Khautul Kulub/Bab 5

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Khautul Kulub
Sebuah pusara di halaman istana

************************************************ 25

-V-

SEBUAH PUSARA DI HALAMAN ISTANA

Kita kembali mengisahkan tentang Permaisuri Zubaedah.

Pada pagi hari besoknya setelah Permaisuri memerintahan Kit, Sahab dan seorang temannya membawa dan menyuruh kuburkan Khautul Kulub timbullah rasa kesadarannya. Ia mengucap Astagfir ber kali-kali dan tergambarlah di benaknya perbuatan apa yang sudah dilakukannya terhadap seseorang yang tek bersalah. Hanya karena godaan iblis dan daya setan ia sampai berbuat sejauh itu. Bagaimana jika Khalifah mengetahui peristiwa itu nanti sekembalinya dari daerah-daerah. Ya, permaisuri maklum apa tindakan Khalifah atas dirinya. Tidak saja ia akan tersingkir dari istana tetapi besar kemungkinan ia akan tersingkir juga dari atas dunia yang masih dicintainya ini. Bukankah satu masalah baginya untuk tetap mengangkat Khalifah disampingnya? Dan bukankah tidak satu dua wanita-wanita yang datang ke damping khalifah tetapi sehari dua, seminggu dua minggu setelah beliau merasa puas maka wanita-wanita itu disingkirkan kembali. Sebab bagaimanapun Khalifah itu ialah seorang laki-laki jua.

Demikian juga akan terjadi pada Khautul Kulub kelak. Setelah baginda merasa puas ia akan tetap ber ada didamping permaisurinya tercinta.....

Maka tumbuhlah rasa penyesalan yang tak terhingga besarnya dalam hatinya.

Lalu permaisuri memerintahkan memanggil Kit, Sahab dan temannya menghadap. Dalam menanti kedatangan mereka permaisuri terkimbang-kimbang, diamuk rasa penyesalan, takut dan berbagai perasaan lainnya. Tak berapa lama kemudian orang-orang yang dipanggil itu sudah berada dihadapan permaisuri sebab ketiganya tak lain ialah khadam-khadam dalam istananya juga.

Pikir Sahab: "Tentu ada perintah baru yang akan disampaikan permaisuri dan pundi-pundi berisi dinar akan masuk pula kedalam kantong ....."

Permaisuri menatap ketiga khadam itu ber ganti-ganti kemudian berkata:

"Sekarang saya perintahkan kepada kamu bertiga supaya kembali ketempat kalian menguburkan peti tadi malam dan segera bawa peti itu kesini kembali...!"

"Aneh," pikir Kit, Sahab dan temannya. "sesudah diperintahkan mengubur lalu diperintahkan lagi membongkar peti itu kembali dan membawanya kesini."

Apa kamu akan mengarak-arak peti mati sepanjang jalan di kota Bagdad ini? Gila!"

Bagi mereka lebih gampang membawa peti itu malam hari dari pada harus menggalinya dan mengarak-arak peti itu kembali ke istana permaisuri. Namun perintah itu segera juga dilaksanakan ketiganya, walau dilubuk hatinya timbul rasa mendongkol.

Maka segera Kit, Sahab dan temannya kembali ke permakaman itu dan mencari tempat dimana mereka sudah menguburkan peti itu tadi malam.

Sesampai di permakaman itu ketiganya lalu masuk lewat gerbang tua itu dan sampai ketempat mereka semalam sudah menguburkan peti mati itu. Sekilas mereka melihat bahwa bekas timbunan peti itu masih seperti semalam juga.

"Hayo, lekas kita gali dan kita bawa peti itu ke istana!" perintah Sahab.

Merekapun melihat sebuah sekop terletak disana.

"Nih, sekop kita semalam masih ada," memberuntuk Kit. Lalu ber ganti-ganti mereka menggali tanah berkas menguburkan peti tadi malam. Namun sudah lebih satu hasta menggali-gali apa yang dicarinya tidak ditemukannya.

"Hai, kemana hilangnya peti itu?" tanya Kit keheranan.

"Apa?" tanya Sehab.

"Peti itu tak ada lagi sudah hilang ...."

Dengan perasaan heran dan penuh tanda tanya ketiganya kembali ke istana tanpa membawa apa-apa.

Sang permaisuri sudah menunggu kedatangan mereka. Sahab menyampaikan kepada permaisuri bahwa peti yang dikuburkan mereka tadi malam tak ada lagi di tempatnya. Permaisusi juga merasa heran dan penuh tanda tanya. Bagaimana peti sebesar itu bisa menghilang?

Maka kini permaisuri terbentur kepada sebuah masalah yang lebih rumit. Kemana lenyapnya peti mati itu? Namun ia ber syukur juga dalam hatinya. Tentu karena beberapa sebab peti itu sudah dibongkar seseorang yang mengira dalam peti itu ada harta benda. Dan bila yang ditemukan orang itu bahwa dalam peti itu manusia,Khutul Kulib akan bebas dan besar kemungkinan dia akan hidup kembali. Tetapi dimana dia?

Permaisuri menyuruh ketiga khadam itu pergi dan memanggil seorang inang tua yang menjadi orang kepercayaannya dalam istana itu. Ia minta nasehat bagaimana semestinya penyelesaikan masalah yang sudah timbul itu. Ia sendiri tak tahu lagi caranya, bagaimana jika Khalifah pulang dan menanyakan tentang gadis itu.

"Permaisuri tak perlu susah-susah," nasehat inang tua itu. "Siarkan saja berita bahwa Khautul Kulub sudah meninggal karena sakit mendadak. Kemudian buat sebuah pusara dihalaman istana ini dan siarkan bahwa itulah pusara Khautul Kulub...."

"Tetapi kalau baginda memerintahkan menggali kuburan itu dan tahu bahwa kuburan itu kosong..?"

"Perintahkan membuat sebuah arca yang seperti bentuk Khautul Kulub dan patung itulah di kafani dan dikuburkan kedalam kuburan itu."

Permaisuri secara membabi buta mengikuti saja nasehat inang tua itu.

Beberapa hari kemudian patung yang dimaksud selesai. Memang sangat ahli seniman pematung itu yang sudah menciptakan patung Khatul Kulub demikian bagusnya sehingga tak ubahnya seperti manusia betul-betul.

Lalu pada hari itu terbetiklah berita bahwa Khautul Kulub calon selir Khalifah yang cantik dan amat disayangi Khalifah mendadak meninggal dunia sesudah menderita sakit beberapa hari di istana permaisuri.

Seisi istana menjadi gempar. Berita kematian yang tidak disangka-sangka. Beberapa orang sempat juga melihat jenazah gadis cantik itu terbaring dalam kerandanya bertutup dengan beberapa lapis kain jarang namun masih terlihat bagaimana cantik wajah Khatul Kulub.....

Lalu diselenggarakanlah upacara kematian itu sebagaimana mestinya dan jenazah dikuburkan dihalaman istana. Seluruh istana berkabung......


. / / .