran dalam otak itu, sebagai bayangan dari benda masyarakat tadi? Ini terdiri dari perkara : 1. Psychology, Tata Kodrat Jiwa ; 2. Impian, Idaman Manusia. Tata Kodrat jiwa itu terbagi pula atas Pengetahuan, Perasaan dan Kemauan. Idaman atau Impian itu terdiri atas Perasaan atau sentimen cara berpikir dan Pemandangan Hidup.
Dipasang menjadi kalimat Dialektika, maka sekarang kita peroleh: 1. Sifat terkhusus dari Bumi dan Iklim; 2. Bentuk Pesawat; 3. Keadaan Ekonomi; dan 4. Klas yang memegang Politik Negara. Keempat benda inilah yang jadi alat buat adanya: 1. Tata Kodrat Jiwa dan 2. Idaman ; atau keempat benda itulah yang jadi lantai dari bangunan fikiran. Atau, keadan masyarakat menjadi alat pikiran adanya paham masyarakat.
Tetapi ini berupa formule, simpulan mekanis, seperti mesin, berupa uraian Dr. Gorter, penulis Historisch Materialisme, salah ssatu dari komunis Belanda yang sebelum bercerai dengan Internasionale ke III dianggap sebagai Theorieticus, ahli Teori Eropa Barat.
Marx biasanya membalikkan perkara itu. Buat Marx tidak saja keadaan masyarakat menjadi alat adanya paham masyarakat, tetapi paham tadi pada satu ketika membalik mempengaruhi masyarakat. Pada tingkat pertama memang benda menentukan pikiran, tetapi sesudahnya itu pikiran itu melantun, membalik mempengaruhi benda. Lebih dahulu hal ini sudah kita sebutkan. Seperti pada Hegel juga pada kena-mengenanya benda dan pikiran. Cuma buat Hegel Idee, pikiran itulah yang pertama, sedangkan buat Marx ada sebaliknya.
Yang pura-pura tahu atau tiada tahu perkara itu, ialah mereka yang berkepentingan buat memusuhi Marxisme. Nanti akan saya laksanakan kena-mengenanya benda dan pikiran itu dengan beberapa kutipan dari tulisan Marx sendiri.
Sebelum penglaksanaan tersebut, diatas itu saya lakukan lebih dahulu, saya mesti uraikan satu perkara yang terkhusus, yang Marx anggap seperti benda. Oleh Feurbach, pemikir yang berjasa besar buat Materialisme dan buat Marx dan Engels terkecualinya, perkara ini tidak dianggap sebagai benda, melainkan sebagai Idee. Perselisihan paham itulah yang menimbulkan thesis, simpulan Marx yang amat masyhur. Inilah karangan pusaka Marx tentangan hal filsafat yang saya ketahui, dan inilah pula susunan yang terutama dipakai oleh pemikir sejawatnya, Co-creator Engels, Mohring dll. Marxisten.
Yang jadi perselisihan antara Marx dan Feuerbach pada ketika itu, ialah perkara yang dinamai Wirklichkeit, Sunlichkeit ialah yang nyata itu. Thesis pertama maksudnya: “Kesalahan semua ahli filsafat sampai sekarang ini diantaranya termasuk Feurbach, ialah memandag yang nyata itu sebagai objek, buat peramatan saja, tidak sebagai Fatigkeit, perbuatan manusia tidak sebagai Praktek-Manusia”.
Baginilah maksud thesis bagian bermula dan pertama. Jadi buat Marx menscheljk, Fatigekeit itu, perbuatan manusia, mesti dipandang sebagai yang nyata, jadi yang sebenarnya, Wirklichkeit, satu kenyataan sebagai benda. Perhubungan tani dan yang kalanya dengan tanah, mesti dianggap sebagai benda, tenaga yang keluar dari mata memandang-mandang bintang, dari pelajar Indonesia ke Madagaskar atau Amerika Tengah lebih dari 2.000 tahun dahulu, seperti juga pelajaran yang jauh dan berbahaya itu sendiri mesti dianggap sebagai yang nyata, yang sebenarnya. Bukan orang Indonesia dan sampannya saja mesti dianggap yang nyata, dianggap benda, tetapi begitu juga segala aksinya, pekerjaannya dan perbuatannya. Bahwa aksi kerja manusia itu benda yang nyata, tiadalah bisa dibantah sekarang karena Fatigketi. Kerja itu memang memakai energy, kodrat, labour atau tenaga.
Feuerbach memandang aksi manusia itu dari penjuru Idealisme, dari penjuru pikiran semata-mata. Sebab itu hasil pemandangannya juga abstrak, terpisah seperti hasil pemeriksaan Hume. Juga Feuerbach menghendaki yang nyata, tetapi dia tiada menganggap pekerjaan manusia itu sebagai yang nyata, yang sebenarnya, Wirklichkeit, Sinlichkeit. Sebab itu Feuerbach dalam bukunya bernama: “Das Wesen das Christentums” cuma “Theoritisch Verhalten”, perhubungan dalam teori yang suci, yang rechtmenschliche, yang cocok drngan kemanusiaan. Sedangkan praktek sehari-hari, pekerjaan atau kelakukan biasa, dia anggap seperti kotoran Yahudi saja.
Buat Marx tentulah pekerjaan, kelakuan, perbuatan sehari-hari yang berhubungan dengan percaharian hidup itulah yang nyata, yang sebenarnya. Bukan yang diimpikan dalam buku atau teori saja. Kotor atau bersihnya pekerjaan atau kelakuan Yahudi misalnya, tergantung pada penjuru pemandangan. Juga tergantung pada keadaan hidup.
Sebab Feuerbach tiada memandang pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, maka ia tinggal memimpikan manusia yang suci, yang tercerai dari masyarakat, satu Resi. Sedangkan Marx menganggap yang ada itu, pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, menuntut revolusi masyarakat dan ekonomi sebagai satu perjanjian buat manusia baru.
Begitulah kira-kira makna thesis pertama itu, walaupun seluruhnya thesis itu sudah lebih dari 20 tahun dalam “jembatan keledainya” peringatan, saya tiada mau menyalin begitu saja ke dalam bahasa Indonesia. Salinan rapi satu persatu kata, dari Jerman ke Inggris saja sudah begitu susah, dari Jerman ke bahasa Italia boleh dbilang perkara mustahil, apalagi dari Jerman ke Indonesia, satu bahasa Timur. Selain kesusahan salin-menyalin, juga kesusahan makna. Sepak terjangnya Marx menulis, tentulah sepadan dengan sepak terjangnya Pujangga Jerman dalam lingkunagn kesusasteraan dan filsafat Jerman. Sebab itu saya ambil isinya saja dengan tambahan disana-sini buat penjelasan. Perkara yang tak berhubungan dengan masyarkat kita dan ketenagaan panjang yang susah dimengerti, saya singkirkan saja. Dan saya kira arti yang tepat tiada saya lupakan.
Thesis ke-2 mempersoalkan apakah dalam berpikir ada termasuk gestandlichtkeit, yang nayta kebendaan, menurut kata Marx, yakni, bukanlah persoalan teori, bahwa melainkan persoalan praktek. Cuma dalam praktek, nyata atau tak nyata orang tahu manusia itu berpikir. Maksudnya Marx sudah tentu pikiran yang membawa aksi, membawa kekuasaan seperti pikiran revolusioner (atau pikiran yang berhasil membawa perubahan masyarakat seperti pikiran Edison dll) bukan impian satu Resi.
Bagian akhir dari Thesis ke-3 juga berarti: Mengubah masyarakat dan Fatigketi itu, yang hanya boleh diartikan dengan aksi revolusioner, pekerjaan pemberontakan.
Persoalan apakah manusia berpikir itu ada atau tidaknya Gegenstandlichkeit, kebendaan kata Marx seterusnya, adalah hasil yang semata-mata scholastic (cara berpikir Zaman Tengah yang selalu dihubungkan dengan agama Christen). Kita masih ingat, pada bagian bermula pada buku ini. disana pikiran itu berasal dari Rohani dan Jasmani, Dewa Rah yang kosong itu dengan firmannya Ptah bisa menimbulkan Bumi, Bintang, kodok ular, ya apa saja benda, Gegenstandlichkeit, di alam kita ini. Filsafat Christen pada Zaman Tengah yang mengasalkan pikiran manusia itu pada Rohani, Logosnya Plato, tentulah pula terganggu oleh persoalan: Adakah pikiran manusia itu mengandung zat atau benda pula?
Pada Thesis ke-5 kekurangan Feuerbach dikemukakan lagi. Bunyinya Thesis ini: Feuerbach yang tiada puas dengan berpikir terpisah “abstract denken” lari kepada yang nyata, tetapi dia tiada mengganggap perbuatan pekerjaan manusia itu sebagai perbuatan yang praktis dan nyata sebagai “Practisch critische Fatigkeit”.
Thesis ke-7 menerangkan bahwa: Kehidupan itu sebetulnya praktis berdasarkan pekerjaan manusia, nyata. Semua kegaiban tentang kehidupan itu, bisa dilemparkan kegaibannya kalau praktek hidup sehari-hari dipelajari. (Pendeknya tak ada yang gaib). Semua berasal dan berurat pada penghidupan mencari makanan, minum dan kesenangan. Kegaiban yang terdapat ialah bikinan Logika Mystika belaka.
Thesis ke-9 berarti : Materialisme kolot termasuk Materialisme Feuerbach, yakni materialisime yang tak mengakui perbuatan manusia itu sebagai yang nyata, berpuncak pada pemandangan seorang individu, pada masyarkat borjuis (Pemandangan semacam ini seperti pemandangan idealis Hume juga abstrak, terpisah dari masyarakat).
Pada Thesis ke-10 Marx mengambil kesimpulan yang penting. Menurut Marx maka Materialisme kolot itu ialah pemandangan borjuis yang individualistis, terpisah dari masyarakatnya. Sedangkan pemandangan Materialisme Baru berdasarkan masyarakat, berdasarkan seseorang dalam masyarakatnya bersama, kolektif.
Akhirnya pada Thesis ke-11 pada Thesis penghabisan, seperti biasa ia menutup karangannya dengan seruan gegap gempita, tidak saja lagi sebagai pemikir, tetapi sebagai pemimpin Proletar Dunia: “Ahli Filsafat sudah menterjemahkan Dunia ini berlainan satu dengan lainnya. Yang terpenting ialah mengubah dunia ini”.
Jadi sebagai Thesis penutup Marx kembali lagi pada perbuatan Fatigkeit. Begitulah pentingnya perbuatan manusia itu sebagai benda dianggap oleh Marx, sehingga 8 Thesis diantara 11 Thesis yang kita bicarakan diatas langsung berhubungan dengan perbuatan itu. Tiga Thesis sisanya dan sebagian dari beberapa Thesis yang saya majukan diatas, tiadalah langsung berhubungan. Sebab itulah diatas tiada pula kita uraikan maknanya.
Kembali kepada perkara kena-mengenanya perkara perlantunan benda dan paham, maka dibawah ini saya coba memberi diagram, gambaran tentang perlantunan itu:
DIAGRAM
- Tata Kodrat Jiwa ..............................................................b) Idamanan Paham.
Perbuatan.
- Sifat Bumi dan Iklim.
- Bentuk Pesawat.
- Keadaan Ekonomi.
- Keadaan Politik.
KETERANGAN :
4 Perkara dibawah (1,2,3,4) yang dianggap benda menjadi dasar. Dua perkara (a dan b) menjadi Gedung pikiran. Yang 4 dibawah membayang ke atas, ke pikiran lihat panah ke 1. Pikiran melantun mengenai mengubah dasar dengan Perbuatan. Lihat panah ke 2. Perbuatan ditaruh diantara Benda dan Pikiran, sebab memang perbuatan yang berhasil mesti berpadu dengan pikiran berhasil pula. Jadi perbuatanlah yang mempertalikan benda dasar dengan pikiran, yakni pada tingkat ke 2.
Pasal 5. PELANTUNAN (MASYARAKAT DAN PAHAM).
Satu anak menjatuhkan bola dari tangannya ke tanah. Bola naik kembali memukul tangannya. Inilah yang saya maksudkan dengan “melantun”, Si anak memukul bola yang melantun tadi dengan telapak tangannya. Makin keras dia memukul, makin kuat perlantunannya.
Begitulah kira-kira kena-mengenanya benda masyarakat dengan pikiran manusia menurut Dialektika Materialisme.
Kedasar laut dekat Merqui, menjelang Rangoon, saya jatuhkan beberapa buku peringatan saya, di dalamnya bermacam-macam catatan dari buku berdasarkan Dialektika dan Science. Catatan itu mau saya pakai buat “misal” dalam buku seperti yang saya tulis sekarang. Dalam buku itu mesti banyak misal yang saya boleh pakai berhubung dengan pasal seperti diatas. Tetapi yang sudah hilang semacam itu tentulah tiada berguna disesali lagi. Apalagi kalau nyata kehilangan itu dibayar dengan keselamatan diri saya. Seperti sudah saya bilang pemeriksaan douane Rangoon teliti sekali.
Catatan yang dikumpulkan bertahun-tahun dari pelbagai macam buku, majalah dan surat kabar, tentulah tiada bisa dikumpulkan kembali dengan segera. Tetapi walaupun ada hak buat membaca kembali, pekerjaan itu tiada bisa dilakukan sekarang sebab memangnya bermacam-macam buku itu tak ada dan selama perang ini mustahil bisa diadakan. Kalau besokpun perang selesai, tak juga bisa diadakan lebih kurang dari 6 bulan, kalau uang ada pula.
Buat penglaksanaan pasal diatas, saya terpaksa pakai cuma tiga catatan, yang saya anggap cukup buat maksud ini. ketiganya cuma tersimpan dalam “jembatan keledai” peringatan saya, sudah bertahun-tahun. Tiada heran kalau sedikit mendapat perubahan. Bajapun berkarat kalau terlampau lama disimpan.
Pembaca yang terhormat tentulah akan berbaik hati memberi peringatan kepada saya. Dengan begitu kesalahan boleh dibetulkan pada cetakan kedua.
MISAL PERTAMA :
Pada Thesis ke 3 dari 11 Thesisnya Marx, yang sebagian sudah saya sebut dahulu, kita bejumpa dengan perlantunan itu. Bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu ialah hasilnya dari suatu masyarakat, dan orang lain hasilnya masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula. Begitulah si pendidik dididik.
Bagaimana tepatnya perlantunan itu digambarkan oleh thesis, yang belum dikoreksi oleh Marx itu dan digali oleh Co-creatornya Frederich Engels. Mula-mula masyarakat itu menghasilkan satu bentuk orang. Seseorang yang berfaham begini atau begitu, berperasaan begini atau begitu, bertabiat begini atau begitu dan akhirnya beridaman begini atau begitu. Akhirnya idaman itu, cita-cita itu menyala berkobar begitu keras dalam hatinya sehingga bisa menggerakkan pesawat kemauannya buat bekerja mengubah masyarakatnya. Dengan perbuatan revolusioner itu timbullah pula masyarakat baru. Begitulah mula-mula masyarakat mendidik orang tadi menjadi revolusioner dan akhirnya revolusioner tadi mendidik masyarakat itu sendiri jadi masyarakat baru. Perlantunan itu sudah berlaku : Si pendidik dididik pula.
Contoh semacam ini tentulah dengan gampang bisa digali dari sejarah Dunia, terutama sejarah Inggris, Perancis dan Rusia. Tetapi tak ada salahnya kalau kita meninjau kemasyarakat mereka, yang dimata kita sekarang sangat turun derajatnya. Tiada sifat kita, cuma mengemukakan yang busuk saja.
Berabad-abad Lautan Utara yang dahsyat itu mengancam penduduk Tanah-rendah, rendah dari pada lautan Nederland. Berapa korban yang mesti diberi buat menduduki tanah berbahaya, tetapi subur itu. Demikianlah Sang Samudra mendidik Belanda menjadi pelayar, penangkap ikan dan akhirnya penjajah yang berani, tabah, dan insinyur air yang tak ada bandingannya di dunia. Setelah Belanda terdiri, maka kepintarannya dipakai buat menguasai lautan itu. Mereka tiada senang dengan dijknya, parti-lautnya saja dan tanah subur yang dilindungi dijk yang kukuh itu, melainkan dia dengan Ilmu Airnya yang tinggi mengeringkan laut Zuiderzee menjadi Propinsi yang baru. Juga disini si pendidik dididik.
MISAL KEDUA (MARX)
Kodrat menghasilkan pesawat itu mempertinggi kekuasaan manusia atas Alam kita ini. Ini membikin perhubungan baru antara manusia dan Alam. Pada zaman Julius Caesar orang Inggris bertabiat lain dari pada orang Inggris zaman sekarang, zaman Industri. Jadi tabiat manusia itu memang tiada tetap.
Beginilah salah satu catatan dari Karl Marx dalam buku Plechanoff: Fundamentals of Marxism. Tak usahlah kita pergi ke negeri Inggris buat memeriksa arti yang lebih dalam dari kalimat diatas. Memang bangsa Inggris pada zaman Caesar tiada aktif seperti zaman Industri ini. Mereka tiada memandang Alam itu sebagai benda yang bisa dirubah, melainkan sebagai benda yang mesti dijunjung, disembah saja. Marilah kita ambil misal dari bangsa yang dekat pada Bangsa Indonesia ini: Ialah Bangsa Jepang.
Belum selang berapa lama bangsa Jepang cuma tunggu saja apa kemauan Alamnya. Gempa bumi yang disana maha dahsyat itu memang datang semau-maunya saja, tak bisa diketahui oleh Jepang Zaman kolot. Selain dari berpangku tangan menunggu datangnya Sang Gempa, berterima kasih pada Yang Mahakuasa, kalau korban harta dan jiwa tiada lebih banyak dari yang dideritanya. Selain dari pada berserah itu Jepang Kolot tiada bisa berlaku! Tetapi industri yang pesat majunya dan berhubungan dengan ini ilmu Bukti dan Pesawat yang pesat pula mengembangnya, mengubah tabiat bangsa Jepang dari orang penunggu berpangku tangan “menjadi manusia” menyingsingkan lengan baju, bersiap sebelum hujan. Sekarang rumah dan gedung didirikan menurut pesawat dan ilmu baru, dan datangnya gempa itu bisa diketahui dengan perkakas gempa. Disini juga nyata pesawat itu mempertinggi kekuasaan bangsa Jepang atas Alam itu. Juga nyata pesawat itu mengubah sifat passief, penerima, menjadi aktif, penyerang.
Gempa pada tingkat bermula mendidik orang Jepang menjadi ahli gempa. Pada tingkat kedua daerahnya gempa itu oleh ahli gempa dijadikan daerah, dimasa sang gempa, walaupun belum lagi terbasmi, tetapi sudah berkurang, terkendali. Perlantunan juga berlaku di Jepang. Pada negeri yang dahulunya damai, penerima dengan senyum seperti senyumnya bunga Chrisantium, bangsa Sakura.
MISAL KETIGA (MARX).
Manusia itu dengan berlaku atas Alam diluar dirinya sendiri menukar Alam itu dan akhirnya menukar dirinya sendiri. Dalam beberapa ratus tahun dibelakang ini, penduduk Jawa tak perduli atas pimpinan bangsa lain atau tidak! Sudah menukar Jawa berhutan rimba lebat, menjadi “Kebun Asia”.
Dahulu Indonesia Jawa terkenal sebagai perantau, pemindah pelajar dan pedagang sampai ke benua Afrika dan Amerika Tengah. Sekarang itu ternama sebagai penduduk “honkvst blijft zitten in zijn dessa”, melekat pada desanya, sesudah bermacam tipuan halus atau kasar dijalankan, baru dia tinggalkan desanya buat pergi ke “Seberang”, sedangkan dahulu kala seberang ini dianggap tak berapa jauh dari dapurnya, sekarang Seberang itu berupa Negeri entah-berentah, entah dimana letaknya dan entah berapa jauhnya dari desanya.
Tiada mengherankan, pada Zaman dahulu dia meninggalkan desa juga, terutama juga sebab tiada jauh dari desa itu ada rawa yang selalu mengancam dia dengan penyakit demam kura atau hutan rimba yang penuh ular dan macan yang berbahaya kalau dilalui, laut Jawa yang boleh dibilang tenang dan penuh ikannya, melambaikan ombaknya putih-putih memanggil dia, mengombak mengayunkan dia ke pantai pulau lain di Indonesia dimana penghidupan sebagai petani, penangkap ikan atau pedagang cukup memadai. Pulang balik dari pantai ke pantai menjadikan dia pelajar yang berani, cakap dan cinta pada ombak dan hawa laut. Dengan berangsur-angsur ia menyeberangi kedua Samudera Besar di dunia ini, dan seberang-menyeberang itu menjadi kebiasaan yang tiada bisa lagi diceraikan dengan impian, idaman serta pemandangan dunianya.
Tetapi rawa, hutan dan rimba beberapa abad di belakang ini sudah bertukar menjadi sawah, ladang dan kebun. Pohon sawoh yang lebat buahnya, pohon manggis yang rindang itu disudut rumahnya, sawah dengan padi yang menghidupkan pengharapannya dan akan bininya, bunyi gamelan yang menghentikan lelahnya, semuanya ini mengikat hati dan pikirannya pada desanya. Walaupun desanya sudah sesak padat, tanah dan terkanya tak mencukupi lagi, dan kebun yang besar-besar bukan kepunyaan dia serta tindakan dan isapan merajalela, tetapi hatinya masih terikat oleh desanya.
Perubahan hutan rimba menjadi sawah, kebun tadi, menukar penduduk Jawa umumnya dari perantau menjadi pelekat desa. Tetapi perlantunan Dialektika masih berlaku dan syukurlah akan terus berlaku. Sekarang sudah kelihatan akibatnya.
Dengan semuanya sendiri atau tidak, pada beberapa puluh tahun di belakang ratusan ribu Indonesia Jawa terpaksa meninggalkan desanya buat pergi ke seberang. Di Seberang terutama Sumatera mereka sekarang banyak jadi tani makmur, yang lebih sehat dan pintar dari kawan sejawatnya di desa Jawa. Di jalan dari Medan sampai ke Lampung saya bertemu dengan mereka, yang sekarang “honkvast” terletak pula pada sawah ladang, rumah dan kebunnya yang baru, lebih besar dan lebih berhsil dari di Jawa. Banyak diantara mereka kalau “pulang” ke Jawa, lekas pulang kembali ke Sumatera, karena tiada senang lagi pada desanya dulu. Banyak pula yang balik “pulang” ke Seberang itu, walaupun dengan perahu layar saja. Kalau tiada begitu susah seperti sekarang di bawah pemerintah Balatentara Jepang ini dia akan membawa teman baru ke “Seberang” itu.
Desakan penduduk di Jawa, yang bertambah dengan 500.000 setahun, pada hari depan akan menjadi persoalan; pindah ke Seberang itu, satu persoalan yang hangat dan penting sekali. Pemindahan itu kelak akan menukar semangat “melekat pada desa itu” jadi perantau seperti penduduk Jawa sebelum Zaman Hindu, atau Minangkabau dan Bugis Sekarang.
Kita lihat pada perlantunan yang kedua. Jawa sebagai Kebun Asia menyebabkan penduduk sesak. Penghidupan bertambah susah dan pemindahan (walaupun diadakan industralisasi) menjadi persoalan penting dan hangat. Pemindahan akan berangsur-angsur mengubah sifat “pelekat” ke desa itu menjadi “perantau” mula-mula ke Seberang, kemudian siapa tahu ke seluruh pelosok dunia, seperti pada Zaman Besar Bangsa Indonesia Asli ialah zaman sebelum Hindu. Juga disini penduduk Jawa menukar sifat Alamnya dengan begitu menukar tabiatnya sendiri.
Marx tiada perlu menukar lain lagi. Tiga simpulan diatas saja sudah lebih dari cukup buat menggambarkan perlantunan antar Benda dan Pikiran dalam Dialektika Materialistis itu. Perlantunan antara Benda masyarakat dengan pikiran atau paham manusia adalah terang sekali. Tidak saja benda masyarakat jadi alat adanya pikiran itu, tetapi sebaliknya kelak Pikiran atau paham manusia dalam masyarkat itu melantun jadi alat adanya Masyarakat Baru.Tuduhan bahwa dalam Marxisme, pikiran itu semata-mata mekanis menerima saja seperti mesin jalan kalau ada kodrat dan berhenti kalau kodrat (uap atau listerik) itu berhenti, tuduhan semacam itu tak beralasan sama sekali.
Saya pikir perkataan kita perlantunan cukup jitu buat menggambarkan kena-mengenanya Benda dan Pikiran dalam masyarakat itu. “Tanah” dalam misal kita diatas, tiadalah menerima saja bola yang dijatuhkan atau dipukulkan si anak. Melainkan ia melantunkan bola itu kembali, makin kuat datangnya bola, makin deras lantunnya. Begitulah pikiran tadi tiada berhenti, berpangku tangan saja, menerima bayangan masyarkat, seperti cermin menerima bayangan benda, melainkan melantun mengubah masyarakat itu sendiri.
Pasal 6. BENDA (MASYARAKAT) MENGENAI PIKIRAN.
Misal dari pasal ini banyak sekali. Di dalam penghasilan otaknya Karl Marx yang terutama, yang tetap akan jadi tanda peringatan dalam sejarahnya para ahli pikir dunia , ialah “DAS KAPITAL”, penuh contoh, dimana benda masyarakat itu menjadi alat adanya dan terus adanya pikiran itu. Banyak sekali contoh yang saya kumpulan dalam buku peringatan yang dicemplungkan ke laut dengan Merqui itu. Tetapi beberapa misal di bawah ini sudah cukup buat penglaksanaan itu.
Dalam pasal Filsafat sudah saya uraikan, bahwa buat Hegel, Absolute Idee, Rohani itulah yang “membikin” sejarah masyarakat manusia. Sedangkan buat Marx pertarungan klas dalam masyarakat itulah yang memajukan masyarakat itu dari tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Demikianlah sejarah menyaksikan perubahan masyarakat perbudakan (Yunani, Romawi) berubah, bertukar menjadi masyarakat Feodalisme keningratan (Eropa pada Zaman Tengah dan Majapahit). Zaman Feodalisme itu berubah, bertukar pula menjadi Zaman Kapitalisme, Kemodalan yang masih umum sekarang. Sedangkan akhirnya Zaman setengah Feodal dan setengah Kapitalisme itu di Rusia pada tahun 1917 berubah, bertukar menjadi Zaman Sosialisme, berdasarkan Kolektivisme tolong-bertolong ..............sampai ke zaman Komunisme.
Bermula pada Zaman perbudakan, kaum budak itulah yang bekerja buat mengadakan hasil Negara. Budak itu dianggap seperti benda mati atau sebagai Hewan dipunyai manusia lain. Seperti barang yang dipunyai boleh pula dibeli atau dijual.
Kaum serve pada Zaman Feodal, tiadalah manusia yang boleh dijual atau dibeli lagi. Tetapi mereka terikat pada tuan Lord, Ningrat, tuan Tanah. Mereka bekerja buat Tuan Tanah itu. Selebih dari hasil yang perlu buat dipakainya dengan anak isterinya, mesti dipulangkan pada Tuan Tanah. Serves tadi tinggal di desa dan gandengannya journey-men tinggal di kota. Journey-men ini terikat pada guildmaster, kepada dari kumpulan tukang yang mempunyai Undang yang keras dan kaum buruh pada Zaman kapitalisme kita ini tiadalah boleh dijual atau dibeli seperti budak. juga tiada terikat pada tanah atau kumpulan tukang seumur hidupnya. Mereka diakui merdeka oleh Undang-undang Negara. Mereka merdeka menjual atau tak mau menjual tenaganya buat mencari penghidupannya dan anak bininya. Tetapi sebab dia tiada berpunya, tak mempunyai perkakas, tanah atau modal sendiri, buat bekerja jadi tuan sendiri, dia terpaksa menjual tenaganya pada mereka kaum modal, yang mempunyai perkakas, mesin atau modal. Atau pada Tuan Tanah yang mempunyai tanah. Sebab persaingan mencari kerja dari pada kaum tak berpunya keras sekali, harga tenaganya amat rendah sekali. Tetapi buat hidup mereka mesti terima berapapun rendahnya harga tenaganya itu. Disini mereka bekerja, kuatnya menurut kemauan kapitalis dan lamanya menurut kemauan Kapitalis juga. Dari hari kesehari mereka menghasilkan dari harga tenaganya, dari gaji yang diterimanya dari kapitalis, Nilai Lebih (Merhrwert : Karl Marx). Itu semua masuk ke dalam kantong kapitalis, yang sehari kesehari bertambah kaya dan bertambah kuasa.
Pada Zaman Pekerja, zaman kolektivis, tenaganya tidak merdeka lagi buat dijual belikan. Tenaganya sudah dikumpulkan menjadi Tenaga Negara yakni Negara Kaum Pekerja. Begitu juga perkakas, menghasilkan seperti tanah, logam bahan pabrik, bengkel, kereta, kapal laut, kapal udara, gudang dll, tiada lagi kepunyaan seseorang atau kepunyaan satu klas, melainkan sudah kepunyaan Negara. Tenaga buat Negara itu menggerakkan perkakas Negara buat mendapatkan hasil untuk Negara, ialah Negara Pekerja.
Pada zaman Perbudakan, pertarungan itu terjadi antara Budak dan Tuan. Peraturan ini sengit sekali pada masyarakat Rumawi. Pada zaman Feodalisme, pertarungan itu berlaku antara Budak serves melawan Ningrat dan Raja dan Journeymen melawan Guild-master disampingnya. Pertarungan itu berpuncak pada Revolusi Inggris, pada pertengahan abad ke XVII dan pada Revolusi Besar di Perancis pada hampir penghabisan abad ke XVIII. Akhirnya pada Zaman Kemodalan kita ini, pertarungan antara Proletar dan Kapitalis itu berlaku di Rusia pada tahun 1917, ialah permulaan abad ke XX.
Walaupun semua macam pertarungan tadi bersifat pertarungan klas juga, tetapi sebab sifat klas di dalam masyarakat tadi berubah bertukar, maka berubah bertukarlah pula sifatnya pertarungan itu. Dengan bertukarnya masyarakat, bertukarlah pula klasnya, dan dengan begitu bertukarlah pula lakonnya pertarungan klas itu dalam sejarah masyarakat itu. Pertarungan Budak menentang Tuan pada Zaman masyarakat Romawi, bertukar pertarungan Serves dan Journeymen menentang Tuan Tanah serta Raja dan Tuan perkumpulan Tukang dan pada Zaman Tengah. Pertarungan terakhir ini bertukar menjdi pertarungan Proletar menentang Kapitalis pada Zaman Kemodalan ini.
Apakah perkara atau benda yang bertukar sifat masyarakat klas dan akhirnya menukar sifat pertarungan klas itu ?
Kata Marx: “Orang itu memasuki sesuatu penghasilan sosial, yakni masyarakat berdasarkan perhubungan yang tentu. Perhubungan ini ditentukan, yakni tiada bergantung pada kemauannya sendiri, oleh perhubungan menghasilkan. Jumlah semua perhubungan menghasilkan inilah yang menjadi susunan Ekonomi. Diatas susunan Ekonomi inilah berdirinya Politik dan Undang Negara (salinan bebas oleh penulis).
Jadi orang yang lahir dan memasuki masyarakat perbudakan tadi memasuki perhubungan yang ada pada masyarakat semacam itu: ialah perhubungan Budak dan Tuan. Tiadalah bisa dia keluar dari perhubungan semacam itu. Begitu pula kalau ia memasuki masyarakat Feodalisme, perhubungan mesti terikat pada perhubungan Feodalisme tadi. Lahir dalam masyarakat Kapitalisme, ialah : Buruh dan Kapitalis, yang Berpunya dan Tak Berpunya. Akhirnya kalau dia memasuki Zaman Komunisme, maka perhubungannya ialah perhubungan yang ada dalam masyarakat semacam itu pula: Perhubungan satu Pekerja dengan teman sejawatnya Pekerja pula.
Perhubungan dalam masing-masing jenis masyarakat tadi pasti, tetapi tiada ditentukan oleh kemauannya sendiri, melainkan bergantung kepada cara menghasilkan yang umum dalam masyarakat ini: pada tenaga Budak di Zaman Perbudakan, pada tenaga Serves dengan perkakasnya di zaman Feodalisme atau pada tenaga Buruh dan mesin tuannya pada Zaman Kemodalan.
Perhubungan satu klas dengan klas lainnya, satu golongan dengan golongan lainnya dalam pekerjaan menghasilkan; itulah yang menjadi Susunan Ekonomi. Jadi Susunan Ekonomi dalam Zaman Perbudakan ialah perhubungan Budak dan Tuannya dalam hal menghasilkan. Perhubungan Kaum Buruh dan Kaum Bermodal dalam hal menghasilkan yang menjadi Susunan Ekonomi pada Zaman Kapitalisme ini.
Akhirnya menurut catatan di atas tadi, juga Susunan Ekonomi itulah pula yang menjadi dasar dari Undang dan Politik Negara. Pada Zaman Feodalisme, Susunan Ekonomi dalam Negara Feodalistis itulah yang menjadi benda dasar Undang dan Politik dalam Negara Feodalis itu. Sedangkan dalam dunia Kemodalan sekarang, Susunan Ekonomi ialah perhubungan Buruh dan Kapitalis dalam hal menghasilkan itulah pula yang jadi dasar dari Undang dan Politik dalam Negara Kapitalistis itu.
Hal ini juga dikeraskan oleh Marx dengan kalimat lain pada tempat lain. Dua kalimat yang masyhur dalam kalangan Dialektika berbunyi: Susunan Ekonomi menimbulkan Susunan Undang dan Politik, serta Susunan Undang dan Politik berpengaruh pasti pada Tata Kodrat Jiwa Manusia sebagai Mahluk Masyarakat.
“Di atas berjenis-jenis bentuknya harta (properties) atas kehidupan dalam masyarakat, didirikan superstructure (gedung) impian, cita-cita kebiasaan berpikir, perasaan dan pemandangan dunia”.
Demikianlah manusia lahir dan dapat didikan dalam masyarakat, yang berdasarkan atas susunan ekonomi Feodalistis itu tiada luput dari semangat Undang dan Politik Feodalisme itu. Dan mereka yang lahir dan dapat didikan dalam masyarakat yang berdasar Kapitalistis ini, tiada luput pula dari semangat Undang, Politik dan Kebudayaan kapitalistis itu.
Thesis berada di hadapan Anti Thesis. Undang dan Politiknya Tuan dalam Zaman Perbudakan itu, jadi alat adanya Undang dan Politik kaum Budak. Spartacus, keluarga Crachus dan Catalina membadani Politik anti-Tuan Tanah membela kaum Budak dan Tak Berpunya pada zaman Romawi.
Pertentangan klas dalam Zaman Feodalisme, akhirnya menimbulkan pertarungan klas yang dahsyat antara Borjuis Revolusioner (Madame Roland, Vrgnaud dan Brissot) pada satu pihak dan Kaum Ningrat dikepalai oleh Rajanya pada pihak lain. Akhirnya pertarungan klas, antara kaum Proletar di bawah piminan Lenin dan Partai Bosjewiki dengan kaum Borjuis di bawah Pimpinan Prof. Miljukoff dengan Partai Liberalnya dibantu oleh Karensky dengan Partai Sosialisnya.
Teranglah sudah, bahwa Sejarah manusia itu tiada kebetulan saja. Sembarangan, semau-maunya saja, tuval atau accident saja. Juga tiada semaunya Kodrat diluar Undangnya Masyarakat sendiri. Seperti kemauan yang Maha Kuasa, Rohani, Sejarah Manusia itu berjalan menurut Undang Masyarakat sendiri.
Nyatalah sudah Sejarah mansuia itu melalui garis merahnya pertarungan klas, dari satu tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Dari tingkat Masyarakat Perbudakan ke Masyarakat Feodalisme, dari sini ke Masyarakat Kapitalis dan dari sini naik ke tingkat Masyarakat Pekerja. Dalam sejarahlah mulanya berlaku Thesis, anti-Thesis dan Synthesis.
Teranglah pula bahwa pertentangan dalam Susunan Ekonomi itu, membayang pada pikiran kedua golongan yang bertentangan dalam masyarakat itu. Pada satu pihak Kaum Berpunya dan Berkuasa yang berpemandangan dan berpolitik, mau mempertahankan Undang dan Tata Negara yang cocok dengan keamanan Harta dan Kekuasannya. Pada pihak lain Kaum Tak Berpunya dan Tertindas yang berpemandangan, beridaman dan bercita-cita Perlawanan dengan Undang dan Politik yang ada. Akhirnya kalau Kaum Revolusioner cukup sadar, tersusun, cukup sifat dan banyak kaumnya, cukup besar pengaruhnya dan cakap pimpinannya, menanglah dia dalam pertarungan.
Jadi manusialah yang membikin sejarah. Tetapi seperti kata Marx pula, bukan seperti semuanya sendiri, melainkan menurut alat yang dia peroleh dalam masyarakatnya. Kemauan Napoleon tiada bisa melewati batas yang ditentukan oleh kaum hartawan yang muda dan kaum tani yang cerai-berai itu. Kemauan Lenin tiada bisa melampaui daerah yang ditentukan oleh industri dan kemesinan Rusia yang muda remaja itu. Akhirnya kemauan Stalin, Baja, tiada bisa mengabaikan sisa borjuis besar dan kecil di Rusia sendiri dan Imperialisme Besar dan Kecil di luar Rusia.
Barang siapa percaya, bahwa seseorang yang berapapun keras kemauannya dengan pengikutnya bisa menimbulkan Masyarakat Baru, yang melebihi dari pada alat seperti pesawat, kebudayaan dll yang dipusakakan oleh masyarakat itu, maka yang percaya semacam itu sudah meninggalkan Dunia Bukti dan memasuki Dunia Mimpi: Utopist.
Pasal 7. BAYANGAN MASYARAKAT.
Bagian 1. Sebagai pemandangan dunia : Weltanschauung.
“Bumi terletak diatas ikan. Ikan terletak diatas telur. Telur terletak dipuncak tanduk kerbau. Kadang-kadang lalat menggigit kerbau, maka bergoyanglah kerbau tadi. Karena ia bergoyang, maka bergoyanglah pula telur diujung tanduk kerbau tadi. Dengan begitu goyanglah pula ikan. Dan akhirnya goyang ikan tadi menyebabkan bumi kita kadang-kadang bergoyang, gempa bumi”.
Beginilah seluk-beluknya Bumi dan Gempa menurut Pandangan Dunia terbikin di Minangkabau. Memang kerbau lebih-lebih di zaman dahulu di Minangkabau penting buat segala-galanya. Bukan saja kodratnya dipakai buat membajak sawah atau menarik pedati, tetapi dari puncak tanduknya sampai ke ampas yang dibuangkannya itu, dipakai sama sekali. Nama “Alam Minangkabau” boleh jadi atau bukan diambil dari kemenangan kerbaunya orang Sumatera Tengah, atas kerbaunya orang dari Jawa Timur, tetapi tiada mustahil jago-jago dari Majapahit dan kuat kebal dari Minangkabau sudah lelah berperang, buntu. Kemudian putusan diserahkan pada cerdik pandai kedua belah pihak! Boleh jadi pula Raden Panji dan Raja dari Majapahit dan Datuk-datuk Gadang bertuah dari Minangkabau, setuju masing-masing akan takluk pada hasilnya peraduan dua ekor kerbau. Selainnya dari pada itu dalam cerita Minangkabau yang paling dicintai ialah “Cindur Mata”, kerbau bernama si Benuang mengambil bagian yang besar sekali dalam sebuah pertempuran.
Begitu pentingnya kerbau itu dalam penghidupan orang Minangkabau, lebih-lebih pada masa dahulu. Penting bagi makanan, penting bagi perkakas mencari penghidupan dan penting dalam bahaya, sehingga kerbau itu dapat tempat yang penting sekali dalam segala-gala persoalan yag timbul dipikirannya. Tiada heran kalau sumbe dari penghidupannya itu dia anggap sebagai Maha Kodrat, yang menahan dan menggoyangkan bumi kita ini.
Kalau kita pergi ke dusunnya ipar kita yang menduduki pulau Irian (Papua dulu!) itu, kita juga akan berjumpakan hal semacam itu. Pokok enau itu penting buat segala-gala buat mereka. Tak ada yang terbuang. Lagi pula sangat memudahkan hidup Indonesia Irian. Sesudah 5-7 tahun pokok itu sudah memberi hasil, yang boleh dipakai buat makanan, rumah, perkakas, atau senjata. Jadi kalau seseorang mempunyai cuma 5-7 batang enau dari umur 1 sampai 7 tahun, bereslah hidup orang itu. Satu tahun ditebang satu, dan ditanam satu buat gantinya. Satu pokok itu bisa memberi makan buat satu tahun. Ijuknya buat atap rumah, rujungnya boleh dipakai buat lantai dinding atau tembok penangkap ikan atau binatang hutan. Menanam satu pokok yang tak perlu dilayani lagi itu bukanlah pekerjaan yang memeras tenaga dan otak. Begitu faedahnya pokok enau itu buat Indonesia Irian, sehingga pohon ini juga menjadi pokok dalam persoalan dunia dan akhirat dalam “Weltanschauung”, pemandangan hidupnya Ipar Raksasa kita di Pulau Raksasa itu.
Dalam filsafat yang terlampau digembar-gemborkan, ialah filsafat Hindu, dalam Mahabarata, Upanishad dan Ramayana itu, maka kita saksikan pula, bahwa isinya Kitab Suci Hindustan itu, tak lain dan dari bayangan masyarakat mereka juga. Menurut filsafat Hindu, maka Jiwa itu ialah satu barang yang terpisah sama sekali dari badan. Kalau orang itu mati, maka jiwa itu berpindah (Re-incarnation) kepada badan lain. Kalau dia hidup sebagai orang bijak, maka jiwa itu pindah pada jasmani yang lebih baik, kalau dia hidup berdosa, maka boleh jadi jiwanya turun ke tangga di bawah lagi. Kalau beruntung sekali ia tiada kembali lagi ke dunia yang dianggap “busuk kotor” yang mesti ditinggalkan ini. dengan jalan pertapaan, puasa dan menyiksa diri, jiwa yang sudah merdeka dari kotor, sebab nafsunya yang kotor itu, bisa terus ke Nirwana. Paling malang jiwa itu kembali ke dunia dalam badan hewan.
Bermula sekali masyarakat Hindu sudah dibagi atas 4 kasta terbesar.
- Kasta Brahmana, ialah kasta pendeta. Kasta ini kasta tertinggi. Dari kasta inilah jiwa itu bisa melayang terus ke Nirwana Surga, lepas sama sekali dari dunia ini. boleh juga jiwa Brahmana itu turun ke kasta lebih rendah.
- Satria, ialah Kasta Raja dan Ningratnya. Jiwa dari kasta ini setelah orangnya mati, bisa naik ke kasta Brahmana tetapi boleh juga turun ke kasta rendahan.
- Kasta Waisa, yang terdiri dari golongan saudagar, magang, tukang atau tani.
- Kasta Sudra, ialah kasta orang “jembel”, seperti penyamak kulit atau tukang sapu jalan.
Keempat kasta diatas tiada bisa campur satu sama lainnya, tiada boleh campur makan atau tidur. Apalagi kawin. Kalau ada juga perkawinan, maka “turunan” semacam itu masuk ke dalam kasta “paria”, untouchable, tak boleh dipegang kasta, kasta najis katanya. Ini cuma 5 kasta terutama. Sebenarnya tiap-tiap kasta itu dibagi lagi menurut pekerjaan masing-masing. Dalam kasta Waisa umpamanya ada lagi kasta tukang menatu, tukang jahit. Kasta Brahma dan Satria terbagi-bagi pula sampai sebetulnya l.k ada 3.000 kasta yang tiada boleh campur dan kawin satu sama lainnya. Dasar pisahan segala kasta itu terutama pekerjaan, tetapi juga atas kebangsaan. Kasta Brahmana itu terutama dari turunan Bangsa Aria, bangsa yang digembar-gemborkan oleh Adolf Hitler.
Disini nyata, bahwa keadaan masyarakat yang terdiri dari ribuan kasta yang terpisah itu sama lainnya, itulah yang terbayang dalam filsafat Hindu itu. Pencarian hidup cara mengadakan hasil, itulah terutama ahli yang jadi dasar buat Kasta itu. Pencarian itu tetap pada sesuatu kasta. Umpamanya pekerjaan mencuci kain, tetap pada kasta mencuci kain itu.
Seseorang dari kasta menyapu jalan umpamanya kalau dia manut, menerima nasib, dia ada harapan, sesudah mati naik pangkat. Dia akan kembali ke dunia fana ini, sebagai anggota dari satu kasta yang lebih tinggi. Tetapi di dunia fana ini tak ada harapan buat penyapu jalan tadi, buat bercampur gaul dengan seorang Satria atau Brahmana, kecuali kalau puluh miliun anggota kasta Sudra dan Paria, kasta, “najis” itu menyapu bersih semua kasta Satria dan Brahmana, menyapu bersih Kapitalisme Hindustan itu. Ini tiadalah mustahil, karena 99 diantara 100 calon suwarga dari kasta Brahmana itu hidupnya dengan membungakan uang, seperti kasta Sayid di Indonesia ini juga. Kasta Satria berpuncak pada Raja atau Maha Raja, alias perampok gadis itu, tiada lain melainkan Tuan Tanah penghisap tani Hindustan, kaki tangannya Imperialisme Inggris.
Filsafat, pemandangan Dunia Hindu tak lain dari bayangan dari masyarakat terkutuk yang anggota pekerjaannya mesti dimanutkan masyarakat, dinina-bobokan, dicandul dengan “janjian” sesudah mati bisa naik ke kasta lebih tinggi dan kembali ke dunia ini, kalau tukang peras lembu itu terus memeras lembu, tukang cukur terus mencukur, dsb,
Bagian 2. SEBAGAI IDAMAN.
Berburu itu amat penting sekali buat bangsa Indian penduduk asli Amerika, sebelum terdesak, terpukul, terampas, terbunuh oleh bangsa Eropa, yang meninggalkan negerinya di Eropa, karena perasaan merdeka baik dalam Politik atau Agama. Berburu itu mengambil tempoh, tenaga dan pikirannya bangsa Indian. Juga satu pekerjaan yang menambah kekuatan dan menimbulkan minat yang baik. Berburu itu menimbulkan perasaan kolektif, sosial, tolong-bertolong, gotong-royong, sebab perburuan itu mesti dijalankan bersama-sama, bertoboh. Kekuatan badan dan kekuatan moral masyarakat Indian, yang acap mengagumkan kita dan musuhnya; lahirnya dari pekerjaan berburu itulah pula.
Dari perburuan yang berhasil, orang Indian mendapat makanan dan pakaian dan rumah dari kulitnya dsb. Tak heran kalau pekerjaan berburu itu menjerat pikiran dan idaman sehari-hari. Dia terpaut pada lapangan negerinya dan pemburuannya. Maka surga yang diidamkannya tak lain, melainkan keterusan dari lapang dan pekerjaan yang berguna, sehat dan memberi kesukaan itu. Surga buat dia, ialah padang yang penuh dengan bison yang besar dan gemuk.
Janganlah tuan pembaca marah, tetapi periksalah surga yang tuan idamkan itu. Kalau tuan seorang Kristen, bukankah surga tuan itu bayangan dari Zaman, bila agama tuan lahir! Bukankah Tuhan dan Malaikat yang bertingkat-tingkat itu tergambar, pula pada masyarakat masa itu: Raja dipuncaknya dan Ningrat dari bermacam-macam pangkat di bawahnya.
Kalau tuan seorang Islam, bukanlah surga tuan juga bayangan dari masyarakat dan Bumi Arab? Bukankah Air Zamzam dalam surga itu, barang yang luar biasa di gurun pasir Benua Arab? Bukankah bidadari yang matanya seperti mata merpati itu idaman Arab, dan Badui yang terutama. Sadarlah tuan dan jangan marah dan dogmatis!
Pakailah pikiran nuchter, jernih! Lihatlah sekitar tuan saja! Bukankah “feramfuan” suatu barang yang nomer wahid buat tuan Said, turunan Nabi MUHAMMAD SAW? Begitu penting ini barang, sampai ketika dua kali saya lalui dan singgah di Mesir, kaum Ibu masih disimpan baik-baik diantara 4 batu tembok, tak boleh keluar. Yang keluar mesti dikudungi betul-betul, tak boleh manusia lain, orang Islam pun melihatnya.
Bagian 3. SEBAGAI IMPIAN.
“Made in Java” (Catatan Raffles, menurut sumber yang dipercayai waktu itu dari pelbagai pihak!). Menurut Jayabaya yang hidup pada kira-kira tahun 800, maka hari depannya Tanah Jawa di nujumkan :
Tahun Jawa |
Tahun Masehi |
Ramalan |
1738 |
1801 |
Pada tahun ini Surakarta lenyap. Tempat kedudukan Pemerintah pindah ke Katanga. Kota inipun kelak akan musnah, dan pemerintah berpindah ke Karang Baja pada tahun jawa 1870 = Th. Masehi 1933 (Ini nujum gagal). |
1877 |
1940 |
Pada tahun ini kedudukan Pemerintah akan pindah ke Kediri kembali. Orang Eropa datang (??) Sesudah menaklukan Jawa akan mendirikan Pemerintahan pada Th Jawa 1822 = Th Masehi 1945. (Nujum ini pun meleset). |
1887 |
1950 |
Raja Keling (? ?) mendengar penaklukan itu oleh orang Eropa, mengirimkan laskarnya dan akan mengusir orang Eropa dari Jawa. Sesudah dikembalikan tanah Jawa pada orang Jawa sendiri, Raja Keling akan kembali ke negerinya (Mana Raja Keling itu ?) |
1947 |
2010 |
Pemerintah Jawa Nasional Baru pindah ke Karang Baja. Sebab inipun tempat yang malang, pindah lagi ke Waringin Kuba (kuba) dekat gunung Ngamarta Laja. Ini terjadi pada th 1947 (Semua nama sekarang tak ada) |
2027 |
2090 |
Pada tahun ini Tanah Jawa akan lenyap sama sekali |
Semua nujumnya sampai tahun 1942 gagal, meleset sama sekali. Tenungan Pak Belalang belaka. Dari jempol mana Jayabaya isap lagi kejadian tahun 1947 dan 2027?
Tentu ini juga tak akan terjadi : Jawa tak akan lenyap !
Jayabaya hidup dalam masyarkat yang goyang dan Bumi yang goyang. Kerajaan pada masa itu tak ada yang tetap dan peletusan gunung seperti sekarang, sering terjadi. Naik turunnya sesuatu kerajaan dan peletusan gunung yang memisahkan Sumatera dan Jawa, ialah menurut Babad jawa, memberi sedikit suluh pada pikiran jayabaya yang selalu melayang-layang itu.
Seorang geolog yang cerdaspun atau ahli politik yang pintar, tak berani menentukan “tempo” yang pasti itu, buat sesuatu kejadian, tiap-tiap keadaan itu berseluk beluk, kena mengena dan berubah dari hari ke minggu, dari minggu ke tahun. Tak ada satu manusia bisa menujumkan kejadian bumi atau politik lebih dari tempoh yang singkat sekali. Kalau bukti membenarkan sesuatu nujum itu, perkara ini boleh dianggap “kebetulan”, accident, belaka.
Tetapi sebagai impian, yakni bayangan yang liar dari masyarakat kita ini dan akibat pengaruh Hindu yang tebal melekatnya (Ingat Raja Keling), contoh yang diatas masyur dan masih dipercaya itu, tak ada salahnya kalau dikutip sepenuhnya.
Pasal 8. MASYARAKAT DAN SENI
Bagaimana bergantungnya SENI pada MASYARAKAT itu, sekarang sudah lebih umum kita ketahui di Indonesia ini dari pada beberapa tahun dahulu. Tiadalah SENI itu kita anggap lagi suatu barang yang semata-mata hasil idaman, impian dan ketukangan seorang ahli seni. Melainkan kita sudah insyaf, bahwa seni itu bayangan masyarakat. Walaupun kadang-kadang jauh melebihi keadaan masyarakat itu sendiri
.
Disini juga ada perlantunan. Begitulah pula mestinya sifatnya seni tulen itu. Masyarakat menggambarkan idaman dan cita-citanya seni. Seni yang lama-kelamaan mempunyai undangnya sendiri pula seperti semua ideologi, paham lain-lainnya mempunyai undang sendiri, juga seni itu mempengaruhi, sepatutnya memperbaiki masyarakat itu kembali.
Masyarakat Indonesia pada Zaman Purbakala pun sudah menimbulkan ahli arca, peulpture. Tidak saja diatas Gunung Dieng, dipertemukan Kali Progo dan Elo, di Kediri, Bali, Sumatera, Borneo, dan Semenanjung Tanah Malaka, kita bertemukan bermacam-macam patung yang menggambarkan idaman dan cita-cita yang berdasarkan Hinduisme dan Budhisme, tetapi lama sebelum itu bangsa Indonesia sejati dengan kayu atau bambu, sudah bisa menggambarkan idaman masyarakatnya yang berdasarkan Dynamisme dan Animisme. Sekejap kita memandang pada patung kayu atau bambu, nenek moyang kita itu seperti sekarang sisanya di pulau Nias, di Batak atau Toraja, kita sudah tahu bawa patung itu menggambarkan hantu yang murka, atau semangat yang baik. Sang Hantu Murka mesti dibujuk, diumpan dengan makanan dan disembah. Semangat yang baik itu mesti diperdekat, diminta pertolongannya dengan kurban atau sembah.
Demikianlah juga dari pagi sekali dalam sejarah dunia ini, idaman, pemandangan filsafat dan cita-cita measyarakat kita ini, sudah dibayangkan pada syair dan pantun yang berlainan kata dan susunannya dari pada pembicaraan biasa.
Tari menaripun yang terutama sekali digemari oleh bangsa Indonesia purbakala di seluruh kepulauan Indonesia dan Kamboja, seperti juga di Siam serta di Birma tiada lain dari bayangan masyarakat purbakala itu.
Sekarang di tengah bangsa Indonesia yang hidup dalam dunia kemodalan, perniagaan dan advertensi, sudah timbul pula seni baru yang cocok dengan permintaan Kapitalisme. Pada papan istimewa atau batu tembok di kota-kota besar, atau dekat stasiun, kita melihat gambar yang menarik hati atau menggelikan. Pabrik Bata menggambarkan sepatunya dengan niat supaya orang membelinya. Pabrik Listrik menggambarkan kebaikan dan kecantikan barang-barangnya, begitu baik, kuat, cantik dan murah, janganlah si pemakai kiranya membeli pada pabrik lain lagi. Pabrik Jintan mengeluarkan gambarnya yang maksudnya buat memberi keyakinan pada pembeli, bahwa tak ada didunia ini obat sakit perut yang lebih manjur dari Jintan itu.
Pada beberapa contoh terakhir ini sudah lebih nyata lagi, bahwa tidak saja seni itu berkenaan dengan masyarakat, tetapi juga nyata perhubungan seni itu dengan pencarian hidup. “Art for Art”, seni itu cuma buat seni saja, bukan buat mencari uang, susah kalau tidak mustahil didapat pada dunia himpit menghimpit, sikut-menyikut dan tolak-menolak buat mencari makan ini. Cuma pada Zaman Depan, dimana pertanggungan hidup itu sudah menjadi pertanggungan bersama, dan seni itu sudah menjadi gambaran masyarakat semacam itu, disini ahli seni, orang yang betul berdarah seni dengan sepenuh hati, pikiran dan semangatnya bisa menjalankan talent, retaknya. Pada zaman ini bisa terjadi perpaduan kehidupan dan seni: Kehidupan buat Seni dan Seni buat kehidupan.
Pada masyarakat yang primitive, tingkat sederhana sekali, perhubungan seni dengan masyarakat itu lebih nyata dari pada masyarakat yang sudah tinggi pesawat dan kebudayaannya. Pada masyarakat tingkat sederhana itulah nyata sumbernya seni itu. Saya sendiri tiadalah ahli dalam hal seni itu. Tetapi ahli seni membandingkan benarnya kalimat di atas ini dengan bermacam-macam seni daerah di seluruh kepulauan Indonesia ini. Menurut pemandangan saya yang terbatas itu, erat sekali dan nyata sekali perhubungannya “Fatigkeit” (Marx), pekerjaan, perbuatan hari-hari dari beberapa suku bangsa Indonesia ini, dengan tari, nyanyi, pantun dan syairnya. Saya pikir tiada susah kita mencari perhubungan antara mananam, menyabit dan menumbuk padi dengan tari, nyanyi dan pantun yang bersangkutan.
Gerakan badan ketika menumbuk padi terutama, kuat lemahnya gerakan, tempoh antara satu gerak dengan gerak lain, pendeknya yang dalam seni dikatakan rythme dalam pekerjaan itu, pindah kepada gerakan badan ketika menari, kepada suara ketika menyanyi atau berpantun dan bersyair. Tari, pantun dan syair yang berhubungan dengan pertanian, tidaklah susah dicari di Indonesia, lebih-lebih dimana seni itu sampai ke puncak, ialah di Jawa dan Bali.
Saya memang sudah lama berniat hendak mempelajari wayang lebih dalam. Tetapi sekarang belum ada kesempatan. Serba sedikit tentu saya ketahui perkara itu. Walaupun saya seandainya lebih tahu, lebih dalam mengetahui perkara wayag, tentulah tiada dalam buku ini, ataupun pasal ini, saya mesti memberi uraian. Kalau buat yang berhubungan dengan pasal dan buku ini, saya pikir sudah cukup dikemukakan, yang diantara kaum terpelajar, juga umum, diketahui, bahwa wayang itu bukan berasal Hindu, melainkan kepunyaan Indonesia. Perhatikan sejarahnya Wayang Purwa (Baca Dr. Hazeu). Kedua, wayang itu berhubungan dengan perusahaan bersawah dan Animisme, ialah permuliakan arwah nenek moyang, Dewa atau memanggil dan minta pertolongan, nasehat atau pimpinan batin pada arwah itu dalam marabahaya.
Jadi wayang, bayang, memang tepat berarti satu bayangan masyarakat nenek moyang bangsa Indonesia, walaupun bukan arti semacam ini yang dimaksud nenek moyang kita. Melainkan bayangan boneka di atas kain layar (kelir).
Kewajiban ahli seni Indonesia Muda saya pikir, ialah buat mempelajari perhubungan antara wayang dengan arti bayangan masyarakat dengan mempelajari masyarakat itu sendiri. Perkara yang mesti diperiksa, saya anjurkan :
- Berapa jauh wayang sebagai seni Indonesia tulen, yakni wayang pada Zaman sebelum Hindu, menggambarkan masyarakat itu.
- Berapa jauh cerita dalam wayang bisa memberi jawab atas pertanyaan yang penting buat seorang Indonesia: Apa sebab pada Pra-Hindu, Indonesia Asli itu lebih praktis, matter of fact, atas bukti, lebih berniat, lebih berani memulai pekerjaan baru walaupun besar bahayanya dibanding dengan bangsa apapun di dunia pada masa itu dan dibanding dengan Indonesia sendiri semenjak bercampur dengan bangsa asing? (Baca : Weltgechichte! dsb).
- Berapa jauh cerita dan sejarah wayang bisa mengemukakan hal, fakta yang nyata dalam masyarakat Pra-Hindu itu, seperti Teknik dan Ekonomi, yang menjadi sebab, maka :
- Dynamisme dan Animisme Indonesia Tulen, bisa didesak ke sudut sekali oleh Hinduisme, Budhisme dan Islamisme, walaupun Dynamisme dan Animisme itu sampai sekarangpun belum hilang dan selama “kepercayaan” mustahil sekali bisa hilang.
- Kenapa para Satria dalam cerita Indonesia Tulen bisa diganti, didesak ke sudut atau diperolok-olokkan (Petruk, Gareng dan Semar) oleh cerita Hindu dan Arab, sedangkan satria Indonesia ialah pemimpin dari masyarakat sebenarnya.
Pertanyaan di atas mudah ditambah banyaknya, susah menjawab dan mesti banyak sekali mengambil tempo. Selain dari itu pekerjaan seseorang pemeriksa akan percuma buat kemajuan Indonesia, kalau semangat dan penjuru memandang “point of view” dari si pemeriksa, tak lebih dari seorang terpelajar luhur, penyusun “Aceh Woordenboeken”. Edeller Prof. Dr. Hussein Djajadiningrat. Semangat mesti semangat orang merdeka yang mencari perubahan baik dan penjuru mesti sudut masyarakat Indonesia dan keperluan Indonesia, bukan semangat seorang Hussein Djajadiningrat, walaupun ia seorang “Prof”.
Bahan buat diperiksa tiada sedikit, tetapi sudah didapat. Sejarah wayang dari semua macam wayang, di seluruh pulau Jawa mesti dibandingan dengan cerita suku Indonesia Asli yang kurang sekali atau sama sekali tiada dipengaruhi Hinduisme dan Arabisme. Cerita atas dongeng yang didapat seperti di negeri Batak, Dayak atau Toraja, niscaya banyak bisa memberi keterangan atau suggestion, petunjuk. Sebab masyarakat Batak, Dayak dan Toraja yang tulen, tentu tak berapa bedanya dengan Jawa tulen, Jawa Pra Hindu.
Kita tak boleh lupa, bahwa Indonesia Dayak umpamanya, tiada kurang kepandaian tentang besi dari bangsa manapun di Asia, sebelum diajar Eropa modern. Dan pekerjaan mengayau buat mencari kepala manusia itu tiada boleh disalahkan menurut moral yang diajarkan oleh agama saja. Pekerjaan itu mesti diperhubungkan dengan masyarakat Dayak, iklim, cacah jiwa, ekonomi, dan kepercayaan pada Dynamisme dan Animisme (Kepala itu menurut kepercayaan asli, ialah pusatnya kodrat. Mengupulkan kepala berarti mengumpulkan kodrat).
Bahwa wayang yang dipengaruhi cerita Hindu ataupun Arab, sebaliknya dari menambah kecerdasan dan meninggikan inisiatif itu sudah lama jadi keyakinan saya.
Bangsa Hindu yang tetap tinggal disini pada zaman dahulu kala sudah tentu membawa kebudayaan dan sejarah Hindustan. Kasta sistem tiada akan longgar, dan sudah mestinya dipererat. Kasta yang tertinggi, ialah Brahmana dan Satria, sudahlah tentu dimonopoli penjajah bangsa Hindu yang sedapat-dapatnya mereka jaga ketulenannya. Sedangkan saudagar, tukang dan tani Hindu di Hindustan sendiri itu sudah dianggap seperti Waisya dan Sudra, apalagi pula saudagar, tukang dan tani Indonesia yang tiada tahu bahasa Sanskreta atau lain bahasa Hindsutan itu. Karena kedua Kasta Hidnu penjajah tadi tentu kecil golongannya di banding dengan bangsa Indonesia, maka penjajah Hindu mesti cari tali yang erat buat menetapkan keadaan Hindu diatas Indonesia itu. Tali itu didapat pada agama, kebudayaan dan bahasa. Ketiganya mendapat pokok yang baik seperti benalu mendapatkan pokok langsat, kalah langsat karena benalu seperti pepatah adat Minangkabau, yang berarti tamu yang mengalahkan yang punya rumah. Benalu mengisap zat yang diambil dengan susah payah oleh urat dan daun pokok langsat buat membesarkan dan menguatkan pokoknya sendiri. Si penghisap bertambah kuat dan besar, si terhisap, seperti pokok langsat jadi layu.
Bagitu halus hisapan dan tindasan yang dijalankan oleh penjajah Hindu, dengan jalan agama, kebudayaan dan bahasa dengan memakai Wayang sebagai perkakas sampai dengan tiada ketahuan: Cerita Hindu dalam masyarakat Hindu di Hindustan, memakai bahasa Hindu tulen, disangkanya cerita oleh orang Indonesia.
Pokok benalu di dahannya pokok langsat itu dipandang dari luar berupa pokok langsat juga. Begitulah orang Indonesia ialah Kasta Sudra yang meti Jawa dengan bahasa kromo dan lutut lemas, pertanyaan yang dimajukan dengan bahasa Ngoko kepadanya, menganggap kasta Ningrat dan Pendeta Hindu itu bangsanya sendiri. Semua yang terjadi di Hindustan dalam cerita Mahabarata itu terjadi di Jawa ini orang Indonesia anggap, bahwa Hanoman itu bertapa dekat Gunung Merbabu. Kali serayu digali oleh Bima, dsb (Asia Raya, 22 Sept 1942).
Hilang matter of fact, hilang bukti kenyataan, hilang nuchterheid, hilang kenyalangan mata! Sejarah tidak lagi menaiki kecerdasan intelek, melainkan sebaliknya. Tidak lagi menaikan semangat dan inisiatif, melainkan melemahkan. Jayabaya menanti-nanti Raja Keling buat memerdekakan Jawa. Begitu yang Rakyat Indonesia sampai sekarang, masih terlampau percaya sama pertolongan luar itu. Tiada lagi ia mau menyingsingkan tangannya sendiri.
Dizaman Pra-Hindu ia menyingsingkan tangan dan pandang sebagai suluhnya dengan mata terbuka (nucter) buat merantau sampai lebih dari 2/3 keliling bumi. Wayang sebagai pendidik rakyat Jelata, boleh jadi tiada bisa menyamai gambar hidup, tetapi tiada pula boleh dimasukkan k ke dalam musium bulat-bulat begitu saja. Dipakai yang baik, dibuang semua yang busuk.
Buat penulis gamelan dan suasana di sekitarnya tak ada caranya di dunia ini. Gerakan badan dalam tari serimpi rasanya mengangkat kita dari dunia fana ini. lima derajat dalam lagu Jawa sering menimbulkan perasaan sedih, halus, dalam dan gaib. Keberatannya barangkali sebab terlampau halus, buat perjuangan. Wayang seluruhnya kalau dibaharui diperhubungkan dengan yang baik dari gambar hidup dan cerita modern, mungkin bisa dipakai pendidik Murba Nasional. Tetapi semuanya membutuhkan talen dan tempo.
Pasal 9. PERKENAAN DAN PERLANTUNAN ANTARA BENDA DAN BENDANYA MASYARAKAT.
Pertama, dahulu saya tunjukkan antara benda, masyarakat dan pikiran, paham.
Kedua, bagaiman masyarakat mengenal paham. Pengenaan maksud saya, ialah yang mempunyai satu arah, umpamanya dari kiri ke kanan. Tetapi perlantunan mempunyai dua arah bertentangan, ialah dari kiri ke kanan dan kemudian dari kanan ke kiri. Sekarang saya akan tunjukkan perkenaan dan perlantunan di antara benda dan benda, dan benda dalam masyarakat itu sendiri.
Saya peringatkan lagi lebih dahulu, berapa perkara yang dianggap sebagai benda, barang yang nyata, sebagai dasarnya paham dalam masyarakat itu.
Bagian 1. Sifat Bumi dan Iklim;
Bagian 2. Bentuk pesawat;
Bagian 3. Keadaan ekonomi;
Bagian 4. Klas berpolitik (lihat muka 118).
Bagiamana keadaan ekonomi mengenai undang dan politik (3 mengenai 4) sudah pula diuraikan dengan panjang lebar (lihat pasal benda masyarakat mengenai pikiran, muka 123) bagian 1, lihat halaman 127.
Tinggal lagi yang akan dibicarakan pengenaan dan perlantunan antara 3 perkara pertama (bermula) yang penting dalam masyarakat itu. Pertama Sifat bumi dan Iklim ; Kedua: Bentuk pesawat ; Ketiga : Keadaan ekonomi.
- SIFAT BUMI DAN IKLIM MENGENAI BENTUK PESAWAT.
Juga idealis Hegel ada memperhatikan kena-mengenanya sifat bumi dan iklim yang terkhusus dengan masyarakat. Tetapi Materialisme Marx tentulah lebih jitu melaksanakan perkara yang semacam ini. Kata Marx pada salah satu tempat, kira-kira : “Sifat bumi dan iklim yang terkhusus itu tiada saja jadi alat adanya (condition) makanan, tetapi juga jadi alat adanya pesawat buat menghasilkan makanan itu”.
Jadi menurut Marx, makanan dan pesawat itu amat bersangkut dengan keadaan bumi dan hawa atau iklim pada bagian bumi itu juga. Kalau dalam bumi itu tak ada besi atau tembaga, maka penduduk bumi itu tentulah tak bisa mengerjakan besi atau tembaga buat dijadikan perkakas. Penduduk semacam itu akhirnya tiadalah bisa memakai perkakas besi atau tembaga buat berburu, memotong sagu atau membajak dan buat membikin rumah serta pakaian. Perkakas yang lazim tentu tiada akan bisa lebih tinggi dari batu dan kayu.
Walaupun Indonesia tulen Pra-Hindu sudah pandai mengerjakan tembaga dan besi sebelum sampai merantau ke Indonesia Raya ini dari Asia Tengah, tetapi kalau Indonesia tulen tadi tak mempunyai tanah tambang yang mengandung logam tembaga dan besi, sudah tentulah kepandaian tadi akan hilang lenyap sesudah satu atau dua keturunan.
Meskipun bangsa Indian, penduduk asli Mexico, tak kurang sopan dan gagah perwira dari Cortez dan lasykar Spanyol yang menyerbu ke Mexico itu, lasykar Indian kalah dalam peperangan mati-matian sebab yang terutama dalam kekalahan itu, ialah ketiadaan kuda di Mexico dan Amerika seluruhnya. Kuda sebagai kodrat, perkakas dalam pertanian, pengangkutan dan peperangan adalah lebih kurang seperti kerbau Minangkabau terkhususnya dan Indonesia umumnya pada contoh di Mexico juga nyata, sifat bumi dan iklim membentuk pesawat dan penghidupan.
Pada bagian bumi terlampau sejuk seperti di Kutub Utara atau Selatan, pnenduduk tak akan sampai ke tingkat pertanian. Pencarian hidup tak akan lebih dari memburu, menangkap ikan atau memelihara binatang seperti bangsa eskimo. Kalau tak ada pula besi atau tembaga di dalam tanahnya, maka ikan itu cuma bisa ditangkap dengan tangan saja, atau ditombak dengan tombak batu. Begitu juga kalau hawa terlalu panas dan makanan terlampau mudah didapat seperti di Indonesia ini, penduduk asli seperti Irian besar dan kecil (Negrito) tak perlu memikirkan membikin perkakas tembaga atau besi. Dengan tangan telanjang atau dengan tombak batu atau sumpitan ikan atau burung bisa ditangkap dan buah-buahan boleh dipetik.
Kalau orang Indonesia yang datang dari Asia Tengah itu tiada membawa kepandaian membuat perkakas dari tembaga atau besi ke kepulauan ini, sudahlah pasti, bahwa mereka tiada akan perdulikan perkakas lain dari yang dipakai ipar kita di Irian atau di Ulu Pahang, di Malaya atau di pegunungan, di pulau Luzon itu sampai pada masa ini.
Tiadalah subur atau kurusnya tanah semata-mata yang menentukan kemajuan masyarakat dan pesawat ekonominya. Kemajuan itu pada masa dahulu kala timbul pada iklim sedang, tiada terlalu sejuk dan terlalu panas, seperti di daerah Sungai Kuning di Tiongkok, Sungai Indus di Hindustan, Sungai Nil di Egypte dan Sungai Eufrat dan Tigris di Messopotamia. Disamping hawa sedang itu terdapat pula bermacam-macam tumbuhan buat makanan dan barang logam buat dipakai jadi pesawat. Disini dari tingkat ke tingkat kemajuan dalam hal pesawat buat penghidupan, kebudayaan dan pertahanan mulanya berlaku. Atas kemajuan yang diperoleh pada tingkat bermula, pada iklim sedang dan tanah mengandung logam, seperti tambaga dan besi itu, atas kemajuan itulah berdirinya kemajuan dunia zaman kita ini.
Indonesia Asli merantau ke kepulauan Indonesia membawa pengetahuan yang sudah tinggi juga tentang pesawat, pertukangan, pertanian dan Ilmu Bintang. Kepandaian itu tiada hilang karena bisa dilaksanakan. Pulau-pulau Indonesia yang besar dan subur ini, yang penuh dengan sungai besar-besar, lagi pula mudah diperhubungkan satu dengan lainnya oleh Indonesia Asli dengan menyebrangi lautan. Perpisahan disebabkan pegunungan yang tinggi atau hutan berlukar lebih menyukarkan perhubungan satu tempat dengan tempat yang lain dari perpisahan disebabkan lautan, yakni kalau perkakas sampan sudah ada. Karena mudahnya perhubungan, maka lama kelamaan orang Indonesia dari perantau di daratan, nomaden, seperti bangsa asalnya, ialah bangsa Tartari, menjadi perantau di Lautan. Pelayaran yang mulanya barangkali dari Semenanjung Malaka ke Sumatera saja, dari tepi ke tepi sungai, dari muara ke hulu sungai saja, lama-lama jadi pelajaran dari pantai ke kepulauan Indonesia ini. Akhirnya menimbulkan pengetahuan, keberanian, kebiasaan dan keminatan menyeberangi dua Samudra terbesar di dunia ini. Sifat Bumi dan Iklim Indonesia pembentuk perkakas buat Indonesia Asli, perkakas terpenting buat kehidupannya “perahu memakai cerdik”. Perahu ini, walaupun berapa lebarnya lautan dan besarnya gelombang boleh dibilang mustahil bisa tenggelam.
- PESAWAT MEMBENTUK KEADAAN EKONOMI
a. Perkakas pesawat.
Bukan satu atau dua buku, melainkan beberapa buku seorang ahli pesawat mesti menulis, buat menguraikan sejarahnya perkakas yang dipakai manusia dalam riwayatnya lebih dari 500.000 tahun itu. Berapa ribu tahun, mesti berlalu dan berapa tingkat yang mesti didahului oleh perkakas batu sampai ke perkakas tembaga. Dari tembaga ke besi! Beberapa perubahan yang diderita oleh perkakas besi itu baru sampai jadi maha mesin atau mesin raksasa dizaman sekarang.
Buat melaksanakan teori diatas ini, yakni pesawat membentuk ekonomi, terpaksalah dan lebih dari cukup, malah lebih terang kalau kita ambil perubahan perkakas yang nyata kelebihan: yang melompat dari tingkat rendah ke tingkat tinggi.
Kita kembali ke zaman Tengah di Eropa. Kita masuki satu Gilde, Guild, satu Kongsi Pertukangan. Kongsi para tukang besi umpamanya. Kongsi ini banyak sekali mempunyai aturan, statuten, yang mesti diikuti oleh anggotanya masing-masing. Semua aturan itu boleh kita pelajari sekarang, karena ada tertulis dengan nyata dan masih disimpan. Berlainan dengan sejarah kita! Memang dalam segala-gala yang mengandung sejarah barat itu, di Zaman Yunani sampai sekarang betul-betul sejarah; hal yang terjadi; barang yang ada; bukan impian tak senonoh seperti di negeri kita. Saya lebih suka mengambil contoh yang ada di Indonesia, tetapi apa boleh buat, keterangan yang saya peroleh tiada cukup dan tiada syah. Tetapi boleh dikatakan pasti, bahwa di beberapa bagian Sumatera, seperti Minangkabau, Aceh, dan Palembang, di Jawa pada masa Pajajaran dan Majapahit, golongan tukang besi itu ada sederhana tinggi derajatnya dalam pergaulan dan ekonomi. Sejarah mengatakan, kaum pandai atau empu, ialah pandai besi yang dari Pajajaran diterima dan diperlindungi oleh Majapahit. Tetapi aturan, statuten mereka dan tata kerja; werkprogram mereka, perkara hasil, harga, upah dan sebagainya yang tertulis yang dipakai oleh kaum pandai itu, perhubungan pemimpin dengan anggotanya, kepala dengan pekerja sejawat (gezel) atau muridnya (leerling) dan aturan antara satu pertukangan besi (apar namanya di Minangkabau) dengan pertukangan lain atau dengan pemerintah, tiada saya peroleh.
Zaman Tengah: Bagaimana juga perkakas yang dipakai oleh Kongsi Tukang di Eropa pada zaman Tengah, tak ada berapa bedanya dari yang dipakai oleh pandai besi kita pada masa itu. Perbedaan barangkali sekali didapat pada bentuknya atau jenis perkakas. Tetapi persamaan juga pasti ada: Semua perkakas boleh diangkat dengan tangan. Lain dari itu besi sama dipadu dengan api dihidupkan dengan arang atau kayu. Sama diembus dengan blaasblag, dua pompa kembar di Eropa dijalankan dnegan ari. Besi panas sama ditempa dengan martil yang diangkat dengan tangan.
Zaman Sekarang: Apar itu, bukan lagi pondok atau rumah kecil, melainkan gedung besar, bukan satu atau dua, gedung dari beton, penuh dengan mesin raksasa. Dengan Bessemer-Methode, udara itu ditiup dengan keras, besi juga dilebur dengan listerik, yang ditimbulkan oleh pabrik listrik yang besar. Martil penimpa besi, tiada lagi martil yang diangkat dengan tangan. Martil uap (steam hammer) sekarang bukan lagi satu atau setengah kilogram, melainkan sampai seratus dua puluh lima ribu kilogram.
b. Perkara Hak Milik
Aggota Kongsi Tukang di Eropa atau pandai besi Indonesia (juga?) mempunyai sendiri perkakas itu (martil, bahan dan arang !). Tetapi complex atau gabungan pabrik pada masa sekarang buat membikin baja atau membikin mesin sendiri itu, bukan lagi kepunyaan seorang. Modal buat complex-pabrik yang sampai berjuta-juta rupiah itu, buat bahan yang berjuta-juta rupiah pula, buat motive-force, kodrat menjalankan mesin seperti uap atau litrik yang mahal pula; modal buat pembayar buruh, mandor, tukang, insinyur dan administratur yang berjuta-juta rupiah pula, tiadalah keluar dari kantong seorang atau dua orang lagi, melainkan dari golongan orang, bernama kaum kapitalis. Tiada ada diantara golongan yang pegang andil atau pegang modal baru, bernama debenture-holder (pegang surat bunga uang) yang bisa bilang: Ini martil sayalah yang punya! Tidak ada satu bagian satu biji pakupun yang dimiliki seseorang, melainkan semua yang mengeluarkan modal itu memiliki semua perkakas mengadakan hasil itu. Bagitu juga tidak lagi satu orang memiiki hasil yang keluar, satu jarumpun, melainkan semua hasil itu ialah buat semua pemegang andil atau pemegang surat debenture (surat terima bunga uang).
Tetapi yang nyata tidak bermiik ialah satu golongan besar, yang dulu berpunya, yakni: Buruh, proletar.
Buat menjadi buruh, proletar, tak berpunya, maka pak tani atau si tukang Zaman Tengah mesti “dimerdekakan” dalam dua hal: 1. Medeka dari kongsinya; 2. Merdeka dari atau lepas dari perkakasnya, artinya dihilangkan perkakasnya. Kewajiban revolusi borjuis ialah menimbulkan “kemerdekaan” semacam ini. Sekarang si proletar, tak berpunya, “merdeka” pula menjual tenaganya pada pasar yang “merdeka”. Disini dia dengan ribuan teman sejawatnya “merdeka” tawar-menawar dengan kaum Modal, kaum yang mempunyai segala-gala.
c. Perkara Kemerdekaan dan Kepandaian.
Tukang besi pada satu kongsi di Zaman Tengah di Eropa atau seorang pandai besi di Majapahit atau Minangkabau ialah seorang merdeka, seorang yang dihargai dalam Masyarakat. Walaupun pada masyarakat Majapahit kaum pandai itu cuma masuk kasta Waisya, kasta ketiga, ia ada mempunyai kedudukan yang baik juga. Pandai besi zaman Majapahit atau Minangkabau yang mendapat kris yang kuat artinya sama dengan pendapat (inventor) atau Insinyur, pembentuk kapal terbang atau kapal silam zaman sekarang. Kris itu adalah senjata luhur zaman Sriwijaya dan Majapahit, seperti kapal terbang dan kapal silam zaman sekarang. Kalah menangnya perang pada masa itu selain dari semangat dan moral kebatinan, tergantung pada kuat dan jitnya kris seperti sekarang terutama pada kuat dan jitnya kapal udara dan kapal silam itu. Tukang besi zaman dahulu itu, ialah seorang yang berinisiatif sendiri, merdeka sendiri, dalam hal bentuk-membentuk.
Begitu di Eropa, begitu pula tentu di Indonesia. Rahasia melebur besi, kepandaian membentuk senjata yang maha tangkas, tersimpan dalam otaknya pandai besi, walaupun pekerjaan anggota kongsi tukang di Eropa itu di bawah penilikan pemimpin, ialah pemimpin kongsinya sendiri, tetapi masih banyak kemerdekaan yang tinggal padanya. Ia merdeka merubah segala-galanya!
Tetapi sekarang, si buruh atau tukang di dalam pabrik, tak mempunyai kemerdekaan semacam itu. Si punya andil atau debenture dengan perantaraan inventor, insinyur dan managernya, membentuk mesin dan hasil. Si buruh cuma sebagai bagian dari mesin, mengawasi mesin bekerja itu saja.
Craftsmen di Eropa, ialah tukang di Indonesia, memangnya seorang tukang, seorang berpikir mengubah dan membentuk. Tetapi si proletar, buruh, si tak berpunya, ialah seorang yang tiada boleh berpikir, berinisiatif, mengubah dan membentuk; inventor dan si insinyurlah yang mengubah dan membentuk, mesinlah dan si insinyurlah yang mengubah dan membentuk, mesinlah yang menjalankan, dan si buruh jatuh pada golongan mesin yang tak bernyawa itu pula. Skill, yakni tukang atau pandai, pada zaman dahulu bertukar dengan dexterity, keawasan, ketika menjaga mesin di zaman sekarang. Si buruh cuma buat mengawasi mesinnya saja. Mesinnya tak boleh berputar terlampau lama atau kurang lama. Lebih-lebih dia mesti jaga supaya tangan, kaki atau lehernya sendiri jangan terputar oleh mesin itu. Merdeka pada zaman dahulu berganti jadi budak mesin zaman sekarang.
d. Perkataan division of Labour (Pembagian Kerja).
Pada permulaan sekali dari sejarah manusia sudah terjadi division of Labour itu, yakni antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. Yang pertama kerjanya berburu atau menangkap ikan. Yang dibelakang tinggal di rumah melakukan pekerjaan rumah, memasak, bertenun, menjahit, mencuci, menjaga anak dll. Pekerjaan yang pertama adalah lebih berat dan berbahaya dari yang kedua. Walaupun banyak diantara kaum ibu yang berani, tetapi ada temponya tiap-tiap ibu dalam kelemahan sendiri, ialah dalam keadaan mengandung dan menjaga si anak yang lemah.
Lagi pula pembagian kerja yang besar terjadi dalam sejarah manusia, yakni: Pertanian dan kerajinan. Pertanian dilakukan di sawah, ladang atau kebun, dan mempunyai pusat pergaulannya di desa. Kerajinan dilakukan di kota atau bandar. Tentu ada juga pak tani melakukan kerajinan di rumahnya, seperti membikin bajak, jala dsb; sedangkan isteri dan anak gadisnya membikin kain, menjahit dan seterusnya. Tetapi pada tingkat masyarakat yang lebih tinggi, pembagian kerja itu lebih umum, karena dengan pembagian kerja itu hasil berlipat ganda. Seorang yang umpamanya pencahariannya berhubungan dengan sepatu saja, tentu pengetahuannya tentang bahan buat sepatu itu seperti kulit dan benang, tentang bentuk yang disukai atau tidak lagi tentang pasar dan langganannya dan banyak perkara lain-lainnya, lebih tinggi dari seseorang yang menjalankan 13 ambachten, 13 macam pekerjaan. Si spesialis yang mengerjakan sesuatu, teristimewa itu, tangannya lebih cepat dan tepat serta matanya lebih tajam.
Pada zaman manufacture saja, ialah zaman diantara kongsi tukang, (gilde) dan industri (kemesinan), pembagian kerja itu sudah pesat sama sekali. Arloji saja umpamanya, seperti diuraikan beberapa ribu bagian. Kunci, per, sekrup, plaat dll. Seseorang kerjanya lain tidak dari mengerjakan bagiannya saja, bagian yang lain, dia tak perlu ketahui. Kemudian semua bagian itu dipasang oleh seorang yang kerjanya memasang saja.
Pada zaman sekarang pembagian kerja itu, lebih dilanjutkan lagi. Kapal terbang itu umpamanya terbagi atas beberapa ribu bagian pula. Tiap-tiap bagian dikerjakan pada pabrik atau mesin istimewa. Dengan begitu hasilnya bertimbun-timbun (mass-production). Yang menjadi alat adanya pembagian kerja itu pertama cacah jiwa. Kalau penduduk sesuatu negara atau tempat masih jarang sekali, sekali-sekali dan “Standard of Living”, takaran hidupnya masih rendah sekali, maka keperluannya tentulah sedikit sekali pula. Umpamanya Desa Anu cuma dua tiga puluh saja penduduknya.
Pada masa Lebaran (Hari Raya) cuma empat lima orang saja yang memakai sepatu. Sesudah habis lebaran, sepatu tadi terus disimpan baik-baik sekali buat dipakai di tahun depan. Satu kongsi sepatu, yang datang buka pabrik sepatu, dengan cara mass-production, kalau mesti bergantung pada “langganan” dari Desa Anu ini saja tentu akan segera terpaksa gulung tikar. Dia bisa mengadakan seratus sepatu dalam satu jam umpamanya, jadi belum lagi menyamai mass-production Amerika. Tetapi pembeli kemana dicarinya?
Kedua, dan inilah yang berhubungan dengan pasal ini : Kemajuan perkakas. Umpamanya seorang warga Republik Indonesia, berinisiatif berdarah industrialis atau dagang, baru pulang dari Amerika tiba di salah satu kota besar di Indonesia. Si Indonesia pulang dari Amerika tadi mempunyai segala-gala, dari kepandaian sampai keuangan. Dia periksa dengan tiliti dan yakin, bahwa perusahaan kapal terbang dengan cara mass-production akan bisa memberi untung. Uang ada atau gampang boleh dipinjam dari Bank Nasional umpamanya, karena namanya peminjam itu baik. Langganan pasti banyak dan tetap. Ialah dari tentara, kongsi kapal terbang dll. Memang buat tehnik dan pengetahuan Rakyat Jelata, buat dagang, pengangkutan, lebih-lebih buat pertahanan Negara, industri kapal terbang itu penting sekali. Pemerintah Republik memberi izin leluasa sekali. Tetapi ada dua perkara yang kurang dan satu perhubungan erat dengan yang lain. Pertama, mesin bukan mesin kapal terbang itu sendiri, yang bernama aero-engine, tetapi mesin mesti bikin aero-engine ini pula. Kedua aero-engine itu sudah barang yang sulit! Apalagi mesin ibu yang mesti melahirkan aero-engine itu.
Dia menoleh ke kiri-kanan, memang dia bertitel Insinyur dan berdarah praktek. Dia masuki pabrik dan bengkel Indonesia. Memang dia berpengaruh, karena keluaran dari keluarga hartawan dan politik-wan. Tetapi dia cuma berjumpakan mesin buat menggiling tebu, pemisahkan timah dan emas, penyaring minyak tanah, dan paling tinggi pembikin sayap kapal terbang. “Semuanya pusaka Belanda” katanya dalam hatinya, memang dia Nasionalis patriot. Ingat dia pada Indonesia Raya, Zaman Sriwijaya dan Majapahit. Tetapi pada zaman ini dia cuma berjumpa dengan pahat, kampak, martil, semuanya kecil-kecil.
Pekerjaan tidak bisa dijalankan dengan lekas. Tetapi dia aktif, berinisiatif, divide, memang berpemandangan jauh dan cinta pada bangsanya. Dia mau lekas, mau naikkan bangsanya, dari bangsa di bawah sepatu bangsa lain, sampai jadi bangsa yang duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan bangsa manapun juga di kolong langit ini. dia jumpakan para pembesar negeri anggota Parlemen sampai Menteri Keuangan, serta anggota keluarga, bekas teman sekolah, kawan separtai atau sahabatnya. Akhirnya dia dapat perjanjian dari yang berpengaruh, berkuasa, beruang. Kalau pasal uang sama sekali tak akan menjadi keberatan. Kami akan bantu.
Si Nasionalis tadi bukan seorang bertitel Insinyur saja. Dia seorang yang praktis. Dia berpikir terus, walaupun sesudah empat atau lima bulan atau setahunpun akan didapat mesin ibu, buat bikin aero-engine. Tetapi dimana dia peroleh ratusan, ya ribuan banyaknya buruh, tukang, opzicter dan Insinyur yang berpengalaman, buat menjalankan pekerjaan masing-masing bagian, dengan “efficiency”, ini perkataan Amerika pula yang sudah jadi pedoman dalam semua pekerjaannya. Berapa lama buruh halus dan kasar yang penting itu, dia mesti dilatih dalam teori dan praktek, supaya jangan banyak waste, ialah tenaga, tempo dan barang yang dibuang-buang, karena kekurangan kepandaian dan pengalaman. Insinyur Nasionalis Indonesia tadi, insyaf sekali akan division of labour, pada industri baru beralasan mass-production, seperti pada industri kapal terbang itu. Dia tafakur dan insyaf, beberapa perkakas, pesawat, berhubungan dengan division of labour dan berapa keduanya ini mempengaruhi ekonomi. Walaupun banyak syarat yang ada padanya, dia mesti menunda menjalankan idamannya jauh lebih lama dari pada yang dikehendakinya. Sekarang dia yakin, bahwa walaupun bangsanya sudah merdeka dalam politik, kaya dengan uang dan hasil bumi, tetapi masih rendah sekali dalam hal pesawat dan industri-berat (heavy industry).
Dia berbisik, Majapahit tak bisa meninggalkan pusaka lain dari kampak dan palu. Sebab memang pada zaman itu tak ada perkakas yang lebih tinggi di seluruh dunia ini. tetapi Belanda! Ya, kalau dia tiada memikirkan untung yang lekas dan banyak didapat saja dengan gula atau teh, barangkali, ya, sudah tentu dia tak akan mengalami kejadian yang sudah-sudah. Indonesia tentu akan punya perkakas heavy industry dengan semua bagian, skilled atau un-skilled labor, buruh halus atau kasarnya.
e. Perkara sosial, pergaulan.
Mudah kita menggambarkan pergaulan antar pekerja dan pemimpinnya pada zaman dimasa perkakas masih digerakkan dengan tangan.
Mudah kita gambarkan satu gilde, dimana pekerjaan dan pemimpin pekerja bersama-sama pada satu tempat, bercakap-cakap dalam keadan duduk sama rendah, tegak sama tinggi .Tinggi rendah cuma terbawa oleh pengetahuan dan batinnya si pemimpin, bukan karena kelahiran bangsawan atau kekuasaan uang. Si pemimpin bukan orang yang jatuh dari langit sepreti Raja, melainkan orang yang dipilih kaum pekerja diantara pekerja sendiri buat mengawasi keperluan bersama menurut aturan, statuten, yang ditentukan dan dimufakati pada pekerja. Betul pada kira-kira Abad ke-XV, pertentangan semakin tajam antara pekerja dan pemimpin yang menjadi kaya, lebih-lebih di Jerman dan tak kurang hebat di Inggris antara master dan journey-men atau yeomen. Tetapi pertentangan itu di Inggris berakhir dengan pengawasan, supervision dan pemeriksaan (controle) dari kaum masters, dan lagi bertambah majunya pesawat pula yang berakhir kepada kemesinan dan kepabrikan. Pada masa belakang ini peraturan gilde, perkongsian tukang, berganti dengan Trade Union, perkumpulan kaum pekerja, pada satu pihak dan perkumpulan majikan pada pihak lainnya.
Gambaran pergaulan para pekerja dengan pemimpinnya pada zaman Gilde + Abad ke-XIII dan XIV berlakon paternal, bapak dan anaknya pada masyarakat Tionghoa, yang memang cocok dengan dasar pelajaran Guru Kung. Sisa peraturan Gilde, “tong” namanya dalam bahasa Tiongkok Selatan masih bisa kita lihat dikota-kota Tiongkok ataupun Indonesia. Membikin tong buat tolong-menolong diantara satu-satu golongan pekerja, memang sudah jadi darah daging Tionghoa. Dimana suasana politik ada kejam, maka tong kaum pekerja tadi menjadi perkumpulan bersifat poitik. Dr. Sun Yat Sen dengan Kuo Min Tang-nya banyak mendapat bantuan politik dari tong yang jadi masyhur, karena campur merobohkan kekuasan Mancu itu. Kumpulan itu bernama Kola Hue (Hue juga berarti tong!). Maka pada sesuatu kumpulan pekerja itu masih bisa saksikan perhubungan yang paternal, seperti bapak dan anak itu. Mereka masih makan dan minum bersama-sama. Beda pemimpin dengan anggota, adalah seperti perbedaan antara yang lebih tua, lebih berpengalaman, dan juga lebih berani dengan yang masih muda.
Tiada susah bagi kita buat menggambarkan perhubungan para pekerja dengan ketuanya, pada satu apar di Minangkabau atau pertukangan besi atau kapal di tanah Jawa. Lebih kurang seperti bapak dengan anak itu juga, atau saudara tua dengan saudara mudanya.
Tetapi bagaimana perhubungan itu pada zaman ini, dimana martil beratnya 125.000 kg, pipa minyak di Palembang sampai 300 KM panjangnya?
Kemesinan zaman sekarang, Kapitalisme Modern, tidak lagi berupa Kongsi atau perkumpulan, melainkan dari kongsi, kompeni, sudah naik ke dasar yang lebih lebar jajahannya dan banyak pekerjaannya, ialah syndikat. Dari syndikat yang masih kurang terpusat dan teratur (rationalized) itu, dia naik ke atas jadi trust. Dari trust ke Combine-trust, ialah gabungan dari beberapa trust, tidak saja diantara yang ada dalam Negeri, tetapi juga gabungan dengan beberapa trust diluar Negeri sendiri.
Misal sudah ada di Indonesia. Menoleh kita ke perusahaan yang terpenting dalam banyak tehnik, perniagaan dan politik dunia, ialah minyak tanah. Buat tehnik minyak itu adalah jiwanya mesin, penjalankan mesin. Buat perniagaan dia mengadakan untung yang besar dan tetap. Sebab itu ia jadi minyaknya politik Nasional dan Internasional kaum kapitalis, lebih-lebih yang sudah sampai berbentuk Imperialis.
Royal Dutch, sebagaimana yang terkenal di seluruh dunia, Koninklijke Nederlands Petroleum Maatschappij namanya dalam bahasa Belanda, didirikan pada tahun 1890. Pada tahun 1912 kongsi ini bergabung dengan Kongsi Minyak Inggris di Borneo bernama Shell. Gabungan minyak Belanda-Inggris ini sendiri tiada mengurus perusahaan minyak, melainkan mencari dan mengawasi uangnya dari lebih 100 dochter maatschappijen, cabangnya. Royal Dutch inilah satu contoh dari sistem Amerika, bernama Holding Company, kongsi pengikat. Royal-Dutch kongsi pengikat, inilah walaupun ia tak mengurus perusahan yang jadi puncak seluruh industri minyak di Indonesia. Diantar cabangnya, yang masyhur juga bernama BPM.
Ia kini yang menggali (boren) minyak dan menyaring minyak: Raffinaderijen, Anglo Saxon Cy, kongsi Inggris dengan NI Tank Stoomboot Cy mengangkut dan membagikan minyak tadi. Asiatic Petroleum Cy menguras penjualan di Asia Timur. Kantor pusat dari Royal Shell tadi ialah di London; kita semua kenal akan Deterding, seorang Belanda sebagai kepalanya. Kantor pusat dari BPM ialah (dahulunya) di Den Haag.
Mesin dan perkakas yang dipakai buat menggali, membersihkan dan mengangkut minyak keseluruh pelosok dunia ini, tiada lagi terbikin pada satu apar ditempa dengan tangan, seperti di Minangkabau atau Majapahit, melainkan didatangkan dari seluruh pelosok dunia sesudah melalui bermacam-macam tingkat perusahan kemesinan pula: Dari tanah tambang ke besi kasar (pigiron), dari besi kasar ke baja dan dari baja ke mesin. Boleh jadi tanah tambangnya diambil di Cuba, besinya atau bajanya digembleng di Amerika dan mesinnya di bikin di Amerika atau Inggris.
Perusahaan minyak tidak lagi lokal, pada satu daerah kecil saja atau nasional, melainkan sebab pesatnya kemajuan pesawat sudah betul-betul Internasional. Keuangan buat menjalankan perusahaan yang berdasarkan Internasional ini, tiada lagi keluar dari kantongnya anggota atau kepala kongsi, melainkan dari beberapa Bank: Bank Negara atau Bank seseorang, dari seluruh penjuru dunia pula terutama Inggris dan Belanda.
Bersangkutan dengan hal ini, maka tiadalah lagi kita dapati pergaulan para buruh dengan pemimpinnya pada Zaman Tengah di Tiongkok atau pada masa Majapahit. Buruh halus dan kasar Indonesia tiadalah bisa lagi duduk atau makan bersama-sama tuan Deterding. Tidak saja antara tempat berjauhan, tetapi antara kedudukan sosial dalam masyarakat zaman sekarang ada berjauhan seperti bumi dengan langit. Kalau ada perhubungan antara tuan “besar” dengan kuli di pabrik atau galian minyak, maka perhubungan itu biasanya dijalankan oleh tingkat yang menghubungkan tangan tuan besar dengan kepala kuli. Atau kata yang lain dipakai yang menghubungkan mulut tuan besar dengan telinga kuli ialah perkataan God verdmome.
C. PERLANTUNAN.
Sudah diterangkan pada bagian A, perkenaan sifat Bumi dan Iklim sebagai Perkakas dan pada bagian B (a, b, c, d, e) perkenaan perkakas dengan keadaan Ekonomi. Sekarang akan ditunjukkan perlantunan diantara ketiga perkara itu.
Pada gerakan pertama kita lihat arah gerakan itu dari sifat Bumi dan Iklim menuju ke Pesawat dari sini menuju keadaan Ekonomi (Perlantunan antara sifat Bumi dan Iklim dengan perkakas juga ada, tetapi hal ini nanti akan dibicarakan). Sekarang kita akan perlihatkan arah membalik dari Keadaan Ekonomi ke Pesawat, dan dari Pesawat ke Sifat Bumi dan Iklim.
Pada gerakan pertama kita saksikan. Sifat Bumi dan Iklim. Jadi alat adanya (condition) Pesawat dan Pesawat jadi alat adanya keadaan Ekonomi. Pada gerakan membalik kita akan saksikan keadaan Ekonomi, akan jadi alat adanya Pesawat dan pesawat akan jadi alat adanya sifat Bumi dan Iklim.
Kita sekarang sudah sampai pada keadaan ekonomi yang bersifat kapitalis. Hal ini oleh semua yang berpolitik sudah umum diketahui di Indonesia. Surat kabar dan berjenis-jenis perkumpulan sudah cukup membicarakan hal ini. Dua sifat dari peraturan ekonomi kapitalis, dua sifat yang berkenaan dengan pasal ini, saya akan kemukakan disini.
- Penghasilan liar, anarchy in the production ;
- Persaingan (concurency).
Pada zaman pra-monopoly, sebelum monopoli zaman sekarang, maka penghasilan liar itu umum sekali. Satu industrialis tak tahu-menahu dengan kapitalis lainnya, walaupun senegara. Banyaknya hasil perusahaannya dan harga barangnya ia tetapkan sendiri. Dia tiada rembukan tentang banyaknya hasil dan harganya itu dengan kawannya. Pada zaman yang umumnya zaman monopoli ini, terutama Amerika, beberapa perusahaan bergabung. Gabungan ini menentukan banyak hasil dan harga barang buat seluruh gabungan, serta banyak hasil dan harga barang buat masing-masing perusahaan yang bergabung. Jadi dalam monopoli itu anarchy in production, penghasilan liar, sudah jadi planned production, penghasilan dirancang, diatur lebih dahulu. Tetapi terhadap monopoloi lain, baik dalam atau pun diluar negara, penghasilan liar tadi masih bersimaharajalela. Satu monopoli tiada berembuk dengan monopoli lain tentang berapa hasil atau harga yang dia mau adakan.
Akibatnya atau sejajar dengan penghasilan liar tadi ialah persaingan yang hebat. Pada zaman yang di Inggris dinamai Free Trade, persaingan itu pesat sekali dan dimuliakan sekali oleh seseorang kapitalis dan pujangganya ahli ekonomi. Kata mereka, persaingan mati-matian itu mengadakan hasil terbanyak dan termurah. Seperti dalam Alam, Darwin punya struggle for existence itu, jadi alat adanya hewan dan anggotanya yang lebih baik, begitu pertarungan mati-matian dalam lapangan Ekonomi itu jadi alat adanya perusahaan pabrik dan mesinnya yang maha tangkas. (Berapa pabrik yang tak jalan dan berapa kaum buruh yang terlantar, menganggur, tiada dibicarakan disini!).
Dalam satu monopoli Gajah, Mammoth Organisation, zaman sekarang memang persaingan itu antara satu anggota dan anggota lain dalam Monopoli itu memang sudah hilang, bergantikan koperasi, tolong-bertolong. Tetapi persaingan itu terus berlaku antara satu mammoth organisation dengan mammoth yang lain. Awasi saja bagaimana gajah Koninklijke Nederlands Petroleum My di negeri kita ini berjuang dengan gajah Standard Oil.
Kalah menangnya satu hewan dengan hewan lain atau dengan Alam sendiri, terutama ditentukan oleh anggota pertarungannya. Singa oleh kuku dan taringnya, begitulah dalam pertaruan ekonomi itu, pesawat itu, tehnik itu jadi kuku dan taringnya. Selain dari factor lain-lain seperti pimpinan, susunan, penjualan dsb, pesawat itulah yang jadi kuncinya kemenangan.
Pesawat ini memukul pada dua pihak, dia menoleh ke penjuru kapitalis saingan. Saingan yang mempunyai mesin yang absolute, kolot, kurang cepat dan kurang efficient, kurang mencukup, mesti kalah oleh mesin yang lebih cepat dan mencukupi lebih efficient. Harga barang yang dihasilkan yang di belakang ini lebih murah dan tahan dan lebih bagus. Pada pihak yang lain, si Kapitalis menoleh kepada buruhnya. Makin tinggi gaji buruh, kalau dibanding dengan harga mesin, ialah makin rendah untungnya. Makin tinggi harga mesin kalau dibanding dengan bayaran gaji buruh, makin tinggi untungnya. Seperti kata Marx, makin tinggi capital structure, susunan kapital, makin besar untungnya.
Contoh dari Marx dikeluarkan dari “jembatan keledai” saja. Sudah 20 tahun lebih disimpan dalam otak. Maaf kalau ada kesalahan. Angkanya saya bikin sendiri.
Andaikan 5 modal :
Mesin Rupiah |
Gaji Buruh Rupiah |
Jumlah Modal |
Surplus Valus (nilai lebih) 100 % gaji buruh |
Untung 50 % nilai buruh |
50 |
50 |
100 |
50 |
25 |
70 |
30 |
100 |
20 |
15 |
80 |
20 |
100 |
20 |
10 |
84 |
16 |
100 |
16 |
8 |
90 |
10 |
100 |
10 |
5 |
Andaikan 5 modal itu kepunyaan seorang kapitalis. Yang 1 ialah modal kebun kapas ; 2. buat membersihkan kapas ; 3. buat memintal benang ; 4. menenun kain ; 5. buat mencat. Jumlah lima modal R. 500,- Jumlah untung R. 63,- Pukul rata untungnya 63/5 = R 12,60.
Modal 1 yang mesinnya seharga R 50,- kurang R 12,40
Modal 2 yang mesinnya seharga R 70,- kurang R 2,40
Modal 3 yang mesinnya seharga R 80,- lebih R 2,60 untung pukul rata R. 12,60
Modal 4 yang mesinnya seharga R 85,- lebih R 4,60
Modal 5 yang mesinnya seharga R 90,- lebih R 7,60
Jumlah modal 1 dan 2 kurang R. 14,80 dari pukul rata, ialah R 12,60
Jumlah modal 3, 4 dan 5 lebih R. 14,80 dari pukul rata, ialah R 12,60
Dengan kenaikan modal buat mesin dari 80 ke 84 ke 90 naik pula kelebihan untung dari pukul rata dari R 2,60 ke R 4,60 dan ke R 7,60. Tentu pemakian mesin ada batasnya. Harga mesin tak bisa sampai ke 100. ini berarti tak memakai buruh lagi.
Tetapi dalam batas ini memang kenaikan modal mesin berarti kenaikan untung dari untung pukul rata. Diatas dimisalkan 5 modal kepunyaan satu orang kapitalis. Artinya sama kalau 5 modal ini kepunyaan 5 orang, berlain-lain kapitalis. Karena 5 kapitalis inipun masuk satu kaum atau Klas.
Seligi tajam balik tertimbal, tak ujung pangkal mengena, kata kapitalist. Pesawat baru itu memukul kedua pihak, kepada saingan dan kepada kaum buruh tiada heran kalau kapitalis selalu mendekati inventor, pendapat. Pada tiap-tiap perusahaan besar juga terdapat laboratorium yan modern dengan inventor atau calon inventor yang cerdas. Memang pemakaian invention, pendapat baru itu pada zaman monopoli ini ada terbatas, tidak lagi seperti pada masa “Free trade”, pesawat baru itu tetap tinggal jadi perkakasnya kapitalis buat menewaskan musuh saingannya atau kaum buruh. Sedikit panjang ktia menyimpang diatas, tetapi tiada bisa dihindarkan.
Sekarang kita kembali pada pangkal persoalan. Ekonomi menjadi alat adanya Pesawat dan Pesawat menjadi alat adanya Bumi dan Iklim. Dalam keterangan dibelakang yang rupanya menyimpang tadi sudah termasuk kepastian, bahwa keadaan ekonomi jadi alat adanya pesawat. Siapa yang melihat film yang banyak sekali memberi pelajaran itu, saya maksud “Edison the man” dia bisa pastikan, bagaimana keadaan ekonomi, disini juga mengandung arti sempit, ialah keadaan ekonomi Edison sendiri, dalam perusahaan listerik, kepunyaan dan di bawah pimpinannya itu, memaksa dia mendapat pesawat yang baru.
Begitulah juga tiap-tiap perusahaan dengan laboratoriumnya mencoba membentuk pesawat yang baru, yang bisa mengadakan hasil lebih banyak, lebih cepat, lebih mufah dan lebih tahan serta bagus.
Perang itu bengis, memusnahkan jiwa muda, jiwa sehat kuat, dan berani dan banyak mengandung pengarapan buat masyarakat, memusnahkan harta berjuta-juta, memperdalam dendam kesumat satu Negara dengan Negara lain. Tetapi satu Negara yang berperang dengan Rakyat Negara lain itu tak kenal-mengenal satu sama lainnya. Janganlah pula bermusuhan. Bala hidup semacam itu sukur, diantara orang Indonesia tidak sedikit yang mengerti, sudah tidak dianggap lagi sebagai kemauan Tuhan. Perang itu semata-mata kemauan dan perbuatan manusia, dan boleh dikehendaki dan diperhentikan oleh manusia pula. Perang tidak lain melainkan penjelmaan persaiangan ekonomi yang terakhir: buat merebut pasar, merebut bahan dan merebut tempat buat menanam kapital sendiri dengan aman dan untung banyak. Perang ialah bentuk terakhir dari persaingan ekonomi. Disinilah pula terbentuk sejelas-jelasnya kebenaran, bagaimana keadaan ekonomi itu (baca persaingan kapitalisme) membentuk pesawat membunuh.
Ratusan otak yang maha cerdas di Asia, Amerika dan Eropa pada ketika saya menulis buku ini, dipakai oleh pemerintahnya masing-masing buat mendapatkan kapal terbang yang lebih cepat terbang, cepat berputarnya dan berat serta jitu menembaknya. Tank yang maha cepat, maha kebal dan maha tangkas tembakannya. Kapal penempur yang maha kebal dan maha dahsyat tembakannya. Kapal selam yang bisa paling lama di bawah laut dan paling jitu tembakannya.
Kini saya mau teruskan uraian saya pada arah terakhir, dimana pesawat menjadi alat adanya sifat Bumi dan Iklim Baru. Bukankah keadaan Bumi Jepang sebetulnya berubah, sesudah tunel, tembusan, terowongan di bawah laut diantara Jepang dan Korea diadakan? Bukankah keadaan bumi Inggris dan Eropa akan berubah, kalau sekiranya idaman Napoleon lebih dari seratus tahun lalu dijalankan ? Bumi Indonesia pun berubah. Rawa besar-besar di Sumatera Timur yang dahulu dengan nyamuk anophelesnya, musuh besar bangsa Indonesia, sekarang sudah jadi tanah yang subur dimana penduduk berkembang biak. Bumi Indonesia niscaya akan bisa berubah, ya, dibentuk baru sama sekali. Tunggulah dengan sabar.
Begitu juga negeri Belanda! Pesawat sudah cukup maju sehingga laut pun sudah ditukar menjadi daratan. Tiada mustahil lagi bahwa iklim bisa dibantah. Dimana iklim tiada memberi hujan, pesawat sudah bisa mengadakan hujan itu. Iklim itu sudah bisa dibataskan dan kalau menurut teori saja dan tehnik saja sudah bisa dibentuk. Sifat dan iklim tidak lagi sifat yang tak bisa dirubah, melainkan sifat di bawah daerah perkakas. Cuma sang tempo saja sedikit meminta kesabaran.
Pasal 10. ICHTISAR.
Buat membulatkan perlantunan dan perkenaan antara beberapa benda dasar Masyarakat dengan Tata Jiwa, Idaman, Masyarakat itu, saya beri ichtisar dibawah ini :
Bagian 1. PERLANTUNAN BESAR ANTARA MASYARAKAT DAN PAHAM
Mula-mula sesuatu masyarakat itu jadi alat adanya (condition) paham dan sampai pada satu tingkat, mata paham tadi melantun menjadi alat adanya Masyarakat Baru.
Khususnya: Pada permulaan, sesuatu masyarakat yang timbul pada sesuatu bagian bumi yang mempunyai sifat dan iklim yang tentu, mengadakan sesuatu macam pesawat, sesuatu macam ekonomi dan sesuatu macam klas yang berpolitik Negara. Masyarakat semacam itu menjadi alat adanya tata jiwa, pemandangan, idaman dan impian masyarakat itu. Pada satu ketika tata jiwa, pemandangan, idaman dan impian masyarakat jadi melantun menjadi alat adanya klas berpolitik, ekonomi, pesawat, ya, Bumi dan Iklim yang semuanya baru.
Misal pertama: Masyarakat feodal Perancis sebelum tahun 1789 menjadi alat adanya paham revolusioner, dan paham tadi pada tahun 1789 melantun menjadi adanya masyarakat Borjuis (Kapitalisme).
Misal kedua: Masyarakat semi-kapitalistis di Rusia sebelum tahun 1917 menjadi alat adanya paham Komunistis dan paham ini akhirnya cukup mendapat pengikut buat mengadakan masyarakat Soviet Rusia.
Bagian 2. PERLANTUNAN KECIL.
Sifat Bumi dan Iklim yang menjadi alat adanya perkakas itu menjadi alat adanya keadaan ekonomi, yakni perhubungan manusia dalam sesuatu cara penghasilan. Sampai ke tingkat ini dengan perantaraan klas yang berkuasa, arah perkenaan tadi membalik menjadi alat adanya perkakas baru dan sifat Bumi dan Iklim yang baru.
Misal : Keadaan Kapitalis menimbulkan persaingan antara satu kapitalis dengan kapitalis lain, dan perbantahan antara Kapitalis dan Buruh. Persaingan dan perbantahan itu jadi alat adanya perkakas baru yang lebih efficient. Perkakas itu sekarang sudah sampai ke tingkat begitu tinggi, sampai sudah bisa menjadi alat adanya Bumi baru. (Iktisar ini sebetulnya sudah termauk pada bagian 1, diatas. Ditulis disini guna buat melebarkan arti bagian benda dari masyarakat).
Bagian 3. PERKENAAN (SATU ARAH).
Sifat Bumi dan Iklim jadi alat adanya pesawat. Pesawat itu jadi alat adanya perhubungan ekonomi. Perhubungan ekonomi itu menjadi alat adanya klas yang berkuasa. Dua perkakas ini, yakni perhubungan Ekonomi dan Undang serta politik klas yang berkuasa menjadi alat adanya Tata Jiwa beberapa klas dalam masyarakat itu. Tata Jiwa itu akhirnya menjadi alat adanya pemandangan, cara berpikir, idaman dan impian dunia beberapa klas dalam masyarakat itu.
VI. Logika
[sunting]Halaman ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikisumber. Baca halaman bantuan ini sebelum mulai merapikan. Setelah dirapikan, Anda dapat menghapus pesan ini. |
Berikut sudah saya layani Logika Mystika, Filsafat Ilmu Bukti dan Dialektika. Sekarang saya sampai kepada perkara terakhir ialah Logika.
Ikutan (orde) itu sudah tentu boleh disusun dengan jalan lain, yaitu menurut penjuru masing-masing si pemandang. Saya sebut ikutan diatas, karena ikutan semacam itu ada sedikit cocok dengan genelogy, turun-menurunnya, menurut tuannya semua perkara tersebut. Saya pikir tiada bisa disangkal, bahwa Logika Mystika, ialah Logika yang berasalan kepercayaan semata-mata, bukan bukti yang dipancainderakan atau diperalamkan, itulah ilmu yang setua-tuanya didunia ini.
Dari Ilmu Mystika lahir Filsafat dan Filsafat ini pecah dua: Pada pihak satu terdapat Ilmu Bukti yang melayani Matematika, Ilmu Alam dan Ilmu Masyarakat. Pada lain pihak terdapat Dialektika dan Logika. Sudahlah tentu tiada bisa ditentukan dengan pasti, bila Ilmu Bukti itu dilahirkan oleh filsafat, atau pada tanggal berapa Ilmu Bukti itu dilahirkan oleh filsafat, atau pada tanggal berapa Ilmu Bukti berpisah dengan Dialektika dan Logika. Ilmu Bukti, Dialektika dan Logika, adalah rapat sekali seluk-beluknya satu dengan lainnya. Tiadalah bisa ditentukan dengan batas yang tajam dimana ketiga ilmu itu bisa ditentukan dengan batas yang tajam dimana ketiga ilmu itu masing-masing mesti ditempatkan. Perbedaan yang menyolok mata sudah ditentukan, tetapi masing-masing ada mempunyai bagian yang bersamaan. Tetapi dengan melakonkan semua perkara tadi keatas panggung menurut genealogie, dan mengemukakan perbedaan dan persamaan masing-masing bisa tercapai maksud saya: (1) memberi kebulatan dari Madilog, (2) menyingkirkan herhalingen, membicarakan satu perkara berulang-ulang, lebih dari mestinya.
Dahulu dalam lakon filsafat, saya masukan sebagian dari perkara Dialektika. Hal ini sudah tentu tiada bisa disingkiri, karena Filsafat dan Dialektika adalah ibu dan anak. Begitu juga ketika menguraikan Ilmu Bukti saya campurkan perkara Logika. Inipun tiada bisa disingkiri, karena Ilmu Bukti dan Logika itu adalah dua saudara kembar.
Pada beberapa Negara Barat dan Amerika, disekolah menengah-tinggipun Logika itu diajarkan sebagai vak (pelajaran) yang terkhusus bersama-sama dengan Ilmu Bukit yang lain-lain. Sudah tentu para mahasiswa, murid-luruh mendapat pelajaran, terkecuali tentang Logika, sebelum dianjurkan Ilmu Bukti. Sebaliknya dalam buku Logika zaman sekarang tak ketinggalan lagi contoh yang diambil dari Ilmu Bukti. Begitulah Ilmu Bukti dan Logika Isi-mengisi. Hal ini juga menggambarkan pentingnya Logika sebagai ilmu berpikir. Teatpi janganlah terlalu dilebihi kepentingannya itu, berapapun pentingnya dalam daerah sendiri.
Perlu diperingatkan lagi lebih dahulu, sebagai spring-board (papan-pelompat), tiga definisi Ilmu Bukti, yakni: (1) accurate thought, pikiran yang jitu, tepat atau (2) organisation of facts, penyusunan bukti atau (3) simplication by generalisation, penggampangan dengan mengumumkan. Maka semua hal ini pada geometry terbentuk oleh cara synthetic, memasang bukti sampai menjumpai teori, analytic, mengungkai (membuka) teori atas buktinya dan ad-absurdum, cara menyesatkan buat memperlihatkan kebenaran suatu teori. Maka ketiga cara dalam Geometry ini seperti sudah dijelaskan ada sangat berkenaan pula dengan caranya Ilmu Fisika & Co, bekerja: induction, dari bukti naik ke undang, deduction dari undang turun ke bukti dan verification, penglaksanaan, sesudah sesaat bertemu lagi.
Syahdan, maka penguraian tentangan INDUCTION, DEDUCTION dan VERIFICATION inilah pekerjaan yang terutama dari Logika. Inilah axis, sumbunya Logika. Berkeliling sumbu inilah roda Logika berputar-putar. Dan buat menyingkiri ulang-mengulang, maka tiadalah perlu perkara ini ktia uraikan lagi. Dengan cara Induction, diadakan undang, law, dalam Ilmu Alam & Co. Dan Undang ini mesti berdasarkan bukti yang kokoh, ialah bukti yang sudah diperamati dan diperalamkan (observation dan experiment). Semua perkara yang penting inipun yakni bukti, peramatan, peralaman dan undang sudah cukup dibicarakan. Tiada perlu pula lagi kita uraikan sekali lagi.
Walaupun kecil daerahnya Logika, karena takluk dan cuma sebagian dari daerah Dialektika-Materialistis, dan walaupun hal yang terpenting dari Logika, sebetulnya sudah diuraikan lebih dahulu, dalam pasal Ilmu Bukti dan Dialektika sendiri, masih banyak sekali sisanya Logika. Tetapi maksud saya tentulah tiada hendak menguraikan semua sisanya itu. Logika itu cuma salah satu perkara dalam “Madilog” dan seperti sudah dibilang, bukanlah perkara yang terpenting. Yang akan diuraikan pada pasal ini, cuma beberapa “puncak” yang nyata dalam barisannya sisa Logika itu. Barang siapa hendak ingin mempelajari Logika itu sepenuhnya, dipersilahkan membaca buku karangan John Stuart Mill, A system of Logic, rationative-inductive, buku besar dari 600 muka; Jovons (W. Stanley) The Principles of Science: A Treatise of Logic and Scientific Method, London 1874, 2 Vol XVI 463 and VII, 480 pages; Irendelenburg (ado), Logische Untersudschungen, Berlin 1840; Wondelband (W), Die Prinzpien der Logik, Tubingen 1913. Opzoomer, De Weg der Wetenschap, Een handboek der Logica, Amsterdam 1851; Opzoomer, Het wezen der kennis, Een Leesboek der Logika, A’dam 1863. 183 blz.
Saya mengajak dengan sungguh hati seseorang murid hukum berpikir mempelajari ilmu yang berguna sekali itu. Cuma saya peringatkan lebih dahulu akan batas, yakni limit dari Logika itu.
Pasal 1. SEKALI LAGI DIALEKTIKA DAN LOGIKA.
“Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui”.
“Sekali membuka puni, dua tiga utang langsai (lunas)”.
Kata pepatah Indonesia.
Walaupun perkara yang akan dibicarakan ini termasuk pada pasal lampau, yaitu Dialektika, tetapi sengaja saya tahan pena saya sampai sekarang. Perkara ini sangat bertentangan dengan Logika, jadi penting sebagai kritik dari Logika yang sangat gembar-gemborkan oleh para scientist dengan menguraikan perkara Dialektika itu, disini saya harap menyimpan banyak tempo dan tempat.
Sudah dipertentangkan Dialektika dan Logika lebih dahulu dari ini. Menurut Logika ya itu ya dan tidak itu tidak (A itu A, non A itu, ialah non A). Ya tak pernah sama dengan tidak (A bukan non A). Dua simpulan yang bertentangan, tak bisa benar keduanya. Kotak itu putih dan kotak ini hitam tiada bisa benar keduanya. Salah satunya bisa benar menurut Logika juga: Sesuatu barang mestinya A atau Non A, tak boleh keduanya.
Sebaliknya menurut Dialektika, kalau diperhubungkan dengan tempoh, kena-mengenanya perkara, pertentangan dan gerakan, maka ya itu bisa tidak (A itu pada saat itu juga bisa Non A). Dipandang dari satu penjuru kotak itu bisa hitam dan putih. Keduanya. sesuatu barang itu bisa A dan Non A keduanya. Semua ini sudah dikaji.
Sekarang saya mau kemukakan dua perkara yang penting baik buat Dialektika ataupun Logika, ialah: (1) quality dan quantity, sifat dan banyak atau bilangan. (2) Negation der Negation (Hegel) pembatalan kebatalan. Daerah Logika itu seperti sudah saya jelaskan lebih dahulu, takluk pada daerah yang lebih tingi, ialah daerah Dialektika. Bukan pula Dialektika yang beralasan benda yang nyata. Tetapi dalam daerah kecil, Logika pasti bersimaharajalela. Sebetulnya juga termasuk pada yang sudah-sudah, Cuma bentuk berlainan.
Sudahlah tentu Logika yang pisah-memisahkan sesuatu itu, pada kedua perkara ini juga berlaku main pisah. (1) Quality tinggal quality, quantity tinggal quantity. Sifatnya sesuatu barang itu tiada berhubungan dengan banyaknya bilangan barang itu. Air yang dimasak sampai umpamanya 80º buat Logika tinggal mempunyai sifat air yang berpanas (temperature) 80º itu. Tiada diperhubungkan dengan air yang sudah menjadi uap kalau sudah sampai 100º. Logika tiada perdulikan perhubungannya.
Menurut Dialektika, kenaikan quantity (banyaknya graad, derajat) bisa mengubah sifat, sifat mengadakan sifat quality baru. Sesudah quantity, banyak dari 80º sampai 100º, maka sifat tadi berubah: air jadi uap, quantity menjadi quality. Perubahan bilangan (banyak) menjadi perubahan sifat, dari air ke uap. Jadi “banyak” dan “sifat” quantity dan quality itu ada perhubungan, kena-mengenaan. (2) Menurut Logika seperti sudah lebih cukup dibicarakan lebih dahulu “ya” tinggal “ya” dan tidak itu tinggal tidak. Contoh tak perlu diberi lagi.
Dialektika menyimpulkan pergerakan “ya” dan “tidak” itu dengan “Negation der Negation”. Yang “ya” itu mulanya dibatalkan. Kebatalan ini dibatalkan pula. Umpamanya ambil sebiji padi, kita tanam. Sesudah beberapa lama biji padi tadi bukan biji lagi, melainkan sudah jadi pohon. Inilah satu kebatalan: Pohon membatalkan biji. Tetapi sesudah beberapa lama, pohon tadi mengeluarkan biji padi lagi lebih banyak dari bermula. Disini terjadi pembatalan dari pokok tadi; Biji membatalkan pohon. Pada seluruhnya proses, lakon padi tadi, kita peroleh biji padi, pokok padi (kebatalan) dan banyak biji padi (pembatalan). Inilah yang dinamai: Negation der Negation itu, pembatalan kebatalan.
Fredrich Engels banyak memberi contoh dari dua gerakan dalam Dialektika itu: Yang diatas ialah salah satu dari misalnya Engels. Tetapi Engels memakai gandum, bukan padi. Di bawah dituliskan beberapa lagi contohnya Engels (angkanya saya lupa!), tetapi semangatnya contoh tak berubah.
- Quantity menjadi quality. Satu serdadu berkuda Napoleon dikalahkan oleh satu berkuda Kalmuk (Mesir). Lima serdadu Napoleon sudah hampir sama dengan lima serdadu Kalmuk. Tetapi 10 serdadu Napoleon sudah bisa menewaskan 15 serdadu Kalmuk. Engels tiada bilang, tetapi saya percaya, bahwa 1000 serdadu berkuda Napoleon terhadap 10.000 Kamuk ada seperti kampak dengan pokok pisang. Pada perbandingan terakhir sudah bekerja kekuatan organisasinya Napoleon. Quantity sudah menjadi quality. Kenaikan banyak dari 1 sampai 10 dan dari 10 sampai 1000 pada pihak Napoleon sudah menjadi perubahan sifat, yang merupakan kemenangan.
- Negation der Negation. Pertama kita lihat seekor rama-rama. Rama-rama melahirkan ulat (Negation) pertama. Ulat sesudah beberapa lama lagi menjadi rama-rama pula (Negation kedua). Pada pembatalan kebatalan kita melihat beberapa rama-rama. Pembatalan kebatalan memberi hasil yang lebih baik dan lebih banyak.
Dalam “Das Kapital” banyak sekali kita berjumpa dengan contoh yang indah-indah. (Dalam buku saku dicemplungkan dekat Merqui, banyak saya kumpulkan buat dipakai jadi contoh). Disini Marx memperlihatkan bagaimana berlakunya kedua undang Dialektika dalam masyarakat, yang juga naik dari tingkat ke tingkat. Seluruhnya buah pikiran Marx boleh dikatakan berdampak quantity menjadi quality dan Negation der Negation.
Perubahan kecil dari sehari kesehari pada masyarakat feodal, mempertajam pertentangan hamba dan tuan. Akhirnya bahwa jadi begitu kuat sampai banyak sifat quantity jadi quality dan bisa batalkan kaum tuan. Sekarang hamba menjadi tuan, ialah klas hartawan: kebatalan pertama ialah masyarakat feodal bertukar menjadi masyarakat kemodalan dalam masyarakat kemodalan sekarang berlaku undang bilangan menjadi sifat dan kebatalan dibatalkan seperti sudah terjadi di Rusia: kemodalan dibatalkan oleh kolektivisme. Cuma pembatalan kebatalan itu jangan diterjemahkan seperti oleh Cratilus, murid Plato: Tidak saja dua kali, satu kalipun orang tak bisa pergi pada suatu sungai. Ini melewati Dialektika. Kata Hegel suatu barang itu ialah pembatalan dari kebatalan pertama kalinya.
Sudahlah tentu bapak Dialektika idealis, Hegel, penuh pula dengan penglaksanaan: 1. Quantitat dan Qualitat. 2. Position, Negation dan Negation der Negation atau thesis, anti-thesis dan synthesis. Semua undang ini sudah pula termasuk pada ahli filsafat Yunani, seperti Heraklit dan Demokrit dalam beberapa kalimat yang sekarangpun masih dikemukakan.
“Ada itu berarti tak-ada karena semua barang itu menjadi bertukar, dalam keadaan tumbuh dan tumbang”.
“Tidak ada, yang tetap, semuanya bertukar”.
“Kita tak bisa dua kali pergi ke sesuatu “sungai”, karena sungai pada saat ini sudah mengalir diganti dengan sungai yang lain”.
Pasal 2. LOGIKA TERHADAP: QUALITY DAN QUANTITY.
Terhadap single-proposition, simpulan yang tunggal, kita sudah tahu bagaimana Logika berlaku. Kalau dikata “kuda itu seluruhnya dipandang dari sudut ini warnanya putih, ini tidak mengandung arti “kuda itu seluruhnya dipandang dari sudut itu juga hitam”. (Ingat definisi Ueberweg!).
Terhadap “Universal-proposition”, simpulan bulat, yakni yang akan dibicarakan pada pasal ini, maka Logika mengadakan pembagian, yang terpisah seperti berikut:
1. Simpulan yang bulat dan ber-ya, mengesahkan atau genaral and affirmative proposition.
2. Simpulan bulat dan ber-tidak, membatalkan negative; general negative proposition.
3. Simpulan pecahan dan mengesahkan particular affirmative proposition.
4. Simpulan-pecahan dan membatalkan, particular negative proposition.
(Peringatan: Simpulan bukan kalimat. Dengan simpulan atau putusan saja maksud ialah sesuatu pemeriksaan, a judgment, Inggrisnya. Umpamanya: Semua yang bernyawa mesti akan mati. Kalimat itu tiadalah perlu satu kesimpulan. Umpamanya: si Ahmad menendang bola).
Perhatikan:
- Simpulan bulat yang ber-ya. Formule-ya: semua S (ter) masuk P.
- Simpulan pecahan yang ber-ya, sebagian S (ter) masuk P.
- Simpulan bulat yang ber-tidak, tak ada S (ter) masuk P.
- Simpulan pecahan ber-tidak, sebagian S (tidak) masuk P.
(Peringatan: Buku Logika biasanya tidak memakai huruf diatas melainkan berikut-ikut A E I dan O. Saya pikir lebih mudah diperingatkan dengan huruf A B C D).
Misal:
- Semua manusia itu cerdik.
- Tak ada manusia cerdik.
- Sebagian manusia cerdik.
- Sebagian manusia tak cerdik.
Menurut Logika, kalau A benar, B mesti salah. Kalau benar bahwa “semua manusia itu cerdik” maka simpulan “tak ada manusia itu cerdik” mesti salah. Begitu juga sebaliknya. Kalau B itu benar, maka A mesti salah. Kalau benar bahwa “tak-ada manusia itu cerdik”, maka simpulan semua manusia itu cerdik, mesti salah. Menurut Logika A dan B itu incompatible tak bisa benar, kedua berselisih. A dan B dinamai contrarty proposition, simpulan yang bertentangan.
Tetapi kalau A itu salah, maka B boleh jadi salah, tetapi boleh pula jadi benar. Kalau salah simpulan kita bahwa “semua manusia itu cerdik”, maka boleh jadi salah juga simpulan, bahwa “Tak ada manusia itu cerdik”. Karena boleh jadi “sebagian” saja manusia yang tak cerdik dan sebagian cerdik. Jadi tidak benar, ialah salah kalau dikatakan, bahwa “tak ada manusia itu cerdik”. Tetapi boleh jadi juga benar, bahwa tak ada manusia itu cerdik. Pendeknya kalau A itu salah B boleh benar dan boleh jadi salah. Begitu juga sebaliknya, kalau B itu salah, A boleh benar dan boleh salah. Kalau diuji dengan formule kita peroleh: Kalau semua S masuk P benar, maka “tak ada S masuk P” itu salah. Tetapi kalau semua “S masuk P” itu salah, maka “tak ada S masuk P” boleh jadi benar dan boleh jadi salah. Jadi mungkin A dan B salah keduanya. Definisi: Contrary proposition, simpulan bertentangan, ialah simpulan yang incompatible, berselisih tak bisa berna keduanya, tetapi bisa salah keduanya.
Sekarang kita bandingkan A dengan D. Kalau A benar, D mesti salah. Dan kalau D itu salah, maka A itu mesti benar. Kalau benar bahwa “Semua manusia itu cerdik”, maka salahlah kalau kita katakan, bahwa “sebagian manusia itu tak cerdik”. Dan kalau benar, bahwa “sebagian manusia itu tak-cerdik”, maka salahlah pula putusan kita, bahwa “semua manusia itu cerdik”. A dan D dinamai contradictory, berlawanan betul-betul, bertentangan.
Dengan formula: Kalau “semua S masuk P” itu benar, maka “sebagian S tidak masuk P” salah. Dan kalau “sebagian S itu tidak masuk P” benar, maka salahlah “semua S masuk P”. Definisi: Contradictory proposition, simpulan berlawanan, ialah dua simpulan yang salah satunya mesti benar, dan salah satunya mesti salah.
(Peringatan: Incompatible sementara saya Indonesiakan dengan berselisih:contrary dengan pertentangan; contradictory dengan berlawanan. Jadi bertentangan lebih tajam dari berselisih dan berlawanan lebih tajam dari bertentangan).
Pada penguraian Logika diatas tercantum lagi A itu, ialah A bukan non-A. Kritik atas pengertian bulatnya “in the board sense” tentang perkara ini sudah cukup dijalankan! Tetapi arti terkhusus “A=A” itu yang oleh Ilmu Bukti mesti diperhatikan, tiadalah pula boleh kita lupakan. Lebih-lebih pada sesuatu karangan yang panjang atau pada suatu buku kita mudah melupakannya. Orang sering lupa dan kadang-kadang sengaja melupakan, bahwa pada permulaan karangan orang artikan sesuatu kata kalimat atau undang dengan arti lain dari arti pada pertengahan atau ujung karangannya. Pada hal ini kita bisa peringatkan, bahwa A mesti tinggal A. Arti yang kita pakai pada permulaan karangan mesti terus-menerus sampai ke ujung. A mesti terus A saja. Sekali-kali A itu tak boleh jadi lawannya, yakni non-A. Science, Ilmu Bukti, accurate thought, hasil pikiran yang tepat, sudahlah tentu tiada bisa mengabaikan arti terkhususnya dan A = A dan A bukan non-A: memakai sesuatu kata, kalimat atau undang yang berselisihan artinya pada berlainan tempat dan tempo. Sesuatu karangan atau buku yang scientific, menurut hukum Ilmu Bukti mesti pertama sekali self-consistent, mesti consequent, arti tak boleh berlawanan dengan dirinya sendiri. Selain dari itu dia tak boleh berlawanan, melainkan cocok, mesti self-consistent dengan undang yang syah, dan bukti yang diakui syah dan pengalaman biasa, yang syah pula. Pada sesuatu pekerjaan scientific, artinya terkhusus dari A = A dan A itu bukan non-A mesti sebagai pedoman buat si-pengarang dari pangkal sempai keujung.
Pasal 3. CONVERSION (PEMBALIKAN).
Hari ini Hari-Raya, Lebaran! Dikiri-kanan kelihatan dan kedengaran tanda permulaan dari kaum-Muslimin. Tiada mengherankan, kalau pikiran saya melayang pada perkara yang berhubungan dengan hal ini: ke rumah, lumbung dan halaman keluarga saya di seberang dan mesjid dan langgar yang didirikan oleh keluarga itu. Pelayangan pikiran itu akhirnya membentuk simpulan ini: “Semua Muslimin itu diwajibkan berpuasa”. Menurut ilmu saraf, gramatika, semua Muslim itu jadi pokok, subyek kalimat “diwajibkan berpuasa” jadi sebutan kalimat, predicate. Kalau simpulan itu dibalikkan artinya pokok dijadikan sebuah dan sebutan dijadikan pokok, maka kita peorleh: Yang diwajibkan berpuasa itu semuanya kaum Muslimin.
Teranglah salahnya pembalikan, conversion itu. Kita tahu bahwa tidak saja kaum Muslimin, tetapi ada kaum lain seperti di antara pendeta Hindu dan Budha yang diwajibkan berpuasa. Jadi pembalikan diatas sudah bermakna lain. Pembalikan yang benar mesti berbunyi: Sebagian dari yang diwajibkan berpuasa itu ialah kaum Muslimin.
Simpulan Asal (Original).
Semua S masuk P “Pembalikan: Sebagian dari P masuk S. Ahli matematika Euler, membentuk formule ini dengan gambaran <img src="Bab6_clip_image001.gif" alt="1" width="50" height="50"> Disini kita lihat S itu semuanya masuk ke dalam P.
Tetapi pembalikannya tiada semua P, melainkan sebagian saja dari P diliputi oleh S. Pembalikan semacamnya ini dinamakan: Pembalikan sebagian (part conversion). Ini tentang Perkara A, yakni semua S masuk P. Sekarang kita periksa pembalikan dari perkara B, yakni tak ada S masuk P.
Umpamanya: Tak ada Nasrani yang masuk di Mekah. Pembalikannya: Tak ada yang masuk di Mekah itu orang Nasarni. Dengan Formule:
Simpulan Asal : Tak ada S masuk P.
Pembalikan : Tak ada P masuk S
<img src="Bab6_clip_image002.gif" alt="3" width="110" height="50">
Gambaran Euler: S P
(Disini nampak tak ada S masuk ke daerah P dan dalam pembalikannya tak ada P meliputi S. keduanya tak tahu menahu. Kedua kalimat sama nilai dan kedudukannya). Pembalikan ini dinamai “pembalikan biasa” (Conversion simply).
Perkara C, yakni sebagian S masuk P.
Ump: Sebagian orang Nippon beragama Budha.
Pembalikannya: Sebagian dari yang beragama Budha ialah orang Nippon.
(Jadi tidak umumnya yang beragama Budha itu orang Nippon, orang Birma, Thai, Annam, dan Cylon banyak yang beragama Budha).
Dengan formule:
Simpulan asal : Sebagian S masuk P.
Pembalikan : Sebagian P masuk S.
<img src="Bab6_clip_image003.gif" alt="4" width="86" height="50">
Gambaran Euler: S P
Kelihatan cuma sebagian dari S yang diliputi oleh P. Dan sebaliknya juga sebagian dari P yang diliputi oleh S. tetapi kebenaran tidak terperkosa. Pembalikan semacam ini dinanami “pembalikan biasa”, seperti perkara B diatas. Perkara D, terakhir tiada dengan begitu saja bisa dibereskan. Simpulan D ini tidak mempunyai pembalikan.
Dalam hal balik-membalik itu, kita tidak saja mesti tukar tempat pokok dengan sebutan dan sebutan dengan pokok. Tetapi kita mesti awasi dua undang dalam balik-membalikkan. Kalau undang ini terlanggar, tiadalah syah pembalikan itu. Berlainanlah makna simpulan yang kita peroleh.
Undang pertama: Quality, “ya atau tidak” mesti tetap. Jadi ya atau tidak, syah atau betul pada “simpulan asal” mesti syah atau batal, ya atau tidak juga pada pembalikan. Dalam pembalikan kita diatas A, B, C undang itu ada diikuti. (Periksalah).
Undang kedua: Quantity mesti tetap pula. Tak boleh dimasukkan “term” berhubung dengan pokok atau sebutan kalimat atau simpulan! Kepada Pembalikan kalau term itu tak ada dalam simpulan asal. Sekarang kita periksa perkara D.
Umpamanya: Simpulan Asal: Sebagian orang beragama itu tidak (bukan) orang Islam.
Pembalikan: Sebagian orang Islam itu tidak beragama.
Teranglah salahnya pembalikan itu, karena tidak ada bagian atau seorangpun dari Kaum Muslimin yang tidak beragama Islam. Islam itu artinya Agama. Sebagian orang Islam artinya orang beragama Islam. Kalau orang beragama Islam itu dikatakan tidak beragama, maka simpulan semacam itu bertentangan dengan dirinya sendiri. Undang apakah yang dilanggar dalam pembalikan (D) ini? (Lihat kembali pembalikan diatas!).
Quality, ya atau tidaknya, memang tidak dilanggar. Pada simpulan Asal kita dapati kata “tidak” dan pada pembatalan juga kata “tidak”. Jadi kedua simpulan berdasarkan negative, bertidak. Begitulah undang pertama tidak dilanggar.
Undang kedua: Quantity. Pada simpulan Asal, kita lihat orang Islam sebagai sebutan (predicate) itu dimaksudkan semua orang Islam. Tetapi pada pembalikan orang Islam yang dimaksudkan itu cuma sebagian saja. Disinilah pelanggarannya terjadi, yaitu pada Undang kedua Quantity, banyak bilangan. Menurut undang bilangannya term (istilah) itu mesti tetap jumlahnya.
Dengan Formula, maka pembalikan itu juga tidak bisa dinyatakan dengan pasti, karena memang dalam pembalikan itu boleh jadi: (1) tak ada yang P masuk S (2) semua P itu S atau (3) sebagian P = sebagian S.
<img src="Bab6_clip_image004.gif" alt="4" width="422" height="66">
S P S P S P
(1) (2) (3)
Keterangan:
Pada gambar 1. P dan S tak ada bersangkutan satu sama lainnya.
Pada gambar 2 Semua P menutupi S.
Pada gambar 3 Sebagian P menutupi sebagian S.
Tiga kemungkinan semacam itu tidak bisa dipastikan dengan ya atau tidak saja dalam satu simpulan. Kalau berbuat begitu makna mesti terperkosa. Walaupun “conversion” itu sudah dicatat diatas, tak ada salahnya kalau disini kita kasih definisi cukup. Pembalikan ialah: Satu proses atau perubahan, dimana pokok pada simpulan (proposition) asal jadi sebutan pada pembalikan dan sebutan pada simpulan asal menjadi pokok pada pembalikan, pembalikan mana sama kebenarannya dengan simpulan asal.
Pembentukan semangat Revolusi Perancis tahun 1754, Rousseau mahaguru Filsafat Hegel dan Bapa Historical Materialis Marx banyak sekali menggunakan pembalikan itu. Dengan begitu daerah penyelidikan mereka bertambah dalam, arti bertambah luas dan bunyi bertambah merdu.
Pasal 4. OBVERSION (PERLIPATAN).
Permulaan kata, conversion, kata technical yang mengandung seluk-beluk yang dalam itu, saya terjemahkan dengan “pembalikan”. Kata obversion dengan “perlipatan”. Kalau kita membalikkan sesuatu barang, kain umpamanya, muka di bawah terbalik ke atas. Tetapi kalau melipat cuma sebagian kain saja yang terbalik.
Perlipatan kalau di-definisikan: ialah perubahan bentuk (bukan arti!) satu simpulan kepada simpulan lain, dimana “sebutan”pada simpulan asal bertukar jadi “sebutan yang berlawanan arti” pada perlipatan. Perlipatan juga mempunyai Undang: “Sebutan pada perlipatan itu mesti berlainan dengan arti sebutan pada simpulan asal”. A mesti ditukar dengan non-A. Tak boleh dipakai arti setengah-setengah, yang mengandung kompromis, permufakatan pada kedua belah pihak yang berlawanan.
Kita periksa sekarang 4 perkara yang sudah kita kenal .
- Simpulan Asal. Misal: Semua Haji pernah ke Mekah.
Perlipatan: Tak satu Haji yang tak pernah ke Mekah.
Kata “semua” dan “tak satu” bukan berlawanan pokok, melainkan berhubungan dengan kalimat seluruhnya. Kalau berlawan dengan pokok, yakni Haji, mestinya berbunyi semua tak Haji, jadi yang bukan Haji. Jadi perlipatan dari A ialah B.
- Simpulan Asal, Misal: Tak satu Kafir yang suci.
Perlipatan: Semua kafir tak suci (berdosa).
(Tak ada dan semua juga berhubungan dengan kalimat seluruhnya tidak melawan pokok simpulan! “Tak suci” itu ialah kata majemuk! Maksud saya dengan kafir bukan Kafir menurut Islam saja, tetapi Kafir dipandang dari penjuru tiap-tiap agama. Jadi perlipatan dari B itu ialah A.
- Simpulan Asal. Misal: Sebagian orang Islam itu murtad.
Perlipatan: Sebagian orang Islam itu bukan tak murtad.
(“Tak murtad” itu berarti takluk pada undang Islam. Jadi “bukan murtad” itu berarti dan takluk lagi. Begitulah arti perlipatan tiada berlawanan dengan arti simpulan asal. Dalam Algebra negative (-) dari negative itu jadi positive (+). Perlipatan C jadinya D.
- Simpulan Asal, Misal: Sebagian orang Islam itu tidak jujur.
Perlipatan: Sebagian orang Islam itu tak jujur (munafik).
“Tak jujur” dan “Tak-jujur” dalam Logika terkhusus ini tiada sama. Tak jujur itu disambungkan dengan “-“ jadi kata majemuk. Artinya sama dengan munafik, ialah tak jujur terhadap undang agamanya. Diluar lain dari di dalam. “Haram riba” itu kata pada umum, tetapi riba lebih dari 1800% setahun diterima juga, malah jadi penghidupan bagi golongannya turun temurun. Perlipatan D ialah C.
Jumlah ujian: Perlipatan A ialah B, Perlipatan B ialah A, perlipatan C ialah D dan perlipatan D ialah C. Dengan lipat-melipat ini sekarang marilah kita hadapi Alam (universe) ini. Semua di Alam ini ialah Islam atau tak Islam. (Islam dipakai sebagai nama sifat), menurut filsafat Islam atau tidak, betul atau salah, P atau Non-P. Apa yang P bukan masuk non-P. Formulanya: P atau tak P. (Non-P)
Kalau “S itu P” maka “S itu bukan tak-P”; kalau S itu berada dikiri, maka S itu tidak dikanan. Sebaliknya kalau “S tak P” maka S itu tidak P; kalau tidak di kanan, maka ia dikiri.
Di Eulerkan.
Kalau S-P <img src="Bab6_clip_image005.gif" alt="4" width="50" height="50"> : maka S itu tidak masuk tak P
bukan: <img src="Bab6_clip_image006.gif" alt="4" width="122" height="50">
S tak
P
Kalau S – tak P<img src="Bab6_clip_image001_0000.gif" alt="2" width="50" height="50"> : maka S itu tidak P
bukan: <img src="Bab6_clip_image007.gif" alt="4" width="110" height="50">
S P
Sekarang kita sebentar balik kepada conversion, pembalikan. Tadi kita katakan D itu tidak bisa dibalikkan. Tetapi dengan memakai cara perlipatan, kita bisa mendapatkan hasil. Marilah kita ambil contoh yang dahulu:
Simpulan : Sebagian orang beragama itu tidak orang Islam.
Pembalikan : Sebagian orang Islam itu tidak beragama.
Kita ingat pembalikan itu salah.
Sekarang kita jadikan, tidak orang Islam itu kata majemuk seperti tak P. Kita peroleh sebagai ganti, tidak orang Islam itu kata majemuk tak Islam. Simpulan Asal sekarang kita tukar bentuknya dengan tidak menukar artinya. Kita dapati:
Simpulan Asal : Sebagian orang beragama itu tak Islam (non-Islam).
Pembalikan : Sebagian tak Islam (non-Islam) itu orang beragama.
Ini benar! Sebagian tak Islam, bukan Islam itu, seperti orang Kristen dan Yahudi memang dianggap beragama juga, walaupun oleh kaum Muslimin sendiri meskipun Kafir Nasrani dan Yahudi itu dianggap oleh Muslimin Cuma Kafir Kitabi, ialah memperkosa makna Kitab Injil dan Kitab Talmud masing-masing.
Formulanya:
Simpulan Asal : Sebagian S itu tidak P. Ini sama dengan sebagian S itu tak P.
Pembalikan : Sebagian tak-P itu S
Eulernya : <img src="Bab6_clip_image011.gif" alt="4" width="86" height="50">
S tak P
(Kelihatan sebagian dari S ditutupi oleh sebagian tak-P).
Seperti pembalikan, maka perlipatan juga banyak dipakai oleh para pujangga yang jaya dan bergemilang.
Pasal 5. CONTRAPOSITION (PERLIPATAN-TERBALIK).
Menurut pelipatan terbalik itu suatu simpulan lebih dahulu, mesti kita lipat, kemudian lipatan itu kita balikkan. Pemeriksaan:
A. Misal:
Simpulan Asal : Tak ada barang di Alam ini yang tak berubah.
Perlipatan : Semua barang yang di Alam ini berubah.
Eulernya : <img src="Bab6_clip_image009.gif" alt="4" width="50" height="50">
Pembalikannya: Sebagian dari yang berubah di Alam ini, ialah barang.
B. Misal:
Simpulan Asal : Tak ada Muslim yang makan riba.
Perlipatan : Semua Muslim tak makan riba.
Di-Eulerkan :<img src="Bab6_clip_image010.gif" alt="4" width="50" height="50">
Pembalikan : Sebagian dari yang tak makan riba itu ialah Muslimin.
{Simpulan (Pembalikan) ini rupanya ganjil tetapi benar. Bermacam-macam golongan di Indonesia kita saja masih sederhana sekali hidupnya. Umpamanya orang Papua dan Dayak. Mereka belum tahu memakai uang. Jangankan lagi memakan riba. Jadi di Indonesia ini saja Cuma sebagian saja yang Muslimin, ialah yang tak makan riba; ....andaikata, semuanya Muslimin, juga termasuk Muslimin dari Hadramatu, tak makan riba}
C. Misal : Simpulan Asal : Sebagian Muslimin tidak bisa tak Sembayang.
Perlipatan : Sebagian Muslimin sembayang.
{Disini kita berjumpa dengan dua tidak, ialah ,tidak tak sembayang”.
{Belum pernah kita berjumpa dengan dua tidak (negative) dalam rangkaian begini}.
Pembalikan : Yang tak sembayang itu tidak sebagian Muslimin. Ini
Simpulan tidak bisa di artikan atau di Eulerkan. Tiada ada
Sedikit juga kepastian di dalamnya.
Sebutan simpulan ialah, tidak sebagian Muslimin ”Boleh jadi kalimat itu berarti, semuanya” Muslimin. Jadi pembalikan boleh jadi berarti: Yang tidak sembayang itu ialah semuanya. Ini tentulah bertentangan dengan arti Simpulan Asal. Tentulah juga melanggar filsafat Islam. Dalam Logika C itu juga dianggap sebagai simpulan yang tiada bisa dilipat-balik-kan.
D. Misal:
Simpulan Asal : Sebagian Muslimin tak puasa.
Perlipatan: Sebagian Muslim itu puasa.
DiEulerkan : <img src="Bab6_clip_image011.gif" alt="4" width="86" height="50">
M P
Pembalikan : Sebagian yang berpuasa itu ialah sebagian Muslim.
(Kebenarannya nyata. Bukan saja kaum Muslimin, tetapi diantara Yahudi, Pendeta Hindu, atau Budha, ada juga yang berpuasa. Dan tidak semuanya Muslimin itu berpuasa).
Pasal 6. SYLLOGISM.
Bagian 1. PASANGAN SIMPULAN BESAR DAN KECIL.
Bermula diperingatkan yang sudah di uraikan lebih dahulu: Induction, ialah cara berpikir, “dari beberapa bukti naik ke undang”. Kawannya ialah Deduction, yakni cara “dari undang turun ke bukti”. Pada Geometry, cara berpikir Deduction ini mendapat lapang yang luas sekali. Juga dalam Ilmu Kodrat & Co, Deduction mendapat lapang yang luas sekali.
Satu bentuk dari cara berpikir menurun dari undang ke bukti itu, yakni satu bentuk “penglaksanaan”, dalam Logika dinamai SYLLOGISM. Jadi SYLLOGISM ini Cuma bentuk lain dari berpikir menurut cara Deduction.
Perhatikanlah bentuk berpikir dibawah ini:
- Semua manusia bakal mati.
- Socrates manusia juga.
- Socrates itu bakal mati.
Lebih dari 2000 tahun Simpulan tiga serangkai semacam ini tercantum dalam kebanyakan buku Logika, sebagian jatuh dari aliran pikiran menurut SYLLOGISM. Sebagai peringatan dan kehormatan pada maha guru yang maha satria, maka suci dan maha mulia, maha para ahli Logika, dari abad ke abad terus-menerus memegang nama Socrates, guru dari Plato dan Aristoteles itu dalam simpulan tiga serangkai tadi.
- “Semua manusia bakal mati”, dinamai mayor-premise, simpulan besar.
- “Socrates manusia juga”, dinamai minor-premise, simpulan kecil.
- “Socrates itu bakal mati”, dinamai conclusion, simpulan akibat.
Akibat, yakni simpulan ketiga, menurun dari kedua simpulan dahulu, ialah simpulan besar, (1) dan simpulan kecil, (2) Kedua simpulan dibelakang ini (1 dan 2) pasti dipasang menurut hukum yang tetap. Simpulan 1 dan 2 ada mempunyai term (yakni salah satu dari pokok atau sebutan) yang bersamaan, bernama Commonterm atau middle-term yakni term bersama, kata persamaan. Pada simpulan 1 dan 2 kita lihat term kata yang bersamaan itu ialah kata “manusia”.
Pada akibat kata persamaan itu hilang, tak ada lagi. Kita lihat pula, bahwa simpulan pertama mengandung bukti lebih besar, lebih luas dari yang kedua. Pada simpulan pertama, kita berjumpa “semua” manusia, sedangkan pada simpulan kedua kita berjumpa dengan satu manusia saja, ialah Socrates. Sebab (luas artinya) umumnya simpulan pertama itu, maka ia dinamai dalam Logika, simpulan besar yang mengenai seorang saja, ialah simpulan 2 dinamai simpulan kecil.
Pasangan tiga serangkai mesti takluk pada hukum dibawah ini:
- Simpulan Umum (Universal proposition) mesti dipakai sebagai simpulan besar (mayor premise).
- Kata persamaan (common-term) mesti jadi sebutan dari simpulan kecil (minor-premise).
Kalau “kata persamaan” (dalam hal ini manusia) kita pendekkan saja dengan huruf M, sembarang huruf pun boleh. Dan bakal mati dengan huruf B, akhirnya Socrates dengan S, maka formula yang kita peroleh:
Semua M <img src="Bab6_clip_image012.gif" alt="4" width="63" height="12"> B
S <img src="Bab6_clip_image013.gif" alt="4" width="65" height="11"> M
Jadi S <img src="Bab6_clip_image012_0000.gif" alt="4" width="63" height="12"> B
Di Eulerkan : <img src="Bab6_clip_image014.gif" alt="4" width="74" height="74">
Perhatikanlah SYLLOGISM dibawah ini:
- Semua manusia itu berakal.
- Tetangga saya berpikir morat-marit.
- Tetangga saya ini berakal.
Benarkah akibat dari SYLLOGISM ini?
Marilah kita pasang satu persatu simpulan menurut hukum
M B
<img src="Bab6_clip_image015.gif" alt="4" width="38" height="14"> <img src="Bab6_clip_image015_0000.gif" alt="4" width="38" height="14">
- Semua manusia itu berakal. M
<img src="Bab6_clip_image015_0001.gif" alt="4" width="38" height="14">
- Tetangga saya, yang berpikir morat-marit ini, ialah manusia.
- Tetangga saya, yang berpikir morat-marit ini (S) ialah berakal (B).
Jadi cocok dengan formula:
Semua M <img src="Bab6_clip_image016.gif" alt="4" width="63" height="12"> B
S <img src="Bab6_clip_image013_0000.gif" alt="4" width="63" height="12"> M
Jadi S <img src="Bab6_clip_image012_0001.gif" alt="4" width="63" height="12"> B
Rupanya salah, tetapi sebetulnya benar dan pasangan simpulan bisa dibetulkan. Orang boleh berpikir morat-marit. Tetapi bagaimana juga ia masuk golongan (binatang) berakal. Kalau tidak begitu, berapa bagian manusia diatas bumi kita yang berpikir menurut Logika Mistika, kaki ke atas, kepala ke bawah, yang mesti kita keluarkan dari golongan “berakal”. Dalam arti umumnya, bulat, in the board sense, memang semua manusia itu berakal. Tetapi pada arti terkhususnya, in the narrow sense, ada diantara manusia itu yang mempunyai akal miring dari akal sempurna.
Bagian 2. PASANGAN 2 SIMPULAN BESAR.
Misal (saja) : Semua Muslimin mesti sabar (terima nasib dari Tuhan).
Semua orang sabar mesti juga terima kezaliman.
Diatas ada dua simpulan besar, mayor premise, bagiamana kita mesti susun?
Dalam hal ini kita mesti cari pasangan yang bisa menimbulkan akibat. Hukuman yang pertama tiada bisa kita jalankan, karena kedua simpulan itu tidak berbesar dan berkecil, melainkan keduanya besar. Jadi kita mesti lari kehukum kedua.
Lebih baik kita formulakan lebih dahulu, supaya mudah ditinjau. Semua Muslimin dipendekkan jadi B, sabar dengan M dan penerima kedaliman C.
Kita peroleh formula:
Semua B <img src="Bab6_clip_image017.gif" alt="4" width="75" height="12"> M
Semua M <img src="Bab6_clip_image018.gif" alt="4" width="75" height="12"> C
Di Eulerkan: <img src="Bab6_clip_image019_0000.gif" alt="4" width="50" height="50"> <img src="Bab6_clip_image019.gif" alt="4" width="50" height="50">
Semua C <img src="Bab6_clip_image012_0003.gif" alt="4" width="63" height="12"> M Semua M <img src="Bab6_clip_image012_0002.gif" alt="4" width="63" height="12"> C
Bagaimana perhubungan C sama B?
Pada formula itu kita tak bisa lihat perhubungan C dengan B. Pada gambaran Euler perhubungan itu nyata sekali.
Pada Euler, kelihatan dikiri B masuk M, dan dikanan M masuk C. Jadi B mestinya masuk C, yang terbesar diantara itu. Jadi akibat boleh di Eulerkan dengan:
<img src="Bab6_clip_image020.gif" alt="4" width="74" height="90">
Apakah sebabnya maka pada formule kita tak bisa mengambil akibatnya?
Jawab: Sebab kita melanggar hukum kedua, yang berbunyi:
Kata persamaan (common term) mesti jadi “sebutan” dari simpulan kecil.
Sebab disini tak ada simpulan kecil, maka simpulan kedua mesti kita anggap sebagai simpulan kecil, yakni semua M masuk C.
Mudah sekali mendapat pasangan menurut hukum kedua itu. Kalau simpulan pertama kita jadikan yang kedua dan sebaliknya, maka kita peroleh:
Semua M <img src="Bab6_clip_image021.gif" alt="4" width="63" height="12"> C
Semua B <img src="Bab6_clip_image021.gif" alt="4" width="63" height="12"> M
Jadi Semua B <img src="Bab6_clip_image021.gif" alt="4" width="63" height="12"> C
Kembali kepada simpulan tiga serangkai, ialah umpama tadi, maka kita mendapat:
Semua penyabar mesti juga terima kezaliman.
Semua Muslimin mesti penyabar.
Semua Muslimin mesti terima kezaliman.
Ini betul menurut Logika, Tetapi apakah betul menurut hukum Islam? Itu terserah pada para Muslimin. Kewajiban saya pada pasal ini Cuma buat menguraikan Logika saja.
Satu Contoh lagi:
B M
<img src="Bab6_clip_image015_0003.gif" alt="4" width="38" height="14"> <img src="Bab6_clip_image015_0002.gif" alt="4" width="38" height="14">
Cuma calon surga itu Muslimin.
M C
<img src="Bab6_clip_image022.gif" alt="4" width="38" height="14"> <img src="Bab6_clip_image022_0000.gif" alt="4" width="38" height="14">
Tak ada Muslimin yang Kafir.
Formulenya.
Semua B <img src="Bab6_clip_image013_0002.gif" alt="4" width="63" height="12"> M
Tak ada M <img src="Bab6_clip_image012_0005.gif" alt="4" width="63" height="12"> C
Pada formula inipun kita tak bisa mengambil akibat. Sebabnya karena ia melanggar hukum 2. Jadi formula inipun mesti di balikkan, seperti diatas tadi, yang pertama menjadi yang kedua dan sebaliknya.
Kita peroleh :
1. Tak ada M <img src="Bab6_clip_image012_0006.gif" alt="4" width="63" height="12"> C
2. Semua B <img src="Bab6_clip_image023.gif" alt="4" width="63" height="12"> M
Di Eulerkan: <img src="Bab6_clip_image009_0000.gif" alt="4" width="50" height="50"> <img src="Bab6_clip_image024.gif" alt="4" width="110" height="50">
1 2
Sekarang akibat bisa ditarik, yakni:
Tak ada B <img src="Bab6_clip_image016_0000.gif" alt="4" width="63" height="12"> C (Lihat peng-Euler-an!)
Bentukan sempurna: Tak ada calon surga yang kafir.
Kembali pada tiga Serangkai sebagai umpama diatas kita bisa bentuk:
Tak ada Muslim yang kafir.
Semua calon surga itu Muslimin.
Tak ada calon surga yang kafir.
Menurut hukum pembalikan, maka yang diatas ini bisa pula kita balikkan dengan tiada mengubah artinya: Tak ada kafir yang calon surga.
Bukan sebagai foya-foya, melainkan sebagai “pelaksanaan” Logika, dan buat dipikirkan dengan tenang seksama, kita persilahkan pembaca menyelidiki susunan simpulan yang dibawah ini:
Tak ada Muslimin yang kafir.
Semua calon surga itu Muslimin.
Tak ada calon surga itu yang kafir.
Tak ada kafir itu bisa masuk surga.
1.800.000.000 manusia yang hidup sekarang kafir.
1.800.000.000 manusia sekarang calon neraka.
Sebelum Islam masuk ke Indonesia, maka semua orang Indonesia itu kafir.
Ribuan juta orang Indonesia dalam sejarah manusia yang + 500.000 tahun itu semuanya kafir. Ribuan juta Indonesia dizaman sebelum Islam itu masuk neraka.
Billiunan, Milliunan, juta-jutaan manusia diatas bumi sebelum dan sesudah Nabi Muhammad SAW lahir, terhitung kafir. Jadi billiunan-billiunan anusia masuk neraka. Tuhan Allah itu Maha Kuasa, Maha Suci, Maha Mulia, Maha Tahu, hadir pada semua Tempo dan pada semua tempat. Jadi pada tiap-tiap detik dan tempat bisa betulkan hati dan laku mahluk-Nya dan terutama Dia Maha-Pengasih.
Ergo.
Jadi Tuhan Allah, sarwa sekalian Alam, yang Maha Pengasih itu akan sampai hati berabad-abad melihatkan ribu-jutaan hambanya yang lemah dan fana itu diazab dibakar api neraka, berkali-kalis sesudah dijadikan sebesar gunung! Allahu Akbar!
Bandingkanlah dengan Logika.
Ingatlah sama definisi Ueberweg, pertanyaan yang pasti yang berarti pasti, apakah satu sifat termasuk pada satu benda? Mesti dijawab dengan pasti: A = A, A bukan non-A.
Apakah Tuhan itu Maha Kasih atau Maha Kejam. Kalau Tuhan itu Maha Kejam, dia tak bisa Maha Kasih (Ingat perkataan maha, yakni sempurna). Kalau Tuhan itu Maha Kasih, maka DIA tak bisa Maha Kejam.
Kalau satu detik saja, satu manusia saja DIA biarkan dimakan api Neraka yang Maha Panas itu, Tuhan tidak lagi Maha Kasih. Jangankan lagi kalau sekiranya DIA membiarkan juta-jutaan manusia dibakar berabad-abad!!
Pasal 7. SEMUA BENTUK SYLLOGISM.
Tiadalah akan saya terangkan dan laksanakan semua bentuk Syllogism. Beberapa bentuk yang sudah dimajukan dan dilaksanakan sampai sekarang sudah cukup untuk pembaca buat memeriksa dan melaksanakan semua bentuk yang dibawah ini akan terlampau panjang sekali kalau saya mesti periksa semua bentuk dibawah satu persatunya.
Bukan maksud saya bahwa semua bentuk itu tiada penting. Seperti dahulu saya anjurkan pada pemuda buat melatih otak dengan Matematika, maka tiada kurang kerasnya permohonan saya pada pemuda melatih otak dengan persoalan Logika.
Tiap-tiap buku Logika biasanya mempunyai persoalan yang mesti diselesaikan oleh muridnya. Menyelesaikan itu artinya tidak saja menegapkan pengertian yang sudah ada, tetapi juga menambah kecerdikan dan kecepatan menyelesaikan sesuatu persoalan yang berhubungan dengan Logika. Terutama dalam satu perdebatan latihan semacam itu akan nyata sekali memberi keuntungan besar. Karena sesuatu pendekatan menuntut jawab yang “tepat dengan cepat”. Jawaban semacam itu bisa mendiamkan lawan seperti kilat dan petus.
(Petunjuk: Periksalah semua bentuk Syllogism dibawah ini satu persatu dengan cara Euler. Sesudah nyata kebenarannya, cobalah cari contoh yang hangat).
Kadang-kadang semua bentuk itu dibagi atas 4, dan kadang-kadang atas 3 golongan. Semua bentuk itu dari masa Aristoteles, Ahli Logika Luhur itu, sampai sekarang hampir tiada berubah. Pembagian dibawah ini dijalankan oleh John Stuart Mill. Ingatlah lebih dahulu kedua hukum Logika, dan ingatlah bahwa pada contoh dibawah ini “kata-persamaan” common-term itu, ialah B, bukannya M lagi.
è artinya “masuk” ...artinya “jadi” atau “sebab itu”.
BENTUK PERTAMA
Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Tak ada B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
1 º Semua A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B 2 º Semua A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B 3 º Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
(Jadi)
Semua A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Tak ada A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
Tak ada A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
4 º Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
BENTUK KEDUA
Tak ada C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B Semua C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B Tak ada C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
5 º Semua A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B 6 º Tak ada A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B 7 º Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
.. .. ..
Tak ada A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Tak ada A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
Semua C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
8 º Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
..
Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
BENTUK KETIGA
Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Tak ada B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
9 º Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 10 º Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 11 º Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A
.. .. ..
Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Seb. B tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Tak ada B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
12 Sebagian B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 13 Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 14 Sebagian B<img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12">
.. .. ..
Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
BENTUK KEEMPAT
Semua C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B Semua C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B Sebagian C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
15 º Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 16 º Tak ada B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 17 º Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A
.. .. ..
Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Sebagian A <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
Tak ada C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B Tak ada C <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> B
18 Semua B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A 18 Sebagian B <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> A
.. ..
Seb. A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C Seb A tak <img src="Bab6_clip_image001_0001.gif" alt="1" width="51" height="12"> C
Pasal 8 “C U M A”.
Umpamanya: “Cuma” orang Arab yang jadi tukang jual mahal dan beli murah barang gadaian orang tersempit.
Simpulan semacam ini berarti: Semua orang yang jual mahal dan beli murah barang gadaian orang tersempit itu, ialah orang Arab.
(Sekarang Oktober 1942).
Simpulan yang berupa “Cuma” ini tiada satu dua kali kita berjumpa. Simpulan semacam ini boleh rubah bentuknya dan susun menjadi Syllogism biasa:
Misal : Simpulan Besar : Cuma kaum Nasrani yang balas jahat dengan baik “kalau orang
tampar pipi kirimu, kasihkanlah pipi kananmu”, kata Nabi
Yesus.
SK : cuma pembalasan jahat yang bisa bikin manusia berdamai. Dijadikan Syllogism biasa.
Akibat : cuma kaum Nasrani yang bisa bikin manusia berdamai. Dijadikan Syllogism biasa.
M C
<img src="Bab6_clip_image008_0001.gif" alt="1" width="170" height="26"> <img src="Bab6_clip_image007_0000.gif" alt="1" width="62" height="26">
SB : Semua orang yang membalas jahat dengan baik itu, ialah kaum Nasrani.
B M
<img src="Bab6_clip_image009_0001.gif" alt="1" width="86" height="26"> <img src="Bab6_clip_image009_0002.gif" alt="1" width="86" height="26">
SK : Semua manusia berdamai itu, ialah orang pembalas jahat dengan baik
B C
<img src="Bab6_clip_image010_0000.gif" alt="1" width="86" height="26"> <img src="Bab6_clip_image010_0001.gif" alt="1" width="86" height="26">
Akibat: Semua manusia berdamai itu ialah kaum Nasrani.
Formulanya.
S B : Semua M <img src="Bab6_clip_image011_0000.gif" alt="1" width="63" height="12"> C
S K : Semua B <img src="Bab6_clip_image011_0000.gif" alt="1" width="63" height="12"> M
A : Semua B <img src="Bab6_clip_image011_0000.gif" alt="1" width="63" height="12"> C
Cuma lawan Cuma: “Cuma” yang diatas boleh dibalas dengan ”Cuma” pula.
S B : Cuma Negara Nasrani yang menjajah dan menimbulkan Perang Dunia.
S K : Cuma penjajahan dan perang dunia yang memusnahkan harta dan jiwa seluruh dunia.
Akibat : Cuma Negara Nasrani yang memusnahkan harta dan jiwa seluruh dunia (Nasrani, Kapitalist, Imperialist, ialah mesti dianggap sebagai Tiga Serangkai Pula).
Syllogism biasa:
M C
<img src="Bab6_clip_image019_0001.gif" alt="1" width="170" height="26"> <img src="Bab6_clip_image018_0000.gif" alt="1" width="74" height="26">
S B : Semua penjajahan dan Perang Dunia ditimbulkan oleh Negara Nasrani.
B
<img src="Bab6_clip_image019_0002.gif" alt="1" width="170" height="26">
S K : Semua pemusnahan harta dan jiwa ditimbulkan oleh penjajahan dan perang dunia.
B
<img src="Bab6_clip_image019_0003.gif" alt="1" width="170" height="26">
Akibat: Semua pemusnahan harta dan jiwa diseluruh dunia itu ditimbulkan oleh Negara Nasrani.
Formule dan Eulernya seperti diatas juga!
KETERANGAN:
Contoh diambil terutama sebagai bahan buat pelaksanaan saja.
Yang dimaksud dengan menjajah, ialah perbuatan Negara Barat, resminya beragama Nasrani dan berdasarkan kapitalis serta imperialistis dalam arti modern terhadap bangsa yang tinggal di Afrika, Asia, Australia, dan Amerika!
Jepang tak turut, tentu akan turut nasib satu jajahan, kalau ia kalah dan turut menjajah kalau menang.
Tapi yang dimaksudkan dengan Perang Dunia, ialah peperangan yang meliputi seluruh dunia dalam arti sebenarnya. Contoh yang tepat ialah, peperangan tahun 1914 – 1918 dan peperangan 1939 – 1945.
Pasal 9. SEBAB DAN AKIBAT DLL.
Mulanya akan dibicarakan sedikit “dll” itu Ariestoteles meninggalkan beberapa kata Logika sebagai pusaka yang sampai sekarang berurat berakar dalam science. Diantaranya ialah genus dan species; differentia dan accident. Perkara ini sedikit akan diraba karena penting buat membikin definisi genus dan species. Dalam kalimat “Manusia itu termasuk hewan”, maka hewan itu dinamai “genus” dan manusia itu dinamai “species”. Kalau genus itu kita terjemahkan bangsa, maka species itu boleh di terjemahkan jenis. Tetapi boleh juga genus itu kita terjemahkan jenis, dan dalam hal ini manusia itu diterjemahkan ragam atau macam. Pendeknya genus lebih luas daerahnya dari pada species, seperti rumah lebih luas daerahnya dari pada bilik, ialah bagian dari rumah; kaum dari golongan dsb. Yang genus itu pada satu perhubungan boleh jadi species menurut perhubungan lain. Sebab itu diatas tidak saya terjemahkan. Pentingnya menentukan daerah yang lebih luas itu sudah nyata, kalau kita ingat bagaimana kita membikin definisi. Pertama kita cari daerah yang lebih luas dari barang yang mau didefinisikan itu (Ingat juga gambaran Euler!) kemudian kita cari differentia, perbedaan.
Differentia, ialah sifat atau jumlah beberapa sifat itu termasuk pada satu benda, sifat atau jumlah sifat mana memisahkan benda itu dari benda lain yang sama klasnya dengan benda tadi.
Accident, kebetulan, ialah sifat atau jumlah sifat yang tiada berkenaan dengan namanya benda itu, ataupun dengan sifat terkhususnya dari benda itu. Yang menamai seseorang “tukang besi” umpamanya, ialah kepandaiannya mengerjakan barang besi. Kalau selainnya dari pada itu dia juga pandai memancing ikan atau bertukang kayu, maka hal dibelakang ini Cuma accident saja, sifat kebetulan saja buat dia sebagai yang umum namai tukang besi.
Bagian 1. SEBAB DAN AKIBAT.
Sebab dan Akibat, cause and effect, causality, oorzaak en gevolg. Ini memang bikin repot ahli filsafat kolot dan lebih-lebih ahli agama yang mau mencemarkan kaki pula pada Dunia Filsafat atau Ilmu Bukti. Science, jaman sekarang tiada bayak lagi memusingkan kepala seperti ahli filasfat kolot dan ahli agama itu.
Marilah sebentar kita takjub! Layangkan pikiran keratusan ribu tahun kebelakang. Perhatikanlah nenek dari nenek moyang kita yang tinggal di gua batu atau diatas pohon kayu. Pada satu hari ia patahkan dahan kayu dan pisahkan ranting dan daunnya.
Sekarang pekerjaan semacam itu kita sebut “dia membikin tongkat”. Dengan tongkat ini dia pukul kepala ular, menjangan atau monyet buat dimakan. Berkali-kali dia membuat tongkat dan membunuh binatang dengan tongkat itu, dari bapak turun keanak dan cucu.
Sesudah kerja dan makan, nenek kita itu sering kita juga melayangkan mata dan pikirannya ke horizon, cakrawala batas pemandangan dan kelangit. Ajaib semuanya! “Siapa yang bikin?” Inilah pertanyaan yang timbul padanya: Cocok dengan pekerjaan buat penghidupan sehari-hari dan barangkali juga sudah termasuk kedalam “bahasanya”, dia pikir, bahwa semuanya itu ada mempunyai “pangkal dan ujung” seperti tongkatnya. Berkepala dan berekor seperti ular makannya. Ada pikiran dan pembikinnya, seperti dia dan tongkatnya. Ada bersebab dan akibatnya: seperti ular mati karena pukulannya.
“Semua di Alam ini” katanya ada bersebab dan berakibat. “Yang bikin Alam ini, ialah pohon sagu” katanya, pada satu tempat dan pada satu tempo. “Yang bikin Alam ini Naga” katanya pada lain tempat dan lain tempo. Berlain-lain “pembikin” creator itu, ialah menurut keadaan perkakas dan pencahariannya. Tetapi semua “pemikir” diantara nenek moyang kita yakin, bahwa mesti ada yang bikin alam ini seperti dia “bikin” tongkat. Mesti ada asal, sebab, dari “semua” ini, seperti ular tadi mati sebab pukulannya.
Semua itu pasti “menurut pikirannya”. Sebab atau asal dari tongkat tadi, ialah dia sendiri. pasti yang menjadi sebab matinya ular tadi, ialah pukulannya. Pasti sebab dari alam ini ialah pokok sagu atau Naga.
Atas rel aliran pikiran semacam itu juga, sebetulnya selang belum berapa lama, cuma beberapa ribu tahun saja, sedangkan sejarah manusia sudah 500.000 tahun dan di Egypt lahir ahli filsafat, yang pikir, bahwa Dewa Ra bikin langit, udara, bintang, bumi, sungai Nil dan Sahara dibikin dengan satu perkataan saja: P t a h, lebih cepat dari nenek moyang kita membikin tongkat. Lebih besar Kodratnya “pembikin” baru ini dari pada nenek moyang kita dalam 500.000 tahun dikumpulkan jadi satu.
“Sebab dan akibat” itu tak bisa bercerai lagi semenjak zaman Ptah ini. sebab dan Akibat ini masuk theology, ilmu ketuhanan. Tuhanlah yang asal dari semua ini: Bintang dan Bumi, Air dan Udara, Manusia dan Hewan, lembu dan ular, Malaikat dan setan, Kapitalis dan Buruh, bajingan dan mangsanya.
Sebab itu mestinya punya sebab pula. Sifatnya sendiri dari causality (sebab dan akiba) itu ialah: Semua akibat (barang atau kejadian) itu mesti mempunyai sebab. Tetapi kalau ditanya kepada ahli ketuhanan tadi, siapa atau apa sebabnya Tuhan itu, dengan perkataan lain, siapa pembuat itu, maka jawabnya: “Tuhan sendiri”. jadi pada jawab ini semua filsafat yang berdasarkan “semua akibat itu mesti ada sebab” berhenti sama sekali. Disini sebab tak mempunyai sebab lagi. Disini dasar “akibat ber-sebab” tadi membatalkan dirinya sendiri.
Sebab itulah kita katakan diatas ahli-agama itu ”mencemarkan” kaki pada dunia kotor, zat nyata, ialah filsafat, science. Kepercayaan itu baiklah tinggal pada daerahnya saja, yakni kepercayaan. Kepercayaan itu adalah perkara masing-masing orang. Disini paksaan tidak berguna dan tak boleh dijalankan. Yang dipercaya itu tak perlu dibuktikan, diuji lagi. Itulah bedanya kepercayaan dengan Ilmu Bukti. Kepercayaan boleh dikatakan daerah pada perasaan “feeling” semata-mata. Dialektika dan Logika ialah perkakas otak, tak bisa dimasukkan pada daerah kepercayaan itu.
Kalau ada orang yang percaya pada Naga, Setan atau Tuhan, itu tanggungan masing-masing. Percaya itu tak perlu pula consequence dan consistent, yakni: Akibat mesti terus cocok dengan undang. Jadi kalau dijadikan dasar, bahwa semua akibat ada sebabnya, dasar ini mesti juga diteruskan dengan consequen, bahwa sebetulnya Tuhan, sebagai sebab terakhir itu tidak ada. Karena semua sebab mesti mempunyai sebab pula: jadi Tuhan itu mesti punya pembikinnya pula. Pendeknya barang yang terakhir itu tak ada, dalam “semua akibat mesti punya sebab”, pangkal.
Lagi! Ahli filsafat mentah, pada zaman nenek moyang kita itu tak bisa disalahkn benar, kalau dia pandang “pembikin” tongkat itu sebagai “sebab” dari tongkat semata-mata. Tongkat itu sebaliknya sebagai “akibat” semata-mata. Tetapi kalau sekejap mata saja kita layangkan Dialektika dimata kita, nyatalah sebab itu cuma sebab dipandang dari satu penjuru, jadi relative. Kalau dipandang dari penjuru lain, maka sebab tadi menjadi akibat. Kita mesti juga insyaf, bahwa tongkat yang dianggap akibat bikinan itu, sebetulnya juga sebab, ialah pembikin hidupnya nenek kita tadi. Dari penjuru penghidupan, maka tongkat perkakas tadi jadi sebab. Begitu juga nenek kita sebagai sebab matinya ular tadi, menjadi akibat kalau dipandang dari penjuru hidupnya. Ular mati itu jadi sebab hidupnya si nenek, ialah makanan si nenek. Demikianlah sebab dan akibat itu masing-masing sebagai terdiri sendirinya, tetap, pasti absolute, dalam Dialektika tak ada.
Akhirnya ahli filsafat mentah tadi menganggap nenek kita tadi sebagai sebab yang tunggal, tak berseluk-beluk, kena-mengena dengan yang lain, seperti menurut penganggapan Dialektika. Betul dahan kayu bertukar menjadi tongkat. Dalam hal ini si nenek mesti mempunyai kekuatan cukup buat mematahkan dahan tadi. Dan tak bisa dilupakan, bahwa masyarakat si-nenek mesti sudah sampai ketingkat membuat perkakas semacam itu. Ketiga, dahan kayu mesti ada. Kalau tidak tongkat juga tak bisa dibentuk, walaupun kedua syarat yang pertama ada. Jadi kalau si nenek pindah ke gurun pasir dan kutub utara, bagaimanapun juga si-nenek tak akan bisa bikin tongkat. Tentu banyak perkara lain yang “serta” menjadi sebab, antecedent namanya dalam hal ini ialah perkara yang mendahului akibat.
Science tentulah sudah insyaf akan hal diatas. Sebab atau cause itu tidak lagi diartikan dengan arti sempit seperti diartikan oleh ahli filsafat mentah atau ahli ketuhanan. Sebab itu sudah dianggap seperti salah satu dari beberapa sebab, seperti lebih dahulu sudah saya bilang sebagai alat adanya, sebagai condition saja.
Kita lihat saja satu “weather forescast”, pengarian hari. Disini perkataan mesti itu sudah tak ada lagi; diganti dengan mungkin (possible) dan boleh jadi (probably). Karena bukan satu perkara, antecedent yang berada disini, melainkan bermacam-macam, seperti: panas, tekanan-udara, angin, hujan dll. Ilmu hari, tak berani berkata, mesti hujan atau mesti panas. Beberapa perkara tadi masing-masingnya bisa jadi “sebab”. Pada satu macam susunan dari beberapa antecedent atau dari beberapa perkara tadi, hujan itu mesti jatuh. Pada susunan lain tak mungkin atau cuma boleh jadi jatuh. Apalagi political “forecast” pengiraan politik (bukan dimaksud nujum seperti nujum pa Belalang atau Joyoboyo), karena pengiraan diatas mesti berdasrakan ekonomi, masyarakat, dalam dan luar negeri, lebih susah dicari cause, sebab itu, lebih aman dipakai sebab dalam arti luas sekali, ialah condition alat adanya, salah satu alat saja.
Oleh ahli Logika Mill, antecedent yang mesti menerbitkan akibat itu dinamai cause, sebab: beberapa antecendet lain yang menyertai saja, dia namai conditions.
Tetapi menurut pikiran saya, arti terkhusus dari sebab ini jarang didapat pada dunia bukti ini. kalau saya hempitkan jari saya pada semut ini dan pada saat ini juga semut itu mati, maka jari saya, menurut Mill, dan lain-lain, betul sebab dari matinya semut tadi. Kalau saya tidak hempitkan jari saya, memang semut tak mati pada saat itu. Kecuali kalau memang si-semut sudah sakit dan kebutulan mati pada saat itu juga. Tetapi kalau sesudah saya hempitkan jari saya, saya kasih lepas semut tadi barang satu detik saja. Jadi sudah ada tempo antara pekerjaan saya yang buas tadi dengan matinya semut, mungkin satu atau beberapa antecedent, perkara lain mencampuri.
Begitulah ringkasnya kalau kita pandang dengan mata Dialektika, kalau sebab itu kita perhubungkan dengan tempo, kena-mengenanya, pertentangan dan gerakan barang, maka arti mentah dari sebab tadi melayang keudara ether, kosong, seperti Logika Mistika sendiri.
Begitulah science zaman kini berjaga-jaga, mengartikan dan melaknakan sebab itu. Tidak lagi sebab itu dianggap “barang terakhir” yang tak mempunyai sebab lagi. Tiadalah pula dianggap barang yang absolute, tungal sendirinya. Melainkan kena-mengena dengan akibat. Akhirnya tidak tunggal, melainkan disertai oleh sebab, yakni antecendent yang lain-lain.
Demikianlah sering science, tak jawab lagi pertayaan why? Apa sebab, melainkan how? Bagaimana? Karena apa sebab tadi terus-menerus menerbitkan “apa sebab” pula.
Dalam Ilmu Jiwa (Perkara pikiran, Kemauan dan Perasaan), maka sebab dan akibat itu juga diganti dengan “drive and mechanism”, penumpu (seperti gasoline atau listrik) dan mesinnya. Tetapi kedunya pun ada perlantunannya.
Cocok dengan pemandangan diatas, saya baca pada salah satu tempat science menetapkan maksudnya, sebab itu: buat mendapat pemandangan (peninjauan) pada sistem (susunan) yang diperiksa, baik dalam umumnya ataupun terkhususnya dengan memperingatkan persamaan dan perbedaan, atau undangnya beberapa Bukti dalam sistem tadi, supaya dengan begitu bulatnya susunan bukti tadi bisa dipahamkan dengan secara teratur, tersusun. Jadi cause itu cuma buat mengadakan pemandangan bulat saja; buat sementara saja. Seperti sudah dibicarakan pada Induction dahulu, buat menyusun beberapa bukti yang kacau-balau. Berkenaan dengan hukum, Law, maksdunya ialah satu general statement, pengumuman, penyusunan saja. Hukum ini bisa dipakai sebagai “working hypothesse”, pekerjaan periksa-memeriksa saja, kalau perlu boleh ditukar. Bukanlah maksudnya buat mencari “ultimate cause” sebab yang penghabisan atau “permanent cause”, sebab yang tetap.
Dengan arti inilah kita maknakan “sebab”, kalau kita uraikan pasal berikut.
Pasal 10. LIMA METODE PERALAMAN.
“Apa sebab maka bandanku terapung, kalau saya mandi”, beginilah kira-kira pertanyaan yang mendengung-dengung ditelinga Archimedes sebelum ia mendapatkan hukumnya. Sebab ialah karena badannya ditolak keatas oleh air.
Begitulah, dahulu cara “Induction” dari Bukti naik ke Hukum, kita laksanakan pada Ilmu Alam, dengan mengambil Archimedes sebagai contoh.
Memang Induction mencari sebab dari akibat. Archimedes mencari sebab dari akibat: badannya terapung dalam air”. Memang pula Ilmu Alam (Ilmu Kodrat, Ilmu Kimia) dengan jalan pengalaman (experiment) bisa jitu memperlihatkan perhubungan sebab dan akibat.
Mencari sebab – dengan arti luas ialah alat adanya – dilaukan oleh Ahli peralaman dengan 5 jalan: (1) Jalan persamaan, method of agreement, (2) Jalan Perbedaan, method of Difference, (3) Jalan sisa, Residue, (4) Jalan perubahan bersama, Concomitant variation, (5) Jalan paduan, Joint Method.
- Jalan Persamaan.
Si Pemeriksa, si Pengalaman mau tahu umpamanya apa yang jadi sebab, ialah salah satu sebab, walaupun terpenting, dari adanya penyakit malaria.
Dia baca buku lama dan baru, tanya dokter dan dukun! Dia peroleh beberapa perkara (atecendet) yang mungkin jadi sebab. Kemudian semua perkara itu dia susun menurut jalan persamaan.
Bagaimanakah kedudukannya jalan persamaan itu?
Persamaan diantara beberapa bukti atau kejadian itulah yang barangkali menjadi sebab: dari beberapa bukti atau kejadian tadi.
Si Pemeriksa, menyususn beberapa bukti, yang diperolehnya tadi.
Pertama: Nyamuk Anopheles, teguran hantu, makan rujak, semuanya disangka berkumpul dan disangka menimbulkan demam (dingin-panas).
Mana yang menjadi sebab dari akibat, belum diketahui. Dia main formula: Nyamuk Anopheles itu dia pendekkan dengan huruf A dan akibatnya a (dia belum tahu, bahwa akibatnya itu demam). Teguran hantu dirimba atau ketika mandi hari panas itu H dan akibatnya h, makan rujak itu R dan akibatnya r.
Kedua: Nyamuk Anopheles, Angin Malam, melangkahi kubur orang keramat, semuanyaberkumpul pula menimbulkan demam (panas). Mana yan jadi sebab, belum diketahui. Dia bikin formula lagi: Nyamuk seperti pada barisan ke 1 juga terus bernama A dan akibatnya yang belum diketahui itu terus bernama a. Angin Malam, calon sebab yang baru dia namai M dan akibatnya m. melangkahi kuburan orang keramat itu, dinamai K dan akibatnya k. Dua barisan (1 dan 2) dari calon sebab tadi dan akibatnya dia diajarkan pada dua baris ditinjau:
Pertama : A H R akibatnya a h r: a itu ialah: demam, panas, dingin dan h r masing-masing
penyakit satu.
Kedua : A M K akibatnya a m k: a itu ialah demam, panas, dingin juga dan m k penyakit
Satu-satu
Pada dua jajar itu kita lihat akibat ialah demam selalu ada dan A diantara tiga antecedent, yakni para calon-sebab juga, selalu ada.
Sekarang dia periksa mulai dari akibat: demam panas (a) tak bisa disebabkan oleh H dan R, karena pada jajar kedua H/R tidak ada, tetapi akibatnya yakni demam itu sebaliknya ada. Juga M/K tidak bisa menerbitkan demam, karena pada jajar pertama M/K itu tidak ada, sedangkan sebaliknya demam-panas itu ada. Jadi nyatalah A yakni nyamuk Anopheles yang jadi sebab. Bukan H, hantu, R, rujak, M, angin malam atau K, yakni kuburan Sang Keramat. H/R dan M/K pada dua jajar itu boleh dibuang dengan tiada menggangu akibat.
Dalam peralaman, experiment, dimana si Pemeriksa ingin tahu akibat dari beberapa calon sebab, maka ia mulai dari sebab:
A pada jajar kesatu tidak bisa menimbulkan hr, karena pada jajar kedua A juga ada tetapi hr tak ada.
A pada jajar kedua tak bisa menimbulkan mk, karena jajar kesatu A juga da tetapi MK tak ada.
Jadi akibat dari A yang hadir pada dua jajar itu, mesti juga hadir pada dua jajar. Dia itu tak lain, malinkan a, yakni demam, dingin, panas. Ini gampang saja dari pemeriksaan science, buat memberi pemandangan sederhana saja.
Sesuatu pemeriksaan scientifik, tiadalah begitu gampang, kadang-kadang sebab itu kembar dengan sebab lain. Jadi akibatnya berpadu pula. Ingatlah satu perahu dihanyutkan arus, umapama dari barat ke timur <img src="Bab6_clip_image002_0019.gif" alt="1" width="39" height="12"> kalau angin kuat bertiup dari utara keselatan <img src="Bab6_clip_image002_0018.gif" alt="1" width="39" height="12"> maka perahu itu tak akan jatuh ditimur, melainkan diantara timur dan selatan, ditenggara umpamanya.<img src="Bab6_clip_image001_0016.gif" alt="1" width="65" height="43">
Dua sebab seperti Oxigen dan Hydrogen dalam kimia dahulu berpadu jadi barang ketiga yang berlainan sifat dari dan asalnya, bernama air. Selain dari sebab itu bisa kembar, boleh jadi dua sebab itu berlawanan. Kalau keduanya sama kuat seperti 2-2 = 0, maka mereka keduanya bungkam, berdiam diri saja, walaupun hadir.
Tiadalah sempat kita memeriksa semua hal tersebut diatas. Tetapi jalan mencari sebab dengan Jalan Persamaan seperti diatas itu boleh diiktisarkan: Calon sebab yang hadir pada semua jajar itulah yang sebabnya kejadian. Asingkanlah dia, yang hadir pada semua jajar itu. Dia itulah yang sebab, dimana si ,”Polan” ada, disana ada “akibat”. Kalau begitu si “Polan”lah yang menjadi “sebab” yang menjadi “biang” keladinya”.
- Jalan Perbedaan.
Dimana si Polan tak ada disana tak ada pula akibat.
Ini kebalikan dari jalan persamaan. Menurut jalan persamaan tadi: dimana Anopheles ada, disana malaria ada. Tetapi menurut jalan perbedaan; dimana nyamuk Anopheles tak ada, disana pula demam, dingin, panas tak ada. Pada jalan persamaan kita susul saja si Polan (calon sebab) itu pada beberapa jajar dimana si Polan selalu hadir dan akibat selalu ada.
Pada jalan perbedaan kita bandingkan jajar yang berakibat dengan jajar lain, yang semuanya bersamaan dengan jajar pertama kecuali tak berakibat. Pada jalan persamaan si Polan yang dicurigai, jadi sebab itu sama pada dua (atau lebih 1) jajar, tetapi perkara yang lain H/R semua berlainan dengan M/K.
Pada jalan perbedaan kedua jajar bersamaan semua perkaranya kecuali pada satu jajar “si Polan” itu ada dan pada jajar keuda si Polan “minggat” tak ada:
Jajar ke-1 .................................................... A/H/R ahr.
Jajar ke-2 .................................................... H/R hr.
Si pemeriksa simpan saja dalam hatinya hal ini: Ketika Si Polan ada, akibatnya juga ada (seperti tuan Resersir pikir hal ini kalau “die vent” ada, maka selalu ada keributan). Coba saja periksa bagaimana jadinya, kalau dia tak ada. Kalau akibatnya tak ada pula, maka teranglah sudah, bahwa “die vent” si Polan itulah yang sebab.
Pemeriksaan: kalau akibat ke-1 dari AHR itu ahr dan
ke- 2 akibat dari HR itu hr sudahlah ternyata bahwa akibat dari A itu
ialah a.
Dimana A itu ada, akibatnya juga ada, ialah a (jajar ke-1) Dimana A tak ada disana, akibatnya a pun tak ada (Jajar ke-2).
Teranglah A yang jadi sebab.
Kalau nyamuk Anopheles, Hantu dan Rujak ada, maka akibatnya, ialah: deman, panas, ada. Tetapi jika Sang Nyamuk tak ada walaupun Hantu dan Rujak keduanya ada, demam panas tak ada. Tentulah Sang Nyamuk biang keladinya. Jadi A tak boleh dibuang, kalau dibuang akibatnya juga hilang. Boleh juga kita mulai dari belakang.
Ke 1 kita susun akibat, yakni ahr, disebabkan AHR.
Ke 2 akibat, hr, saja.
Kalau dalam hal kedua ini antecedentnya calon sebabnya ialah HR, maka kita tahu, bahwa a pada jajar ke-1 itu dilahirkan oleh A, tidak oleh HR. Kalau kita tahu bahwa hr, umpamanya pusing kepal dan sakit perut itu diterbitkan oleh mandi hari panas (ditegur Hantu) dan makan rujak, maka yakinlah kita bahwa a, yakni demam panas disebabkan oleh A, Anopheles (nyamuk).
- Jalan Sisa (Residu).
Jalan ini ada juga berhubungan dengan jalan diatas. Pada jalan ini kita cari sebab pada sisa, yaitu sisa dari semua sebab yang sudah kita ketahui. Umpamanya: ABC selalu diikuti oleh akibat abc.
Pada Induction, pemeriksaan dahulu seudah kita ketahui bawah, akibat dari A ialah a, dari B ialah b. Sekrang kita kurangkan semua akibat dari abc dengan jumlah bc: kita peroleh sisanya:
- Kita tahu, bahwa akibat a ini mesti disebabkan oleh A. Aturan bekerjanya pada jalan ini ialah:
Kurangkanlah semua sebab dengan jumlah-sebab yang sudah diketahui. Sisa dari pengurangan itulah yang jadi sebab dari sisa akibat.
Contoh yang populer:
Seorang mendapat demam, dingin, panas dari buku bacaan seorang dokter dan dukun. Dia kumpulkan semua calon sebab: nyamuk Anopheles, teguran Hantu dan makan Rujak, mandi dihari panas, ABC akibat abc.
Dia tahu, bahwa akibat dari teguran Hantu B, cuma pusing kepala, b, dari makan rujak C, cuma sakit perut c. Jumlah sebab BC dan jumlah akibat ialah bc. Tinggal lagi akibat abc – bc = a. Dengan yakin dia putuskan, bahwa sakit demam, dingin-panas mesti dia peroleh dari nyamuk Anopheles (A). Jalan ini daam Ilmu Bintang banyak pakai dan banyak pula hasilnya.
Contoh:
Saat bintang peredarannya tentulah dibentuk oleh beberapa bintang yang lain. Sudah diketahui beberapa bintang lain yang membentuk jalan peredarannya, umpamannya bintang ABC akibat abc. Tetapi masih ada akibat, x, misalnya yang belum diketahui bintang yang membentuk akibat x itu. Si Ahli bintang main hitung dan main teropong. Kemudian dia dapati bintang itu, x umpamanya.
- Jalan Perubahan Bersama (Concomitant variations).
Sekarang kita berjumpakan “panas” ialah sebentuk kodrat yang menjadi barang pemeriksaan kita. Sepeti dahulu sudah dikatakan, kodrat itu tidak bisa dipisahkan dengan benda. Si Mistikus boleh dengan lancang, memang lidah tidak bertulang, bisa menceraikan jasmani dengan rohani itu. Tetapi scientist dalam laboratorium tak bisa memikirkan, apalgi menjalankan perceraian kodrat dengan benda.
Kalau kita jajarkan beberapa contoh, yang bersamaan cuma dalam hal panas saja (A), dan semua hal lainnya, berbeda satu-persatu, maka kita bisa pakai jalan Persamaan. Disini panas sebagai sebab atau akibat bisa ditangkap dan diasingkan. Tetapi selainnya dari perkara panas semua contoh itu juga bersamaan dalam hal badan. Semua contoh itu punya badan. Tak ada barang yang mempunyai panas dan tak punya badan. Jadi jalan persaaam tak bisa dipakai.
Kalau kita bisa jajarkan beberapa contoh pula, yang satu jajar mempunyai panas (A), jajar yang lain tiada mempunyai panas (A) itu, maka kita boleh pakai jalan perbedaan. Kalau pada jajar tak-ber-A itu, tak punya panas itu, akibat juga lenyap, maka nyatalah bahwa panas (a) itulah yang menjadi sebab. Tetapi keberatan diatas kita juga jumpai disini. Kita gampang susun pada satu jajar, beberapa benda yang sama-sama punya panas (A), tetapi mustahil mendapatkan benda pada jajar kedua yang tak-ber-panas.
Pun jalan perbedaan juga tak bisa dipakai. Kalau kita bisa kurangkan jumlah semua sebab dengan jumlah sebab yang sudah diperalamkan ABC-BC = A dan sisanya cuma satu (A) ialah panas, maka kita bisa pakai jalan sisa. Kita tahu bahwa A, panas itulah yang menjadi sebabnya akibat (a). Tetapi sisanya tiada saja A (panas) tetapi juga badan, ialah badan yang perlu buat mengandung panas. Jadi kita tak bisa tahu, apakah panas ataukah badan yang menerbitkan akibat. Jadi jalan sisa-pun tak bisa dipakai. Untunglah ada lagi satu jalan. Walaupun calon sebab itu (disini panas) tak bisa sama sekali kita ceraikan dari bendanya, kita bisa ubah calon sebab itu dengan tidak melenyapkan (panas) itu sama sekali. Kalau perubahan sebab itu (A) mesti diikuti pula oleh perubahan (modification) dari akibat (a), maka kita tahu, bahwa calon sebab (A) itulah yang sebab sebetulnya. Jadi kita turun-naikkan (quantity, banyak) panas itu. Turun-naiknya itu menyebabkan turun-naiknya akibat pula.
Penunjuk jalan, bekerja, menurut Jalan Perubahan Bersama ini: Apabila perubahan satu bukti atau kejadian diikuti oleh perubahan bukti atau kejadian lain, maka bukti atau kejadian itulah yang menjadi sebab atau akibat dari bukti atau kejadian lain itu.
Galilea dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan tergantung disebabkan tarikan bumi, seperti buaian pendulum (gandulan) jam, galilea berjumpakan pengaruh gunung. Gunung ini seperti panas tak bisa dilenyapkan. Ahli Bintang yang memeriksa “pasang naik dan pasang turun” berjumpakan pengaruh bulan. Bulan pun tak bisa dilenyapkan dari pengalaman (experiment).
Galiliea dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan bersama. Tetapi contoh dari jalan keempat ini, akan diberikan bersama dengan jalan terakhir yang akandiuraikan dibelakang ini. jadi seperti membuka pundi, dua tiga hutang langsai. Sekali merangkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui.
- Jalan Campur Aduk (Joint method).
Jarang sekali Alam kita ini memberi contoh, dimana si Pemeriksa cocok dan gampang memakai Jalan Persamaan saja atau Jalan Perbedaan saja. Biasanya hukum atau sebab yang dicari itu tersembunyi dalam atau terikat oleh beberapa perkara yang bisa jadi sebab atau hukum. Dalam hal ini si Pemeriksa lari berlindung pada Jalan Campur aduk. Biasanya jalan itu diterjemahkan dengan campuran Jalan Persamaan dan Jalan Perbedaan. Tetapi percampuran yang gampang inipun tak mudah didapat. Sering percampuran itu ditambah dengan jalan lain, dengan jalan Perubahan bersama, umpamanya:
Sebagai perkara terakhir dari uraian cara bagaimana seorang scientist bekerja, mencari hakekat berupa sebab atau hukum, sebagi perkara terakhir itu, kita ambil contoh dibawah ini: Contoh itu diambil oleh J. S Mill dari pemeriksaan Dr. Brown Seguard. Contoh itu akan susah dimengerti kalau disalin begitu saja. Sebab itu saya akan ambil maknanya saja. Kalau perlu ditambah sama-sini. Sudah tentu contoh ini cuma salah satu dari contoh scientist bekerja.
Seorang Mistikus tak perlu menghirauakn bukti, benar atau banyaknya bukti yang mau diperiksa. Tak perlu memperamati atau memperalami buktinya itu. Tak perlu memperdulikan perhubungan sebab dan akibat. Tak perlu ia memperdulikan apakah simpulan yang diperolehnya itu benar buat semua tempo atau tempat. Apalagi jalan mencari undang atau sebab itu. Ini semua perkara diluar perhatian dan maksudnya hal gaib tadi. Kalau impiannya bisa melayang kesemua penjuru Alam melalui semua Bintang dan awang-awang, atmosphere, stratosphere dan sebagainya melalui dunia fana dan baka, surga dan neraka, kalau perut kosong mata tak tidur beberapa hari, pikiran memang bisa melayang lebih cepat dari flying fortress dan bisa pula berjumpa dengan yang digambar dalam otak: malakat atau bidadari yang bermata seperti burung merpati; kalau “teori” berupa kepercayaan baru yang didapatnya menyelimuti semua kegelapan zamannya, memberi pengharapan dan menghilangkan ketakutan manusia dalam masyarakatnya; kalau seterusnya lidahnya cukup liat seperti karet dan urat leher ditangannya kuat seperti baja: terutama kalau dalam pertempuran mulut dan tangan dia bisa kuat “menang”, maka kepercayaan dia tadi jadi kepercayaan umum.
Dia bisa dianggap sumber kekuatan dan bisa dianggap Nabi atau Tuhan sendiri. Tetapi si Scientist tak bisa menetapkan tinggal namanya dalam sejarah manusia dengan kalah atau menang berperang mulut atau jiwa saja.
Kalau “simpulan akibat” yang diperolehnya dengan jalan scientific tak bisa dilaksanakan, diperalamkan disemua tempat dan tempo, gagallah teori atau hukum yang diperolehnya. Sebagai pemeriksa atau perintis jalan dia bisa terus dihargai, tetapi hasil pemeriksaannya tak akan diangap sebagai sumber hakekat, tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas (seperti adat asli Minangkabau). Akhirnya “hakekat” yang diperoleh scientist, bukanlah hakekat yang mesti diterjemahkan dengan pasti atau dilaksanakan dengan tepat dan tak putus-putusnya. Satu kali saja berjumpa kegagalannya, semua hakekat itu mesti dicurigai, buat dibentuk baru atau dibuang sama sekali.
Barang siapa tiada menganggap simpulan science itu sebagi “working hypothesis”, teori buat dilaksanakan, dipakai dan kalau perlu dilemparkan, maka jatuhlah ia pada dunia dogma, dunia kepercayaan semata-mata.
Kembali pada Dr. Brown-Seguard, sebagi salah satu contoh pemakai jalan Campur Aduk.
Pasal 11. UNDANG Dr BROWN-SEGUARD
Lebih tinggi goncangannya (gemetarnya) urat (hewan atau manusia) ketika mati, lebih lambat urat itu tegng dan lebih lama ketegangan itu dan lebih lambat urat itu jadi busuk. Dengan perkataan lain: keras kendurnya goncangan urat selalu diikuti oleh cepat-lambatnya ketagangan urat. Hukum inilah yang dia mau uji dengan peralaman dan Jalan Logika.
Ke-1. Dia potong satu (urat) sarafnya satu hewan, pada kaki kiri. Ini kaki jadi lumpuh. Kaki kanan tinggal sehat. Kedua kaki pada satu binatang tadi semua bersamaan, kecuali kirinya lumpuh dan kanannya sehat. Hewan tadi segera dibunuh. Sedang mati kelihatan goncangan uratnya kaki lumpuh lebh cepat dari kaki sehat. Jadi perbedaan itu dalam hal goncangan dan tegang urat itu terdapat pada lumpuh dan sehat (Jalan Perbedaan).
Dia peralamkan dua, tiga sampai empat kali. Dia takut kalau ada perbedaan lain dari lumpuh dan sehat saja. Sebab itu dia ambil bermacam-macam hewan, tetapi hasilnya sama. Sekarang hewan tidak segera dibunuh sesudah dilumpuhkan. Sebulan sesudah itu, sekarang goncang dari urat kaki lumpuh tadi berhenti. Akibat juga berlainan dengan pembunuhan, pada saat hewan dilumpuhkan; sekarang ketegangan urat lebih keras datang dan kurang lama. perbedaan pada dua pembunuhan itu cuma satu, ialah: Perbedaan kerasnya goncangan urat.
Pada pembatasan pertama, goncangan urat keras dan ketegangan sesudah mati lebih lambat datang dan lebih lama. pada pembunuhan kedua sesudah satu bulan goncangan urat sudah kendor, ketegangan sesudah mati lebih lekas datang dan kurang lama. Perbedaan pembunuhan pertama dengan yang kedua cuma satu: Pada pembunuhan pertama goncangan urat keras, sebab lekas dibunuh sesudah dilumpuhkan. Pada pembunuhan kedua goncangan urat, kendor, sebab dibunuh hasbi satu blan. Perbedaan sebab cuma pada keras-kendornya goncangan urat.
Perbedaan ini mendapat perbedan lama lekasnya datang, akibat ketegangan (disini juga dipakai Jalan Perbedaan).
Calon - sebab : A/B/C akibat abc.
Calon – sebab : B/C akibat bc.
Jadi sebab : A berakibat a.
Bahwa goncangan urat itu disebabkan kematian, dengan Jalan Perbedaan juga sudah lama diketahui. Goncangan urat itu berbeda pada binatang hidup dan mati. Tetapi lekas-lambat datangnya ketegangan tiadalah bergantung pada kematian, melainkan pada keras-kendornya goncangan (gemetarnya) urat sesudah mati.
Sebetulnya perbedaan keras-kendornya goncangan urat itu pada dua peralaman tadi sudah mengandung Jalan-Perubahan-Bersama. Disini ktia tiada berjumpakan goncangan keras dari urat dan goncangan berhenti (hilang) saja, melainkan perubahan keras bergoncang saja. Kalau goncangan sama sekali hilang, barulah boleh dinamakan semata-mata Jalan Perbedaan.
Ke-2. Lebih rendah (dingin) hawa urat ketika mati, lebih keras goncangannya urat. Berhubung dengan ini lebih lama pula datangnya ketegangan. Jadi hawa panas atau dingin dirubah. Juga disini sebetulnya dipakai Jalan-Perubahan-Bersama.
Ke-3. Makin lama gerak badan (sport) dijalankan lebih kendor goncangan (gemetar) urat. Mangsa pemburuan, kalau di bunuh sebelum berhenti lelah, uratnya tegang dan busuk lekas sekali. Jago mati dalam kalangan begitu juga. Sama dengan itu juga, nasibnya serdadu mati dimedan peperagang. (Disini dipakai Jalan-Perbedaan). Perbedaan diantara sebab cuma perbedaan cape yakni payah dan tak lelah.
Ke-4. Makanan baik memperkeras goncangan urat. Seseorang sehat mati dengan diperkosa, uratnya bergoncang keras dan lama, ketegangan urat lambat datangnya. Begitu juga lama baru busuk. (Kita mendapat akibat sebaliknya, kalau makan dikurangkan). Tidak satu bukti saja pada masing-masing peralaman diatas ini, yang diperiksa, melainkan beberapa bukti, berhubungan dengan makanan baik dan makanan buruk itu. (Lihat formula saya dimuka ....).
Disini sebetulnya kita sudah berjumpa dengan Jalan-Campur-Aduk antara Jalan-Persamaan dan Perbedaan, malah juga dengan Jalan-Perubahan-Bersama. Pada satu jajar kita dapati beberapa bukti yang bersamaan dalam satu hal, ialah beberapa ketegangan urat lama itu, semuanya disebabkan makanan baik. (Jalan-Persamaan). Pada jajar kedua kita dapati begitu juga: Beberapa ketegangan yang lekas datang dan perginya itu, disebabkan oleh satu persamaan pula: makanan buruk (Jalan Persamaan). Tetapi pada jajaran pertama kita dapati makanan baik dan pada jajar kedua kita dapati makanan buruk. Jadi calon-sebab ada pada jajar pertama dan tak ada pada jajar kedua (Jalan-Perbedaan). Sebetulnya juga ada pada jajar pertama, tetapi berubah pada jajar kedua( Jalan-Perubahan-Bersama).
Ke-5. Gemetar urat seluruh badan, seperti sport yang menghabiskan tenaga, juga mengendorkan goncangan urat. Uratnya tegang dan busuk lekas sekali. Gemetar urat seluruh badan yang membawa kekubur itu disebabkan oleh bermacam-macam perkara: satu jenis Kolera, satu jenis racun, dsb (Jalan-Persamaan).
Ke-6. mati karena petus. Ini perkara lebih sulit dan mesti diperiksa lebih dalam. Pada satu jenis mati ditembak putus “ketegangan urat” atau sama sekali tak ada atau begitu cepat sehingga tak kelihatan. Dalam hal ini urat lekas busuk. Pada jenis lain, mati ditembak petus juga, akibat seperti biasa: ada ketegangan urat itu. Apa perbedan petus dan petus itu?
Pada jenis pertama, kematian tadi mungkin langsung disebabkan: ketakutan: terbang darah disekeliling otak atau dalam rabu, gempa otak, dsb (hersenschudding). Tetapi tak ada di antar calon sebab ini (terbang darah, dsb) yang bisa perhentikan ketegangan urat seperti hal pertama ditas.
Pada jenis kedua, kematian tadi boleh jadi langsungnya disebabkan: gemetar (convulsion) tiap-tiap urat badan.
Akibat dari gemetar tiap-tiap urat ini, ialah: sama sekali berhentinya goncangan urat itu dengan segera. Begitu cepat perhentian itu sampai tak bisa dilihat. Kalau ketegangan itu seperti biasa, maka mati ditembak petus itu berlainan dengan hal dibelakang ini, artinya bisa dilihat.
Ujian? Hal ini tentu tak bisa diperalamkan! Tuan dokter tak boleh ambil orang dan dibiarkan ditembak petus. Dia bisa ambil hewan dan tunggu petus. Tetapi berapa lama? Boleh jadi pula tali binatang tadi saja yang kena, dan bintangnya bisa lari. Tuan dokter ambil hewan lain dari orang, dan petus yang lain jenis, ialah listrik.
Binatang dibunuh oleh Listrik: ketegangan uratnya singkat dan busuknya lekas datang. Lebih hebat listriknya, lebih singkat ketagangan dan lebih cepat kebusukan. Listrik sehebat-hebatnya, goncangan urat pada saat saja diperhentikan, cuma lebih kurang 15 menit.
Jadi disini, ialah listrik diturun-naikkan, dirubah dan akibat juga turun-naik, berubah. Kalau tabrakan listrik maha-hebat, seperti petus, maka ketegangan itu juga dicepatkan dengan angka perbandingan, sampai hilang atau tak kelihatan sama sekali. (Nyatalah disini cuma Jalan-Perubahan-Bersama yang bsia dijalankan!). Begitulah dengan peralaman ke-6, peralaman listrik ini, diuji undang Dr. Brown Seguard tadi, yang menunjukkan perhubungan sebab dan akibat antara keras-kendornya “goncangan urat” dan “cepat-lambatnya ketegangan urat”.
Dr. BROWN me-ikhtiarkan.
Pertama: Apabila tingkat “goncangan urat” itu tinggi, pada saat mati ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan baik; orang mati terperkosa dalam sehat; (b) berhenti, goncangan urat karena kelumpuhan; (c) kena pengaruh kedinginan. Maka dalam semua hal ini (a, b, c) ketegangan urat, datangnya “lambat” dan lama tegangan itu; urat itu lama baru busuk dan perlahan busuknya (lawan diatas).
Kedua: Apabila tingkat “goncangan urat” itu rendah, pada saat mati, ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan buruk; (b) lelah sampai kehabisan nafas; (c) gemetar urat seluruh badan disebabkan racun atau penyakit kolera, maka dalam semua hal ini (a,b,c) ketegangan urat itu datangnya “cepat” dan perginya cepat pula dan kebusukan urat itu cepat pula datangnya dan perginya.
Pada contoh pertama dan kedua ini dipakai Jalan-Campur-Aduk dari Jalan-Persamaan dan Perbedaan. Pada jajar pertama kelihatan persamaan akibat, ialah “lambat” datang dan berhentinya ketegangan urat, walaupun dalam keadaan berlain-lain (a, b dan c). Persamaan akibat itu didapat pula pada calon-sebab yang sama, ialah keras goncangannya urat pada saat mati, walaupun dalam keadaan berlainan pula. Jadi pada jajar kedua ini terpakai Jalan-Persamaan juga. Tetapi kalau jajar dibandingkan dengan jajar, maka nyatalah bahwa Jalan-Perbedaan yang dipakai. Pada jajar pertama kita jumpai goncangan urat yang cepat bagai persamaan-calon-sebab. Sedangkan pada jajar kedua calon-sebab yakni goncangan cepat itu tak ada.
Sebetulnya bukan tak ada sama sekali, berbeda sama sekali seperti hidup dan mati, melainkan berubah tingkatnya. Pada jajar pertama kita peroleh “goncangan cepat”, sedangkan pada jajar kedua kita ketemukan “goncangan kendor”. Disini sebetulnya dipakai Jalan-Perubahan-Bersama.
Sudah diperlihatkan pada lain tempat oleh para Pemeriksa, bahwa “goncangan urat’ itu sebabkan oleh kematian. Ini ditunjukkan dengan Jalan-Perbedaan mati dan hidup. Dan mati itulah pula sebab asli dari “ketegangan urat” dan seterusnya “kebusukan urat”. Tetapi bukan sebab asli itu yang menjadi pangkal dan ujung peralaman Dr. Brown. Yang dinyatakan oleh peralaman ini, ialah: Keras kendornya gonacangan urat itu selalu diikuti oleh cepat lambatnya ketegangan urat. Walau “sebab” yakni “keras kendornya” itu dalam berjenis “keadaan mati” (a, b, c) sebab tadi selalu diikuti oleh akibat, yakni cepat, lambatnya ketegangan urat.
Memang susah memahami semua peralaman, ikhtisar dan Logika yang dipakai oleh Dr. Brown. Satu kata saja yang dipakainya akan lupa, atau kurang jelas, maka lumpuhlah usaha kita. Semua kata mesti dipahami dan diulang membaca, lebih-lebih oleh kita yang bukan dokter. Marilah saya coba formulakan ikhtisar Dr. Brown. Mudah-mudahan bisa menambah kejelasan:
Pertama : Sebab, goncangan urat itu keras (dalam bemacam-macam keadaan); akibat ketegangan urat lambat.
Kedua : Sebab goncangan urat itu kendor (dalam bermacam-macam keadaan); akibat ketagangan urat cepat.
Persamaan goncangan urat keras pada jajar pretama, kita pendekkan (A) dan akibat persamaan ialah (a).
Persamaan goncangan urat kendor pada jajar kedua, kita pendekkan (X) dan akibat persamaan ialah (x).
BC, DE, FG, pada jajar kiri menujukkan berlain-lain keadaan (A).
LM, NO, FQ, pada jajar kanan menunjukan berlain-lain keadaan (X).
Pedeknya:
Sebab : ABC <img src="Bab6_clip_image003_0006.gif" alt="1" width="39" height="12"> akibat abc. Sebab : XLM <img src="Bab6_clip_image003_0005.gif" alt="1" width="39" height="12"> akibat xlm.
Sebab : ADE <img src="Bab6_clip_image004_0010.gif" alt="1" width="39" height="12"> akibat ade. Sebab : XNO <img src="Bab6_clip_image004_0011.gif" alt="1" width="39" height="12"> akibat xno.
Sebab : AFG akibat afg <img src="Bab6_clip_image002_0020.gif" alt="1" width="39" height="12"> Sebab : XPQ <img src="Bab6_clip_image002_0021.gif" alt="1" width="39" height="12"> akibat xpq
dll dll
Jajar kiri bersamaan. Sebab A dan bersamaan akibat a (Jalan Persamaan).
Jajar kanan bersamaan. Sebab X dan bersamaan akibat x (Jalan Persamaan).
Sebab pada jajar kiri (A) hilang pada jajar kanan (disini X yang sebab) (Jalan Perbedaan). Sebetulnya sebab itu tiada hilang, melainkan berubah banyaknya (quantitave). Sebetulnya juga dipakai Jalan-Perubahan-Bersama. Jadi adalah tiga jalan, campur-aduk dipakai pada pemeriksaan yang sulit ini ialah: Jalan-Persamaan, pada masing-masing jajar dan Jalan-Perbedaan serta Jalan-Perubahan-Bersama pada kedua jajar itu.
Penunjuk jalan dalam pemeriksaan menurut Jalan-Perubahan-Bersama ini: Kalau diantara dua jajar bukti peralaman, pada satu jajar selalu ada persamaan (calon-sebab), sedangkan pada jajar lain selalu tak ada persamaan, maka calon-sebab pada jajar pertama itulah yang menjadi sebab dan akibat atau kalau ada pula persamaan tetapi berlainan tingkatnya dari jajar pertama, maka perbedaan (ada dan tak ada) itulah yang jadi sebab dan akibat.
Pasal 12. LIMA KESILAPAN.
Sudah begitu sempit dan sukarnya jalannya seorang Scientist, Ahli Bukit mencari sebab atau hukum, karena disempitkan oleh batasan Dialektika. Kesempitan itu diberatkan pula oleh ranjau dan kawat berduri yang diadakan oleh kesilapan bermacam-macam. Kesilapan itu dalam Logika bukanlah dimaksudkan kesilapan disebabkan mengantuk, lapar atau terharu pikiran dsb, melainakn kesilapan sebab lupa atau salah memakai beberapa cara Logika walaupun tiada jarang, perut kenyang (tak berlaku) dan pikiran tenang.
Kita peringatkan sekali lagi pekerjaannya seorang scientist: (Induction) ke-1 mengumpulkan Bukti, ke-2 mencari undang atau sebab, ke-3 melaksanakan hukum tadi (Deduction).
Pada ketiga perkara inilah pula dia bisa mendapat kesilapan. Kesilapan ketika mengumpulkan bukti, boleh jadi:
Ke-1. sebab paham dianggap bukti, ke-2 salah atau lupa mencermati sesuatu bukti, ke-3 kesilapan disebabkan salah menyusun bukti buat hukum, ke-4 kesalahan melaksanakan, ke-5 silap karena keliru.
Satu persatunya akan dibicarakan dengan pendek sekali.
Bagian ke-1. PAHAM DIJADIKAN BUKTI.
Paham dijadikan bukti, disebutkan dalam buku Logika juga salah a priori. Saya namakan kesilapan ini mystification. Atau Ide itu dianggap sama dengan bukti, dengan barang yang nyata yang boleh dipancainderakan. Semua ahli mistikus, seperti ahli filsafatnya, dipancainderakan. Semua ahli mistikus, seperti ahli filsafatnya.
Dewa R a, Mystikus Hindu, Ahli Filsafat Descartes, Hegel, Ahli Hantu dan Setan masuk golongan ini.
Apa yang bisa digambarkan oleh otak itu dengan terang, mesti satu bukti, mesti ada, kata Descastes: Gambaran geometry terang diotak, dan mestinya Tuhan itu ada. Jadi kalau diturutkan Logikanya Descartes, kita mesti juga bilang: Gambaran Naga, Hantu, atau Setan itu bisa terang diotak. Sebab itu semuanya ada. Emas tulen sebesar gunung Himalaya juga terang bisa digambarkan diotak. Jadi gunung Himalaya dari emas semuanya itu mesti ada.
Umpamanya lain: Dibentuk dengan Syllogism. Semua yang bisa digambarkan dalam otak itu benar mesti ada. Bumi diujung tanduk kerbau itu bisa digambarkan dalam otak. Jadi bumi di ujung tanduk kerbau itu benar ada.
Saya ingat satu cerita, saya dengar disurau (langgar) semasa kecil, demikian bunyinya: Seorang Alim (Mistikus) mengajarkan kodratnya rohani itu. Apa yang diyakinkan itu mesti ada. Murid membawa sebutir kelapa dan minta supaya guru, mengadakan ikan dalam kelapa itu. Guru membaca doanya: Ada air ada ikan, ada air ada ikan, beratus kali. Kemudian sesudah keyakinan ini sampai kepuncak, si Guru menyuruh belah kelapa tadi. Nah Betul ada ikan .......kata “cerita”.
Kepercayaan ini tentu boleh ditambah berlusin-lusin. Rakyat Indonesia boleh ketinggalan dalam hal Ilmu Bukti; membikin kapal apapun dan meriam apapun dengan jenis doa
”ada air ada ikan” tadi ,tanggung tak akan kalah.
Hegel, umpamanya, hidup di negeri Jerman pada abad ke-19, ada berbatas sekali kesanggupannya, dalam menyamakan Ide dan Reality, paham dan benda itu. Tetapi Rakyat Indonesia tak mengetahui batas dalam hal ini. Pendeknya masih dalam kebanyakan percaya pada kemanjuran doa-mendoa, begitu saja dengan tak ada batasnya. Kalau kalah, barangkali oleh Rakyat Hindustan saja!
Salah satu sebab maka keduanya Hindustan dan Indonesia bisa ditaklukkan oleh Negara sepuluh kali lebih kecil. Penganggapan Rakyat Indonesia dan gurunya Hindustan terhadap bukti, juga sekurangnya sepuluh kali lebih gelap dari bangsa Barat sekarng. Tetapi pada waktu Scholastisme bersimaharajalela di Barat men-da’a “ada air ada ikan” itu, juga dianggap manjur sekali. Agama diantara lain-lainnya mengajarkan bahwa semua bintang itu melekat pada langit yang padat, seperti lampu melekat, terikat pada loteng. Kepercayaan tadi menjadi anggapan bukti. Itulah maka berpuluh tahun teori Copernicus dibantah keras. Sebab teori Copernicus, semua bintang itu ada diawang-awang satu menarik yang lain menurut kodrat yang bisa dihitung, tidaklah melekat pada langit.
Bruno dibakar oleh gereja Katholik, berhubung dengan hal persoalan bukti dan paham juga. Kalau Galilea dan Copernicus tak cerdik, main akal kancil dan hal ini, kepada Dewa Ilmu Bukti inipun pasti akan masuk api pula. Sesudah Bruno, Copernicus, Galilea dan Bacon, maka sesuatu paham itu, walaupun dianggap sakti oleh gereja itu, tetapi oleh Ilmu Bukti tiadalah diterima “benar” begitu saja sebagai “bukti”, sebelumnya diuji dengan Logika dan perkakas Ilmu Bukti.
Bagian ke-2 SALAH ATAU LUPA MEMPERAMATI SUATU BUKTI.
“Salah” mengamati suatu bukti, adalah umum sekali. Dengarlah kabar dari beberapa orang yang sama melihat satu hal yang mendahsyatkan: satu kebarakan atau satu perkelahian, misalnya. Yang diceritakan sebetulnya bukan yang dilihat oleh mata dan dindengar oleh telinga, melainkan simpulan dari satu aliran pikiran masing-masing (inference). Susah sekali mendapatkan keterangan yang sama dari beberapa saksi, yang sama-sama melihat dan mendengar sesuatu kejadian.
Bukanlah yang dimaksudkan disini ketarangan dari saksi atau pesakitan yang sengaja memutar-mutar, melainkan bukti yang berputar-putar, berlain-lain, disebabkan salah mengamati. Hakim yang cerdik atau advokat yang bijaksana juga selalu tanyakan, apakah bukti atau kejadian itu dilihatnya dengan matanya sendiri atau didengar dari orang lain atau cuma menurut persangkaan saja. Biasa sekali persangkaan itu timbul, karena berhubung dengan keperluan atau pengharapan seseorang. Karena pengharapan itu memang keras, maka mata dan telinga itu seolah-olah mengitkuti pengharapan yang keras itu saja, “Pengharapan itu, ialah bapak berpikir” kata pepatah Eropa.
Sebaliknya walau beberapa kejaian sudah berlaku, kejadian itu dilupakan saja, kalau memang pengharapan itu keras sekali dan kejadian yang berlaku itu tiada membenarkan kepercayaan tadi. Beberapa banyaknya orang Kristen yang ceritakan kepada saya ketika Perang 1914-1918, bahwa millieunisten, negara (surga) 1000 tahun akan datang, karena menurut apocalypse, firman dalam Kitab Injil, Surga yang kekal, dimaksudkan dengan 1000 tahun itu mesti didahulukan oleh peperangan yang maha hebat. Pada peperangan inipun – 1939 – sudah cukup saya dengar cerita semacam ini dari pihak Kristen juga. Jutaan Kristen Orthodok yang percya sama tulisan dan isinya Kitab Injil itu, tentu lupa bahwa perang 1914-1918 membatalkan “nujum” tadi.
Jutaan Kristen Orthodok lupakan pada, bahwa sudah berlusin-lusin perang dari semenjak nujum tadi timbul, membatalkan nujum itu. Dan kalau perang inipun lalu, dan perang lebih hebat lagi akan timbul pula, percayalah tuan, bahwa masih jutaan Kristen Orthodok yang percya akan datangnya Surga Kekal itu, dan melupakan 13 atau lebih peperagan yang sudah membatalkan. Di dusun Tanjung Ampalu, dusun kecil saja dekat Sawah Lunto, dua kali saya ketika masih kanak-kanak menghadiri sembayang di mesjid; sembayang luar biasa. Pada pertama kalinya sebab keganjilan alam yang dilihat ialah pohon pisang yang mempunyai dua jantung. Yang kedua kalinya pohon pisang juga atau lain pohon yang ganjil sekali. Tanda lain-lain, kaum Muslimin mengira bahwa “dunia akan kiamat”. Berapa kali dunia akan kiamat sebelum atau sesudah pohon pisang berjantung dua itu, menurut Muslimin Tanjung Ampalu dan dunia lain tentu saya tak bisa bilang. Pasti lebih dari 13 kali. Tetapi walaupun selamanya ini “nujum” gagal, tentu semua kejadian diantara nujum Pak Belalang di Jawa. Walaupun begitu kalau lewat tengah malampun kita sebut nama Joyoboyo dan bongkar lagi satu nujumnya.
Pasti si Pendengar hilang “ngantuknya”, seperti diusir oleh semangkok besar kopi puan. Semua kegagalan nujum yang dahulu dilupakan. Begini kerasnya “pengharapan” dan begitu lemahnya mata, telinga dan peringatan manusia pada bukti yang sudah terjadi, yang menentang “pengharapan” tadi.
Pak Belalang tukang sulap dan dukun palsu memang pintar sekali memakai sifat “kesalahan dan kelupaan” manusia dalam hal mempermati sesuatu kejadian itu!
Bagian ke. 3 KESILAPAN DISEBABKAN SALAH MENYUSUN BUKTI BUAT UNDANG.
Kesilapan pada bagian ini ada beberapa macam pula:
(a). Kesilapan Analogy, persamaan namanya; (b) Kesilapan berhubung dengan tempo dan tempat;
(c) Kesilapan yang masyhur, Latinnya: Posthoc, Ergo propert hoc .... ialah salah satu sebab disebabkan “tunggal”.
Perkara (a): Kesilapan Analogy (Persamaan rupa).
Cara berpikir menurut Analogy, memang biasanya mengadakan peruraian terkhusus dalam Logika. Tetapi sebab berpikir menuut cara ini banyak mengandung kelemahan dan terutama sebab akan terlampau memanjangkan kalam, maka seperti banyak perkara lain yang tidak memuncak kepentingannya, saya terpaksa lampaui saja. Banyak simpulan yang benar yang dapat oleh cara Analogy. Tetapi banyak pula yang palsu.
Disini akan diuraikan sedikit kepalsuanya. Cara Analogy tak seluruhnya memakai induction, naik dari bukti kehukum ataupun deduction ujian, dari hukum turun kebukti. Cara Analgoy tiap kali karena induction dan deduction itu memang tak bisa dijalankan.
Umpamanya: Dua benda “berupa” persamaan. Pada salah satunya terdapat sifat (S) misalnya. Tidak diketahui, apakah benda yang lain bersifat (S) juga.
Sudah diketahui bahwa kedua benda ada mempunyai sifat yang sama, (P) misalnya. Apakah (P) berkenaan sama (S) tiada pula diketahui. Tetapi si Pemeriksa memutuskan saja bahwa benda yang lain itu bersifat (S) pula.
Sudah bisa dilihat, bahwa misalnya bulan dan matahari punya persamaan.
Sudah diketahui umpamanya bahwa matahari mengeluarkan sinar sendiri.
Si Pemeriksa belum tahu umpamanya, apakah bulan itu punya sinar sendiri pula. Lebih dahulu sudah diketahui bahwa keduanya mempunyai persamaan: sama bundar dan sama bergantung diawang-awang. Apakah sinar itu ada bergantung dengan bentuk bundar dan penggantungan diawang-awang tadi, tidaklah diketahui. Sekarang si Pemeriksa dengan lancang saja putuskan. Bahwa Sang Bulan juga menerbitkan sinar sendiri seperti matahari atau kita ketahui bulan menerima sinar dari matahari (tidaklah menerbitkan sinar sendiri).
Sebab unta banyak persamaan dengan lembu, dan lembu itu berperut empat, maka disimpulkan juga bahwa untapun punya empat perut. Bukan tiga, ialah menurut bukti yang benar.
Seorang Pak Tani umapamnya, pertama kali berjumpakan Yahudi. Dia acapkali sudah “berurusan” dengan Tuan Arab di desanya. Dia simpulkan bahwa Yahudi dengan Arab ini sama, sebab bentuk badan dan hidungnya sama. Sekarang timbul simpulan kedua dalam otaknya: Tuan Arab hidup dengan menyewakan rumahnya dan meminjamkan uang. Tentu Tuan Yahudi ini hidup dengan menyewakan rumah dan meminjamkan uang pula. Simpulan ini umumnya betul kalau disempitkan di Asia Timur saja. Baik Tani yang terlatih oleh Yahudi yang sebentuk badan dan hidung dengan Tuan Arabnya meneruskan aliran pikirannya seudah mendapat kabar dari temannya, bahwa tuan Yahudi juga disunat. Kalau begitu katanya “tuan Yahudi juga pengiktunya Nabi Muhammad SAW”. Disini dia dijerumuskan oleh Logika Analogy.
Persamaan dalam beberapa hal itu tak memberi pertanggungan, bahwa Yahudi dan Arab se-Agama (bernabi satu). Demikianlah berpikir menurut Analogy sering silap sebab tiada menghadapi bukti yang diumumkan atau dikenal “pelaksanaan hukum”. Tidak saja orang berpikiran sederhana, orang ber-intelek-pun banyak memakainya dan sering terpaksa memakainya. Kalau persamaan dalam dua benda yang dibandingkan itu terus-menerus dalam semua hal, maka Analogy itu besar sekali gunanya.
Perkara (b): Kesilapan berhubung dengan tempat dan tempo.
Seperti katak dibawah tempurung, inilah pepatah Indonesia yang umum sekali. Orang itu terpaut pada tempat dan temponya. Apa yang benar pada tempatnya dia simpulkan, benar juga pada tempat lain. Apa yang salah menurut zamannya, salahlah pula menurut zaman yang lain.
Seorang Eropa yang baru datang di Tiongkok, selalu berpikir bahwa orang Tionghoa itu mestinya tamak dan kejam. Si Tionghoa menonton saja dan ketawa pula terbahak-bahak melihat bangsanya jatuh dari becak umpamanya. Sedangkan si Eropa tadi belas kasihan sampai kejatuhannya, cocok dengan Agama “pipi kiri kalau dipukul, kasihkanlah pipi kananannya”.
Memang Si Tionghoa cuma melihat yang lucunya dan terus terang perlihatkan kesukannya, kegeliannya kalau ada orang lain dapat celaka, yang tidak berbahaya betul. Tetapi kalau betul-betul dalam ada marabahaya, tak ada bangsa lain yang lebih bersifat kasihan dan lebih berani membela dan banyak memberi pertolongan dari si Tionghoa. Berkali-kali saya saksikan hal ini dengan mata sendiri pada bahaya air bah atau pembakaran di Tiongkok. Pada bekas orang yang dia bencipun, tidak bersifat tinggi sekali. (Dalam buku lain hal penting ini akan saya ceritakan dengan sempurna).
Memang si European menterjemahkan dan melaksanakan paham “pipi kiri kalau kena pukul kasihkanlah pipi kanan” kalau hal itu tak berapa merugikan! Dalam perkara kecil memang umum sekali mereka memperlihatkan kesedihan, kebelasan, kemanusiaan. Si European yang sedih melihat si Tionghoa jatuh dari becak dan diketawakan oleh bangsanya sendiri itu, memang boleh jadi menghampiri si atuh, mengangkat dan menolong, kalau perlu belikan satu gelas air batu dan marah pula pada yang mentertawakan. Cocok sekali dengan “pipi dikiri kalau dipukul kasihkan pipi dikanan”. Tetapi kalau berjuta-juta orang Tionghoa teraniaya, terpelanting, disebabkan pemerintahannya si European tadi menjalankan politik Opium terhadap Tiongkok (Ingat perang Opium tahun 1841) dan menerima untung ratusan juta dengan jalan yang berlawanan dengan, pipi kiri kalau dipukul kasihkan pipi kanan itu” perkara ini tak akan menyinggung consciencenya.
Bukan satu dua perkara yang kebetulan saja (munafik atau tidak) yang saya kemukakan disini. Saya kemukakan disini, terjemahan yang sudah jadi kebiasaan dari mereka yang mengaku dasar Kristen tadi. Bukan hal kebetulan atau terkecuali melainkan terjemahan dan kebiasaan Kristen, yang datang ke Asia kita ini. misal diatas bisa kita tambah di Indonesia ini (Kelakuan dari Rakyat Indonesia, diukur dengan moral yang terikat pada masyarkat Eropa dan zamannya).
Sudahlah tentu Rakyat Indonesia umumnya, berlaku begitu pula. Saya tak akan sangkal perkara ini karena kaum ibu di Indonesia selama ini dalam sejarah sebagai kaum, belum pernah menunjukkan kecerdasan, sebab itu pada zaman depanpun tak akan dapat “pendapatan” (inventor) diantara kaum ibu itu. Begitulah umum berpikir.
Di Eropa pun sebelum dan sesudah ada satu Madame Curie masih banyak yang dipengaruhi oleh: “Sebab begitu dahulu maka nanti akan begitu juga”.
Perkara (c): Posthoc, ergo propter hoc.
Tidak saja Hitler & Co, tetapi ada beberapa pemikir jerman yang lain kabur matanya disebabkan kejadian Kultur, kesopanan Jerman pada belakang ini. kejayaan dalam segala yang berhubungan dengan kecerdasan dan moral semua ditumpahkan pada kebangsaan. Terutama menurut teorinya Jerman-Nazi, maka cemerlangnya Kultur Jerman itu, Science, Filsafat.
Strategy, dan Musik terkhususnya, tidak lain karena superiority yakni kelebihan bangsa Jerman dari bangsa-bangsa lain diseluruh dunia semenjak alam terkembang. Umumnya kelebihdan bangsa Aria dari Tartari dan Negro, dan terkhususnya kelebihan bangsa Nordic dari semua suku bangsa di Eropa dan semua bangsa lain di Dunia.
Yang menjadi Karakteristis, ialah tanda bagi Nordic itu: badan, kulit putih, kepala luncung (panjang), rambut pirang dan mata biru. Terutama kepala panjang, rambut pirang dan mata biru inilah yang dianggap terkhususnya Nordic, bangsa Utara Eropa dan membedakan mereka dari penduduk Eropa Tengah dan Selatan, atau bangsa Hindustan.
Tanda lahir, terdapat pada kebangsaan itulah yang oleh ahli filsafat dan politik Nazi yang selalu dikemukakan sebagai sebab dari pesat majunya dan tinggi sifatnya Kultur Jerman itu “uebermensch” dari Nietzsche itu sebenarnya Nordic yang sempurna.
Disini tiadalah tempatnya buat memeriksa beberapa besarnya tuntutan (Claim) pemikir Jerman tadi dalam perkara atau haknya dalam perkara Kultur Dunia. Ini memang salah satu perkara yang hangat yang dari dulu saya ikuti. Saya sendiri tiada seberapa memberikan hak itu kepada Jerman umumnya. Dalam banyak sekali cabang Ilmu Bukti yang penting seperti Kimia, Ilmu Kodrat, matematika, Biologi, dsb, malah saya jumpai bapaknya kebanyakan teori baru tidak di Jerman, melainkan di Inggris dan Perancis. Kalau di Jerman Ilmu diatas tadi merupakan kemajuan lebih tinggi atau baru, maka biasanya urat dan pokoknya terdapat di Inggris atau Perancis atau Italia, Cuma sampai di Jerman dia mengeluarkan daun yang rindang dan bunga yang cantik dan harum. Inggris sendiri mengakui dirinya bangsa campuran, dari bangsa Nordic sampai Negro dari zaman Romawi. Perancis dan Italia ialah bangsa Laut Tengah; berbeda dengan Nordic: badan sedang, kulit kekuningan, rambut dan mata hitam dan kepala bulat. Lagi pula Marx, satu puncak dari ahli Filsafat dan Ekonomi, walaupun dapat latihan Jerman, bukanlah Nordic, melainkan Yahudi. Einstein, sekarang masih puncak diantara barisan ahli Ilmu Kodrat, Matematika dan Biology, walaupun dapat didikan Jerman, juga Yahudi, yang dianggap Timur, rendah, dibenci, ditentang, dibunuh oleh nazi. Begitu juga penyair Heinrich Neins, juru Negara Walter Rathenau, industrialist Hugo Stennes dll sebagai umumnya bangsa yang paling dikuti oleh Nazi itu. Pendeknya tuntutan nazi Jerman tadi sangat melebihi. Kultur itu tiadalah lahir dan tumbuh, semata-mata pada bangsa Jerman dengan tiada sendiri juga dipengaruhi bangsa lain dari Nordic. Lagi pula sebagian dari Kultur yang digembar-gemborkan itu hanyalah militerisme, ialah kesopanan jilat keatas tendang kebawah. Akhirnya bangsa Jerman itu bukanlah Nordic belaka. Lebih-lebih kesebelah Selatannya banyak bercampur dengan Alpino, yang dahulu banyak bercampur dengan bangsa Tartari, ketika Tartari lama sekali menguasai sebagian bear dari Eropa. Menurut Bernard Shaw turunan Nordic yang ada di Inggris itu cuma baik buat “Main Cricket” saja. Tetapi walaupun sudah begitu banyak mesti dikurangkan tuntutan Nazi atau Kultur Dunia itu. Memang masih banyak sisa yang mesti dipulangkan pada bangsa Jerman, Nordic atau campuran itu. Tetapi sisa inipun tiadalah “sebab tunggal”, Logika “Post hoc” diatas tadi salah satu dari sebab atau pengaruh sebagai sebab “tunggal”. Boleh jadi sebagai bangsa yang mempunyai tabiat kecondongan pikiran yang terkhusus itu bisa jadi alat adanya Kultur terkhusus. Tetapi tak boleh dilupakan, bahwa tabiat atau kecondongan pikiran terkhusus itu (particular, character and inclination).
Disertai oleh beberapa hal lain yang penting: Iklim, bahan, susunan masyarakat, ekonomi, politik dll. Letaknya Jerman memang ditengah, menyebabkan Jerman dari dulu jadi medan.peperangan dan menjadikan Jerman bersifat Militeristis. Iklim memang sangat bagus buat menimbulkan nafsu bekerja. Pada pegunungan Hars terdapat besi berdekatan dengan arang. Keduanya jadi alat adanya yang terpenting buat kemajuan pesawat dan ekonomi. Masyarakat dan politik Jerman jauh lebih banyak dipengaruhi beberapa perkara diatas dari pada oleh “kepala luncung, rambut pirang, dan mata biru” itu saja. Dalam perkara Ilmu yang “langsung” mengandung science, saya pandang bangsa Yunani yang terbesar diantara semua bangsa sampai pada masa lahirnya science modern, ialah beberapa ratus tahun dibelakang. Semasa, sebelum atau beratus tahun sesudah Yunani jatuh, semau bangsa lain dalam hal yang berkenaan dengan science tak bisa menyamai Yunani atau cuma menyamai sebagi muridnya Yunani saja (Arab!).
Tetapi ini hal juga tak berapa berhubungan dengan “kulit putihnya” bangsa Yunani, sebagai bangsa Aria. Sebagian besar dari kemajuan itu terdapat pada iklim, geography, ialah keadaan bumi dan laut Yunani, bahan masyarakat dan politiknya. Dan pusaka yang diterima oleh Yunani dari bangsa Egypte, Syria, Persia, Hindustan dsb juga. Salah satu sebab dijadikan sebab tunggal atau post hoc ................
Kalau tartari semua sedia betul-betul menaklukkan dunia seperti Nazi bersombong mengatakan: perawakan pendek, muka lebar, rambut dan mata hitam, hak yang menyebabkan tartari menjadi “Bangsa Tua, Herren Folk”, maka tak ada ahli filsafat nazi yang jujur dengan teorinya bisa bantah perkataan itu. Kalau begitu keadaan bumi Tartari, penghidupan dan perkakas yang dipakai Tartari dan Strategy Tartari sama sekali dilupakan.
Kalau “Suku tartari” yang disebut oleh para ahli Bangsa juga di Eropa, Oceanic Mongols, ialah Tartari-Samudra sekarang, kita namai bangsa Indonesia yang lebih kurang 2500 tahun sebelumnya nabi Isa sudah mengidari lebih dari 2/3 lingkaran bumi, semasa Nordic Hitler & Co masih tinggal dalam gua batu menepuk dada berkata: bahwa kulit coklat, kepala bunder, rambut dan mata hitam, serta hidung ......peseklah, yang jadi “sebab tunggal dari kejayaan itu, maka nenek moyang Indonesia sekarang juga dilekati oleh kesilapan propter hoc.........”. Kalau begitu mereka lupa akan Iklim, keadaan hidup, pesawat yang sudah dikenal pengetahuan tentang bintang, susunan masyarakat dll.
Bagian 4. KESILAPAN DALAM PENGLAKSANAAN
Dalam pelaksanaan, dalam perjalanan dari undang turun ke bukti (Deduction) tiadalah heran kalau seseorang banyak menderita kesalahan pula. Tetapi kalau diperhatikan semua aturan dan ranjau yang terdapat pasal berkepala Conversion (muka 160), Obversion (muka 162), Contra-position (muka 165) dan terutama pula Syllogism (muka 166), maka kebanyakan dari kesalahan dalam penglaksanaan itu bisa terhindar. Tiada sedikit kita mesti berjaga-jaga. Sudah tentulah tak perlu kita ulangi lagi semua hal itu. Juga akan kepanjangan kalau kita berikan ikhtisarnya. Cukuplah sudah kalau kita peringatkan dua puncang tertinggi saja.
Pertama, penting sekali buat diperhatikan bahwa simpulan bertentangan itu tak bisa benar keduanya, tetapi bisa salah keduanya (lihat pasal Logika terhada: Quality dan Quantity. Definisi dari Contra-Position muka 165). Jadi kalau akibat itu salah memang calon-sebab juga salah.
Kalau akibat itu benar, silaplah kita kalau kita katakan calon-sebab juga benar. Dalam pemeriksaan kebenaran satu teori dengan cara (reductio ad absurdum) (muka 62), maka kita menyalahkan akibat itu. Sebagai hasil pemeriksaan itu, maka kita terpaksa menjalankan dasar, yang sudah kita akui sahnya. Tetapi juga supaya kita jangan pula berlaku sebaliknya: Membenarkan akibat dan membenarkan pula calon-sebab.
Kedua, kalau semua S = P, janganlah sekali-kali dikatakan bahwa sebaliknya, semua P = S. kalau benar kalimat: Semua Muslimin itu diwajibkan berpuasa itu semuanya Muslimin saja. Ingatlah selalu gambaran Euler yang sebenarnya: Sebagian yang diwajibkan berpuasa itu ialah Muslim.
Bagian 5. SILAP KARENA KELIRU.
Ada tiga macam kesilapan karena keliru:
a). Kesilapan karena arti kata yang berlipat (ambiquous, dubbelzinning).
b). Kesilapan karena akibat sama dengan pokok. Kesilapan ini dalam Ilmu Logika dinamai Petitio Principli (latin) atau Begging of the question (Inggris).
c). Kesilapan berhubung dengan akibat yang tak bersangkutan dengan pokok pembicaraan, Ignoratio Elenchi.
Kesilapan dalam golongan ini tiada ditimbulkan oleh salah emnimbang beratnya bukti semata-mata, melainkan karena salah pengertian tentang bukti tadi. Sumber dari kesilapan ini ialah kata yang dua artinya, arti berlipat, arti yang terkhusus dipakai pada satu tempat, dipakai pula pada tempat yang lain. Jadi bukanlah salah menimbang bukti sebagai keterangan (Ingatlah dalam perkara yang pasti A itu mesti A).
Perkara (a): Kesilapan karena arti kata yang berlipat, misal: Permbunuhan itu mestinya seorang yang paling kejam. Pangeran Diponegoro banyak membunuh musuhnya. Diponegoro mestinya seorang yang paling tamak dan kejam. Dengan pembunuhan pada simpulan besar (mayor proposition) dimaksudkan arti umumnya dari pembunuhan: seorang yang mengambil jiwanya manusia lain atas dasar yag buruk dan maksud yang jahat. Membunuh pada simpulan kecil berarti menewaskan musuh atas dasar dan maksud yang diakui suci. Bukanlah semuanya yang melakukan “pembunuhan” itu boleh dianggap sebagai pembunuh dalam arti biasa. Pasalangan Syllogism diatas memang beres. Dua kata pembunuh dan membunuh memang ada pada tempatnya. Kedua kata itu seperti sudah ktia ketahui dinamai common-Term (kata tengah) dan Kata Tengah itu betul dipakai sebagai sebutan (predicate) dari simpulan kecil. Sebab kesilapan semacam ini juga dinamai kesilapan dari perlipatan arti kata tengah.
Misal yang klasik, yang tua dari golongan ini:
Umpamanya Archilles bisa lari 10 kali lebih cepat dari penyu. Tetapi kalau Archilles menjalani 180 meter, maka penyu sudah 180 meter lebih dimuka. Sebab? Kalau Archilles habiskan pula yang 180 meter ini, penyu sudah 180 meter lebih maju. Begtiulah seharusnya: Simpulan: archilles boleh “seterusnya (infinitely)” mengejar dengan tak bisa menangkap penyu.
Memang persoalan ini tak bisa diselesaikan dengan jalan begitu. Banyak Ahli Filsafat yang pusing kepalanya sebab persoalan ini. ada yang mengatakan memang tak bisa diselesaikan.
Tetapi kita di sekolah Rakyat acapkai berjumpa dengan persoalan semacam itu. Kita tahu, bahwa kalau seandainya Archilles bisa lari 200 meter dalam satu menit, jadi penyu cuma 20 meter, Archilles tiap-tiap menit 200 M – 20 M = 180 M lebih dekat pada penyu. Antaranya ada 1800 M = 10 X 180 M.
Jadi dalam 10 menit Archilles bisa pegang Sang Penyu.
Ahli Filsafat Hobbes memang sudah paham dimana kesalahannya para ahli Filsafat yang lainnya tadi. Letaknya kesilapan itu ialah pada kata “Seterusnya”.
Memang antar Archilels dan Penyu yang 1800 M itu bisa dibagi seterusnya. Bisa dibagi dengan 10, 100, 1000 ...............seterusnya. jadi pembagian dari antara itulah yang berarti seterusnya, infinitely. Bukan tempo yang berarti seterusnya itu. Nah ahli Filsafat tua pada satu tempat memperhubungkan seterusnya itu dengan pembagian antara, ialah antara Archilles dengan Penyu. Pada simpulan ia maksudkan dengan seterusnya itu ialah seterusnya sebagian Sang Tempo yang memang terus-menerus infinite katanya dalam filsafat. Pada umpama diatas yang 10 menit itulah yang teranggap inifinte, seterusnya tak putus-putusnya. Bukan yang 1800 M ialah antara Archilles dan penyu sebelum berlomba.
Perkara (b): Kesilapan karena akibat sama dengan pokok.
Petitio Principli namanya yang umum dalam Ilmu Logika. Begging the Question, Inggrisnya. Arguing in a circle, seperti menghasta kain sarung juga termasuk pada kesalahan ini. dalam sesuatu peruraian umumnya pada perdebatan terkhususnya, hal ini mesti diawasi betul-betul.
Dalam kebanyakan buku bagian dari Aristoteles sampai Mill tentulah banyak sekali contoh dari kesilapan ini.
Sebetulnya dalam menguraikan ini acapkai didapat yang bersangkut-paut dengan ini sudah dibicarakan dalam definisi yang berputar-putar, dircule-indefinicudo kita memperlihatkan bahwa barang mesti di dedifinisikan itu, diganti dengan nama baru bahwa yang sama artinya, jadi mesti diterangkan lagi. Begtiulah “Ahimshanya” Mahatma Gandhi dengan “Kodrat Jiwanya” sama-sama gelap keduanaya buat orang ber-intelek.
Petitio Principli, Begging the Question, Arguing in a circle, tak berbeda dengan itu. Kesilapan pada hal ini disebabkan karena sebetulnya akibat sama dengan pokok perkara (premise), atau berseluk-beluk dengan premise itu.
“Tuhan itu ada” kata seorang. Kita bertanya: “Apa keterangan, apa ujiannya”. Dia akan menjawab “sebab ada dalam Kitab Suci”, atau dia jawab dengan pertanyaan pula: “Kalau tak ada tuhan siapa yang bikin Alam ini?”.
Sekali lagi saya peringatkan: Ada atau tidaknya Tuhan itu semata-mata perkara “kepercayaan” dan kepercayaan “masing-masing” orang. Maksud contoh ini dan yang lain-lain yang berhubungan dengan ketuhanan, bukanlah mau menguraikan ada atau tidaknya Tuhan, melainkan buat melaksanakan “Cara berpikir” berdasarkan Mistika. Sekali-kali tak bermaksud mengganggu kepercayaan orang lain.
Jadi kalau adanya Tuhan itu diuji, dijelaskan dengan sebab adanya Kitab Suci, maka menurut Logika penjelasan semacam itu berputar saja. Maksudnya dengan kitab tentulah Kitab sebagai Firman Tuhan, ialah Kitab Injil, Talmud, Qur’an dll. Jadi kembali kepada pokok perkara yang mesti dijelaskan ialah: adanya tuhan itu tadi. Kalau Tuhan itu ada, barulah boleh dikatakan Kitab itu bikinan-Nya atau Firman-Nya. Kalau tak ada, bagaimanakah kita bisa membilang bahwa kitab itu bikinan-Nya atau Firman-Nya, ialah Kitab Suci. Jadi ujian diatas tiadalah cocok dengan ujian Logika. Sebab itu menurut Logika tak memberi penjelasan, jadi bukanlah ujian menurut Logika.
Begitulah juga kalau penjelasan menjawab dengan: Kalau tak ada Tuhan siapa yang bikin Alam ini? Disini pokok perkara (premise) dan akibat, Alam dan Tuhan sebagai pembikin Alam ada dua perkara yang berseluk-beluk. Adanya Alam dijelaskan dengan adanya Tuhan. Ada tak adnya Tuhan dijelaskan pula dengan adanya Alam. Kita tak bisa maju selangkah pun berjalan dengan cara berputar-putar dari ujung ke pangkal semacam ini.
Periksalah sendiri oleh pembaca, dimana terletaknya kesilapan pada beberapa contoh klasiek (tua) dibawah ini:
- Satu Ahli Ketuhanan Zaman Tengah:
Otak itu (mind) selalu berpikir, sebab sifatnya (essence) otak itu ialah berpikir (perhatikanlah arti: essence).
- Plato, dalam Sophistis:
Sesuatu barang itu boleh jadi tak berbadan (tak nyata).
Sebab: keadilan dan kebijaksanaan (wsidom) itu tak berbeda (tak nyata0.
Dan keadilan dan kebijaksanaan itu adalah sesuatu barang (perhatikanlah arti sesuatu barang yaitu benda yang nyata itu).
- Tiap-tiap bagian benda itu berapaun kecilnya, mesti punya muka atas dan muka bawah.
Akibat: Benda itu bisa dikecilkan seterusnya (infinite) dan masih terus benda. (Ingat menurut promies (pokok pertama) tak ada batas kecilnya benda itu. Dia maish punya muka dan masih boleh dinamai benda, menurut akibat: sebetulnya itu juga artinya!).
Perkara (c): Ignoratio Elenchi, menyimpang jalan.
Kesalahan ini timbulnya karena akibat yang mesti diuji kebenarnnya itu sama sekali tak bersangkut-patu dengan okok pembicaraan pendebat tiada memberi pengujian yang cocok dengan Logika, dengan membentangkan perhubungan ujung dan pangkal, akibat dan sebab. Melainkan ia membangunkan kepercayaan, kegelian, kemarahan atau kebencian para pendengar. Dengan begitu pikiran tenangnya para pendengar menjauh atau menerima saja uraian tadi. Sopist dan demagogue yang pada zaman Yunani berarti “pengapusan ramai”, menurut musuhnya banyak mempergunakan cara Ignoratio Elenchi itu. Indonesia dan negeri manapun juga di dunia sekarang tentulah tiada asing dengan penghapusan itu.
Demikianlah kalau seorang pendebat tiada membentangkan kesalahan paham lawannya tentang ekonomi atau politik umpamanya: Melainkan dia majukan agama atau tingkah lakunya lawannya itu. Dengan begitu bangunlah perasaan geli, marah, benci atau fanatik pada para pendengar dan lupa akan pokok perkara. Kalau pendebat dan para pendengar misalnya beragama Islam, sedangkan lawannya bukan Islam atau tidak beragama sama sekali, tentulah dengan cara begitu pendebat mudah membangunkan perasaan terhadu dan melenyapkan pikiran yang tenang para pendengar.
Kalau pendebat menjelaskan, bahwa si Anu itu salah pahamnya dalam hal politik atau ekonomi, karena itu tak kawin secara Islam, pernah makan babi atau tak pernah bersembahyang, maka pendebat semacam ini menjalani kesalahan Ignoratio Elenchi (menyimpang jalan).
Seorang pokrol bambu yang bukan menjelaskan, bahwa lawannya betul membuat sesuatu pekerjaan jahat dengan memberi beberapa bukti yang sah, melainkan majukan bahwa pekerjaan jahat semacam itu amat merusak masyarkat, juga kesilapan Ignaratio Elenchi. Dengan pidatonya yang bersemangat dia bangunkan nafsu buta para pendengarnya.
Begitu juga kalau si Pokrol bambu tadi tiada menjelaskan bahwa si Tertuduh yang dibelanya tiada berbuat pekerjaan yang dituduhkan, melainkan kemukakan kemelaratan yang membangunkan bekas kasihan dan mencucurkan air mata para pendengar. Kalau dimajukan, bahwa si “inlander” ini juga mestinya malas, sebab semuanya “inlander” itu malas, masuk golongan yang diatas juga.
Disini sifat yang disangka melihat pada umum dikira juga dapat pada satu contoh yang terkhusus!
Pasal 13. KRITIK ATAS LIMA KESILAPAN.
Saya tiada bisa habiskan pasal tentang Logika ini sebelum mengadakan kritik atas lima kesilapan itu. Tiap-tiap buku Logika menganggap kesilapan itu berarti perkara yang penting sekali. Tentulah pula penting, karena seorang yang mau berpikri tepat itu tidak saja mesti tahu mana undang berpikir yang betul saja, tetapi pada ketika itu mesti ketahui mana yang salah. Dalam pikiran seorang Nahkoda tidak saja disimpan jalan yang ebtul, tetapi bersama-sama dengan itu jalan yang salah, karang yang bisa menenggelamkan kapalnya. Postif dan negatif memang tak bisa diceraikan. Tetapi oleh ahli Logika kesilapan itu dianggap kesilapan Logika atau berasal dari psychology (Tata Jiwa) belaka. Disini saya mau kemukakan bahwa kesilapan itu tidak berdasarkan Logika atau Psychology belaka. Marilah kita periksa kesilapan itu satu persatu.
Pertama: Kesilapan yang timbul pada pemeriksaan bukti yang dinamai kesilapan “a priori”, dan saya namai “mystificatie” itu. Mystificatie kata saya sebab memang kesilapan ini tiada berhubngan dengan kecerdasan si pemikir memakai Logika, diantara mereka kebanyakan ahli filsafat seperti Hegel dan ahli matematika seperti Descrates, melainkan berhubung dengan kepercyaan mereka yang mistik; Ide yang pertama yang berkuasa dan bisa menimbulkan Benda Bukti; Dewa R A dan Alam!
Kedua: Kesilapan yang berhubung dengan pekerjaan mencari butki seperti diatas juga, ialah kesilapan sebab lupa atau salah memperhatikan bukti itu. Juga disini salah dan lupa itu tiada bisa dianggap salah dan lupa memakai pancaindera buat memperamati bukti. Seorang cukup umur, cukup didikan, dan cukup mengalaman kalau berkali-kali menghadapi kejadian yang berlawanan dengan kepercayaannya, tetapi terus percaya bahwa kejadian itu cocok dengan anggapannya bermula, tiadalah salah atau lupa dalam arti biasa. Walaupun berkali-kali sudah peperangan besar, tiada mendahlui surga 1000 tahun itu, dan sipercaya masih terus percaya bahwa peperangan yang akan datang itu niscaya akan mendahlui surga kekal gilang-gemilang itu bukanlah ia lupa atau salah menganggap kejaian yang sudah-sudah dalam arti biasa. Kalau kejaian itu berhubngan engan kantongnya pasti matanya akan terbuka! Lain dari pada ini memang ada kesilapan psychology, lupa atau salah memperamati sebab kejaian amat mendahsyatkan. Jadi kesilapan kedua ini setengah mistifikasi dan setengan psychologis.
Ketiga: Kesilapan dalam menyusun bukti mendapatkan undang. Kesilapan ini ada dibagi atas tiga ragam pula: (a) Kesilapan Analgoy, persamaan rupa; (b) kesilapan berhubung dengan tempo dan tempat; (c) Kesilapan post hoc .......sebab tunggal: lalu saya pandang kesilapan ini juga bersifat dua macam. Pertama bersifat terutama berhibung dengan Logika. Kedua dan lebih banyak berhbung dengan Point of View, penjuru dari mana si pemeriksa memandang. Dalam perkara berhbungan dengan Benda semata-mata Ilmu Alam & Co boleh jadi kesilapan itu disebabkan salah memakai undang Logika. Tetapi dalam Ilmu Masyarakat, seperti Agama, Politik, Ekonomi & Co, pasti kesilapan itu berhubung dengan penjuru memandang. Pemikir kapitalisme mesti menyalahkan simpulan pemikir Sosialist dan Komunist. Begitu juga pemikir Soialis dan Komunis tak akan membenarkan simpulan ahli kapitalis dalam Ilmu Masyarakat itu! Hidup si Kapitalis, si Komunis mesti mati. Hidup si Komunis mesti mati si Kapitalis. Disini ada perlawanan dan peperangan mati-matian.
Keempat: Kesilapan dalam penglaksanaan. Kalau penjuru memandang sudah ditentukan lebih dahulu, lebih-lebih dalam Ilmu Masyarakat, dan bukti cukup, quality dan quantitynya, sifat dan bilangannya dan undang diperoleh dengan syarat Dialektika dan / atau Logika yang sempurna, maka penglaksanaan mesti awas sekali memperhatikan Undang Syllogism, dsb. Pada penglaksanaan ini terutama Logika berimaharajalela. cuma disini saja.
Kelima: Kesilapan karena keliru. Kesilapan ini terbagi pula atas tiga ragam, a) Karena arti kata berlipat, b) Petitio Principli. Begging the Question, menghesta kain sarung, c) Ignoratio Elenchi, menyimpang jalan. Disini juga mesti dipisahkan antar Ilmu Masyarakat itu sendiri. ilmu yang bisa mengandung banyak objectivity, ketenangan pikiran dan Ilmu yang mesti mengambil pihak mengambil penjuru memandang lebih dahulu. Sesudah si pemeriksa mengambil pihak lebih dahulu, barulah awasi: a) kata berlipat, b) cara mengesta kain sarung dan c) cara menyimpang jalan menipu.
Dengan peninjauan sepintas lalu diatas, teranglah bahwa tiada berapa sisa daerah kesilapan yang semata-mata berdasarkan Logika. Sebagian besar dari kesilapan diatas dari 1-5 pertama sekali berhubung dengan Mistifikasi, ialah dengan persoalan Ide dan Matter, Rohani atau Jasmani. Kedua berhubung dengan pendirian dalam masyarakat, dengan point of view, penjuru memandang wujudnya dengan Dialektika. Ahli Logika yang silap itu tidak memperhatikan tempo dan tempat, gerakan, seluk-beluknya perkara dan pertentangan dalam badan masyarakat sendiri. seorang pemeriksa harus memisahkan Ilmu dan buktinya yang berhubungan langsung dengan masyarakatnya dan Ilmu yang tidak langsung berhubngan. Ilmu Ketuhanan, Sejarah, Politik, Ekonomi, Sociologi, pada satu pihak, Ilmu Matematika, Ilmu Bintang, Ilmu Kodrat, Ilmu Kimia, Ilmu Bumi, Ilmu Biologi dsb pada lain pihak. Pada bagian pertama terkhususnya mesti ditentukan lebih dahulu pihak mana yang mesti diambil si pemeriksa. Pada bagian keduapun kalau kaji pemeriksa jadi mendalam, si pemeriksa mesti mengambil pihak. Sesudah mengambil pihak dalam masyarakat, pihak penindas atau tertindas, jadi sesudah menentukan Point of View, Penjuru Memandang, barulah bukti bisa dikumpulkan dengan berhasil, disusun menjadi undang, dengan sempurna menurut cara pihak masing-masing. Sesudah undang semacam itu diperoleh, barulah penglaksanaan bisa dijalankan. Pada jalan dari bukti naik keundang umumnya dan dari undang terus ke bukti terkhususnya, kita mesti perhatikan aturan dan undang berpikir yang sudah dipastikan oleh Logika.
Para ahli Logika dari Aristoteles sampai Mill tiadalah memperhatikan dan memperdulikan persoalan Benda dan Pikiran itu serta dimana daerahnya Logika borjuis itu akan terus-menerus tercantum dalam buku yang sduah terutlis dan akan tertulis sampai masyarakatnya punah seolah-olah sudah dinasibkan Tuhan sebagai akibatnya dosa Nabi Adam dan Siti Hawa.
Hanyalah pada masyarakat baru dosa tadi akan hilang dan kesilapan tadi akan mendapat pengertian lain.
VII. Peninjauan Dengan Madilog
[sunting]Pasal 1. PERMULAAN KATA.
Kembali kita memandang kepada Madilog. Pada permulaan buku ini dia masih satu barang yang kabur. Tetapi lama dia dapat sepuhan. Sekarang dia kembali dari sepuhan dengan memperlihatkan cahaya yang lebih terang.
“Madilog” ialah cara berpikir, yang berdasarkan Materialsime, Dialektika dan Logika buat mencari akibat, yang berdiri atas bukti yang cukup banyaknya dan tujuan diperalamkan dan di peramati.
Madilog bukanlah barang yang baru dan bukanlah buah pikiran saya. Madilog ialah pusaka yang saya terima dari Barat. Bukan pula dimaksudkan diterima oleh otak yang cemerlang seperti tanah subur menerima tampang yang baik. Saya akui kesederhanaan saya dalam segala-galanya, pembawaan atau talent, masyarakat, didikan, pembacaan dan kesempatan. Maksud saya terutama ialah buat merintis jalan teman sejawat saya, dengan buku ini, mempersilahkan mempelajari cara berpikir dunia Barat dengan rendah hati sebagi murid yang jujur dan mata terbuka.
Disini dengan jelas dan terus-terang saya mau mengatakan, bahwa Madilog sama sekali tepat berlawanan dengan “ketimuran” yang digembar-gemborkan lebih dari mestinya, semenjak Indonesia dimasuki tentara Jepang. Lebih jelas pula saya mesti terangkan bahwa yang saya maksud dengan ketimuran itu, ialah segala-gala yag berhubungan dengan Mistika, Kegaiban, dari manapun juga datangnya di timur ini. tiada pula saya maksudkan, bahwa sudah taka ada yang gaib di dunia, yakni sudah semua diketahui. Pengetahuan tidak akan bisa habis dan tidak boleh habis. Seperti juga “satu” kata tuan , “dua” kata saya. “Sejuta” sahut tuan, “Sejuta ditambah satu” jawab saya pula. Dan seterusnya. Demikianlah juga pengetahuan baru menimbulkan persoalan baru, terus-menerus. Tetapi persoalan baru itu akan terus-menerus pula bisa diselesaikan. Tidak ada batas pengetahuan dan tiada pula batas-batasnya persoalan. Inilah bahagian dari kehidupan manusia dan bagian dari dunia pikiran. Barang siapa mengaku, bahwa ada batas pengetahuan atau batas persoalan, maka dia jatuh kelembah mistika terperangkap dogmatisme. Dia akan berpangku tangan, memuncang hidungnya, membilang oum, oum ...............Dia tiada lagi akan mengeluarkan kritik atas pengetahuan yang sudah diperoleh dan tiada akan mencari pengetahuan yang lebih sempurna. Dia mati dengan pengetahuannya, karena pengetahuannya mati pula. Semua barang yang hidup mesti berubah, karena semua perubahan itu menandakan hidup. Tidak ada yang tetap, semuanya berubah. Yang tetap cuma ketetapan perubahan, atau perubahan ketetapan.
Pasal 2. DARI TITIK TERKECIL KE ALAM RAYA.
Dari atom ke Alam Raya. Langkah kilat kita mesti pakai, melompat dari atom ke Alam Raya. Dari atom, titik benda terkecil, marilah kita melompat kekeluarga matahari kita solar sistem. Dari keluarga matahari kita ada lagi keluarga matahari yang lain – ke Bintang kita, stellar Universe Alam Raya. Dari alam bintang kita ada lagi Alam bintang lain ke sekalian Alam bintang. Universes, Awang-awang (space) dengan Alam-Bintang didalamnya, baik yang sudah bisa diperiksa ataupun yang belum lagi.
Zaman Demokritus, lebih kurang 2500 tahun dahulu, belum lagi punya telescope, teropong raksasa, yang bermulut 100 inchi, yakni 2,5 meter, seperti terdapat di Mount Wilson Observatory di Amerika. Apalagi yang bermulut 5 M seperti sudah ada sekarang. Dengan teropong raksasa 2,5 M sudah terang sekali bisa diambil gambaran dari bintang Yupiter umpamanya, satu bumi, seperti bumi kita ini juga, yakni Matahari yang sudah padam apinya. Bumi Yupiter, paling dekat pada kita ada 367.000.000 mil (bukan KM) dan paling jauh 600.000.0000 mil teropong raksasa bermulut 2.5 M sudah bisa diperamati bintang yang jauhnya 500.000.000 tahun sinar. Dalam satu detik, seconde saja sinar bejalan 186.000 mil, jadi dalam satu hari ada 24 x 80 x 60 x 186.000 mil. Satu tahun sinar berarti 365 z 24 z 60 z 60 z 186.000mil ialah + 149.000 Km.
Zaman Demokritus belum lagi punya Spectroscope, perkakas buat memeriksa Spectra, atau warna Sinar (radiatron). Cahaya, light, matahari yang melalui kaca perisma dipisah jadi 7 jajar warna, kita lihat pada pelangi, pengindraan, ialah putih, hitam, merah, hijau, violet, biru dan kuning! Besi umpamanya mempunyai jajar yang berwarna terkhusus buat besi saja. Jajar berwarna ini ada berhubungan dengan wave-Light, panjang ombak. Begitu jug elemen zat asli yang lain-lain. Kalau cahaya yang datang dari matahari umpamanya yang dipisahkan oleh Spectroscope tadi, memperlihatkan warna terkhusus yang terdapat pada cahaya yang datang dari besi, maka bisa dipastikan bahwa Sang Matahari ada mempuyai besi. Begitulah Stereoscope bisa periksa apa zat asli, elements, terdapat pada bintang dan bumi lain di Alam Raya ini.
Zaman Demokritus belum lagi melahirkan ahli Matematika yang bisa mencuci kaki Newton, Laplace, Poincar, Gauss atau Einstein. Belum lagi melahirkan Dalton, Avagadro yang karena teori mereka sebetulnya jadi bapa Ilmu Kimia zaman sekarang. Apalagi seorang Sir Ernest Rutherford yang bisa memberi “poto” dari “pertempuran atom dan atom”.
Demokritus dinamai si Gelap, karena gelap kalimat dalam tulisannya, tiada dimengerti oleh teman sejawatnya! Dia tiada punya teropong raksasa buat mendekatkan yang jauh dan membesarkan yang kecil. Dia belum mengetahui Ilmu Matematika buat menghitung antar yang jauh, kodratnya benda menarik benda dan cepatnya benda lari. Dia belum punya perkakas buat mengambil poto dari mukanya sendiri, jangankan lagi dari atom, ialah benda yang terkecil, tak bisa dipecah terus lagi itu tak bisa dilihat dengan mata telanjang.
Tetapi dialah, Demokritus, bapanya benda terkecil itu. Dan senjatanya buat memperoleh ini cuma Dialektika mentah, belum lagi terpadu dan tersepuh, seperti pda zaman Hegel dan Marx. Dengan Dialektika berdasarkan Materialisme bukan Dialektika berdasarkan Mistika seperti terdapat di Asia! Demokritus memberi pemandangan filsafat tentang Alam Raya yang banyak memberi petunjuk pada pemikir sesudah zamannya.
Kembali ktia kepada titik terkecil tadi, kepada atom tadi! maka sampai pada zaman Ruhterford, ialah zaman kita abad ke 20 ini sekarang. Atom tadi masih dianggap Hypothesis, persangkaan saja. Pengeritan Dalton yang hidup pada permulaan abad yang lalu pun tentang Atom itu masih jauh berbeda dengan pengertian sekarang. Tetapi sesudah Rutherford dengan gambaran memperlihatkan “bombardement” penembakan Atom dengan Atom itu, maka Atom itu tiadalah lagi satu Hypothesis, persangkaan seorang ahli Dialektika Materialis, melainkan satu benda, satu bukti, satu kenyataan.
Benda terkecil inilah satu-satunya menjadikan Demokrtius salah satu Filsafat Yunani yang terbesar dimata kita. Demikianlah kebesaran Demokritus terdapat pada benda-terkecil itu.
Demokrtius, Si Gelap yang menjadi terang benda yang terkecil. Keterangan dari benda terkecil ini sekarang melenyapkan kegelapan tulisannya dan melenyapkan kegelapan Dunia Filsafat dan Ilmu Bukti.
Pasal 3. ATOM
Atom, oleh Ahli Bukti zaman sekarang dianggap sebagai batu tembok pada gedung Alam Raya. Semua benda di Alam Raya di anggap berdiri atas 92 atomnya, zat-asli yang sudah dikenal, besi, perak, timah, dsb. Satu rupanya dan satu sifatnya dengan atom yang diperoleh di Bumi kita, di Matahari kita, di Alam Bintang kita dan sama di Alam Raya. Pendeknya sifatnya atom undangnya berpadu atau berpisah pada bumi atau bintang yang berjuta-juta mil jauhnya dari kita.
- Apakah Atom? 2. Apakah zatnya dan apa pulakah Kodratnya atom itu? 3. Ini cuma satu dua dari banyak pertanyaan yang timbul dari atom saja. Tetapi jauh dari dua pertanyaan itu sudah sedikit sederhada memberi penerangan pada benda terkecil yang tiada bisa dipandang dengan mata telanjang itu.
Atom, walaupun tak bisa dipecah lagi sebetulnya satu alam sendirinya pula, mempunyai bagian pula. Betul tak ada yang lebih kecil dari atom, tetapi barang terkecil pun mesti punya bagian juga, ialah bagian dari dirinya. Kalau masyarakat dunia ini kita pecah, maka pertama kita peroleh umpamanya bangsa atau kelas. Kalau kelas itu kita pecah lagi, maka kita peroleh golongan, keluarga, famili dan akhirnya kita peroleh manusia. Si manusia ini tiada bisa dipecah lagi. Kalau dipecah lagi kita tiada kaan memperoleh manusia dalam pengertian biasa lagi, melainkan daging atau tulang atau bangkai. Tetapi satu manusia yang tiada bisa dipotong-potong lagi itu, ada punya bagian, badan, kepala, kaki, dan sebagainya. Persamaan diatas ini cuma buat gambaran saja, buat penolong berpikir saja. Persamaan itu tidak dimaksudkan buat diteruskan dalam segla hal.
Jadi ringkasnya, walaupun atom itu satu benda terkecil, dia ada mempunyai bagian.
Rutherford menyimpulkan, bahwa atom yang dia “tembak” itu mempunyai badan yang dinamai proton. Proton ini pusat yang dikelilingi oleh beberapa badan pula, yang dinamai electrons (ingat perkataan elektron yang memang jadi, jiwa Ilmu Alam sekarang!). Proton yang dikelilingi oleh elektron tadi banyak persamaannya dengan keluarga Matahari ktia. Matahari kita ada dipusat, dan dikelilinginya beredar bumi kita dan beberapa bumi yang lain-lain (Kelak akan diteruskan!).
Proton dengan elektron berkelilingnya itulah yang kita maksudkan diatas dengan Alam Raya Kecil. Besarnya atom itu ialah besar seluruhnya alamnya, yakni alam proton dan elektron dikeliling. Seluruh alam ini jauh lebih besar dari badan pusat, ialah proton tadi. Tetapi badan pusat, yakni proton ini memiliki hampir jumlahnya zat pada alam terkecil ini.
Pusat bernama proton itu mempunyai kodrat menarik, positive charge (+), masing-masing proton pada 92 zat asli dianggap sama. Tetapi banyaknya proton itu pada atom bermacam-macam zat asla tidaklah sama. Demikianlah zat asli Hydrogen punya satu proton dan carbon 12 (1 dan 12 ini dinamai juga berat-atom, angka!). banyaknya proton = angka beratnya atom.
(Bumi-) elektron yang “bisanya” dianggap beredar mengelilingi (matahari-) proton itu, juga sama pada masing-masing 92 zat asal itu. Tetapi banyaknya elektron pada atomnya bermacam-macam zat asli tidak sama. Demikianlah atom Hydrogen mempunyai 1 bumi elektron, atom helium 2, lithium 3 dan sampai kita berjumpa dengan atom terberat, yakni uranium, yang mempunyai 92 elektron.
Elektron mempunyai kodrat menolak, negative charge (-). Diatas sudah kita terangkan, bahwa proton mempunyai kodrat menarik (+). Kodrat menolak (-) dari 1 elektron sama dengan kodrat menarik (+) dari 1 proton. Hasil dari tolak dan tarik (+ dan -)pada dua arah bertentangan, itulah netral setimbang (0). Seluruh atom-atom jadi setimbang, aman netral, kalau tarikan dari proton kesatu arah sama dengan tolakan elektron pada arah bertentangan. Jadi setimbang, aman, kalau banyak proton yang menarik sama dengan banyak elektron yang menolak.
Kecuali pada Hydrogen, pada badan pusat, pada protonnya atom yang lain juga kita dapati elektron. Jadi elektron tidak didapat pada lingakaran belaka. Misalnya helium! (mulanya helium didapat di Matahari, kemduian baru dibumi ini. pada hal Ilmu Bukti mendahului mata!) Helium mempunyai 4 Proton pada pusat dan 2 elektron pada lingkaran. Jadi tarikan proton dan tolakan dari elektron tiada setimbang. Alam atom dalam hal ini jadi goyang, bergelora. Supaya menjadi stimbang, mak perlu ditempelkan 2 elektron lagi. Dan 2 elektron ini tertempel ditengah dipusat bersama-sama deegan protons.
Gambar No 1
<img src="Bab7_clip_image001.gif" alt="1" width="148" height="126">
Disini kita lihat 4 Proton dipusat, 2 elektron dilingkaran dan 2 menempel dipusat sama proton.
Sifatnya satu element, zat asli tiadalah bergantung pada badan pusat pada proton, melainan pada banyaknya eletron.
Chlorine umpamanya dianggap satu zat asli yang aneh, lama dianggap sebagai orang yang suka melanggar undang-undangnya Dr. Prout umpamanya.
Sebabnya karena berat atomnya 35, 46 dan kita tahu bahwa angka beratnya atom itu sama dengan angka banyaknya atom. Jadi tak bisa dipikirkan banyak proton yang berpecahan, tiada genap itu yakni, 35, 46. bisa dipikirkan 1,2 atau 12.
Tetapi ada dua macam chlorine yang keihatan dengan mata telanjang memang sama rupanya. Yang satu macam mempunyai 17 bumi elektron. Dia mempunyai 35 proton. Jadi buat mengadakan seimbang mesti ada 35-17 = 18 elektron menempel pada pusat. Macam chlorine yang kedua juga mempunyai 17 elektron, tetapi cuma 37 proton. Buat menjadi setimbang, maka mesti ada 37 – 17 = 20 elektron menempel kepusat.
Kelakuan kedua alam atom chlorine tadi memang sama, sebab banyak bumi elektron ayng beredar pada masing-masing lingkaran memang sama, tetapi berat atomnya berlawanan. Karena berat atom seperti dibilang diatas sama dengan banyak proton pada atom itu. Jadi berat atom chlorinet macam pertama ialah 35 dan macam kedua 37. biasanya chlorine itu ialah campuran dari dua macam chlorine yang berat atomnya tiada sama (37 dan 35) itu. Sebab itulah kita peroleh angka pecahan 35 – 46 tadi.
Persoalan diatas sekarang sudah bisa kita jawab.
Apakah atom? Walaupuan tiada sempurna dan memang tak bisa sempurna sebab pengetahuan selalu mengembang, sementara kita bisa menjawab: Atom ialah Titik Benda Terkecil, yang terdiri dari proton dan elektron. (Dengan benda Terkecil, yang terdiri dari proton dan elektron, dengan benda terkecil yang dimaksudkan benda yang tiada bisa dipecah lagi, sepadan dengan tingkat majunya Ilmu Bukti; pada hari depan boleh jadi atom itu lebih kecil lagi dari atom sekrang!). kita sedikit tahu tentang listrik. Proton dan elektron ini banyak berkenaan dengan Listrik yang bisa pakai dan lihat hari-hari. Bukan listrik sebagai “Ding An-Sichnya”. Ahli Filsafat Kant atau Idealist yang lain-lain: Kodrat? Juga terdapat pada listrik, menari (+) dan menolak (-) dan bisa dihitung. Proton dan elektron pada atomnya 92 zat asli yang terkenal di Alam Raya ini “sama”. Begitu juga hukumnya bermacam-macam atom itu berpadu dan berpisah “sama” dibumi kita ini dengan undang perpaduan dan perpisahan atom yang jauhnya 500.000.000 tahun sinar atau 10 x lebih!
Kita saksikan diatas cuma keseimbangan, kemauan satu-satu atom. Tetapi kalau tiap-tiap atom dari tiap-tiap zat asli tinggal seimbang aman, artinya tolakan sama dengan tarikan (+) = (-) maka kita tak akan mendapat perpaduan, ialah perpaduan satu macam atom dengan atom yang lain. Molecule dari air H2O umpamanya, ialah perpaduan hydrogen (H) dengan Oxigen (O). Molekul dari garam-dapur (NaCI) ialah paduan (compound, bukan campuran, yakni mixture!) dua zat asal acdium (Na) dan chlorine (Cl).
Bagaimana bisa terjadi perbedaan. Peramatilah gambaran
No. 2.
<img src="Bab7_clip_image002.gif" alt="1" width="305" height="146">
Dua lingkaran ini menggambarkan lingkaran yang diedari oleh elektron dari H yaitu Hydrogen dan He = Helim. Pada badan pusat ada proton yang tiada digambarkan. Pada lingkaran dikiri da satu elektron (-) yang dengan proton (+) mengadakan perdamaian setimbangan. Pada lingkaran kanan ada 2 elektron (-), yang dengan dua proton (+) mengadakan pertimbangan pula. Setimbang dua elektron helium ini, dianggap satu setimbangan yang tak mudah diganggu.
Sesudah He, maka pada tiap-tiap 7 atom menurut The Law of Octaves seperti pada noot dalam musik dan pada tiap-tiap 17 atom menurut Mendelief, elektron bertambah satu.
Satu barisan 7 atom itu menurut susunan Law of Octaves ada digambarkan dibawah ini.
Gambaran No 3.
<img src="Bab7_clip_image003.gif" alt="1" width="649" height="87">
Zat asli berikut 1º Li = Lithium, 2º Be = Beryllium, 3º B = Baron, 4º C = Carbon, 5º N = Nitrogen, 6º O = Oxigen, 7º F = Fluorine. Dibawah ialah 8º Ne = Neon. Masing-masing punya 2 lingkaran, dalam dan luar. Pada lingkaran dalam ada tetap 2 elektron. (Proton tidak digambarkan!) pdaa lingkaran luar dari 1 sampai 8, elektron naik dari 1 pada Li sampai jadi 8, pda Ne. Jadi Ne mempunyai 2 elektron pada lingkaran dalam dan 8 pada lingkaran luar (2-8). Susunan 2-8 ini pada Ne seperti susunan 2 elektron pada Ne, diatas tadi dianggap satu setimbangan, kemauan yang tidak mudah diganggu.
Maka adalah 92 elements. Zat Asli itu boleh disusun 7 sejajar menurut Laws of Octaves (pendapatnya Newlands!) atau disusun 17 sejajar menurut “Periode Table” dari pendapat Mendelief (susunan Mendelief pembaca bisa atur atau pikirkan sendiri!).
Jadi dari Ne kita bisa memasang lagi 7 Zat Asli sampai kita bertemukan Zat asli yang tak mudah, diganggu pula keamanannya. Sekarang tiada lagi satu, melainkan dua lingkaran luar. Barisan seperti dibawah ini dimulai dengan Ne, yaitu yang ber-elektron 2-8 tadi. Dengan dua lingkarannya menjadi 2-8-0
Gambaran No. 4.
<img src="Bab7_clip_image004.gif" alt="1" width="649" height="81">
Ne 2-8-0 Na 2-8-1 Mg 2-8-2 Al 2-8-3 SI 2-8-4 P 2-8-5 S 2-8-6 Cl 2-8-7
Kembali pada pertanyaan bermula: Bagaimanakah atom berpadu? Molecule garam ialah NaCL, satu atom Na = radium kawin dengan satu Atom CL = chlorine. Pada barisan diatas ktia jumpai Na itu pada tempat ke 2 dan mempunyai elektron 2-8-1. Cl terdapat pada 7 tingkat lebih tinggi yaitu tempat ke 8 dan mempunyai susunan elektron 2-8-7.
Diatas sudah kita terangkan, bahwa elektronnya He = 2 dan elektronnya Ne = 2-8- atau 2-8-0 ada aman, tetap, tak bisa diganggu: Setia pada atomnya. Tetapi yang lain-lain susunan dari 2-8-1 samapai 2-8-7 tak ada yang setia pada sarangnya. Dia mau keluar, melmpat mencari jodoh, supaya menjadi kembar mengadakan angka 8.
Demikianlah “1” pada Na yang 2-8-1 alau berjumpa dengan “7” pada Cl, maka mereka berlaku seperti putera-puteri yang rela sehidup-semati, meninggalkan rumah ibu, dan mengadakan perkawinan pada molecule NaCl, ialah garam dapur.
Sang Garam bukan campuran, melainkan suatu paduan, compound. Benda baru bersifat lain dari kedua asalnya masing-masing ialah Na dan Cl. Sedangkan kedua zat asalnya itu Na dan Cl itu masing-masing racun yang jahanam sekali; dua sejoli, sang garam dapur, jadi benda yang penting buat jasmani manusia dan hewan.
Perpaduan itu berlaku menurut undang yang tentu tak pernah undang itu dilanggar, di bumi kita, di keluarga matahari kita, ataupun di Alam Raya (menurut undang Valency, undang nilainya atom yang berhubungan dengan teori Dalton). Mg umpamanya kalau berjumpakan Cl tiada berpadukan satu dengan satu melainkan 1 atom Mg dan 2 atom Cl. Jadi Mg = 2-8-2, kehilangan elektronnya, yang tebrang menemui 2 elektronen Cl, pada 2 tempat pada 2 alam terkecil, masing-masing 2-8-7. murid sekolah menengah tahu, bahwa Mg bernama divalnet, bernilai 2.
P = Phosphorus (2-8-5) boleh mendapatkan keamanan dengan 2 jalan. Pertama dia bisa lemparkan 5 elektron dan tinggal jadi atom yang aman (2-8) atau seperti Arjuna yang dia bisa rebut 3 elektron dan jadi alam yang aman pula. (2-8-8). Paduan pertama bernama phosphorus pentoxyde (P2 O5) dan paduan kedua bergelar phosphire PH3. Sekarang baru kita mengerti kenapa 11,1% Hydrogen berpadu dengan 88,9 % Oxigen (O) seperti kita majukan pada permulaan buku ini. menurutnya hukumnya Dalton, maka satu atom berpadu dengan yang lain menurut angka yang tetap. 2 atom H berpadu dengan 1 atom O yang beratnya 16 atom H. Jadi perbandingan berat dari kedua atom itu ialah: 2: 16 atau 1: 8 yakni cocok dengan 11,1 % dan 88,9 %.
Begitulah penerbangan elektron dari satu alam atom ke elektron lain pada alma atom lain berlaku menurut hukum yang pasti, yang benar hakekatnya buat seluruh alam raya.
Laws of Octaves ataupun Periodic table maksudnya ialah mengusun atom yang 92 itu menurut elektron liar masing-masing. Sesudah naik sampai mendapat 7 elektron liar menurut Law of Octaves atau 17 menurut Periodic Table, maka kita dapati atom yang banyak persamaan dengan tingkat pertama.
Menurut Law of Octaves, susunan itu:
Gambaran No. 5:
<img src="Bab7_clip_image005.gif" alt="1" width="649" height="88">
Li Be B C N O F
<img src="Bab7_clip_image006.gif" alt="1" width="649" height="81">
Na Mg Al Sl P S Cl
Demikianlah kalau kita naik 7 anak tangga dari Li kita sampai pada Na, yang banyak bersamaan rupa dan sifat dengan Li tadi, kita naik dari Be kita sampai pada Mg dan seterusnya, dan sebagainya. Sekarang kita ingat pada para bapak Kimia Arab yang sebetulnya tiadalah begitu edan atau gila, yang mencari “philosophers atene”, zat yang bisa menukar (transmute) sesuatu logam menjadi emas. Pada tahun 1816 Dr Prout memperingatkan, bahwa satu atom tidaklah begitu berbeda dengan atom yang lain. Dan semuanya dibangun dari atom Hydrogen (H). Laws of Octaves atau Periodic Tablenya Mendelief memperlihatkan, bahwa satu element (zat asli) bisa menjelma menjadi, zat-asli yang lain. Yang penting pula akhirnya yang terpaksa diterangkan lebih panjang tadi sudah bisa sekarang dimaklumkan, ialah:
Sedikit (banyak) benda, bisa diubah menjadi bukan main besarnya kodrat (energy). Menurut perhitungan para ahli, maka proton yang (+) itu dipertempurkan dengan elektron yang (-) itu, maka hasil pertempuran itu adalah kodrat yang maha hebat. Proton dan eletron keduanya hilang binasa, musnah. Atomnya 1 ounce (1/24 Kg) batu arang bisa dengan pertempuran itu menghasilkan kodrat 180.000 kuda. Disini bisa kelihatan, bahwa benda bisa ditukar dengan “kodrat”. Disini pula para ahli kegaiban yang menarik napas itu mendapat undang baru. Nah katanya: Disini nayta bahwa benda sama dengan kodrat dan dengan main sulap seperti biasa dia membalikkan hakekat dengan membalikkan Logika: “kodrat” itu sama-diri dengan “benda”. Tetapi buat bisa sebaliknya yang nyata, ialah kodrat itu saja tak bisa menimbulkan benda, seperti terjemahan mistikus. Benda mesti mengandung kodrat, tetapi sebaliknya, kodrat sendirinya, tak berbenda yaitu tidak ada bendanya. Kodrat uap yang menjalankan kereta, terpaut pada air, kodrat besi berani (magnetisme) pada besinya listrik pada obat kimia atau besi beraninya.
PEMANDANGAN (MADILOG).
Peralaman yang bisa dilakukan dengan atom itu, sepeti bombardement atomnya Rutherford, dan berhubung dengan atom juga, ialah “radio activity”, yakni kelakuan atomnya “radium”, yang pertama diketahui dan diperalamkan oleh Tuan-Nyonya dan sekarang diteruskan oleh Nona Curiw, masih termasuk pada zaman turunan ktia ini.
Hegel dan Marx pada abad ke-19 belum bisa melihat radiumnya familie Curie dan photo Rutherford yang menunjukkan pertempuran atom dan atom. Atom pada masa itu masih dalam daerah hypothesis, persangkaan belaka, walaupun sudah berubah dari bentuk Demokritus ke bentuk Dalton dan Dr. Prout, yang hidup pada abad ke-19 juga. Pendeknya peredaran bumi elektron mengelilingi matahari proton, belumlah masuk jadi bukti yang bisa digambarkan dan disaksikan.
Dalam pembacaan dan peringatan saya yang terbatas sekali ini. saya juga belum bertemu dengan tulisan Marx, ataupun Engels, Plechanoff dan Lenin .......... atau lain-lainnya, yang menjatuhkan alam “atom” ini kebawah microscope Dialektika Materialisme.
Sebab itu saya sangsi mengambil kesimpulan! Tetapi kalau tak ada keberanian, memanglah tak bisa didapat kemajuan, terutama dalam pengetahuan. Kesilapan saya diharap boleh menjadi alat adanya hakekat baru. Tak ada hakekat yang tidak didahului oleh kesilapan. Hakekat ialah anak kesilapan. Dan kesilapan itu bisa jadi bapak sesuatu hakekat.
Jadi atas pertanggungan saya sendiri, dan dimata saya sendiri, pada Alam Terkecil inilah saya lihat perlakuan, pelaksanaan pertama dari Dialektika Materialisme. Disinilah pertama sekali berlaku “wirkliche Logik der wirkliche Gegenstandenya Marx” ilmu berpikir yang sebenarnya dari pada Benda yang sebenarnya. (Maksud Marx tentulah: Wirkliche Dialektik der wirkliche Gegenstande).
Pertama: Negation der Negation, pembatan kebatalan. Tidaklah berlaku lebih dahulu pada Ide, dalam pikiran , seperti menurut Hegel, melainkan pada Benda, walaupun benda itu tak bisa dipandang dengan mata-tak-berpekakas.
Kedua: Quantity jadi quality, bukanlah berasal dari dunia rohani, melainkan pada dunia benda, zat yang akhirnya, lambat launnya membayag ke dalam cermin otak manusia.
PERTAMA: PEMBATALAN KEBATALAN.
Syahdan, bermula saya kenal proton sebagai thesis, yang pertama “ada” sebagai kodrat penarik (+). Elektron (-) sebagai benda juga yang membatalkan yang mempunyai kodrat menolak ke arah yang bertentangan, sebagai (-). Kalau menolak dianggap (+), maka menarik mesti kita anggap (-). Dari perjuangan thesis dan anti-thesis, proton dan elektron itu, kodrat menarik dan menolak itu, + dan – itu dari kebatalan proton seperti benda tunggal itu timbullah benda atom bulatnya, benda atom seluruhnya yang mengikat proton dan elektorn itu. Timbullah pula “setimbangan” keamanan, harmoni, timbullah pemabtalan dari kebatalan “Negation der Negation”. Disini juga nyata, bahwa benda (proton atau elektron) itu mengandung kodrat (+ atau-) dan kodrat itu tak bisa bertambah dari benda.
Seterusnya: Menjadi thesis pula atom yang ingkar, yang mengganjil dari atom teman sejawatnya yang mengandung sifat menarik (+). Dia bertemu dengan anti-thesis, ialah atom tingkat pula dari jenis atom yang lain yang berkodrat menolak pada arah bertentangan (-). Kedua atom yang datang dari golongan berlainan itu sekarang mengadakan setimbangan, keamanan yang baru pula. Mereka mengadakan benda yang baru, bernama Molecule. Benda Molecul inilah bentuknya pembatalan kebatalan, negation der nagation.
KEDUA: PERUBAHAN BILANGAN (BANYAKNYA) MENJADI PERUBAHAN SIFAT.
Kita perhatikan semua 92 zat asli yang sudah diketahui (sekarang) itu! Semuanya boleh dibagi atas beberapa jenis (atau musim) yang masing-masingnya mempunyai 7 atom menurut Law of Octaves, atau 17 atom, menurut Periodic Table (daftar musim). Satu anggota dari satu jenis musim berbedanya dengan anggota lain dari jenis musim itu juga, cuma dalam banyak angkanya elektron. Jadi nomor 1 naik ke nomor 8 elektron. Tetapi sesudah sampai ke No. 8, maka perbedaan banyak elektron tadi bertukar, menjadi perbedan sifat: tidak lagi di atom yang mudah terganggu keamanannya, melainkan menjadi atom yang setimbang, tak mudah diganggu keamanannya.Dari sifat pelari menjadi sifat setia. Disini kita lihat perlakuan: Quantity berubah menjadi quality, perubahan banyak elektron tadi bertukar menjadi perubahan sifat yakni mudah terganggu menjadi setimbang (demikianlah Be, B, C, N, O, F (lihat gambar No. 5 (L .........) semuanya mempunyai eletkron yang berkenaikan, dan semuanya mudah terganggu, lekas mau sarak! Tetapi tiba-tiba kita sampai pada Na, ialah atom, yang tak mudah diganggu (setia). (Dari Be kita sampai ke Mg, dari B ke Al dsb). (dalam Periodic Table tadi kita juga melihat perlakuan pembatalan kebatalan. Kita ingat akan contoh Engels, ialah gandum. Mulanya gandum dibatalkan oleh pokok gandum. Kebatalan ini akhirnya dibatalkan oleh “buah” gandum. Pembatalan dari kebatalan ini kembali pada asal, ialah gandum. Tetapi gandum pada ujung, yakni pembatalan kebatalan, lebih banyak dari gandum tampang. Begitu juga Li sebagai thesis akhirnya mendapatkan Na; Be mendapatkan Mg; B mendapatkan Al dan sebagainya, dan atom yang baru lebih banyak elektronnya dari atom tampang: Na lebih banyak dari Li, Mg lebih banyak dari Be dsb).
Nyatalah sudah alam kita yang terkecil itu selalu dalam gelora, tarik dan tolak, dalam gelora pergerakan dan pertentangan. Sebab itulah tiada mengherankan kalau terutama sekali sebetulnya kita berada di daerah Dialektika, yakni: Dialektika Materialisme. Tetapi sekarang scientist masih cukup mendapat lapangan dimana Logika bersimaharajalela. Persoalan yang pasti, menurut Ueberweg, mesti dijawab dengan jawab yang pasti, ya itu ya, A bukan non A. Cepatnya atom berlari dalam tempo yang tertentu, kuatnya atom menarik, menurut berat atau massa (banyak zatnya) yang tentu undangnya para atom berpadu dan berpisah dan 1001 persoalan yang berhubung dengan gerakan, banyak dan sifatnya atom atau molecule, mesti dijawab dengan Logika atau Matematika. Tetapi bermula jangan dilupakan, bahwa ada moment, saatnya dimana A itu sama dengan non A “ya itu berarti tidak”.
Saya lihat disini bukanlah rohani tunggal itu yang mengadakan Yang-Nyata, Absolute Idenya Hegel yang mengadakan Reality. Kalau ada yang tunggal, ke-Esaan, maka ke-Esaan itu terdapat pada Benda, pada Alam terkecil, pada Atom. Disini sudah boleh diperalamkan dan diperhitungan, bahwa proton pada Zat Asli manapun di Alam Raya in ibersamaan, Elektron pun bersaman satu-satu dengan lainnya, begitu juga hukumnya, Atom bertempur, berpadu, atau berpisah. Semua atom dari semua Zat Asli boleh disusutkan pada Hydrogen, di-esakan oleh Hydrogen. Jadi benda, barang yang nyata, Hydrogenlah yang mempersatukan semua zat dalam Alam Raya ini. boleh jadi sekali besok atau lusa ada Zat asli lain dari Hydrogen, yang dianggap pangkal dari zat. Dan mungkin, ya, boleh jadi sekali proton atau elektron boleh dipecah lagi – semua thesis itu mengandung anti-thesis dan semua anti-thesis itu mengandung thesis pula – tetapi yang jadi pangkal tetap benda, berapapun juga kecilnya. Atom bersifat menarik (+) bisa dipertemukan dengan benda berifat menolak (-). Hasilnya ialah petusnya, pertempuran itu, ialah kodrat yang maha hebat. Tetapi kodrat itu sendiri tak berbenda, tak ada di Alam Raya ini. bagaimana benda itu bergerak, bertempur, berpadu dan bercerai, cara dan aturan itulah yang menjadi undang, yakni yang dalam bahasa kita, manusia, dinamai undang. Pada tingkat science sekrang ini, Hydrogen itulah ke-esaan semua zat. Aturannya Hydrogen bergerak, berpadu, berpisah, menjelma pada atom yang lain diseluruh Alam Raya inilah yang membayang di otak kita. Bukan Rohani atau Ide, pikiran yang membikin Yang Nyata, melainkan yang Nyata, Benda dan Hukumnyalah yang terletak diotak, mental, manusia.
Pasal 4. KELUARGA MATAHARI KITA
Dr. H. Spencer Jones menulis satu buku, bernama “LIFE ON THE OTHER WORLD” (Hidup di Bumi lain). Dr. Jones menulis dalam bukunya itu, apakah yang hidup dalam bumi lain-lainnya. Buku tadi ditulis ditahun 1940, jadi boleh dikatakan baru sekali. Lagi pula ditulis di Negara Inggris; negara ini memasyhurkan dirinya, karena disana ada demokrasi asli, ada kemerdekaan penuh buat berkata, menulis dan berkumpul. Kemerdekaan mengeluarkan pikiran itu tidaklah memerdekakan pujangga Jones dari Gereja Resmi, apabila ia meraba perkara yang begitu penting, ialah yang Hidup. Perkara yang Hidup ini di Negara Merdeka, demokratis, yang dianggap seperti monopolinya Gereja resmi. Agama monotheisme, bertuhan Esa, sudah mempunyai kepercayaan “yang tak lekang dek panas dan tak lapuk dek hujan” perkara yang Hidup itu. Teman sejawat pengarang Dr. Jones, pula seorang ahi Bintang pun juga sudah memeriksa perkara hidup dilain bumi itu. Teman Dr. Jones bernama Fontenelle, sebelumnya memberanikan diri memeriksa perkara yang mengenai kepercayaan tu mengucapkan sembah simpuh terlebih dahulu. Sembah simpuh inilah yang terlebih dahulu dicatat oleh Dr. Jones dalam bukunya tadi, sebagai sesuatu syarat minta izin kepada yang monopoli atas perkara itu. Bunyi sembah simpuh itu, diantaranya: “Bahwa menempatkan manusia didalam ini tempat dari bumi kita ini berbahaya sekali buat agama”.
Lebih kurang 500 tahun dahulu, maka Antonio Bruno, Ahli Bintang Italia dibakar hidup-hidup, karena ia memajukan teori tentangan gerakan bumi yang bertentangan dengan kepercayaan resmi. Copernicus dan Galilea dibelakangnya Bruno mesti bermain sandiwara dan mengaretkan lidahnya supaya badannya dijauhkan dari api unggun.
Penulis ini kebetulan pula termasuk keluarga yang mempunyai kakek yang terkenal dalam daerahnya, sebagai ahli falak. Walaupun kuburan Sang Kakek dianggap sakti kramat, tetapi perkara ilmu bintang itu, adalah perkara yang mesti dibisikkan diantara anggota keluarga saja. Saya masih ingat pesan Sang Ibu yang selalu diucapkan kepada saya, supaya berlaku “awas” sekali terhadap Ilmu Bintang. Entah karena Sang Kakek mengandung faham yang berbahaya terhadap Ilmu Bintang, entah karena sendiri memusuhi faham yang dianggap berbahaya, tiadalah saya tahu ............wallahu Allam (Hanya Tuhan Yang Tahu, ed).
Tetapi syukurlah sudah bukti, bahwa tiada didalam dunia Agama serani saja, tetapi didalam dunia Islam pun Ilmu Bintang itu mengandung beberapa perkara yang menyinggung kepercayaan resmi – Ilmu Bintang itu didaerah monotheisme seolah-olah senantiasa berada dibawah pengawasan sensor!
Tiadalah pula mengherankan kalau Ilmu Bintang itu mesti di buntuti, dikempei-i saja. Memangnya faham tentang bumi dan langit saja, tentang keadaan dan asalnya bumi dan langit itu pada Ilmu Bukti dan Agama berbeda seperti siang dan malam.
Dua perkara saja yang amat menyolok mata.
Pertama, bumi dan bintang itu oleh Agama dianggap sebagai firmannya Tuhan. Ilmu Bukti menyangka sebagai buahnya evolusi, kemajuan menurut hukum sendiri, dalam juta-jutaan tahun: dari leburan benda (molten masa), dari kabut menyala, kabut Hydrogen, sampai ke Alam Raya kita sekarang ini.
Kedua: Bumi kita ini dianggap sebagai bumi yang tunggal dan besar. Tetapi tiada bergerak. Bumi kita ini adalah pusatnya matahari dan bintang yang mengedari bumi kita ini. matahari dan bintang ini dianggap sebagai malaikat pada satu langit yang dianggap sebagai salah satu dari bumi yang banyak.
Lagi pula bumi ini sangat kecil sekali kalau dibandingkan dengan besarnya matahari saja. Matahari inipun cuma salah satu dari bintang menengah saja, diantara juta-jutaan bintang di Alam Raya ini. bumi ini bukan pula pusatnya Alam ini. bumi ini mengedari matahari, yang bukan pusat pula di Alam Raya ini. matahari inipun sebetulnya tiada tetap, karena ia berputar disekeliling sumbuya sendiri. ketika bumi mengedari matahari, bumi itu berputar pula pada sumbunya sndiri. Sebab itu kita melihat bintang yang mengelilingi bumi. Lagit yang dianggap padat itu tak ada dalam Ilmu Bintang. Walaupun teropong bisa jauh memandang sampai 500.000.000 tahun sinar, langit padat itu tak kelihatan. Yang ada cuma awang-awang kosong, dan didalamnya ada berjuta-juta bintang, bumi dan bulan (satlliet) yang sangat berjauhan pula satu sama lainnya.
Sangat jauh bedanya peranggapan ahli bintang zaman sekarang dengan ahli agama. Walaupun begitu tiadalah perlu rasanya saya memperingatkan amanat kakek saya kepada pembaca Muslimin ataupun Serani (Nasrani, ed) yang beriman teguh, yakni berlaku awas terhadap Ilmu Bintang. Hendaknya pembaca anggap Ilmu Bukti tinggal Ilmu Bukti dan Agama tetap Agama. sekarang marilah ktia pasang satu contoh, modelnya keluarga matahari ktia (bukan keluarga matahari lain).
Ini perkara susah sekali dipraktekan. Karena kita mesti kecilkan besarnya matahari dan beberapa keluargnya dengan satu angka yang mesti kita pakai buat mengecilkan antara matahari dan keluarganya. Seorang ahli Bintang Inggris yang termasyhur, bernama Sir James Joans sudah mengecilkan matahaari itu sampai sekecil gandum. Tetapi antaranya dengan keluarganya masih terlalu besar!
Jadi kalau kita mesti pakai ukuran, pasti pekerjaan itu susah kita jalankan. Baiklah kita pakai ukuran semabarangan saja buat memberi contoh yang sederhana sekali. Marilah kita bersama-sama pergi ketanah Lapang Gambir ketika malam masih gelap-gulita. Dipusat tanah lapang itu kita taruh boleh listrik menyala, sebesar bola raga. Dalam pikiran kita andaikan bola listrik ini Sang Matahari: Kira-kira satu meter jauhnya dari bola listrik menyala tadi, kita taruh benda kira-kira bundar pula yang besarnya kurang dari 1/1000 dari bola listrik kita. Bola ini adalah kita andaikan bumi – hari-hari disebut bintang! – Mercury, kira-kira 2 meter jauhnya dari pusat bola listrik tadi kita taruh pula bolah lebih kurang 21 kali sebesar Mercury tadi. Ini andaikan bumi Venus. 3 Meter jauhnya dari pusat matahari, bola listrik tadi kita taruh satu bola pula sedikit lebih besar dari bola Venus, sebetulnya 1/332 dari besarnya bola listrik. Ini Bumi kita ini. Kemudian 4 ½ meter dari pusat bola listrik tadi kita taruh bola lagi 1/10 besarnya (isinya) dari bola bumi kita. Ini andaikan bintang yakni bumi Mars. 15 meter dari pusat bola listrik, 317 x sebesar bumi kita. Ini andaikan bumi (bintang disebut orang) Jupiter. 28 ½ meter dari pusat, bola listrik kita taruh pula satu bola lebih dari seperempat bola listrik. Ini bumi Saturnus. 57 meter jauhnya dari pusat, bola listrik kita, kita taruh bola + 15 x sebesar bola bumi kita. Ini bumi Uranus. Sekarang 90 meter jauhnya dari pusat, kita pasang bola kecil pula 17 x sebesar bola bumi kita. Ini Neptunus namnaya. Akhirnya 120 meter jauhnya dari pusat kita pasang bola 10 x sebesar bola bumi kita. Ini bumi Pluto.
Jadi semuanya ada satu bola, sebagai matahari dan 9 bola sebesar bumi yang berlainan besar dan jauhnya dari matahari tadi. Kini kita panggil kodrat, buat memutar 9 bumi tadi mengelilingi matahari, dengan kecepatan berlainan-lain. Inilah gambaran sederhana dari keluarga matahari kita. Di pusat dengan berputar mengedari sumbuhnya sendiri ktia dapati Sang Matahari. Berkelilingnya pada satu lapang yang kira-kira datar beredar terutama 9 bumi dengan bermacam-macam kecepatan. Kita boleh taruh pula pola besarnya 1/100 bola bumi kita, dan suruh bola beredar mengelilingi bumi kita. Ini Bulan! Sambil mengedari bumi kita. Bulan itu bersama-sama dengan Bumi mengedari Matahari pula. Sebab itulah dia dinamai satellite, pengikut, ialah pengikut bumi.
Satu edaran bumi kita namai 1 tahun. Begitulah lamanya bumi kita mengedari matahari yang = 265 hari itu kita namai setahun. Sebab cepatnya 9 bumi tadi beredar tiada sama, maka tahun masing-maisng bumi itu tiada sama pula. Dan lingkaran yang diedari masing-masing bumi itu bukanlah pula bundaran tulen “circle”, melainkan bundaran picak “ellipse”.
Tetapi perkara cepat beredar, kekuatan tarik-menarik, lamanya tahun, atau hari masing-masing bumi mengelilingi matahari itu, atau bumi masing-masing mengedari sumbunya sendiri, adalah perkaranya ahli Bintang dan Matematika. Kejituan menghitung dari tahun ke tahun, dari abad ke abad, dari zaman Egypt sampai sekarag ada berubah-ubah menurut kejituan perkakas mempermatai dan menurut kejituan Ilmu dan Matematika pada berlainan abad. Perkara hitung-menghitung itu adalah di luar daerah buku ini. tetapi semuanya banyak termasuk pada daerah Logika.
Yang sudah biasa kita saksikan pada gambaran yang segala sederhana itu ialah:
- Bumi kita ini tiadalah tunggal. Pada keluarga matahari kita ini saja bumi kita cuma salah satu dari 9 bumi. Dia tidaklah yang terbesar. Dia nomor 6 dari bumi Jupiter, Saturnus, Neptunus, Uranu dan Pluto, yang berikut-ikut 317 x 94,3x 17x 14,65 x dan 10 sebesar bumi kita yang digembar-gemborkan ini.
- Sang bumi kita ini tiadalah berdiam tetap dikelilingi oleh matahari dan bulan berjuta-juta bintang buat meneranginya, mengabdi kepadanya: seperti Seri Paduka Yang Maha Mulia bersemayam diatas singgasana kerajaannya, dikelilingi oleh mangkubumi, perdana menteri dan hulubalang yang berhamburan terbang dari magrib sampai ke Masyrik buat melakukan perintahnya dari sudut mata atau telunjuknya saja. Melainkan ia satu bumi yang amat kecil, yang puntang-panting mengedari matahari yang mesti dijalankannya dalam tempo yang pasti. Pada saat dia mengedari matahari itu dia tunggang langgang pula mesti berputar mengelilingi sumbunya sendiri, 24 jam lamanya sekali berputar.
PEMANDANGAN (MADILOG).
Saya harap sekarang kita sudah dapat gambaran sederhana tentang keluarga matahari kita. Sudahlah cukup buat mengadkan pemandangan yang sekadarnya.
Pertama: Benda yang kita dapat pada alam-terkecil, pada atom dahulu itu juga kita jumpai pada alam matahari ktia. Proton yang menarik (+) dan elektron (-) terdapat pada 92 elemen yang terkenal, juga terdapat pada zat yang ada pada matahari dan keluarganya, ialah 9 bumi (sebetulnya lebih banyak dari pada itu!). Nebula, kabut menyala, yakni zat-asli-menyala, sebagai asalnya matahari kita dan keluarganya sudah diakui sahnya oleh peralaman zaman sekrang. Matahari kita sekarang ialah neneknya bumi kita dan 8 bumi keluarganya matahari yang lain itu. Matahari kita ini sekarang masih menyala keras. Tetapi semua zat yang terdapat pada bumi kita yang kulitnya sudah dingin dan beku ini, tetapi dalamnya masih menyala terus, sebagai “magma”. Dengan memakai spectroscope dan emmeriksa jajar-warna (spectra) yang datang dari mtahari, maka Russell memeriksa jenis dan banyaknya tiap-tiap jenis zat-asli (element) yang didapat di matahari itu. Banyaknya tiap-taip 14 zat-asli yang terutama didapat dibumi ini: besi, nikkel, tembaga dsb, tiada berapa bedanya dari banyaknya zat-asli yang terdapat di matahari itu. Ini menunjukkan aslanya sama diantara matahari dan bumi. Begitu juga spectra jajar-warna yang datang dari bintang, yakni matahari – yang lain-lain di Alam Raya, menunjukkan persamaan jenis dan banyaknya. Dengan jalan lain, teori lain dan peralaman, experiment lain, ahli Bintang juga kembali kepada kebenaran ini, yaitu: semua bindang dan bumi diawang-awang ini asalnya satu atom besar, jadi kabut menyala juga. Peralaman dengan perkakas memperlihatkan, bahwa Alam Raya mengembang dengan tetap, seperti bole permainan anak-anak yang dihembus. Dengan mengembangnya Alam Raya, maka antara bintang dan bintang mengembang pula. Menurut perhitungan, maka antaranya menjadi berlipat dua dalam 1.300.000.000 tahun. Jadi 1.300.000.000 tahun lampau antara satu bintang dan bintang lain setengah dari antara sekarang. Makin lama kita kembali kebelakang makin rapat kedua bintang tadi. Demikianlah pada satu tempo kedua bintang tadi mesti berpadu. Begitu juga sekalian bintang matahari dan bumi dan pengikut bumi di Alam Raya. Paduan itulah Atom Besar yang menyala. Seperti pada pasal Atom lebih dahulu sudah kita lihat, bahwa asal bermula sekali dari 92 alement yang dikenal itu ialah Atom dari Hydrogen, yang terdiri dari proton (+) dan elektron (-). Ke-Esaan benda di Alam Raya ialah keesaan Atom. Pada tingginya tingkat sience sekarang ke-esaan Atom itu terdapat pada Hydrogen, “Maha Dewa Hawa Air”.
Kedua: Sudah juga kita kaji, bahwa berpaduan dan perpisahan Atom berlaku menurut hukum-hukum “pembatalan kebatalan”. Elektron membatalkan proton, dan hasilnya pada tingkat pertama sekali ialah Atom. Inilah keamanan, inilah harmony, inilah pembatalan kebatalan yang terdapat oleh pertempuran pertama itu. Menurut hukum pembatalan kebatalan juga dari Atom kita naik ketingkat yang lebih tinggi, ialah Molecule. Molecule ini dianggap benda yang bisa berdiri sendirinya. Molecule air umpamanya terdiri dari atom Hydrogen dan atomnya Oxigen. Atom benda yang hidup seperti tumbuhan, hewan dan binatang didirikan berkeliling atom Carbon (C). Juga menurut undang-undang di bumi kita yang sudah berusia 3.000.000.000 atau 4.000.000.000 tahun ini, diatas kulit yang menyala sampai beku seperti sekarang: Atom naik ketingkat, Molecule berpadu jadi benda, benda naik jadi tumbuhan, tumbuhan naik ketimngkat hewan, hewan akhinrya ketingkat manusia (manusia naik ketingat .................?). Inilah keadaan bumi kita ini. pada bagian kelak lain kita sekadarnya akan memeriksa perkara semacam ini pada 9 bumi yang lain itu dalam keluarga matahari kita. Yang akan dikemukakan disini, ialah undang Dialektika yang terus berlaku antara matahari dan buminya. Kembali ketanah Lapang Gambir memperingati contoh keluarga matahari kita. Lebih dahulu kita mesti lenyapkan dari mata kita tanah tempatnya berhenti matahari dan keluagarnya. Semua bola kecil dan besar dari 1 meter sampai 120 meter diantaranya ke pusat yang beredar dengan bermacam-macam kecepatan pada lingkaran masing-maisng itu, mengelilingi bola listrik tadi, kita impikan terjadi diawang-awang. Tak ada tali yang mengikat satu bola dengan yang lain. Kodrat yang mengikat, tak lain melainkan kodrat yang mengikat proton dan elektron juga. Kodrat menarik (+) dan kodrat menolak (-). Kodrat inipun tak diluar benda, melainkan dikandung oleh benda sendiri. tarik dan tolak ini terjadi diantara matahari dan bumi kita diantara bumi kita dan bulan, diantara matahari kita dan para bumi lain keluarganya.. diantara matahari ktia dan matahari lain yang biasa kita namai bintang, ya diantara keluarga mtahari kita dengan keluarga matahari lain dan seterusnya. Hasil tarikan dan tolakan itulah yang dinamai keluarga matahari dan Alam Rya kita. Jadi pada keluarga matahari kita terdapat matahari sebagai proton, penarik (+) dan 9 bumi sebagai elektron, penolak (-) dan sebagai hasil, sebagai harmony, ialah perdamaian setimbangan “pembatalan kebatalan” ialah keluarga matahari kita. Dari Kant, Laplace sampai Sir James Jeans, kebanyakan ahli bintang setuju, bahwa keluarga matahari kita berasal dari kabut-atom-menyala. Kabut menyala itu (glowing gas) masih ada pada Alam Raya atau bisa diperalamkan. Tetapi bagaiana sejarahnya keluarga matahari ktia sekrang ahli bintang belum mendapat kepastian. Semua hasil pemeriksaan para ahli mesti dicocokkan dengan kodrat, kimia, mekanika, matematika, dsb. Berapaun pesat majunya perkakas, tentulah kemajuan itu belum sempurna. Beberapa bumi keluarga matahari kita, seperti Bulan, Mars, Venus dsb, memang bisa diambil gambarannya, tetap Bumi dan Bintang yang lain belum dapat.
Matahari lain yang paling dekat saja ada 25.000.000.000.000 mil jauhnya. Jadi keterangan yang sempurna atas bukti peralaman belum bisa didapat. Selainnya kesusahan berpikir yang mesti dicocokkan dengan semua cabang ilmu, kekurangan perkakas dan lain-lain kita jangan lupa, bahwa sejarah keluarga matahari yang mesti diperiksa itu bukan kelamaan beribu atau ratus ribu tahun. Sejarah Indonesia lebih dari 300 tahun lampau saja sudah gelap diliputi kegaiban,. Sejarah manusia yang sedikit pasti cuma kira-kira 5-6000 tahun, walaupun manusia lahir + 500.000 tahun dahulu. Sejarah bumi saja + 3.000.000.000 tahun. Neneknya bumi ialah Sang Matahari, tentu sekurang-kurangnya selama itu pula. Experimental Science (Ilmu Bukti) yang diperalamkan masih muda sekali. Semua ini tiada mengherankan, kalau para Ahli Bintang belum mendapa persatuan, persetujuan tentang sejarah keluarga matahari. Tetapi yang sudah dianggap pasti, yang sudah cocok dengan ebebrapa cabang itu dan bisa diperalamkan ialah “sejarah kulit bumi kita”. Disini juga pada garis besarnya berlaku Dialektika. Selainnya dari kebatalan-dibatalkan oleh kebatan juga bilangan (banyaknya) bertukar menjadi sifat, quantity menjadi quality.
Dari hari ke-bulan, dari bulan ke-tahun, dari tahun ke-abad, kabut-atom-menyala, ialah semasa bumi kita terpelanting dari matahari sebab yang belumbisa dipastikan bertukar menjadi kulit keras, ialah tempat kita diam sekarnag. Turunnya panas berangsur-angsur dari tahun ke-abad. Keturunan angka panasnya benda (C) menukar sifat benda-uap bertukar menjadi encer (cari) ialah encernya 92 elemen. Rubahan hawa seterusnya, terus menukar perubahan sifat disertai perubahan nama. Zat asli encer menjadi beku, menjadi tanah logam, ialah tanah logam kita ini. semua masih panas. Pertukaran panas seterusnya mendinginkan tanah kita dan menimbulkan gunung dan lembah seperti kulit jeruk yang lisut. Perubahan uap di udara lama-lama menjadi samudra dan lautan. Semuanya perubahan perlahan-lahan yang sekarang terus berlaku. Tanah dan pasir yang dihanyutkan sungai kelaut lama-lama menimbukan pulau baru dsb. Semua perubahan banyaknya menjadi perubahan sifatnya. Dan benda logam dari sedikit kesedikit, dari tahun ke-abad berubah menjadi benda setengah logam, setengah timbunan. Terus-menerus dalam ribuan, jutaan tahun timbunan berubah menjadi benda, setengah tumbuhan, setengah hewan. Dalam jutaan tahun pula akhirnya hewan rendah berubah menjadi manusia.
Akhirnya dalam daerah disempitkan oleh Dialektika yang berdasarkan Benda semata-mata itulah pula berlakunya tarikan dan pindahan, menurut undang Dalton, Mendelief dll, yang digambarkan olah hasil pikiran manusia, oleh Ilmu Mekanika, Ilmu Kodrat (pysika), Kimia, Matematika, Ilmu Bumi, Ilmu Tumbuhan, Ilmu Bintang dll, sebagai yang terus bertambah-tambah.
Pasal 5. ALAM BINTANG KITA DAN ALAM RAYA.
Seperti kilat kita sudah meloncat dari Atom, Alam terkecil kepada keluarga matahari kita. Di luar Alam Matahari kita ini ada lagi keluarga Alam Matahari tetapi tiada dekat pada kita. Matahari lain, yakni bintang yang paling dekat, ialah 25.000.000.000.000 mil jauhnya. Banyak diantara matahari yang lain-lain itu boleh jadi sekali mempunyai keluarga bumi pula, keluarga mtahari kita bersama dengan matahari (bintang) yang lain-lain berkumpul menjadi Alam lebih besar lagi, yang dinamai Universe. Saya terjemahkan dengan “Alam Bintang kita”. Ada banyak pula “Alam Bintang kita”. Ada banyak pula Bintang atau Universe yang lain-lain. Maka semua “Alam Bintang” itu, semuanya Universe itu terdapat diawang-awang, kosong. Jumlah dari semua Universe dari Alam Bintang itu serta awang-awang yang jauh lebih besar dari pada itu saya namai Alam Raya. Jadi Alam Raya itu berarti “semuanya”.
Supaya jadi pendek, maka Alam Bintang Kita, Universe kita dan Alam Raya itu, akan saya jelaskan dalam satu pasal ini saja. Pasal ini akan diringkaskan pula, karena maksudnya lain tidak melainkan guna, memperlihatkan kecocokan kelakuan Alam dengan undang Madilog.
William Herschel, dinamai bapaknya Ilmu Bintang Modern, karena cara dan perkakas Herschel, memeriska berlainan dan lebih jitu dari teman sejawatnya yang sesudah dia meninggal. Namanya betul ialah Wilhem Herschel, seorang Jerman pindah ke Inggris. Dari ahli musik ia bertukar jadi ahli bintang. Dari si miskin bertukar jadi Raja dan pemerintah Inggris. Dia hidup tahun 1738 – 1822 . Herschel dengan teropong bikinan sendiri meneropong seluruhnya Alam. Dia simpulkan bahwa Alam Bintang kita ini mempunyai bentuk seperti arloji bundar pesek. Matahari ktia disangkanya tak berpaa jauhnya dari pusat Alam Bintang Kita, arloji tadi. Yang dinamai Milkway, kabut berwarna susu itu bukan kumpulan Bintang, melainkan “glowing gas” uap menyala. Tidak semuanya Nebula (kabut itu uap) sangkanya Herschel. Beberapa Nebula diantara Nebula yang banyak itu mestinya “kumpulan Bintang. Berbagai-bagai kumpulan bintang itu dinamainya pula Kepulauan Bintang. Island Universe”.
13 Tahun sesudah Herschel meninggal, Ahli Bintang betul-betul mulai mengukur satu bintang dengan yang lain. Tetapi perhitungan dengan mengkur dengan langsung (dengan perkakas!) ada batasnya. Kalau lebih dari antara 500 tahun Sinar, hasil perhitungan ukuran langsung tiadalah pasti lagi. Tetapi Ahli Bintang mempunyai jalan lain buat mengukur antara yang tiada bisa dihitung dengan langsung itu. Jalan itu dinamai “pulsation method” (nanti akan diuraikan seidkit).
Pemeriksaan baru dengan teori dan perkakas baru banyak sekali membenarkan pendapat Herschel kini pada garis besarnya. Perhitungan sekarang tentu lebih tepat dan gambaran Alam sekarang sudah betul-betul gambaran, potonya Alam Bintang itu.
42 tahun sesudah Herschel meninggal, pemeriksaan dengan spetroscope membenarkan persangkaan Herschell bahwa kabut susu itu memang gas, uap menyala, bukan bintang. Warna sinarnya kabut susu itu memang sama dengan warna gas-menyala “uap menyala”.
Pada Alam Bintang ktia kebanyakan bintang itu terdapat pada daerah Milkway, kabut berwarna susu itu. Kumpulan yang rapat sekali pada kabut susu itu ialah dekat Bintang, berwarna Sagitarius dilangit Selatan. Rupanya di mata kita saja yang rapat ialah sebab jauhnya. Sebenarnya walaupun bintang itu semuanya bergerak antara satu bintang dengan yang lain, amat jauh sekali. Menurut perhitungan kemungkinan buat satu bintang menghampiri bintang yang lain atau bertempur dengan yang yang lain itu ialah sekali dalam 600.000.000.000.000.000 tahun (6 x 10).
Keluarga matahari kita letaknya 30.000 tahun sinar atau 180.000.000.000.000.000 mil jauhnya dari pusat. Alam Bintang Kita ialah arloji pesak kata Herschel tadi. Sedangkan diameter panjanganya sumbu Alam Bintang kita, adalah 100.000 tahun sinar. (Herschel telah membayangkan hal ini). Matahari kita ini cuma satu Bintang Menengah besarnya. Dia cuma satu bintang menengah diantara kira-kira 100.000.000.000 matahari (bintang) di Alam (Unvierse) kita saja.
Matahari lain (bintang) yang plaing hampir dengan kita ada 25.000.000.000.000 mil jauhnya dari kita.
Selainnya dari kumpulan bintang pada Alam Bintang Kita didapat pula Nebula gas menyala, luminous-gas. Benda ini terdapat cuma dekat Kabut (berwarna) Susu, Orion, ialah kabut menyala, paling permai dipandang mata. Beberapa bintang tak kelihatan sebab ada opaguedeust (debu hitam).
“Saya lihat bintang” kata Herschell yang sinarnya mesti memakai tempo 2.000.000 tahun buat melayang kebumi kita. 100 tahun lamanya sesudah Herschel meninggal dipersoalkan: “Apakah beberpa kabut, Nebula yang diluar Alam Bintang Kita itu kepulauan Alam Bintang Island Universe”, seperti kata Herschel tadi.
Antara bintang dengan bumi kita sekarang, seperti dibilang diatas dihitung dengan jalan yang dinamai PULSATING METHOD, ialah menurut lama “hidup padamnya” satu bintang. Hidup padamnya bintang itu yang jugad dinamai candle-power atau kodrat-cahaya, lilinya satu bintang berlainan pada satu bintang dengan bintang yang lain. Ada yang lamanya cuma beberapa jam saja, ada pula yang 30 hari.
Tetapi tetap buat masing-masing bintang. Terangnya bintang bergantung (I) pda kodrat cahaya bintang itu sendiri, (II) pada antara. Kalau satu bintang kita perjauh 2 x dari jauhnya sekarang, maka terangnya menjadi seperempat. Kalau kodrat cahaya dan terang yang kelihatan di mata (apparent brightness) keduanya diketahui, maka antara bisa dihitung lebih lama, pulsation, hidup padam, lebih besar “kodrat cahaya”. Sudah ditentukan, bahwa kalau hidup padam berlaku dari 2 hari, maka kodrat cahaya = 260 x kodrat cahaya matahari kita. Kalau 10 hari = 1700 x matahari. Cara menghitung menurut hidup padam ini jitu dan berguna sekali. Perhitungan menurut teori ini selalu cocok dengan peralaman dengan perkakas.
Kalau sudah diketahui luas daerahnya Alam Bintang kita dan diketahui antara bintang Bindang dengan kita, maka kelak kita bisa tahu apakah bintang itu termasuk ataukah di luar Alam Bintang kita. Masuk Alam Bintang kita ataukah Alam Bintang lain.
Begitulah Ahli Bintang modern, memeriksa salah satu sinar yang datang dari salah satu Nebula, kabut; sesudah diketahui “lama hidup-padamnya”, mak adiketahui pula jauhnya. Jauhnya diperoleh 1.000.000 tahun cahaya, (ingat 1 tahun cahaya = 6.000.000.000.000 mil) sedang yang luas daerahnya Alam Bintang kita cuma 100.000 tahun Sinar. Jadi bintang tadi mesti diluar dearah Alam Bintang kita. Disinilah persangkaan Herschel seperti tersebut diatas sekarang dibenarkan. Juga spectroscope yang memeriksa warna sinar yang datang dari beberapa Nebula, menyaksikan, bahwa warna sinar ini tiadalah warna gas menyala, melainkan warna sinar bintang.
Pendeknya ada lagi Universe, Alam Bintang diluar Alam Bintang kita. Banyaknya pun Alam Bintang itu sudah bisa ditentukan dengan gambaran (photo) yang diambil dengan pertolongan teropong bermulut 100 inchi, ialah 2,5 M. Jauhnya teropong ini memandang sampai kebintang yang sinarnya baru sampai kepada kita sesudah 500.000.000 tahun. Dalam daerah bola awang-awang yang mempunyai radius antara dari pusat ketepi, atau jari-roda 500.000.000 tahun sinar ini terdapat lebih kurang 100.000.000 Alam Bintang atau Universe. Antara dari satu Alam Bintang ke Alam Bintang yang lain ialah 100.000 tahun Sinar. Awang-awang yang sudah bisa dilihat ini ditaburkan “Alam Bintang” yang hampir sama bentuk, sama bintangdan antaranya satu dengan lainnya. Sekarang ktia sudah mendapat gambaran yang sederhana dari Alam Bintang kita dan Alam Raya. Keluarga matahari kita berada dalam daerah Alam Bintang kita yang mempunyai 100.000.000.000 (seratus ribu juta bintang). Alam Bintang kita ini berada pula dalam daerah Alam Raya yang mempunyai awang-awang yang tak terbatas kabut menyala dan debu hitam dan kurang lebih 100.000.000.000 (seratus ribu juta bintang) Alam Bintang kita. Menurut perkiraan para ahli Bintang zaman sekarang, banyaknya bintang pada tiap-tiap Alam Bintang yang 100.000.000 itu dipukul rata sama. Jadinya kalau begitu kira-kira 100.000.000 x 100.000.000.000 bintang yang sudah bisa dipastikan, yakni: 10.000.000.000.000.000.000 bintang. Juga sudah bisa dihitung jumlah besarnya (Mass) benda, yakni semua bintang, bulan dan pengikut Bumi dalam Alam Bintang kita saja. Matahari kita ada 333 x sebesar bumi kita. Besarnya jumlah benda dalam Alam Bintang kita bukan Alam Raya – ada 333 x 160.000.000.000 x sebesar bumi kita ini.
Camkanlah! Kagumilah Alam Raya kita! Dan jangan pula lupa mengagumi Ilmu dan perkakas para ahli Falkiyah, yang laam dimusuhi sekurangnya diawasi oleh kaum berlogika kegaiban.
PEMANDANGAN (MADILOG).
- QUANTITY MENJADI QUALITY, BILANGAN (BANYAKNYA) BERUBAH MENJADI PERUBAHAN SIFAT.
Tak ada barang yang tetap di Alam Raya ini! Kumpulan atom menyala lambat laun dalam juta-jutaan tahun, turun panasnya seperti semua benda yang bersinar. Nebula atau gas menyala yang sisanya masih berada di Alam Bintang kita, lama-kelamaan bertukar menjadi bintang, yakni matahari. Matahari ini, bintang yang berjuta-jutaan inipun, lambat-laun berkurang-kurang panasnya sampai kulitnya beku menjadi tanah. Dengan begitu matahari yakni Bintang Menyala menjadi bumi Panas. Bumi panas, tetap akan berkurang panasnya dan boleh jadi akan menimbulkan tumbuhan, hewan dan manusia, seperti bumi kita. Bumi kita kaan berkurang panasnya dari hari ke hari dan lambat-laun boleh jadi pula akan menjadi bumi yang penuh hewannya, dengan terus bertumbuhan. Demikianlah takluk pada hukum Perubahan – banyaknya menjadi perubahan sifat. Semua bumi dalam Alam Raya, yang seumur dan senasib dengan Bumi kita ini, lambat-laun akan menjadi Bumi kekososngan manusia hewan dan akhirnya kekosongan tumbuhan. Tetapi sebaliknya akan timbul pula Bumi dari beberapa Bumi yang lebih muda dari bumi kita ini.
Demikianlah ringkasnya menurut hukum perubahan banyak berubah menjdai sifat “gas menyala”, lama-kelamaan menjadi matahari, matahari menjadi Bumi Panas, Bumi Panas menjadi Bumi Manusia. Bumi kita dan akhirnya Bumi kita menjadi Bumi tak-bermanusia dan seterusnya, tak bisa berhenti ........... karena undang ini terus berlaku, dan lakonnya itu terus cocok dengan undang ................ cuma lakonnya, lakunya, pelaksanaannya itu, baru bisa disaksikan dengan pancaindera sesudah terjadi. Betul itu bisa disaksikan dengan pancaindera, tetapi tiada semuanya yang sudah terjadi di Alam Raya ini disaksikan oleh pancaindera manusia. Karena manusia masih muda umurnya berbanding dengan umurnya Alam Raya seperti satu detik dan jutaan abad.
- NEGATION DER NEGATION. PEMBATALAN KEBATALAN.
Setia pada kelakuan elektron menetang proton buat mengadakan setimbangan, maka kita sebagai elektron kodrat penolak (-) mengelilingi Sang Matahari sebagai proton, kodrat penarik (+), buat mengadakan setimbangan: Keluarga Matahari kita.
Begitulah seterusnya takluk pada undang tolak dan tarik buat mengadakan setimbangan. Keluarga Matahari kita beredar mengelilingi Pusat Alam Bintang kita, pusat Universe kita yang terletak dekat bintang Sagitarius itu dengan kecepatan 170 mil sedetik selama 225.000.000 tahun (Bumi kita beredar mengelilingi Matahari kira-kira 18 mil sedetik, selama 1 tahun).
Demikianlah takluk pada hukum tarikan dan tolakan juga buat mengadakan “setimbangan”, Negation der Negation. Universe lain, Alam Bintang lain, seperti Universe kita sendiri berputar mengelilingi sumbunya sendiri, laksana kembang Api-Raya, berputar mengeliling sumbunya.
Jadi tak ada yang tidak takluk pada undang “pembatalan kebatalan”, dalam Alam bergerak dari Atom sampai ke Universe, dari Alam terkecil sampai ke Alam Raya. Semuanya benda itu bergerak dan semua pergerakan itu mesti takluk pada Dialektika Materialsme.
Cuma “kosong” yang tiada bergerak. Dan sungguh pula: semua yang tak bergerak itu “kosong”. Otak yang tidak bergerak itu juga kosong, berisi kekosongan adalah barang yang tak masuk diakal.
- LOGIKA A = A PERSOALAN PASTI DIJAWAB DENGAN PASTI PULA.
Dalam daerah yang sudah dibatasi oleh Dialektis Materialisme tadi masih lebih dari cukup lapangan buat bergeraknya Logika. Lamanya satu benda bertukar menjadi benda lain, perpaduan dan perpisahan benda, tumbuh dan matinya benda, dan 1001 persoalan lain-lain alat adanya pertukara itu, bisa dan undangnya kodrat tolak dan tariknya satu benda terhadap benda lain mesti dihitung dengan Matematika dan dikenali oleh Logikanya ilmu masing-masing cabang pengetahuan.
Senantiasa banyak peluh-peluh mesti keluar dan otak mesti berputar-balik buat mengetahui yang belum diketahui. Cuma pemikir mistikus yang tak perlu memutar-balikkan otak yang mengeluarkan peluh, buat mengetahui sesuatu perkara. Cuma ahli kegaiban yang sudah mengetahui semua perkara di Alam Raya ini. dan sungguh pula, yang mengetahui “semua” perkara di Alam Raya ini ialah Ahli Kegaiban.
Satu scientist tulen tak akan berkata: Saya mengetahui semua yang bisa diperalamkan didunia, apalagi di .................... akhirat! Demikianlah juga sikapnya seorang pemimpin masyarakat yang jujur dan bertanggungan pada diri dan masyarakatnya, seperti yang saya kenal di Asia Raya ialah: Guru Kung, di daerah Sungai Hoang Ho di Tiongkok Utara. Kepada muridnya Guru Kung atau Kung Tju menjawab. Yang di dunia ini saja engkau belum ketahui apalagi pula yang diakhirat itu.
Pasal 6. APAKAH YANG HIDUP DI BUMI LAIN-LAIN?
Satu persoalan yang berbahaya buat si penjawab. Karena pertanyaan semacam itu sudah dimonopoli jawabnya oleh ahli-kegaiban. Si penjawab pertanyaan semacam itu selalu berada disudut mata ahli-kegaiban, dan penjawab boleh jadi sekali sekurangnya akan kehilangan gaji, kalau tiada berlaku licin. Pertanyaan semacam itu sebetulnya tiada sukar dijawab kalau dua perkara sudah diketahui. Pertama mesti diketahui alat-adanya Hidup (Life). Kalau keadaan di Bumi lain itu. Kalau keduanya sudah diketahui oleh seseroang yang mempunyai “commonsense” artinya pikiran sehat yang sederhana saja, bisa menjawabnya. Pertanyaan semacam itu boleh dipakai buat latihan murid sekolah menengah tinggi umpamanya.
Dr. Jones yang memajukan dan menjawab pertanyaan itu tiadalah mengemukakan persoalan luar biasa dan tiadalah pula memberi uraian dan jawab yang mengagumkan. Uraian dan jawab Dr. Jones Cuma satu ichtisar dari pendapatan para ahli Bintang Terkenal pada beberapa abad belakangan ini. yang menarik saya kepersoalan ini juga bukan karena keulungan persoalan dan jawabnya. Semata-mata hanya buat menaruh persoalan semacam itu dibawah suluhnya Madilog. Bagaimanakah bukti persoalan yang berhubungan dengan persoalan semacam itu tumbuh, hilang dan bersusun, ialah yang akan diperiksa dan menjadi pokok perkara.
Perkara: Alat adanya Hidup.
Dalam salah satu buku populer saja yang mestinya disebabkan oleh pemerintah zaman sekarang kita bisa baca diantaranya tiga barang yang perlu buat hidup kita manusia.: 1. Carbon-hydrates, seperti gula dan tepung; 2. Gemuk, minyak dan 3. Protein, yakni putih telur. Ketiga barang itupun sudah kita ketahui terdapat pada tumbuhan dan hewan. Kita tahu bahwa tebu dan ubi banyak mengandung gula, padi dan ubi banyak mendangdung tepung. Gemuk kita dapat pada kelapa, kacang, palm, dan hewan. Putih telur kita dapati terutama pada telur.
Ketiga barang tadi yakni carbon-hydrates, yang kita contohkan dengan tepung dan gemuk serta putih telur itulah yang menjadi satu tembok pembikin segala macam bangunan Yang Hidup: tumbuhan, dan hewan dan manusia.
Dalam Ilmu Kimia, yakni kimia bernama “Organic Chemistry”, kita bisa pelajari bahwa zat-asli yang menjadi lantai 3 barangnya Yang Hidup itu ialah Carbon (arang). Zat-asli Carbon (C) ini besar sekali kecapannya buat bersusun dengan teman sejawatnya Carbon yang lain dan dengan zat asli yang lain. Bukan satu bentuk saja Sang Carbon ini bisa bikin, tetapi ratus ribuan bentuk. Bentuk dan sifat berlain-lain itu diperoleh dengan emngubah banyaknya Atom C dan mengubah susunannya atom Carbon itu saja. Tiga zat diatas yakni tepung, gemuk dan putih telur itu cuma beberapa susunan diantara ratus ribuan Sang Carbon itu.
Dahulu disangka bahwa tepung, gemuk dan putih telur itu cuma Yang hidup saja yang bisa membikinnya. Laboratorium disangka tidak cukup membikin. Sebab itu Ilmu buat mempelajari susunan-Carbon tadi dinamai Organic Chmistry, Kimia yang Hidup. Nama ini, walaupun Laboratorium sudah bisa membikinnya masih terus dipakai.
Bagaimana kita mendapatkan Carbon-arang yang bisa diperoleh dari daerah dan tulang kita, animal charcoal dan boneblack, mudah sekali menerangkannya. Kita manusia ambil benda tadi dari tumbuhan atau hewan yang kita makan. Begitu jug ajalannya hewan mendapatkannya! Tetapi tumbuhlah pabrik yang pertama membikin Carbon. Dia tidak ambil Carbon itu, yakni tak langsung dari tumbuhan lain atau hewan yang digoreng, direbus, disoto atau sotokan seprti dilakukan manusia. Dia mesti ambil Carbon mentah dari alam dan tukar menjadi paduan baru. Bagaimana daun kayu menghisap CO2 (paduan C dan O, Carbon dan Oxigen dari udara) dan urat menghisap H2O (air, yakni paduan H dan O) dari tanah. Dengan adanya benda bernama Chlorophy dalam daun yang hijau dan dengan memakai energy yakni kodrat-cahaya (sinar) sang matahari, maka C-nya, Carbonnya CO2 dipegang dan O yakni Oxigennya dilepaskan, ia kembali melayang keudara.
Buat yang mau dan bisa tahu lebih dalam dibawah ini dijelaskan bagaimana Laboratoriumnya daun kayu bekerja OH:
H2O + CO = CH2O2 + O atau OH – C ------- O (melayang).
Disini nyata pula bahwa CO2 mestinya ada H2O (air) serta sinar Matahari mestinya ada. Baru tumbuhan dengan daun hijaunya bisa mengambil C dan udara melepaskan O ke udara. Udara (atmosphere) bumi kita ada punya CO2. Pada tiap-tiap 1000 ada 3-4 bagian. Jadi + 0,3 – 0,4/100. Udara kita tak akan kekurangan CO2 itu. Hari-hari CO2 terbang keduara, disebabkan pembakaran. Pembakaran itu ialah perpaduan C (Carbon berupa arang) dengan O (Oxigen). Lihatlah bagaimana kersnya nyala arang ditiup, lebih-lebih kalau ditiup dengan Oxigen sejati!. Perpaduan C dengan O itu mengeluarkan panas. Panas itu ialah energy, kodrat yang kita manusia dan hewan dan mesin pakai buat bergerak. Semua pergerakan memakai energy, memakai panas. Badan kita dan hewan selalu kerja, selalu bergerak, selalu membutuhkan panas. Panas itu ialah satu bentuk dari kodrat itu , kita peroleh dari bakaran C yang ada dalam badan kita, manusia dan hewan (combustin, tak ada nyala!). Bakaran itu ialah paduan C dengan O, ini kita ambil dari udara. O ini seperti kita lihat diatas dilepaskan (dinapaskan) oleh tumbuhan. Anggota (organ) terkhusus dari hewan dan manusia mengambil O ini dari udara. Buat mendapatkan O untuk energy kodrat, hewan dan tumbuhan lama-kelamaan menjelmakan anggota terkhusus redahan seperti cacing mengambil O dengan lubang kulitnya, ikan dengan insangnya, kita dengan paru-paru. O yang kita ambil dari udara dengan nafas kita itu berpadu dengan C yang ada dalam daerah kita. Dia menimbulkan bakaran seperti kereta api membakar arangnya buat menimbulkan kodrat bergeraknya: Uap, air, Paduan C dan O, yakni CO2 itu kita lepaskan dengan nafas keluar, terbang keudara. Jadi dengan nafas masuk kita ambil O, buat membakar C. Dan dengan nafas keuar kita lepaskan CO2. Disini nyata kebutuhan bolak-balik antara kita dengan tumbuhan. Tumbuhan mengambil CO2 dari udara: pegang C-nya dan lepaskan O-nya. Kita manusia (dan hewan) ambil O yang dipelaskan tumbuhan itu, pakai sebagai kodrat dengan perantaraan pembakaran, dan lepaskan CO2 ialah hasil pembakaran itu keudara buat diambil tumbuhan.
(Begitu juga zat lain yang ada pada tumbuhan kita pakai dan akhirnya kalau kita kembali ke-ibu kita, ke-bumi kita, zat kita diambil pula oleh tumbuhan itu! Demikian juga ada pertukaran rapat antara tumbuhan, hewan dan manusia tentangan zat asli).
Pertukaran zat asli antara ktia dan tumbuhan itu berlaku pada hawa yang cocok dan tepat buat semua yang hidup. Hawa atau iklim itu tak boleh terlampau tinggi dan tak boleh terlampau rendah. Semua paduan bisa dipisahkan pada hawa yang tinggi. Pada bintang yang paling panas tak bisa ada paduan, seperti CO2 dan H2O (air). Paduan seperti tepung, gemuk dan putih telur, ialah zatnya Yang Hidup sudah tentu sama sekali tak bisa dipikirkan disana. Pada hawa yang tinggi panasnya itu terdapat pada tingkat atom belaka. Pada matahari kita, yang berhawa lebih kurang 6000º C, cuma sedikit paduan teradpat yang bisa menolak perpisahan atom padanya. Disini cuma ada Silicon Fluoride (paduan pasir) dan Cyanogen. Pada satu bagian bernama “Sunepots”, bopengnya matahari, hawa itu turun sampai lebih-kurang 5.000 Cº. Disini terdapat paduan sederhana, seperti: Titanium Exide, Carbon Oxiden dan lain-lain. Pada bintang yang hawanya lebih kurang 3000 Cº, Spectra (warna sinarnya) membuktikan adanya paduan yang sederhana juga, seperti paduan dengan Titanium, Sirconium Oxide, dsb. Paduan sederhana ini tak didapat pada tempat lain yang lebih panas. Ringkasnya lebih sulit susunan molekulnya. Sesuatu benda lebih mudah atomnya berpisah disebabkan panas yang tinggi. Susunan molekulnya semua yang Hidup itu sulit sekali. Sebab itu tak perlu tinggi sekali hawa, buat membatalkan adanya. Barangkali pada hawa lebih dari 655 Cº tak ada lagi Yang Hidup.
Buat kita manusia hawa beribu Cº itu tentulah perkara mustahil buat hidup. Pada 100 derajat C saja, air sudah mendidih! Walaupun pada hawa semacam itu badan kita yang lemah ini belum akan lebur dan mendidih seperti air, tetapi pasti akan berpisah dari rohaninya. Dokter kita sudah menggeleng-geleng kepala kalau panas ditempatnya si sakit yang dirawatnya baru sampai ketingkat 42 drajat C saja. Hawa Jakarta yang 31 drajat C itu saja sudah menyebabkan penduduknya keluh kesah puntang-panting mencari lindungan, kipas dan air es, kalau teriknya sampai kepuncak.
Terlampau dingin, juga memustahilkan Yang Hidup. Hawa dingin tidak memisahkan paduan. Tetapi hawa sejuk itu menyebabkan jiwanya Yang Hidup itu latent, tidur. Kalau begitu semua proses, pekerjaan dalam badan Yang Hidup itu berhenti, seperti hewan yang hidup terus dalam musim dengan dikedua kutub di bumi kita. Kemajuan Jasmani tiada akan didapat.
Kemajuan kerjanya (proses) anggota yang hidup itu memerlukan kodrat, energi: Di bumi ini kodrat itu diperoleh dari matahari. Benda – 8 (38) . hijaunya daun kayu (krolofil), seperti kodrat diatas dengan kodrat matahari merebut Carbon (C) dari udara. Carbon ialah benda dasar kita dan hewan buat mengadakan kodrat panas, buat segala-gala pekerjaan. Panas itu berasal dari bakaran pula, yakni Paduan C tadi yang kita ambil dari tumbuhan tadi (makanan) dengan O (Oxigen) yang dinapas keluarkan oleh tumbuhan pula.
Ringkasnya kodrat kita manusia dan hewan berasal pada tumbuhan dan kodrat tumbuhan berasal pada Sang Matahari. Dewa Ra dalam arti Ilmu Bukti zaman modern. Kalau sinar yang diterima dari bumi lain dan bumi kita kurang panas, maka disana tumbuhan tak bisa hidup. Seterusnya hewan dan cucunya manusia itu, tak pula akan mendapat benda (C) dan kodrat (O) buat hidup. Dewa Ra umpamanya bisa mengeluarkan 13 firman dalam satu detik, pada matahari pastilah tumbuhan tak akan bisa timbul dan terus hidup janganlah lagi hewan atau manusia dua diantara beberapa.
Sekarang sudah kita ketahui zat-asli yang perlu buat Yang Hidup disesuatu bumi, diantara C dan O. Sayhdan kedua benda ini walaupun ada terdapat ditanah berpadu dengan zat asli lain-lainnya, cuma bisa diambil oleh tumbuhan dari udara saja. (Yang saya maksud dengan duara ialah atmoshere, bukan awang-awang, kosong, empty space!). Diudara C itu berpadu dengan CO2 dan O itu ada yang berpadu dengan CO2 tadi dan ada yang merdeka. Udara bumi kita pada tiap-tiap bulat 100, mempunyai 79 bagian Nitrogen (N). Lebih dari 20 bagian O (Oxigen), dan 0,3-0,4 bagian CO2, dan sedikit lagi zat asli lain seperti, Ozone, Helium, Neon, Argon dll. Dan juga awan mengandung air.
Kita sudah mempelajari, bahwa tak ada barang yang tetap di Alam kita ini. semunya dalam gerakan! Kalau ia berhenti, maka hal itu disebabkan setimbangnya kodrat menarik dan menolak. Satu saja elektron lepas dari setimbangannya itu, ida terus lolos dari alam atomnya yang terkecil itu. Gas yakni uapnya sesuatu barang cair atau beku itu oleh ahli bukti dianggap sebagai kumpulan molekul. Molekul ini walaupun “biasanya” paduannya berlainan atom masih barang kecil, tak bisa dipandang mata. Dalam satu kotak yang tiga sisinya masing-masing cuma 1 inchi, yakni 2 ½ cm, banyaknya molekul itu lebih kurang 500 juta milyar atau dengan angka 500.000.000.000.000.000.000 (camkanlah!).
Sang Molekul ini terus bergerak: “terbujur lalu terbelintang patah”.
Artinya kalau tak ada yang menghambat dia terus jalan lurus menurut hukum Newton. Kalau bertemu dengan yang lain, maka dia berpadu atau terus menolak, cocok dengan hukumnya tarik tolak. Molekul yang dikurung dalam satu botol, terus menghantam dan menerjang botol itu. Kalau banyaknya molekul bertambah 2 x, maka kuat terjangnya juga 2 x. Matematika yang mempelajari watak dan kuatnya molekul berkumpul inilah yang jadi pokok perkaranya kinetik, Teori Gas yaitu Undang bergeraknya uap. Menurut Ilmu ini, maka Hydrogen lari dengan kecepatan 1,15 mil dalam 1 detik. CO2 0,25 mil 1 detik: O 0,29 mil 1 detik dsb. (tetapi kecepatan itu tergantung kepada hawa-hawa, makin tinggi hawa makin cepat larinya!).
Berhubung dengan gerakan terus-menerus itu, pada alam atom, antara proton dan molekul, di dunia molekul yang selalu mau menerjang itu: pada Keluarga Matahari dimana Sang Bumi kelungkang-pukang mengedari Matahari, tentulah mestinya timbul pertanyaan dalam kepala kita: 1. Mengapa udara, atmosphere kita tak lolos dari bumi kita? 2. Kenapa zat asli C dan O itu tak lolos, lari dari udara kita? (yang 1 perkenaan sekali dengan 2).
Pertanyaan ini penting sekali. Kalau kedua zat asli saja yakni C dan O itu bisa lolos dari udara kita dan udara kita seluruhnya bisa lolos pula dari bumi kita, maka semua kemungkinan hidup dan hidupnya semua kemungkinan lolos pula.
Buat menjawab pertanyaan “kenapa udara kita tak lolos dari bumi kita” kita mengingat lagi Newton, yang mendapatkan hukumnya “bumi menarik”, sesudah hidungnya ditimpa buah apel yang kecil itu. Dengan kodrat bumi kita menarik buah apel tadi, dengan kodrat itu pula bumi kita menarik udara bumi kita. Pegang teguh udara itu, bawa lari mengedari matahari pada lingkungan yang 337.000.000 Km panjangnya melalui awang-awang. Bagi yang keluaran sekolah menengah sudah tak asing lagi persoalan semacam ini.
Tetapi apakah di sekolah menengah sekarang sudah diajarkan “kenapa CO2, O dan lain-lain zat asli tak lolos dari udara kita”, saya tak tahu. Bagaimana juga tak ada salahnya buat diuraikan disini dengan sekedarnya. Karena inilah yang jadi salah satu kunci persoalan: Kalau pada satu bumi tak ada CO2 atau O, yakni kalau mereka bisa lolos, maka semua perkara perhubungan dengan yang hidup itu lolos pula. Tetapi sebaliknya “kelolosan persoalan semacam itu dalam pergaulan manusia” tidaklah menjadi tanggungan, bahwa tak ada CO2, O dll dibumi lain. Persoalan semacam itu lolos dari kepalanya Kaum Kegaiban. Meskipun begitu CO2 itu masih ada di dunia kita.
Sedikit diminta kesabaran para pembaca!
Andainysa satu batu yang jatuh dari atas yang “tak berbatas” (infinitely) tingginya. Andaikan pula bumi ini, tunggal tak terpencil diawang-awang. Tak ada bintang yang menariknya, mempengaruhi jalannya dan kekuataannya menarik. Menurut hukum Newton maka batu tadi akan jatuh dengan kecepatan yang tetap naiknya. Pada satu tempo dia akan sampai ke tanah dengan sesuatu kecepatan (V). Kcepatan V ini akan mendapat nilai yang berbatas” (finite), walaupun “ketinggian” dari mana dia jatuh tak terbatas. “Para ahli menghitung” V dari formula:
V² = 2 CM/a
C = tarikan yang tetap oleh bumi.
M = massa jumlah zatnya bumi
a = radius antara pusat kelingkaran, seperti jari roda.
Jadi kalau sebaliknya batu tadi dilemparkan keatas dengan kecepatan V, maka ia akan sampai ke atas yang tingginya tak berbatas pula. Karena ia diandaikan jatuh dari ketinggian yang tak berbatas pula. Sesudah sampai keatas yang tak berbatas tingginya tadi dilemparkan dengan kekuatan kurang dari V, dia tak akan sampai ketempat tak berbatas tadi. Dia akan berhenti sebentar seperti peluru ditembakkan dan “kembali” ke tanah ditarik bumi. Batu tadi tak bisa lolos dari bumi. Sebabnya, ialah semua macam kecepatan yang “kurang” dari V itu sama dengan (=) atau “lebih” dari V (tak boleh kurang dari V). Sebab itulah maka V ini dinamai “Kecepatan batu bisa lolos” (velocity of escape). Kecepatan satu atom baru bisa lolos dari sesuatu bumi itu boleh juga kita namai kodrat bumi itu memegang atau menarik atom.
Sekarang kita bisa hitung “kecepatan melangkah yang perlu buat sesuatu benda supaya bisa lolos dari bumi kita”.
Pada formula V² = 2CM/a, diatas kita tahu C yakni constant, ketetapannya kodrat bumi kita menarik = 6,67: 10,8. Masa jumlah zatnya bumi, yakni M = 5,97 x 10 gram, a yakni radius bumi kita = 6,37 kali 10 pangkat 5 cm.
Begitulah kita peroleh V = 1,13 kali 10 pangkat 6 cM (detik = 11,3 Km); detik = 7,1 mil dalam satu detik.
Perhitungan diatas tak perlu dipelajari para pembaca yang tiada beruntung mendapat latihan cukup. Tetapi boleh dilupakan hasilnya perhitungan Sir James Jeans yang dibawah ini: Kalau kecepatan baru bisa lolos (V) itu pada satu bumi = 4 kali kecepatan molekul lari, maka bumi itu akan kehabisan udara dalam 50.000 tahun. Kalau kecepatan baru bisa lolos 4 ½ kali kecepatan molekul lari maka bumi ini akan kehilangan udara dalam 30.000.000 tahun. Kalau kecepatan baru bisa lolos = 5 kali kecepatan molekul lari perlu memakai tempo 25.000.000.000 tahun buat menghabiskan semua udara yang memalut bumi itu. Jadi dalam hal itu tak perlu takut kehilangan udara. Menurut perhitungan diatas maka kecepatan satu atom baru bisa lolos dibumi kita ini (V) ialah 7,1 mil dalam 1 detik. Jadi jauh lebih dari 5 kali kecepatan larinya O02 yang cuma 0,2 mil satu detik itu, ataupun O yang cuma 0,29 mil, satu detik itu. (Buat hitung menghitung mesti diperhatikan hawa). Pembaca tak perlu kekurangan tidur, takut Sang CO2 dan O yang mengandung zat dan kodrat yang hidup itu tak pula akan bisa lolos, walaupun kita manusia cukup lama tidur.
Sekarang tentang pengetahuan tentang alat O adanya Yang hidup itu kita bisa periksa pada para bumi, keluarga matahari kita, apakah disana terdapat semua alat adanya itu. Kalau terdapat, maka boleh jadi sekali Yang Hidup itu terdapat disana. Meskipun belum pasti, bagaimana, timbulnya” jiwa sejarahnya benda mati sampai benda-hidup, kita tak akan jauh dari kebenaran kalau berhak; jikalau alat-adanya Yang Hidup di bumi kita ini diperoleh di bumi lain, maka boleh jadi sekali disana ada Yang Hidup, meskipun dalam garis kecilnya Yang Hidup disana itu berbeda dengan Yang Hidup dibumi kita.
Tetapi sebelumnya pemeriksaan dijalankan, baiklah kita beri ringkasan dari alat adanya Yang Hidup dibumi kita ini.
- Hawa yang tak boleh lebih dari lebih-kurang 150 derajat F yakni 65,5 Cº, dan tidak pula banyak kurang dari itu.
- Adanya air diudara sebagai awan atau ditanah sebagai sungai, danau dan lautan. Taka da tampang yang bisa tumbuh pada tanah kering sema sekali. Badan kita, hewan dan tumbuhan perlu air. Perbandingan air dan tanah mesti cocok.
- Cukup kodrat buat semua gerakan. Sinar matahari buat mengambul Carbonnya CO2 diudara dan menghembuskan O2-nya keduara. Keduanya untuk hewan dan manusia buat menimbulkan kodrat panas dengan jalan perpaduan C dan O dalam badan ktia. Pendeknya CO2 dan O sebagai sumber kodrat Yang Hidup mesti ada diudara.
- Ozon, O³ sebangsa dengan O juga, tetap banyak terdapat atomnya berlainan sangat berbahaya, tetapi sangat pula perlu buat mansuia, maka Ozon terlampau banyak, manusia tak bisa hidup. Kalau tak ada Ozon, tak ada pula benda pengisap sinar berombak pendek namanya. Sinar yang berombak pendek ini membahayakan mata kita. Mujurlah Ozon yang berada lebih kurang 30 mil diatas kita itu memegang semua sinar berombak pendek itu. Sang Ozon janagan banyak dan jangan tak ada, begitulah mestinya! Selainnya dari itu CO2 dan O mesti bisa dipegang oleh udara bumi kita, jadi tak boleh lolos. Pendeknya bumi mesti cukup buat kodrat memegang kecepatan baru bisa lolos.
- Zat racun seperti Amonia, Chlorine, dan CO (bukan CO2 yang mempunyai 2 atom!) semuanya racun bua thewan dan manusia. Zat ini mesti berada dalam keadaan yang tidak membahayakan.
K E B U L A N
Dengan semua perkara ini diotak kita, marilah kita dngan kecepatan kilat terbang dari bumi ke bumi buat memeriksa keadaan di bumi lain pada keluarga matahari kita, terbang dari bumi ke bulan.
Kalau tidak karena bulan dimana kan bintang terbit pagi.
Kalau tidak karena tuan dimana kan “hamba datang disini”.
(Pantun yang mashur di Indonesia dan Semenanjung Tanah Malaka).
“Beringin songsang dibulan! Tempatnya putri bertenun”.
(Pemandangan pemuda Minangkabau dihutan itu).
Bergelanggang mata orang banyak.
Bersuluhkan bulan dan matahari.
Jadinya umum, berterang-terang, disaksikan oleh ramai, merebut publik opinion, inilah salah satu sendinya Minangkabau masa demokratis, masa kuat kedalam dan keluar.
“Selama bulan dan matahari”.
Sumpah di Semenanjung Tanah Malaka.
“Damarwulan” Mendang Kemulan, Dewi Nawangwulan, nama berseri gilang-gemilang, tetapi sejuk segar. Semangat Jawa masa dulu, akhirnya buat diringkaskan saja.
“Pelajaran ke-Bulan”.
Karangan Jules Verne, bukan Joyoboyo, pengimpi ulung, melainkan Ahli Kisah berdasarkan: Ilmu Buti pada masanya, atau Ilmu Bukti yang didasarkan atas pengetahuan nyata pada masanya.
Demikianlah peramai dan pentingnya bulan, bagi Rakyat Indonesia dan Eropa dan tentu juga bagi penduduk lain dibagian lainnya bumi kita ini, terutama buat penyair putra dan putri muda remaja.
Memang bulan, paling dekat pada kita, sinarnya menyegarkan badan. Kalau Sang Bulan ketika Purnama Raja mengintip dari celah daunnya pohon yang rimbun, atau dari puncak gunung memancarkan cahanyanya keatas sungai, danau dan laut, terlebih-lebih pada alam Indonesia ini, timbullah pikiran melayang membayangkan keterima kasihan kesukaan dan kekaguman. Ada pula ahli yang menyangka bahwa bulan mesti mempunyai Yang Hidup, dari tumbuhan sampai manusia.
Pemeriksaan sekarang boleh dibilang cukup, memberi kecewa sekali pada penyair, pemuda dan ahli
Jauhnya bulan cuma 250.000 mil dari bumi kita. Satu kapal terbang melayang nonstop, tak berhenti, dengan kecepatan 400 mil satu jam, bisa sampai kesana tiga setengah minggu. Tetapi seoarang scientist akan ketawa! Tak ada apa-apa akan dijumpai disana, dan dia selalu dalam bahaya!
Poto, gambaran sempurna sudah bisa diambil. Karena dekatnya bulan, maka satu gedung yang pesat yang sudah di bumi kita ini mesti dapat diteropong, ialah dalam keadaan iklim yang baik. Gunung besar disana, laut kawah, bersumbu 142 mil nyata dilihat. Kawah dapat dihitung! kecepatan baru bisa loloskan “satu zat asli” pada bulan yaitu cuma 7,5 mil dalam satu detik. Pada bumi kita zat asli baru bisa lolos dengan kecepatan 7,1 mil dalam 1 detik. Hawa panas 120 derajat C (bandingkan dengan hawa Jakarta pukul rata 31 derajat C, dan batas hawa tertinggi buat Yang Hidup, yakni 65,5 derajat C). Berhubung dengan hawa 120 derajat C itu, maka sepanjang perhitungan ahli, Bulan itu bisa memegang CO2 dan gas (uap yang lebih berat, tetapi O3 dan uap yang lebih ringan, termasuk juga Nitrogen, awan mengandung air, Helium dan Hydrogen mesti “lolos” dari Bulan terbang melayang keawang-awang. Tetapi pada waktu mudanya Bulan, panasnya lebih tinggi. Cocok dengan keadaannya maka tak mengherankan kalau Sang Bulan sekarang tak mempunyai udara sama sekali. Bisa dipastikan bahwa air sama sekali tak ada di Bulan.
Pada hawa begitu tinggi, udara dan air tak ada, tentulah adanya Yang Hidup tak bisa masuk akal. Sungguh malang pemuda Minangkabau dengan “putri bertenunnya” Jules Verne pun, scientist ulung, pada masanya akan merombak kisahnya kalau sekarang masih hidup. Umpamanya seorang sampai kesana, ia bisa dilindungi dirinya dari teriknya siang hari, dan sejuknya malam. Tetapi dia mesti lindungi pula dirinya dari “peluru” pasir yang jatuh disana dengan kecepatan sama dengan peluru bedil kita.
KE MERCURY
Juga mempunyai kodrat memgang atom amat rendah, dekat pada Bulan, lebih 2.4 mil satu detik. Sebab paling dekat pada Matahari dan sebelahnya selalu berhadapan dengan Sang Matahari, maka hawanya pada belahan yang dekat ini pukul rata 400 derajat C. Pada hawa 400 derajat C ini maka sesuatu zat di Bulan adalah 1,57 x lebih cepat larinya dari dalam hawa O derajat C). Mercury bisa pegang CO2 dan O, tetapi gas yang lebih ringan mesti lolos. Yang 400 derajat C itu ialah pukul rata. Sebagain tempat tentu berhawa jauh lebih tinggi dari 400 derajat. Dalam hal ini mercury sama sekali tak bisa pegang duara. Bagaimana juga hawa yang 400 derajat C memustahilkan adanya yang hidup. Seng (zink) pun hampir lebur pula pada hawa 400 derajat C itu. Jangan lagi pada manusia!
KE SATELLITE (BUMI PENGIKUT)
Mars ini mempunyai Satellite, sepreti bumi kta Satellitenya ada dua, Jupiter 11, Saturnus 9, Uranus 4, Neptunus 1.
Apakah yang hidup disalah satu Satellite?
Besarnya Satellite berlain-lainnan, begitu juga kecepatan baru bisa lolos “Zat Dunia”. Ganemede, ialah pengikut Jupiter satu pengikut yang terbesar adalah 2.10 x sebesar Bulan. Kecepatan lolos satu atom 1,8 mil satu detik. Erona, pengikut Jupiter juga besarnya cuma 0,65 dari bulan.
Kecepatan lolosnya 1,3 mil dalam satu detik. Kekuatan memegang atom kecil sekali. Sebab itu atom yang cepat larinya bisa lolos. Tetapi hawanya rendah pula sebab itu mungin mereka bisa pegang uap yang berat. Makin berat saut barang, maka lambat larinya, tetapi sebelumnya mereka (Satellite) itu dingin seperti sekarang mestinya mereka melalui tempo yang panas sekali. Sebab itu kalau disana masih ada udara mestinya seidikit sekali. Tetapi walaupun ada udara, hawa terlampau sejuk buat Yang Hidup.
KEARAH EMPAT BUMI RAKSASA.
Jupiter, Saturnus, Uranus dan Neptunus, keempat jauh lebih besar dari bumi kita. Begitu juga buat kecepatan menahan atom lolos adalah besar sekali.
Jadinya kekuatan memegang atom besar sekali mustahil. Buat Hydrogen dan atom yang lebih berat bisa lolos. Meskiupn pada masa mudanya mereka ada dalam hawa yang panas sekali, menurut perhitungan ahli bumi Raksasa ini mesti masih pegang udaranya. (Jangan lupa: makin panas makin cepat larinya atom dan makin susah memegangnya, menariknya).
KE JUPITER.
Lebih kurang 317 kali sebesar bumi kita. Kecepatan buat lolosnya satu atom juga besar ialah 38. diantara empat ini paling besar dan paling dekat pada bumi kita (Ingatlah tanah Lapang Gambir). Teropong sedang saja sudah bisa dipakai buat memeperamati bumi ini. antara terbesar dengan bumi kita ini ialah: 600.000.000. mil. Yang terdekat 367.000.000 mil walaupun antara terjauh dengan teropong yang membesarkan 60 kali saja, Jupiter sudah kelihatan sebesar bulan.
Kalau dilihat dengan mata telanjang, teori dan peramatan membuktikan bahwa Jupiter berudara. Jupiter bukanlah benda menyala. Hawa dekat tanahnya dingin sekali cuma 140 derajat C (140 derajat dibawah C). Tetapi udaranya tak mengandung O (Oxygen) ataupun CO2. semuanya awan mengandung air sudah menjadi beku. Sebaliknya banyak sekali mengandung Amonia dan marah gas, uap busuknya paya yang mengandung racun.
Berhubung dengan tak adanya CO2 dan O ataupun awan mengandung air diudara, dan sebaliknya karena banyak adanya uap racun, maka meskipun Jupiter juga bergunung dan bertanah logam seperti bumi kita, mustahil bisa memberi kemungkinan pada Yang Hidup.
KE SATURNUS.
Lebih kurang 45 kali sebesar bumi kita. Bergubung dan bertanah logam juga seperti bumi kita. Susah pula lolos buat suatu atom. Kodrat bumi Saturnus buat memegang sesuatu atom ialah 23. disana banyak udara. Hawa lebih rendah lagi dari di Jupiter, ialah 155 derajat C.
Bukanlah hawa rendah ini yang memustahilkan adanya Yang Hidup, melainkan tak adanya CO2, O atau awan pada satu pihak dan adanya Uap racun pada lain pihak?
KE URANUS
Bumi ini jauh sekali buat diperamati dengan teropong. Tetapi sekadarnya bukti diperoleh juga. Banyak persamaannya dengan kedua bumi diatas. Besarnya lebih dari 14 kali sebesar bumi kita. Hawa lebih rendah lagi, yakni 184 Cº. Kodratnya memegang atom ialah 14, jadi besar juga. Cukup udara, tetapi juga tak mempunyai CO2 dan O atau awan. Sebaliknya ia mengandung racun. Semunya mustahillah buat Yang Hidup.
KE VENUS
Inilah bumi yang mengandung harapan, harapan yang mengandung buminya manusia! Hampir sebesar bumi kita. Diameter (sumbunya), 7.700 mil, sedangkan sumbunya bumi ktia 7.927 mil. Luasnya buminya jadinya 5 % kurang dari bumi kita. Beratnya 4/5 bumi kita. Venus dapat gelaran Saudara Kembarnya Bumi kita, karena besar dan beratnya itu hampir sama. Jauhnya ke Sang Matahari, pabrik cahaya, Sinar dan Kodrat, lebih kurang 2/3 dari antara kita dan matahari. Kalau Bulan paling dekat pada kita, maka ia ada 25.000.000 mil. Selainnya dari Bulan tak ada yang lebih dekat. Kekuatan memegang atom yaitu kecepatan baru atom bisa lolos dari sana juga hampir sama ialah 6,5. pada bumi Venus, hawa itu lebih dibawah hawa air mendidih (100 derajat C). Menurut teori mestinya ada udara di Venus. Peralaman membetulkan teori itu pula.
Kalau ada O di Venus mestinya sedikit sekali. Tetapi bisa disaksikan, bahwa CO2 banyak sekali. Oleh Adams dan Dunham pada tauhn 1932 dan dibelakangnya oleh Adel dan Sliper banyaknya CO2 dihitung 2 mil tebalnya. Awan juga ada. Nitrogen yang mengambil bagian 79 % pada bumi kita ini disana didapat cuma kurang sedikit saja, sebab dia disana lebih mudah lolos dari dibumi kita apabila hawa disana turun dari hawa air mendidih, maka uap air menjadi air dan membentuk danau dan lautan. Diudara tinggal CO2 dan N, Argon, Neon dll.
O itu ialah satu zat asli yang active (lasak, jalang, liar). Dia selalu mau berpadu dengan zat asli lain. Kalau ada dia diudara seperti dibumi kita, maka adanya itu disebabkan adanya tumbuhan. Seperti sudah diketahui dahulu, tumbuhan menapas-masukkan CO2 dan menapas-keluarkan O.
Pada hawa yang cuma sedikit kurang dari hawa-air-mendidih, semua daun tentu layu, dan berhubung dengan itu Yang Hidup mustahil bisa timbul. Pendeknya boleh dipastikan bahwa Venus belum lagi mempunyai Yang Hidup. Atau kalau sudah ada bentuk Yang Hidup itu, baik diatas air ataupun diatas tanah, buktinya belum bisa disaksikan. Beginilah pula keadaan bumi kita beberapa ratus-juta tahun yang lampau.
Tetapi Sang Matahari kita yang dermawan itu yang setia menghadiahkan sinarnya pada kita dari sehari ke bulan dari bulan ketahun dan dari tahun keabad akan terus kehilangan panas pula. Begitu juga Venus dan Bumi kita. Akhirnya Venus akan sampai ketingkat hawa bumi kita dan bumi kita sampai ketingkatnya Mars.
KE MARS
Bumi Mars banyak sekali menarik perhatian serta mengonyangkan otak dan penanya tidak bisa disangkal lagi. Tetapi adanya hewan dan manusia masih didalam persoalan semata-mata. Para pembaca yang tertarik oleh persoalan yang penting semacam itu saya persilahkan membaca buku yang bersangkutan. Buat saya yang peting disini ialah caranya para ahli memeriksa dan hukumnya evolusi (ketumbuhan) alam ktia ini dari atom sampai kemanusia.
Inipun disini seperti diatas akan ditunjukkan dalam garis besarnya saja.
Adanya tumbuhan sudah tentu membutuhkan tanah logam, air dan udara sebagai benda alat adanya tumbuhan itu. Yakni menurut pikiran sehat, pikrian hari-hari kita manusia. Bukan menurut pikiran para ahli kegaiban yang bisa menciptakan surga, taman dan bidadari bermata seperti mata burung merpati dilaut kelzuk, entah berantah itu, dengan tidak memeriksa alat adanya lebih dahulu.
Kembali kita kepada pikiran biasa kita di dunia fana kita ini, maka tanah, air, dan udara yaitu menurut teori dan peralaman memang ada dibumi Mars. Adanya tanah dan air lebih mudah disaksikan baik dengan teori ataupun dengan poto. Tetapi adanya atau tidaknya udara ada sedikit lebih sulit.
Diameter (sumbunya) Mars, ialah 4.215 Mil, jadi sedikit lebih dari ½ sumbunya bumi. Beratnya mars sepersepuluh dari bumi. Kekuatannya menarik pada bagian tanah dihtung 2/5 dari bumi kita dan kekuatan memegang atom, atau kecepatan buat lolosnya atom pada bumi Mars itu ialah l.k 3 mil dalam satu detik, jadi kurang dari ½ nya bumi kita. Hawa dibumi mars, di khatulistiwanya bisa sampai 50 derajat (Fahrenheit) atau 4 derajat C pada waktu luhur dan turun sampai 13 derajat F pada malam hari. Syahdan para ahli dalam teorinya mengira ada (nya) udara dibumi Mars. Tetapi udara itu mestinya lebih renggang dan kurang isinya dari yang dibumi kita.
Juga poto memasikan adanya udara itu. Di kutub bumi Mars dilihat ada es. Besarnya onggok es ini berubah dengan perubahan musim. Pada musim panas dikutub itu onggok lebih kecil dari di musim dingin. Para ahli menyimpulkan, bahwa sebagian besar dari onggok itu menjadi cair. Air ini sebagian menguap keudara, menjadi awan Dr. Wright, kerja pada Lick Observatory, Amerika, mengambil gambar dengan warna yang dinamai infra-red (merah tua). Gambaran dengan warna ini bisa sampai ketanah bumi Mars, mesti menyelami udara. Tetapi poto dengan warna ultra-violet terhambat oleh udara, tak bisa menyelaminya. Jadi warna infra-red menyaksikan udara tadi. Disaksikan udara itu lebih renggang dan lebih kecil isinya dari di bumi kita. Juga adanya awan bisa disaksikan dengan poto tadi. Percobaan buat menentukan adanya dengan gambaran tidaklah berhasil. Tetapi dengan jalan tak tanggung bisa ditentukan adanya O itu. Bumi Mars memperlihatkan warna merah. Warna merah inilah memastikan adanya O. Warna ini cocok dengan warna gunung tanah logamnya berpadu dengan O (opodised rocks). Di bulan warna gunung itu coklat (brownish). Sebab tanah logam disana tak berpadu dengan O. Menurut perhitungan banyaknya O dibumi Mars cuma ............. dari yang dibumi kita. CO2 tiada terdapat. Ini tiada mengherankan dan mengecewakan. Karena CO2 ini mesti berada banyak sekali baru bisa disaksikan. Pada bumi kita saja CO2 cuma 3-4 bagian dalam 1000 bagian. Walaupun perkakas tidak atau belum dapat menyaksikan, tetapi bukanlah berarti bumi Mars tak ber CO2 diudaranya.
Adanya O diudara Mars, tak perduli apa O itu sekarang atau dulu adanya di udara itu menyaksikan, bahwa bumi Mars mestinya mempunyai tumbuhan. Ini simpulan teori. Kita maish ingat, bahwa O itu atom yang paling jalang, liar. Dia tidak bisa lepas sendirinya, merdeka, melainkan dia mau berpadu dengan atom lain. Tetapi kalau ada tumbuhan, maka diudara mesti selalu ada O, karena selama ada tumbuhan selama itulah tumbuhan menapas kedalamkan CO2 dan menapas keluarkan O. Teori ini dibesarkan pula oleh poto. Poto memperlihatkan perubahan warna di bumi Mars. Perubahan itu bersama-sama dengan perubahan musim. Percival Lowell, pembangun Observatory Hastaff (Amerika lagi) tahun 1894 menganggap daerah yang gelap pada bumi Mars itu daerah bertumbuhan. Yang berwarna merah itu tidak bertumbuhan.
Adanya tanah, logam, air, udara, CO2 dan O membolehkan jadikan adanya tumbuhan. Dan tumbuhan ini seterusnya menjadi alat adanya hewan dan hewan berakal, ialah manusia. Adakah hewan dan hewan berakal itu dibumi Mars?
Pertanyaan ini tentulah banyak menarik perhatian. Tetapi ada atau tidaknya hewan dan manusia dipendekkan dengan Hewan (& Co), taidalah pada satu pihak membatalkan, bahwa hewan % Co itu bisa dan mesti ada kalau alat adnaya evolusi (kemjuan). Pada lain pihak taiadalah pertanyaan itu membenarkan bahwa: Hewan % Co dibikin dari kosong dalam sekejab mata saja.
Adanya manusia disana tentulah tak bisa dipastikan dengan perkakas. Boleh jadi pada masa depan ada perkakas yang bisa memastikan Hewan & Co itu dengan langsung, seperti poto sudah bisa memastikan banyak diantara benda di bumi lain itu cukup kuat buat mengambil gambar sebesar orang ataupun gajah dibumi yang jutaan KM. jauhnya itu, potograpi bisa mengambil gambar dari “bikinan” hewan yang berakal. Kalau seandainya ada maha gedung disalah satu bumi yang tak terlampau jauh, potograpi bisa menggambarkan. Bikinan Hewan Berakal inilah yang sudah lama dicari oleh para ahli dibumi lain, yang keadaannya hampir bersamaan dengan bumi kita ini. keadaan hampir bersamaan itu terdapat dibumi Mars dan Bikinan Hewan Yang berakal itu juga pernah dianggap sudah terdapat disana. Pada tahun 1877 Schearparelli, ahli Italia mendapatkan garisan kehitaman yang berilang-siur didaratan yang dinamainya “benua” yang memperhubungkan lauatan satu dengan lainnya. Garisan kehitam-hitaman itu dinamai canali, terusan (air). Terusan inilah yang menjadi pokok persoalan para ahli lama sesudahnya Scheaparelli mengumumkan pendapatnya. Lowell, ahli Amerika yang sudah kita sebut diatas, menganggap terusan (air) yang panjang terus dan teratur sekali itu, yang cocok dengan geometry itu, mesti bikinan manusia. Alam tak mungkin membuat yang teratur semacam itu. Demikianlah ia menganggap terusan itu gunanya buat mengendalikan air berasal dari Kutub ketempat lain-lain. Ketika ada es di Kutub itu menjadi encer, gunung mestinya tak ada, sehingga air boleh mengalir sendirinya. Mestinya ada pula pompa air raksasa. Pompa raksasa ini Lowell meneruska logikanya msti diadakan oleh yang Berakal itu, yang sudah sampai ketingkat kecerdasan yang tinggi sekali. Karena menurut perhitungan Lowell pompa raksasa semacam itu, mestinya 4000 kali kodrat air mancur Niagara jatuh. Kodrat pompa raksasa semacam itu belum lagi bisa diadakan yang Berakal di Bumi kita. Apakah motif tumpuan, buat mengadakan irigasi raksasa itu? Tentulah pertaruan buat hidup, jawab Lowell pula. Penduduk bumi Mars menyaksikan airnya berkurang-kurang dari tahun ketahun. Cuma dari kutub air bisa diperoleh sekarang ini. sebab itulah maka irigasi itu perkara hidup matinya penduduk Mars Lantaran itulah pula semua kecerdasan itu dipusatkan pada pengairan.
Logika Lowell tak ada lubang cacatnya. Persangkannya tentulah sangat menarik hati. Tetapi benar atau tidaknya simpulan tiada saja bergantung pada pemakaian Ilmu Logika, tetapi juga pada bukti yang diperoleh. Apakah permatan Lowell benar? Inilah yang menjadi pusat persoalan para ahli seterusnya. Paham Lowell akhirnya dialahkan, bukan karena salah atau tidaknya, melainkan karena salah peralamannya. Dibelakang Lowell banyak sekali peralaman yang dijalankan. Para ahli setuju membenarkan adanya terusan tadi.
Dr. Berhard mengadakan permatan pada Mount Wilson Observatory yang tersohor didunia itu. Telescope dipakai ialah yang paling jempol di dunia pada masa itu. Dia tiada mendapatkan terusan, panjang, lurus, sama lebarnya dimana-mana dan teruatur seperti bikinan manusia itu, cocok dengan rancangan Geometry. Melainkan terusan yang tidak lurus, lebar dan sempit, serta tidak teratur seperti bikinan manusia (seni). Smeua para ahli dan terutama Ahli Bintang Mars ternama ialah Antoniado setuju dengan Dr. Bernhard.
Kalau jatuh buktinya Lowell, bukti Promise buat lantai simpulan, tentulah jatuh pula simpulan Lowell, yakni sementara ini. kalau terusan itu bukan bikinan manusia, melainkan bikinan alam, maka jatuhlah pula simpulan Lowel, bahwa manusia (Yang Berakal) itu ada dibumi Mars, karena irigasi Raksasa disana itu mestinya bikinan manusia.
Kita katakan simpulan Lowell itu jatuh “sementara”. Sebab mungkin perkakas yang lebih jitu kelak membenarkan sebagian atau seluruhnya peralaman Lowell. Lagi ada atau tidaknya manusia itu tiadalah bergantung pada teratur atau tak teraturnya terusan itu, sebab pada bikinan atau tidaknya terusan itu saja. Terusan itu cuma salah satu dari bikinan manusia siapa tahu Ahli Bintang pada hari lain dengan perkakas dan teori lain bisa mendapatkan “bikinan lain-lainnya Yang Berakal” (Sengaja pula disini ktia sebutkan Yang Berakal, karena pada keadaan lain, mungkin bukan Carbon yang jadi atom-lantai, melainkan atom-Silicon (bangsa pasir) umpamanya. Atom ini terhadap panas umpamanya jauh lebih tahan dari pada sesuatu paduan Carbon, kalau pada hawa yang jauh lebih panas dari hawa kita ada manusia, maka Yang Berakal, yang berbadan terdri dari hawa atau Silicon itu, tentulah berlainan sekali dengan manusia dibumi kita, walaupun manusia kita dan manusia disana masuk jenis yang bersamaan, yakni Yang Berakal. Ini saya kemukakan cuma buat menegaskan bahwa pemeriksaan belum habis, perkakas selau bertambah jitu dan teori senantiasa bertambah dalam dan luas.
Sebagaimana juga menurut pemandangan para ahli sekarang, tidak dapat disangkal bahwa Yang Hidup berupa tumbuhan, boleh jadi sekali ada di bumi Mars. Yang Hidup berupa Hewan & Co, belum boleh dipastikan. Tetapi boleh seterusnya dipastikan, bahwa bumi Mars dari tahun keabad senantiasa kehilangan air dan udara. Seandainya pada zaman lampau bumi Mars pernah menerbitkan dan melayani Hewan & Co, tetapi sekarnag susah sekali baginya buat meneruskan perjalannaya. Hewan & Co. perlu O buat energy panas, kodrat buat segala anggotanya yang hidup, yang bergerak. Boleh jadi para Yang Berakal, maka tinggi keulungannya buat menabungkan air atau O, tetapi lama-lama keulungan itu mesti tewas oleh kodrat alam, yang senantiasa melayangkan O itu dari bumi Mars.
Venus memberi gambaran pada kita tentang keadaan Yang Hidup di bumi kita ini ketika jutaan tahun yang lampau. Mars yang sekarang menarik-narik napas memberi gambaran pada kita bagaimana kelak hari depannya bumi kita. Sambil bumi Venus menghampiri keadaan Bumi kita, maka kita perlahan-lahan pula menghampiri Mars. Masa mudanya bumi kita terdapat pada Venus dan hari tuanya pada Mars.
KE ALAM RAYA.
Pemeriksaan Dr. Jones pada keluarga Matahari kita tadi tidaklah sama sekali gagal. Bukan saja Yang Hidup, berbentuk tumbuhan boleh jadi sekali ada di Mars, tetapi hewan atau manusiapun tidak perkara yang mustahil ada disana. Kalau tidak sekarang, dahulu boleh jadi ada. Hari depannya tiadalah sama sekali mengecewakan. Kalu Bumi kita kelak kosong, yakni kekosongan hewan dan manusia, sesudah “celengan” air, sinar dan udara kita kelak jadi kosong, maka sudah ada bumi dalam kandungan keluarga Matahari kita yang pada hari depan atau dipusakakan pada jenis kita, ialah manusia. Kalau cucu-cicit kita gagal mendapatkan perkakas pindah ke Venus, karena Bumi ktia jadi dingin, maka dibumi Venuspun pasti akan terjadi evolusi, kemajuan seperti pada Bumi kita: barang logam akan menimbulkan tumbuhan dan tumbuhan akhirnya akan menjelma menjadi hewan; dan akhirnya hewan akan menjelma menjadi manusia. Dari mahluk berupa setengah monyet, setengah manusia, kita akan sampai juga kepada mahluk setengah manusia, berupa satria atau ahli, pembentuk masyrakat atu pembentuk pengetahuan Yang Berwatak Luruh atau berkecerdasan Maha Tinggi.
Dr. Jones menerangkan pemeriksaannya ke Alam Raya. Tetapi pada yang maha jauh ini dia mendapat rintangan. Satu sayapnya lumpuh, karen penerbangan perkakas zaman sekarang belum sampai kodratnya buat memeriksa bumi pada matahari (bintang) lain, dikeluarga matahari lain. Seperti sudah disebutkan dahulu matahari yang terdekat masih 25.000.000.000.000 antarnaya dengan kita. Perkakas zaman sekarang belum bisa melihat bumi sebesar bumi Jupiter kita, kalau berada dikeluarga matahari sejauh itu.
Tetapi Logika bisa terbang lebih jauh dari itu. Ingatlah Dialektika Demokritus bisa mendahului “mata” lebih dari 2500 tahun. Dan dalam pemeriksaaan di Keluarga Matahari kita dan Alam Raya pun tidak sekali dua perkakas dengan peralamannya sudah membenarkan hasilnya Logika semata-mata.
Kita kumpulkan sekali lagi syarat yang perlu buat alat-adanya Yang Hidup di Alam Raya.
- Antara. Mestinya cocok, seimbang. Kalau sesuatu bumi terlampau dekat dari mataharinya, maka hawanya akan terlampau panas buat Yang Hidup. Akau terlampau jauh, maka hawanya terlampau sejuk, Yang Hidup akan kekurangan energi, panas, kodrat.
- Besar. Kalau jauh lebih kecil dari Bumi kita, maka kodratnya memegang zat-asli, kecil sekali. jadi semua atom lekas atau lemabat habis melayang. Kalau jauh lebih besar dari bumi kita, maka dibumi semacam itu akan terlampau banyak udara. Sebab kalau kodrat memegang, kodrat menarik zat-asli terlampau besar, maka atom H akan terlampau banyak tinggal di bumi itu. H ini akan berpau dengan zat-asli lain mengadakan gas racun, seperti Amonia dan uap-rawa yang banyak terdapat di Jupiter dan Saturnus.
- Terik Sinar. Juga mesti seimbang-matahari (Bintang) Ganpus umpamanya saja mempunyai terik-sinarnya 80.000 kali terik Matahari kita. Matahari (bintang) Procyon cuma 1/16.000 dari matahari kita. Kalau Sang Matahari kita ini diganti dengan Ganpus, maka Yang Hidup dibumi kita akan menjadi Yang Lenyap, Yang Musnah. Sebabnya ialah karena panas terlau terik. Didaratan seolah-olah kipas hawa panas, seperti api membakar besi panasnya. Airnya Samudra kita lekas akan menguap. Kalau diganti dengan Matahari Procyon, maka bumi kita akan menerima panas terlampau rendah sekali, sejuknya bukan kepalang dan semua samudra akan beku. Yang Hiduppun akan lenyap!
- Berhubung dengan 1, 2, dan 3 adanya, tanah, udara, CO2 dan O pada satu pokok. Tak adanya uap racun diduara pada lain pokok.
Bagaimana para ahli bisa mengetahui ada atau tidaknya “empat syarat” diatas ini di bumi yang ada pada Alam Raya yang tiada bisa diperamati dengan perkakas itu?
Dua perkara penting sudah bisa ditetapkan.
Pertama. Semua zat yang terapat pada Matahari kita dan pada semua bintang di Alam Raya terdapat juga pada Bumi ktia. Ini semua bisa dipastikan dengan perkakas seperti teropong dan spectroscope.
Kedua: semua zat ini menarik dan menolak, berpadu dan berpisah, menurut hukum yang tetap, yang sudah pula dikenal oleh para ahli. Umpamanya: Semua air mestinya terdiri dari perpaduan 2 atomnya H dengan 1 atom O. Kalau ada air dibumi manapun di Alam Raya, air itu mesti terdiri ari kedua zat itu, atas perbandingan banyaknya itu juga. Tak ada air yang mengandung 3 H dan 1 O umpamanya.
Ketiga: Jadi sebagai simpulan dari pertama dan kedua. Kalau ktia bisa tentukan bahwa keadaan disalah satu bumi pada salah satu keluarga matahari di Alam Raya “sama” dengan keadaan di bumi kita, maka bisa dipastikan pula bahwa disana bolah jadi sekali ada Yang Hidup seperti pada bumi kita.
Bagaimana para ahli bisa menentukan sama, hampir sama, atau sama sekali berlainan keadaan bumi, satellite, dan matahari (bintang) pada Alam Raya? Sedangkan perkakas belum bisa mengambul gambaran, seperti pada Sang Bulan atau Mars.
Walaupun perkakas photography masih lemah, masih dalam usia kanak-kanak; tetapi telescope, teropong tiadalah sama sekali tak berdaya buat mengetahui antaranya bintang dan bintang dan perbandingan besarnya satu bindang dengan bintang yang lain. Lagis hasil teropong bermulut 5 meter belum lagi masuk alat-buktinya Dr Jones! Spectorscope bisa memeriksa warna sinar salah satu bintang, dengan ebgitu zat yang ada pada bintang itu. Dengan mengetahui antara itu bisa diketauhi hawa. Boleh diketahui apakah hawa itu tidak terlampau panas atau tidak terlapau dingin buat Yang Hidup. Kalau besarnya bumi pada salah satu keluarga Matahari yang lain tiu kelak dengan perkakas lebih sempurna sudah diketahui, maka akan bisa pula dipastikan apakah bumi itu cukup kuat buat memegang udara. Kalau teriknya Matahari kelak bisa ditentukan pula, maka bisa juga dipastikan bisa atau tidakkah Yang Hidup berada disana.
Teori yang menyatakan evolusi tumbuhnya keluarga Matahari ktia dari uap menyala sampai ke-keluarga matahari memberi penunjuk pula pada keadaan dikeluarga Matahari yang lain, di Alam Raya ini? Walaupun dalam garis kecilnya anggapan teori tentang asalnya keluarga Matahari kita itu masih tinggal pada daerah persangkaan seperti juga teori Alam Raya, tetapi bisa dipercaya bahwa Alam Raya dengan 100.000.000 Alam Bintang kita itu, yang berjumlah bintang 100.000.000 x 100.000.000.000 itu semunya berasal dari satu kumpulan atom, ini, molten-mass, glowing gas, uap. Benda yang menyala ini, pada yang terutama mengandung zat-asli H ini, akhirnya disebabkan kodrat dalam badannya, meletus dan menaburkan pecahannya. Mula-mula semua pecahan itu berdekatan satu sama lainnya. Kemudian menurut hukum yang pasti lebih lama makin berjauhan seperti ratusan titik pada bola karet permainan kanak-kanak yang diembus. Kejarangannya bintang diseluruh Alam Raya makin bertambah-tambah. Hal ini bisa diperalamkan dan sudah lama hukum ditetapkan hukumnya berjaranga. Syahdan menurut perhitungan ahli, maka tempo 1.000.000.000 tahun antara satu bintang dengan yang lain 2 x bertambah jarang. Jadi antara satu mil menjadi 2 mil, dsbnya. hukum ini dengan jalan memutar, membetulkan teori “seasalnya” semua Bumi dan Bintang di Alam Raya yakni atom terkumpul yang menyala. Karena kalau dengan undang ini ktia kembali 1.300.000.000 tahun kebelakang, amak semua bintang 2 kali serapat sekarang. Balik kita dua kali selama itu, maka perantaraan bintang dengan bintang akan 4 kali lebih rapat dan seterusnya. Akhirnya ktia akan berjumpakan atom berkumpul atau kumpulan atom yang menyala, glowing gas.
Demikianlah ringkasnya:
Dengan langsung maka perkakas teropong bermulut 2 ½ meter belum bisa melihat bumi sebesar Jupiter, yakni 31 x sebesar Bumi kita kalau jauhnya 25.000.000.000.000 mil dari kita. Ini antara kita dengan matahari (Bintang) yang paling dekat pada ktia. Tetapi dengan teropong 2,5 meter itu kita sudah bisa disaksikan 10.000.000.000.000.000.000 bintang di Alam Raya. Walaupun teropong bermulut 2,5 meter belum bisa melihat bumi 317 x sebesar Bumi kita pada bitang yang terdekat pada kita ini tiada memberi alasan, bahwa teropong yang bermulut lebih besar tak akan bisa melihatnya. Sementara itu Logika bisa berjalan seperti berikut:
Kalau cuma matahari (bintang) kita saja yang mempunyai satu bumi, diantara 1.000.000.000 Matahari lainnya, maka di Alam Raya akan kita dapati 10.000.000.000.000 bumi, yakni 10.000.000.000.000.000.000.000: 10.000.000. Kalau diantara 10.000.000.000.000 bumi ini, kita dapat satu bumi saja diantara 1.000.000 bumi yang mempunyai keadaan “sama” dengan Bumi kita, maka masih ada 10.000.000 bumi yang sama dengan Bumi kita. Kalau kemungkinan ini kita bagi lagi dengan 1000, maka kita masih punya angka yang mengangumkan, yakni 10.000.
Kalau pada 10.000 ini didapati hawa, tanah, air dan udara yang sama atau hampir sama dengan Bumi kita, maka boleh dipastikan disana juga mesti didapati Yang Hidup seperti di Bumi kita. Kalau dasar zat badannya Yang Hidup disana itu bukan Carbon, melainkan Silicon atau Titian umapamanya, maka Yang Hidup disana juga akan berlainan sifat jasmani dan rohaninya dengan kita bagaimana juga mereka akan masuk golongan Yang Hidup juga. Tumbuh dan mati seperti tumbuhan, ber-instinct (naluri) seperti binatang dan berakal seperti manusia.
PEMANDANGAN (MADILOG).
Dalam perantaraan maha jauh mengiktui Dr. Jones mencari yang Hidup itu kita juga menemukan jejaknya “Madilog”, Boleh jadi sekali Dr. Jones tiada memperhatikan Dialektika Materilaistis dalam fisalfat hidupnya, tetapi dengan sengaja atau tidak dia mesti tempuh aliran pikiran yang berdasarkan Dialektis Materialisme itu. Kalau tidak meskipun Logika dan perhitungannya benar, dia tidak akan sampai ketempat yang dimaksudknya. Bagaimana juga dalam perantaraan yang maha jauh tadi, dengan sengaja atau tidaknya Dr. Jones, Alam sendiri, sebagai hasil pemeriksaannya memperlihatkan penglaksanaan Dialektika yang beralasan yang nyata, berdasarkan Benda.
- PERUBAHAN BILANGAN BERTUKAR MENJADI PERUBAHAN SIFAT.
Tiadalah perlu seluruhnya perjalanan Dr. Jones kita ikuti buat mendapatkan misalnya pelaksanaan hukum ini. sebetulnya seluruhnya hasil pemeriksaan Dr. Jones berdasarkan hukum ini, seperti badan hewan dialiri darah. Karena memang Alam Raya ini seluruhnya pula dialiri darah Dialektika. Satu dua perkara yang penting berhubungan saja sudah cukup buat menjadi contoh.
Hawa ialah salah satu syarat terpenting buat timbul atau hilangnya Yang Hidup. Tiga bumi saja: Venus, Bumi Kita, dan Mars, sudah cukup buat contohnya penglaksanaan perubahan bilangan (banyak) menjelma menjadi perubahan sifat. Pada bumi Venus kita dapati hawa yang mempunyai sifat memustahilkan Yang Hidup.
Tetapi sinar yang dipancarkan oleh Venus lama-kelamaan menyebabkan hawa disana akan turun, tetapi dari satu tingkat ketingkat yang lebih rendah dari satu grade (derajat) ke derajat yang lebih rendah. Akhirnya perubahan banyaknya derajat in iakan menyampaikan Venus ketingkat derajatnya hawa bumi kita. Setelah sampai kesini, maka perubahan banyaknya (derajat C) tadi akan menerbitkan peruabhan baru. Kemustahilan Hidup pada hawa panas tadi akan berubah menjadi Kemungkinan Hidup.
Cabron ialah zat dasar yang Hidup dibumi kita. Dengan mengubah banyaknya atomnya, Carbon bisa mengadakan ratus ribuan benda mengandung Carbon. Ratus ribuan benda ini mempunyai sifat berlain-lain pula. Dair pada perubahan banyak atomnya Carbon, diantara ratus ribuan jenisnya paduan carbon itu lambat laun kita jumpakan tepung. Pada perubahan banyaknya atom Carbon pada akhrinya kita mendapatkan gemuk, minyak. Lama-lama dari perubahan angka 1 ke angka 2 dan seterusnya, kita peroleh perubahan sifat, perubahan jenis Carbon ialah putih telur. Dari jenis putih telur ini dengan jalan yang belum diketahi amat oleh para ahli, jenis-jenis baru-baru timbul: Hewan & Co. nyata sudah timbulnya tiga benda terpenting buat Yang Hidup itu, yakni tepung, gemuk dan putih telur menurut undang perubahan bilangan (banyak) menjelma menjadi perubahan sifat.
Sebaliknya hawa bumi kita yang tetap turun banyak derajatnya akan menyampaikan kita kehawa Mars, atau lebih dingin lagi. Sampai kesini maka perubahan banyaknya (grade C) tadi akan menimbulkan perubahan baru pula. Kemungkinan buat Yang Hidup berubah kembali menjadi kemustahilan buat Yang Hidup.
- PEMBATALAN KEBATALAN.
Sudah kita katakan lebih dahulu sedihnya keluarga Matahari kita, ialah setimbangan kodrat menolak dan menarik. Matahari dan semua buminya, Bumi kita dan Bulan serta bumi yang lain-lain mengdakan tolak dan tarik dan mengadakan harmoni, setimbang, pembatalan kebatalan.
Dalam perantauan kita bersama Dr. Jones, hukum ini tentu tetap berlaku. Kalau tidak tentu perantauan itu mesti dibatalkan. Malah jiwa kita sendiri mesti membatalkan jasmaninya.
Yang akan kita kemukakan disini cuma perkara baru yang kita jumpai. Perkara ini berhubung dengan adanya udara yang mengandung CO2 dan O, zat yang penting buat Yang Hidup. Tak ada udara dan zat itu, maka tak mungkinlah ada Yang Hidup. Maka ada atau tidaknya udara dan atom itu bergantung pada setimbangnya “kodrat bumi memegang” dan “cepatnya sesuatu atom lari mau lolos”. Sesuatu bumi menarik atom yang mau lolos. Kalau kekuatan menarik ada setimbang dengan kekuatan lari, maka barulah bisa udara dan zat aslinya bisa tinggal tetap pada bumi itu. Barulah ada kemungkinan buat Yang Hidup. Kalau “tarik” dan “Tolak” tidak bisa mengadakan “setimbang” maka tiadalah pula Yang Hidup itu berada di bumi itu. Dan Yang berada di bumi itu bukanlah Yang Hidup.
- A = A; A BUKAN NON A: LOGIKA.
Dalam lingkaran, bingkai tulang-belulang, kedua dudukan Dialektika yang diataslah, baru pertanyaan yang pasti bisa dijawab dengan pasti pula. Barulah bisa dijawab apakah ada atau tak ada sifat pada satu benda, berhubung dengan tempat dan tempo yang pasti. Apakah ada manusia pada bumi ini atau itu, dalam keadan dan tempo begini atau begitu.
Dalam hal inipun masih lebih dari cukup luasnya daerah yang mesti diperiksa oleh para ahli.
Menentukan antara suatu bumi dengan matahari, dengan jalan begitu menentukan hawa pada bumi itu, menurut pengetahuan yang tinggi tentang ilmu kodrat dan Matematika dan Kimia.
Menetapkan besarnya satu bumi dan berhubungan dengan itu menentapkan kodratnya bumi = itu memegang zat asli yang penting dan memustahilkan, yang racun, buat Yang Hidup, memnta pengetahuan yang dalam tentang Ilmu Kodrat, Matematika dan Kimia.
Memastikan teriknya sinar matahari pada sesuatu bumi dan berkenaan dengan itu memastikan panas-sejuknya pada bumi itu, memaksa adanya ilmu yang unggul tentang Ilmu Kodrat dan Matematika.
Para ahli yang bekerja dalam pengetahuan ini bukanlah manusia biasa. Tenaga yang dituntut bukanlah tenaga tersambil. Otak yang cerdas dengan kerajinan dan ketetapan hati luar biasa dan peluh payah yang boleh jadi tak mengadakan hasil yang memuaskan. Terjepit pula diantara dua pihak. Pada satu pihak terdapat teman sejawat para ahli buat mengkritik pada pihak yang lain, ahli kegaiban bersemboyan “baberce moet hangen” (salah satu benar dia mesti digantung, atau: tangkap dahulu, perkara dibelakang).
Pasal 7. AHLI KEGAIBAN DAN ALAM.
Beruntunglah para ahli yang tidak perlu memeriksa besar atau banyaknya bumi dan bintang diruang Alam Raya ini. Karena mereka tidak perlu menentukan apakah sesuatu bumi biasa memegang udaranya.
Mujurlah mereka tidak perlu menentukan antara bintang dan bintang serta antara bintang dengan buminya. Karena mereka tidak perlu menghiraukan hawa pada bintang atau bumi itu.
Bahagialah mereka para ahli Mistikus, yang tidak perlu menghitung terik panasnya matahari pada sesuatu bumi. Karena tidaklah perlu para ahli itu mencikaraui (mencampuri dengan tiada disetujui orang) panas sejuknya hawa pada bumi yang tiada ada dalam kitab mereka itu.
Lantingkanlah semua Ilmu Kodrat, Kimia, Bumi, Tumbuhan. Matematika, dan sekalian Ilmu yang bersangkutan kedalam api neraka. Karena semua Ilmu semacam itu bisa memurtadkan, menyesatkan, memasukkan iblis.
Aman sentosa di dunia fana dan berharap penuh buat mendapatkan surga yaitu na’im di akhirat kalau percaya dan apalkan apa yang para ahli Mistikus suruh apalkan. Malah tidak perlu diketahui isinya atau bahasanya ilmu yang mesti diapalkan, didengungkan dengan suara merdu dan kepercayaan sekuat memalut gunung itu.
Karena ilmu itu ialah Firman Tuhan dan hurufnya yang ditulis dengan tinta dan kertas bikinan manusia itu saja, bisa mendatangkan manfaat yang tidak terbatas, di dunia dan di akhirat. Kalau tidak di dunia fana ini, mesti di akhirat!
Sedikit urusannya para ahli Mistikus cuma buat mengawasi para ahli yang biasa memurtadkan, menyesatkan dan memperlantingkan ke api neraka. Tetapi pada Negara yang beralasan Ilmu Kegaiban, gerak sudut matanya para ahli Mistikus itu sudah cukup buat mem-“bereskan” semua perkara yang melanggar kepercayaan umum itu. Di Indonesia ini pun dengan mendirikan “Tentara Pembela Nabi Muhammad” atau membentuk “Permusyawaratan Ulama” sesuatu perkara yang oleh para ahli dianggap “anti Islam”, rupanya bisa di-“bereskan” (buat kita maka disampingnya Kemerdekaan Agama itu mestinya ada pula jaminan buat Kemerdekaan “Ilmu Bukti”. Berapa ratus tahun lampau, ahli filsafat Arab yang masyhur, Bidfai, sudah beramanat: “Biarlah tiap-tiap orang menglahirkan pahamnya”).
Bahwa sahnya menurut Bibel (Kitab Injil), pada buku pertamanya Nabi Musa, yang bernama Genesis, timbulnya Alam dan Tumbuhan serta Hewan: dan Manusianya tertulis seperti dibawah ini:
BAB KE 1.
- Pada permulaan sekali Tuhan membikin bumi dan langit.
- Bumi pada masa itu masih woest (dahsyat), dan kosong serta jurang dalam gelap gulita; dan Rohaninya Tuhan melayang diatas air.
- Kemudian Tuhan berfirman: Timbullah cahaya; maka timbullah cahaya.
- Tuhan melihat hawa cahaya itu baik; kemudian Tuhan membikin batas diantara Yang terang dan Yang Gelap.
- Kemudian Tuhan menamai yang Terang itu Siang Hari dan Yang Gelap itu dinamainya Malam. Pada hari pertama itu sudah ada malam dan pagi.
- Tuhan berfirman: Timbullah langit yang meliputi air dan memisahkan air dan air.
- Demikianlah Tuhan membikin lngit serta membuat perpisahan antara air dan air, antara air yang dibawah langit dan air yang diatas langit; demikianlah adanya.
- .......
- .......
- Dan Tuhan menamai yang kering itu bumi dan kumpulan air dinamainya Lautan, Tuhan menyaksikan yang demikian.
- Tuhan menurunkan firman: Terbitlah rumput dari tanah dan tumbuhan yang menaburrkan biji serta memberikan buah menurut jenisnya; itupun terjadi.
- Demikianlah bumi menimbulkan rumbut, tumbuhan yang berbagai jenis dan pohon yang menerbitkan biji menruut jenisnya. Tuhan menyaksikan baiknya.
- Masa itu sudah malam dan sudah pagi, pada hari ketiga.
- Kemudian Tuhan berfirman: Timbullah Yang bercahaya pada lotengnya (panggungnya menurut Agama) maka langit ialah barang padat langit untuk membedakan siang dengan malam, supaya dianya menjadi tanda ukuran tempo dan menjadi hari dan tahun.
- Supaya dianya (yang Bercahaya) itu menjadi obor dipagu langit buat memberikan cahayanya kepada bumi; demikianlah adanya.
- Tuhan membikin dua jenis yang Bercahaya. Yang Besar Cahaya buat menguasai siang hari, serta Yang Bercahaya Kecil, bercahaya buat menguasai malam hari, juga semua bintang.
- Kemudian Tuhan menaruh mereka di pagu langit, untuk memberikan cahayanya kepada bumi.
- Dan buat berkuasa pada hari siang dan pada hari malam, dan untuk membedakan yang terang dengan yang gelap; dan Tuhan menyaksikan baiknya.
- hari sudah malam sudah pagi, pada hari keempat.
- kemudian Tuhan berfirman: haruslah air melahirkan bertimbun-timbun Yang Hidup; dan haruslah Sang Burung berterbangan diatas bumi dibawah lotengnya langit.
- Kemudian Tuhan membuat ikan paus yang besar dan semua jenis Yang Hidup yang berkerumunan dilahirkan oleh lautan; dan berjenis-jenis buruh; dan God menyaksikan baiknya.
- Kemudian Tuhan mengsaktikan mereka, dengan firman: Berkembang biaklah kamu dan penuhilah air dan lautan dan burung berkembang biaklah di daratan.
24.Tuhan menurunkan firman: Bumi harus melahirkan Yang Hidup, berjenis-jenis, demikianlah terjadi.
25. Kemudian Tuhan membikin binatang liar menurut jenisnya dan binatang jenis menurut jenisnya dan semua binatang yang menjalar menruut jenisnya dan God menyaksikan baiknya.
26. Kemudian Tuhan berfimran: Marilah kita bikin manusia menruut bentuk kita menurut yang serupa dengan kita, dan supaya mereka menguasai ikan dilatuan dan burung diudara (gevogelte des hemels) binatang jinak dan seluruh bumi dna semua binatang yang menjalar diatas bumi.
27. Dan Tuhan membikin Manusia cocok dengan bentuknya, menurut bentuknya Tuhan, Dia membentuknya; lelaki dan perempuan.
28. Kemudian Tuhan mengaktifkan mereka dan Tuhan berfirman kepada mereka: berkembang biaklah dan penuhilah bumi dan kuasailah dia dan kuasailah ikan dilautan, burung di udara semua Hewan yang didaratan.
29. Kemudian Tuhan berfirman: Saksikanlah! Aku sudah mengaruniai engkau semua tumbuhan yang berbiji yang ada diseluruh bumi langit, sekalian pohon yang memberikan buah biji itulah buat makananmu.
30. Tetapi kepada semua binatang didaratan dan burung diudara serta semua bintang yang menjalar diatas bumi, yang mempunyai jiwa. Aku berikan daun hijau buat makanan.
31. Dan Tuhan menyaksikan semua yang dibikinnya. Lihatlah semuanya amat baik. Hari sudah malam dan sudah pagi, pada hari keenam.
BAB 2.
- Demikianlah sudah dibikin langit dan Bumi dan Umatnya.
- Apabila Tuhan pada hari ketujuh menghabiskan pekerjaannya, Dia berhenti pada hari ketujuh itu.
- Dan Tuhan mengsaktikan hari ketujuh itu dan mengtuaahkan hari tiu kerna Dia pada hari itu berhenti dari semua pekerjaannya buat menyempurnakan semua yang dibuikinnya.
- Inilah hari timbulnya langit dan bumi, sesudah mereka dibikin. Ia ini harinya Tuhan membikin bumi dan langit.
- .......
- ........
- Tuhan membentuk manusia dari zat, bumi dan menghembuskan dihidungnya (manusia) nafas dari Yang Hidup; demikianlah menjadi yang bernyawa.
- Dan lagi Tuhan membangunkan Taman Eden kearah sebelah Timur dan Dia disana menenpatkan manusia yang dibikinnya.
.........................
15. Demikianlah Tuhan menimbulkan manusia dan menempatakan dia ditaman Eden, buat memelihara Taman itu.
16. Kemudian God memberi perintah kepada manusia itu dengan firman: Semua buahnya dipohon dalam Taman itu engkau boleh memakan.
17. Tetapi dari pada (buahnya) pohon pengetahuan, tentang yang baik dan yang buruk, ini engkau tidak boleh memakannya sebab engkau pada satu hari memakannya engkau akan mati
.....................
21. Kemudian Tuhan menyebabkan Nabi Adam tidur nyenyak dan Dia (Tuhan) mengambil salah satu tulang rusuknya dan tutup lubangnya bekas tulang tadi dengan daging.
- Kemudian Tuhan dari tulang rusuk yang diambilnya dari Nabi Adam tadi membentuk seorang perempuan, dan Dia membawa perempuan itu kepada Nabi Adam.
..................
25. Keduanya bertelanjang, Nabi Adam dan permaisurinya, dan mereka tidak malu.
BAB KE 3.
Sang Ular ialah lebih licik dari pada semua binatang didaratan; ia itu dibikin oleh Tuhan: dan
Sang Ular berkata kepada perempuan tadi. Adakah juga pernah Tuhan berfirman: kamu tidak
boleh memakan (buahnya) semua pohon dalam Taman ini?
6. Perempuan itu melihat baiknya pohon itu ............. dan bila dia ambil buahnya dan dimakan: .......... dia beri juga lakinya (Nabi Adam) dan dia juga memakannya.
7. Kemudian keduanya mereka terbuka matanya; dan mereka saadar bahwa mereka bertelanjang; mereka menutupi kemaluan mereka dengan jawat daun kayu.
8. Kemudian Tuhan memanggil Adam dan menurunkan firmannya: Dimana Engkau?
- Dan Dia (Nabi Adam) menyahut: “Saya dengar suara-Mu dalam Taman dan saya merasa takut; karena saya bertelanjang; sebab itu saya sembunyi.”
....................
14. Kemudian Tuhan berfirman kepada Sang Ular sebab engkau mengerjakan pekerjaan (menipu permaisuri Adam memakan buah, sehingga Nabi Adam jadi membedakan laki dan perempuan) itu maka engkaulah yang paling terkutuk diantara semua binatang di daratan; selama hidupmu, engkau akan menjalar diatas perutmu dan memakan barang (buat hidup).
................
15. ................Kepada Perempuan (permaisuri Nabi Adam) Dia berfirman: “.............. dengan susah sengsara engkau akan mengandung bayi; dan engkau akan ingin sama lakimu; dan dia akan menguasai kamu.
....................
17. Kemudian kepada Nabi Adam Dia berfirman: “Karena engkau mendengarkan perkataan permaisurimu (menipu makan buah pohon, ialah menurut tipuan Sang Ular) .......maka buah ini atas kesalahanmu sendiri jadi terkutuk dan dengan susah sengara engkau akan mendapatkan makanan dari padanya selama hidupnya.
Terjemahan diatas dilakukan oleh Penulis sendiri. Diakui disini bahwa terjemahan ada sedikit bebas. Tidak diikuti dengan setiap jejaknya kata kalimat dalam bahasa Belanda. Saya takut kalau berlaku demikian, maka terjemahan susah dimengerti. Memang disamping saya ada Kitab U’lkudus, yakni Kitab Injil dalam bahasa Indonesia dicetak di Amsterdam, tetapi bahasa Indonesianya baikpun ejaannya kupikir tak cocok dengan zaman sekarang! Boleh jadi disana sini terjemahan saya sedikit tergelincir. Tetapi saya harap bulatnya ada memadai dan bisa dimengerti penduduk Indonesia sebagian besar bukan Serani ini. Bukan pula karena kutipan berasal dari Kitab Sucinya Kaum Serani maka ia boeh diterjemahkan dengan sembarangan. Saya juga tahu, bahwa Islam yang surat seakar dengan Serani itu mengakui penuh hakekatnya kutipan diatas dari kitabnya Kafir Kitabi. Sebab itu dengan sepenuh keawasan saya cari perkataan yang lebih dari cukup mengandung kehormatan. Kalau masih kurang, maka saya minta maaf lebih dahulu pada para Muslimin dan Serani itu.
Pasal 8. IKHTIASAR RAYA TENTANG ALAM RAYA.
Seluruhnya Alam Raya saya lihat ditulang belulang oleh hukum Dialektika seperti badan Hewan berdiri atas tulang-belulangnya. Dalam daerah yang dibatasi serta ditentukan arahnya oleh Dialektika itulah beradanya Logika, laksana daging, urat dan nadi dibatasi dan ditentukan arahnya oleh tulang-belulang.
Tetapi bukanlah Alam itu pelaksanaan Logika, ia ini Dialektika menurut Hegel.
Bukanlah pelaksanaan hukum Ide atau pikiran yang pada Hegel tentu berupa pikirannya Hegel. Melainkan sebaliknya hukumnya benda bergerak terbayang pada otak manusia dari bentuk dan sederhana seperti pada Marx dan Engels, dan akan terus-menerus, menurut tingginya pengetahuan manusia seluruhnya. Boleh pula hukum itu terbayang tidak semata-mata seperti benda terbayang dalam cermin yakni sempurna bentuk dan coraknya. Otak kita manusia, mencoba memberi sifat bentuk dan corak kemanusiaan atau sekurangnya mempengaruhi sifat bentuk dan corak itu. Tetapi semua percobaan dan pengaruh itu akan gagal, kalau tidak cocok dengan sifat, bentuk dan corak alam tadi.
Nyata boleh dihitung sudah kenyataannya, bahwa masa dan masa benda-benda dengan perantaraan kodrat yang berbanding dengan besarnya, senantiasa tak putus-putusnya, sedetikpun tidak putus, menarik dan menolak satu dengan yang lainnya diseluruh Alam Raya. Hasil resultate ribuan tahun dan tarikan dan tolakan simpang siur, di Alam Raya inilah, yang ada sekarang. Resultate dari tarikan dan tolakan, simpang siur menurut undang yang pasti pada hari depanlah, yang ada pada hari depan. Tak ada bikinan, kodrat, yang diluar yang ada itu. Sedikitpun, kodrat diluar yang ada dari Yang Nyata itu, terganggu dan terperkosa, pecah-belah Alam Raya ini, Hilang Lenyaplah hukumnya, Jiwanya Pecah-Belahnya Alam Raya bisa terjadi menurut hukum, yang ada dalam badannya sendiri yakni pecah-belah menurut hukum-hukum pecah-belah, ialah hukumnya Yang ada, Bukan hukum diluar Yang ada.
PEMBATALAN KEBATALAN.
Dari Alam yang tak kelihatan oleh mata telanjangnya manusia, karena kecilnya, dari atom, sampai ke dunia yang tak terlihat oleh mata telanjangnya manusia karena besarnya, sampai ke Alam Raya berlaku hukum pembatalan kebatalan, bermuka, dari proton sebagai thesis, penarik dan elektron, seagai anti thesis, penolak atau sebaliknya kita mendapat setimbangan, kemaanan Harmoni, Atom Dengan satu atom sebagai thesis, dan atom lain sebagai anti thesis, keamanan baru pula kita saksikan Molekul. Keduanya masih terjadi pada atom yang bisa dilihat dengan mata. Dari bumi kita sebagai thesis, kita meloncat Matahari ke matahari kita sebagai anti thesis keamanan baru yang terlihat timbul keluarga matahari kita. Dari keluarga Matahari kita sebagai thesis kita melayang keanti thesisnya, ialah kedekat bintang Sagitarius, sebagai pusat penarik kita menyaksikan pembatalan kebatalan yang lebih besar; Universe kita, alam bintang kita. Adapun Alam bintang kita dengan seratus juta Alam Bintang lain, silang siur menimbulkan thesis dan anti thesis, tarikan dan tolakan dan sebagai hasil rajanya, ialah pembatalan kebatalan terbesar yang kita saksikan; semua bintang di Alam Raya.
Akhirnya semua benda di Alam Raya, semua Bintang Bumi dan Pengikutnya di Alam Raya dan kosong, Awang-awang yang jauh lebih besar di Alam Raya, bukanlah barang yang tidak tahu mengetahui terpisah seperti A dan Non A, yang Ya dan Tidak dalam ilmu Logika. Keduanya berseluk-beluk dan kena-mengenai. Pada Benda di Alam Raya sebagai Thesis dan kosong sebagai anti thesis sebagai lawannya. Maka Demokritus melihat perdamaian, melihat Synthesis, pada pergerakan. Karena semua pergerakan dan terjadi dalam kosong. Kalau satu tempat penuh, padat dengan benda, dengan atom, tak ada setitik pun tempat yang kosong maka benda tadi tak dapat bergerak.
Buat kita manusia, Hewan berakal tentulah tak ada yang lebih tinggi dan penting di Alam Raya ini dari pada kita. Manusia sendiri. Tetapi Manusia tak akan bisa ada, kalau alat-adanya syaratnya hidup hidup tak ada. Tak ada udara saja diantara lain-lain. Kita manusia menurut susunan jasmani kita sekarang tak bisa ada. Kita sudah saksikan bahwa ada atau tidak-adanya udara atau tergantung pada setimbangannya kodrat bumi menarik dn kodratnya zat-asli dalam duara itu BISA LOLOS. Juga disini berlaku tolak dan tarik serta hasilnya, ialah pembatalan kebatalan.
PERUBAHAN BILANGAN (BANYAK) MENJADI PERUBAHAN SIFAT.
Dari Alam yang terkecil, tak kelihatan sampai ke Alam terbesar yang tak bisa dilihat pula dengan mata, kita saksikan berlakunya hukum diatas ini.
Do, re, mi , fa, sol, la si kembali kepada Do! Pada daftar musim, Periodic Table, kita lihat tercantum pula, pada dunia atom, Li, Be, B, C, N, O, F kembali kepada Na, yang banyak bersamaan dengan Li. Perbedaan antara satu atom dengan yang lain, antara Li dan Be dan B dsb, cuma perbedaan bilangan banyaknya elektron, yang ingkar, tak setia itu, tiap-tiap atom yang dimuka, elektronnya 1 (satu) lebih dari atom yang dibelakang. Tetapi sampai kebilangan 8, ke Atom Na, maka perubahan bilangan tadi menimbulkan perubahan sifat. Para atom yang ada setia tadi, menjadi atom yang setia, yang tak setimbang menjadi setimbang. Seperti do (rendah) sesudah tujuh tingkat naik sampai ketingkat do kembali, begitu pula Li sampai ketingkat Na, yang banyak persamaan dengan Li. Seperti do lebih tinggi lebih banyak mempunyai getar vibration (trilling) dari do rendah, begitu pula Na, yang terletak pada tingkat lebih banyak mempunyai elektron dari pada Li. Demikan juga pada ratus ribuan molekul mengandung zat-asli Carbon, kita dapati molekul, yang berada bilangan atom Carbonnya, seperit tepung, gula, minyak dan putih telur.
Kembali kita kepada benda yang kita “bikinan” Yang Esa ini. (sudah tentu Esa ini tidak diartikan dengan Hydrogen), anggap seperti benda yang tak ada bandingannya di dunia ini. Kita manusia, salah satu lagi benda yang terpenting buat adanya manusia di Alam Raya ini, ialah Hawa. Sedikit saja hawa lebih dari 40 derajat C, maka akl yang diulungkan itu sudah keluh kesah karena jasmani, sarangnya, itu kepanasan. Kalau hawa itu sampai ke 100 derajat C, maka seperti daging lembu, daging kita juga akan masak atau kalau dijemur, dipanas semacam itu ia akan menjadi dendeng. Kalau sebaliknya dibawah 0 derajat C maka dia perlu memakai baju bulu domba. Dan kalau terlampau jauh dibawah 0 derajat C itu, maka, rabu, jantung, hati, usus dan otaknya akan sama sekali berhenti bekerja. Pendeknya manusia mesti mempunyai hawa terkhusus buat manusia. Kita yakin bahwa di Nebula, gas-menyala, manusia tak bisa hidup. Malah tepung, gula dan minyak pun tak mungkin ada disana. Pada matahari saja, semua barang logam sudah jadi uap-logam Tanah atau air tak mungkin ada disana. Tetapi perubahan derajat-panasnya dalam jutaan tahun, dari Nebula sampai ke Matahari (bintang) dan dari bintang sampai ke Bumi kita, menimbulkan perubahan baru. Hawa yang tak mungkin buat manusia berubah menjadi hawa yang mungkin buat hidupnya manusia. Perubahan ini akan terus-menerus pula sampai sesudah berjuta-juta tahun kita akna mengalami perubahan sifat yang baru. Ke Hidup berubah menjadi kemustahilan-Hidup. Perubahan diatas akan berlaku terus-menerus di Alam Raya, yang tak terpermanai bersarnya dan tak terpermanai pula banyak bintang dan bumi dengan masing-masing umur dan keadaannya; ada yang yang terlalu panas buat manusia, ada pula yang aik buat manusia dan terlalu dingin buat manusia dan 1001 keadaan diantaranya semua kemungkinan tersebut.
Logika, ya itu ya; ya itu bukan tidak.
Dalam badan yang ditulang belulangi oleh kedua hukumnya Dialektika diatas, maka kita bisa berjumpa, dan mesti pegang teguh bahwa ya itu ya; tidak itu tidak, ya itu bukan tidak. Dalam hitung-menghitung ita yakni masyarakat manusia sekarnag, sudah sampai kepada Ilmu Matematika zaman sekarnag. Ilmu inipun sudah mesti dibagi atas beberapa cabangnya. Dalam mempelajari besar berat dan kodratnya massa (benda), masyarakat manusia, dibawah pimpinan masyarakat Eropa dan Amerika kita sudah sampai ke fisika, Ilmu Kodrat masa sekarang. Ilmu inipun mengandung cabang bermacam-macam. Dalam hal mempelajari undangnya zat berpadu dan berpisah, kita sampai ke Ilmu Kimia zaman sekarang, yang mempunyai beberapa cabang pula. Demikianlah seterusnya kita peroleh Ilmu Bintang, zaman sekarang Ilmu Bumi, Ilmu Tanah Logam, Ilmu Tumbuhan, Ilmu Yang Hidup (Biologie), Ilmu Badan Manusia, Hewan dsb. Semua Ilmu itu walaupun mesti berpisah-pisahan, buat menjitukan pekerjaan pada daerah masing-masing ada kena-mengena satu dengan lainnya. Dalam semua Ilmu Bukti, science seperti tersebut diatas, pertanyaan pasti mesti dijawab dengan jawab yang pasti: ya itu ya, bukan tidak. Tetapi Scientist yang ulung dan merdeka pikiran dan kemerdekaan pikiran ini ialah syarat terutama buat satu Ahli Bukit. Seperti saya ialah syarat buat terbangnya burung. Satu ahli merdeka dan ulung cerdas itu mesti tak sekejap boleh melupakan, bahwa ia dalam kandungan Dialektika, dalam perkara yang mengandung pertentangan, gerakan tempo dan seluk-beluk, dia mesti lepaskan undang ya itu ya nya. Dalam perkara semacam itu, dia mesti insyaf bahwa ya itu boleh tidak dan sebaliknya. Kalau dalam hal semacam itu dia tak lepaskan undang Logika dalam arti sempitnya, maka ia akan terlepas dari Dunia bukti, karena Dunia bukti akan melepaskannya. Dia akan terpelatnting ke Alam kosongnya ke Logika Mistika, ke Logika mati. Bukan kematian Logika, karerna matinya Logika pada otaknya manusia tiadalah berarti Logika bisa mati. Karena Logika sungguh cukup, mempunyai daerah di Alam Raya ini, yakni sebagai undangnya benda bergerak, berpadu dan berpisah, menolak dan menarik.
Pasal 9. HIDUP.
Bermula, maka lebih dahlu saya beri tahukan, bahwa perkara Hidup disini saya pakai seperti nama benda. Memang hal ini sering tejradi, umapamanya dalam kalimat, peperangan ini akan menentukan hidup dan matinya ......Juga dalam bahasa lain-lain pun dindunia acap sekali terjadi satu kata nama pekerjaan sebagai nama benda. Kata hidup itu dalam hal ini banyak tidak selalu cocok dengan jiwa.
APAKAH HIDUP ITU?
Memang pertanyaan itu buat kita manusia terpenting sekali. Tetapi walaupun common sense, pikiran biasa tahu apa yang hidup itu, susah sekali jawab pertanyaan itu dibentuk kedalam satu definisi, ketepatan.
Encylopaedia Britannica, Kamus Raja Inggris mendifinisikan Hidup ialah satu jenis gerak-gerik semata-mata dari pada Benda Hidup bikinan Tuhan (life is the kind of activities charactiristic of living creatures). Tentulah pembentukan definisi bukan ahli sembarangan. Pastilah pula definisi ini cocok dengan pengetahuan Biologi zaman sekarnag, tidak saja di Negara Inggris, tetapi diseluruh Eropa dan Amerika.
Walaupun begitu meskipun definisi semacam itu sudah memadai, tak ada salahanya kalau kelemahannya saya kemukakan. Definisi itu masih mengandung kesalahan yang sdangkan Aristoteles pun sudah suruh kita berjaga-jaga.
Hidup yang mesti dipastikan itu kita jumpai kembali pada akhir kalimat ialah pada benda Hidup bikinan Tuhan, Life di jumpai kembali pada living creatures! Life dan living bedanya hanya yang pertama dipakai sebagai nama barang, yang kedua sebagai nama pekerjaan. Kita terpaksa bertanya lagi: apakah yang hidup, bikinan Tuhan itu? Apakah yang “living creatures” itu? Jadi seperti orang menghasta kain sarung definisi tadi tak memberi keputusan circulo in defiando.
Selain dari pada kelemahan diatas, definisinya Encyclopedia tadi, cuma memenuhi syarat Logika, tetapi kurang mengandung kebendaan, walaupun ada menyebut Benda, ialah ,Benda bikinan Tuhan, creatures, seluk-beluk, kena-mengena dan perlantunan hidup (life) dengan Benda yang disini disebut ia ini, alam dan keadaan alam, sama sekali tiada tercantum. Dengan begitu Definisi tadi tidak saja kemiskinan kebendaan, tetapi sama sekali ketiadaan Dialektika.
Kalau mau definisi yang cocok dengan Logika saja, saya pikir lebih baik pakai definisi yang negative saja, umapamanya: Hidup yaitu bukan mati.
Marilah kita adakan classificatin (peng-jenis-an) yang sederhana, barangkali kita bisa mendapat definisi yang sederhana, walaupun “classification” satu pasal yang penting dalam ilmu Logika, buat mencari kependekan dalam segala-gala, saya sengaja menyingkirkan pasal ini. Tetapi dari maksudnya classification: (peng-jenis-an) ialah meyusun segala bukti yang mau diperiksa, menurut persamaan dan perbedaan diantara segala bukti itu. Dengan begitu kita boleh jadi bisa mendapatkan undang yang menguasai segala bukti itu. Bukti yang akan saya kemukakan memang syah, penting dan sudah diperalamkan oleh science. Kalau tidak tentulah undangnya salah atau belum sempurna.
Segala bukti dari Yang Ada ia ini Yang Hidup dan tak Hidupnya akan kita jeniskan (classify) disini semua pokok perkara belaka. Sebab tentu begitu, sebab ilmu yang berkenaan dengan Yang Ada itu bukanlah Ilmu yang mudah dituliskan dalam Satu buku berapapun besarnya. Apalagi kalau mau dituliskan dalm satu setengah halaman seperti maksud “penjenisan” (classification) kita ini.
- Yang tak Hidup, yang mati itu di Alam Raya ini sudah lebih dari satu kali kita bilang ialah terdiri dari 92 zat-asli, elements. Kita ambil yang pening saja diantaranya, buat Yang Hidup yaitu H (ydrogen), C (arbon), dan O (xigen). Semua zat-asi di Alam Raya ini berdasarkan proton dan elektron dengan undangnya yang sudah dikenal.
- Diantara Yang Hidup itu pada tingkat pertama kita jumpai. Tumbuhan, persamaannya dengan Yang Mati ialah keduanya mempunyai H, C 2 CO; kedu jenis ini sama tiada bisa berpindah sendirinya dan sama tiada mempunyai anggota buat berpindah sendirinya, keduanya sama tiada mempunyai pancaindera dan anggota buat menghancurkan makanan. Perbedaan Tumbuhan dengan Zat yang Tak Hidup itu, ialah tumbuhan bisa sama sekali meneruskan adanya (hidupnya) dengan mengambil makanan dari Benda Mati (H, C dan O), tetapi Yang Mati tiada bisa. Yang Mati tak bisa, tetapi tumbuhan menerbitkan putih telur (protein) tepung dan gemuk. Perbedaan besar Yang Mati, ialah tumbuhan selama ia ada bisa meneruskan “sendirinya” mengambil makananya dari udara dan tanah, dengan begitu ia meneruskan adanya. Berbeda dengan Yang Mati, seperti Arloji yan mesti diputar berulang-ulang supaya dia kembali berjalan. Akhirnya Yang Hidup beranak bercucu turun-temurun: yang mati tiada begitu.
- Hewan: Diantara Yang Hidup, yang lebih tinggi dari pada yang Tumbuhan, ialah Hewan. Persamaan Hewan dengan Yang Tak Hidup dan dengan Tumbuhan, ialah semuanya mengandung zat H, C dan O. Perbedaannya Hewan dengan Tumbuhan yang Mati ialah hewan mempunyai anggota buat berpindah-pindah (berjalan), mempunyai pancaindera dan anggota lain-lain, seperti usus, jantung, hati dsb, akhirnya ia berkembang biak. Persamaan Hewan dengan Tumbuhan, keduanya bisa meneruskan adanya dengan makannya lagi pula, Hewan dan Tumbuhan mengandung putih telur, gemuk dan tepung, tetapi Yang Mati tiada. Arloji itu mati kalau tiada diputar. Lagi pula zat Mati manapun juga tak bisa menimbulkan putih telur dan CO2. Yang Mati (elements, zat asli) tetap, Yang Hidup bekembang biak.
- Manusia yakni Hewan Berakal. Persamaan dan perbedaan manusia dengan Benda mati dan tumbuhan dalam garis besar di atas sama manusia dengan persamaan dan perbedaan Hewan dengan Benda Mati dan Tumbuhan. Sebagai Hewan tentu manusia mempunyai semua sifat besar tadi yang ada pada Hewan; mengandung putih telur dan CO2 bisa berpindah-pindah menersukan adanya dengan makanan, mempunyai pancaindera, hati, jantung, perut dll. dan akhirnya kembang biak. Selama dia ada anggotanya bekerja sendirinya, bukan seperti arloji perlu diputar berkali-kali. Perbedaan dengan Hewan, ialah manusia mempunyai kesanggupan untuk mengetahui Alam Raya, memperalamkan Benda, kodrat benda, tumbuhan Hewan dan manusia sendiri, membentuk pengertian, paham dan Teori dengan cara Mistika, Logika dan Dialektika. Pendeknya manusia pandai berpikir, tetapi Hewan Cuma mempunyai “instinct” (naluri) saja.
Atas 4 ikhtisar ini kita bisa mengadakan Peninjauan. Persamaan besar diantara yang Mati (1) dan yang Hidup (2, 3, 4). Kita dapati adanya zat-asli H, C dan O yang berdasarkan proton dan elektron serta hukum- hukumnya.
Perbedaan besar diantara Yang Mati (1) dan Yang Hidup (1, 2, 3), ialah:
- Yang Mati tak bisa mengadakan putih telur dan CO2 tetapi yang hidup bisa.
- Selama adanya (hidupnya) Yang Hidup dia bisa meneruskan hidupnya dengan terus-menerus sendirinya, mengambil makanan dari kelilingnya, tetapi kebiasaan ini tak terdapat pada Yang Mati.
Persamaan Kecil diantara 3 jenis Yang Hidup: Tumbuhan, Hewan dan Manusia.
- Ketiganya itu berdasarkan zat putih telur & Co.
- Ketiganya bisa meneruskan adanya dengan terus-menerus, mengambil makanan dari kelilingnya dan membentuk makanan itu buat meneruskan adanya dan tumbuh atau kembang biaknya
Perbedaan kecil diantara 3 jenis Yang Hidup.
- Tumbuhan tak perlu dan tak bisa berpindah mencari makananya: Makanan diperolehnya di udara, dan dari tanah dimana tempat yang cocok buat tumbuhnya. Hewan dan manusia perlu dan bisa berpindah buat mencari makanan dan jodohnya dan buat menghindarkan musuhnya.
- Tumbuhan tak mempunyai anggota terkhsuus buat berpindah (kaki) dan buat mendengar, melihat dsb. Hewan dan manusia lengkap dengan kaki dan tangan, mata dan telinga, hati jantung, urat nadi, sarat, otak dsb. buat mencari makanan, kawan serta menyingkiri atau menewaskan musuh dalam kehidupannya.
Persamaan antara Hewan dan Manusia.
- Keduanya bertubuh pada zat yang berupakan daging dan tulang-belulangnya. Keduanya bisa meneruskan adanya dengan terus-menerus makanan yang diperolehnya menjadkan darah daging dan tulang-belulang dengan pertolongan anggota dalam badannya yang sendirinya bekerja terus-menerus sepserti mesin yang automatic, tak perlu pertolongan dari luar.
- Keduanya jenis ini mempunyai anggota terkhusus, buat mencernakan makanan, berpindah, mendengar, melihat dsb. terutama keduanya mempunyai anggota terkhusus buat berjuang dan mengadakan turunannya.
PERBEDAAN
- Pertama sekali terdapat pada quantity (besar) dan (quality) sifat tata sarat fan otak.
- Hewan Cuma bernaluri (instinct) Manusia itu berakal.
Cocok dengan ilmu berpikir berdasarkan Madilog, sekarang kita cari apa yang Matter, yang benda pada 4 perkara itu, ialah adanya beebrapa atom seperti H, C dan O berdasarkan proton dan elekron serta hukumnya. Bagaimana juga bentuknya benda, berupa batu atau besi, air atau udara, Tumbuhan atau Hewan, monyet atau Manusia, semuanya boleh disusutkan kepada proton dan elektron, kepada atom. Tetapi banyak dan susunannya atom pada Yang Mati dan Yang Hidup itu berlainan. Perlainan itulah yang menimbulkan perlainan sifat pada Yang Mati dan Yang Hidup itu.
Jadi menurut banyak dan susunan atom di Alam Raya ini kita sekarang bisa mengadkan pemisah besar yakni:
- Yang Mati berupa bumi sebagai kumpulan zat asli (element), bintang, matahari, udara, cahaya sinar, hawa dan seterusnya, yang akan kita pendekkan dengan perkataan keadaan atau keliling (environmente). Zatnya bukan putih telur & Co.
- Yang Hidup berupa Tumbuhan, Hewan dan Manusia yang semuanya terkumpul pada yang berbadan (organis). Zatnya mengandung putih telur & Co.
- Diantara Yang Hidup dan Yang Mati, diantara yang berbadan bersama dengan kelilingnya (organis dan environment)adalah perkenaan dengan kekal. Tumbuhan, Hewan dan Manusia mengambil zat asli dari kelilingnya tumbuhan dari bumi dan udara, manusia dari bumi udara dan tumbuhan serta hewan menukar zat asli menjadi zat badannya, masing-masing berupa kayu, daun, daging atau tulang dan kalau sampai ajalnya mengembalikan badannya kepada kelilingnya. Perkenaan antara Yang Hidup dan Yang Mati itu oleh Yang Hidup dijalankan dengan anggota yang berkenaan, udara dilayani oleh paru dsb. pekerjaanya anggota itu sebab belum dapat perkataan lain saya nama saja “peranggotaan”. dalam Biologi, peranggotaaan itu dinamai Function.
Biologi ialah slah satu dari pada Ilmu yang menyelidiki yang berbadan. Seperti Herbert Spencer, Biologi mengambil tempat dipusat penyelidikan itu, sedangkan Ilmu Fisika (kodrat) dan Kimia menjadi dasar serta Ilmu Jiwa dan Ilmu Masyarakat menjadi maksudnya penyelidikan tadi. Biologi, Ilmu yang Hidup tadi, mengadakan penyelidikan itu dengan memakai 3 perkara tadi, yakni keliling (environment), yang berbadan (organism) dan Peranggotaan (Fuction) sebagai 3 coordinates (sangkutan) ialah beberapa antara (distances) yang ditentukan dari 3 sangkutan, berganti-ganti. Bagaimana Biologi membentuk definisi atas 3 coordiantes (sangkutan) itu sudah saya tulis sebagai titik melangkah pasal ini. Kalau mesti saya membentuk definisi itu atau 3 sangkutan (coordinates) itu, maka saya kira bisa majukan seperti beriktu: Hidup, ialah kodrat yang sendirinya terus-menerus (automatic) bisa menukar zat asli menjadi zat badannya sendiri.
Tetapi saya sendiri tiada putus dengan definisi semacam ini. Memang definisi semacam ini berdasarkan Benda dan cocok dengan Logika. Hidup dimasukkan pada golongan yang lebih luas ialah Kodrat. Berbeda dengan Kodrat lain, kodrat bernama hidup ini bisa “sendirinya” menukar zat asli (element) menjadi zat badannya tumbuhan atau Hewan. Kesalahan menghesta kain sarung (circule indetinicondo) juga disingkiri. Begitu juga kesalahan yang lain-lain. Walaupun begitu, definisi ini masih kekurangan, ialah kekurangan tempo, kekurangan sejarah.
Kita masih ingat apa yang diuraikan pada permulaan buku ini, ialah Matematika juga memakai 3 definisi (besaran), seperti panjang, lebar dan tinggi. Tetapi buat mengadakan perhitungan yang lebih sulit dan dalam Matematika memkai dimensi yang ke-empat. Kita masih ingat pada Minkowsky yang mendasarkan dimensi ke-empat itu pada tempo. Tempo ini diandaikan bersiku (perpendicular) pada masing-masing tiga dimensi yang lain.
Buat mengadakan definisi yang lebih sempurna tentangan Hidup itu saya pikir juga perlu diadakan dimensi ke-empat, yaitu tempo itu. Pada permulaan buku ini juga sudah dimajukan pentingnya penyesuaian diri (adatability) bagi sesuatu yang berbadan pada kelilingnya. Jadi penyesuaian diri itu (adaptability) ada mengandung perkara tempo, sebagai dimensi ke-empat.
Keliling, badan mengandung perkara tempo. Tetapi masing-masing boleh dipikirkan sendirinya. Sebaliknya penyesuaian itu mesti mengandung lebih dari satu diri. Kita masih pikirkan diri yang menyesuaikan dirinya ini sendiri sebagai diri ke I dan tempatnya penyesuaian itu dengan perantaran anggota sebagai diri ke II. Penyesuaian itu mesti mengandung tempo sebgai perkara yang penting. Umpamanya satu badan tumbuhan yang menyesuaikan dirinya pada tempat yang baru dengan perantraaan anggotanya tentulah menuntut tempo yang tentu diketahui hasilnya.
Akhirnya penyesuaian diri dala tempo itu, juga mengandung tolong-menolong diantara mereka dalam satu jenis. Sebaliknya pertarungan terus-menerus antara diri sendiri dan orang lain dalam satu jenis atau antara sendiri atau sejenis dengan diri atau jenis lain dan akhirnya dengan alam kelilingnya. Termasuk pula dalam penyesuaian yang berlaku dalam tempo itu, perkara yang berhubungan dengan turun-menurun (inheritence) baik turun-menurunnya sifat asli ataupun sifat yang diperoleh.
Demikianlah sekarang kita sampai ketingkat Dialektika dari madilog. Dengan sematang dan cara dialektika sekarang kita memandang berganti-ganti dengan tiada melupakan perkenaan dan perlantunan dengan seluruhnya kepada empat coordinates kita; 1. Keliling, 2. Yang berbadan, 3. Peranggotaan dan 4. Penyesuaian.
Dengan tiada melebihi satu katapun saya berani bilang, bahwa 1001 contoh bisa dimajukan buat pendalaman penjenisan (classification) yang diatas.
Dari badan hidup yang terkecil sampai badan manusia, ialah badan yang tersulit memang penuh contoh yang mengandung 4 perkara itu. Dari segala contoh itu, kita ambil definisi yang kita maksudkan. Karena banyaknya itu, maka kita kekurangan tempat dan tempo buat menyelidiki satu persatuannya. Tetapi karena semuanya bisa dipakai, karena semuanya mendandung sari yang sama, mak akita bisa susutkan penyelidikan itu pada badan (hidup) terkecil dan badan tersempurna: Pada amuba dan pada manusia berjuta-juta badan diantara keduanya itu, jutaan jenis tumbuhan dan hewan ..............(hewan yang punah dan hidup saja lebih kurang ada dua juta (2.000.000) jenis, baiklah kita lampaui saja).
Bermula maka badan manusia dan hewan itu terdiri atas berjenis-jenis anggota. Hampir tak ada bagian badan yang bukan anggota dan kerja sebagai anggota-menganggota, kulit untuk merasa dan mengeluarkan keringat, mata melihat, hidung pencium dsb, jantung sebagai pusat pengairan dengan darah, rabu pusat erygeen dan lain-lain anggota; syarat dan otak sebagai general staf, Markas besa Balatentara, yang mengatur jalannya sekalian anggota itu. Yang bukan makanan itu dikeluarkan sebagai ampas, atau kalau tinggal dalam badan bisa mengganggu kesehatan atau jiwa kita. Badan kita dan hewan boleh dimisalkan dengan satu mesin, satu mesin yang paling sulit dan bisa bekerja, terus bekerja sendirinya. Selama hidup: mengambil, mencernakan makanan, menukar makanan tadi jadi darah, daging, nadi, syarat, tulang dsb dan mebagikan zat badan tadi keseluruh tubuh kita. Sebaliknya mengeluarkan ampas dari badan kita, seterusnya menurunkan badan kita pada anak dna cucu. Buat mencair makanan dan meneruskan turunan perlulah pertarungan seru dan kekal dikeliling kita.
Sebaliknya, pula koperasi, tolong-bertolong yang rapi. Dalam riwayat bertarung dan tolong-bertolong dalam jutaan tahun itu, majulah bermacam-macam anggota pada satu badan. Anggota yang bermacam-macam bentuk dan kerjanya itu, semunya pada hwan tinggi umumnya, dan manusia terkhususnya diatur jalannya oleh Markas Besar bernama syaraf dan otak-otak.
Masing-masing anggota dibagi pula atas urat dan nadi berjuta-juta dan urat serta nadi tadi terbagi pula atas cel (cel aslinya dair bahasa latin, ialah bilik). Semenjak para ahli Schleiden dan Schwann (1834) cel itu pada satu pihak dianggap sebagai susunan, atau badan terkecil, dan pada pihak lain sebagai ukuran satuan (unit) dari penganggotaan atau physiogical activite.
Cel, kalau dibagi terus kita dapati protoplasma. Menurut Huxley, maka protoplasma inilah benda lantai semua yang hidup; protplasma inilah yang banyak mengandung putih telur yang kita jumpai pada telur susu dan tampang. Lebih dari 51 % zatnya putih telur terdiri dari carbon. Putih telur terdapat pada semua celnya yang hidup.
Kembali kita pada Cel. Bermacam-macam besarnya cel dan berjuta hewan itu. Banayk pula bakteria (kuman) yang Cuma bisa tampak dibawah teropong saja. Tetapi banyakpula cel yang tampak oleh mata telanjang. Bagaimana juga, scientist pada tingkat ilmu bukti masa sekarang, menganggap cel itu sebagai benda yang bisa menunjukkan (membuktikan) “hidup” tetapi seperti atom tak bisa dibagi lagi sebagai “benda hidup”.
Setelah hawa bumi kita ini pada satu tempo turun pada satu tingkat, maka sebagai hasil akibat “undang” perubahan bilanagan menjadi perubahan sifat timbullah “benda hidup” pertama, ialah amuba. Inilah Benda-hidup yang terkecil yang terdiri dari satu cel saja.
Adapun panas (temperatur) badannya amuba ini, machluk asli ini “sama” dengan panas air tempatnya tinggal. Apabila panasnya air itu berubah, maka perubahan itu membahayakan hidupnya amuba itu. Buat menghindarkan tiada lain daya amuba melainakn melarikan diri dari tempat itu. Jadi sang amuba belum mempunyai anggota terkhusus buat menyesuaikan dirinya dengan pertukaran hawa.
Ratusan, jutaan tahun sesudah amuba lahir, bagaimana kita melalaui berjenis-jenis benda hidup ber-cel satu atau lebih dan takluk pada hukum “perubahan” bilangan menjadi perubahan sifat serta “hukum Pembatalan kebatalan”, maka kita sampai pada tingkat Nominal (hewan yang melahirkan anak hidup-hidup) yang termasuk juga manusia, dinamakan berdarah panas.
Maka badan yang berdarah panas ini umumnya dan badannya manusia terkhususnya, tidak lain melainkan reaksi Alkimiah (chemical reaction) yang tak terhitung banyaknya dan tak berhenti berlaku. Masing-maisng reaksi dari bermacam-macam percampuran, perpaduan dan perpisahan zat dalam badan kita itu dijalankan dengan kecepatan yang tentu dalam tempo yang pasti pula. Hasil dari bermacam-macam perpaduan dan perpisahan dalam rabu, jantung, perut dsb itu, hasil pengiriman kabar masuk dan keluar melalui anggota mata, telinga, kulit dsb melalui syaraf dan otak itu; jadi hasil mengambil bahan, membikin darah dsb membahagikan zat keseluruh badan, mengatur semua penghasilan, pengangkutan dan pebahagian itu dengan urusannya Markas Besar sendiri mesti terjadi pada tempo yang tentu. Tak ada anggota yang boleh lalai atau terlampau cepat.
Pada satu pabrik bikinan manusia yang paling gampang pula, mestilah ada “kecocokan” tempo bekerja buat satu-satu departemen (bagian). Pengarang dalam satu percetakan tak boleh terlambat mengirimkan karangannya. Mesin tak boleh terlambat menghabiskan cetakan pertama buat dikoreksi. Surat kabar dan pengirim tak boleh lalai menjumpai langganan. Bagian technik, administrasi dan pembagian mesti menjalankan kewajibannya pada tempo yang pasti. Baru bisa didapati satu harmoni, baru diperoeh satu orkestra dimana berjenis-jenis perkakas bisa menimbulkan satu bunyi, paduan bunyi yang merdu.
Apalagi Badan Manusia yang tersulit diatas bumi ini, yang terjadi dari bermacam-macam anggota, yang hasil dari berbagai-bagai reaksinya itu mesti mengadakan harmoni, penyesuaian pula.
Reaksi Alkimiah dalam Badan kita masing-masing dijalankan dengan kecepatan yang tentu. Tetapi kecepatan tidak saja di tentukan oeh sifat kerjanya sendiri, tetapi juga oleh hawa panas dan dingin. Kecepatan bekerjanya perpaduan dan perpisahan itu turun naik dan turun naiknya panas.
Seandainya seluruh Badan kita, bisa mengadakan harmoni dari bermacam-macam anggotanya itu pada panas 36º C. Pada hawa ini tiap-tiap anggota bisa menganggota, yakni menjalankan kewajibannya sendiri. Seterusnya anggota itu pada hawa tersebut, kecepatannya kerja itu cocok pula dengan orkes, harmoni pekerjaan sekalian anggota.
Sekarang panas tadi berubah dari 36 derajat Celcius menjadi 10 serajat. Satu anggota susah atau mustahil bisa mencocokkan cepatnya kerja dengan harmoni dari seluruhnya anggota. Yang lain tak begitu dipengaruhi oleh perubahan hawa itu. Akibat buat bermacam-macam anggota itu tentulah satu kekacauan atau malapetaka. Tetapi pada manusia kita dapati pembatalan kebatalan. Pada manusia (yang berdarah panas) kita dapati penyesuaian. Panas badan kita sedikit sekali berubahnya, walaupun hawa diluar badan kita turun naik dengan banyak angka. Panas itu tetap buat seluruh Badan. Akhirnya panasnya badan kita itu hampir tetap buat berlainan tempat. Inilah yang dinamai para ahli “Constancy of the Internal Environment” aritnya “ketetapan panas dalam Badan”. Berlainan dengan amuba & Co. Buat mengatur setimbangnya yang hilang dengan yang tumbuh itu mendapat anggota terkhusus, buat mengendali panasnya badan. Panas yang hilang ditimbangi oleh panas yang dibikin dalam badan itu. Ada perawat terkhusus dalam badan kita, badan manusia.
Dengan “ketetapan panas badan” kita itu, badan kita bisa memilih reaksinya Alkimiah yang cocok dengan panas yang tetap tadi, kita tak perlu memperdulikan akibatnya perubahan panas diluar badan kita itu. Kita tak perlu lari, seperti sang Amuba, buat menyingkiri sedikit perubahan panas diluar Badan kita. “Perubahan” panas diluar “Badan” kita, dijawab dengan “ketetapan” panas dalam badan kita. Dengan begitu kita bisa menyesuaikan diri dengan perubahan hawa.
Penyesuaian diri itu dan berhubung dengan itu anggota buat penyesuaikan diri dengan keliling itu tiadalah diperoleh dengan tiba-tiba pada satu tempo saja. Anggota baru buat penyesuaian diri itu didapat sesudah jutaan tahun, sebagai hasil dari evolusi. Dari yang hidup ber-cel satu seperti Amuba sampai ke Hewan Yang Berdarah Panas mesti menempuh jutaan tahun. Ahli zaman sekarang tiada bisa semenitpun, dalam pekerjannya berpikir itu meandaikan, bahwa sesuatu Badan atau sesuatu anggota itu bikinan Dewa Ra atau Mahakuasa yang manapun juga. Dia mesti melangkah dengan dan mesti mengaku penuh kebenarannya Evolusi.
Yang menjadi pertikaian pikiran, Cuma bagaimana Evolusi itu berlaku. Perkara “bagaimananya” tentulah susah dijawab, karena sejarahnya manusia umumnya dan sejarahnya Ilmu Biologi terkhususnya amat pendek, kalau dibandingkan dengan sejarahnya Yang Hidup. Walaupun Ilmu berpikir bertambah jitu, perkakas pemeriksa bertambah pasti, peralaman baru bertimbun-timbun, penggalian tulang-belulang Yang Mati (punah) banyak memberi keterangan dan simpulan baru, belumlah semuanya dapat memberi kepastian atas “bagaimana” berlakunya Evolusi ini.
Berhubung dengan “bagaimana” berlakunya Evolusi itu, kita berjumpa dengan empat teori. Sebetulnya Cuma tiga, sebab teori yang ke-empat Cuma mengisi yang pertama. Pertama, Lamark & Co menganggap Keliling itu membentuk Badan dan anggotanya semasa sejarahnya sesuatu jenis hewan.
Kedua, Keliling sama sekali tiada mempengaruhi Badan dan anggota sesuatu jenis, sesuatu jenis hewan baikpun langsung atau tak langsung. Badan dan Anggota sebagai hasil turun-temurun itu mengandung dan melakukan nasibnya (takdirnya) sendiri (predetermined).
Ketiga, Keliling dengan tata langsung memang membentuk badan dan Anggotanya. Keliling membantu beberapa perubahan pada Anggota turunan. Anggota yang cocok dengan keadaan yang baru, dibantu dan yang tiada cocok dilenyapkan. Inilah teori Darwin.
Yang ke-empat Cuma buat memenuhi yang pertama. Keliling dianggap membentuk Badan dan Anggotanya dengan jalan tak langsung. Badan itulah yang menyesuaikan dirinya dengan Keliling. Dengan begitu anggotanya jadi berubah. Perubahan susunan anggota ini diturunkan pada turunnya.
Kita lihat pada teori pertama, Lamark satu pekerjaan yang terjadi dari satu pihak saja ialah dari Keliling semata-mata. Ini cocok dengan materialisme yang mekanis, berlaku seperti mesin. Tak ada perlantunan.
Teori kedua ada berbau “nasib” takdir berbau ke-Tuhanan yang menentukan nasib itu lebih dahulu.
Pada Darwin, pada teori ketiga kita ada jumpai seluk-beluk. Badan dan anggotanya bukanlah semata-mata benda passive, penerima saja seperti tanah liat, yang bisa dibentuk sesukanya. Bukan periuk saja. Juga bukan benda yang sudah dinasibkan bisa membentuk dirinya sendiri dengan tiada memperdulikan kelilingnya. Ilmu Biologi pada masa ini lebih berdekataan dengan teori Darwin dari pada teori yang lain-lain.
Pada Darwin kita dapat seluk-beluk antara hewan dan Kelilingnya tiada bersimaharajela membentuk hewan semau-maunya. Hewanpun tiada bersimaharajalela membentuk dirinya sendiri. Keliling membantu anggota yang cocok dan melenyapkan anggota yang janggal. Hewan memperbaiki anggota itu pada turunnya, karena betina memilih laki yang tergagah, terpintar menyanyi atau menari dan yang paling cantik buat jodohnya. Dengan begitu lama, lembut badan dan Anggotanya sedikit demi sedikit berubah sampai sesuai dengan Kelilingnya. Semuanya mengandung sejarah yang lama sekali.
Penyesuaian terjadi diantara sesuatu Badan dan Anggota dengan Kelilingnya. Penyesuaian itu dijawab oleh Badan kita dengan Anggota yang berkenaan. Tadi sudah dibilang, bahwa badan kita mempunyai anggota pesawat terkhusus buat mengatur setimbangnya panas yang hilang dengan panas yang ditimbulkan. Akan terlalu panjang bagian tulisan ini dan akan melampaui maksud kalau disini mesti diuraikan pula. Bagaimana semua anggota dalam badan kita menganggotakan semua setimbangan itu. Memadailah sudah, kalau kita bilang, bahwa cukup peranggotaan dalam badan kita buat mengadakan, tidak saja panas yang tetap tetapi juga gula, putih telur, Oxygen dll yang tetap banyaknya.
Dalam semua hal ini kelihatan, bahwa Badan kita ini ialah satu pabrik yang sangat sulit, satu proses-alkimiah, yang tak berhenti kerjanya dan bekerja sendiri saja. Sendirinya semua pesawat dalam badan kita mengurangkan yang lebih dan menambah yang kurang. Tiada ia menunggu perintah dari supir atau masinis. Akhinrya teranglah pula, bahwa pabrik maha ajaib, yang automatic ini ialah hasil dari penyesuaian diri dengan Kelilingnya dalam berjuta-juta tahun.
Cukuplah sudah kita membentangkan kiri-kanan. Sekarang sampailah waktunya buat mengadakan simpulan. Kembali kita pada maksud buat membikin definisi tentang Hidup dengan memperhatikan 4 sangkutan ini yakni Keliling, Yang Berbadan, Peranggotaan dan penyesuaian. Maka sekarang definisi itu bisa dibentuk dengan Hidup, ialah Kodrat dan bisa menukar zat asli jadi zat badannya itu, sebagai hasil dari penyesuaian Badan dan Peranggotaan dengan perubahan Kelilingnya (sedikit keterangan!). Pada definisi ini Kodrat dianggap golongan yang lebih dari hidup. Kodrat itu termasuk baik pada yang Mati ataupun yang Hidup. Perbedaannya Kodrat yang Hidup dengan yang Mati, ialah yang pertama bisa menukar zat-asli jadi zat-bahannya (yang mengandung putih telur & Co).
Kodrat ini adalah hasil dari penyesuaian Badan dan Anggota dengan Kelilingnya. Perkataan “hasil” itu mengandung pengertian tempo.
Buat peramtaan, maka keempat definisinya Hidup itu saya tuliskan dibawah ini:
- Hidup ialah satu jenis gerak-gerik (activiteis) semata-mata dari pada Benda (hidup) berkenaan Tuhan (living creatures).
- Hidup yaitu yang bukan mati (sebagai definisi tandingan, (saingan) oleh penulis ini).
- Hidup ialah kodrat yang sendirinya terus-menerus (autoamtic) bisa menukar zat-asli (element) menjadi zat-badannya sendiri. (Oleh penulis! Berdasarkan Badan, Peranggotaan dan Keliling).
- Hidup, ialah Kodrat, sebagai h a s i l dari penyesuaian Badan dan Peranggotaan dengan Kelilingnya, dan bisa menukar zat-asli menjadi zat-badannya. (Oleh penulis! Berdasarkan 4 sangkutan coordinates).
Pasal 10 UNDANG SEJARAH YANG HIDUP.
Dalam sejarahnya benda yang terkecil serta kodratnya ialah atom sempai menjadi Alam Raya sekarang kita sudah saksikan, bagaimana kuasanya undang Dialektika beralasan benda itu. Sebagai tulang-belulang pada sesuatu badan, begitulah pula undang Dialektika itu membatasi daerahnya. Dalam daerah inilah bisa dan mesti bekerjanya Logiika. Dalam berjuta-juta tahun, pada hawa maha panas berkurang-kurang sederajat demi sederajat atom dari hydrogen bertambah elektron satu demi satu, sampai kesaatnya: ini bukan lagi atom dulu dan belum lagi baru. Apda saat ini atom tadi, ialah lama dan baru. A = non A Kemudian timbullah atom baru, dengan begtu terjadilah pembatalan kebatalan.
Demikianlah kita sampai kepada 92 jenis atom yang sudah diketahui pada masa ini.
Menurut hukum “perubahan bilangan menjadi perubahan sifat” sampai kepada sesuatu benda itu menjadi baru dan lama (A = non A) dan akhirnya tiba dihukum “pembatalan kebatalan” kita dapatkan 92 element (zat-asli sekarang) yang membentuk jarinya jadi bermacam-macam molekulen. Yang terakhir ini menurut hukum tadi juga, terutama berhubung dengan tambahnya carbon, diantara ratusan ribu paduan carbon kita jumpakan tepung, gemung dan putih telur.
Sekarang putih telurlah yang akan kita pakai buat titik melangkah. Pada putih telur ini kita jumpakan hukum A = non A. Kalau kita bertanya apakah telur ini yang Mati atau yang Hidup, maka kita bisa jawab dengan ya semata-mata atau t i d a k semata-mata. Logika sudah terlepas kekuasannya pada titik ini. Kita mesti bernaung dibawah Dialektika. Kita mesti jawab dengan y a dan t i d a k. Putih telur ialah sesuatu sipang, kedaerah yang Hidup dan kedaerah yang Mati.
Menurut garis besarnya saja dalam sejarahnya putih telur pada panas yang turun dari sederajat demi sederajat kita mesti sampai kesaat baru itu lama. A itu non A. Akhirnya sesudah yang Hidup (Biology) pada tingkat eskarang dianggap sebagai satuan (unit) dari yang Hidup. Cel tak bisa dibagi lagi. Aklau dibagi kita tak mendapatkan yang kita sekarnag namakan yang Hidup lagi. Kalau seandainya Cel yang dianggap lebih dulu dari pada putih telur, maka lakon tadi berjalan sebaliknya yakni dari cel ke putih telur. Hal mana yang dulu itu tak penting pada bagian ini. Yang penting ialah a p a dan b a g a i m a n a berlakunya undang sejarah Yang Hidup itu. Pada ilmu yang bersangkutang (seperti Biology dsb). dengan Logika dan perkakasnyalah terserah kewajiban buat menentukan mana yang pertama mana yang kemudian, diantara tiap-tiap buktinya. Cel pada satu pihak membatalkan benda yang dibelakang sejarahnya ialah putih telur tadi. Tetapi terhadap pada benda didepan sejarahnya ia bermuka dua. Ia adalah simpang buat dua arah. Ia adalah A = Non A. Satu arah menuju pertumbuhan. Arah yang lain menuju ke Hewan. Pada cel pertama sekali didapat benda kedunya “baru dan lama”, tumbuhan dan hewan; A = Non A.
Terus sejarah berjalan selangkah demi selangkah, sampai ke “pembatalan kebatalan”. Sekarang kita pasti bisa memisahkan tumbuhan dari hewan. Tumbuhan itu tidak lagi hewan dan hewan itu tidak lagi tumbuhan, seperti pada satu saat yang lampau.
Tidalah disini akan kita ikuti sejarahnya bermacam-macam tumbuhan yang masih Hidup diseluruh bumi kita ini saja atau pun yang sudah. Tiadalah kita bisa dan perlu mengikuti sejarahnya kurang lebih 2.000.000 jenis hewan yang masih hidup di bumi dan yang sudah punah tetapi ditemui tulang-belulangnya terkubur di daratan dan lautan. Yang akan kita majukan Cuma undang sejarahnya saja. Undangnya itu tiada lain melainkan undang yang berlaku pada Benda terkecil, benda yang kita namai mati itu dan yang terbesar ialah Alam Raya: bermula perubahan bilangan menjadi perubahan sifat, sampai ketingkat pertengahan: A itu sama dengan non A, baru itu lama, akhirnya berlaku pembatalan kebatalan.
Begitulah dalam garis besar saja pada sejarah Yang Hidup dalam jutaan tahun dari Yang Hidup bercel satu saja dari pada Amuba yang hidup dalam air tadi lama-kelamaan kita sampai pada ikan yang emmpunyai banyak cel dan akhirnya pada amfibi: binatang yang hidup di air dan daratan seperti kodok.
Menurut hukum Dialektika tadi, maka radai (fins) yang kita dapati pada gerundang seperti pada ikan sudah berganti menjadi kaki pada kodok. Insang pada gerundang, seperti terdapat pada ikan, ialah teman sealamnya, sudah menjelma menjadi rabu. Didarat, dimana udara lebih membutuhkan sokongan (tongkat) dari pada didalam air, maka kaki tangan kodok boleh dipakai sebagai tongkat. Kaki tangan boleh dipakai pula buat bergerak serta jari boelh dipakai buat memegang dan memeluk. Tata saraf (nervous-system) yang terbawa oleh kemajuan tulang-belulangnya kaki tangan bisa maju dalam kehidupan pada keadaan baru. Pilihan alam diantara anggota yang cocok dalam pertarungan seru dan tak habis-habisnya, yang mesti di alami sang kodok, pertukaran anggota sedikit demi sedikit, dari bapak turun keanak, kecucu-kecicit akhirnya menimbulkan y a dan b u k a n, kodok. Sampai kita pada hukum pembatalan kebatalan, ke binatang MENJALAR seperti ular dsb. disini faktor (perkara) baru, yang penting buat yang hidup umumnya dan manusia terkhususnya, timbul ailah menampakkan dirinya lebih terang: otak Yang dinamai otak depan itu pada binatang yang menjalar lebih besar dari pada yang terdapat pada ikan dan kodok. Tiada mengherankan karena keadaan didarat dan pertarungan didarat adalah bermacam-macam. Perubahan hawa, angin, topan, hujan, panas, sejuk, dsb lebih berpengaruh pada binatang yang hidup di darat dari pada yang hidup didalam air mencari makanan buat diri, kawan dan anak didaratan yang penuh dengan musuh dan bencana alam sendiri, menuntut anggota yang lebih sempurna dari pada ketika hidup dalam air. Alam memilih anggota yang cocok buat pertaruan seru sengit yang tak putus-putusnya itu dan memusnahkan anggota yang janggal (Darwinisme). Turunan terus-menerus memajukan anggota yang baik tadi. Seperti pemeriksa hewan terpelajar dalam tempo yang sedikit saja bisa menyaksikan perubahan sedikit demi sedikit, demikianlah hewan dalam pertaruan jutaan tahun bisa membutktikan perubahan bilangan menjadi perubahan sifat. Kita sampai pada mengandung bayi dalam perutnya, brung yang masih bertelur seperti ular dan akhinrya pada Hewan yang berdarah panas melahirkan anak hidup-hidup, menyusukan anak itu dan mendidik anak itu sampai bisa beridiri sendiri menentang musuh didalam dan diluar.
Manusia yang mendidik anaknya dalam sekolah taman anak-anak disekolah Rakyat, Menengah Pertama dan Tinggi, di Sekolah Tinggi buat Meester, Dokter, Insinyur, dll ... buat kelak meladeni pertaruan dalam masyarakat sendiri pada satu pihak dan terhadap pada Negara dan Masyarkat serta Alam Raya pada lain pihak.
Menurut hukum Dialektika tadi juga, akhirnya ibu hewan dan Manusia, memperoleh anggota terkhusus dalam badannya buat memupuk anaknya dengan darahnya dalam kandungannya. Binatang dan Manusia mendapatkan otak buat menyelenggarakan semua gerakan dalam dan luar badannya sebagai Markas Besar menyelenggarakan sesuatu peperangan dengan tipu muslihatnya. Otak. Inilah benda terakhir yang diperoleh yang Hidup. Benda yang maha sulit, maka penting dan maha ajaib. Tetapi baik dalam hal susunannya (structuur) ataupun peranggotaannya (fuction) sejarahnya otak dari otaknya ikan, kodok, ular, burung, hewan dan manusia, diantara kelas tani saudagar, proletar dan akhirnya (boleh jadi juga?) diantara kelas intellek, modal, busyauah dan proletar .......... pendeknya sejarah otak, dalam semua jenis hewan dan golongan manusia itu takluk juga pada Ada t a k a d a dan a d a t a k a d a (thesis, antithesis, dan synthesis).
hukum pembatalan kebatalan buat mengadakan setimbang, ketetapan tingginya panas dalam badan sudah kita uraikan lebih dulu. Tak perlu diulang lagi. Sambil lalu sudah dibilang pesawat memegang ,”setimbangnya” banyak, gula, putih telur, oxygen, hydrogen, dsb dalam badan yang berdarah panas itu.
Baik juga disini dijelaskan sedikit bagaimana pesawat yang bekerja sendirinya itu (automatic) dalam bilik kimia (laboratorium) pada badan kita menjalankan kewajibannya. Henerson dan Hasselbek membuktikan bahwa timbunan (concentration)nya H(ydrogen)-ion itu tiada tergantung pada setimbangnya adanya kedua zat itu. Bagaimana pesawat dalam badan kita mengadakan setimbang itu dengan tetap?
Pertama perantaraan resperatry (tata-bernafas). Naiknya banyak H-ion dalam darah kita menyebabkan naiknya gerakan pusat pernafasan. Hal ini meyebabkan naiknya kehilangan carbonit-acid (yang mengandung H. itu!) pula. Jadi naiknya tambah menyebabkan naiknya kurang; naiknya dapat menimbulkan naiknya hilang.
Kedua dengan perantaraan buah punggung (kidneys). Kalau timbunan acid (asam) menjadi kurang dalam badan kita, maka kecing kita mengeluarkan alkali (asin) berlebih sama dengan kurangnya asam tadi. Jadi kurang masuknya pada satu pihak disteimbangi dengan lebih keluarnya pada lain pihak. Hasilnya tetap setimbang.
Semuanya ini terjadi dengan tidak diawasi oleh ahli kimia (laborant), automatc, ajaib, tetapi tidak gaib sesudah diketahui undang sejarahnya!
Tak bisa dipisahkan dair bendanya dan sejajar jalannya dengan benda tadi, begitulah pula mesti dianggap, sejarahnya kodrat. Terkandung oleh Yang Mati, kodrat ini berupa cahaya, sinar dan panas atau tersembunyi ia berupa listirk, gerakan perpaduan dan perpisahan dalam Kimia dan Gerakan Tolak dan Tarik. Pada tumbuhan kodrat ini bertukar menjadi h i d u p yang bisa menukar element menjadi zat badannya sendiri; yang bisa bergerak mencari sinar dengan pucuknya, ditaruh diatas ataupun dibawah pucuk tumbuhan itu: yang bisa mencari air dengan uratnya baikpun ditaruh dibawah ataupun diatas satu tumbuhan (Ingat satu benih dalam msatu peralaman). H i d u p itu membentuk dirinya seperti instinct pada hewan, kepandaian yang tiada dipelajari, melainkan dipusakai dari ibu bapak; yang bisa mencari makanan, mencari obat diantara benda disekelilingnya, memelihara dan membela anak mati-matian, walaupun sering Sang Ibu biasanya penakut dan mahluk yang lemah; menghindarkan atau atau melawan musuh mati-matian; mencari jodoh yang jempol dalam segala-gala ......dsb. akhirnya instinct tadi berbentuk menjadi a k a l, manusia yang bisa sadar akan dirinya sendiri memperalamkan Alam Raya terkecil dan terbesar; bisa membentuk paham, teori, idaman dan rancangan dan menjalankan rencana itu dalam alamnya dengan begitu pada lagi diam, passif, dibentuk alam melainkan membentuk sipembentuk itu sendiri.
Tidaklah perlu dan tidak pada tempatnya disini dibentangkan buktinya sejarah otak dari yang berbentuk pada cacing atau ikan sampai pada manusia; yang dibentuk dalam jutaan tahun dalam keadaan berubah-ubah itu; yang dibentuk dalam iklim pertarungan dan iklim bertolong-tolongan itu. Pastilah sudah sejarahnya itu berlaku menruut hukum Dialektika sebagai tulang-belulang.
Menurut undang inilah, kodrat yang terdapat pada Yang Mati itu berubah sedikit demi sedikit menjadi H i d u p pada tumbuhan dan terus menjadi i n s t i n c t pada hewan, dan akhirnya sejajar dengan badannya dari otak kecil sekali pada hewan rendah menjadi otak terbesar pada manusia menempuh undang Dialektika juga achomadia sampai pada akal kita manusia.
Syahdan a k a l inipun baru menempuh sejarah terkira. Tingginya akal bakal melambung tak bisa diukur, karena semua ukuran kita sekarang ialah barang yang tetap, barang yang ditetapkan (note: Laurentz, Relativity of measurements). Tetapi a k a l itu maju menurut undang gerakan, undang pertentangan dan berseluk-beluk dengan sejarahnya terus-menerus.
Sejarah Alam Raya ialah sejarah terus-menerus, keterus-menerusnya satu sejarah, otak dan akal sebagai bagian dari benda dan kodratnya Alam Raya, mempunyai sejarah yang terus-menerus pula.
Tetapi sejarahnya hidup pada tumbuhan sampai ke instinct pada hewan dan terus ke akal pada manusia sejajar dengan sejarah cel tumbuhan, bendanya hewan, sampai akhirnya pada cel anggota manusia, takluk pada undang Dialektika. Dalam badan yang ditulang-belulangi oleh Dialektika yang beralasan Benda inilah berlaku terus-menerus pula Logika yang berbentuk pada bermacam-macam ilmu buat mempelajari yang hidup Ilmu Tumbuhan, Ilmu Binatang, Ilmu Kuman dsb. karena manusia itu satu “hewan dalam masyarakat” yang tiada pula bisa dipisahkan dengan masyarakatnya, maka ilmu yang timbul buat mempelajari manusia juga tiadalah ilmu semata-mata mempelajari Badan dan peranggotaan (physiologie) dan Jiwanya (psychologie), Ilmu Tumbuh, dari bayi sampai balig (embryologie) dsb saja tetapi juga Ilmu Masyarakat dengan cabang-cabangnya Ekonomi, Politik dll.
Puluhan ribuan peralaman yang diadakan oleh para ahli buat menentukan sifat dna gerak-geriknya tumbuhan. Puluh ribuan pula peralaman buat menentukan sifat Badan dan insticntnya hewan. Bertimbun-timbun pula peralaman buat menentukan sifat dan gerakannya otak manusia. Masing-masing cabangnya Ilmu Hidup terutama pada satu abad dibelakang ini sudah mencapai puncak yang tinggi, lebih tinggi dari puncak yang dicapai seluruh manusia pada 500.000 tahun dibelakang ini.
Tetapi bagaimana juga majunya semua peralaman dan undang yang didapat oleh bermacam-macam cabangnya Ilmu yang Hidup itu, tiadalah dia bisa melupakan daerah tempatnya bekerja. Luas dan sifat arahnya bekerja itu dibatasi, ditulang-belulangi dan dengan beitu ditentukan oleh Dialektika Materialisme. Para ahli tak sekejappun bisa melupakan pertentangan gerakan, perkenaan dan tempo.
Melupakan Daialektika yang berdasarkan Materialisme, bisa melantingkan para ahli ke Alam Mistika atau kealam Mekanisme. Dari susunan cel sampai kesusunan Badan Manusia, dari instict sampai keakal, semua benda dan tunduk pada hukum Dialektika. Tetapi Dialektika ini takluk pula pada Materialisme, kebendaan. Bukan Materialisme yang takluk pada Dialektika. Dialektika itu bisa lahir lebih dahulu dalam otak manusia yang paling cerdas. Tetapi Dialektika semacam itu mesti cocok dengan Dialektikanya Benda, yakni hukum gerakannya Benda. Kalau besok atau lusa tiada didapati kecocokan itu, maka Dialektika semacam itu berarti Dialektika kosong, Dialektika impian, yakni impiannya seorang ahli Dialektika.
Pasal 11. KEPERCAYAAN.
Yang saya maksudkan dengan kepercayaan, ialah semua paham yang tiada beralasan kebendaan, kenyataan, atau dengan lain perkataan, semua paham yang tiada berdasarkan barang yang bisa dialamkan, atau boleh dipikirkan dapat-nya diperalamkan. Sebaliknya science Ilmu Bukti, ialah paham yang berdasarkan barang, perkara atau kejadian yang bisa diperalamkan atau sedikitnya masuk diakal, mungkinnya diperalamkan, kalau semua alatnya ada.
Hypothesis, tiadalah masuk kedalam golongan kepercayaan; melainkan persangkaan, sebab hypothesii itu bisa diubah atau dilemparkan sama sekali, kalau dibelakangnya nayta, bahwa bukti atau kejadian membatalakannya. Hypothesis ialah calon satu undang atau teori. Hypothesis bisa jadi undang atau teori kalau akhirnya bukti membenarkannya. Science itu tiadalah satu paham yang mesti diterima saja tak dengan siasat, kritik, dan mesti dikandung dalam jiwa saja sampai kepintu kubur. Sebaliknya satu kpeercayaan tu mesti diterima bulat-bulat begitu saja. Walaupun kita mau memperalamkan, kita tiada bisa berbuat begitu. Kita umpamanya bisa menyaksikan ratus ribuan bintangnya Ahli Bintang atau protonnya.
Ahli kodrat, walaupun mata telanjang tak bisa melihatnya. Tetapi Tuhan, Atman, Jiwa atau Neraka serat Surga bagaimanapun juga tak bisa diperalamkan kedalam golongan yang “tiada” bisa diperalamkan oleh kita ribuan juta Manusia yang malang ini. Yang tiada dianugrahi malaikat, mendengar atau merasa Yang Maha Kuasa, Maha Mulia, Maha Kasih itu. Semua manusia yang pernah berjumpakan atau menyaksikan Tuhan Maha Jiwa atau Atman itu dengan pancainderanya belum pernah menyaksikan saya dimuka orang banyak dengan memanggil DIA kembali.
Pendeknya Tuhan, Jiwa Manusia, Atman Surga dan Neraka itu semuanya benda yang diluar peralaman.
Berhubung dengan keterangan diatas, maka tiadalah ada alasan saya buat menyingkirkan paham Nenek Moyang Bangsa Indonesia sekarang dari golongan Kepercayaan. Jadi paham Animisme (Ilmu Kejiwaan), Dynamisme (Ilmu kekodratan) dan Daimonology (Ilmu Perhantuan) itu yang oleh agama ditolak mentah-mentah sebagai tahayul, terpaksa saya masukkan dalam golongan kepercayaan juga. Malah dalm hal ini sedikitpun saya tak berlaku tak sama berat, karena mereka yang percaya menurut Animisme (Jiwa) dsb itu mengatakan pawangnya (tukang tenung) bisa segenap tempo memanggil dn membuktikan badan atau kodrat yang tiada bisa dipandang orang banyak dalam keadan biasa itu. Kalau tidak segenapnya, sebagiannya bisa dibuktikan.
Maksud saya pada pasal ini ialah memancarkan Madilog keseluruh Asia, sumber semua kepercayaan yang terutama di dunia ini seperti si-pemancar obor listrik memancarkan sinarnya memeriksa yag ada diudara. Tentulah pada satu pasal saja, saya tak bisa berlaku seperti seorang labornat atau anatomist yang mesti mencampur adukkan, memisah, menyayat (potong) benda yang diperiksanya itu habis-habis sampai semua bagian dan sifatnya diketahui. Pertama sekali tempo tak membenarkan. Betul dair dahulu sekali saya banyak mempelajari segala kepercayaan dari Animisme samapi ke Spritisme melalui segala agama yang terkenal di dunia. Tetapi semua pengetahuan itu emsti dibangunkan kembali dari tempat pendiammnya di sub consciousness dari kesadaran-lenanya –Freud-- , dengan membaca kembali bertimbun-timbun buku. Kedua dan inilah yang terpenting, walaupun semua peringatan itu akan bangun kembali dengan yang lebih terang dan gemilang, tetapi apa boleh buat, Madilog tak bisa berlaku langsung atas kepercayaan. Seperti sudah tercantum diatas, semua kepercayaan itu ke-tiadaan benda. Sebahagian dari pengetahuan sesuatu kepercayaan itu boleh jadi sekali cocok dengan Logika atau Dialektika, tetapi segala bukti lantainya (presminya) tak takluk pada peralaman tiada bisa diperalamkan.
Seperti sudah saya bilang lebih dahulu, benar atau tidaknya sesuatu kepercayaan terserah pada otak, perasaan, kemauan, pendeknya pada jiwa masing-masing.
Madilog tak bisa berlaku langsung atas kepercayaan, karena kepercayaan itu kekurangan alat melangkah, ialah matter benda. Tetapi dengan jalan memutar, tak langung, Madilog bisa menerangkan kepercayaan itu ialah sebagai Obor Listrik yang berdiri diluar, yang tiada memasuki barang itu diseluruhnya.
Dengan jalan tak langsung ini Madilog akan memberi keterangan atas:
- = Kepercayaan Indonesia Asli.
- = Kepercayaan Hindustan (Asia Tengah).
- = Kepercayaan Asia Barat.
- = Kepercayaan (Sepintas lalu saja) Tiongkok.
Bagian 1.
KEPERCAYAAN INDONESIA ASLI
Sebetulnya kepulauan India, yang diartikan dan diringkaskan dengan kata Indonesia, tidak benar dan terlalu sempit buat memeluk bagian bumi dan manusia dengan alasan Ilmu bumi serta ilmu kebangsaan dan kebudayaan (kultur) jaman sekarang. Pada jaman purbakala kepulauan Indonesia sekarang bersatu dengan Birma, Siam dan Annam di Utara serta Australia di Selatan. Syahdan dalam Ilmu Bumi, Birma dan India adalah dua bagian bumi yang berlainan bentuk dan hawa. Pun keduanya dipisahkan oleh barisan Gunung yang dahulu kala sebelum Inrggis datang, boleh dibilang memustahilkan perhubungan Birma dan India dahulunya diperhubungkan oleh perpisahan, ialha oleh lautan. Pada zaman dahulu kala dengan jalan darat, Jawa lebih dekat dari Birma dari pada Benggala, walaupun yang dibelakang ini Cuma dibalik Barisan Gunung di Assam saja. Pun menruut Ilmu Kebangsaan, yang berdasarkan atas ukuran seperti tingginya badan, bentuk kepala dan muka, warnanya kulit, mata, dan rambut, serta bentuknya rambut penduduk Birma, Siam dan Annam 100 % sama dengan penduduk Indonesia dan hampir 100 % berlainan dengan penduduk India. Demikian juga akhirnya kepercayaan asli penduduk Birma, Siam dan Annam dan kerpecayaannya sekarang penduduk asli Assam, bangsa Naga, Lao dsb berlainan dengan Hinduisme dan sama 100 % dengan kepercayaan Indonesia Asli umunya dan penduduk Indonesia sekarang seperti Dayak, Toraja dll, terkhususnya.
Tetapi disini akan saya majukan sepatah dua patah kata saja tentang perkara yang berkenaan:
- Menurut Ilmu Sejarah Bumi, maka pada zaman dahulu kala, kepualauan Indonesia bertaut dengan Asia dan Australia. Hawa dan bentuknya Birma, Siam, dan Annam dsb lebih cocok dengan Indonesia dari pada India seluruhnya.
- Race Theory (Ilmu Kebangsaan) model baru sekali, mengakui penuh ke-esaan bangsa Indonesia sekarang dengan penduduk Birma, Siam, Annam (Haddon Smith dll). mereka namai bagian manusia ini Aceani Mongols, Tartaria Samudra. Jadi diluar golongan bermacam-macam bangsa di Hindustan yang termasuk golongan bangsa Kaukasia.
- Kepercayaan Asli dari Tartaria Samudera ini ada bersamaan dengan kepercayaannya suku Naga di Assam dan suku Laoh dipergunungan Utara Siam dan Annam yang semuanya belum dipengaruhi Hinduisme. Kepercayaan mereka banyak sekali bersamaan dengan kepercayaan suku Bangsa Indonesia, yang eblum dipengaruhi Hinduisme dll. seperti suku Batak, Dayak, dan Toraja.
(Perkara bumi, bangsa dan kebudayaan terutama perkara “bangsa” yang lebih lanjut akan diuraikan pada buku yang lain).
Disini sementara akan saya majukan, bahwa sebetulnya, seperti saya terangkan diatas, nama Indoneia itu pincang dan semping. Pincang, karena betul kepulauan Indonesia pernah bersatu dengan dan masih bersamaan dengan Asia Selatan, tetapi tidak bersamaan dengan India terkhususnya. Nama yang lebih cocok ialah Kepualuan Asia-Australia bersatu dan baikpun menurut Ilmu Bumi dan Ilmu Bangsa. Dalam buku saya yang kedua, bagian bumi yang memeluk Birma, Siam, Annam dan Semenanjung Tanah Malaka, yang semuanya termasuk benua Asia Selatan dan Kepulauan Indonesia sekarang serta Australia Utara yang banya mengandung persamaan dengan Kepulauaun Indonesia, akan saya namai Aslia, ialah kependekan dari Asia-Australia. Indonesia sekarang akan saya namai Kepulauan Aslia.
Kesalahan nama Indonesia itu saya pikir berasal dari penjurunya Ahli Barat memandang. Penjuru itu terletak pada sudut mata saudagarnya menincerkan mata mencahari cengkeh dan pala pada jaman Kompeni. Kesalahan itu dibenarkan pula oleh sebagian dari bangsa Indonesia, yang menganggap India itu Negara Aslinya bangsa Indonesia Asli, karena dongeng (bukan sejarah) seperti adat dan kesenian yang dipengaruhi Hinduisme mengatakan begitu. Jadi sejarah, cerita, dongeng dan omong-kosongnya Hindu yang menjajah kesini, oleh Rakyat Indonesia lambat-laun diterima sebagai sejarahnya sendiri. Mereka, lupa atau tak tahu, bahwa walaupun kebudayaannya berasal sebagian besar dari Hinduisme, tetapi Jasmaninya sebagian besar berasal dari Mongolia dan Tibet.
Dahulu nama Indonesia itu saya sendiri memakainya. Malah sebelum kaum Nasionalis zaman baru memajukan segala-gala yang berhubungan dengan nama Indonesia itu, saya sudah memakai kata Indonesia itu sebagai kebiasaan seata-mata (Lihatlah tulisan saya sebelum dan sesudahnya meninggalkan Indonesia). Disini kata itu akan terus saya pakai. Tetapi dengan sekejap tidak melupakan, bahwa perkara yang berhubungan yang akan diuraikan disini, ialah, bahwa kepercayaan Indonesia itu, juga menjadi kepercayaan aslinya bangsa atau Rakyat yang menduduki Asia Selatan dan Australia Utara.
Kepercayaan Indonesia itu terbagi pula atas tiga perkara. Demikianlah contoh yang dibawah ini dibagi pula atas tiga jenis. Contoh itu Cuma yang saya ketahui sendiri pada beberapa tempat. Pembaca yang tinggal dilain tempat di Indonesia atau mereka yang tinggal di Philipina, Birma, Siam atau Annam tentu pula bisa memberi contoh secukupnya.
Perkara A. KEPERCAYAAN PADA KODRATNYA SEMUA.
Di Sumatera Barat saya masih ingat beberapa batu yang dipercayai orang bisa berpindah tempat sendirinya. Keris bernama Beruk Beracun yang masih disimpan oleh salah saut Sultan di Semenanjung Tanah Malaka dianggap sakti, mempunyai kodrat luar biasa.
Orang Toraja percya penuh sama kodratnya tumbuhan dan hewan. Sebab itu orang makan nasi dan daging buat mempunyai kodrat itu. Badan Manusia itu besar sekali kodratnya. Kuku atau rambut seorang perempuan perlu dipakai pawang sebagai perantaraan buat menimbulkan kasih atau gila. Dari napas dan ludah yang disertai oleh kutuknya pawang terbanglah kodrat kearah seseorang yang dituju. Kodrat itu ada pada seluruh badan terutama pada kepala. Menurut Ahli Barat, orang Toraja itu mengacau dengan maksud mencari kepala manusia, sarangnya kodrat iut. Kutukan yang keluar dari mulutnya satu pawang yang sadar akan kodratnya dianggap sangat mujarab. Orang Minangkabau percaya, bahwa tengkorak itu kalau digasingkan (gangsingan, Jawa) oleh pawang dapat menggilakan atau mencitakan seseorang yang dituju.
Ahli Barat menamai kepercayaan semacam ini dynamisme (dynamide-kodrat). Orang percaya akan kodratnya benda, tumbuhan, hewan dan badannya, terutama tengkoraknya manusia. Kutuknya seorang pawang yakni manusia yang sudha dilatih dianggap mengandung kodrat.
Perkara B. KEPERCAYAAN PADA JIWA.
Disamping kodrat orang yang tak beragama tadi “heiden” kata Belanda, jahiliah percaya adanya Jiwa. Tidak saja manusia, tetapi juga tumbuhan dan hewan dianggap ber-Jiwa. Orang menyangka, Jiwa ini meninggalkan badannya orang tidur. Apa yang disaksikan oleh Jiwa, itulah yang disaksikan oleh yang tidur dalam mimpinya. Juwa pada masa sakit Jiwa itu disangka meninggalkan jasmani. Apabila Jiwa itu tak kembali, maka matilah orang itu. Orang tak beragama (sikafir ini!) percaya pula, bahwa Jiwa itu terus hidup. Pada kepercyaan inilah berdasarkan pemujaan nenek moyang yang sudah meninggal.
Jiwa nenek yang sudha melayang iut mesti dipuja dan diberi kurban, maka Arwah itu terus menjaga anak-cucunya serta adat-istiadat yang ditinggalkannya. Kejahatan akan dihukum dan kebaikan akan diupah. Sebab itulah masyarkat dan adat-istiadat yang dipusakakan nenek moyang dijaga betul-betul.
Banyak pula yang percaya Jiwa itu bisa pindah kepada hewan yang agagh seperti macan dan buaya. Sebab itu hewan semacam itu tak boleh dibunuh.
Ahli Barat menamai kepercayaan semacam itu animisme (anima artinya jiwa). Ahli Barat yang mempelajari asal usulnya w a y a n g hampir semua berpendapatan, bahwa mulnya wayang itu gunanya buat memuja arwahnya nenek moyang. Arwahnya dipanggil buat meminta nasihat dan semangat yang perlu buat menyelesaikan atau menjalankan sesuatu pekerjaan yang penting atau berhaya. Mulanya pekerjaan itu dijalankanoleh Kepala keluarga, kemudian oleh ahli terkhusus, bernama “s y a m a n”. Syaman ini terdapat hampir diseluruh Indonesia.
Perkara C. KEPERCAYAAN PADA HANTU.
Hantu ini tiadalah berasal dari manusia. Hantu inilah yang menguasai hujan, topan, kilat, panas dan gempa. Mereka tinggal di gua batu, dekat air mancur, dipegunungan dan Rimba Raya. Ada hantu yang baik ada pula yang jahat. Daintaranya ada hantu terkuasa, yang bisa me-upah yang berjasa dan menghukum yang berdosa.
Pawang berhubngan dengan hantu itu memintakan ataupun nasihat atau bahagia.
Inilah yang dinamai daemonology (daemon artinya hantu). Perkataan Dewa dan Setan rupanya datang dari Negara Asing.
SEDIKIT PEMANDANGAN.
Kalau semua kepercayaan Indonesia Asli ini semuanya ialah kepercayaan pada Kodratnya semua Benda, Jiwa dan Hantu itu dikatakan kepercayaan saya setujui seluruhnya. Tetapi kalau dari pihak manapun dari kepercayaan lain, mengatakan bahwa kepercayaan semacam itu rendah dari kepercayaannya sendiri, maka saya bertanya dipandang dari pihak mana rendahnya.
Kalau dipandang dari penjuru Ilmu Bukit dan Peralaman (Science dan Experiment) saya berani bilang, bahwa kepercayaan asli, dari bangsa Indonesia asli itu sedikitnya s a m a tinggi, saya bilang terus-terang sama tinggi, karena ada diantaranya yang bisa menderita ujian dan sedikitnya tak bisa dilemparkan begitu saja. Saya tak maksudkan ketok pintunya dari stille krachten¸ kodrat rahasia yang disaksikan oleh banyak orang Eropa dan Asia. Saya sendiri menganggap perpisahan jiwa dengan jasmani itu, yakni jiwa bisa berdiri sendirinya diluar.
Jasmani, seperti sesuatu kepercayaan, yaiut diluar peralaman.
Saya sendiri belum bertemu hantu atau badan halus manapun juga. Orang yang percaya selalu mengatakan “Kata si Anu yang mendengar dari si Polan pula”.
Menurut Madilog tak ada badan tak ada kodrat. Jiwa itu ialah kodrat terkhususnya saja pada badan terkhusus. Tetapi seperti kodrat lain dia berhenti dengan berhentinya jasmani. Dia bertukar menjadi kodrat kimia sesudah jasmani kembali ketanah, air dan udara. Bertukar menjadi kodrat hidup tumbuhan, kalau jasmani tadi dimakan tumbuhan. Bertukar menjadi hidup hewan, kalau jasmani tadi baik dengan langsung sebagai air atau garam atau memutar sebagai tumbuhan – Darwin – kembali kepada hewan. Akhirnya bertukar pula menjadi jiwa manusia kalau dengan langsung sebagai air, garam atau oxigen, atau tak langsung sebagai makanan, sayur dan daging masuk di mulutnya tani atau profesor, buruh atau kapitalis, bangsat atau pendeta, maling atau muallim ................. begitu penganggapan saya terhadap jiwa sebagai barang terpisah dari jasmani itu, baik berupa arwah ataupun hantu. Tetapi ada separo dari kepercayaan Indonesia Asli itu yang tidak boleh dilemparkan begitu saja. Kita tahu, bahwa besi berani bisa menarik besi yang lain. Kita tahu, bahwa sugesti itu dipakai mereka, dipakai Dokter model baru buat menidurkan si-sakit. Ilmu menidurkan ini memang lama diketahui oleh pawang Indonesia. Kita lihat pawang perlu kuku, rambut, atau tengkorak buat menyampaikan n i a t n y a.
Dia perlu sesuatu benda buat memperhubungkan dia dengan tujuannya seperti kodrat besi berani tadi, perlu besi beraninya buat mengadakan kodratnya seperti juga Tuan Dokter perlu latihan dan pembawaaan (aanleg) dan badannya sendiri buat mengeluarkan kdorat menteranya (suggestinya). Tidak semua besi bisa menarik dan tidak semua orang bisa menidurkan dan mengobati orang lain dengan manteranya. Tetapi sesuatu kodrat yang jaya perlu benda, baikpun serupa besi ataupun badan manusia. Ditilik dari penjuru Science selama ini, maka pawang tak sama sekali mendasarkan kodratnya pada kdorat dirinya. Ia perlu sesuatu benda, sebab itu saya bilang kepercayaan itu tak bisa dilemparkan begitu saja. Pemeriksaan yang teratur dan sempurna dengan jalan peralaman atau embikin tinta memang belum dijalankan. Sebelum pemeriksaan semacam itu dijalankan, belumlah kita bisa menentukan pendirian yang pasti tentangan ilmu kepawangan itu, serta Logika tentangan bermacam-macam kepandaian pawang Indonesia tentangan pengetahuannya. Besi berani menarik semua besi kearah pedomannya. Tetapi besi berani kecil takkan bisa menarik kereta atau orang. Tuan Dokter yang sudah dapat lahitan itu bisa menyembuhkan beberapa macam penyakit, yang semuanya masuk satu jenis, seperti sakit saraf. Tetapi saya belum dengar tuan Dokter bisa mengobati penyakit seperti kolera, pest, atau luka parah dengan mentera saja. Apalagi menghidupkan orang mati. Menyingkirkan ribuan manusia, senjata dan menyingkirkan makanan atau menimbulkan kodrat buat melemparkan gunung dan meneruskan hidup beribu tahun seperti cerita Mahabarata dan Ramayana semata-mata dengan kodrat jiwa tentulah satu omong-kosong sebesar gunung Himayala.
Pawang Indoensia Asli tak sampai menimbulkan kepercyaan seperti jempolan dari Hindustan itu. Dimasa pengaruh Hinduisme itu tidak begitu mendalam, kepercayaan pada yang tidak-tidak itu belum sampai setinggi pinggangnya Gunung Himayala.
Kesalahan kepercayaan Indonesia asli, berhubung dengan dynamis tadi, ialah kodrat terkhusus dari benda atau hewan dan manusia dijadikan kodrat raya. Sifat atau undang terkhusus dijadikan sifat atau hukum umum. Jadi dalam kepercayaan pada kodrat semua benda ini, mereka memperlihatkan kesederhanaan: pikiran primitif. Ini cocok dengan bumi Indonesia dan pengetahuan serta tehnik (pesawat yang ada pada Indonesia asli).
Meskipun kepercayaan Indonesia asli atau kepercayan Asli Indonesia tak berurat berakar pada kebendaan seluruhnya, tetapi sebaliknya kebendaan ada membayang dalam kepercayaan itu, memang kita tak bisa melihat dengan langsung segala benda, sebagai lantai kepercayaan itu benda mana tersusun menjadi kepercayaan itu menurut undangnya Dialektika dan Logika. Tetapi kita ada melihat seluk-beluknya masyarakat, pesawat dan pengetahuan Indonesia Asli dengan kepercayaannnya.
Buat membuktikan simpulan terakhir ini saya dapat melangkahi garis kepercayaan pada kodrat semua benda (dynamisme) sampai kepada kepercayaan kepada hantu (daemonoisme) atau sebaliknya. Sejarah kita memang miskin sekali. Bagaimana juga adalah akan mudah diketahui mana yang dahulu Dynamisme atau Animisme atau Daemonoisme? Terserahlah pekerjaan ini kepada ahli buat kemudian hari. Disini saya melangkah dari:
- KEPERCAYAAN PADA KODRAT SEMUA BENDA.
Tidak perlu Filsafat yang dalam atau Ilmu Kimia zaman sekarang buat mencari sebab, maka saudara Toraja menyangka nasi dan daging itu mengandung kodrat. Inilah paham asli yang tiada membutuhi ujian. Ujiannya sudah terlektak pada buktinya sendiri, dan bukti itu sendirilah yang jadi ujian. Ilmu Bukti sekarang yang membenarkan keperluan-keperluan tepung, gemuk dan putih telur yang terdapat terutama pada nasi dan daging itu Cuma memperdalam pengetahuan yang sudah ada dan sudah sayah. Kalau nenek Indonesia memelihara ternak dengan segala perhatian dan diseluruh tempat memuliakan padi, lumbung dan sawah, dan akhinrya membentuk kodratnya, nasi itu pada sat Dewi Sri, maka semuanya itu cocok dengan keperluan dan Pengetahuan Masyarakat Asli.
Pernahkah tuan memperhatikan beruk beracun sebelum meloncat kedahan pohon yang lain. Perhatian bentuk badan sang beruk (monyet) kepada mas aia mengumpulkan semua kodrat buat meloncatkan dirinya yang berat ketempat yang jauh. Inilah bentuknya Keris yang disimpan, dimuliakan dan dipuja oleh Sultan di Tanah Malaka itu. Baja yang dibentuk semacam itu yang ditikamkan dengan dorongan kilat tak bisa meluputkan musuhnya dari ketewasan. Kerus Beruk Beracun mengandung kodrat, mulya dan bertuah! Cocok dengan masyarakat yang sering bersengketa dan sepadan dengan tingginya pesawat masa itu. Tetapi kodratnya Beruk Beracun buat mereka terpelajar zaman sekarang berlainan dengan kodrat, kesaktian, ketuahan anggapan rakyat Indonesia di Semenanjung zaman dahulu.
Tambahlah contoh kepandaian pawang tentang “menuju” mengiktui atau mencitakan tujuannya dengan beberapa contoh yang Tuan lihat atau dengar! Saya sendiri ada menyaksikan dan mendengar kejadian yang berhubungan dari pihak yang tiada bisa disangsikan jujurnya! Tetapi tiada disini tempatnya menguraikan itu. Cuma satu dua perkara yang disini akan saya kemukakan. Amok memang perkataan berasal dari Indonesia dan sudah masuk dalam kitab Kamus bangsa asing. Mengamok, ialah hasil temperament, hawa nafsu bangsa Indonesia. Bukan disebabkan penyakit seperti kata setengahnya ahli Barat. Nafsu mengamuk di Jawa atau Semenanjung, di Makassar atau Mindanau, bisa timbul kalau orang Indonesia merasa dihina. Ketika Rakyat Indonesia asih mengandung perasan kehormatan tinggi, pengamokan itu acap terjadi. Begitulah keterngan yang kita peroleh dari Musafit Tionghoa ataupun Eropa. Bagaimana samurai menyelenggarakan perkara kehormatan itu dengan dirinya sendiri, begitulah orang Indonesia menyelenggarakannya keluar dirinya dengan tidak menghitung banyaknya korban, musuh, tak memandang akibat perbuatannya lagi, marah sampai kepuncak! Pada satu pawang kemarahan itu terbentuk dengan niat atau kutuk. Si Umbut Muda yang dihina oleh puterinya menyemburkan semua niatnya kepada puteri yang ditujunya. Tetapi kemarahan itu ada berjenis-jenis pula. Marah itu tidak selalu sebab kehilangan kesabaran. Orang yang dihina dengan tiada semena-mena atau orang sengaja diisap dan ditindas, dicuci-maki perlu pmarah. Malah ia mesti marah kalau kemanusiannya belum hilang sama sekali. pendeknya kemarahan itu ada yang tidak pada tempatnya dan ada yang pada tempatnya. Yang belakangan ini saya namai murni. Karena kalau nafsu marah itu lenyap sama sekali, maka hilanglah nafsu membalas, nafsu membongkar yang buruk, yang bobrok dalam masyarakat. Pendeknya marah yang murni pada satu pihak mengandung kezaliman dan kesombongan pada lain pihak. Akibat kezaliman dan kesombongan biasanya kegagalan atau kejatuhan, karena sifat kezaliman dan kesombongan itu membawah sifat kelengahan dan kesempitan akal. Kedua yang dibelakang ini pangkal kegagalan, kejatuhan dan kesedihan, kemenyesala. Kalau marah murni pada satu pihak melambung menjadi kutik dan pada pihak lain kesombongan melambung pada kegagalan kesedihan atau kemenyesalan, maka kutuknya pawang bisa merupakan kejayaan (succes). Orang bisa menyaksikan hal ini pada kehidupannya sehari-hari. Tetapi kejadian terkhusus dijadikan undang. Inilah kesalahan logika primitive. Selain dari hal kejiwaaan (psychological) ini saya akan kemukakan kemungkinan dan batasnya Kodrat semua Benda itu. Hal ini sudah saya tuturkan lebih dahulu.
Pada orang Indonesia terpelajarlah terserahnya pekerjaan buat menyaring yang benar dengan yang salah dalam kepercayaan pawang Indonesia. Diantaranya banyak yang jujur karena mereka tak membutuhkan (suggestion) umpamanya buat obat-obatan. Ahli Barat sudah tentu tak bsia mengadakan pemeriksaan yang sempurna, karena kekurangan kepercayaan dari pawang dan kekurangan pengetahuan psychologie (jiwa) dan bahasa Indonesia.
- KEPERCAYAAN PADA JIWA.
Bertenaglah pembaca sembentar! Andaikanlah Tuan memperamati bangsa Indonesia asli meninggalkan gurun, pasri Mongolia menuju ke arah Selatan sampai ke Tibet dan Yunan melalaui pegunungan yang tinggi dan lembah yang curam. Tak ada peta dan tak ada pedoman! Perantauan Cuma ditentukan oleh instinct, naluri saja. Sekarang mereka lambat laun sampai kebarisan gunung dibatas Birma dan Annam. Jalan biasa yang bisa dilalui Cuma tepi sungai Salweetn, Irawadi, Menam, dan Mekong. Jurang sungati ini sekarangpun masih sukar dilalui. Jalan tak ada. Jalan sudah tentu penuh binatang buas dan bangsa asli yang sering memusuhi kita dan bermacam-macam penyakit. Sampai juga mereka ke Semenanjung Tanah Malaka. Akhirnya dari sini mereka berhamburan diri kekepulauan Indonesia sekarang, ke Magadaskar disebelah barat dan Amerika di Timur. Perantauan jauh yang penuh marabahaya alam itu dilakukan dalam abad yang belum mengetahui ilmu bukti dan pesawat kemesinan. Masyarakat pada masa itu, seluas-luasnya Cuma tahu suku yang dikepalai Datuk. Datuk ini bukanlah raja melainkan pemimpin yang dicintai, karena ia terpilih diantara sanak saudara sendiri. pengikutnya bukanlah hamba atau rakyat, melainkan isteri, saudara, anak dan keponakannya sendiri. perhubungan pemimpin dengan yang dipimpin ialah perhubungan bapak dan ankanya atau nenek dan cucunya.
Kita mesti simpulkan bahwa diantara pemimpin dalam perantauan jauh dan berbahaya itu mestinya banyak yang cerdik pandai serta berani. Kalau tiada tentulah mereka tak sampai kemari, melainkan sesat atau tewas di jalan, kelaparan, diterkam binatang buas atau dikalahkan bangsa asli. Dalam pengembaraan bertahun-tahun barangkali beratus tahun itu tentulah banyak timbul persoalan baru, pertarungan baru yang menuntut peraturan baru. Timbullah undang dan adat istiadat yang mesti dilakukan buat keselamatan. Datuk yang menyelesaikan persoalan baru yang memenangkan pertarungan dan mengadkaan undang dan aturan baru selain hidupnya susah, tentu akan menerima kehormatan, pujian dan cinta pengikutnya. Tetapi kalau Datuk semacam ini mati pada ketika dalam marabahaya atau sengketa, tentula hyang tinggal sedikitnya kekurangan akal, kekurangan pengaruh dan kepercyaaan, keputus asa. Pemimpin baru belum dapat merebut kepercyaan yang ditumpahkan pada Datuk almarhum.
Pada saat ini dirasa keperluan memakai pengaruh Datuk yang sudah mati. Tetapi bagaimana? Logika belum ada. Pesannya almarhum ataupun adat yang ditinggalkannya tiada berarti, kalau dijelaskan maknanya saja. Masyarakat pada masa itu perlu semangat, perlu jiwanya Datuk almarhum. Perlu dikatakan pada yang tinggal, bahwa jiwanya Datuk almarhum masih menjaga hukum, dan adat yang ditinggalkannya. Kalau tiada, niscaya malapetaka yang akan datang. Persoalan baru tak bisa diselesaikan begitu saja. Dengan ketangkasan Logika dan pengertian karena logika, sebagai ilmu berdiri atas kekuatannya (logika) itu sendiri belum ada, dan belum bisa ada. Logika pada masa selama itu terletak pada orangnya. Kalau orang itu mati, maka matilah logika itu. Pemimpin baru belum berlogika yang mengandung authority (kekuasaan), terutama karena ia belum memberikan bukti yang cukup seperti Datuk almarhum. Disini Datuk baru merasa perlu berjumpa dengan Datuk almarhum seperti dimasa hidupnya. Disinilah timbul pemujaan ialah kepandaian atau ilmu memanggil yang sudah mati. Sebelum wayang dilakukan maka Datuk baru kemudian lama-lama syaman, ialah ahli terkhusus membakar kemenyan dan memberi korban kepada almarhum. Pada masa inilah Datuk beru berjumpakan semangat atau jiwanya Datuk almarhum. Disinilah ia menerima nasibat atau ilham yang perlu buat memutuskan persoalan baru atau menantang musuh yang kuat hebat. Diantara para Datuk yang baru tentu ada juga yang kurang keulungannya dari almarhum. Kalau ia mati tentulah ia akam memasuki Pantheon, istana Datuk Almarhum pula buat dipujua pula.kalau dua atau lebih suku bangsa Indonesia kelak bergabung, tentulah jiwa jiwa Datuk almarhumnya yang sakit dimasukkan dalam istana pergabungan pula. Lambat laun timbullah akibat: kalau Datuk Almarhum itu berjiwa, tentulah anak cucunya terdiri dari jasmani dan jiwa pula. Kalau jiwa Datuk Almarhum terus melayang kian kemari, sudah tentulah pula jiwa anak cucunya mengikuti kemana-mana dsb.
- KEPERCAYAAN KEPADA HANTU.
Diminta pembaca terus bermenung sebentar lagi, kita belum tinggalkan pasukan suku indonesia tadi. Mereka berjumpakan Rimba Raya Gadis, artinya belum pernah dimasuki manusia. Pembaca penduduk kota belum tentu bisa menggambarkan Rimba Raya Gadis. Belum tentu bisa menimbulkan perasaan kesucian, keheranan, ketakutan dan kekecilan kita manusia dihadapan Rimba Raya yang dahsyat itu. Semua gelap bagi kita sambil bunyi burung atau binatang yang belum pernah kita dengar suaranya, dan diikuti oleh kemungkinan berjumpa dengan ular ..........
Psychologis (sikap jiwa) orang jika tiba-tiba bertemu dengan bahaya Cuma dua: pertama hendak melawan dan kedua menyerah. Melawan dalam hal ini juga berarti lari, karena keduanya memakai perkakas sekurangnya anggota badan, tangan ber- atau tak bersenjata dan kaki. Tetapi kalau perlawanan dikira tak akan berhasil, maka kalau maish ada pikiran orang menyerah. Kepada siapa? Kalau ada jiwa manusia yang terpisah dari jasmani Logika mana yang bisa membatalkan, bahwa Rimba Raya juga mempunyai jiwa terpisah. Tetapi jiwa Rimba Raya yang dahsyat ini tentulah dahsyat pula seperti ular yang ada dijalannya. Jiwa Rimba Raya ini akhirnya berupa hantu. Tempat yang lain yang dahsyat juga yang mengecilkan hati juga seperti jurang dan air mancur sudah tentu mempunyai hantu yang berkenaan pula. Kadang-kadang nenek moyang bangsa Indonesia sampai pada dewa, yang berair jernih. Tetapi sesudah mandi disana dan minum airnya yang jernih itu, ia dapat demam panas. Nyamuk anopheles sudah tentu belum mereka kenal. Yang dikenal Cuma jiwa dan hantu, badan halus yang memasuki semua benda, juga rawa ini. pelajaran dari pulau kepulau sudah dijalankan. Angin itu memang dikehendaki buat meniup layar, tetapi kadang-kadang angin itu berupa badai, sampai bisa menenggelamkan perahu atau mengembalikan dia pada tempat melangkahnya bermula. Jadi ada angin baik dan ada angin jahat. Seperti Rimba Raya dikuasai hantu Raya, tentulah angin itu dikuasai hantu angin pula. (Memang cara berpikir menurut Analogy, banyak dipakai nenek moyang kita!) bagaimana mereka meniup angin dengan mulut atau salung bambu, tentulah begitu pula hantu angin meniupnya. Bila ia mara pada manusia, maka dia meniupnya keras-keras. Sebab itu peulah adanya pawang atau syaman buat meminta nasihat pada Hantu angin, bila waktu yang baik buat berlayar. Pawang yang cerdik yang sudah lama mempelajari gerak-geriknya udara dan musim, walaupun pelajaran Cuma bertubuh pada bukti saja, bukan pada undang acapkali bisa mengetahui langkah baik buat berlayar itu, begitu juga dapat menentukan lebih dahulu ada atau tak adanya batu besar atau tumbuhan dalam laut. Pawang yang arif bijaksana lebih-lebih Semenanjung bisa menentukan dimana ikan yang banyak sebagai hadiah hantu Laut.
Tak semua suku Indonesia memusatkan segala-gala pada perkakas ulungnya ialah kerbau. Pertaruan Cindur Mato dibantu oleh kerbau si Binuang; pertarungan (seri) dengan Majapahit dihabiskan dengan peraduan kerbau; gempa bumi disebabkan sang Kerbau dibawah bumi menggoyangkan tanduknya. Lain suku dan lain tempat di Indonesia tentu mempunyai kepercayaan sendiri atas kejadian alam ini. Tetapi Logika Primitif memang gampang membentuknya. Guna apa dicari-cari Listrik jantan (+) dan betina (-) buat menimbulkan guruh atau petir umpamanya? Jasmani manusia senidri selalu mengeluarkan guruh, Cuma lebih kecil. Pertama dari lubang atasnya, guruh kecil dari mulut itu disebut orang sendawa (cekukon). Kedua dari lubang bawah yang tiada perlu disebut namanya dan tiada perlu disebutkan nama bentuk guruh atau petusnya. Logika Primitif bisa menciptakan Hantu petus, yang lebih besar lubang dan lebih dahsyat bunyi tembakannya ...... lebih-lebih kalau ia sudah makan ubi.
Bagian 2.
KEPERCAYAAN HINDUSTAN (ASIA TENGAH).
Kepercayaan Hindustan itu mempunyai bermacam-macam bentuk dan corak, daerah yang luas serta sejarah yang lama sekali. tetapi bentuk dan coraknya yang beramcam itu boleh dikatakan semua mempunyai satu garis besar, ialah idealisme kerukunan.
Seoalah-olah ia itu seperti pohon waringin yang rindah, bercabang beranting kiri kanan bertambahkan urat dahan yang akhirnya berupa pokok baru dengan pokok besarnya bisa diketahui. Walaupun timbul juga kepercayaan yang tiada semata-mata kerohanian, idealisme, malah juga materialisme kejasmanian, dalam sejarah yang lama dan masyarakat yang mempunyai berbagai-bagai kasta itu sekarang lebih kurang 3000 tahun. Tetapi kepercayaan yang bukan idealsime itu. Sampai beberapa tahun kebelakang boleh dikatakan tiada berdaya sama sekali. meskipun pada beberapa tahun dibelakang ini. Berhubung dengan kemajuan indsutri di Hindustan timbul dan tumbuh kemerdekaan Hindustan sampai pada penghabisan tahun 1942 ini masih berpusat pada Idealisme, yang sekarang berupa Gandhiisme.
Idealisme asli Hindustan masyhur sekali diseluruh dunia, besar sekali pengaruhnya kearah manapun juga. Kesebelah timurnya kita dapatkan idealisme, berupa Budhisme yang resminya dipeluk oleh kira-kira 400 juta Tionghoa dan 100 juta bangsa Jepang dan jajahannya. Pada zaman sebelum Indonesia Islam, boleh dikatakan seluruh Asia Selatan memeluk Hinduisme dan Budhisme. Sekarangpun masih lebih kurang 50 juta penduduk Birma, Siam, dan Annam memeluk Budhisme. Kearah Baratpun lebih-lebih pada zaman purbakala deras mengalirnya idealisme Hindustan. Barangkali adalah kebetulan saja ahli filsafat Yunani seperti Plato menciptakan Logos seperti rohani alam. Boleh jadi tiada kebetulan pula aturan Kristen Katholik begitu banyak serupa dengan aturan kependetaan (rahib) Budhiisme. Akhirnya banyak orang percaya, walaupun tak ada ujian yang syah, bahwa Islam dibelakannya Nabi Muhammad SAW dipengaruhi oleh Hinduisme.
Pada abad yang belum begitu lamapun idealisme Hindustan masih mempengaruhi Barat. Cukuplah kalau disini ktia sebutkan nama ahli filsafat Jerman seperti Schopenhauer dan Hegel. Sesudah perang yang lampau (1914 – 1918) pesat pula propaganda baru dari theosophie, yang dijalankan oleh Annie Bessant, Madame Blavatsky, dll. Theosophie itu cabang dari Idealisme Hindu juga.
Lagi pula dan terutama pula idealisme Hindsutan membawakan hasil tersambil (bijproduct) yang oleh dunia sekarang mesti dianggap sebagai satu hasil yang nyata (positive result) yang mesti terus-menerus dipusakakan pada anak cucu dan cicit. Pada Negara mana dan Bangsa manapun juga dibumi kita ini. walaupun belum sempurna (systematika) dalam tangganya bangsa Yunani, apalagi Eropa dan Amerika sekarang. Hasil nyata itu berupa Matematika, Ilmu Bintang, Logika, Ilmu Jiwa dll. Juga pemandangan tentang evolusi (kemajuan alam) dan atom. Buat mengesahkan idealismenya, maka ahli Hindu perlu memakai senjata berpikir seperti Matematika, Logika dan Evolusi dan pelaksanaan cara berpikirnya itu, tentulah bisa sampai kepada benda terkecil atom. Tetapi semuanya ini barang tersambil! Maksudnya ahli Hindu bukan memuncakkannya pada Matematika, Logika, Evolusi dan atom, dengan memakai bukti dan perkakas yang berhubungan dengan masing-masing cabang. Ilmu ini, melainkan buat mengesahkan adanya barang yang dicarinya, ialah Rohani Brahmana, Atamn, Jiwa, Dunia dsb-nya. Semuanya berada diluar jasmani, yang mesti dijauhi adlaah atom itu dipelajari sebagai asal dan akhirnya ilmu kebendaan, melainkan barang yang tidak berguna mesti ditinggalkan atau paling baiknya berdiri disamping rohani, jiwa alam, atman, Brahmana ...............
Matter, benda, dunia, badan dan anggota kita tak ada gunanya buat idealisme Hindu. Yang dimengertikan dan dikejar ialah rohani, Atman, dengan jalan menyiksa, melupakan dan membuang jasmani. Kalau ada terdapat perkakas berpikir seperti Matematika dan Logika, buat mengesahkan adanya yang di “cari” itu, maka ahli Hindustan tiadalah enggan memakainya. Sebab itulah ilmu Matematika, Logika dll itu saya namakan hasil tersambil. Lagi pula orang janagan terlampau banyak memuja keulungan ahli Hindustan dlaam perakara ilmu Abstract (terpisah) seperti Matematika, Logika dll itu. Orang jangan lupa, bahwa lebih kurang 300 tahun sebelum Nabi Isa, dibawah pimpinan Iskandar Zulkarnaen telah menjajahi sebagian Hindustan.
Semenjak zaman itu ahli Yunani memasukkan pengetahuannya pula. Ahli Hindu yang jujur dan tidak dibuta tulikan oleh nasionalime sempit juga mengakui hal itu! Selainnya dari pada itu jangan sekali dilupakan, bahwa pengetahuan Hindustan itu boleh dikatakan semuanya berdasarkan speculation, spekulasi, ialah terka-menerka. Boleh dikatakan sama sekali tiada berdasarkan peralaman seperti sudah ternag tercantum pada kebanyakan para ahli Yunani asli, dan sebagian besar pula pada ahli Arab pada zaman kebudayaan luruhnya Islam. Yang tiada sekali-kali boleh dilupakan oleh penguji dan pemuja idealisme Hindustan ialah, sebagai hasil tersambil atau hasil langsung (?) dari idealisme itu, kita menyaksikan perkara yang mesti dikutuki habi-habisan seperti: Pada kutub diantara lk 3000 kasta itu adanya kasta malas, kasta penghisap ialah kasta Brahmana dan Kesatriya. Pada kutub lain terdapat kasta najis, seperti lebih dari seratus juga kasta Paria. Lain dari pada itu pembakaran janda dan perkawinan kanak-kanak. Akhinrya ratus jutaan manusia yang menganggap ampas debu, berupa barang padat atau cair sebagia barang suci dan leum itu seperti Tuhan.
Sekali lagi mesti saya peringatkan, bahwa Madilog tak bisa berlaku langung pada penerangan kepercayaan idealisme Hindustan.
Juga kepada kepercayaan lain pun dia tak bisa berlaku langsung karena satu kepercayaan itu berdasarkan pikiran semata-mata, tiada berdasarkan benda dan peralaman. Tetapi dengan tak langsung yakni memutar kepercyaan itu bisa diterangi. Kalua keadaan masyarakat, pesawat bumi dan pengetahuan bangsa yang memeluk kepercayaan itu diketahui, maka kepercayaannya, sebagai bayangan. Kelilingnya bangsa itu bisa juga diobori. Keadaan di Eropa dalam beberapa abad dibelakang ini, tentangan sosial, politik, ekonomi, tehnik, kebudayaan, semuanya lebih kurang sempurna bisa diketahui. Karena semua ada tertulis dalam bahasa Negara yang berkenaan atau dalam bahasa Negara lain tetangganya. Keadaan disebagian besar di Eropa Barat, boleh dibilnag cocok dengan tulisan ahli sejarah Romawi, seperti Julius Caesar dll yang sudah pandai menulis apa yang dilihatnya dengan matanya sendiri. Bukan dongeng, omong kosong setinggi gunung Himalaya (seperti penulis Hindu). Hindsutan sebelum imperialisme Barat masuk tak mempunyai ahli sejarah yang bsia mencuci hati Julius Caesar, Tacitus, Trobo, Ibnu Batutah, ahli sejarah Arab, Fah Hien, Huan Tsiang, Ciin dll ahli sejarah Tionghoa.
Sejarah kepercayaan saja, seperti hasil pikiran dari satu Negara yang begitu besar seperti Hindustan dan bangsa yang begitu ulung kebudayaan aslinya seperti bangsa Hindu dalam tempo sedikitnya 300 tahun sebelum imperialisme Inggris masuk menurut pengakuan ahli Barat yang mengadakan pemeriksaan menurut Ilmu Bukti, banyak yang hilang. Jadi yang ada yang tertulis tiada sempurna. Sejarah kepercayaan yang tiada sempurna ini susah pula buat dibandingkan diterangi dengan sejarah Masyarakat, Ekonomi, Politik .......dll-nya. Hindustan yang belh karus-marut serta kusut, kesasar dair pada sejarah kepercayaannya. Seru bangsa yang pemikir resminya menganggap benda itu sebagai barang yang tak berguna, badan dan anggota diri sendiri sebagai Karma, kungkungan hidup menjauhi makanan, perempuan dll sebagai pekerjaan suci tentulah tak mempunyai cukup perhatian buat perkara hari-harian seperti politik, ekonomi, tehnik dsb yang mementingkan isteri, makanan dll. Bacalah saja cerita Hindu seperti Arjuna dan Sri Rama. Berapa sedikitnya kepastian yang bsa diperoleh dari cerita semacam itu. Tentu ada kebenaran dalam fantasi, impian yang tidak berbatas itu. Tetapi kebenaran yang didapat tak nyata dan tak bisa diterjemahkan dengan satu hati. Orang itu dalam cerita Hindu bukan orang lagi, melainkan dewa Tuhan, atau monyet dan lutung. Politik dan aksi pemimpinnya bukan lagi politik dan akis pemimpin manusia, melainkan siasat perbuatan yang terletak diluar akal manusia. Pendeknya buat menggali sejarahnya masyarakat politik, ekonomi, tehnik Hindustan dalam 3500 tahun sebelum ada imperialsime Inggris, adalah pekerjaan terkhusus dari beberapa ahli yang terkhusus pula membutuhkan kepandaian terutama bahasa, kesabaran dan kegiatannya. Kalau sejarah, masyarakat politik dan lain-lain di Hindustan dalam ribuan tahun itu jelas dan sempurna diketahui, barulah bisa diadakan peroboran atas sejarah kepercayannya kalau yang dibelakang ini bisa pula diketahui dengan sempurna dan jelas.
Karena mustahilnya mengadakan uraian yang sempurna tentang sejarah kepercayaan Hindustan, dan disamping uraian yang sempurna pula, tentang sejarah masyarakat, politik, ekonomi dll maka mustahillah pula bagi saya mengadakan peroboran, peninjauan dengan obor listrik yang sempurna.
Bukan saja karena taida cukup kalau diuraikan pada beberapa halaman saja, tetapi karena kekurangan alat keterangan tadilah. Tetapi dengan mengobor-rayakan puncak Gunung Papandayan, Merapi dan Semeru di pulau Jawa atau puncak Gunung Kerinci, Merapi, dan Slawa di Sumatera, kita juga dapat kemenangan sederhana, berikut-ikut atas Bukit Barisan di Jawa dan Sumatera peroboran semacan inilah yang akan saya jalankan atas sejarah kepercayaan Hindustan itu. Segala kekurangan tentulah sudah saya andaikan lebih dauhlu. Maksud saya lain tidak melainkan buat memberi petunjuk (suggestie) kepada ahli yang lebih mempunyai tempat, kepintaran dalam segala-gala, kesabaran dan kegiatan buat mempelajari kerohanian Hindustan yang masyhur itu.
GANGGUAN.
Baru saja tinta saya kering menuliskan kepercayaan Hindustan diatas ini tercantum dimata saya pertanyaan: Apakah betul sejarah Hindustan begitu gelap? Kesangsian timbul dihati saya tentangan kebenarannya yang dituliskan diatas ini. betul banyak juga saya dahulu bercampur dengan rakyat Hindustan, Hindu, Islam atau Sikh. Betul pula waktu saya masih pelajar, saya giat sekali dengan segala-gala yang berhubungan dengan Hindustan lebih-lebih dengan kesusasteraan dan mystikisme Hindustan. Tetapi percakapan dan pembacaan yang berhubung dengan Hindustan itu sudah lama berlalu. Boleh jadi banyak perkara yang saya lupakan. Lagi pula, boleh jadi pula keluar buku baru, sebagai hasil pemeriksaan baru. Sekali lagi: Betulkah sejarah Hindustan itu masih gelap?
Dua hari saya pakai buat menjawab pertanyaan ini. betul sampai menulis kepada penghabisan “bab logika” sama sekali boleh dikatakan saya tak memakai pustaka, sebab tak bisa mendapatkannya, tetapi sesudah itu saya bisa emndapatkan di Jakarta. Dua hari pemeriksaan sudah lebih dari cukup buat memberi keyakinan sementara. Apa yang saya tulis diatas, dua hari lampau tak perlu sedikitpun juga saya ubah, baikpun semangat dan simpulan ataupun kalimat dan perkataan. Hindustan benarlah tak mempunyai ahli sejarah. Yang menerangi Hindustan Cuma ahli sejarah Tionghoa, kemudian Arab dan akhirnya Eropa dan murid-muridnya orang Hindu dididik dengan cara Barat sekarang.
Hal ini penting! Sebab itu saya tuliskan sebagai bagian terpenting. Indonesia selama dipengaruhi dan diperintahi Hindu juga tak mempunyai sejarah, ialah sejarah menurut ilmu, bukan dongeng, impian, omong kosong. Sejarah mesti cocok dengan kejadian, tempo dan tempat yang sebenarnya. Tulisan tentang sejarah itu tak boleh dipengaruhi pengharapan, ketakutan, hati sakit atau dengki, tak boleh melebihi atau mengurangi segala bukti yang berhubungan dengan kejadian, tempo dan tempat tadi. Bahwa ahli Tionghoa dan Arab yang bisa menuliskan yang boleh dinamai sejarah, dan ahli Hindustan sejarti tiada bisa tiada mengherankan saja.
Sebaliknya akan mengeherankan (mengangakan mulut) kita kalau pemikir Hindustan Asli bisa menuliskan dengan tak sepatahpun ditambah atau dikurangi apa yang dilihat oleh amtanya sendiri. Ahli Hindu, bagaimana juga ulungnya dalam ilmu abstract, kegaiban atau terpisah, tiada bermata kebuktian (matter of fact). Ahli sejarah Tionghoa lampaupun sebelum Nabi Isa dan ahli Arab malah berdiri atas bukti itu. Mereka dengan kakinya berdiri teguh diatas dunia ini dan dengan mata terbelalak memperamati kejadian didunia fana ini. kalau salah ialah karena silap memandang saja. Bukan salah penjuru memandang atau salah cara memandang.
Ilmu sejarah itu tentulah penting sekali buat sesuatu masyarakat. Masyarakat sekarang ialah akibat yang lampau. Masyarakat yang akan datang ialah akibat dari yang sekarang. Seorang yang berkewajiban buat memperbaiki masyarkatnya yang sekarang, tentulah mesti mengetahui keadaan masyarakat itu sekarang dan dahulu. Tetapi buat pemimpin Hindustan baikpun Brahma, ataupun Buddhist, masyarakat manusia itu, tentulah barang-barang yang tiada berguna, barang yang terpaksa didiami buat sementara, malah sebagian besarnya terdiri dari manusia najis. Perhatian penuh terhadap masyarkat tak langsung dicari-cari pada filsafatnya ahli Hinduisme atau Budhiisme resmi. Mereka boleh jadi juga mau mengeluarkan peluh buat memberikan manteranya, pada yang meminta menerima harta sebagai kurban atau sebagai bunga uangnya, tetapi dalam filsafat masyarakat dan berhubung dengan ini semua, kebendaan dan keduniaan ini, ialah “kungkungan” jiwa. Jiwa ini mesti dipadukan kembali dengan jalan pertapaan: Dengan menjauhi perempuan, makanan, pakaian dll dan membunuh pancaindera.
Belum pernah saya mengadakan catatan panjang dan langsung dalam buku ini. catatan sebelum ini, catatan dari kepada saja pendek. Karena pentingnya yang berhubungan dengan ada atau tidak adanya sejarah Hindustan itu, dan saya sendiri tak perlu dan tak bisa pada bagian buku ini memberi pandangan yang lebih lanjut atupun meneruskan pemeriksaan. Maka saya kemukakkan saja catatan sedikit panjang dari seorang Inggris dan seorang Belanda disambil oleh keterangan Negative (tak ada) yang saya peroleh dari penulis Hindu yang dapat pelajaran Barat. Selainnya dari pada itu, seperti diatas saya mengharapkan pemeriksaan para Ahli yang sempurna, buat Hindustan dan ........ Indonesia.
Catatan dari History of India oleh H. G Keene, Resived Edition pada tahun 1906.
Tak ada sasatera yang meriwayatkan seluruhnya ketumbuhan Hindustan dari masa kacau balau kemasa ketentraman, dengan cara terarut dan tak putus, supaya dengan begitu bisa memberi pemandangan yang masuk diakal (rational) kepada pelajar dikedua Negara (Hindustan dan Inggris) dengan Cuma menyebutkan bukti yang nyata dan sebaliknya jangan terlampau banyak melayani perkara kecil-kecil tentang peperangan, pengepungan, asut-asung dan kesalahan (erimes) para pembesar (pendahuluan).
Penduduk (Hindustan) yang bermula terlampau biadab dan kejam: penakluk (Hindustan) yang permulaan (yakni bansga Aria, yang masuk dari Utara) menyerbukan diri kedalam pengetahuan, tetapi mereka tak mempunyai kecondongan hati terhadap sejarah (Halaman 1).
“Tetapi sejarah Hindustan dalam arti tepatnya tak bolehlah dikatakan sudah dimulai, sebelum terdirinya kekuasaan Islam. (Jadi baru boleh dikatakan sejarah semenjak Sultan Mahmud dan Chazni melanggar Hindustan dari Utara pada tahun 1008 sesudah Nabi Isa) barulah kita mulai berjumpakan penulis yang mencoba mencatatkan kejadian dari sehari-kesehari dan menggambarkan wataknya mereka yang menyebabkan kejadian tadi”.
(Pencatatan hari-harian itu berabad-abad sebelum itu sudah diadakan dengan teliti sekali di Tiongkok).
“Sampai kemasa perpecahan besar diantara kaum Brahmana dan Budhis tiada didapati catatan tentang Rakyat dibagian manapun juga di Hindustan. Semangat kebangsan kalau perkataan ini boleh dipakai, tiadalah pernah menunjukkan kecondongan hati pada cabang kesusasteraan semacam ini. orang boleh dipersilahkan membaca nyanyi: “Tuduhan Maha Dewa Asli dan Petuahnya orang besar Bertuah yang tidak kurang sakti”; lagi pula dua cerita syair yang masyhur, dimana disangka bisa diperoleh kejadian sesungguhnya buat gantinya ukuran impian dan dongeng. Perkara terka-menerka (speculatino) tiadalah kurang; tiadalah bisa disangsikan, bahwa apa didapat kecondongan terhadap beberapa cabang Ilmu. Tetapi terhadap kejadian yang nyata, tanggalnya sesuatu kejadian dan tumbuh hidupnya kejadian tadi dari hari-kehari, orang Hindu tak sehelai rambutpun menaruh perhatian. Sedikit Ilmu Bukti campur aduk dalam sairnya dan sepasang sejarah daerah Cuma inilah yang dihasilkannya tentang perkara semacam ini dalam lk 20 abad.
“Keganjilan ini boleh jadi hasil dari kesangat cintanya pada filsafat terka-menerka (speculative), kegemaran pada pikiran impian (abstract reasoning) yang semuanya mengakibatkan satu kejaian atas kosongnya benda dan kosongnya rupanya benda itu. .....
Adapun sebabnya juga, tetap kebencian mereka atas bukti dan bentuk benda ini tak bisa mengetahui sejarahnya yang sempurna dari pada bangsa Arya di Hindustan pada zaman VEDA (Halaman 11).
(Zaman Veda ini dianggap oleh ahli Barat dari tahun 500 sampai 600 sebelum Nabi Isa. Jadi sejarah ini, walaupun penting sekali tetap tinggal gelap).
Oleh seorang ahli sejarah besar (professor Cowel) dikatakan, tentang Musafir Tionghoa (Fah-Hien) dan 200 tahun kemduian dari pada itu musafir pengikutnya (Huan-Tsiang), bahwa mereka inilah saja yang menjadi tingkat pelangkah yang terang, melalui beribu tahun dongeng (omong kosong)!
Catatan dari Academisch Proefschrift bernama MEGASTHENES en de Indische Maatschappij oleh BCT Timmer pada tanggal 19 Desember 1930.
Pertama sekali jangan dilupakan pesannya Timmer, bahwa tulisan Megasthenes (Yunani) yang menjadi utusan di Hindustan, dibawah Kerajaan Gandragupta yang didapat “Cuma fragmenten (bagian terserak-serak) belaka”. Lagi pula, malah terutama pula “orang Megasthenes itu sendiri dicurigai adanya”.
Pentingnya tulisan Timmber terletak pada c a r a n y a ilmu sejarah menjalankan pemeriksaannya; carai scientific (menurut Ilmu Bukti) Pada halaman 43.
“Buat menetukan benarnya perkataan yang ditinggalkan kepada kita, ktia mesti memeriksa apakah perkataan (Megashtenes) itu cocok dengan perkataan yang ktia peroleh dari sumber lain. Ini akan mudah sekali kalau seandainya kita mempunyai documenet (saksi terdiri dari tulisan) yang cukup tentang Hindustan masa Megasthenes, tetapi saya kita jauh dari situ”.
“Pertama kita tidak mempunyai sastera orang Hindu, yang kita yakin ditulis pada masa Megasthenes”.
“Pustaka yang lain, yang dipakai buat membandingkan (cerita, syair, cerita buku undang, pustaka Budhisme) atau terjadi pada tempo lain atau tak mempunyai tanggal kadang-kadang juga hasil dari kemajuan berabad-abad, oleh sebab mana perbedaannya dengan Megasthenes boleh jadi disebabkan oleh perbedaan temp dan boleh jadi juga disebabkan oleh kesalahannya Megasthenes sendiri”.
(Selain dari pada kedua itu Timmer juga mengemukakan, bahwa mestinay Hindustan itu bukanlah bagian Hindustan yang digambarkan oleh Megasthenes saja ialah Punjab dan tanah datar sungai Ganges, tetapi juga pegunungan besar seperti Ducan, juga kaum ksatrya, saudagar dan akum pujangga. Jadi bermacam-macam tempat golongan!).
“Ketiga ...... lebih dari pada buku cerita hal ini berlaku pada buku hukum. Pada buku undang maksud orang bukan hendak menggambarkan keadaan, tetapi Cuma buat memberikan aturan yang mesti diikuti”.
(Sudah tentu ada jurang besar antara undang dan praktek ramai. Begitu juga jurangnya, ayat agama dengan perbuatan Rakyat jelata dalam kehidupannya sehari-hari. Jadi buku hukum dan ayat agama saja tentu tak bisa menggambarkan Rakyat seluruhnya dengan sebenarnya! Cobalah pastikan gambar keadaan Rakyat Amerika umpamanya dengan membaca teori demokrasi saja disertai pula dengan ayatnya agama Kristen dengan “tepuk pipi kiri kasihkan pipi kanan).
“Warta dari Hindustan sendiri amat bertentangan satu dengan lainnya”.
(Pendeknya Timmer, yang tentu giat mencari bukti yang sempurna buat sebagian saja dari sejarah Hindustan, untuk mengadakan alasan yang sempurna, juga memberi simpulan pada kita, bahwa sejarah Hindustan adalah diliputi awan gelap-gulita).
Akhirnya dari Buku CREATIVA INDIA, oleh Beney Kuman Sarkar, sedikitpun saya takbisa mengambil catatan tentanga ilmu Sejarah, pada nama buku itu saya ktia sudah bisa melihat maksud penulisnya yakni buat membuktikan bangsa Hindustan sebagai kodrat pembangunan – terutama – mendapatkan ilmu.
Penulis ini menantang penulis Barat yang menyatakan bahwa bangsa Hindu itu pesimistis, memandang yang gelapnya saja di dunia ini. Menantang paham Barat, bahwa umumnya badan orang Hindu itu lemah dsb. Penulis Hindustan tadi yang Cuma beberapa tahun yang silam saja mengemukakan keulungan bansga Hindu dalam segala-gala, malah tidak saja tak kurang, boleh jadi lebih dari Bangsa Yunani, Arab, atau Eropa zaman Tengah.
Keulungan bangsa Hindustan malah terkhusus sudah saya kemukakan lebih dahulu. Tetapi keulungan itu menurut pikiran saya akan tetap begitu, walaupun 1001 buku seperti Creative India saya baca, dan dinaikkan halamannya tiap-tiap buku dari 600 sampai 6000, sebagai hasil dair pekerjaan tersambil buat mensahkan dan menjalankan semangat Hindustan (diluar Islam sudah tentu!) yang pad agaris besar dan resminya berdasarkan idealisme, kerohanian semata-mata. Idealisme Hindustan tiadalah berjumpakan materialisme yang kuat kelak seperti pada Yunani dan Eropa. Sebab itu materialisme Hindustan gampang dihanyut londongkan oleh banjir idealismenya. Hasilnya ialah hasil tersambil seperti Matematika, Logika ya atau tidak dipengaruhi Yunani atau Arab. Kalau dia sesat pada Ilmu Badan Manusia, maka maksudnya juga buat memperkokoh c a r a menghilangkan anggota Badan, jasmani itu dan dengan segera mencampurkan jiwa si pertapa dengan Rohani Alam, Atman, Brahma dengan maksud membunuh pancaindera!
Dari filsafat, pemandangan dunia Hindu bisa lahir Ilmu Bintang, cara kuno, Ilmu Berhitung, juga Geometry ataupun Logika. Tetapi dari filsafat pemandangan dunia yang resmi di India tak akan bisa timbul Ilmu Bukti seperti Ilmu Alam (Physika) dan Kimia, Listrik, Radio, Cahaya, Kodrat dsb. Ilmu semacam ini ialah hasil peralaman yang pesat. Kepesatan ini Cuma bisa didapat pada perindustrian yang pesat majunya, disertai oleh tehnik yang pesat pula. Kalau science itu dimisalkan bapak, maka teknik itu ialah ibu dan perindustrian itu anak. Tetapi perindustrian tak akan maju, kalau “demand” keperluan Rakyat memakai rendah sekali. makin tinggi keperluan Rakyat memakai (kain, makanan, atau rumah, radio, gramopon, auto dsb) makin tinggi supply, production, hasil. Kalau keperluan memakai itu kita andaikan kutub utara dan persediaan (supply) itu dikutup selatan, maka hasil dari sejarah gerakan berkutub dua itu ialah perindustrian juga, hasil yang tambah-bertambah, terus-menerus.
Filsafat yang mengutuki dunia, mengurangi makanan sampai badan sipertapa tinggal lagi kulit pemalut tulang, memerlukan hanya gua batu untuk tempat tinggal, akin cawat sehelai kulit kayu: memuliakan isteri yang cantik molek dengan cara ditikam, diperas darah seluruh badannya, dan kemudian dilemparkan kedalam api buat dipilih oleh arwah suaminya di surga seperti yang berlaku di Bali sebelum dilarang Belanda.
Menyuruh manusia berpakaian ampas-lembu terbakar ...................... filsafat semacan ini tak akan memperdulikan supply and demand, persediaan dan keperluaan memakai barang, tak akan menghiraukan teknik dan semua Ilmu Bukti yang berkenaan dengan kebendaan. Satu pabrik buat seluruh Hindustan sudah lebih dari cukup buat membiki c a w a t semua penduduknya. Apa guna pengetahuan tentang tepung, gemuk, dan putih-telur, semuanya itu keduniaan yang mesti dijauhi. Kalau ada juga ilmu berupa ekonomi, keuangan di India, maka semuanya itu Ilmu tersambil. Ilmu terpaksa diadakan diluar filsafat resmi. Eropa dan Tiongkok juga ada mengandung filsafat idealisme, tetapi tiadalah sampai memuncak seperti di Hindustan. Lagi pula Materialismenya cukup kuat buat bergandengan dengan idealismenya resmi atau tersembunyi. Materialisme Barat cukup kuat buat membasmi Idealisme dalam aliran besarnya dan menembus jalan samapai ke zaman industrialisme. Filsafat umum di Tiongkok dan Eropa cukup kuat buat mengendalikan pessimisme Hindu sampai Rakyatnya sebagian kecilpun tak ada yang dianggap najis; atau janda yang cantik molek ditikam, diperas darahnya dan dilemparkan masuk api, ditonton oleh orang ramai, atau badan dibedaki dengan tahi lembu terbakar barangkali buat menolak bala (bahaya) sebagai hasil Ahli Kimia Hindustan Asli yang hebat itu.
Tuntutan Hindu Muda seperti Tuan Sarkar, supaya Hindsutan Asli diaku hadiahnya pada Ilmu didunia, mesti diakui. Lebih dahulu sebleum saya membaca buku itu sudah saya majukan, tetapi saya tahu, bahwa Barat juga tak enggan mengakui terus-terang kecerdasan dan jasa Timur umumnya dan India khususnya.
Tidak saja Tagore dibintangi oleh Inggris, tetapi Ahli Biology besar seperti Bose dan Ahli Physic (Kodrat) seperti Remon semuanya Ahli Hindu, hasil dari didikan Barat, juga dapat pengakuan kehormatan dari pihak Inggris terkhususnya dan Dunia Science umumnya. Ahli Jepangpun dalam hal kedokteran dan Matematika cukup dapat pengakuan Barat. Kalau memang ada definisi atau undang, yang didapat pada ahli Hindu Asli, lebih jitu dan dalam dari pada Ahli Asli Yunani, seperti Archimedes (Physic), Phytagoras dan Euklid (Matematika), dll, maka definisi dan undang itu saya pikir sudah lama tercantum dalam buku pelajaran sekolah (textbook). Kalau betul jitu dari definisi dan undangnya ahli Yunani Asli dan diganti dengan definisi dan undangnya Ahli Hindustan Asli, Business is business! Yang menguntungkan itu dari manapun datangnya mesti diterima. Lagi pula (demand) seperti saya tahu, Inggris selalui mengakui kecerdasan atau keberanian luar biasa, walaupun dari musuhnya. Perkataan fairplay, spoot-man dan gentleman asalnya dari Inggris. Kalau Ingrgis tak menukar textbook dalam beberapa Ilmu di Hindustan itu, maa sudah pada tempat dan temponya Ahli Hindu Muda mengadkan propaganda dan Aksi. Tetapi hal semacam ini belum saya dengar atau lihat. Textbooks, buku pelajaran yang datang dari India-Hinudstan pun saya lihat masih diisi oleh Ahli Yunani dan Barat.
Terutama pula kalau membantah Ahli Barat, janganlah dibiarkan sentimen (perasaan) seperti nasionalisme, patriotisme, ketimuran dsb, memperbaharui ilmu yang dikemukakan. Kalau Ilmu atau Ahli Timur itu memang lebih cerdas, mesti diperlihatkan, kalau perlu panjang lebar, kelebihannya dalam hal caranya memeriksa perkara, kesempurnaan bukti sebagai lantainya Ilmu yang dimajukan, cara mendapatkan dan kemanjurannya definisi atau undangnya yang diperoleh dan pelaksanaan undangnya itu atas bukti yang dekat atau jauh, dsb. Sikap semacam itu memang tak mudah didapat pada mereka yang memandang dari penjuru kebangsaan atau kebenuaan. Timur yang measalkan dan memuncakkan Ilmu itu dari ketimuran sama besar salahnya dari Barat yang me-asal dan memuncakkan science pada kebaratan, kebangsaan, ke-Aryaan dan ke-Nordican. Science itu, tiada memandang warna atau bentuk badan. Dimana alatnya sedia disana dia akan maju! Dimana ia tak ada, disana dia akan tiada keluar, atau berupa pincang, seperti pada Ilmu Abstract di Hindustan.
Buku Creative India mempertahankan, bahwa Hinudstan itu pembangun segala-gala Ilmu seperti kata Tuan Sarker. Ilmu yang tak kurang exact dan fruitfull (jitu dan berhasil) dari Yunani atau Eropa dizaman Tengah, malah dapat lebih. Tetapi pada pembangunan Ilmu, segala-gala ini, saya tak menemui I l m u s e j a t i. Ilmu ini walaupun belum berupa Science, seperti sekarang sudah bagus sekali adanya di Tiongkok dan Yunani Asli.
Tuan Sarkar sama sekali membungkamkan perkara Ilmu Sejarah itu, walaupun inilah Ilmu yang pertama sekali mesti dipelajari dan diketahui, kalau orang mau exact dan fuitfull dalam segala-gala seperti materia medica, therapeutics, anatomy, embroyology, metallurgy, chemistry, physics dan zoology yang semuanya menurut Tuan Sarkar sudah diketahui oleh Ahli Hindu Asli.
Tuan Sarkar menguraikan Vedix Ages, katanya dari lk 1500 sampai 1000 sebelum Nabi Isa.
Pada bagian Vedic Ages inilah tempatnya untuk menguraikan sedikit tentang Masyarakat, Politik, Ekonomi, dan Tehnik Hindustan menurut Sejarah yang ditulis oleh Ahli Sejarah Hindustan, yang lebih jempol dari Fah-Hien, Iching, Huan Tsiang, Tacitus, Strabo, Julius Caesar dsb. Bukan dimaksdukan syair, pujaan, dongeng dan omong kosong ........................Hindustan.
Bagaimana ahli Hindustan bisa “exact dan fruitfull” sama dengan atau lebih dari Yunani dan Eropa Tengah, dan sama dengan Materialsime Eropa pada tahun 1789, yakni zamannya Lavoisier (Kimia) dan Cuvier (Hewan) kalau sebagian besar terpelajarnya, menurut Agama resminya, aialh Brahmanisme dan Budhisme; tak boleh membunuh hewan, jangankan lagi potong-memotong buat memeriksa urat, nadi, otak dsb; kalau pemimpin masyarakat dan pengikutnya memandang lembu sebagai Dewa dan ampasnya (hasil Ilmu Kimia Asli) dibakar buat bedak.
KESIMPULAN.
- Tuntutan Hindustan Muda supaya diakui jasanya dalam Ilmu Abstract, seperti Matematika, Logika dll, mesti dibenarkan.
- Tinggi rendahnya Ilmu Hindustan itu tiadalah bisa ditentukan oleh perasaan kebangsan atau ketimuran, melainkan atas tinggi rendahnya perkakas (instrument) dan cara (methode) mendapatkan bukti yang syah, Logika dan Dialektika buat menyusun hukum dan cara penglaksanaan hukum itu kepada bukti, dsb.
- Ilmu Sejarah dan Ahli Sejarah Hindustan Asli (1500-600 tahun sebelum Nabi Isa) jadi juga sejarha keadaan masyarakat, politik, dan ekonomi, teknik dll tak dikenal oleh dua ahli Barat seperti disebut diatas. Dalam buku Creative India (Pembangunan Hindustan) juga tak dijumpai sedikitpun yang berbau sejarah.
- Seperti sejarah Indonesia gelap-gulita pada zaman Hindu begitu juga sejarah Hinudstan, gelap-gulita dalam zaman sebelumnya didatangani oleh orang Arab dan Inggris. Pembangunan Hindu yang sekarang dalam segala-gala, kalau seandainya mereka masih ada di dunia ini, mestinya dibangunkan dari tidur nyenyaknya. Mereka mesti dibuka matanya; belajar membicarakan dan emnuliskan kejadian serta bentuk dan corak benda hari-hari yang dikelilinginya oleh teman sejawatnya dari Tiongkok dan Yunani. Mereka Ahli Hindustan Asli itu, betul-betul exact and fruitfull, jitu dan sempurna menggelapkan sejarahnya Hindustan Asli dan Indonesia pada zaman Hindu.
KEPERCAYAAN HINDUSTAN DITERUSKAN.
Kita banyangkan obor-listrik kita pada sejarah kepercayaan Hindustan Asli yang gelap-gulita itu, yang berpuncak para Brahmanisme, yang juga tidak sama sekali terang-benderang, seperti puncaknya barisan Himalaya, ialah gunung Everest yang selalu diliputi salju dan awan.
Kita bagi sejarahnya filsafat Hinudstan diluar Islam atas tiga bagian, cocok dengan tiga masanya (period) yang ditentukan oleh Encyclopaedia Britanica. Pembagian itu ialah:
- Vedic Period (Zaman Kitab Veda) dari lk th 1500-600 sebelum Nabi Isa.
- Epic Period (Zaman Dongeng) dari lk 600 sebelum sampai 200 sesudah Nabi Isa.
- The Period of the Six System (Zaman 6 Tata) dari th 200 sesudah Nabi Isa.
Penulis Sakar, menetapkan Zaman Veda itu dari lk 1500 – 1000 tahun sebelum Nabi Isa. Tetapi atas alasan apa penetapan itu dilakukan tak bisa pula kita baca. (Apakah artinya tanggal, apakah gunanya sejarah itu buat orang Hindu, apalagi yang mistik). Pada Encylopaedia Britanica, walaupun kita tiada menjumpai penerangan langsung atas pembagian itu, kita bisa temui sendiri alasannya. Pada penghabisan masa tingkat pertama itu, kita berjumpa dengan beberpa isme, yang menantang masa pertama itu, Zaman Veda, yaitu Budhisme, Jainism dan Materialism. Jadi masa kedua, ialah masa dongng, menyaksikan pertentangan filsafat atau kepercayaan: Kepercayaan Veda terhadap Budhism dll tadi.
Sebagai hasil pertarungan itu kita jumpai perdamaian (compromis) antara paham pada masa Veda dan paham pada masa dongeng, terutama Buddsim. Disini nyata saya lihat aliran Dialektika: thesis, anti-thesis dan sinthesis; pokok (perkara) anti-pokok (perkara), pembatalan kebatalan. Betul Encyclopaedia Britannica tidak mengemukakan, cara Dialektika itu, tetapi seperti sudah saya bilang dahulu scientist yang jaya selalu berjalan sedemikian. Tiada pula saya katakan disini, bahwa Encylopaedia Britannica selalu jaya. Pada definisi H i d u p (Life) saya sudah tunjukkan kesempitannya. Juga terhadap yang mengandung perkara agama, apalagi agama yang diakui resmi oleh Britannica, ataupun politik, janganlah diteln begitu saja bulat-bulat apa yang dikatakan oleh Encyclopaedia Britannica, walaupun diurus oleh para ahli yang terkemuka di masyarakat Inggris.
Berhubung dengan berjumpanya jalan dialektika pada sejarah filsafaat Hindustan Asli tadi, bukan sesudah Islam dan Barat masuk, maka pembagian tiga masa itu akan saya pakai. Boleh jadi sekali penulis seperti Sarkar, mempunyai alasan cukup, yang juga mengandung perubahan besar dalam sejarah, mengandung anti-thesis, tetapi saya tak berjumpa dengan satu alasanpun, kenapa dia menetapkan masa pertama itu dari 1500-1000 SNI. Lain dari pada itu semua nyanyi dan dongeng tulisannya tiada memperdulikan tempoh dan tempat.
Pertama sekali mesti saya kemukakan disini, bahwa Zaman Veda ini penting sekali. buat masyarakat Hindu masa ini, ialah masa melangkah. Sejarah dibelakang masa Veda ini, ialah sejarah tumbuh dan tumbangnya paham yang dikenal diluar Hindustan bernama Hinduisme Asli, yakni Brahmanisme yang mengambil segala kekuatan rohaninya dari Kitab Veda ini. Sebab itu maka dari filsafat Kitab Veda inilah pula saya melangkah. Inilah yang jadi thesis, pokok-pertama, sebagai puncak pada satu barisan.
Tetapi mesti saya ulang memajukan sekali lagi, bahwa thesis ini, pokok perkara, ialah titik melangkah ini gelap-gulita, sejarah buat ahli sejarah Barat, seperti menurut catatan yang sudah terampau panjang saya kemukakan. Penulis Hindu Muda, yang dapat didikan Barat, seperti Sarkarpun, tak sepatahpun memberi keterangan yang sedikit berbau sejarah tentang Zaman Veda itu.
Jadi akhirnya mesti saya ulang kembali, bahwa zaman masyarakat, politik, ekonomi, teknik, malah bumi-iklim Hinudstan pada masa 1500 – 600 SNI itu, sejarah mana menurut Madilog, bisa mengobori Kitab Veda dengan Brahmanisme itu, boleh dikatakan gelap-gulita.
Begitu juga sejarahnya Buddhisme sendiri, pada masa dongeng, tingkat anti-thesis pad beberapa abad permulaannya ada dalam gelap-gulita. Baru pada Masa Asoka sedikit terbuka layar, dan akhirnya lampu musafir Tiongkoklah yang bisa memberi penerangan selama lampu itu dipasang. Di luar seseudah lampu Tiongkok itu dipasang, sejarah Hindustan kembali kekeadaan gelap-gulita.
Bila lampu itu tiada bernyala lagi, sejarah Hindustan kembali kekeadan gelap-gulita.
Zaman ketiga sudah lebih diketahui, karena lebih dekat pada zaman kita. Tetapi kalau orang Islam dan Eropa tiada masuk semenjak lk 1000 tahun sebelum Nabi Isa, maka seperti Indonesia pada masa Hindu, sejarah filsfaat Hindustan itu sendiri, apalagi sejarah masyarakat, politik, ekonmi dan teknik Hinudstan seluruhnya akan tinggal disinari dongeng dan omong-kosong setinggi Himalaya pula.
Brahmanisme itu ada kita ketahui sedikti, malah ada ahli yang mengatakan, bahwa dinegara kitalah Brahmanisme yang lebih asli bisa dipelajari, yakni di Bali. Sebab itu kalau ktia mau mempelajari Brahmanisme itu, ktia bisa menjumpai bukti yang hidup dan nyata. Teori dan praktek boleh disaksikan serba sedikit, walaupun di Hindustan Asli prakteknya berbentuk lain.
Ke 1. ZAMAN KITAB VEDA
Veda artinya pengetahuan, Ilmu, artinya yang lain ialah Firmannya yang Mahakuasa. Jadi Kitab Veda itu ialah pengetauhan yang berasal dari Firmannya Yang Maha Kuasa. Satu kelas yaitu kasta terkhusus, yang dalam buku cerita disekolah kita kenal sebagai Kasta Brahmana, mengetahui dan bisa menterjemahkan isi kitab suci Hindustan itu. Kasta Brahmana ini memonopoli, memiliki pendiriannya mengetahui isi kitab sucinya itu, menterjemahkan dan mengajarkan seluruhnya pada pemuda kastanya. Beratambah kecil demi bertambah kecillah diajarkannya terhadap kasta yang lebih rendah demi lebih rendah dari kasta Brahmana. Beginilah pada puncak sejarahnya Zaman Veda itu, Kasta Brahmana itulah yang sumber dari semua pengetahuan tentang bumi dan langit, hewan dan manusia, para Dewa dan Maha Dewa. Mereka kaum Brahmanalah yang menjadi perantaraan antara penduduk Hindu Asli dengan Dewa Maha Dewa Yang Maha Kuasa. Berhubung dengan itu, maka sesudah rubuhnya Kasta ksatria, Brahmanalah yang sebenarnya berkuasa dalam masyarakat Hindustan.
Mereka ialah Kasta Suci, kasta terpisah sendiri makan minum, tempat tinggal dan pekerjanya, turun-temurun. Pada titik puncak kekuasannya ialah pada masa lk 600 tahun sebelum Nabi Isa itu sampai sekarang ini, mereka sudah tak boleh kawin lagi dengan dua tiga ribu kasta kecil di Hindustan, atau dengan empat kasta besar dibawah kastanya.
Brahma, dalam bahasa Sanskrit, artinya Neuter, bukan lelaki dan bukan perempuan. (Pembaca disini berhadapan dengan sepotong Dialektika Hindu, yang permai sekali. Pada sesuatu saat dan titik maka perkataan Brahma, yaknibukan lelaki dan bukan perempuan itu bukan omong-kosong kita masih ingat pada pemrulaan buku ini dimana diterangkan, bahwa menurut Dialektika A itu boleh Non-A, y a itu pada suatu saat bisa t i d a k. Dalam ilmu Bintang dan Tumbuhan hal ini memang satu bukti. Tetapi terhadap semua Dialektika yang beralasan dan berpuncak pada Idealisme semuanya orang mesti berawas sekali. terkhususnya terhadap Dialektika Hindustan). Brahma itu juga berarti, Yang Maha Tunggal (absolute), Maha Dewa dan Maha Jiwa Ataman. Pendeta dalam buku Rig-Veda, juga dinamai Brahma. Yang dimaksudkan dengan Brhamanism, ialah tata (system) agama, berasal dari dan diselenggarakan oleh kaum Brahmana itu. Tata agama Brahmanaismelah dan kasta Brahmanalah yang akan kita pakai disini sebagai pokok melangkah, sebagai thesis.
Dengan kecepatan kilat kita mesti obori sejarahnya Brahmanisme dalam Zaman Veda yang lebih kurang 1000 tahun itu. Tentulah yang bisa dibentuk obor listrik itu puncak yang menyolok mata saja.
Sejarah Brahmanisme dalam lebih kurang 1000 tahun itu, tentulah juga seperti sejarah segala-gala melalui tingkat bayi-lahir, balig dan tua. Bayinya Brahmanisme itu seperti semua kepercayaan manapun juga, ialah berupa animisme dll yang masih ktia dapati di Indonesia ini. persoalan yang menggerakkan otak Hindustan Asli, ialah bahwa Aryan yang masuk di Hindustan dari Utara, diantaranya: Dimanakah matahari itu pada malam hari? Dimanakah bintang itu pada siang hari? Apakah sebabnya maka matahari tak jatuh? Mana yang lebih dahulu, siang atau malam? Dari manadatangnya angin dan kemanakah perginya? Dan lain-lain yang berhubungan dengan itu.
Jawabnya itu tentulah tidak diperoleh dengan memakai teropong sebesar yang didapat oleh Mount Wilson dan Matematika menruut teori Relativiteitnya Einstein. Jawabnya persoalna itu didasarkan pada para Dewa, yang berpikiran berkemauan dan berperasaan adil, lalim, kejam dan baik seperti manusia juga. Kita, bangsa Indonesia juga pernah mengenal Dewa Hindu, yang dibawa oleh Hindu kemari. Tak perlu lama kita mempelajari bentuk dan sifatnya Dewa itu. Ada masanya Hindustan Asli mengumpulkan dan memuja semuanya 33 Dewa pada 3 daerah, yakni ke-1 derah langit, ke-2 didaerah bumi dengan apinya, dan ke-3 didaerah udara dengan angin. Jadi pada tiap-tiap bagian ada 11 Dewa yang memerintah. Akhirnya pada tingkat yang lebih lanjut pendeta Hindu memuncakkan kekuasaan 11 Dewa pada tiap-tiap bagian itu pada satu Dewa. Jadi kita dapat 3 puncuk Dewa, ialah: Pertama: Dewa Surya bersemayam dilangit, menguasai daerahnya, kedua Dewa Agni, bersemayam di Bumi, menyelenggarakan perkara api, yang juga bekerja memperhubungkanpara Dewa dan manusia, dan ketiga Dewa Indra, yang bersemayam di Udara, yang mengatur perkara angin. Dalam Kitab Veda kita juga berjumpakan syair yang memuja dan memuji Dewa Tiga Serangkai ini.
Tetapi janganlah pula disangka, bahwa kekuasaan tiap Dewa, diantara yang 33 atau 11 ataupun 3-Serangkai dipastikan luas dan batasnya, seperti Tata Negara Amerika Serikat memastikan kekuasaan, tentang gaji, mengangkat dan melepaskan pegawainya. Semua kekuasaan itu Cuma dibentuk pada syair saja, kekuasaan satu Dewa boleh berada pada daerahnya Dewa lina dan sebaliknya.
Ahli syair, pemuja Dewa dan penjawab persoalan yang terbit dikepalanya tak puas dengan Dewa Tiga Serangkai sebagai pucuk 33 para Dewa tadi, sejarah berjalan dari selangkah demi selangkah dan persoalan timbul satu demi satu. Tiga serangkai tadi akhirnya dibulatkan, ditunggalkan pada SATU ayng berkuasa atas, atau menilik kerja teman sejawatnya. Dewa Surya, Dewa Matahari, yang bersemayam dilangitlah yang mendapat kehormatan!
Beliau diangkat – juga dalam syair oleh tukang syair – menjadi ketua. Beli inilah yang berganti-ganti mengetuai rapat pada daerah beliau sendiri, yakni di Langit, kemudian di Udara dan akhirnya di Bumi. Maklumlah pembaca, kalau beliu paduka yang Maha Mulya Surya itu mengetuai rapat daerah Udara,maka ketua Udara, yakni Dewa Indra, dengan segala tertib dan hormat akan duduk disampingnya Dewa Surya.
Tetapi tentulah tiada gampang mengetuai hanti dan jinya penduduk Hindustan di Tengah dan Selatan, dipegunungan Dekan, Dipantai Timur dan Barat serta dipulau Selong. Disini sekarang masih kelihatan berapa bangsa yang terang bukan Aryan, menurut bentuk tubuh dan warna kulitnya. Sekarang pegunungan Dekan saja berpenduduk 100.000.000 jiwa. Tetapi sebagian terbesar dari mereka menurut ahli Barat (Keene), lebih menyerupai bangsa Tolaing di Birma (serupa orang Indonesia juga) atau orang Indonesia dikepulauannya dan penduduk pulau Selong. Mereka bangsa Indonesia Asli itu tentulah pula membawa Hantu dan Jinnya, ketika bertemu dengan bangsa Arya yang menyerbu dengan langsung atau tidak langsung kearah Selatan. Pada satu masa (tentulah tak bisa diketahui abad, bulan atau harinya), tentulah para Dewa Arya dari Kitab Veda atau sebagian Kitab Veda bertemu muka dengan Hantu dan Jin Indonesia. Diantara Hantu Indonesia itu tentu juga ada yang berkuasa di Udara, seperti Hantu Pemburu (Minangkabau), Hantu Rimba dan Hantu Laut (Pelasik Kudung) dsb. Sang Hantu Pemburu dan Pelasing Kudungs aja tentulah tak dengan ikhlas hati begitu saja akan menyerahkan kursinya pada Maha Dewa Surya, walaupun sudah 32 atau lebih pun Dewa dikalahkannya, apalagi akan dengan ikhlas hati menyerahkan daerah kekuasaan serta rakyat dan familinya, bulat langsung pada Dewa Surya yang datang menyerbu itu.
Barangkali ada peperangan yang seru, sengit terjadi. Tetapi ktia tak dapat mengetahui, karena ktia tak semua diberi tahu oleh kaum Brahmana itu. Lagi pula ahli Barat mengakui, bahwa Kitab Veda itu ada yang hilang bagiannya. Tetapi bagaimanapun juga dengan perkelahian atau tipu muslihat, Brahmanaisme bisa mengadakan perdamaian: kepercayaan bangsa Non-Arya menerima bagian dari kepercayaan dan Hantunya bangsa yang bukan bangsa Arya itu. Brahmanaisme penuh dengan perdamaian. Tetapi tak perlulah semuanya diceritakan disini.
Perdamaian bangsa Arya atau campuran Arya dengan beberapa bangsa yang bukan bangsa Arya itu sudah kita ketahui juga, yakni di Indonesia ini. dunia bagian lainpun mengetahui Tiga Serangkai lain dari Tiga Serangkai Surya, Agni dan Indra tadi. Tiga Serangkai yang lebih diketahui itu ialah Brahma, Wisnu, dan Shiwa. Shiwa dianggap Dewa Perusak (destoyer); Wisnu, Dewa Pemelihara (preserver) dan Brahma, ialah pembangun, Pembikin (creator) Alam Raya, ketua, Yang Maha Kuasa,Yang Tunggal.
Menurut Encyclopaedia Britannica, perdamaian itu dianggap sebagai hasil filsfaatnya kaum Brahmana semata-mata. Brahma, ialah Maha Jiwa itu dianggap terlampau halus (terpisah) oleh ramai. Ramai menyukai yang nyata, yang lebih gampang dimengerti, Yang Gagah atau Yang Pencinta. Sebab itu menruut Enc. Brt, kaum Brahmanalah yang cerdik memasukkan Para Dewa atau Hantu yang disukai ramai. Seperti Shiwa umpamanya, mulanya berbentuk Dewa pujaan ramai, seperti Brahmana yang cerdik, memasukkan Shiwa itu kedalam kitabnya. Dengan begitu mendapat akuan dari kitabnya. Disini cara berpikir kaki diatas, kepala dibawah pada pihak pemikir burjuis kelihatan pula. Menurut Madilog, maka perdamaian itu bukan hasil k e c e r d i k a n melainkan sebaliknya hasil pertaruan antara Kasta Brahmana dan Kasta Bawah, dan antara Bangsa Arya dengan bukan Arya. Pertarungan itu mestinya lama, dan keuda pihak mesti mempunyai kekuatan. Kalau Kasta Brahmana terkuat bisa menang sempurna, dengan menghancur luluhkan Kasta Rendah dan/atau bangsa bukan Arya, maka Kasta Brahmana itu tak perlu menarik Dewa atau Hantu manapun yang bukan Arya.
Diantara pemikir Barat yang berdasarkan Dialektika ada juga yang melihat Tiga Serangkai ini sebagai penglaksanaan Dialektika Hindu. Pemeliharaan, Perusak, dan Pembikin itu ialah hasilnya gerakan Dialektika: Thesis, anti-thesis dan synthesis, yang sudah kita kenal. Tetapi menurut pikiran saya orang mesti berhati-hati mengambil kesimpulan, sebelum betul-betul dipastkan jabatan (function) masing-masing Dewa itu dalam teori dan praktek, dan sejarahnya perdamaian itu diantara bansga Arya dan bukan Arya. Saya bilang orang mesti berhati-hati dan janganlah diambil dari satu tempat saja, baik dalam Kitab Veda, atau dalam Negara Hindustan saja. Orang mesti periksa arti masing-masing Dewa itu pada seluruhnya Zaman Veda dan semua tempat di Hindustan.
Mana yang lebih dahulu didapati dalam sejarah Kitab Veda. Surya, Agni, Indra atau Brahma, Wishnu, Shiwa, tiadalah saya berani dan bisa menentukan. Sejarah yang pendek diatas ini saya majukan, tiadalah semata-mata menurut kehendak hati saja. Kaalu seandainya saya mau berlaku sebaliknya, saya tak bisa jalankan sebab seperti pada permulaan lebih dari cukup saya majukan bahwa Zaman Veda itu gelap gulita! Tetapi tiga Serangkati Surya, Agni, Indra itu memang boleh jadi mendahului Tiga Serangkai Brahma, Wishnu, Shiwa. Sekurangnya hal ini tak bertentangan dengan Madilog.
Kekuasaan dan daerahnya 33 Dewa itu masing-masing tentulah memusingkan kepala seseorang, berapapun juga ahlinya. Lagi pula orang sudah sadar, bahwa walaupun ada 33 Dewa, seorang atau selusin dua luisn Dewapun tak bisa menganggu ketetapan, menurut hukum, orde, jalannya Alam ini. R t a, kata filsafat Hindu itu, yang artinya ketetapan jalan itu. R t a yang tergambar pada Dewa Varunalah yang menyelenggarakan supaya matahari beredar siang dan bulan beredar malam, serta musim balik bertukar. Jadi lama-lama mendapat penrtian tentang ketetapan, pengertian tentang hukum. Lagi pula pikiran umum sudah condong pada keesaan. Diantara yang 33 Dewa itu mestinya ada saut yang terkuasa. Disinilah lahir montheisme, kepercayaan pada “ketunggalannya”, keesaan. Begitulah diatas kita melihat Dewa Surya akhirnya jadi ketua pada tiga daerah, Langit, Bumi dan Udara berikut-ikut mengetuai rapatnya sendiri, rapatnya Agni dan Indra. Surya naik ketingkat Maha Dewa.
Tetapi lama-kelamaan orang sangsi kepada kepercayaannya sendiri. beberpaa syair dalam Veda, sudah menanyakan “siapakah Indra itu?” “Siapakah yang pernah melihatnya?” “pada Dewa manakah kita mesti berkorban?”
Kesangsian itu menimbulkan kepercayaan baru pula. Seorang ahli filsafat Brahmana itu berpikir: Di dalam badannya para Dewa itu, adalah satu persamaan. Persamaan ini ialah Rohani Alam yang berada dalam berjenis-jenis badan, bentuk dan nama. Rohani Alam ini sama dengan Jiwa Alam atau Akal Alam. Rohani Alam itulah yang dikandung oleh Badan yang berupa Agni, Varuna dan Indra dan lain-lain.
Jadi pada tingkat ini ke-Esaan yang terbentuk pada badan Surya tadi bertukar menadi keesaan Rohani! Sedangkan Surya tadi masih berupa orang yang mempunyai akal, kemauan dan perasaan marah atau cinta, tetapi Rohani Alam ini sudah sesuatu yang terpisah sama sekali dari jasmani seperti angka 2, 3 dsb-nya terpisah (abstracted) dari 2 manggis, 2 orang dan 2 dewa, Cuma tinggal bilangan saja, begitulah pemikir Brahmana memisahkan Rohani itu dari Jasmani.
Rohani Alam inilah juga yang dinamai Atman. Ataman inilah yang dicari dengan jalan pertapaan. Apakah Atamn itu? Penghabisan Kita Veda Bagian yang bernama Upanishad, memeriksa sifatnya Atman itu. Diterangkan disana, bahwa b a d a n manusia itu bukanlah d i r i, bukanlah s a r i, kaerna badan itu berukar dari bayi sampai balig dan akhirnya tua dan mati. Juga d i r i dalam mimpi itu bukanlah diri sebetulnya, sebab dair diri itu pun dibawah pengaruh pengalaman sehari-hari. Diri dalam tidur tak bermimpi juga bukan diri, sebab dalam hal itu, diri itu kosong. D i r i sebetulnya ialah k e s a d a r a n a l a m yang terdiri atas dirinya sendiri dan buat dirinya sendiri. manduknya Upanishad membedakan 3 tingkatnya Jiwa: bangun, bermimpi dan tidur (nyenyak). Ketiga tingkat ini termasuk kedalam tingkat ke empat, ialah “kesadaran gaib” (intuitional consciousness). Pada kesadaran gaib inilah hilang lenyap semua pengetahuan dengan benda didalam dan diluar badan. Inilah yang Atman. Brahmana itu sama dengan Atman. Sari dalamnya Alam sama dengan sari dalamnya diri (manusia). Kalau sipertapa sampai bercampur dengan Ataman itu ia bisa berkata TAT TVAM AS “aku” berjumpakan e n g k a u. sifatnya kebinasaan hakekat terakhir ini, Atman ini, t a k b i s a ditentukan. Tetapi menurut Upanshad tadi juga, perasaan gaib kita (intuition) bisa merasakannya. Aklau orang mau bertanyakan bentuknya atau definisinya. Kalau orang mau bertanyakan bentuknya atau definisinya, ahli Brahmana tadi Cuma menjawab dengan “Neti, Neti, Brh”, artinya bukan ini dan bukan itu ..........
Pendeknya tak ada yang tahu, mata ditujukan kepuncak hidung, badan Cuma tinggal kulit pemalut tulang, cinta kasih sayang pada anak istri dan makan meti dilupakan sama sekali, telinga seolah-olah mati sehingga keroncongan pertu sendiripun tak terdengar lagi. Kalau dalam keadan tak mati, tak hidup ini, seseorang pertapa, seorang bersamadhi, sangka atau rasa dai lebur dengan Ataman, tak mengherankan kita kalau kelak dia kembali kedunia ini dengan tak bisa melukiskan bentuk atau mendefinisikan Atman itu.
Disini kita sampai ketingkat sejarah Zaman Veda dimana Alam itu disarikan pada dan disamakan dengan Atman kepercayaan semacam ini dinamai juga Pantheisme, Tuhan itu ialah Alam. Tetapi ahli filsafat Veda pun tak senang dengan kepercyan ini. timbullh terus pertanyaan siapa, bila dan apa sebab dibikin Alam ini. Satu teori yang terkemuka sekali mencoba jawab pertanyaan ini.
Menurut teori itu maka pada permulaan tiadalah benda dan yang bukan benda; tak ada udara ataupun langit, tak ada yang mati atau yang tak mati. Semuanya k o s o n g kecuali ADA SATU yang bernafas dengan tak mengeluarkan nafas atas kodratnya sendiri. oleh kodratnya pertapaan, samadhi maka pertentangan yang pertama, yakni antara benda dan bukan benda bertukar menjadi kodrat dan benda oleh kodratnya kemauan (Kama) ia ini bijinya akal, yang menimbulkan seua kemajuan.
Kemauan itu, ialah tanda keinsyafan ialah tali pengikat “Yang ada dan yang Tak ada” (Benda dan Bukan Benda). Tetapi teori itu akhirnya sendiri mengaku tak tahu apa sebab Yang Mahakuasa yang pertama tadi bertukar menjadi “Pembikin yang aktif” dan “Kekacauan yang passive”. Syair teori ini berakhir dengan kesangsian: “Pembikin Alam ini adalah saut kegaiban “Ko Veda?” (Siapa yang tahu?).
Pemeriksaan berupa syair diatas ini berapa Dialektika yang unggul, gilang gemilang! Tiada ia melangkah dengan benda, walaupun terkecil seperti atom dan proton. Tiba-tiba pula kita berjumpakan Kemauan (Kama) dalam pertapaan yang bisa menyiapkan segala-gala. Akhirnya dialektika yang tak bertulang dan spekulatif berakhir dengan Ko Veda, siapa tahu?
Tadi sudah diperlihatkan bahwa Atman itupun barang yang tidak diketahui bentuknya dan tak bisa didefinisikan, melainkan bisa dirasakan setelah badan kurus kering, pancaindera berhenti dan pikiran sudah tentu hilang lenyap. Filsfaat semacam ini pendeknya tiada tetap tinggal monopoli paham Ahli Hinudstan. Menurut pemeriksaan borjuis Barat, juag Encyclopaedia Britannica maka filsfaat tentangan Atman dan pekerjaan Pantheisme itu terlampau tinggi buat Rakyat Jelata. Sebab itu katanya Brahmana yang cerdik mencari kepercayaan yang mendamaikan Monotheisme dan Pantheisme. Perdamaian itu bertubuh pada Mahadewa Prayapati. Pada Mahadewa ini berada keorangan (personality) sebagai pembikin Alam dan kejiwaan sebagai Brahma, Atamn. Disini kita dapati perpaduan baru: Pan Monotheism (Atman-Mahadewa). Disini kita juga ahli borjuis membalikkan kaki keatas dan kepala kebawah.
Saya pikir pertaruan yang seru antara Kasta Brahma dan lain-lain kasta, antara bangsa Arya dan bangsa yang bukan Aryalah yang memaksa Kasta Brahmana berlaku cerdik, ialha mengakui Dewanya Kasta Rendahan Bangsa Arya atua bangsa yang bukan Arya diterima masuk kedalam Pantheonnya (Mahligainya) para Dewa yang diakui oleh kasta Brahmana.
KITAB DAN KASTA
Bukan sembarangan orang malah bukan sembarangan ahli lagi bisa mengetahui sejarahnya dan kekuasannya masing-masing puluhan Dewa Hindu Asli serta sifatnya Atman dan cara meleburkan Jiwa Manusia dengan Atman itu. Ditambah pula dengan cara memuji dan memuja Dewa yang berkenaan pada waktu kelahiran, perkawinan, kematian, pengikahan dan sebagainya dari seorang Hindu. Pengetahuan dan semua pekerjaan memantra, memuja dan memuji yang kita bentuk dengan perkataan pemawangan (kerjanya pawang; menentukan hari baik buat belajar, kawin atau kenduri, obat-mengobat dan tolak-menolak bahaya dan penyakit dll). Itu lama-lama jatuh pada golongan terkhusus dari masyarakat Hindu. Golongan ini akhirnya menjadi golongan terpisah dari golongan lain-lain. Golongan inilah yang dinamai Kasta dan Kasta itu bukan lagi golongan yang kita kenal, yang ditimbulkan oleh pencaharian hidup, seperti golongan tani, tukang dan sebagainya. Para anggota golongan tani atau tukang itu bisa keluar dari golongannya, amsuk golongan saudagar atau golongan terpelajar atau pangreh praja, segenap jurusan. Tetapi anggota Kasta tak boleh kawin dengan kasta lain walaupun sekarang rupanya sudah banyak juga yang mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaan pawang semata-mata. Kasta akhirat menterjemahkan pengetauhan itu pada bngsa Hindu yang berhak, dan memperhubungkan orang Hindu dengan Atman, Brahma, dinamai Kasta Brahmana. Kasta Brahmana inilah akhirnya yang memonopoli pengetahuan dan pekerjaan yang berhubung dengan kepercayan Hindu, akhirnya pengetahuan tentangan seluk-beluknya kasta. Kasta ini menjadi golongan terpisah, menjadi Kasta Luhur, wakil Brahma didunia ini. dibawah kasta Brahmana ialah kasta kedua kita dapati Kasta Ksatria. Pada Kasta Ksatria inilah diletakkan kewajiban buat memerintah dan mempertahankan negara. Jadi kasta inilah yang berpolitik, menyelenggarakan politiknya negara (kemiliteran, kehakiman dsb). Kasta Ksatria diizinkan bersama-sama membaca Kitab Suci, yakni seberapa yang diberikanoleh kasta Luhur kepadanya.
Dibawah Kasta Ksatria sebagai Kasta ketiga kita dapati Kasta Vaisya. Pekerjaannya ialah berniaga, bertani dan gembala.
Kasta keempat ialah Kasta Sudra. Kerjanya ialah melayani ketiga kasta yang diatas tadi umumnya dan kasta Brahmana terkhususnya. Menyamak kulit dan menyapu jalan adalah kasta ini. mereka tiada boleh mempelajari penegtahuan suci dan sakti. Kalau mereka menjalankan pengurbanan dirumah Berhala, maka pekerjaan ini dijalankan dengan t i a d a memakan matteanya Brahmana. Tiadalah diizinkan seseorang Brahmana membaca Kitab suci, kalau sekiranya ada berdekatan dengan seseorang Sudra yang bisa mendengarnya. Juga terlarang seseorang Brahmana mengajar seorang Sudra cara menebus dan menghilangkan dosanya.
Kelima Kasta Paria. Kasta ini timbul dari perkawinan antara para kasta, jadi perkawinan hamar. Kasta Paria itu ialah kasta haram, mesti dijauhkan: najis. Di Hindustan sekarnag lebih dari 100.000.000 orang banyaknya. Diantaranya ada yang mencapai titel dokter didikan Barat. Kita kenal sama Dr. Ambekar, ialah pemimpin Kasta Najis itu sendirinya najis menurut Hinduisme, Brahmanisme.
Ketiga kasta yang bermula, Brahmana, Ksatria dan Vaisya ada mempunyai tali perhubungan yang bersamaan pada tumpah menjalankan agamanya. Tetapi privilege (hak terkhusus) masing-masing ada berlainan. Tiap-tiap kasta dibai pula ats beberapa macam. Sehingga lebih kurang ada 3000 kasta di Hindustan yang berpisahan.
Pendirian semua Kasta, begitu juga hak dan kewajibannya diantara beberapa macam dalam satu kasta dan diantara kasta dan kasta, ditentukan oleh undang yang tersusun dalam TATA MANU. Disini sudah tercantum, tinggi rendahnya para kasta. Makin tinggi kasta, makin ringan hukuman pada anggotanya yang melanggar undang. Makin rendah kasta, makin berat hukuman pada pesakitan yang salah.
Semua kepercayaan Hindu atas dunia dan akhirat itu, cara dan undang menjalannya serta undangnya kedudukan serta Hak Kewajibannya semua kasta yang ditentukan oleh TATA MANU itulah yang dinamai pengetahuan: VEDA. Sesudah kekuasaan Kasta Ksatria digugurkan, maka Kasta Brahmana juga memonopoli politik didunia fana ini. Semua bagian Kitab Veda sesudah kemenangan itu berumba-lumba mengadakan undang buat menetapkan kekuasannya Kasta Brahmana. Perlumbaan membikin undang itu disertai pula dengan tuntutan, supaya kita Veda diakui sakti, suci, sebagai Firmannya Yang Mahakuasa. Kita Veda yang kemudian dianggap suci itu tentulah tak bisa disentuh kritik atau kesangsian sedikit jugapun lagi. Pendeknya pada satu singkat di Zaman Veda, Kitab Veda, jadi Firmannya Yang Maha Kuasa, Perkataan Brahmana menjadi Sabda, serta Kasta Brahmana jadi Kasta yang paling dekat pada Brahma, Atman, Jiwa Alam.
IKHTISAR DAN PERUBAHAN
Dalam garis besarnya kepercayaan Hindustan Asli diatas, saya lihat tersusun menurut kemajuan (evolusi): Dari kepercyaan Animisme (kejiwaan) sampai ketingkat Banyak Dewa (polytheisme). Dari kepercayaan pada Banyak Dewa (polytheisme) sampai ketingkat kepercayaan pada Satu Dewa Tertinggi (Maha Dewa, Monotheisme). Dari Mahadewa ke Maha Jiwa (Atman, Rohani, Pantheism). Dari Maha Jiwa ke Maha Jiwa Dewa (Peleburan Maha Jiwa dengan Maha Dewa, Pan Monotheism).
Jadi beruntun-runtun lahir kejiwaan, Banyak Dewa, Maha Dewa Maha Jiwa, Maha Jiwa Dewa (Animism, Polytheism, Monotheism, Pantheism, Pan Monotheism). Ikutan ini boleh diatur berlainan. Tetaip saya tiada mempunyai sejarah yang bisa menahan ujian. Bagaimana juga ikutan diatas tiada bertentangan dengan Madilog.
Buat memberi perabotan atau sejarah kepercayaan Hindustan, saya mesti tahu sejarahnya benda-lantainya kepercayaan itu. Sejarahnya benda lantai itu membayang pada sejarahnya kepercayaan. Bukan sebaliknya seperti menurut ahli burjuis meskipun mesti diakui kepintaran mereka menjalankan pemeriksaan dan Logika.
Kalau seandainya saya diwajibkan menggali sejarah benda lantai itu, maka sebelumnya saya menjalankan pemeriksaan itu, tentulah saya akan rencanakan sejarahnya benda-lantai itu dari tahun-ketahun dari puluhan tahun ke puluhan tahun, dan abad keabad, cocok dengan ikutan kepercayaan tadi. Tegasnya saya akan gali lebih dahulu sejarahnya kelas Politik Ekonomi, Pesawat (Teknik) dan Bumi iklim Hindustan yang cocok dengan sejarahnya kejiwaan sampai ketitik melangkahnya kepercayaan Banyak Dewa. Dari sini sejarah benda lantai, ialah sejarahnya Kelas. Berpolitik, Ekonomi, Pesawat dan Bumi Iklim akan saya atur sejajar dengan sejarahnya dengan memakai sejarahnya kepercayaan, sebagai pedoman, saya akan sampai ketingkat Masyarakat, Ekonomi, Pesawat dan Bumi Iklim yang cocok dengan kepercayaan terakhir: Maha Jiwa Dewa.
Kalau Hindustan Asli mempunyai sejarah yang pasti, baikpun tentang kepercayaannya ataupun tentang benda-lantainya (masyarakat, ekonomi, pesawat dan bumi-iklim), maka pekerjaan saya kalau salah Cuma disebabkan salahnya atau sikapnya saya memakai Madilog.
Eropapun kurang mempunyai sejarah benda-lantai itu. Yang dipentingkan ialah sejarah politik peperangan. Sejarah Ekonomi atau Pesawat, walaupun lebih mungkin memberi pemandangan dari sejarah ekonomi dan sejarah Hindustan juga terpotong-potong. Pemikir Hindu Asli yang berurat dan berpuncak pada dasar kerohanian tentulah tak sedikitpun mempunyai perhatian dan kecakapan buat menjalankan pemeriksaan yang berdasarkan dan berpuncakan kebuktian, sebab itu tiada mengherankan kalau kita tak akan bisa mendapatkan sejarah dari pada kepercayaan Hindustanpun. Sebab itu pula saya tak bisa menetapkan dengan pasti, apa gerangan sejarahnya masyarakat Hindustan sebagai benda lantai. Tetapi kalau seandainya ikutan atau sejarahnya kepercayaan Hindustan cocok dengan yang saya anjurkan diatas, maka sejarahnya benda lantai boleh diciptakan seperti dibawah ini:
Kepercayaan kejiwaan (Animisme) dalam garis besarnya di seluruh dunia cocok dengan Masyarakat berkeluarga. Politik dipegang oleh Bapa, Mamak atau Nenek. Pesawat ialah perkakas yang dijalankan dengan tangan atau kodrat alam yang bersedia seperti angin dan air. Dengan bertukarnya Bumi Iklim dan pesawat sedikit demi sedikit, maka bertukarlah pula cara mengadakan hasil dan pembagian hasil: pertukaran Ekonomi. Pertukaran ini, sambil berlantun dengan lantainya ialah pesawat dan Bumi, mengadakan pertukaran masyarakat, menukar golongan yang memgang politik dalam masyarakat itu. Kita sampai kepada zaman Feodalisme, Keningratan dibawah Raja. Bukan satu raja melainkan banyak raja, apalagi pada satu benua besar seperti Hindustan. Peraturan banyak Raja ini tak cocok lagi dengan pemuja D a t u k (Bapa, Paman atau Nenek) yang sakti karena raja itu boleh jadi keluaran keluarga lain, penakluk atau pendamai dengan keluarga sendiri. peraturan masyarakat Hindustan yang pada satu tingkat dalam sejarahnya ada dibawah pemerintahan beberapa Raja, tentulah menuntut kepercayaan yang cocok dengan itu pula. Masyarakat yang dikepalai oleh Banyak Raja membayang pada pemikir Hindustan yang menciptakan Banyak Dewa.
Masyarakat itu terus maju selangkah demi selangkah, karena pesawat dan cara penghasilannya dan berhubungan dengan itu, gerakan politiknya maju pula selangkah demi selangkah. Kita lihat pemimpin Tiga Serangkai itu pada satu Negara adalah cocok dengan undangnya ketentraman. Kita saksikan pemerintahnya Triumphirate (Caesar, Pompeyus dan Gracchus). Di Tiongkok Pemerintah Tiga Serangkai terbentuk pada cerita yang masyhur sekali, karena banyak mengandung nasihat dan pengajaran baik. Cerita Sam-Kok. Tiga Negara, dibawah Tiga Raja, adalah satu dari cerita classic (tua-bertuah) yang patut dibaca oleh pemuda dan pemudi, tua dan muda kita. Disini bisa disaksikan bagaimana pemimpin Kong Min dengan pegawai sekali menjalankan politik setimbang. Kalau seorang Raja kelihatan ceroboh (agressive) dan kuat, maka Kong Min berpihak pada yang lebih lemah dan bersama melawan yang ceroboh itu. Dengan begitu Raja ceroboh tak bisa menjalankan politiknya. Kecerobohan bisa dicepatkan, kalau tak bisa dihindarkan sama sekali. seperti pada hukum thesis, anti thesis dan synthesis juga, setimbang mungkin dijalankan.
Kalau setimbangan semacam itu mesti membayang pula pada kepercayaan resmi, maka khayal ini tiada akan mengherankan. Kalau diantara para Raja Hinudstan pada satu tingkat sejarah didapati Tiga Pucuk Raja, maka pada tingkat ini para Brahmana yang berpikiran ulung tentulah tak senang lagi dengan memuja dan memuji puluhan dewa. Patutlah kalau dipilih Tiga Dewa buat diberangkatkan. Kalau Tiga Serangkai itu Cuma dikenal oleh bangsa Arya saja, belum lagi dikenal oleh yang bukan (non)-Arya, yang takluk atau bergabung dengan bangsa Arya sesudah bertarung dengan seru dan sengit, maka patutlah dimasukkan Hantu atau Dewanya bangsa Non-Arya kedalam Kitab Veda. Demikianlah Tiga Serangkai Surya, Indra dan Agni bertukar menjadi Tiga Serangkai Brahma, Wishnu dan Shiwa atau sebaliknya Tiga Serangkai lain, kalau sejarah berlainan pengalirannya. Di Indonesia (Jawa) Tiga Serangkai itu pernah berbentuk Surya, Shiwa, Brahma dengan Surya sebagai Dewa Puncak (lihat patung di Museum Jakarta).
Masyarakat terus membikin sejarahnya. Peperangan ialah puncak perbuatan politiknya masyarakat yang acap berlaku dan kekuasaan lama-kelamaan berpusat atau sebagian besar berpindah pada satu Raja, pada jago perang, pada satu Napoleon, pada Maha Raja, yang Ahli Filsafatnya Maha Raja ini tentulah merasa tak puas memuja Tiga Dewa yang bersamaan kekuasaannya. Dia perlu mendapatkan, dan Maha Raja merasa enak telinganya mendengarkan, serta Rakyat mufakat, kalau Ahli Brahmana menfirmankan adanya Maha Dewa, Dewa Yang Terkuasa. Keadaan ini sesuai dengan gambaran masyarakat pada tingkat itu.
Bila terjadinya saya tak tahu, tetapi dikatakan bahwa akhirnya Kasta Ksatrya (Kasta Raja) ditumbangkan oleh Kasta Brahmana. Jadi pemerintah yang bersemangat digantung tinggi, dibuang jauh, ya Tuanku Syah Alam, tiada cocok lagi dengan semagat kaum Brahmana yang memimpin, memerintah.
Kaum Brahmana memimpin dengan pengetahuan atas kepercayaan resmi. Yang terkemuka tiadalah lagi t o n g k a t n y a Maharaja yang berbadan pada polisi rahasia dan polisi resminya, melainkan pada kepercayaan. Makin gaib, makin sakti, makin asing terpisah kepercayaan itu makin jitu buat mengendali rakyat jelata. Brahma, Atman, Jiwa Alam, Maha Jiwa itu adlaah barang gaib, terpisah dari jasmnai. Ini cocok dengan Kasta Brahmana dengan undang Manu, Kitab Suci, Kitab Veda, Firman yang Mahakuasa itu.
Maharaja, Raja, Ningrat dan Rakyat yang mengikutinya yang dikalahkan oleh Kasta Brahmana tadi, tentulah tiada akan terus berpeluk tangan saja menangisi kekalahannya. Sudah sepatutnya kalau mereka mengadakan percobaan merebut kembali kekuasan yang hilang. Sekurangnya mereka akan mengumpulkan tenaga lahir-batin, senjata dan kepercayaan asli atau baru, buat megadakan contra-revolusi. Boleh jadi memang sudah ada satu atau lebih pemberontakan balasan semacam itu berlaku dalam sejarah Hindustan. Kita tak tahu karena tanggal dan sebab yang nyata dari satu peperangan atau pemberontakan tentulah tak bisa digali dari sejarah Hindustan yang berurat dan berpuncak pada kegaiban itu. Satu pemberontakan ataupun ancaman pemberontakan balasan saja sudah cukup buat memaksa kaum Brahmana berlaku cerdik. Perlulah dikembalikan sebagian dari kekuasaan yang hilang itu pada Kasta Ksatria; perlulah diadakan compromis. Cocok dengan keduniaan yang fana ini perlulah pula diadakan compromis pada dunia baka, yang digambarkan oleh Kitab Veda, firmannya Yang Mahakuasa itu. Demikianlah akhirnya taida akan mengherankan, kalau kepercayan pada Maha Jiwa tadi memasukkan kepercayaan Maha Dewa, supaya lebih menjadi Maha-Jiwa-Dewa (Pan-Mono-Theism).
Dengan begitu, maka Kasta Brahmana bisa meneruskan kekuasannya seperti Maha-Trust (mamouth Trust) di Amerika meneruskan kekuasannya dengan jalan menghisap kongsi yang baru timbul atau bebas. Demikianlah akhirnya peraturan kasta, bertinggi rendah dari kasta najis sampai kekasata Brahmana, calon-Atman, malah dari cacing sampai ke Brahmana, tebrayang pula dalam Kitab Veda, Firmannya Yang Maha Kuasa itu. Bukanlah seperti menurut ahli burjuis, bertinggi rendahnya manusia dan mahluk didunia ini ialah akibatnya kepercayaan kaum Brahmana, melainkan sebaliknya.
ANTI-THESIS: BUDDHISME DLL.
Begitulah suasana Hindustan ketika Buddhisme, Yainisme dan Materialisma, dll timbul sebagai penantang dalam Zaman Dongeng dari tahun 600 sebelum Nabi Isa sampai th 200 sesudah Nabi Isa. Pada titik melangkah Zaman Kedua ini Kasta Brahmana memonopoli pengetahuan tentang dunia dna akhirat, memonopoli jabatan pengajaran Rakyat, serta terkuasa pada politik dunia fana ini.
Tentang yang betul berlawanan kutub itu datangnya dari pihak materialisme. Menruut Lokayata, yang artinya kearah alam ini, maka yang nyata itu Cuma dunia ini saja. Benda itulah saja yang nyata. Benda itu terbagi 4-zat-asli: tanah, air, api dan duara. Cuma hasil pemanca-inderaan saja yang boleh dianggap sayh, nyata, sebagai sumbernya pengetahuan. Kesadaran itu ialah gerak-geriknya (function) benda. Paham mereka materialis itu tentangan Jiwa ada berbagai-bagai. Jiwa itu disatukan (identified) jadi tak berpisah dengan Badan, Pancaindera, Napas atau Pikiran. Tak ada Hidup di akhirat itu. Sebab jiwa itu Cuma pembawaan (attitude) badan, maka ia lahir bersama-sama dengan lahirnya badan. Dan badan ini lahir disebabkan perpaduan benda seperti kodrat itu timbul karena perpaduan alat-Bendanya Badan. Dunia ini lahir sendirinya. Tuhan itu, ialah satu dongeng yang kita terima, karena kebodohan dan kelemahan. Demikianlah paham menurut Yainisme itu.
Yainisme timbul tak berapa lama sebelumnya Buddhisme (lk 599 – 527 seb. NI). Bersama dengan Buddhisme, Yainisme membatalkan Atman, Jiwa-Alam, yang kekal itu. Yainisme itu buat dipendekkan saja mengemukakan, bahwa hakekat itu berhubungan dengan penjuru kita memandang. Benda itu dianggap nyata dan kekal. Perkara yang berhubungan dengan atom juga sudah dikaji.
Patrinya jiwa itu ialah kesadaran, yang kekal, tak bisa dimusnahkan. Jiwa manusia itu ialah perpaduan kesadaran dengan badan. Yainisme juga percaya pada Jiwa dalam Benda seperti batu, dll. Tetapi dia tak percaya pada Tuhan, walaupun sepanjang kepercayaan mereka, jiwa itu bisa sampai ketingkat ketuhanan. Yainisme membatalkan Kasta mempropagandakan kemerdekaan sosial dan kemerdekaan pikiran. Karma, ialah kungkungan nafsunya Badan itu, bisa diperhatikan dan Nirwana itu dicapai dengan kepercayaan, pengetahuan dan kelakuan suci. Yainisme banyak persamannya dengan Buddhisme.
Yang akan dikemukakan lebih panjang disini ialah tentang compromis dari pihak Buddhisme. Karena tentangan ini lebih dikenal dan lebih besar pengaruhnya. Banyak yang menyangsikan akan adanya Buddha, tetapi ada pula diantara ahli Barat memberatkan kepercayannya bahwa sungguh adanya Buddha, lk 600 tahun sebelum Nabi Isa.
Gautama Buddha, anak istri raja Kapilawastu, dari suku gagah perkasa meninggalkan istri muda remaja, yang sedang tidur dengan anaknya. Tak berani Putera Raja ini memeluk mencium hati jantung buah matanya, akarena takut kalau mereka kelak bangun. Begitu keras panggilan mencari hakekat pada diri pemuda Putera Raja, yang dibesarkan dalam segala kemewahan. Hatinya terharu memikirkan orang muda bisa jadi tua, dari senang menjadi sakit dan hidup akhirnya mati. Dia mencari Yang-Kekal. Menurut adat Brahmana masa itu, dia menyiksa dirinya sambil puasa dan bertapa, sampai sering jatuh pingsan. Akhirnya dibawah pohon kayu dia memandang C a h a y a. Tercapailah maksudnya dan sampai berumur 80 tahun ia mengembangkan kepercayaannya. Dia mendirikan susunan pendeta yang akan meneruskan pekerjaannya.
Beratus tahun sesudah ia meninggal, sejarah kepercayaan yang ditinggalkannya itu tinggal dalam gelap-gulita pula. Dikira bahwa pada lk tahun 244 satu Rapat Besar diadakan di Patna. Dari masa inilah Buddhisme dianggap berdirinya sebagai agama.
Buddhisme membatalkan semua dan siapapun juga Dewa atau Tuhannya kasta Brahmana. Begitu juga seperti Yainisme, maka Buddhisme membatalkan Atmannya kasta Brahmana. Semikian juga kitab Veda sebagai firmannya Tuhan tidak diakui. Akhirnya Buddhisme seperti Yainisme membatalkan kasta Brahmana dan menganjurkan persamaan serta kemerdekaan sosial dan jiwa. Ringkasnya Mahadewa, Atman dan Kasta semuanay dibatalkan!
Apakah sebab yang terdapat pada b e n d a – l a n t a i (kelas berpolitik, ekonomi dari pesawat, serta bumi iklim), maka timbul anti-thesis ini?
Tentulah tiada bisa saya jawab dengan pasti dengan mengemukakakn bukti. Karena pada masa Gautama Buddha lahir dan mengembangkan kepercayaan pada lk 600 tahun sebelum Nabi Isa itu, sejarah Hindustan adalah dalam gelap-gulita.
Boleh jadi sekali masyarakat Hindustan sedang menempuh pancaroba. Bagian Kita Veda terakhir, ialah Upanishad, ada membayangkan. Disanapun juga sudah nyata kesangsian dalam segala-gala; adanya percobaan yang sia-sia buat menyusun dan memperdamaikan paham yang kacau-balau dan bertentangan, sudah terasa perlusnya diadakan pembaharuan dan pembagunan.
Bagaimana juga pesatnya Buddhisme menantang Brahmanisme, orang jangan lupa, bahwa perlawanan itu masih berada pada satu barisan, satu kutub, ialah kutub Idealisme. Perlawanan itu boleh diandaikan dengan perang saudara, yang seiring bertukar jalan, seperti perlawanan dalam istana antara para putera raja atau dalam parlemen antara partai liberal dan conservative, muda dan kolot. Perlawanan itu tiadalah terjadi diantara dua kelas yang bertentangan: Yang Berpunya dan Tak-Berpunya.
Materialisme Lokayata lebih terang dan lebih tajam menantang Brahmanisme, tetapi kelasnya yang cocok dengan materialsime di Hindustan Asli itu tentulah belum cukup kuat. Seperti proletariat Rumawi masih kekurangan alat yang nyata (kemesinan), buat melakukan materialisme itu malah lebih kurang lagi. Yang tak berpunya di Hindustan mempunyai alat benda (kemesinan) itu. Lokayata akan terus tinggal dalam kitab saja, tak bisa dilaksanakan.
Lebih dari Brahmanisme, maka Buddhisme melangkah dari Idealisme semata-mata. Benda itu dianggap sebagai impian, sebagai kesesatan Pancaindera kita (illusion). Pancaidera inipun mesti dimatikan, seperti semua nafsu, kalau kita hendak sampai melihat “cahaya itu, sampai ke Nirwana itu. Selama kita masih mengandung n a f s u, terhadap perempuan atau benda didunia ini selama itulah pula kita menurut undangan Karma kita terpaut dalam jasmani dan keduniaan. Dengan begitu, maka sesudah mati, maka jiwa kita yang masih dikutuki nafsu itu mesti berpindah lagi ke sesuatu Badan di dunia ini, hewan atau manusia”.
Kita masih ingat idealist consequent terus-menerus pada zaman lebih baru ialah David-Hume. Karena ia membatalkan benda itu sama sekali, maka ia tertumbuk. Terpaksa ia membatalkan benda yag paling dekat padanya ialah badannya sendiri. Begitu juga Gautama Buddha yang mesti dilayani dengan segala kehormatan, tertumbuk pada jasmani itu. Berkali-kali Gautama Buddha jatuh pingsan karena membatalkan badan dirinya. Barangkali sebagai akibat dari peralaman ini, Buddha menasihatkan dengan keras kepada pengikutnya supaya jangan sampai keujung: pada satu ujung jangan tercemplung kedalam dunia sukaria tak berbatas dan pada ujung lain jangan sampai cemplung ke dalam pekerjaan menyiksa diri. Keduanya tak berguna.
Demikianlah idealisme sejati yang diteruskan oleh salah satu otak Timur yang cemerlang, hati ikhlas dan tabah tertumbuk pada 4 persoalan yang Gautama Buddha sendiri tiada mau atau tak bisa menjawab: ke-1. Apakah Alam Raya ini baka atau fana, ke-2. Apakah Alam Raya ini berujung atau tidak, ke-3 Apakah hidup itu sama (satu) dengan Badan, ke-4. Apakah seorang yang sudah merdeka (dari jasmani) itu terus ada sesudah mati?
Kita tahu bahwa persoalan ini dalam filsafat menimbulkan paham yang terkenal sebagai agnoticism (tak-tahu!).
Sudah adakah compromis Maha-Jiwa-Dewa pada kepercayaan Brahmanisme, ketika Gautama Buddha mengadakan opposisi? Berhubung dengan itu, sudah terjadilah perdamaian antara seluruh atau sebagian para Raja dan Kasta Brahmana? Kalau sudah memang tantangan Gautama Buddha, kelak akan mengalir juga, lambat-laun pada perdamaian Ksatria-Brahmana itu. Semua filsfaat Buddhisme lambat-laun akan masuk juga kedalam Brahmanisme.
Atau, belum adakah perdamaian Maha-Jiwa-Dewa. Sejajar dengan compromis Ksatria-Brahmana itu, dengan Gautama Buddha mengadakan opposisi? Kalau begitu mengapakah putera Raja Kapilawastu yang berdarah Ksatria, berbadan teguh-tegap, berotak cemerlang, berhati berani tabah, cocok dengan semangat Ksatria itu tiada menyusun dan menyelenggarakan pemberontakan dan merebut kekuasaan dari tangan kaum Brahmana? Atau begitu kurangkah kepercayaan putera Raja ini atas kemenangan? Atau begitu besarkah kejemuan hidup disebabkan nikmat dunia yang melimpah dan istananya itu pada satu pihak serta sayup sedihnya pemandangan kegunung Himalaya, terutup oleh salju dan awan itu pada lain pihak.
Disinipun kita mesti menjawab dengan Ko Veda (siapa tahu?). sejarah Hindustan berdiam diri, seperti gunung Himalaya itu.
Bagaimana juga opposisi yang tiada berdiri atas dua kelas yang bertentangan itu (Yang-Tak-Berpunya dan Berpunya) tiada berdasarkan paham yang mengalir dari dua penjuru yang bertentangan (benda dan pikiran, Matter dan Idea) itu bermuara pada Brahmanisme, seprti sungai bermuara dilautan!
SYNTHESIS: ENAM SISTEM.
Zaman Enam Sistem ini, ialah dari tahun 200 sesudah Nabi Isa sampai sekarang. Bukanlah karena kecerdikannya Brahmana semata-mata, maka semua aliran yang menentang Kitab Veda itu masuk ke dalam Brahmanaisme, laksana semua sungai mengalir kelautan. Melainkan pertarungan kasta dan kasta, bangsa dan bangsa di Hindustan itu memaksa Brahmana berlaku cerdik; mengadakan compromis. Dengan begitu kasta Brahmana sampai sekarnag bisa memegang kekuasannya kalau tidak perkara keduniaan sesudah Islam dan Barat masuk, tetapi pada perkara kerohanian. Malah Islam sendiri pada masa Sultan Akbar condong terkulai kejurusan Brahmanisme itu. Annie Besant, putera Imperialisme Inggris pada satu pihak menarik nationalisme Hindustan kedalam barisan imperialisme, tetapi pada pihak lain ditarik, terdorong oleh mystika, Hindu, berupa theosophie kejurusan Brahmanaisme.
Tiada saya akan mengadakan pengembaraan kedalam Enam-Sistem (6-Tata) itu. Pemandangan atas kepercayaan Hindustan sudah terlampau panjang, sudah tak berbandingan dengan pasal yang lain-lain. Tetapi karena banyak sekali kepercayaan Hindustan itu berseluk-beluk dengan kepercayaan Indonesia, dan banyak pula mengandung sari persamaan dengan kepercayaan lain-lain, maka terpaksalah saya teruskan juga. Tetapi dari titik ini semua yang berhubungan dengan kepercayaan apapun juga, terpaksa akan dipendekkan.
Sebagai hasil dari tentangan Buddhisme dan Yainisme pada Zaman Kedua itu, Hindustan memperoleh kepercayan yang dikandung oleh Enam-Sistem itu. Ahli Barat menganggap ke-enam sistem itu sebagai satu kesempurnaan. Masing-masing sistem menambah yang lain. Bukanlah satu sistem atau lebih menantang yang lain. Ke-enamnya masing-masing berdasarkan metaphysic, kegaiban. Bukanlah lagi berdasarkan benda nyata dan peralaman atau benda yang bisa dipancainderakan. Ke-enamnya masing-maisng dianggap sebagai kepercayaan, agama dan pemandangan Dunia dan Hidup. Ke-enamnya akhirnya memberikan jalan bagaimana mencapai akhirat, nirwana atman itu.
Didalam Enam Sistem itu, pemeriksaan dengan selidikan (critic) mengganti syair dan kepercyaan bulat seperti pada Zaman Pertama. Demikianlah disini Logika itu sebagai perkakas akal (intellekt) dipakai buat membatu kegaiban itu buat mengetahui yang gaib itu. Jadi akal ini tiada dilantaikan pada bukti berupa benda, tetapi pada kepercayaan yang tiada bias dipancainderakan, diperalamkan pada semua tempat dan tempo oleh sekalian orang yang berhak memperalamkannya. Walaupun mesti diakui pula, bahwa Logika itu (ya atau tidak ditimbulkan oleh Ahli Yunani) sudah sampai kepuncak yang sederhana tingginya.
Pengaruhnya materialismepun tiadalah bisa dihindarkan oleh kegaiban dalam Enam-Sistem itu. Dengan pertolongan atau tidak (Demokritus hidup kira-kira sama dengan masa Buddha hidup), kita juga berjumpakan benda perkara lantainya materialisme; Benda dalam Sansekerta: dravya dan gerakan (karma). Dengan mengaku adanya benda itu sampai juga ahli Enam-Sistmem tadi, dari empat zat asli yang dikenal (tanah, air, udara, api) kepada benda yang tak bisa dipecah lagi: atom. Tetapi tentulah cara berpikir yang bercampur-barukan dengan dogma (kepercayaan) dan kegaiban tak akan sampai ke-atomnya Rutherford yang bisa dipisah menjadi proton dan elektron dengan perkakasnya peralaman. Pemandangan Kanada dan pengikutnya tentang atom dan perpaduannya atom itu tak terang dan didasarkan pada kegaiban Angka-3 (Trimurti) dsb. Kedudukan jiwa manusia masing-masing terhadap Jiwa-Alam tentulah disangkut-pautkan pada Enam-Sistem iut dengan kedudukan atom terhadap Benda atom ini ................................. dengan jalan kegaiban.
Ke-esaan (monism) dalam Upanishad didasarkan pada Rohani sama sekali. jadi benda itu sebetullnya tak ada dan takluk pada Rohani. Dalam Enam-Sistem kita juga ada berjumpakan Sistem yang sama atau hampir sama, juga ada bertemu dengan paham yang emmbatalkan ke-esaan semacam itu. Adanya benda diakui. Benda itu disangka tak bisa dimusnahkan. Dari sini timbul pula paham Evolusi, kemajuan Alam. (Sanskreta Prakrti, yakni Alam). Tetapi paham Evolusionya Enam-Sistem itu tiadalah berdasar pada perkakas dan peralaman benda mati atau hidup, dikebun, dirumah sakit atau laboratorium. Kita tentu tak berjumpakan susunan teliti yang berdasarkan peralaman lama dan susah-payah tentang tumbuhan dan hewan seperti susunan Darwin atau susunan tulang belulang, urat nadi, dan syaraf, otak dll, kita manusia dan hewan; atau susunan dan peralaman ahli kimia Barat sekarang; atau peralaman dan susunannya bintang atau benda yang dilihat pada bintang atau bumi lain. Evolusi Enam-Sistem itu berperalaman, berbenda berperkakas dan berlaboratorium dalam otak mentaginya ahli filsafat Hindu, semuanya itu ialah perkara terka-menerka (speculation) semata-mata. Yoga yang sering kita dengar dalam theosophy itu, ke-tuhanannya tak begitu erat-tepat. Tuhan itu dianggap suma Jiwa (manusia) yang terkhusus, tak berada bedanya Tuhan itu dengan Jiwa manusia dan berhubung kekal dengan Jiwa kita.
Kungkungan Jiwa kita dalam jasmaninya itu disebabkan ke tidak tahuan kita! Cahaya terang akan kelihatan kalau perkara yang mengaburkan pemandangan kita diberhentikan. Bunuhlah semua aksi (gerak-geriknya) pikiran itu, demikianlah nasihatnya Yoga. Diajarkan bagaimana mesti duduk dan bernafas, di ajarkan pula membunuh pancaindera, diajarkan pula memusatkan pikiran; samadhi, concentration. Samadhi mesti diteruskan sampai rohani kita lepas dari jasmaninya dan mendapatkan cahaya terang benderang sendirinya.
Enam Sistem boleh dianggap percampuran paham Kita Veda pada Zaman Pertama dengan paham Buddhisme. Yainisme dan Materialsime pada Zaman Kedua. Kita katakan percampuran, bukanlah perpaduan disebabkan kemenangan pasti dari salah satu pihak yang bertarung. Synthesis, Pembatalan semacam ini tiadalah decisive (pasti kalah menangnya) seperti dialektis materialisme di Ruslan pada tahun 1917 atas idealisme, kerohanian. Atau seperti materialisme terpisah (mechanical) di Perancis pada tahun 1789 dan 1870, nyata kemenangannya atas kerohanian.
Dalam Enam-Sistem masuk Atmanisme dan Ketuhanan, tetapi dapat bantahan dari Materialisme, Buddhisme dan Yainisme di Zaman Dongeng. Kita mendapatkan dualisme (keduaan): Tuhan dan Jiwa. Tuhan dan Benda, Jiwa dan Benda dan sebagainya. Selain dari pada itu masuk pula paham Buddhisme yang menganggap dunia sebagai impian (illusion) semata-mata. Tentulah paham ini masuk dengan bantahan pula.
Pendeknya kita mendapatkan dualisme (mengakui Benda dan Rohani, keduanya bersampingan) dan idealisme sejati (Tak mengakui Benda) dan banyak paham yang condong kepada kerohanian, tetapi didalamnya Enam Sistem ini kita tak berjumpakan materialisme tunggal, apalagi materialsime-dialektika yangtunggal, yang menjadi pangkalan dan ujungnya perkara.
Yang Tak Berpunya di Hindustan belumlah cukup banyak dan sebabnya, (quantity dan quality) buat memeluk, menjalankan dan mempertahankan paham semacam itu.
Buddhisme yang mengakui bahwa Yang Ada didunia semuana impian belaka, mesti takluk pada paham Brahmana yang dalam perbuatannya mengakui betul ada dan mujarabnya benda itu. Apalagi kalau benda itu berwarna k u n i n g, yang jatuh kedalam perbendaharannya rumah orang berhala sebagai kurban istimewa dari orang kaya, istimewa buat membayar mantera dan pujuaan istimewa pula.
Raja Asoka memeluk Buddhisme rupanya betul terkuasa di Hindustan! Tetapi menurut musafit Huan Tsiang, Siladitya, Maharaja Kanuy pada tahun 634 sesudah Nabi Isa, berpaham campur aduk (electist) resminya dia beragama Budhha! Di Benares dijumpainya patung Syiwa (Hindu!) yang tingginya lebih kurang 100 kaki, dan sesudahnya musafir Tionghoa ini berangkat, maka satu sekolah tinggi Buddhisme dibarak orang di Sarnath.
Semuanya membuktikan bahwa contra revolusi dari pihak Brahmana sedang menjalankan lakonnya.
Sebagai hasil lakon itu kita peroleh synthesis, percampuran Brahmanisme Asli dengan Buddhisme dll seperti kepercayaan Hinduisme pada masa ini. Didunia fana ini percampuran itu berupa ribuan kasta dan rumah Berhala Hindu yang penuh dengan Dewa dan Hantu yang dimanan-mana di Hindustan bisa kita saksikan. Dipuncaknya segala kasta kita daati kaum Brahmana yang sekarang masih memegang harta masyarrakat Hindu dan kunci buat memasukkan kasta Hindu itu kedalam dunia baka. Diantara harta berupa benda kuning yang biasanya kita namai emas, yang disimpan mereka banyak pula yang diperoleh dengan jalan memperbungakan uang!
HARI DEPANNYA KEPERCAYAAN HINDUSTAN.
Kalau kita mengadakan pertimbangan kasar tentang buruk baiknya kepercayaan Hindustan dalam kemajuan lebih kurang 1500 tahun itu, maka kita peroleh: Sebagai hasil berharga (positive result), kita peroleh ilmu Matematika, Logika dan ............. Ilmu Jiwa. Matematika dan logika itu adalah hasil tersambil. Ia lebih tepat sifat dan arahnya kalau diperoleh dengan jalan yang bukan semata-mata kerohanian. Saya belum berjumpakan Ilmu Logika dan Matematika Hindu yang sempurna, consequent (pangkal cocok dengan ujung) dan teratur (systematik). Kalau saya salah minta diyakini, karena saya pikir Hindustan tiada mengeluarkan sistem Logika yang begtiu sempurna, berpangkal ujung dan teratur seperti Logika Ariestoteles dan Matematika Euclid, yang dipakai dimajukan serta dipusakakan oleh ahli Arab ke putera Eropa dan sekarang terus dipakai diseluruh dunia. Arab yang terkuasa tertinggi kebudayaannya dari abad ke-7 sampai ke-15 di Asia Tengah dan Eropa, yang juga mengetahui betul keadaan di Tiongkok, tentulah akan mendasarkan Ilmu Logika dan Matematikanya, pada Logika dan Matematika Hindu kalau mereka merasa perlu.
Betul sekali Arab juga mengambil dasar dari Hindustan, seperti Algebra, tetapi dasar pokok segala-gala ialah Ilmu Yunani umumnya dan Aristotelesisme khususnya, tetapi terhadap Ilmu Jiwa yang berpuncak pada pemusatan pikiran (concentratie) saya tiada menduakan hati. Asli atau tak asli sama sekali hasil Hindustan, tetapi mesti diakui bahwa pemusatan pikiran itu, dengan jalan samadhi memang memuncak di Hindustan. Kalau pemusatan pikiran itu di kikis kegaiban dan kemustajabannya yang gaib-gaib itu, kalau pemusatan pikiran itu dianggap sebagai pekerjaan yang praktis (nyata) buat mencapai maksud yang praktis, maka “pemusatan pikiran”itu adalah satu hasil yang berharga.
Pemusatan pikiran bisa membuang fantasi impian, pikiran yang kacau balau dan melayang-layang tak berguna, dan menetapkan pikiran pada satu arah, yang bisa mendapatkan hasil. Kalau pemusatan pikiran itu dijalankan dengan teratur dan pada tempo yang tentu, maka pikiran gampang terhari, gampang putus asa, kegugupan dan perasaan gugup gempita seperti acap terdapat pada pemuda-pemudi dalam usia muda remaja (Strum und Drang Periode) bisa hilang. Dia berganti pikiran tenang, teratur, kemauan keras serta hati sabar luas. Pada tempo masih muda sekali, pemusatan pikiran itu ada saya pelajari baik dari sumber Hindustan sendiri atau dengan perantaraan penulis Amerika. Bersamaan dengan sport yang mesti diajarkan oleh ahli, maka pemusatan pikiran yang sudah dikenal oleh nenek moyang Indonesia itu, saya pikir terlau diajarkan kembali pada pemuda-pemudi murid kita oleh ahli pula. Tetapi mesti dipandang harganya dengan mata terbuka. Boleh dipakai buat mengobati semacam penyakit tetapi tak semua penyakit. Boleh dipakai buat mengoborkan hati, menenangkan pikiran dan membulat-pelorkan kemauan. Tetapi buat memanjangkan umur sampai 3000 tahun melemparkan gunung, menerbangkan kapal tak dengan motor dan besi, atau menyingkirkan manakan orang atau senjata apapun juga, adalah omong kosong dalam cerita Sri Rama ataupun Arjuna.
Sebagai hasil yang tak berharga malah berbahaya, kita berjumpakan ketahyulan yang tiada berbatas, seperti pemujaan sapi dan ampastnya (sapi), perkawinan kanak-kanak, pembakaran janda-muda, sesudah ditikam dan diperas darahnya lebih dari seratus juta manusia, ialah kasta paria, yang sebetulnya berpikiran dan perasaan sama dengan kasta atau bangsa apapun juga di dunia ini. Hasil inilah yang memberatkan kaki-pergerakan Hindustan buat mencapai kemerdekaannya.
Paham yang berdasarkan idealisme semata-mata seperti Buddhisme sudah terbukti tak berdaya membatalkan peraturan kasta di Hindustan itu. Materialisme asli yang terdapat di Hindustan pun akhirnya diisap oleh Brahmanisme buat mempertaguh cula menghisap kasta yang bukan kasta Brahmana.
Barat dan perindustrian Barat sebagai hasil dari teknik ekonomi dan kebudayaan Baratlah yang bisa menghapuskan kasta di Hindustan itu dan menerbitkan masyarakat pesawat dan cara berpkir baru. Apakah bisa Hindustan asli, dengan peraturan kasta dan paham idealismenya tempus sampai kezaman-industri, tentulah pertanyaan yang mesti dijawab dengan speculation (terka-menerka) semata-mata.
Imperialisme Inggris memberatkan dirinya dengan mengisap kekayaan Hindustan, tetapi dia mesti mengadkaan perkakas pula buat menimbulkan dan mengangkut kekayaan itu kenergi asalnya. Dengan mengadakan perkakas buat menghidupkan dirinya itu, imperialime Barat itu juga mengadakan perkakas buat mengangkut mayatnya kelubang kubur.
Industri cara Barat, pengangkutan cara Barat, distribusi dan keuangan cara Barat, berhubung dengan itu kemesinan, penjualan dan pemegangan buku, pemeriksaan sekolah, latihan, politik dan kemiliteran cara Barat pesat sekali majunya di Hindustan. Walaupun Inggris takut akan kemajuan indsutri itu lebih-lebih industri yang dimiliki, diurus dan dikerjakan putera buminya, tetapi Inggris lebih-lebih pada masa perang tak berdaya menghambat kemajuan itu. Kedua perang dunia pada abad ke-20 ini membawa India maju kemuka sebaring atau hampir sebaring dengan Negara Industri besar-besar. Tentulah kemajuan itu belum lagi sampai ketingkat Inggris atau Soviet-Rusia, apalagi Amerika, tetapi saya pikir sudah sama atau lebih maju dari Russia semasa Tsaar. Tambang arang, tambang besi, dll, perusahaan membikin mesin, kecil dan tengah membikin alat kimia, perkakas pengangkuatn diatas laut, darat dan udara sudah sampai ketingkat yang tinggi. Sistem keuangan dan perniagaan sudah dijalankan dengan cara modern. Begitulah berhubungan dengan ekonominya Hindustan maka sekolah rendah, tengah dan tinggi sudah jauh lebih banyak dari di Indonesia. Ahli Kodrat modern yang dibintangi oleh para ahli Dunia seperti Dr. Raman dan Ahli Biology seperti Dr Bose, bukanlah hasil Hindustan yang tiba-tiba turun dari pertapaan dikaki atau puncak Himalaya. Mereka, ialah haisl perekonomian, teknik dan didikan baru, yang segala berdasarkan ilmu-bukti, science, hasil berharga dari Barat.
Kedalam pabrik, bengkel dan tambang dilemparkan kaum tak berpunya, paria atau sudar, Hindu atau Muslim, Keling atau Arya. Mereka terdesak hidupnya didesa atau dikota. Didalam pabrik mereka terlepas dari ikatan kasta atau agamanya, mereka mesti bersatu acapkali bersatu buat mempertahankan syarat hidupnya: gaji, lama kerja dan perindahan majikan. Mereka mesti sama-sama masuk pabrik, sama-sama meninggalakn kalau perlu dan bantu-membantu dalam banyak pertarungan seru sengit buat mempertahankan dan memperbaiki syarat hidup tadi
Selama Vakbond, atau perkumpulan politik bisa dipecah belahkan oleh kasta, agama dan kebangsaan selama itulah pula akan sia-sia semua pertaruan buat lahir dan batin. Mereka mesti bersatu maksud, bersatu aksi dan bersatu organisais buat seluruh Hindustan. Pikiran mistik, gaib tak bisa dilaksanakan, tak ada tempatnyapada pertarungan semacam ini. Azas programa, pidato, karangan propaganda dan agitasi mesti beralasan atas yang nyata, dan nyata dirasakan oleh sekalian buruh dari bermacam-macam bangsa, agama dan kasta. Hanya azas, pidato, karangan, propaganda dan agitasi yang nyata, yang memeluk seluruhnya yang tak berpunya itu yang bisa mengadakan persatuan. Persatuan itu penting buat menentang persatuan majikan: Inggris, Parsi, Hindu atau Muslim. Persatuan dalam pertarungan kelas yang terbentuk dalam perkumpulan Vak, Politik dan Koperasi inilah yang betul-betul persatuan yangbisa menghancur luluhkan dan menghilang lenyapkan kekastaan dan ketachyulan Hindustan. Maju pesatnya perekonomian Hindia lebih-lebih sesudah perang dunia 1914-1918 menimbulkan kemesinan dan proletariaat=industri. Banyaknya proletar-indusri itu barangkali lk 10 juta, jadi lk 3 % dari penduduk. Sedangkan di Inggris, Amerika atau Jerman angka itu boleh diperbanyak dengan 10 juta lebih. Tetapi proletar-industri kemesinan itu disampingi oleh jutaan proletar kebun dan desa, oleh yang tak Berpunya atau yang Miskin, dikota-kota oleh yang tak Berpunya. Didesa sedikit siswanya, dikota dan bandar jutaan banyaknya.
Pengaruhnya sosialisme Inggris dan Komunisme Rusia tentulah besar sekali di Hindustan. Partai Sosialis dan Komunis serta Vakbond yang mereka pimpin sudah bersuara yang kalau dibulatkan sudah bisa menarik sebagian besar dari penduduk Hindustan. Tetapi pekerjaan mereka tak ada bandingnya pula dibawah langit. Penduduk Hindustan lebih kurang dua kali sebesar Rusia dan hampir 3 kali sebesar Amerika. Proletar mesin yang kecil itu mesti berhadapan muka dengan imperialisme yang tua, piawai, cerdik dan sudah berkali-kali jaya melayani pertarungan “kapitalisme-proletar”, dinegaranya sendiri. Disamping pemimpin Imperialist Barat yang berpengalaman banyak itu berada pasukan udara, darat, dan laut, polisi terang dan rahasia dan pengadilan kapitalis. Lagi pula kapitalist bangsa Hinudstan sendiri yang dalam pertarungan kapitalis-proletar tentula terus terang akan dapat bantuan dari kasta Brahmana, ulama, pendeta, para Raja, partai nasionalis yang kolot, liberal, sampai .............. sosialis murid Mac Donald di Inggris.
Dalam hal ini keproletaran dan Dialektis Materialisme Hindustan akan terus-menerus mendapat jasmani dan rohani dari perekonmian Hindustan dengan indsutri besarnya tak akan bisa dihambat lagi. Dengan begitu barisan Proletar Hindustan yang ada sekarnag akan bertambah dengan pasukan demi pasukan. Sesudah perang dunia ini, maka persoalan kapitalis-proletar akan timbul dengan lebih hebat-dahsyat diseluruh dunia. Sudah tentulah kaum proletar akan lebih mempunyai kekuatan dan pengalaman terutama di Russia dan Tiongkok, dimasa Proletar terus beralngsung mencampuri peperangan.
Atas Kelas proletar mesin yang sehat segar, dengan petunjuk dan nasihat dair bumi diluar Hindustan, Materialisme dialektis bisa hidup dan tumbuh dengan kuta dan kokoh, sampai bisa berdiri sendiri, menghanyutkan lodongkan serta menghancur luluhkan penjajahan, kekastaan, ketahyulan.
Bagian 3
KEPERCAYAAN ASIA BARAT
Yang saya maksud dengan kepercayaan Asia Barat ini ialah agama Yahudi, Kristen atau Nasrani, dan Agama Islam. Ketiganya umum disebut Monotheisme, Kekuasaan Tuhan. Agama Yahudi di limiti hanya oleh bangsa Yahudi saja, sedangkan agama Nasrani dan Islam keduanya dipercaya oleh beberapa bangsa diseluruh dunia, oleh ratusan juta manusia.
Walaupun demikianlah tiadalah Madilog memandang agamanya Nabi, Musa, Daud, dan Sulaiman lebih kurang harganya dari Agama Nasran iatau Islam. Agama Yahudi itu mengandung urat dan pokoknya ketiga agama itu. Lagi pula agama Yahudi itulah yang pelopor, yang memulai Monotheisme dan pada agama Yahudi Monotheisme itu sudah sampai kepuncak.
Sebetulnya orthodox Kristen (kolot) itu memandang Nabi Isa sebagai Anaknya Tuhan, dalam arti tulisan. Tuhan itu dianggap Bapak yang dengan perantaraan Gadis Maryam sebagai ibu, melahirkan Nabi Isa. Betul pula menurut orthodox Kristen yang tak sedikit banyak anggota itu, ke-Esaan semacam itu, ialah ke Esaa Tuhan, Maryam dan Yesus itu mesti dianggap sama dengan kebenaran: 1 + 1 + 1 = 1, bukan 3 melainkan “satu”. Betul pula akhirnya menurut orthodox Kristen yang lk 2000 tahun ini tak mau dikalahkan kecerdikannya dalam hal “bersoal jawab bahwa Yusuf, lakinya Maryam itu Cuma bantal guling disampingnya gadis Maryam saja. Sebetulnya menurutnya kepercayaan orthodox Kristen, Nabi Isa itu dilahirkan oleh Tuhan ditengah-tengah bangsa Yahudi buat memenuhi pengharapan Yahudi atas datangnya Messia (Imam Mahdi, Ratu Adil). Sedangkan Yahudi itu menggantung anaknya Tuhan ini! Tetapi rasionil Kristen ialah Nasrani yang berpedoman akan, walaupun sedikit anggotanya kalau dibandingkan dengan orthodox Kristen, tiada lagi bersandarkan pada kepercayaan semacam itu, mereka menganggap Nabi Isa seperti manusia juga dan Tuhan itu ialah Tuhannya Yahudi juga. Apalagi kaum scientist, baik yang masih atau yang tidak lagi percayapada agama, Nasranisnya, menganggap agama dan masyarakat Yahudi sebagai titik melangkah (starting-point) dari agama Nasrani. Menurut mereka agama Nasrani itu tak bisa dipisahkan dari masyarakat dan agamanya Yahudi.
Muhammad SAW, dengan ikhlas dan terus-terang dari mulanya mengaku Tuhannya Yahudi, Yahuanya Nabi Ibrahim, sebagai Allah Yang Maha Kuasa dan mengakui Nabi Musa, Daud, Sulaiman dll dengan tulisan dan maknanya. Tetapi juga dengan terus terang Nabi Muhammad SAW menantang beberapa peraturan Rabbi (pendeta Yahudi) buat memuja dan memuji Tuhan sehingga jiwa manusia yang bukan Rabbi itu tak bisa lagi berhubungan dengan Tuhan, karena terikat oleh peraturan dan kaum Rabbi.
Kaum Kristen batin atau lahir mengolok-olokkan Muhammad sebagai Rasulnya Tuhan dan lebih lagi pada masa dahulu menganggap Muhammad sebagai Nabi palsu. Tetapi makin lama makin banyak dan lebih terang diantara orang Kristen, apalagi yang bermata ilmu sejarah mengemukakan sikapnya Muhammad SAW terhadap “Trimurti” (1 + 1 + 1 = 1) itu. Sikap itu saya pikir ialah sikap jujur dan scientific mengaku kebudayaan Islam pada Zaman Tengah sebagai jembatan antara kebudayaan Yunani Rumawi dengan Eropa sekarang. Mereka mengaku besarnya pengaruh para pemikir Islam atas gerakan Reformation (gerakan Protestan melawan Khatolik) Ilmu pro-destination-nya Calvin ialah nasib manusia yang ditentukan oleh Tuhan itu, sebagai sendi kepercayaannya kaum Calvinis yang paling berani, tunggang dan jaya diantara segala Mahzab Protestan. Itu tak bisa dimengerti kalau Cuma membaca agamanya Nabi Isa saja, apalagi “amanat gunung” (sermon of the mountain) itu saja. Selainnya dari perkakas seperti pedoman, obat bedil, cetakan, Ilmu Kimia, Algebra, Logika, Ilmu Bintang dll yang diajarkan oleh Islam pada Nasrani Zaman Tengah. Islam menambahkan filsafat Yunani kepada Ilmu Kristen yang berdasarkan dogma (kepercayaan) semata-mata itu. Tabib dan Ahli filsfata, Ibnu Rusydi mahsyur diudnia Barat dengan nama Averus, murid dari Aristoteles yang jaya, yang boleh dinamai Aristoteles Arab, ialah dianggap oleh Barat Nasrani pada Zaman Tengah itu, seperti Marxisme pada Zaman sekarang dianggap oleh dunia Kemodalan. Murid Kristen yang berbalik dari Spanyol, pulang ke Eropa Barat atau Utara sesudah mendapat ijazah (diploma) dari gurunya Ahli Filsfaat Arab, dianggap sebagai revolusioneris oleh Pendeta Kristen. Tiga Sekolah Tinggi berdasarkan Averoisme di Italia mengembangkan “rationalisme”sebagai sayap kirinya Islam itu ke Eropa!
Tiadalah sempit dan rendah sikapnya Muhammad SAW terhadap Nabi Isa dan agama Kristen. Nabi Isa diangap Besar dan Kitabnya dianggap suci. God itu ialah Allahnya Islam. Yang dibantah ialah kebenaran 1 + 1 + 1 = 1 itu, Tuhan itu tak perlu dan tak mungkin mengawini manusia. Tuhan itu Tunggal. Inilah pokoknya pertikaian antara Islam dan Nasrani dalam hal Ketuhanan. Saya pikir kaum Nasrani terutama di Indonesia lebih baik memperhatikan pokok pertikaian ini dari pada mendengarkan Pendeta mengemukakan apakah betul Muhammad bin Abdullah itu Rasulnya Allah.
Pendeknya dipandang dengan kata-mata Madilog, ketiga agama tadi mesti dianggap sebagai Tiga-Sejiwa yang terletak atas lapang yang datar. Tak ada yang lebih tinggi dan tak ada yang lebih rendah. Ketignya berdasar kepercayaan dan kepercayaan ini lahir pad amasyarakat Yahudi. Walaupun agama Yahudi, Cuma dikandung oleh 10.000 lebih sedangkan agama Kristen dikandung oleh lk 700.000.000 manusia, Islam oleh lk 300.000.000 manusia, tiadlaah harganya kepercayaan itu terletak pada banyak pengikutnya semata-mata. Karena banyak pengikutnya itu juga ditentukan oleh Bumi, Iklim, Pesawat dan Politik pengikutnya. Tetapi sebagai kepercayaan, agama Yahudi sudah menyempurnakan sifatnya kepercayaan itu. Agama Yahudi sudah menetapkan: 1. Satu Tuhan; 2. Adanya Jiwa; 3. Adanya Akhirat dan sebagai Surga atau Neraka buat Jiwa itu, dll.
Juga tiadalah tinggi rendahnya tiga kepercayaan itu ditentukan oleh besar kecilnya pengaruh yang ditimbulkan oleh satu agama terhadap agama yang lain. Seperti sudah dikatakan diatas, ahli sejarah tak bisa menghindarkan peleburan, agama Kristen dengan Masyarakat dan agama Yahudi. Tetapi pada tingkat yang lebih tinggi timbul perlantunan. Tidak saja filsafat Yunani mempengaruhi agama Yahudi, tetapi lebih-leih pada tempo belakangan ini kebudayaan Nasrani umumnya dan filsafat rasionalisme lahir atau batin, percaya atau tidak pada Tuhannya kaum Kristen, tentulah banyak mempengaruhi agama Yahudi itu. Pendeknya “semua” aliran pikiran, yang langsung atau tidak lahir dari kebudayaan Nasrani, mempengaruhi semua kepercayaan didunia. Dunia sekarang ini yang langsung atau tak langsung pula dikuasai atau dipengaruhi Eropa, Amerika, Nasrani dalam politik itu, tentulah juga mempengaruhi Judentum, ke-Yahudian itu. Beberapa buku mesti diperiksa dan ditulis buat mensyahkan simpulan ini, tetapi pastilah benarnya simpulan itu. Pada permulaan melangkah maka Islam itu didasarkan pada ke-Tuhanan dan Kitabnya Yahudi dan Kristen. Tetapi pada tingkat yang lebih disepuh dengan filsafatnya Aristoteles dan Plato mempengaruhi Yahudi dan Kristen. Terhadap Kristen sudah cukup bukti yang dimajukan diatas tadi. Terhadap agama Yahudi, maka pada zaman kebudayaan Islam, filsfaat Yunani Islam besar sekali pengaruhnya pada agama Yahudi dan filsafatnya. Cukuplah kalau dikemukakan namanya Yuda ha Levi pada lk tahun 1083 dan Moses bin Maimon pada tahun 1135 – 1204. pada tingkat sejarah dunia sekarang yang boleh dikatakan sejarah Kebudayaan Nasrani tentulah tiada sedikit pula dengan langung atau memutar, ke Nasranian mempengaruhi ke-Islaman. Demikianlah salah satu Tiga-sejiwa keagamaan tadi mempengaruhi yang lain. Tak mudah ditentukan mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah dalam sejarah ribuan tahun itu. Tetapi terhadap sarinya kepercayaan itu, ialah terhadap kepada kepercayaan tentang ke-Esaan Tuhan, adanya Jiwa manusia, yag terpisah dari Badan dan Akhirnya Jiwa ini, dll. Ketiga agama itu tiada mengandung perbedaan.
Kepercayaan semacam itu tentuah masuk golonganyang diluar daerahnya Madilog. Adanya Tuhan Yang Esa, Jiwa, Akhirat dll itu tiada perkara yang bisa diperalamkan, disusun menjadi undang dan dilaksankaan seperti pada pada ilmu bukti. Semuanya berdasarkan pada “kepercayaan” yang tak sama pada beberapa orang, pada satu tempo dan pada satu orang dalam berlainan tempo. Kepercayaan itu sebagian besar bersandar atas perasaan, bukan pada pancaindera dan intellek (akal). Dengan begitu dia tak masuk kedalam daerah pemeriksaan beralasan Madilog. Paham beralasan Madilog terhadap “Akan dan Hidup”sudah lebih dari cukup dikemukakan dalam buku ini.
Kepercayaan orang pada kegaibannya Nabi Muhammad SAW yakni yang berhubngan dengan ke-Duniaan ini, tiadalah berapa banyaknya. Kegaiban itu tiada pula begtiu bulat mentah seperti kegaiban yang berhubungan dengan Arjuna, Sri Rama, Nabi Isa atau Nabi Musa. Dalam peperangan Muhamad SAW kita tak berjumpakan dengan 1/13 (sepertigabelas), dari kegaiban sihirnya Arjuna ataupun Sri Rama, yang dalam sekejap mata saja bisa menerbitkan prajurit, laskar ataupun senjata yang tak berbatas besar dan kodratnya. Muhammad SAW berjuang dengan memakai tangan dan pedangnya, bersama dengan pengikut yang boleh dihitung banyaknya dengan sepuluh jadi saja. Bedanya dengan sahabat dan pengikuntya Cuma tentang keberanian dan kepintaran. Seperti jendral ternama Iskandar, Hanibal, Caesar dan Napoleon, maka Muhammad sebagai pemimpin peperangan juga berlaku: dimuka dalam menyerang dan dibelakang kalaumundur. Sebagai jenderal ulung Muhammad juga menjalankan tipu muslihat: memusatkan semua kekuatan pada urat nadi musuh. Tak ada yang ada diluar akal dalam semua peperangan Muhammad SAW.
Nabi Isa lahir tak ber-bapa, dapat menimbulkan makanan dengan sihir, menghidupkan yang mati, dijumpakan oleh sahabatnya sesudah mati digantung dll sebagai Muhammad SAW ialah seorang anak piatu, anak Bapanya Abdullah dan Ibunya Aminah dipelihara pamannya Abdul Muthalib. Sebelum wafat, maka Muhammad SAW dengan sedu sedih Rasul Allah ini meminta maaf pada sahabat dan pengikutnya, membayar utang dan menerima piutang seperti manusia biasa.
Lebih-lebih dikeliling Nabi Musa kita jumpakan 1001 kegaiban. Bala dan penyakit yang disihirkan Nabi Musa berkali-kali menewaskan Pharao (Fir’aun) dan Dewanya.
Laut Merah yang dilihatnya buat menyelamatkan laskarnya dan memusnahkan laskar Fir’aun yang mengejarnya. Berkali-kali Nabi Musa menagdakan percakapan langsung dengan Tuhan. Kegaiban dikeliling Muhammad SAW tak seperti seribu satu kegaiban dikeliling Nabi Musa itu. Kalau Muhammad SAW mendengar firmannya Tuhan, maka kita ingat kepada Jean Jacques Rousseau duduk memperhatikan dibawah sepohon kayu, membuka bungkusan rotinya. Pada surat kabar bungkusan roti itu dia baca persoalan sayembara yang dianjurkan oleh Academie Perancis dengan pertanyaan: Apakah kesopanan pada masa itu menambah kemajuan manusia? Pada ketika itu Rousseau disinari hakekat sebagai jawabnya pertanyaan itu. Kita ingat pada Gautama Buddha yang melihat “cahaya”. Rousseau jatuh pingsan, disinari hakekat, ditimpa ilham sebagai jawaban. Setelah bangun dan sadar, ia merasa basah, penuh dengan peluh, dan terus pulang menulis ........... Cuma sebagian dari yang dilihatnya dibawah pohon itu.
Ahli Barat juga mengakui, Muhammad sebagai pemikir besar! Usaha yang lama dan sungguh mencari “hakekat”” sebagai jawab dari pertanyaan tentang artinya maksud “Dunia dan Hidup” ini berakhir pada “Firmannya Tuhan” yang diterimanya.
Rupanya makin dalma kita gali sejarah, makin banyak kegaiban. Makin baru sejarah, makin tipis kegaiban itu. Masyarakat dan kecerdasan pada zaman Nabi Musa memerlukan kegaiban yang bisa diadakan oleh Nabi Musa. Masyarakat dan kecerdasan Arab tiadalah begitu lama dibelakang kita. Yang gaib seperti adanya Tuhan, juga Akhirat dll itu tak lebih dan tak kurang dari sisa pengetahuan ialah yang melampaui batas pengetahuan pada masa itu. Semuaya itu ialah perkara yang diluar peralaman dan pengetahuan masyarakat. Kegaiban itu sudah terbatas sekali terutama berhubungan dengan dunia baka, bukan dunia fana ini. Kalau ada kegaiban yang lain-lain yang juga ada pada kelilingnya Muhammad SAW, maka sebagian besar dari kegaiban itu timbul, berhubungan dengan pertanyaan yang sulit-sulit datangnya dari pihak Yahudi dan Kristen pada masa hidupnya Muhammad SAW. Pada masyarakat cerdas berdasarkan mesin dan listrik ini, maka pasti tak akan bisa timbul dan mengembang ke-Nabian seperti pada zaman gelap-gaib dahulu itu. Krishna Murti yang digembar-gemborkan Annie Besant dan Kaum Theosophie itu hidupnya Cuma setahun jagung saja.
Agama Yahudi, Nasrani dan Islam yang ketiganya lahir dimasyarakat bangsa Semiet (Yahudi dan Arab) itu saya anggap Tiga Sejiwa, bukan Tiga Serangkai. Jiwa ialah urat-pokok ketiganya agama itu sama, Cuma cabang rantingnya yang berlain-lain. Karena ketiganya itu mempunyai persamaan jiwa, persamaan sari, maka tiadalah ia bisa dilayani sekali jalan dengan melalui hukum “pembatalan kebatalan” dan “perbedaan bilangan bertukar menjadi perbedaan sifat”. Saya terpaksa melayani satu persatu agama itu. Menurut umur, maka akan berganti dilayani agama Yahudi, agama Nasrani dan akhirnya agama Islam.
- AGAMA YAHUDI.
Seperti pada sejarahnya kepercayaan Hindustan, maka kepercayaan pada ke-Esaan Tuhan itu, yang cocok dengan Mahadewanya Hindustan boleh jadi sekali timbul pada tingkat yang lebih tinggi dari pada kepercayaan pada Banyak-Dewa dan yang dibelakang ini lebih tinggi dari pada kepercayaan pada Banyak-Dewa, dan yang dibelakang ini lebih tinggi dari pada tingkat kepercayaan pada Ke-Jiwaan (Animisme).
Sejarah bangsa Yahudi dalam lk 3000 tahun ini, walaupun lebih pasti dari sejarah Hindustan, tentulah tiada begitu pasti dan sempurna seperti sejarah Eropa dalam 4 atau 5 abad dibelakang ini, atau Indonesia dalam 3 abad dibelakang ini.
Sumber sejarahnya Yahudi ialah Kitab Injil Lama, terutama Lima Kitab yang dipulangkan kepada Nabi Musa, bernama Kitab Taurat dan Kitab Talmud, yang ditulispada lk tahun 500 sebelum Nabi Isa. Saya sudah membaca Kitab Injil, baik dalam bahasa Belanda, Inggris, atau Indonesia. Saya gemar membacanya, karena memang banyak pengajaran didalamnya. Moral, susila, pengertian buruk baik, yang kita peroleh dari cerita Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Sulaiman dll adalah tinggi sekali. Kesan yang kita peroleh sesudah membaca cerita, cerita dalam Kitab Injil yang Nabi Muhammad juga akui, tiadalah mudah dilupakan seumur hidup. Pusaka Yahudi kepada dunia Nasrani dan Islam dalam pengertian buruk baik dalam satu pergaulan manusia, adalah pusaka yang kekal (positive). Cerita dalam Kitab Injil ialah sejarah Yahudi, tetapi sejarahnya Yahudi lebih banyak dari yang tertulis dalam Kitab Injil itu. Sejarah bangsa Yahudi dalam lk 3000 tahun itu, sejarah tempat diam, pencarian hidup, pesawat dll, yang teratur dari tahun ketahun, tentulah tak bisa diperoleh dari Kitab Injil, yang tak memperdulikan tarich dan tanggal itu.
Buat memperdalamkan pengertian tentang ke-Esaan Tuhan pada bangsa Yahudi kita mestinya mempunyai sejarah yang pasti tentang masyarakat Yahudi pada masa dan sebelum ke-Esaan Tuhan itu lahir. Kita tahu dari sumber Islam dan nasrani, bahwa paa masa Nabi Ibrahim, bangsa Yahudi bani Israel menyembah beberapa Dewa dalam rumah Berhalanya. Kita tahu bahwa Nabi Ibrahim itu namanya berkenan dengan kepercayaan pada ke-Esaan Tuhan, ialah Yahua.
Tetapi ke-Esaan Tuhan itu lebih nyata dan lebih kita kenal pada Zaman Nabi Musa melarikan diri dari Egypte dibawah Fir’aun kesemenanjung Sinai Lautan Merah.
Bani Israel, yang terdiri dari beberapa suku, yang cerai-berai tidak bersatu adat dan kepercayaannya hidup sebagai penggembala di Egypte dibawah Raja Fir’aun itu, diisap, ditindas, serta dipandang rendah sekali oleh bangsa Egypte. Mereka pada satu ketika memutuskan hendak melarikan diri ke Negara baru yang dijanjikan Tuhan (Palestina). Sudahlah tentu mereka tak mempunyai senjata cukup, atau kepandaian keserdaduan yang cukup. Mereka bangsa teripsah, tertindas dan terhina. Merka dikejar oleh Fir’aun sudah tentu dengan laskar yang cukup senjata dan kepandaian kemiliterannya. Kalau Fir’aun berhasil usahanya, sudahlah tentu semuanya atau sebagian besar bani Israel akan dipancung atau dikubur hidup-hidup.
Dalam pertarungan yang sama sekali tidak seimbang inilah pula timbul seorang pemimpin yang Cuma satu dua bisa didapat dalam seribut tahun. Kalau dibuka selimut kegaiban yang diselimutkan pada tubuhnya oleh bangsanya, maka berdirilah dimuka kita satu manusia yang mesti mendapat kehormatan dari bangsa dan masa manapun juga, Nabi Musa.
Seorang yang berusia tinggi! Sudah tentu dia mesti cerdik pandai. Tiada saja cerdik dan lebih pandai dari mereka dibawah pimpinannya, tetapi ia mesti lebih cerdik pandai dari pemimpin balatentara, yang mengejarnya. Sudah tentu ia mesti lebih dipercaya oelh semua suku yang cerai-berai, yang sering saling bertingkah dan berselisih, yang sering putus asa dan dalam ketakutan dahsyat. Perempuan, lelaki, tua dan muda, kuat dan lemah dengan bermacam-macam adat dan paham Cuma bisa dipercaya dan ikut perintahnya Nabi Musa, kalau ia lebih dari mereka dalam segala-gala: watak, kecerdasan, keberanian dan keteguhan hati.
Belum lama berselang dari bangsa Eropa, yang berkebudayaan tinggi dalam saya upaya melepaskan diri dari ikatannya semboyan yang melisterik jutaan bangsanya, Ein Volk, Eine Sprache, Ein Fuchrer (Satu Bangsa, Satu Bahasa dan Satu Pimpinan) Russia sudah lama mempunyai Diktatur, malah Negara Demokratispun seperti Amerika dan Inggris dalam masa perang ini sebetulnya dibawah pimpinan Fuchrer Roosevelt dan Fuchrer Churchill pula.
Pada sejarah Yahudi dimasa Negara itu belum ada, dan mesti direbut dari bangsa lain dengan persatuan teguh, atas nama Yang Maha Kuasa, tak heran hasrat rakyat melakukan: Satu Tuhan, Satu Bangsa dan Satu Pimpinan pula. Tuhan Esa yang menjanjikan Negara Baru pada bani Israel itu, yang tentu mesti direbut dengan kepercayaan bulat satu dan persatuan kokoh kuat diantara beberapa suku cerai-berai itu, ialah Yahua. Pemimpin yang tahu maksudnya Yang Esa itu, yang kalau perlu bisa berjumpa dengan Dia, oleh sebab itu bisa mempersatukan bermacam-macam suku itu, ialah Nabi Musa. Atas kepercayaan pada satu Tuhan, Yahua, maka di semenanjung Sinai semua suku bani Israel itu dipersatukan oleh Nabi Musa. Keperluan buat bersatu, menentan bermacam-macam kesusuahan itu membutuhkan persatuan kepercayaan, pada Satu Tuhan, Yahua. Persatuan beberapa suku bani Israel itu dan ke Satuan Tuhan, adalah erat sekali seluk-beluknya.
Fir’aun dan tentaranya ditenggelamkan Yahua di Laut Merah. Bani Israel sekarang megembara dipesisir Timur Laut Merah disemenanjung Sinai. Pengembaraan yang pulah tahun itu menukar manusia bersifat penakut menjadi pemberani. Nama Israel itu artinya juga pahlawan Tuhan. Atas pertolongan Yahua, mereka menang dari tentara Fir’aun bukan?
Lebih kurang pada tahun 1220 sebelum Nabi Isa, bani Israel, Pahlawan Tuhan, menyerbu Palestina, dari Timur dan Selatan. Akhirnya lk 1000 tahun sebelum Nabi Isa mereka bisa merebut pegunungan dekat Palestina, tetapi tiada bisa menaklukan Negara dipesisir. Juga kota yang besar seperti Yarusalem, Hegidda, Besan dsb belum lagi dapat ditaklukan. Pertaruan yang seru sengit dengan bangsa Kanaan, bangsa Filister dari pesisir dan bangsa Badui terus-menerus saja berlaku.
Setelah Nabi Musa meninggal, maka “persatuan” Agama dibawah Satu Pimpinan menghadapi musuh yang banyak dan kuat tadi, tentulah tak kurang dirasa perlunya dari yang sudah-sudah.
Pahlawan Tuhan, Bani Israel, sekarang tiada lagi bangsa penggembala semata-mata, atau penggembara semata-mata! Pemimpin Tunggalnya tiada lagi kerjanya semata-mata buat mencari jalan digunung atau gurun pasri atau pemuja Yahua seperti pada masa Nabi Musa. Bani Israel sekarang sudah menjadi penakluk perebut Negara Baru, menjadi tani, penggembala, dan serdadu. Sekarang satu pemimpin Tungal perlu buat menyelenggarakan pertanian, penggembalaan, pertukangan dan perniagaan. Perlu buat menyelenggarakan kepolisian, kehakiman dan kemiliteran. Perlu buat menyelenggarakan politik dan diplomasi buat ketentraman terhadap kedalam dan keluar Negara.
Pemimpin Tunggal yang berkuasa dalam perkara Ekonomi, Politik dan Diplomasi itu biasanya kita namai Raja. Teapi kerajaan itu boleh Bani Israel, Pahlawan Tuhan, diperoleh sebagai hasil baik, upah dari kepercayaan pada ke-Esaan Tuhan, pada Yahua, sebagai hasil peperangan atas namanya Tuhan. Raja semacam itu, tiada saja berkuasa menyelenggarakan perkara keduniaan, tetapi juga perkara akhirat; memuji dan memuja Yahua. Pemerintahan semacam itu dinamai Theocracy, Pemerintahannya Tuhan. Ketungalan pimpinan atas perkara dunia dan akhirat itu terbayang terang benderang pada ketunggalannya ke-Esaannya Tuhan, Yahua. Kekuasaan tentang dunia dan akhirat itu sudah dipegang oleh Raja Saul. Teapi Raja Nabi Daud, lebih banyak berperang lebih banyak pula menang. Hidupnya Raja Nabi Daud seolah-olah buat berperang. Daerah Pemerintahaannya tidak saja meliputi sukunya sendiri, ialah suku Yuda, tetapi juga seluruh Kerajaan Saul almarhum. Selainnya dari pada itu, Nabi Raja Daud menaklukan bangsa Filister dan bangsa Kanaan. Perselisihan diantara keluarganya berhenti, sesduah ia memilih anaknya Nabi (Raja) Sulaiman sebagai penggantinya. Nabi (Raja) Sulaiman yang kita kagumi kecerdikannya mengembangakn kerajaannya, terutama dengan jalan perkawinan dan perjanjian. Egypte digabungkan dengan kerajaannya dengan mengawini putri Fir’aun. Dengan perjanjian (diplomasi) Tyrus juga bersekutu dengan Kerajaan Salomon. Dengan mengirimkan kapal ke Tanah Emas (?) Nabi (Raja) Sulaiman menempuh perniagaan dan politik dunia.
Tiadalah mengherankan, kalau Nabi (Raja) Daud dan Rakyatnya mufakat dengan tunggalnya Tuhan yang menguasai seluruhnya Alam. Karea Tuhan itu tidak berbantahan dengan dirinya sebagai Nabi Raja yang Tunggal pula menguasai perkara Dunia dan Akhirat.
Cocok dengan massa dan murba, cocok dengan tempo dan tempat, puteranya Nabi (Raja) Daud yakni Nabi (Raja) Sulaiman, mendirikan gereja Yahua pada tahun 945 sebelum Nabi Isa di Yerusalem. Gereja ini penuh dengan segala keindahan.
Tetapi sebagai sumai dari pada 700 permaisuri dan 300 gundik dari bermacam-macam Negara, dia tak boleh monopoli semua kepercayaan dan memaksa Sang permaisuri memeluk kepercayaan yang dipusakakan oleh Nabi Ibrahim, Musa, dan Daud kepadanya seperti dia dikelilingi oleh ratusan permaisurinya dair bermacam-macam agama itu, begitulah pula gereja Yahua, dikelilingi oleh ratusan permaisurinya dair bermacam-macam agama itu, begitulah pula gereja Yahua, dikelilingi oleh penuh rumah berhala buat Dewa permaisurinya.
Buat melayani ratusan permaisuri itu buat kawin dan pesta selamatan berkali-kali dan mahal itu, buat mendirikan gedung yang indah permai, rakyat dibawah Nabi Raja Sulaiman mesti memikul pajak yang berat sekali. Kecerdikan dan tangan kerasnya bisa memadamkan rasa pemberontakan. Tetapi sesudah ia meninggal,kerajaannya pecah belah. Pada tahun 921 sebelum Nabi Isa kita saksikan 2 kerajaan, Yuda dan Israel. Pada beberapa abad beriktunya kita menyaksikan sengketa dan peperangan saudara diantara dua kerajaan itu. Demikianlah yang satu melemahkan yang lain setahun demi setahun. Sampai kita akhinrya melihat Pahlawan Tuhan kalah perang dengan Kerajaan Babylonia dan diangkut ke Babylonia dari tahun 597 sampai tahun 586 sebelum Nabi Isa.
Kepercayaan pada kekuasaan Tuhan, pada Yahua, tiadalah berkurang, malah bertambah-tambah. Bukanlah persatuan suku sisa atas kekuasaan Tuhan, Yahua, yang melepaskan Bani Israel dari telapak kaki Fir’aun?
Bukanlah persatuan dan kekuasaan Yahua, yang melahirkan Nabi Raja Daud dan Sulaiman dan Kerajaannya, dan mengikat bermacam-macam bangsa dan Negara yang dipuji dan dipuja seluruh Dunia?
Ke-Esaan tidak bersalah! Ke-Esaan bangsa Yahudi mesti diperkokoh. Ke-Esaan itu tentu perlu, malah lebih perlu lagi disertai ke-Esaan Tuhan. Di Babylonia, ditempat pembuangan itu, tak ada lagi Raja dari Bani Israel atau Bani Yuda, yangbsia mempersatukan Rakyat dengan Polisi atau Tentara. Persatuan sekarnag Cuma bisa diperoleh dengan jalan bathin: persatuan kepercayaan. Kepercayaan itu banyak berhubungan dengan Bani Yuda, sebab itu kita sekarnag emmakai nama Yahudi.
Kepercayaan Yahudi sesudah pembuangan tentulah mendapat perpaduan dan sepuhan dengan kepercayaan dan pengetahuan lain. Bangsa Yahudi berbalik ke Palestina buat tinggal beberapa abad, sampai pada masa mereka cerai-berai diseluruh Dunia seperti sekarang. Dalam perjalanan lebih dari 2000 tahun dibelakang ini, maka agama Yahudi dipengaruhi oleh filsafatnya Yunani Islam, Nasrani dan Rasionalisme. Demikianlah sekarang kita memperoleh sari pengertian agama Yahudi itu. Sari itu tentu berlainan dengan sari dijaman mudanya. Der Grosse Brockhaus mengikhtisarkan sari pengertian sekarang, dengan: 1. Kepercayaan pada Tuhan yang Esa, yang tida berbadan, melainkan semata-mata terdiri dari Rohani; 2. Alam Raya ini ialah bikinan Yang Esa itu; 3. Tuhan Yang Esa itu ialah Bapak Sekalian Manusia; 4. Yang Esa itu sudah mengumumkan KemauanNya dengan FirmanNya; Dasarnya pembikin Tuhan itu ialah: 1. Manusia merdeka memilih yang buruk dan yang baik. 2. Tuhan itu ialha pencipta hukum dan Penghukuman; 3. Maksudnya manusia ialah Negara Akhirat menurut Messiah (Mahdi). Negara ini penuh kasih sayang, keadilan serta, perdamaian. Amnusai mesti kerja untuk mendapat nafkahnya; 4. Tuhan memilih Bani Israel mengambangkan FirmanNya, 5. Dunia Fana ini akan berakhir pada Dunia Baka.
- AGAMA NASRANI.
Yesus Nazarenus Rex Yodiorum, Yesus dari Nazareth Rajanya Yahudi.
Agama Nasrani ialah agama dikembangkan oleh Yesus dari Nazareth yang kita namai Nabi Isa. Kita sebut juga agama Kristen ialah agamanya Kristus. Menurut Encyclopaedy Brittanica, maka Christ itu artinya Mahdi yang dimaksudkan oleh pujaan (prophecy)nya Yahudi atau Raja atas kemauan Tuhan. Menurut Der Grosse Brockhaus, maka Kristus itu artinya penebus dosa manusia, penjelmaan Tuhan sendiri (Die Offenbarung Gottes).
Susah sekali kalau tidak mustahil memberi definisinya agama Nasrani, mesti cari pada bermacam-macam Mahzabnya (sects); buat Orthodox Kristen (Kolot) tulisan dan lisan Kitab Injil mesti diambil bulat dan mentah begitu saja. Satu pusat atau kata saja kalau disangksikan, maka sarinya sama dengan menyangsikan seluruhnya Kitab Injin dan seterusnya sama dengan menyangsikan adanya Tuhan. Jadi kata ayat dan pasal yang enyatakan bahwa Nabi Isa itu Anak-Nya Tuhan, bisa menyembuhkan semua penyakit dan menghidupkan yang mati, bisa terbang dan berjalan diatas air, hidup kembali sesudah mati berjumpa dengan pengikutnya, semuanya ini buat Kristen Orthodox bukan kiasan, melainkan bukti, bulat mentah.
Jadi pemandangan yang memperhubungkan Nabi Isa dengan Masyarakat Yahudi, memperhubungkan Agama dan Pahamnya Nabi Isa dengan Agama dan Ciptaan atau Idaman Yahudi, pemandangan yang mengaku bisa adanya pengaruh pada dan perubahan dalam agama Kristen itu mesti ditolak mentah-mentah pula. Nabi Isa menurut mereka, ialah Anak Tuhan, yang dikirimkanNya kedunia fana ini, sebagai janjiNya pada Bani Israel, buat penebus dosa manusia. Sifatnya dan kodratnya Nabi Isa menurut paham itu tentulah sifat dan kodratnya Tuhan. Disini kegaiban Nabi Isa dipulangkan pada ke-Tuhanan dan sebaliknya kegaiban Tuhan itulah yang dijelmakan oleh kegaiban Isa. Kristen semacam ini terdiri dari Kristen Timur (Russia) dan Kahtolik Roma, pendeknya dari sebagian besar dari pengikut agama Nasrani, akan bersoal jawab dengan Kristen semacam ini yang juga besar pengaruhnya di Indonesia tentulah akan memberikan hasil yang dikehendaki saudara kita di Toba Batak atau di Borneo Dayak ataupun di Papua yang mengikut agama Nasrani itu. Juga pertama tiada mengutamakan akal, Logika, Dialektika dan Bukti. Ditengah masyarakat Islam tuan Pendeta, walaupun dibelakangnya ada meriam dan tank dan diatas kepalanya ada payung pelindung mereka ialah garuda Imperialisme, tiada bisa mengembangkan sayap atau kukunya. Lebih dari 1300 tahun Muhammad sudah menyanggah ke-Tuhanan Isa; dengan begitu ia sanggah ke-Isaan Tuhan. Bertentangan dengan kristen kolot pada Masyarakat Borjuis Barat juga pada pihak Kanan sekali kita dapati di Zaman ini seorang Ahli filsafat seperti Friederich Nietzsche. Ahli filsfat ini bulat mentah menolak semua barang dan perkakas yang berhubungan dengan Nabi Isa itu. Dianggap seperti satu kelemahan manusia, tetapi bisa menarik dan menjerumuskan. Di Barat Nietzshce dianggap seperti anti-Kristus. Kaum Nazi menganggap Kristus dan agamanya seperti ciptaan dan impian Yudentum.
Materialis dan Atheis walaupun timbul pada masyarakat Barat, yang umumnya Masyarakat Nasrani juga, tentulah sudah diluar batas agama Kristen sama sekali. Hal in tak perlu lagi diuraikan panjang: Diantara Kristen Orthodox bulat mentah dengan Nietzsche Nazi Anti-Kristus itu tentulah berlusin-lusin pula paham yang melayang. Tiadalah perlu diladeni satu persatu. Cukuplah kalau kita kemukakan, bahwa disini juga berlaku hukum perbedaan bilangan, akhirnya berubah menjadi perubahan sifat: Dengan begitu mulanya kita sampai ketingkat dimana ya itu tidak, A = Non A, akhirnya sampai ketingkat “pembatalan kebatalan”.
Demikianlah perubahan tehnik pada masyarakat Barat sedikit demi sedikit melalui tiga tingkat hukum Dialektika itu, dari Zaman Eropa sebelum Isa, sampai Zaman Feodalisme Zaman Tengah (476 – 1492), dari Zaman Feodalisme sampai ke Zaman Kapitalisme. Di zaman Kapitalisme itu berlaku (dari abad ke XV – XVI) sampai sekarang di Eropa Barat, kecuali Rusia) perubahan tehnik-ekonomis pada masyarakat Barat itu mengubah susunan sosial politiknya, dan susunan kelas baru menimbulkan jiwa (psycology) menurut Filsafat dan Politik baru pula. Filsafat dan Ilmu politik baru dair kelas baru itu, yakni kelas borjuis sebelum Revolusi Perancis (1789) dan kelas Proletar itu menantang, merombak dan membinasakan mencerai-beraikan paham Kristen dan politiknya Pendeta dan Raja Kristen (1789): sesudah tahun 1789 kaum borjuis yang menang itu memakai Pendeta dan agama Kristen sebagai sayap kanan politiknya buat menolak semua tentangan proletar.
Pertama agama jatuh ketangan Katolik atau Protestan; dan mazhab Katolik amat rapi organisasinya tentang agama. Tetapi perkara Ekonomi, Politik dan Science boleh dikatakan jatuh ketangan Protestan.
Di Rusiaa pada tahun 1917, perserikatan borjuis, Ningrat Pendeta dihancur luluhkan oleh kaum Proletar dibawah pimpinan Partai Bolsyewik atas oboran Materialisme Dialektis.
Demikianlah cocok dengan majunya teknik, ekonomi, masyarakat, filsafat dan politik Barat, selangkah demi selangkah agama Nabi Isa dari kegaiban bulat mentah pada permulaan Zaman Tengah di Barat dalam garis besarnya bertukar menjadi setengah gaib, setengah nyata, seperti dianjurkan oleh Thomas, kramat masa Scholastic (orang sekolah).
Perubahan itu berlaku terus-menerus sampai ketingkat Protestan (Luhter dan Calvin pada abad ke XVI). Umumnya mengakui bahwa hakekatnya agama Kristen itu, tidak dapat disahkan dengan Logika; mereka ahli filsafat Protestan ini mendapat selimut pada perkataan: a-logis (= tak logis). Filsafat Idealismenya Jerman menyesuaikan agama Kristen dengan kerohaniannya itu dengan “moderner Kultur”. Kita berjumpakan ahli filsfaat seperti Herder, Schleiermacher, Kant dan Hegel. Kegagahan Kant dan Hegel yang termasyhur di dunia ini, sudah lebih dari cukup ditunjukkan pada permulaan buku ini. Kita tahu, bahwa percobaan Hegel, yang tergelar Raja Filsafat itu menjadi alat adanya Filsafat yang bertentangan ialah Materialisme Dialektis, yang bertubuh pada Marx dan Engels.
Di Russia Lama, teknik dan ekonmi itu tak semaju di Barat. Disana politik dan agama, Pemerintah dan Gereja itu, tak sampai berpisah. Disana Politik dan Agama ditambah dengan kegaiban Timur, serta kebudayaan Timur, dipadu menjadi satu dan dibandingkan dengan Csar, ialah wakil Tuhannya orang Rus-Lama didunia ini. Berpisahan Pemerintah dan Agama itu di Barat, menyediakan perkakas buat kaum borjuis buat membagi pekerjaan, penantang desakan politik dan filsafat kaum buruh. Division of Labour (pembagian kerja) semacam itu menambah kekuatan borjuis Barat. Pemborongan (monopoli) agama, politik dan kebudyaaan oleh Csar itu membawa pemborongan semua kodratnya kelas baru yang ditunjukkan pula kepada kekuasaan Csar yang sempurna atas segala-gala, membawa jatuhnya sempurna dalam segala-gala. Kebulat mentahnya kegaiban di Russia digantikan dengan kebulat mentahnya Materialisme Dialektis. Demikianlah pendeknya sifat dan sejarahnya Agama Kristen setelah masuk di Eropa Barat melalui Kerajaan Romawi, masuk di Eropa Timur melalui Constantinopel Zaman Nasrani (Sebelum Turki Islam). Sebelumnya agama Kristen masuk ke Eropa Timur dan Barat itu dia mempunyai sejarah pula pada Negara asalnya, ialah Palestina. Disini pengikutnya bukan Susunan ARIA, melainkan bangsa Yahudi.
Pemandangan yang luas dan dalam, yang berobor Materialisme, boleh didapat dalam bahasa Inggrisnya “Foundation of Cristianity”. Buku ini tebal, dikarang oleh Karl Kautsky. Pengarang ini ialah seorang Sosialis Jerman, boleh dibilang Ulama Besarnya Internasional ke II, kira-kira seperempat abad (1889 – 1917) Karl Kautsky memegang piminan tentang Teori Sosialisme dan menerima pengakuan dari kaum buruh, dunia terutama yang tergabung oleh Internasionale ke II itu. Turun derajat dan akhirnya jatuhnya internasionale ke II dari singgasananya, disamping oleh naik derajatnya Internasionale ke III, sesudah Revolusi Komunis di Rusia (1917) bersamaan dengan turun derajat dan jatuhnya Kautsky serta naik derajatnya Lenin, Vladimir Ulyanoff, Polemik peperangan pena Lenin – Kautsky seru-sengit, tetapi bergemilang, seperti dua bintang bertempur. Perbedaan mereka nyata pada paham tentang Diktator Proletar. Lenin dibenarkan oleh sejarah. Teapi pada masa Kautsky menjadi Ulama besar itu kelemahannya dalam Dialektika belum begitu terang, kekurangan tajam matanya terhadap pertentangan kelas di Jerman belumlah memberi akibat yang buruk. Sebab memang pada tahun 1889 – 1917 itu Proletar Jerman terkhususnya ada dalam kedudukan yang tinggi sekali, baik dalam ekonomi maupun politik. Tetapi sesudah peperangan dunia (1914 – 1918) kelemahan Kautsky dalam Dialektika mendatangkan akibat jahanam.
Walaupun begitu, tentulah Kautsky, seperti dahulu saya tahu di Russia Merah sendiri dianggap sebagai salah seorang yang pernah berjasa pada kaum buruh dunia “Foundation of Christianity” tadi ditulis, kalau saya tak lupa, ketika Kautsky masih dipuncak kehormatan. Mesti diterangkan pula bahwa masyarakat pada permulaan agama Kristen itu belum lagi bisa memajukan Diktatornya Proletar. Boleh jadi kalau sekarang sekali lagi saya baca buku itu, saya bisa melihat kelemahan dalam hal Kautsky menguraikan pertentangan kelas. Tetapi saya tidak ingat kelemahan itu. Boleh jadi juga sebab sudah lebih dari 15 tahun lampau saya membacanya. Sebab saya tak tahu lain buku tentang agama Kristen, yang lebih Scientific (menurut Ilmu Bukti) maka pembaca saya persilahkan membaca “Foundation of Chistianity” itu.
Cara Kutsky menerangkan sesuatu perkara, bentuk mengarang dan kata yang dipakainya memang susah dicari taranya.
Ditempat saya sekarnag tak ada buku Kautsky itu. Tetapi kalau saya tak silap garis merah besar, yang dikemukakan Kautsky (berlainan dengan 1001 buku Feodal atau borjuis tentang agama Kristen itu) ialah:
- Yesus Christus, Isa anak Tuhan itu, kalau betul ada orang yang sebenarnya, seorang Revolusioner yang teguh tegap memegang dasarnya sampai palang gantungan dan diatas palang gantungan itu sampai jiwanya melayang. Keteguhan hatinya itu mengagumkan musuh dan menyemangati kawannya. Dia lahir didaerah Galilea, ialah satu saerah yang masyhur sebagai sarang pemberontak yang tunggang. Bangsa Yahudi pada masa lahirnya takluk pada Maharaja Romawi. Bangsa mereka dibawha pimpinan Rabbi (pendeta Yahudi).
- Pengikutnya Nabi Isa pada masa hidup dan pada permulaan timbulnya kaum Kristen itu terdiri dari yang Tak Berpunya dikota – kota besar dan kampung. Mereka hidup secara sosialistis komunis, tak mengakui hak milik perseorangan dan dianggap sebagai perkumpulan terlarang oleh Pemerintah Romawi. Kalau diketahui maka hukumannya ialah hukuman mati dengan siksaan yang kejam sekali.
- Setelah lama kelamaan orang yang berpunya memasuki kumpulan rahasia Kristen itu, maka semangat Kristen yang mula-mulanya nyata revolusioner dan sosialistis itu bertukar menjadi kompromistis individualistis. Tawar-menawar dalam politik dan hak diri sendiri tentang harta benda.
- Akhirnya dalam pemilihan menjadi Keizer (Maha Raja) Constantin Besar mencari dan mendapat sokongan dari kaum Kristen. Dia menang dalam pemilihan itu, dan sebagai pembalas jasanya kaum Kristen, maka Constantin Besar mengakui agama Kristen (pada tahun 313) sebagai agama resmi (disahkan oleh Undang-undang). Dengan pengakuan sahnya agama Kristen dan pemasukan kaum Kristen oleh yang berpunya dan yang berkuasa itu, lambat laun matilah semangat revolusioner dan sosialsitis seperti terdapat pada masa Nabi Isa dan pada permulaan berdirinya agama Kristen.
Demikianlah Karl Kautsky!
Sekarang pengabaran saya dengan segala sederhana. Dimuka saya ada Kitab Injil tetapi Kitab Injil tiadalah memberi keterangan yang nyata langsung dan teratur tentang Masyarakat, Politik, Ekonomi, serta Pesawat Yahudi ketika Nabi Isa hidup. Yang barangkali pasti dan akan saya kemukakan disini hanyalah sekadarnya saja. Dalam lebih dari 1000 tahun sebelumnya Nabi Isa, maka bangsa Yahudi dan bangsa pengembara di pegunungan dan gurun pasir mencapai kekuasaan yang tinggi sekali, tidak saja mereka mendirikan Kerajaan yang kokoh kuat serta menaklukkan beberapa Negeri dikelilingnya. Dibawah pimpinan Raja Nabi Daud dan Sulaiman, bangsa Yahudi terkenal diempat penjuru Alam sebagai Negara yang unggul.
Dari singgasana yang tinggi itu kemudian mereka jatuh kelembah perhambaan di Babylonia. Kemudian mereka dikembalikan pula ke Palestina. Disini mereka ditaklukan oleh Yunani dan akhinrya oleh Romawi. Pada masa Nabi Isa, Paletina ini ialah satu Provinsi, daerah jajahan Rumawi. Tetapi dalam perkara agama serta adat-istiadat bangsa Yahudi pada masa itu dipimpin oleh seorang Rabbi (Pendeta Yahudi). Ongkos buat melayani Gereja dan Rabbinya itu serta membayar ongkos perangnya tuan Romawi yang tak putus-putusnya tentulah banyak sekali. Sebagian besar dari ongkos perang Romawi dan semuanya ongkos Gereja mesti dipikul oleh Rakyat Yahudi dengan jalan pajak. Tuhan Yang Esa, yang tidak lemah-lembut, melainkan yang membalas pencabutan mata, dengan mencabut mata pula, “sipenggigit digigit – (oong om oog, tand om tand), cocok dengan hidupnya pemimpin tunggal, seperti Nabi Musa dan Daud dalam perjuangan yang seru sengit tak putusnya.
Tuhan yang bersifat “sipenggigit digigit” itu sudah bertukar sifat, apabila bangsa Yahudi sampai ketingkat sejarah Nabi (Raja) Sulaiman, mata terbelalak dan mulut menyenggigit itu tak jijik lagi dengan lingkungan dalam mahligai Nabi atau Raja Sulaiman. Seribu permaisuri dari berbagai-bagai bangsa, puteri yang terpelajar cantik molek dan beragama bermacam-macam pula tiada patut dibelakangi dan disenggigiti.
Lagi pula dengan bercampur gaulan dengan pemikir dan beberapa bangsa yang musafir ke Mahligai yang masyhur itu tentu menambah luas dan dalamnya pemandangan seseorang seperti Nabi atau Raja Sulaiman.
Kompromis dengan pemikir Tuan Negeri dan Sang Permaisuri dalam Mahligai itu mesti terbayang pula diluar. Disekililing serambi gereja Yahudi beberapa macam rumah berhala dengan dewanya didirikan.
Ketika dibuang di Babylonia, negara yang mempunyai kebudayaan tinggi pula tentulah ke-Esaan Tuhan dan sifat sipenggigit digigit yang sudah dijadikan hamba oleh seribu permaisuri dari bermacam-macam bangsa dan agama, tentulah mendapat bahan baru pula. Tak mengherankan sesudah bangsa Yahudi pulang dari pembuangan ke Palestina, sifatnya Tuhan itu kalau tidak, banyaknya Tuhan sudah berubah.
Bagaimana juga lakonnya perubahan sifat Tuhan itu dari masa Nabi Ibrahim sampai kemasa Nabi Isa, pada permulaan tarich Masehi ini Tuhan itu sudah tak kepunyaan Yahudi semata-mata lagi. Pada sabdanya Nabi Isa, sifat baru itu sudah nyata sekali. Nabi Isa yang langsung menentang kaum Rabbi juga menentang pahamnya kaum Rabbi tentang agama.
Dalam sabda di Gunung Sermon on the mountain, (bergrede), ialah kuncinya agama Kristen, Nabi Isa menganjurkan supaya jahat jangan dibalas dengan jahat pula, melainkan kalau orang memukul pipi kananmu, maka berikanlah pipi kiri, kalau ornag memaksa engkau berjalan 1 mil, ikutlah dia dua mil jauhnya. Nabi Isa mengichtiarkan pelajarannya dengan maha kasih pada Tuhan dan kasih pada sesama manusia, seperti diri sendiri. Nabi Isa datang dari seorang pemberontak daerah Galilea, disambut oleh Rakyat Jelata dikota Yerusalem dengan hosanna (Hidup!) turunan Nabi atau Raja Daud. Dalam Kitab Injil kita baca Nabi Isa mengobati semua penyakit dengan mantera saja, menyihir roti dari tujuh potong menjadi ribuan dsb. Sihir dan kegaiban itu tak masuk kedalam daerah Madilog, yang nyata disini bahwa kemana Nabi Isa pergi, diikuti dan disambut oleh Rakyat miskin dengan ombak gembira dan hati penuh pengharapan.
Bisakah dan maukah Nabi Isa mengadakan perlawanan dengan senjata? Mau atau tidaknya tak mudah dijawab, karena pertentangan antara beberapa sabdanya Nabi Isa kepada muridnya. Pada satu pihak disabdakan, bahwa ia tidak datang buat perdamaian, melainkan dengan pedang. Pada lain pihak disabdakdan bahwa yang emmakai pedang itu akan tertikam oleh pedangnya sendiri.
Tetapi sari pelajarannya ialah maha kasih pada Tuhan (Bapak) dan kasih pada sesama manusia.
Tiada mengherankan!
Perlawanan dengan senjata terhadap Partai Rabi yang dilindungi oleh Kerajaan Romawi yang sedang naik Mataharinya, yang muda remaja, kuat kokoh itu, mesti sia-sia belaka.
Tidak mustahil terpendam dalam hati sanubarinya ada maksud memerdekakan bangsanya dengan senjata, tetapi selama pengikutnya yang didapatnya dalam propaganda lk 18 bulan itu masih begitu sedikit, maka maksudnya itu seandainya ada mesti disimpannya untuk sementara. Program yang penting dan pertama mesti dijalankan ialah mengasihani Bapak di Langit dan mengasihani manusia seperti anaknya Bapak di Langit. Nabi Isa tiadalah bermakna seperti yang diartikan oleh Ahli Filsafatatau Rabbi. Nabi Isa juga tiada memakai Logika atau Dialektika. Maknanya Tuhan buat dia ialah makna yang bisa dimengerti oleh simiskin ramai yang bukan keluaran Sekolah Tinggi itu. Tuhan sebagai bapak, yang adil, pengasih dan penyayang ini dengan dia sendiri sebagai anaknya Tuhan, itulah yang mestinya menjadi ikatan persatuan yang terutama. Nabi Isa lebih dahulu menyuruh mencari Kerajaan Tuhan dan KeadilanNya. Sesudah itu makanan dan minuman serta pakaian itu akan didatangkan Tuhan sendirinya. Cuma yang tak bertukar yang mencari benda semacam itu. Demikianlah sabdanya.
(Sudah tentu madilog bersikap sebaliknya. Makanan dan pakain itu lebih dahulu. Baru keadilan dan kasih syang pada sesama manusia itu bisa timbul, tumbuh turut-menurut).
Tetapi kasih sayang ialah sifatnya Tuhan, sebagai tali pengikat kaum Kristen itu tiadalah lagi tampak kalau kita dengarkan Nabi Isa bersabda menantang partai Rabbi penindas langsung bangsanya dan perkakas batinnya Kerajaan Romawi. Agitator Revolusioner macam apapun tak bisa memperbaiki ketajaman dan racunnya kiasan serta sindiran, celaan dan cacian yang ditujukan pada para Rabbi. Nabbi Isa menanyakan pada pendengarnya: Manakah yang lebih, emas ataukah gereja yang memuja emas itu. Dinasehatkannya supaya mendengarkan dan melakukan apa yang dikatakan oleh Rabbi tiu, karena merekalah yang menduduki kursinya Nabi Musa. Tetapi janganlah dilakukan apa yang mereka lakukan, karena mereka Cuma pandai berkata, tetapi tiada mau melakukan apa yang dikatannya itu.
Awas engkau, hai alim ulama, munafik engkau pemimpin edan dan buta ular dan keturunan ular berludak (sendok), mustahillah akan bisa luput dari api Neraka! Demikianlah sikap pengasih penyayang terhadap Rakyat miskin tadi, bertukar menjadi sikap galak dan tajam beracun menentang partai Rabbi, musuh nomor satu.
Pada masa Nabi Isa pun sudah ada agnet provocature (tengkulak penjerat). Mereka bertanya pada Nabi Isa: “Apakah baik kalau dibayar pajak pada Maha Raja di Romawi?”Nabi Isa yang membaca sanubari mereka menjawab dengan cerdik: “Kasihkanlah kepada Maha Raja, haknya Maha Raja itu dan berikan pada Tuhan, haknya Tuhan itu”.
Walaupun akibatnya pelajaran nabi Isa bertentangan dengan Maha Raja Romawi, tetapi Nabi Isa tentu juga mengerti bahwa salahlah sikap yang menimbulkan musuh pada dua barisan (fighting on two fronts). Kekuatan yang pertama mesti dipusat dahulu pada partai Rabbi, partai yang dia anggap menghisap langsung dan penghianat bangsa Yahudi.
Partai Rabbi juga maklum dalam hal ini. Mereka iri hati melihat naiknya penganut Nabi Isa diantara Rakyat miskin. Rapat ulama (Sanhedrin) diadakan. Rapat memutuskan akan menangkap Nabi Isa. Dia ditangkap sesduah dikhianati oleh Yudas Es Kasiot, salah satu pengikutnya. Pengikut yang lain mau mengangkat senjata ketika Nabi Isa ditangkap. Tetapi nabi Isa mencegah dengan sabda: “Siapa yang memakai senjata akan dibinasakan oleh senjata juga”. Nabi Isa dibawa ke rapat Rabbi yang sibuk memikirkan tuduhan palsu terhadap nabi Isa.
Dimuka Rapat Rabbi, Nabi Isa oleh Imam Besar ditanya, apakah dia mengakui bahwa dia betul Anak Tuhan. Nabi Isa akui terus terang. Pengakuan ini dianggap sebagai penghinaan (penghujatan, godslatering) atas Dirinya Tuhan. Atas pengakuan ini, Imam Besar memutuskan bahwa Nabi Isa mesti dihukum mati.
Nabi Isa diikat atas perintah Rabbi dan diserahkan pada Pontius Pilatus, wakil Kerjaan Romawi. Nabi Isa tiada menjawab tuduhan Rabbi. Tetapi pertanyaan Pontius Pilatus: Apakah betul Isa mengaku, bahwa dia Raja Yahudi? Nabi Isa mengaku pula terus terang.
Pada hari itu lazim dilepaskan seorang hukuman. Apabila Pilatius bertanya kepada para Rabbi, siapakah yang ia mesti lepaskan, Isa atau seorang jahat bernama Barabas, maka para Rabbi meminta supaya Barabas, penjahat dibebaskan, dan mendesak supaya Isa dipaku dipalang gantungan. Pontius terpaksa membenarkan, dengan perkataan bahwa dia tidak mengandung dosa terhadap Nabi Isa.
Orang ramai dihasut oleh para Rabbi. Diatas kepala Nabi Isa dilingkarkan “Mahkota duri”. Ditangannya ditaruh tongkat sebagai ejekan. Orang Ramai yang terhasut itu berlutut dimuka Nabi Isa yang bertongkat dan bermahkota duri itu, sambil berkata “Sembah simpuh, o, Raja Yahudi”. Tiadalah dilupakan oleh ramai meludahi “Raja Yahudi” itu. Inilah akhinrya, tepuk sorak dan pujian: “Hidup turunan Nabi Daud”.
Sikap Nabi Isa dimuka Hakim, ditengah-tengah ocehan, caci maki ramai dan diatas palang gantung, terus terang mengaku dan teguh tegap memegang azasnya sampai nafasnya terakhir menajaibkan dan menaklukkan kawan lawan.
Walaupun kepercayaan bahwa Nabi Isa hidup kembali dan memberi amanat kembali kepada pengikutnya ada diluar daerah Madilog, tetapi logis dan sepatutnyalah, azas dan sikap Nabi Isa terus hidup kekal.
Azasnya Nabi Isa kalau boleh dengan kasar ringkas saya gambarkan ialah: “Komunisme sederhana”. Komunisme sederhana ini betul-betul dijalankan oleh kaum Kristen sebelum mereka dimasuki dan pikirannya dipaksakan oleh kaum Berpunya dan Berkuasa. Sikapnya nabi Isa ialah sikap Maha Pencipta dan Maha Satria.
Di “Kitab Suci” pun bisa kita saksikan, bahwa Nabi Isa, selalu didapati diantarai ramai, miskin, diantara orang melarat, hina dina, sakit gila. Mereka inilah buat Nabi Isa yang sebenarnya calon buat Negara 1000 tahun “mellenium”yang akan datang di Bumi kita ini. Yang penuh dengan keadilan dan cinta kasih sayang. “Lebih mudah buat seekor unta masuk kelubang jarum daripada buat seorang kaya masuk kesurga”, sabda nabi Isa ini menunjukkan, bahwa orang kaya itu diluar partainya partai Rabbi, perkakas kerajaan Romawi yang hidup dengan sukaria dan gila hormat dan pujian itu, ialah musuh mutlaknya dan langsung menjadi sebab matinya Nabi Isa.
Pada permulaan Tarich Masehi ini, kita belum lagi mempunyai perindustrian, kemesinan, pabrik yang bisa mengikat Yang Tak Berpunya itu dalam satu kumulan, dengan tuntutan ekonomi Berpunya itu dalam satu kumpulan, dengan tuntuntan ekonomi atau politik. Nabi Isa memakai idaman Rakyat Jelata pada masa itu! Idalam itu tergambar pada agama Yahudi, ialah kepercayaan datanganya “Negara 1000 tahun” yang suci itu, bersamaan dengan turunnya satu almasih, Mahdi. Tiada berada bedanya kepercayaan Rakyat Yahudi pada masa itu dengan kepercayaan Rakyat kita di Jawa Tengah pada kedatangan Ratu Adil. Makin mendalam kemelaratan, makin keras pengaruhnya kepercayaan itu di sanubari Rakyat. Pemimpin yang jujur tahu membangkitkan semangat Rakyat Jelata, serta teguh tangkas sikapnya, mesti Isa berlaku seperti besi berani yang menarik besi lain. Pengaruhnya tak bisa disingkirkan. Pemimpin semacam itulah Nabi Isa, menurut paham saya, dia memenuhi idaman Rakyat Jelata pada masanya.
Idaman semacam itu pada zaman semacam itu hanya tinggal idaman, sebab barang yang nyata buta melaksanakan idaman itu seperti industri model baru, belum ada. Hati gajah tak bisa sama dilapah. Semua kawan berada dalam kemiskinan, Komunisme pada masa itu Cuma berlaku dengan hati tugau (kecil) sama dicacah (diraba) saja. Mengadakan perlawanan lahir seperti kaum proletar dimasa Blanwui atau dimasa Lenin tiada akan ada hasilnya karena bendanya, peindustrian modern, belum timbul tunasnya sama sekali. Di zaman nabi Isa kaum komunis mesti melakukan pahamnya sama rasa, sama rata, serta sayang-menyayangi sesama manusia itu, diatas harta kepunyaan yang segala sederhana. Dalam keadaan segala sederhana ini makanan, pakaian dan perumahan dikota dan diesa dimana berada serdadu Rumawi dan kaum Rabbi, pengharapan atas melimpahnya segala-gala, terserah kepada belas kasihan Tuhan di Langit, sebagai bapak yang Maha Sayang yang bersemayam di Langit itulah! Dia mengirimkan Anak Tunggalnya kedunia fana ini, buat merintis “Negara 1000 tahun” yang penuh dengan keadilan dan cinta kaish sayang itu, buat “ Rajanya bangsa Yahudi” Yesus Nazarenus Rex Yodiurum!
- ISLAM.
Sumber yang saya peroleh buat Agama Islam, inilah sumber hidup. Seperti saya sudah lintaskan lebih dahulu dalam buku ini, saya lahir dalam keluarga Islam yang ta’at. Pada ketika sejarahnya Islam buat bangsa Indonesia masih boleh dikatakan pagi, diantara keluarga tadi sudah lahir seorang Alim Ulama, yang sampai sekarang dianggap keramat! Ibu bapa saya keduanya ta’at dan orang takut kepada Allah dan jalankan sabda Nabi.
Saya saksikan ibu saya sakit menentang malaikat maut menyebut Juz Yasin berkali-kali dan sebagian besar dari Al Qur’an, diluar kepala. Orang kabarkan bapak saya didapati pingsan sebelah badannya dalam air. Dia mau menjawat air sembahyang, sedang menjalankan tarekat, setelah bangun sadar, dia bilang dia berjumpa dengan saya yang pada waktu itu dinegeri Belanda. Masih Kecil sekali saya sudah bisa tafsirkan Al Qur’an, dan dijadikan guru muda. Sang Ibu menceritakan Adam dan Hawa dan Nabi Yusuf. Tiada acap diceritakannya pemuka, piatu Muhammad bin Abdullah, karena entah, karena apa, mata saya terus basah mendengarnya. Bahasa Arab terus sampai sekarang saya anggap sempurna, kaya, merdu jitu dan mulia. Pengaruhnya pada bahasa Indonesia pada zaman lampau tidak sedikit. Cangkokan bahasan Arab pada bahasa Indonesia baik diteruskan, karena lebih cocok pada lidah kita, asal betul-betul mengadakan pengertian baru, yang tidak terbentuk pada kata Indonesia umum atau lokal, seperti perkataan akal, fikir dsb. Saya sendiri tidak sempat meneruskan pelajaran bahasa Arab yang saya pelajari berpuluh tahun yang silam dengan cara surau yang sederhana itu tentulah sekarang sudah melayang sama sekali. Tetapi semua perhubungan dengan Islam dan Arab dahulu di Eropa, pasti mengambil perhatian saya. Dengan mengikat pinggang lebih erat, saya ketika di Negeri Belanda membeli sejarah dunia berjilid-jilid salinan bahasa Jerman ke Belanda, karena didalamnya ada sejarah Islam dan Arab dituliskan dengan lebih sempurna dari yang sudah-sudah.
Meskipun banjir ombak asik dalam sanubari saja dimasa usia pancaroba dilondong hanyutkan sampai sekarang terus dihilirkan oleh kejadian 1917 perhatian saya tehadap Islam terus berjalan. Pengertian yang masih saya ingat dari tafsir Qur’an itu, tentulah tiada berarti lagi. Yang tinggal dibawah lantai kesadaran (subsunciousness) ialah kesan semata-mata. Tetapi terjemahan Qur’an ke daam bahasa Belanda dahulu beberapa kali saya tamatkan, semua buku dan diktatnya Almarhum Snouck Hurgroaje tentang Islam sudah saya baca. Baru ini di Singapura saya baca lagi terjemahan Islam kebahasa Inggris oleh Sales dan ahli Timur, ialah Maulana Muhammad Ali Almarhum.
Dengan begitu tiadalah pula saya maksudkan bahwa semua sumber itu sudah cukup buat mengobor Islam dan sejarah. Ahli sejarah Barat, Arab dan Tionghoa memang berlipat ganda lebih bisa dipercayai dari pada Ahli sejarah Hindu. Begitulah sejarah masyarakat dengan kemajuan pesawat dan ekonominya dibelakangkan kalau tiada dilupakan sama sekali. Jangan pula dilupakan, bahwa sejarah politik yang semacam itu ditunggalkan; tiada berseluk-beluk dan dipelantunkan dengan sejarah politik, ekonomi, dan kelasnya masyarakat. Jadi sejarah semacam itu, walaupun sejarah politik saja adalah pincang sekali.
Tiada mengherankan kaalu dalam pembacaan, saya tiada mendapati sejarah yang teratur selangkah demi selangkah, tentangan Masyarakat, Politik, Ekonomi, dan Tehnik Arab. Tidak saja sebelum dan ketika Muhammad SAW mengembangkan Agama Islam, tetapi juga didalam tempo dibelakangnya, lebih dari 1300 tahun sampai sekarang. Tidak saja ditanah Arab tempat asalnya agama Islam dan Negara berkelilingnya, tetapi juga ditempat mengembangnya seperti Siria, Mesir, Spanyol, Irak, Iran, (Mesopotamia), India dan Indonesia. Dalam Negara asalnya Agama Islam tumbuh dan berdahan, mendapat bentuk dan corak baru dan bentuk corak ini tentulah langsung atau menukar mempengaruhi pokok asalnya di Arabia. Teristimwea pula karena semua bangsa dari semua agama acap berkumpul di Mekah.
Sejarah Islam berurat dan diairi oleh masyarakat Politik, Ekonomi dan Pesawat Arab asli dan akhirnya bertukar bentuk dan corak pada iklim keadaan baru di luar daerah asli, menurut pengetahuan saya masih belum ditulis. Pekerjaan semacam itu bukanlah pekerjaan sembarang ahli, boleh jadi sekali bukan pekerjaan seorang ahli yang tersambil, melainkan pekerjaan beberapa ahli yang bergabung dalam tempo yang lama, boleh jadi pula bukti yang berhubungan dengan beberapa perkara sama sekali tiada bisa diperoleh lagi. Bagaimana juga buku seperti “Foundation of Christianity” buat agama Islam masih belum lahir.
Berhubung dengan keterangan diatas maka sejarah-Islam dalam lebih kurang 1200 tahun sesudahnya Muhammad SAW yakni sejarah yang condong pada politik seperti pengangkatan Imam baru, menurut dan menurutkan partai Ali atau meneruskan pilihan yang demokratis seperti pengangkatan Abubakar, Umar, dan Usma; perbedaan mazhabnya Imam Syafi’I, Hanafi, Hambali dan Maliki satu aliran Islam kearah kegaiban (mysticisme) pada satu pihak (Imam Gazali) dan kenyataan (rationalisme), sampai ketiadaannya Tuhan-Tuhan (Atheisme), pada lain pihak (Mutazaliten); pergerakan Islam yang baru kita kenal sekarang seperti Wahabi, Muhammadiyah dan Ahmadiyah; semuanya ini mesti diseluk dengan sejarahnya politik, ekonomi, seperti bumi dan perantara masyarkat Muslimin di Eropa Selatan, Afrika, Asia Barat dan Tengah diluar maksudnya buku ini dan diluar kekuasaan kesempatan saya.
Maksud tulisan saya yang ringkas ini tentulah bukan buat pengganti buku yang masih ditulis itu, maksudnya Cuma buat petunjuk (suggestion). Saya bagaimana juga tak lebih berlaku dari pada itu karena kekurangan bahan bukti, lagi pula pokok perkara yang berhubungan dengan Islam, ialah ke Esaan Tuhan, sudah termasuk boleh dikatakan hampir sama sekali pada tulisan yang baru lalu.
Muhammad SAW mengakui sahnya kitab Yahudi dan Kristen. Muhammad SAW mengakui Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa. Tetapi Tuhannya Nabi Ibrahim dan Musa menurut Muhammad SAW itu mesti dibersihkan dari pemalsuan Yahudi dan Kristen dikemudian hari.
Memang masyarakat Arab asli membutuhkan ke-Esaan pemimpin sekurang-kurangnya sama dengan kebutuhan yang dirasa oleh Nabi Musa dan Daud. Pada Muhammad SAW, bangsa Arab yang terdiri dari beberapa suku, dan menyembah bermacam-macam berhala itu mengharapkan pimpinan. Peperangan saudara yang kejam keji tiada putus-putusnya berlaku. Bangsa Arab teguh tegap, berdarah panas, pada negara yang sebagian besar terdiri dari gurun pasir dan gunung batu, kurus kering, sejuk tajam dimusim dingin, panas terik dimusim panas, susah geilsah mengadakan nafkah hidup sehari-hari. Perampokan dan pembunuhan adalah pekerjaan lazim sekali. Perniagaan kelain negara dan dalam negarapun mesti dikawal dengan prajurit yang siap sedia menetang musuh ialah penyamun Badui yang rakus garang. Saudagar pada masa itu sama juga dengan serdadu, makin ramai penduduk Arab dan memang sudah ramai, makin sengit seru pertarungan suku dan suku. Makin banyak lelaki yang mati makin banyak pula kelebihan perempuan. Tidak mengherankan kalau mendapat anak perempuan dianggap sebagai malapetaka oleh rumah tangga Arab asli itu, apa lagi rumah tangga yang tak berpunya. Perempuan sudah terlampau banyak dan perempuan pada masyarakat semacam itu bukanlah makhluk yang bisa mencari nafkah diluar rumah tangga, melainkan dianggap satu makhluk penambah mulut makan. Jadi penambah kemiskinan. Kalau perempuan banyak, dibunuh. Beruntunglah perempuan kalau ada lelaki yang mampu mengawininya mengangkat dia jadi isteri yang ketiga ataupun kesekian puluh.
Ditengah masyarakat semacam itu lahirlah Muhammad bin Abdullah, walaupun sukunya suku Quraisy dianggap suku tertinggi dikota Mekkah, tidaklah ia seorang anak yang dimanjakan oleh ibu bapa yang mampu. Dia malang atau memang beruntung kematian ibu bapa menjadi anak piatu dan dipelihara oleh paman Abdul Mutalib. Dari kecil sudah mengenal susah melarat ditengah-tengah masyarakat saling sengketa dan gelap gelita. Buah pikiran kita menyaksikan masyarakat semacam itu dan dalam keadaan semacam itu bisa timbul paham peragai dan bumi seperti Muhammad bin Abdullah. Tetapi memang intan itu bisa diselimuti tetapi tak bisa dicampur lebur dengan lumpur.
Makin riuh rendah bunyi sengketa dan sentak senjata disekelilingnya makin tenang teduh pikiran pemuka ini menghadapi sesuatu kesusahan atau permusahan. Lawan dan kawan sekarangpun terlampau banyak memajukan hal, bahwa Muhammad SAW seorang Nabi. Huru hara tiada bisa disangkal, tetapi tiadalah hormat saja yang memberi petunjuk, ilham dan kiasan kepada manusia. Mata yang nyalang, telinga yang nayring, serta otak yang cemerlang ditengah-tengah masyarakat itu sedniri lebih lekas menyampaikan seseorang pada hakekat tentang pergaulan hidup manusia dari pada buku bertimbun-timbun diluar masyarakat. Pemuda Muhammad dilatih dan tersepuh oleh masyarakat Arab sendiri, undang langsung yang saling seteru dan gelap gelita itu.
Entah karena wajah parasnya, entah karena perawakan peragainya dengan langsung, entah karena cerdik kepandaiannya, entah karena semuanya, janda orang kaya Chadijah berusia 40 tahun akhirnya menjatuhkan hati dan kepercayaan pada pemuda 15 tahun lebih muda ini, sesudah berjasa bertahun-tahun. Bertahun-tahun Muhammad bin Abdullah melayani perniagaan buat janda Chadijah.
Sekaranglah baru diperoleh tempat dan tempo mengheningkan pikiran membanding mengiaskan, mencocokkan, menyeluk belukan persoaan yang bertimbun-timbun jatuhnya pada pikiran yang acap terbang mealyang seperti terdapat dalam bangsa Arab, seperti tergambar dalam cerita 1001 malam itu. Tetapi Arab bukannya Hindu. Pikiran melayang itu selalu kembali ketanah. Penerbangan bolak-balik diantara awang-awang dengan daratan itu bisa berhasil, bukanlah satu scientist seperti Newton tatu pendapat seperti Edison mesti bisa terbang dengan pikirannya? Tetapi mereka terbang dengan benda yang nyata menurut undang-undang yang pasti pula.
Pada tempat yang sunyi senyap bermacam-macam digunung diluar Mekah timbullah berkali-kali persoalan. Lagit Arabia tiada diliputi awan pada malam itu, kalau diterangi oleh bulan dan bintangnya mesti menarik perhatian seseorang yang sungguh (serious, ernstig). Tak heran kalau pemuda Muhammad didesak oleh persoalan sebagai siapakah yang mengemudikan jalannya bulan dan jutaan bintang ini, yang tetap teratur ini. Siapakah yang menjatuhkan hujan yang memberi hidupnya tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia itu? Apakah asalnya dan akhirnya manusia ini? Tiadakah ada buat mempersatukan bangsaku, memperlihatkan seteru sengketa dan menerangi gelap gulita itu: mengangkat bangsaku jadi obor dunia?
Newton dan Edison diberi pusaka oleh para scientist almarhum berupa perkakas dan teori berupa laboratorium dan undang perhitungan. Tetapi pemuda Muhammad hidup lebih dari 1300 tahun yang silam. Undang apakah tentang peredaran bintang atau perhubungan hawa uap dan hujan atau hukum tentang kodrat, paduan dan pisahan jasmani dan rohani yang sudah diketahui? Ahli Yunani pun belum sampai kesana, aklau ada paham yang miring kesana belum tentu paham itu sampai ketelinga Muhammad bin Abdullah.
Demikianlah Muhammad bin Abdullah mesti mencoba jawab dengan membandingkan pengalaman dan pengetahuannya pada mana jauh lebih tinggi, dari pada yang dikenal oleh bangsanya dikelilingnya.
Berkali-kali sudah perdagangan dilakukan (dengan karavan kalifah) ke Siria, barangkali juga sampai ke Mesir, ke Arabia Selatan tak mustahil samapi ke Mesopotamia. Cantumkanlah dimata pembaca seorang pemuda pendiam, mata sering melayang tinggi tetapi cepat bisa menaksir barang dan uang dimukannya, kening lebar dan tinggi menandakan kecondongan pikiran pada filsafat, tetapi juga menyaring apa yang praktis bisa dijalankan. Bibir yang menandakan kemauan keras dan juga mahir lancar kalau berkata, perawakan sedang, liat cepat tahan tangkas dan berkali-kali dalam perjalanan jauh berbahaya mendapat latihan dalam perjuangan. Penghilatan pada puluhan negara dan negeri biadab setengah adab dan pekerjaan tawar menawar dengan saudagar bermacam-macam bangsa dan bahasa; percakapan dengan lawan kawan, tua muda dalam usia pancaroba dipuluhan negara dan negeri itu , semua itu mendidik penyair dan pemimpin pembesar negara dan Nabi. Huruf dan sekolah tak bisa memberi bahan hidup semacam itu, tetapi bahan hidup semacam itu bsa memebri kesempatan pada Muhammad bin Abdullah menimbulkan huruf dan sekolah baru. Tidak semuanya orang bersekolah, bsia menjadi pemimpin Tuhan, tetapi buat seseorang pemimpin Tuhan tiadalah sekoah saja jalan buat menyampaikan maksudnya buat melaksanakan sifatnya.
Dunia Arab berpenduduk sedang ramainya terus menerus bertarung diantara suku dan sukunya, belum pernah dijajah dijahanamkan bangsa Asing, sedikit dikenal oleh dunia luar, sudah sampai ketingkat persatuan satu bangsa satu bahasa dan satu pemimpin.
Tiadalah sekali mengherankan kalau Muhammad bin Abdullah tertarik oleh tuhan Esanya, Nabi Ibrahim, Musa dan Daud. Disini Tuhan itu lebih terang ke Esaan-nya pada pertaruangan lahir batin yang seru sengit yang mesti dijalankan dengan jasmani dan rohani yang mesti dipimpin oleh satu kemauan, maka kesangsian atas ke Esaannya Tuhan, pemimpin yang Maha Tahu dan Maha Tahu itu bisa menewaskan petarung, Satu Tuhan itulah yang dibutuhkan oleh Arabia. Ketika Muhammad bin Abdullah yang buta huruf itu Cuma sedikti tahu tentang agama Kristen, dikatakan oleh mereka bahwa Muhammad bin Abdullah mendapat pengetahuan itu dari mulutnya monikkan atau rahib dan setengah ulama Kristen. Mereka lupakan keterangan mereka sendiri bahwa Muhammad bin Abdullah sesudah memasuki gereja Katholik di Asia Barat ia berkata:”Ini Cuma rumah berhala lain”. Sekarang pun pada abad kedua puluh ini kalau orang memasuki gereja Katholik di Russia atau Roma, di Jerman atau di Indonesia, kalau orang melihat patungnya nabi Isa dan ibunya maryam yang dipuja dan tak mengherankan kalau orang netral mendapat kesan seperti kesan memasuki rumah berhala Hindu atau Budha. Buat Muhammad SAW Tuhan semata-mata rohani. Tuhan yang semata-mata rohani yang tidak dipatungkan lagi itu baru didapat sesudah Luther dan Calvin. Jadi sesudah lebih kurang 1500 tahun Nabi Isa lahir atau sesudah 900 tahun nabi Muhammad wafat. Dalam gereja Protestant kita tak lihat lagi patung yang seolah-olah mencoba mempengaruhi manusia dengan perasaan belaka; kasihan pada nabi Isa yang tergantung dipakukan tangannya pada palang gantungan itu oleh musuhnya Yahudi Jahanam itu. Jadi pada Protestant nyata pengaruh Islam buat seseorang yang tidak digelapi oleh dogma (kepercayaan) agamanya sendiri. Dengan Yahudi muhammad bin Abdullah menganggap Tuhan itu semata-mata rohani dan berada dimana-mana. Seseorang Muslim bisa bersambung langsung dengan Dia, tidak perlu memakai kasta Rabbi atau pendeta sebagai perantaraan atau sebagai tengkulak. Kelangsungan perhubungan manusia dan Tuhan itulah yang menjadi salah satu perkara buat Protestant umumnya, Cromwell dan tentaranya chususnya ketika berperang dengan partai Katolik dan raja-raja Katolik. Ini terjadi juga sesudah lebih kurang seribu enam ratus lima puluh (1650) tahun sesudah Nabi Isa wafat atau lebih kurang 1000 tahun sesudah Nabi Muhammad wafat. Pun disini nyata buat orang yang berpkiran objektif (tenang) pengaruhnya Islam atau Nasrani seperti juga pada Yahudi.
Jadi agamanya Nabi Isa dan Nabi Musa dijalankan pada masa perjalannya nabi Muhammad bin Abdullah di Asia Barat itu tidaklah diambil bulat mentah dengan tiada kritik semata-mata. Tidak saja Muhammad bin Adullah mengambil pokok besarnya agama Yahudi dan Kristen, tetapi pada kemudian harinya Yahudi dan Nasrani walaupun resminya tak mau mengaku terus terang mengambil sifat baru dari Islam. Demikianlah pada Muhammad SAW “ketunggalan” Tuhan itu ke Esaan Tuhan itu sampai kepuncak tak ada kesangsian seperti melekat pada agama Nasrani pada masa Muhamad SAW. Tentangan, terhadap agama Nasrani itu dikeraskan dan dijelaskan pada satu Juz yang pendek, tetapi dianggap terpenting sekali oleh Muslimin: bahwa Tuhan tunggal tak memperanakkan (Nabi Isa) dan tidak diperanakan (Qul huallahuahad …………….dsb).
Karena Muhammad SAW yang mendapatkan ilham tentangan ke Esaan Tuhan yang sempurna dan kesamaan manusia dan manusia lain terhadap Tuhan itu yang masih belum terang benderang buat semua bangsa Yahudi pada zaman nabi Ibrahim, lebih-lebih pada masa Nabi Sulaiman dan kemudiannya tiada terang pula pada Kristen, Katolik, Anatolia atau Romawi di masa Muhammad SAW, tentulah semestinya Muhammad SAW Nabi yang terbesar dan terakhir but monotheisme, kalau Albert Einstein menyempurnakan teori relativity maka orang tidak berkeberatan menamainya teori itu teori Einstein. Adakah ke Esaan yang lebih pasti dan persamaan manusia dan manusia terhadap Tuhan lebih nyata dari pada agama Islamnya Muhammad SAW? Juga Nabi Isa mengakui dirinya anak Tuhan dimuka Rabbi dan mengakui dirinya Rajanya Yahudi buat negara 1000 tahun dimuka Pilatus? Adakah salahnya kalau Muhammad SAW mengaku pesuruh rasulnya tuhan yang terakhir dan terbesar?
Kepercayaan pada Allah sebagai Tuhannya yang Esa Muhammad sebagai rasulnya dan persamaannya manusia terhadap Tuhan, belum cukup buat mempersatukan sekalian suku Arab yang saling seteru sengketa dan peperangan terus menerus itu. Malah hal itu menimbulkan ejekan kebencian dan caci makian terhadap Muhammad yang oleh penduduk Mekkah diketahui sebagai anaknya Abdullah dan Aminah. Sama siapakah mereka Arab yang galak ganas itu akan takut dan apakah dirinya berbuat baik didunia ini kalau sesudah mati semua perkara perhubungan dengan manusia itu berhenti sama sekali? Malah lebih baik jadi orang kuat, kebal, piawai pendekar, berani, jahat, perampok atau apa saja asal bisa dapatkan harta buat kesenangan, perempuan buat permainan dan laki-laki buat hamba sahaya. Di dunia fana inilah messti dicari puncak kesenangan dengan mendapatkan puncak kekayaan dan kekuasaan, baik dengan jalan halal atau haram. Demikian satu pemikir luhur merasa perlu keterusannya hidup. Tidak didunia fana ini melainkan pada dunia baka pada akhirat. Dengan begitu perlu pula ada jiwa terkhusus yang bertiang dalam jasmani kita. Jasmani dan jiwa itulah kelak sesudah hari kiamat akan dibangunkan kembali dari matinya. Jasmani dan jiwa yang hidup kembali itu akan ditimbang kebaikan dan keburukannya, yang berdosa akan masuk api neraka dan yang saleh akan masuk surga dikerubungi oleh nikmat tak terhingga banyaknya ragam dan lezatnya ditempat permai damai diantara puteri bidadari cantik molek dan manis bagus parasnya, ratusan ribuan banyaknya yang taat saleh, terutama yang mati sahid akan mendapat upah yang kekal dan luhur itu. Kalau kita peramati gurun pasir dan gunung batu Arabia, peramati wataknya Badui sekarang dan gambarkan orang Arab dan Badui semasa nabi Muhammad maka surganya orang Islam itu surga yang tidak sejuk dingin seperti Nirwananya Budha atau suci seperti surganya nabi Isa, maka surga Islam itu kuat seperti kutup Utara menarik jarum pedoman, sebelum sampai kesurga djanatunna’im itu, sesudah Muhammad SAW wafat. Arabia dan Badui yang sudah bersatu itu mendapatkan surga dunia di Siriya, Mesir, Spanyol, Iran dan India. “Banjirnya para calon syahid yang mengalir dari Arabia”. Tuhan itu ialah Allah dan Muhammad itu ialah Rasulnya. Tiada satu negara dan bangsapun beratus tahun bisa tahan. Begitu cocok surga Islam dan mati sahid dengan masyarakat dan peragai Arab.
Allah itu menurut Logika tentulah tiada bisa “Maha Kuasa” kalau tidak segenap umat manusia, segenap jam dan detik dapat menentukan nasib manusia. Segenap detik dia bisa perhatikan matahari berjalan, bintang dan bumi beredar, setiap detikpun tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia di matikan, sebaliknya manusia janganlah takut menghadapi mara bahaya apapun juga, kalau Tuhan Yang Maha Kuasa itu belum lagi memanggil. Di dunia Islam, hal ini dinamai takdir Tuhan. Di dunia barat hal ini dikenal sebagai pre-destination.
Calvin bapaknya Mazhab Protestant pada abad ke 17 juga mengemukakan hal ini. Oliver Cromwell dan tentaranya di Inggris diakui paling nekat tunggang oleh sejarah Barat, juga mengikut kepercayaan ini, pun disini tak bisa dibantah pengaruhnya Islam pada dunia Kristen.
Memang pemikir yang ulung consequent yang mengesakan Tuhan mesti mengesakan kekuasaannya Tuhan itu. Kalau seketika satu saja kekuasaan dikurangi dipindahkan pada anaknya seperti pada nabi Isa, (anaknya Tuhan) atau Maryam, dan sedetik saja kekuasaan si Atom itu bisa dipegang diluar Tuhan dengan tidak izinnya Tuhan, maka kekuasaan Tuhan itu tiada absolute sempurna lagi. Walaupun si Atom dalam sedetik kalau bisa dikurngai maka kesempurnaannya dikurangi pula bukan?
Itulah maka saya anggap bahwa Agama Monotheisme nabi Muhammad yang paling consequent terus lurus. Maka itulah sebabnya menurut logika maka Muhammad yang terbesar diantara nabinya monotheisme. Kaum Kristen boleh memajukan kedudukan, tingginya kaum ibu maka tingginya kasih sayang dan ta’at setia pada dasar sebagai pusaka dari Nabi Isa.
Tetapi pada masyarakat Arab dimana perempuan tak bisa diangkat ketempat yang lebih tingi dari yang dilakukan oleh Muhammad SAW. Tak sedikit ahli sejarah Barat yang mengakui hal ini kalau lama dibelakang wafatnya Nabi Muhammad perempuan dikudungi, dibungkus atau ditimbun-timbunkan kedalam haramnya Sultan atau Muslim kaya raya buat melepaskan nafsu lelaki, maka itu adalah berhubungan rapat pula dengan keadaan masyarakat Arab. Perkara kasih sayang Muhammad SAW juga seperti nabi Isa berhak mempunyai. Nabi Muhammad berada dalam masyarakat sebesarnya, sebagai pemimpin propaganda, pertarungan peperangan dan masyarakat.
Sedangkan nabi Isa tinggal melayang diatas langit propaganda saja tak mengatur peperangan ekonomi, politik ataupun sosial. Sebab itu lebih gampang memegang dasar kasih sayang itu.
Tetapi Muhammad dengan memaafkan yang dahulunya mau menewaskan jiwanya, mengubah musuhnya itu menjadi pengikut, hambanya dianggapnya saudara kandungnya, bukankah pula kaum Kristen sendiri yang mendapat kedudukan tinggi sekali dibawah itu dengan kaum Nasrani dibawah Romawi yang berkebudayaan tertinggi pada zaman purbakala itu. Begitu juga dengan teguh tegap memegang dasar itu nabi Muhammad tidak ketinggalan. Ketika seluruh Mekkah memusuhi, mengancam jiwanya, dan dalam keadaan begitu menewaskan harta dan pangkat kalau memperhatikan propagandannya nabi Muhammad bersabda: Walaupun disebelah kiri ada bintang dan disebelah kanan ada matahari yang melarang, saya mesti meneruskah suruhan Tuhan.
Tetapi semua perkara ini yakni kedudukan kaum isteri dalam masyarkat, belas kasihan kepada semua manusia, taat setia pada dasar sendiri itu, ada lebih rapat berhubungan dengan masyarakat politik ekonomi, pesawat dan iklim dari pada dengan kepercayaan semata-mata, hal ini adalah diluar maksud tulisan ini. Yang dimajukan disini ialah perkara kepercayaan pada ke Tuhanan umumnya dan ke Esaan Tuhan itu terkhususnya. Sekali lagi disoalkan disini, bahwa pada Islam ke Esaan itu tentangan banyak dan sifatnya sampai kepuncak.
Sebab itu pula maka pertentangan dengan ilmu pasti umumnya, madilog terkhususnya sampai kepuncak pula. Pada permulaan buku ini perkara itu sudah dilaksanakan Maha Keesaan Dewa Ra. Pembaca dipersilahkan mambaca bagian itu sekali lagi. Sarinya tulisan itu kalau diperhubungkan dengan keesaan Tuhan ialah kalau seperseribu detik saja Yang Maha Kuasa itu membatalkan bumi kita ini menarik matahari dan meletus serta hancur luluhlah kita kejurusan matahari yang panas terik itu. Kalau sekiranya seperseribu satu detik saja Yang Maha Kuasa itu bisa membetulkan hukum tolak tariknya sekalian bintang matahari dan bumi di Alam Raya ini seperti semua kereta diberhentikan dalam satu kota pada satu saat, maka kita manusia, hewan dan benda yang sekarang lekat pada bumi ini akan tarikan bumi akan terpelanting keawang-awang terus menerus terbangnya.
Jadi menurut Madilog Yang Maha Kuasa itulah bisa lebih kuasa dari hukum alam. Selama Alam ada dan selama Alam Raya itu ada, selama itulah pula hukum nya Alam Raya itu berlaku. Menurut hukum Alam Raya itu bendanya itulah yang mengandung kodrat dan menurut hukum itulah caranya benda itu bergerak berpadu, berpisah, menolak dan menarik dan sebagainya. Kodrat dan undangnya yang berpisah sendirinya tentulah dikenal oleh ilmu bukti. Berhubungan dengan ini maka Yang Maha Kuasa jiwa terpisah dari jasmani, surga atau neraka yang diluar Alam Raya ini tidaklah dikenal oleh ilmu bukti, semuanya ini adalah diluar daerahnya Madilog. Semuanya itu jatuh kearah kepercayaan semata-mata. Ada atau tidaknya itu pada tingkat terakhir ditentukan oleh kecondongan persamaan masing-masing orang. Tiap-tiap manusia itu adalah merdeka menentukannya dalam kalbu sanubarinya sendiri. Dalam hal ini saya mengetahui kebebasan pikiran orang lain sebagai pengesahan kebebasan yang saya tuntut buat diri saya sendiri buat menentukan paham yang saya junjung.
Bagian 4. KEPERCAYAAN TIONGKOK
Sepintas lalu saja! Sebab lantaran sebagian besar dari kepercayaan itu sudah mendapat penguraian panjang lebar. Kepercayaan itu ialah Buddhisme, agama Kristen dan Islam. Lagi pula Tiongkok dan kepercayaannya akan mendapat bagian terkhusus pada buku ketiga, kalau saya mempunyai kesempatan buat tulis-menulis.
Dunia Tiongkok dengan jiwanya lk 400.000.000 itu oleh dunia luar diakui sebagai Negara yang memeluk agama Buddha. Tetapi menurut penglihatan saya, sedikit sekali kehidupan seorang Tionghoa dipukul rata, diikat oleh kepercayaan dan peraturan Buddhisme, seperti umpamanya penduduk Siam, Birma dan Selong (Ceylon). Cuma sebagian kecil saja yang boelh dianggap bisa menghindarkan hawa kepercayaan yang lebih banyak dan itulah kelak akan saya uraikan sekedarnya. Agama Kristen masih muda sekali umurnya di Tiongkok. Tetpai dunia luar lebih mengenal agama ini, berhubung dengan pengikutnya yang paling terkenal didunia luar. Pertarungan hebat yang akan menentukan hidup matinya Tiongkok sekarang sebagai Negara dan Bangsa Merdeka, sebagian besar terletak ditangan pimpinannya Kristen, seperti Soong May Ling yang dunia luar kenal sebagai isteri Presiden Chiang Kai Sek dan yang memutar suaminya ke agama Kristen; saudara lakinya Soong Ci Bon salah seoarnag dari hartawan Tiongkok dan Bankier yang terkenal didalam dan diluar Tiongkok, saudara perempuannya lagi Soong Ai Ling, isteri bankier besar dan Menteri Keuangan Tiongkok bernama Kung Liang Shi, lagi saudara perempuan lebih masyhur di Tiongkok dari keluarganya, ialah Soong Chiang Ling, janda dari Bapak Republik Tiongkok yang termasyhur pula. Semuanya paling terkemuka dari masyarakat Tiongkok pada masa pancaroba diabad ke XX ini. Berhubung dengan itu, walaupun agama Kristen dibanding dengan seluruhnya penduduk, boleh dikatakan tiada berarti (lk 5.00.000.000), tetapi pengaruhnya Kristen Tionghoa dalam penjelmaan Tiongkok menjadi muda kembali ini, tidaklah sedikit. Lebih kental susunannya, lebih pasti kediamannya dan lebih mendalam kepercayaannya, tetapi paling tiada dikenal didunia luar diantara 3 agama yang masuk ke Tiongkk itu, ialah agama Islam. Penduduk Tiongkok sebelah ke Barat laut yang lk 50.000.000 banyaknya itu boleh dikatakan rata dan sempurna memluk agama Islam. Dilain tempat di Tiongkok, kaum Muslimin bercerai-berai. Kuranglah diketahui oleh dunia luar, bahwa satria Ma Can San dan Panglima Perang Pei Soong Ci, terkenal di Tiongkok sebagai ahli siasat perang nomor satu, ialah Muslimin yang taat. Agama Buddha itu mendalam dilapisan atas, tetapi tipis masuknya atau tiada masuk sama sekali kebagian bawah, seperti minyak yang tergenang diatas air. Tetapi kepercayaan yang mau saya uraikan sedikit disini, adalah tipis dilapisan atas dan kedalam dibagian bawah, makin kebawah makin dalam. Kepercayaan ini saya uraikan, karena Rakyat Indonesia masih dalam keadaan yang serupa. Lagi pula karena pada kepercayaan inilah dengan tak perlu propagandis dan propaganda Rakyat Jelata Indonesia bertemu muka dan otak dengan Rakyat Jelata Tionghoa.
Sahibul hikayat yang empunya cerita, seorang Baba menceritakan kepada saya sbb:
Bagai topan dengan hujan lebat disertai pula olah guruh petri pada suatu hari sedang menjalankan lakonnya. Dua perahu layar, penangkap ikan terkatung-katung, berputar balik menghindarkan malapetaka, mencari jalan ketempat berlindung, disalah satu Teluk dikepulauan kecil-kecil yang bertaburan di keliling Singapura.
Salah satu dari dua perahu layar tadi tiada berdaya lagi menolak bencana alam semacam itu, terbalik dengan pengemudinya. Yang lain, yang lebih tentng, lebih cepat dan tahan badai, terkenal di tanah Semenanjung Malaka sebagai “golek”, sebagai kilat menyusul kawannya yang malang itu. Pengemudinya dengan tiada memperdulikan gelombang, hujan dan badai itu, terjun melompat menyelami mangsanya malapetaka alam itu. Sesudah berapa lamanya timbullah ia kembali kemuka lautan yang bengis bergelombang itu memikul manusia yang dicarinya. Goleknya sudah jauh diombang-ambikngkan badai dan gelombang. Tetapi dia adalah seorang pelaut tulen, dibuai ayunan gelombang lautan Indonesia semenjak kecilnya. Tulang dan tubuhnya, semangat dan kemauannya tak bisa ditewaskan begitu saja oleh air tempatnya bermain dimasa kecil dan tempatnya mencari penghidupan dimasa dewasanya. Dia sampai kegoleknya dan beruntung pada tempo mencapai letaknya pada salah satu pulau. Tetapi pulau ini kosong, hujan lebat belum lagi reda serta kawannya masih dalam keadaan payah. Dia tahu perahu yang karam tadi perahu Tionghoa, karena bentuknya dan pengemudinya yang ditolongnya itu ialah seornag Tionghoa. Entah karena sudah kebiasannya, entah karena suruhan agamanya, entah karena naluri (insticnt) sesama mansuia atau lantaran sama pencarian hidupnya, dia anggap menolong Tionghoa, yang belum dia kenal ini sebagai menolong dirinya sendiri. Berkat layaan dengan susah-payah dengan alat serba sederhana yang ada padanya saja, Tionghoa tadi akhirnya sadar kembali. Cocok dengan adat Tionghoa Asli dan lebih cocok pula dengan keadaan hidup dan kemanusiaan, dia menganjurkan pada penolongnya, supaya dari sekarang mereka mesti aku-mengakui bersaudara, seperti saudara kandung. Tionghoa dan penolongnya Indonesia, bernama Datuk Kusu berpegangan tangan, keduanya memandang kelangit, memanggil bulan dan matahari sebagai saksi, bersumpah sakti akan mengakui sebagai saudara kandung. Merkea berjanji akan menguburkan salah seorang yang dahulu meninggalkan dunia fana ini dipulau tempat mereka berada sekarang. Juga siapa yang mati kemudian akanberbaring didekat pekuburan yang mati terdahulu.
Demikianlah keduanya hidup tolong-bertolong seperti saudara sampai akhirnya malaikat maut pertama memanggil Tionghoa. Setia kepada janji saudara angkatnya, Datuk Kusu menguburkan mayatnya dipulau persumpahaan tadi. Akhirnya malaikat maut juga memanggil Datuk Kusu sendiri, setelah dia menderita penyakit penghabisan, pergilah dia mendekati dan berbaring tiada jauh dari kuburan saudara angkatnya. Dijumpai orang Cuma tulang belulangnya, lama sesudah dia meninggal.
Seorang nyonya Tionghoa dan familinya yang kebetulan mengunjungi pulau itu, pada satu malam mendapat mimpi, yang menyuruh dia pergi kembali kesana menjumpai kuburan Datuk Kusu itu berniat dan berkurban. Dia lakukan suruhan mimpi itu dan niatnya dikabulkan.
Sesudah itu kuburuan Datuk Kusu dianggap keramat dan pulau itu dinamai pulau Datuk Kusu.
Sampai waktu saya meninggalkan Singapura pada permulaan tahun 1942, saban minggu dan hari besar penuh sesak semua perahu pengunjung, terutama terdiri dari perempuan Tionghoa dan Melayu yang menyampaikan niatnya kekuburuan Datuk Kusu.
Bukankan ini “pujaan arwah nenek moyang” yang terang-benderang? Inilah kepercayaan Indonesia asli, ketika merantau ke Asia Selatan dan kepulauan Indonesia, turun dari Mongolia dan Tibet. Inilah kepercayaan Indonesia yang masih terpendam, yang lebih tebal, kalau kita memasuki masyarakat Indonesia lebih kebawah. Inilah juga kepercayaan yang lebih tebal, kalau lebih kebawah kita masuki masyarakat Tionghoa. Lebih keatas lebih tebal kita saksikan agama Islam, Nasrani dan Hindu di Indonesia. Lebih keatas lebih tebal kita saksikan agama Buddha, Islam, Nasrani di Tiongkok. Tetapi lebih kebawah kita masuki masyarakat Rakyat Jelata Indonesia dan Tiongkok kita saksikan dengan terang nyata kepercayaan kepada arwah nenek moyang.
Tiadalah pada arwah nenek moyang itu saja si Tionghoa Murba mengikuti kepercayaan si Indonesia Murba. Ceritakanlah pada Tionghoa, hantu atau orang jadi-jadian. Pendengar Tionghoa tak akan membantah dan akan menaruh semua perhatian pada kepercayaan si Indonesia tadi. Tidak susah bagi si Indonesia buat mengajaknya, lebih-lebih kaum ibunya, buat pergi mengunjungi kuburan keramat ini, atau beruk atau batu keramat itu, untuk menyampaikan niatnya: mendapatkan anak umpamanya.
Di Singapura tidak saja Pulau Datuk Kusu yang menerima pujaan itu, juga satu tempat di tengah pulau Singapura, dekat rumah yang bernama Rumah Miskin, dan satu lagi tiada jauh dari Rumah Miskin itu.
Kedua tempat itu, ialah kuburan keramat Indonesia juga. Selain dari pada itu, saya dengar kuburan Sunan Gunung Jati di Cirebon, juga menerima pengunjung Tionghoa. Gunung Batu diluar kota Padang, yang didiami sekumpulan beruk (monyet) dengan Rajanya, seperti juga Raja Beruk dan pengikutnya dekat Banjarmasin, selalu menerima pengunjung bangsa Tionghoa.
Demikianlah lebih kebawah kita masuk sanubarinya Rakyat Jelata Tionghoa, makin lebih rapat persamaan kepercayaannya dengan kepercayaan Rakyat Jelata Indonesia, kebawah demi kebawah. Dibawah sekali dalam masyarakat Indonesia terdapat Animisme (kejiwaan) tulen, daemonology (ke-hantuan) dan dynamisme (kodrat benda) yang terang telanjang terdapat pada bangsa Indonesia Asli: Batak, Sakai, Dayak dan Igorot (Filipina). Bangsa Indonesia Asli ini banyak saudara kandungnya dipegunungan Birma, Siam, Anam, dipulau Hainan dan Formusa, di pegunungan Propinsi Yunan, Keichow dan Kwantung yang oleh Tionghoa dinamai Miuo, Iao dsb. Disinilah dasar persamaan Indonesia-Tiongkok. Pertemuan dipulau Datuk Kusu itu, bukanlah kebetulan saja, melainkan satu keajian seperti acap terjadi dalam Biology “berbalik ke-asal”.
Kepercayaan pada arwah nenek moyang itu dimasyarakat Tionghoa, tiada dijumpai pada lapisan bawah saja. Pujaan nenek moyang itu umum sekali dan setia sekali dilakukan. Didaerah Selatan Tiongkok tiap-tiap tahun saya saksikan pembersihan dan pujaan kuburan Bapak dan Nenek Moyang, pada musim bunga.
Syahdan berhubung dengan hal ini, maka tanah kuburan itu sendiri adalah Tanah suci buat umumnya Tionghoa. Nasib buruk baiknya keturunan itu dianggap bergantung pada malang mujurnya tanah yang mengandung tulang-belulangnya nenek moyang itu. Pada kaum intelek Tionghoa pun ada satu kepercayaan teguh pada majiat dan pengaruhnya tanah dan tulang-belulang itu. Kepercayaan semacam ini berhubung dengan “hong shui” (Amoy).
Seorang Jenderal Propinsi yang masyhur juga belum lama berselang mengirimkan parakawannya mencari kuburan Jendral yang lebih masyhur dari dia. Kalau kuburan itu bisa didapati, tulang-belulang bapaknya bisa digali dan dicampurkan dengan tulang-belulang anjing, kemduian dilempar masuk latu, maka turunnanya, ialah Jendral yang lebih jempol tadi, dianggap akan tewas dalam peperangan. Entah karena tulang-belulang itu tak didapati, entah karena lain sebab, saya tahu Jendral pencari tulang-belulang itu sudah lama tewas dan yang dikenal sebagai Jendral yang lebih jempol dari dia, memang masih ada dan dianggap tak kurang dari yang sudah-sudah. Jendral yang lebih ulung ini, tak kurang dan tak lebih dari Jendral Chiang Kai Sek.
Beginilah menurut “Sumber Hidup” yang saya peroleh tentang masyarakat yang saya campuri, bukan dilihat dari pinggir saja, dalam lk 20 tauhn lamanya: pemujaan nenek moyang itu dan kepercayaan pada hantu adalah tebal sekali melekat pada sanubari Tionghoa.
Dunia luar pada satu pihak mengenal Tionghoa sebagai Negara Buddha. Tetapi pada lain pihak dia kenal Tionghoa sebagai Negara Kong Cu (Guru Kung).
Betul sistemnya Guru Kung pernah dijadikan “Staats Kult” (Kebudayaan Negara), tetapi orang salah kalau menyamakan Guru Kung itu dengan nabi dan kebudayaannya sama dengan kebudayaan Kristen atau Islam. Sitem yangdia turunkan ialah kesusilaan (moral).
Waktu muda saya sudah baca satu perkara dan pemuda cerdas Tionghoa juga selalu embenarkan kalau saya tanya, apakah perkara itu betul atau tidak. Ketika salah satu dari muridnya bertanyakan perkara berhubungan engan Tuhan dan Akhirat itu, maka Guru Kung menjawab: “Dunia ini saja sudah begitu susah buat diketahui, apalagi dunia baka itu”.
Sikapnya Guru Kung adalah lebih cocok dengan sikap ahli filsafat seperti Socrates. Keduanya memeriksa masyarakat dan keduanya berdasarkan senjata akal. Guru Kung menetapkan perhubungan Rkayat dan Raja, Anak dan Bapak, saudara dan saudara, serta seseroang dengan sahabatnya. Ia tak pernah menempuh jalan yang gaib seperti tandingannya (konkuren) Lao Tse (Guru Lao). Walaupun Guru Kung tak sampai kelapang Ilmu Bukti (Science) lebih dari pada semua pemikir lain di Asia,dia berdiri atas nyata pasti dan lebih dekat pada dunia Ilmu Bukti dan peralaman. Cuma perindustrian dan pesawat Tiongkok belum bisa menumpu dia kelapang science. Tetapi tiadalah sistemnya, kebudayaannya Guru Kung itu bisa ditaruh pada golongan “kepercayaan” bulat mentah!
Bagian 5. TEORI RELATIVITY.
Saya coba menterjemahkan teori Relativity itu dengan teori Sangkutan Bergerak. Menurut teori ini, maka sesuatu badan tempat menyangkutkan sesuatu pergerakan, badan mana selama ini dianggap tetap, tak bergerak, oleh Einstein dianggap bergerak pula. Sebab itu saya pikir teori itu boleh diartikan atau diterjemahkan seperti diatas.
Belum lama lagi tempo dibelakang, bilamana dunia sopan seseorang menganggap tidak masuk golongannya, kalau tiada bisa campur memperbincangkan Teori Relativity itu. Sekarang tidak begitu lagi. Entah karena barang baru itu memang menarik hati atau kebanyakan anggota dunia sopan itu Cuma “rancak dilabuh” saja (mau bagus dipandang diluar saja). Dan lekas bosan dengan benda berapapun nilainya, atau sebab semua yang tsb diatas. Tetapi buat dunia berilmu teori relaivitynya Einstein, tetulah tetapi satu sumbangan, kontribusi, kepada masyarakat. Seperti teori Mehrwert, Nilai lebihnya Karl Marx dan teori Psycho Analysenya Freud, teori relativity mengangkat ilmu dan cara berpikir ketingkat yang jauh lebih tinggi dari yang sudah-sudah. Kalau ada yang lebih nayta pada abad ke XX ini saja buat menyaksikan, bahwa kecerdasan dan keorgininalan (perintis) otak itu bukan semata-mata monopolinya bangsa Arya, maka disini kita jumpai satu dari contoh yang mencolok mata. Ketiganya para ahli tadi, timbul, tumbuh dan ……… tumbang dalam masyarakat Jerman, adalah dari bangsa Yahudi, yang oleh ahli Nazi dianggap sebagai orang Asia, sebagai musuh masyarakatnya.
Pada permulaann buku ini sudah saya sambilkan uraian Toeri Relativity itu dengan cara populer. Maknanya sudah terbungkus dalam sedikit uraian itu. Tetapi sebagian pembaca barangkali mau mengetahui lebih dalam. Sebaiknyalah sekiranya saya bisa mendapatkan buku Einstein sendiri, diantara Spezialle Relativitat (Terkhusus) dan Algemeine Relativitat (Umum). Tetapi teori demikian, sudah umum dipakai dan diperbincngkan, tiadalah lagi bertempat pada authornya (bapanya) saja. Kita yang sedikit terpelajar ini tahu Ilmu Bintang secara Euclidius, walaupun bukunya Euclidius sendiri belum pernah kita lihat, jangankan lagi kita baca, bukan? Walaupun Teori Relativity belum lagi menjadi pengetahuan umumnya terpelajar, seperti sistem Euclit, undangnya Copernicus atau Newton, tetapi para ahli yang berhak, tidaklah lagi ragu-ragu tentang pokok besarnya teori Relativity itu. Disini akan diuraikan sedikit tentang sarinya teori itu. Tentulah uraian saya yang bersangkutan dengan Madilog saja, tiadalah buat mengajarkan teori itu dan menguraikannya sepreti seorang guru menguraikan sesuatu perkara kepada muridnya. Pemabca yang giat saya persilahkan membaca buku yang bersangkutan! Selamat baca! Pembaca yang malang, karena belum lagi menterjemahkannya, boleh lampaui saja bagian tulisan saya ini ….. sementara waktu!
Bermula buat kependekan kata, maka menurut paham saya sendiri dan atas tanggung jawab saya sendiri, maka didalam teori Relativity ini, tercantum juga undang yang sudah kita kenal: perjalanan thesis, anti-thesis dan synthesis; pokok perkara, kebatalan dan pembatalan.
Kebetulan dan beruntung sekali saya mendapatkan buku yang membicarakan teori Einstein degan cara yang hampir cocok dengan perlakuan undang semacam itu juga. Beruntunglah pula seterusnya pengarangnya berfilsfaat bertentangan dengan Madilog, karena dia memandang lakonnya hukum itu berpangkal dipikiran, bukan dibenda. Bermula diotaknya manusia, kemudian dialam diluar otaknya manusia tadi. Pekerjaan saya didalam hal ini mudah sekali. Saya mnegikut receptnya Marx, Cuma membalikkan kakinya pemikir ini dari bawah keatas dan kepalanya dari atas kebawah. Tetapi sebelum saya main banting balik itu lebih dulu saya akan meuraikan Teori Relativity itu.
Buat uraian itu saya mesti mencari bahannya dari buku Zur Einsteinschen Relativitatstheorie; Erkenntnis Theoritishce Betrachtungen von Ernst Cassier. Artinya: Tentnag teori Sangkutan Bergeraknya Einsten. Pemandangan dan penjuru teori pikiran.
Tetapi cara dan bentuk penguraian itu dilakukan atas tanggungan saya sendiri.
Bermula, maka kemajuannya teori Sangkutan Bergerak itu berasal pada pertentangan yang terdapa pada pengalamannya dua para ahli, yakni Fizeau dna Michelson. Hasi lpengalaman dari kedua para ahli itu, adalah bertentangan dan tiada bisa diperdamaikan. Kedua mencoba menjawab pertanyaan: Bagaimanakah “cepatnya cahaya” pada “jalan(medium) yang bergerak”, berbanding dengan “cepatnya” cahaya pada “jalan yang berhenti” (hening).
Menurut Fizeau cepatnya cahaya itu pada jalan yang bergerak “bertambah besar”, tetapi Michelson tiada mendapatkan “tambahan” itu.
Sepanjang pengalaman Fizeau, maka cepatnya cahaya diarusnya air, lebih dari cepatnya cahaya diair tenang. (Jadi pengalaman berganti-ganti dijalankan pada jalan yang bergerak dan pada jalan yang berhenti, yakni pada arus air dan pada air tenang). Tambah cepatnya itu, tiada seluruhnya cepatnya arus ditambahkan pada cepatnya cahaya, malainkan sebagian saja:
Buat merka yang mau mendalami:
W = cepat cahaya pada arus air.
w = cepat cahaya pada air tenang.
v = cepat arus air.
Pendapatan Fizeau tiadalah: W = w + v, melainkan W = w (1-1/n²-n) + v.
(1-1/n²-n) ialah Breckungsexpotentnya air tadi.
Michelson peralamkan cepat cahaya itu pda bumi dan udara dibumi sebagai jalan yang bergerak terhadap aether (satu benda persangkaan) yang disangka tak bergerak (hening). Sepatutnya pada udara bergerak itu didapat cepat yang lebih dari pada aether yang hening, tetapi Michleson “tidak mendapat kelebihan itu”.
(Pembaca mesti perhatikan,bahwa Fizeau sebagai penglihat berdiri diluar arus air, sebagai “jalan yang bergerak” (bewegten Medium). Perbedaan pendirian kedua para ahli ini memang penting sekali. Dari perbedaan pendirian sipemandang itu Einstein mencabut undang yang penting pula.
Tegasnya, sebagai Thesis (pokok perkara):
Fizeau mendapatkan “tambahnya” cepat cahaya pada arus air kalau dibanding dengan cepatnya cahaya pada air tenang.
Sebagai Anti-thesis (kebatalan).
Michelson “tidak” mendapatkan tambahnya “cepat cahaya” itu pada udara bergerak kalau dibandingkan dengan cepatnya cahaya pada “aether” yang disangka tenang hening itu.
Dibelakang hasil pengalaman kedua para ahli ini, kita dapati pertentangan dasar, yang terdapat pada Ilmu Mekanika (kodrat) dan Optisch-Listerik-Magnestisch.
Ilmu Mekanika dipuncakkan pada undangnya Galilei dan Newton. Ilmu Optisch-listerik-magnetisch dipuncakkan pada formulanya Maxwell dan Hertz.
Formulanya Maxwell dan Hertz tentang elektro dynamika mengandaikan bahwa: cepatnya cahaya itu ditempat yang kosong, tetap tak berubah. Cepat cahaya pada tempat itu, V itu, tak memperdulikan geraknya badan yang dilalui oleh cahaya itu. Tak perduli dari “sistem” (sangkutan) mana siperalam memandang, atau dari “sumber” mana datangnya cahaya itu, “nilai” yang didapat tinggal tetap.
Tetapi ketetapan cepat cahaya yang didapat oleh elektro dinamik itu, buat “semua” sistem itu sama sekali bertentangan dengan dasar relativitynya para ahli Galilei dan Newton tentang Ilmu Mekanika.
Menurut Galilei Newton, maka semua undang geraknnya sesuatu benda yang beralku terhadap “Sangkutan K” (Sistem K), ini juga tetap berlaku, kalau orang pindah pada “Sangkutan K”. (Sangkutan K diandaikan bergerak sebentuk dengan “Sangkutan K”, yakni “sama berhenti” atau “serata cepat berjalan”.
Dalam perpindahan dari Sangkutan K ke K itu berlaku formula.
Galilei-Newton: XI = X – vt, Yl = Y, Zl = z;
V itu ialah kecepatan yang tetap dari K terhadap K, sejajar, paralel dengan sumbu K dan X.
Pada formula lama ini jga termasuk penjelmaan tempo t’ = t (penjelmaan t ini tak begitu pasti).
Inilah formulanya ahli mekanika, Galilei-Newton itu. Tetapi formula mekanikanya Galilei-Newton ini gagal, aklau dilaksankaan pada Electro Dinamik. Hukumnya Grundegleichungen Electro Dinamik itu berubah bentuknya, kalau dipindahkan dari Sangkutan (koordinasi) s, y, z, t kesangkutan x’, y’, z’, t’, . Hukumnya Elektro Dynamic itu takluk lagi kepada Undangnya Galilei-Newton.
Hertz yang mencoba mendamaikan undangnya mekanika itu dengan undangnya Electro Dynamic, dengan peralaman, tiadalah berhasil. Begitulah “Ketetapan cepatnya cahaya” menurut Elektro Dynamic bertentangan dengan dasar relativitynya mekanika. Sebagai thesis kita jumpai teori mekanika itu Electro Dynamik, dengan peralaman, tiadalah berhasil. Begitulah “Ketetapan cepatnya cahaya” menurut Elektro Dinamik bertentangan dengan dasar relativitynya mekanika. Sebgaai thesis kita jumpai teori mekanika Gelilei-Newton. Sebagai anti-thesis kita bertemu dengan teori ketetapan cahaya pada Maxwell-Hertz yang gagal, kalau-kalau dilaksanakan pada formulanya Galilei-Newton. Dari pertentangan ini ktia akhinrya mendapatkan synthesis pada teori relativietinya Einstein.
Tetapi sebelum sampai pada Einstein kita mesti lebih dahulu singgah pada Minkofsky dan Laurentz orang Belanda yang ulung.
Galilei dan Newton memang ahli tua dalam mekanika. Tetapi jago tuapun pada temponya mesti menyingkirkan diri, karena didesak kemajuan zaman.
Dalam semua perhitungan, maka Gelilei-Newton, masing-masing mengikutkan perhitungan itu pada benda tetap berhenti. Buat Copernicus benda tetap berhenti ialah Matahari. Begitulah buat Galilei-Newton benda-tetap-berhenti ialah Matahari. Begitulah buat Galilei-Newton benda-tetap-berhenti itu ialah bintang-tetap-berhenti. Pada benda-tetap-berhenti diawang-awang inilah perhitungan dan undang gerakannya benda disangkutkan. Disanalah didapati benda yang tetap berhenti yang dijadikan sangkutan buat segala benda yang bergerak. Maknanya realtivity mekanika lama mneurut Galilei-Newton itu ialah perhitungan yang berdasarkan sangkutan tetap, sangkutan tak bergerak. Relatief itu artinya juga bersangkutan dengan sesuatu bukan kesungguhan kesendirian.
Seperti sudah kita uraikan dibagian Alam Raya, maka benda yang tetap berhenti itu “tak” ada. Kita lihat matahari itu berputar juga mengelilingi sumbuny asendiri. Begitu juga yang selamanya ini dianggap bintang-tetap-berhenti, sekarnag diketahui tetap berputar mengelilingi sumbunya.
Cocok dengan dasar tetap-berhenti itu pula, kita pelajari disekolah sistem kordinasi, yang saya terjemahkan dengan kata sangkutan tempatnya satu benda atau titik, diawang-awang di sangka ditentukan oleh 3 dimensi (besaran) ialah panjang, lebar, dan tinggi (x, y, z) seperti kita ketahui bahwa sesuatu badan itu ditentukan oleh 3 dimensi tadi. Benda itu disekolah kita pisahkan betul-betul dengan tempo (t). Begitu juga ruang (space) itu, baik yang ditempati oleh benda ataupun kosong, bukanlah tempo. Jumlah ruang dan tempo kita ciptakan dengan x, y, z, t. ini cocok dengan Logika Lama, Logika terpisah; a itu bukan Non a.
Tetapi kata minskofsky, belum seorang juga yang mengingat ruang itu, dengan tidak mengingat tempo. Sebaliknya tak seorangpun yang mengingat tempo dengan melupakan tempat. Maknanya ialah, seorang yang