Lompat ke isi

Kompilasi Hukum Islam di Indonesia/Buku Ketiga

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

BUKU KETIGA
HUKUM PERWAKAFAN


BAB I
KETENTUAN UMUM


Pasal 215
Yang dimaksud dengan:
  1. Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.
  2. Wakif adalah orang atau orang-orang ataupun badan hukum yang mewakafkan benda miliknya.
  3. Ikrar adalah pemyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan benda miliknya.
  4. Benda wakaf adalah segala benda baik benda bergerak atau tidak bergerak uang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bemilai menurut ajaran Islam.
  5. Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.
  1. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf yang selanjutnya disingkat PPAIW adalah petugas pemerintah yang diangkat berdasarkan peraturan peraturan yang berlaku, berkewajiban menerima ikrar dari wakif dan menyerahkannya kepada Nadzir serta melakukan pengawasan untuk kelestarian perwakafan.
  2. Pejabat Pembuat Ikrar Wakaf seperti dimaksud dalam ayat (6), diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.


BAB II
FUNGSI, UNSUR-UNSUR DAN SYARAT-SYARAT WAKAF


Bagian Kesatu
Fungsi Wakaf


Pasal 216
Fungsi wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakaf sesuai dengan tujuan wakaf.


Bagian Kedua
Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf


Pasal 217
  1. Badan-badan Hukum Indonesia dan orang atau orang-orang yang telah dewasa dan sehat akalnya serta yang oleh hukum tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum, atas kehendak sendiri dapat mewakafkan benda miliknya dengan memperhatikan peraturan perundangundangan yang berlaku.
  2. Dalam hal badan-badan hukum, maka yang bertindak untuk dan atas namanya adalah pengurusnya yang sah menurut hukum.
  3. Benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4) harus merupakan benda milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan dan sengketa.

Pasal 218
  1. Pihak yang mewakafkan harus mengikrarkan kehendaknya secara jelas dan tegas kepada Nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215
ayat (6), yang kemudian menuangkannya dalam bentuk ikrar wakaf, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi.
  1. Dalam keadaan tertentu, penyimpangan dan ketentuan dimaksud dalam ayat (1) dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Agama.

Pasal 219
  1. Nadzir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    1. warga negara Indonesia;
    2. beragama Islam;
    3. sudah dewasa;
    4. sehat jasmani dan rohani;
    5. tidak berada di bawah pengampuan;
    6. bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.
  2. Jika berbentuk badan hukum, maka Nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
  1. mempunyai perwakilan di kecamatan tempat tinggal benda yang diwakafkannya.
  1. Nadzir dimaksud dalam ayat (1) dan (2) harus didaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat setelah mendengar saran dari Camat Majelis Ulama Kecamatan untuk mendapatkan pengesahan.
  2. Nadzir sebelum melaksanakan tugas, harus mengucapkan sumpah di hadapan Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi dengan isi sumpah sebagai berikut:
    "Demi Allah, saya bersumpah, bahwa saya untuk diangkat menjadi Nadzir langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan ataupun memberikan sesuatu kepada siapapun juga"
    "Saya bersumpah, bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian".
    "Saya bersumpah, bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi tugas dan tanggung jawab
yang dibebankan kepada saya selaku Nadzir dalam pengurusan harta wakaf sesuai dengan maksud dan tujuannya".
  1. Jumlah Nadzir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan, seperti dimaksud Pasal 215 ayat (5) sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang dan sebanyak-banyaknya 10 orang yang diangkat oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.


Bagian Ketiga
Kewajiban dan Hak-hak Nadzir


Pasal 220
  1. Nadzir berkewajiban untuk mengurus dan bertanggung jawab atas kekayaan wakaf serta hasilnya, dan pelaksanaan perwakafan sesuai dengan tujuan menurut ketentuan-ketentuan yang diatur oleh Menteri Agama.
  2. Nadzir diwajibkan membuat laporan secara berkala atas semua hal yang menjadi tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Kepala Kantor Urusan Agama
Kecamatan setempat dengan tembusan kepada Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
  1. Tata cara pembuatan laporan seperti dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan Menteri Agama.

Pasal 221
  1. Nadzir diberhentikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan karena:
    1. meninggal dunia;
    2. atas permohonan sendiri;
    3. tidak dapat melakukan kewajibannya lagi sebagai Nadzir;
    4. melakukan suatu kejahatan sehingga dipidana.
  2. Bilamana terdapat lowongan jabatan Nadzir karena salah satu alasan sebagaimana tersebut dalam ayat (1), maka penggantinya diangkat oleh Kepala Kantor Urutan Agama Kecamatan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat.
  3. Seorang Nadzir yang telah berhenti, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sub a, tidak dengan
sendirinya digantikan oleh salah seorang ahli warisnya.

Pasal 222
Nadzir berhak mendapatkan penghasilan dan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan kelayakan atas saran Majelis Ulama Kecamatan dan Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat.


BAB III
TATA CARA PERWAKAFAN DAN PENDAFTARAN BENDA WAKAF


Bagian Kesatu
Tata Cara Perwakafan


Pasal 223
  1. Pihak yang hendak mewakafkan dapat menyatakan ikrar wakaf di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf untuk melaksanakan ikrar wakaf.
  2. Isi dan bentuk Ikrar Wakaf ditetapkan oleh Menteri Agama.
  3. Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri
dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
  1. Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
    1. tanda bukti pemilikan harta benda;
    2. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
    3. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.


Bagian Kedua
Pendaftaran Benda Wakaf


Pasal 224
Setelah Akta Ikrar Wakaf dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 223 ayat (3) dan (4), maka Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan atas nama
Nadzir yang bersangkutan diharuskan mengajukan permohonan kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda yang bersangkutan guna menjaga keutuhan dan kelestarian.


BAB IV
PERUBAHAN, PENYELESAIAN DAN PENGAWASAN BENDA WAKAF


Bagian Kesatu
Perubahan Benda Wakaf


Pasal 225
  1. Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat dilakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang dimaksud dalam ikrar wakaf.
  2. Penyimpangan dari ketentuan tersebut dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan terhadap hal-hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan saran dari Majelis Ulama Kecamatan dan Camat setempat dengan alasan:
  1. karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif;
  2. karena kepentingan umum.


Bagian Kedua
Penyelesaian Perselisihan Benda Wakaf


Pasal 226
Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan Nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bagian Ketiga
Pengawasan


Pasal 227
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Nadzir dilakukan secara bersama-sama oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Majelis Ulama Kecamatan dan Pengadilan agama yang mewilayahinya.


BAB V
KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 228
Perwakafan benda, demikian pula pengurusannya yang terjadi sebelum dikeluarkannya ketentuan ini, harus dilaporkan dan didaftarkan kepada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ini.
Ketentuan Penutup

Pasal 229
Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.