Lompat ke isi

Kesetiaan

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Kesetiaan
oleh Yulia Gusti Ayu

Kesetiaan

Yulia Gusti Ayu

SMA Semen Padang

Awan mendung menyelimuti langit Inggris. Langit yang begitu terik akan bisa menyebabkan rasa perih di kulit, bahkan bisa membuat kita sakit. “Syukurlah..., Sekarang kulitku sudah mulai sembuh. Liburan Musim panas lalu mengakibatkan kulitku jadi terasa perih,” batin Joy. Hmm..., hari yang Sangat menyenangkan, tatkala aku dan teman-teman bisa bertemu dan berkumpul lagi. Joy tersentak dari lamunannya, ia dikagetkan oleh seorang perempuan yang manis, tinggi semampai, dan rambut pirangnya lepas tergerai. “Hai..., Joy, bagaimana keadaanmu sekarang dan bagaimana pula liburan musim banasmu tahun ini?” Tiba-tiba Joy berseru dengan girangnya dan merangkul sahabatnya itu. “Kau ini, mengagetkan aku saja, aku sangat rindu padamu, Ketrin. Dan rasanya aku waktu itu tidak mau ikut bersama orang tuaku pergi liburan ke luarnegeri. Tetapi, karena kau juga bepergian dengan orang tuamu, akhirnya aku mau juga ikut dengan kedua orang tuaku,” Joy menerangkan.

“Joy..., liburan ini rasanya nggak enak kalau kita nggak bepergian bareng lagi. Habis....kita kan selalu berdua ke mana pun kita pergi.” Ia, sih..., emang nggak enak rasanya. Tapi, kitakan bisa liburan bareng lagi di saat musim dingin yang akan datang,” kata Joy lagi.

Ayo, Ketrin, sebentar lagi bel masuk kelas akan berbunyi, kita harus bergegas jalannya supaya tidak terlambat,” teriak Joy. Sementara itu, Joy sudah berlari duluan ke dalam kelas lalu disusul oleh Ketrin.

Hari ini hari pertama masuk sekolah, setelah satu bulan penuh menikmati liburan musim panas. Di dalam kelas, anak-anak sibuk menceritakan pengalaman mereka masing-masing selama liburan.

Setelah beberapa menit berlalu, tiba-tiba pintu kelas terbuka. Mister George, dia adalah seorang guru yang ramah. Tetapi, kadang-kadang dia juga bisa galak, kalau kita tidak mematuhi aturan saat dia sedang mengajar di dalam kelas. Mister George masuk ke dalam kelas dengan membawa seorang anak laki-laki yang sepantaran dengan Joy dan Ketrin serta teman-teman lainnya.

Mister George memulai pembicaraannya, “Baiklah anak-anak, hari ini pertama kita masuk sekolah, setelah selama lebih kurang satu bulan kita liburan musim panas. Dan tentu semuanya pasti merasakan pengalaman yang dapat dirasakan saat musim panas kemarin, bukan? Dan sekarang kita akan mulai belajar seperti semula,” sapa Mister George.

“Saya hampir melupakan sesuatu yang penting. Sekarang saya membawa teman baru untuk kalian, dia pindahan dari Amerika. Dia sekolah di sini karena kedua orang tuanya memilih untuk tetap tinggal di Inggris karena mereka mempunyai pekerjaan dan bisnis di sini. Jadi, dia beserta kedua orang tuanya pindah ke Inggris,” lanjut Mister George. Lalu, Mister George pun menyuruh anak itu memperkenalkan dirinya.

“Halo, teman-teman, perkenalkan nama saya, Stephen. Saya pindah ke negara ini karena saya mengikuti kedua orang tua saya yang bekerja di sini. Saya mengharapkan bantuan dan dukungan teman-teman semua agar saya yang masih baru di sini dapat menyesuaikan diri dengan kalian semua,” harap Stephen. “Dan, semoga kalian semua senang dengan kehadiran saya di sini,” lanjutnya.

Sewaktu jam istirahat, Joy dan Ketrin berniat untuk berkenalan langsung dengan teman barunya itu. Mereka melihat Stephen sedang duduk sendiri di taman sekolah sambil membaca buku dengan asyiknya.

“Hai..., sapa Joy dan Ketrin serempak.”

“Boleh, nggak, kita duduk di sini barengan dengan kamu?” tanya Joy.

“Oh, tentu. Silakan,” jawab Stephen.

“Oh, iya, perkenalkan namaku Joy dan ini Ketrin,” kata mereka berdua sambil! memperkenalkan diri.

“Bagaimana perasaanmu bersekolah di sini?” Joy dan Ketrin berbasa-basi.

“Mungkin karena aku baru di sini jadi merasa agak canggung sedikit. Tapi, ini tak kan berlangsung lama, namanya juga kan anak baru. Menjelang terbiasa dengan suasana yang berbeda.”

Sudah empat bulan Stephen bersekolah di Inggris. Dia merasa senang dan cocok sekali dengan teman-teman barunya. Sekarang Stephen memiliki sahabat baru, yaitu Joy dan Ketrin. Mereka bertiga selalu terlihat kompak. Mereka melewati susah dan senang bersama-sama.

Tapi, akhir-akhir ini banyak sekali muncul masalah pada diri mereka bertiga. Joy yang dulunya sering sekali jahil dan kocak, sekarang berubah menjadi anak yang pendiam. Ketrin yang tadinya paling dewasa di antara mereka bertiga, kini sibuk dengan pujaannya. Lalu, Stephen yang bermasalah dengan ayah tirinya.

“Joy..., mana Ketrin, kok dari tadi tidak kelihatan,” tanya Stephen. Nggak tau tuh, mungkin aja sibuk dengan kekasih barunya.”

Entah mengapa anak itu sekarang nilai-nilainya selalu turun sejak bergaul dengan Albert. Dan sekarang, aku harus berurusan dengan polisi karena secara nggak sengaja masuk ke tempat yang dilarang untuk dilalui. Dan, tentu saja orang tuaku akan marah kalau sampai tahu kejadian ini. Pasti nanti aku akan dipindahkan ke sekolah khusus untuk perempuan. Kalau sudah begitu, aku tidak bisa lagi mengerjakan kegiatan yang aku suka. Tetapi, aku juga merasa aneh karena tempat yang kulalui itu kan jalan menuju rumahku. Tempat itu memang jarang sekali dilewati orang. Aku lewat di situ agar cepat sampai di rumah kalau ada urusan yang mendadak. Tetapi, sama sekali tidak ada yang melarangku untuk menempuh jalan pintas itu. Tapi, sekarang malah dilarang,” keluh Joy.

Ayah dan ibuku selalu melarangku melewati jalan itu. Katanya, dulu banyak orang yang hilang melewati jalan itu. Eh, sekarang malah aku mendapat masalah karena melewati jalan terlarang itu. Memang, sih, tempatnya agak seram dan misterius. Di sana banyak sekalitumbuh pohon-pohon pinus yang besar serta tanaman lainnya yang tidak teratur sehingga menggambarkan kalau tempat itu angker.

“Dan kau, Stephen, bagaimana urusanmu dengan ayah tirimu itu,” Joy balik bertanya.

“Ya, seperti biasanya. Aku sering dihardik dan dipukulinya kalau ibu sedang tidak ada. Dia selalu melarangku pergi ke sana dan kemari. Itu yang membuatku semakin tertekan tinggal di situ. Kalau bukan karena ibu, aku takkan mau tinggal bersama ayah tiriku yang kejam itu. Sementara itu, Ketrin datang menghampiri mereka berdua,

“Hei, teman-teman,” sapa Ketrin.

“Ketrin, kamu, kok jadi kayak gitu, sih. Sekarang kami berdua khawatir dengan keadaanmu. Bukannya apa-apa, kamu kan tahu, dutu kita benci banget sama tuh anak yang bernama Albert. Tapi, kok sekarang kamujadi pacar dia, sih? Apa yang menjadikan kamu begitu, Ketrin?” tanya Joy.

“Iya, Ketrin, kamu kok jadi kayak gitu sekarang? Kalau kamu ada masalah, cerita dong sama kita. Selama ini kita kan selalu mengatasi masalah yang menimpa secara bersama-sama. Tapi, kok kamu nggak mau cerita ke kita berdua. Apa kamu nggak percaya lagi sama kita?” Stephen merasa tersinggung.

“Kalian kok gitu sih, orang baru datang malah ditanya dengan pertanyaan yang tidak mengenakkan seperti itu. Albert itu anaknya baik, kok. Memang dulunya sih anak yang nakal dan keras kepala, tetapi selama aku jadian dengannya dia sudah berubah drastis. Nggak nakal lagi dan keras kepala.

Oke, kalau begitu, tapi jangan samapai membuat nilai-nilai hasil belajarmu turun, dong. Kalau kayak gini, sama saja bohong. Albert menjadi anak yang baik dan rajin, lalu kau menjadi anak yang pemalas,” tukas Joy marah.

“Joy, kok kamu jadi marah-marah sama aku, sih? Kalau nilai-nilai hasi! belajarku rendah itu urusanku, bukan urusanmu. Lagi pula, kenapa sih kalian berdua itu ingin tahu aja urusan orang. Aku nggak mau segala masalah yang ada pada diriku harus aku katakan pada kalian berdua, kan? Ketrin marah.

“Ketrin, kamu, kok jadi egois begitu, sih? Selama ini kalau kita ada masalah kita selalu mengatasinya bersama-sama. Tapi, sekarang kamu, kok jadi gitu, sih?” Stephen jadi risih.

Sementara itu, Ketrin pergi meninggalkan mereka berdua sambil berteriak, “Aku nggak suka kalian mencampuri urusanku.”

Joy dan Stephen duduk diam terpaku di taman sekolah. Mereka memperhatikan gerak-gerik Ketrin yang makin lama makin mengecil dan kemudian menghilang.

“Stephen, kok aneh sekali, ya, sikap Ketrin belakangan ini. Dia menjadi anak yang egois dan tidak mau mendengarkan apa-apa dari kita,” isak Joy. Lalu, Stephen merangkul sahabatnya itu.

“Joy kita harus bersabar, mungkin waktu yang akan mengembalikan kita seperti semula,” kata Stephen. Mendengar kata-kata Stephen itu, hati Joy mulai agak tenang. Lalu, Joy menghapus kedua matanya.

“Kita berdua akan selalu tetap bersama untuk menyelesaikan masalah yang menimpa kita,” lanjut Stephen. Stephen rasanya hari ini aku menjadi lebih tegar untuk menghadapi masalah yang ada. Oh, ya, Stephen, setelah selesai waktu minum teh nanti aku akan pergi ke rumahmu. Dan kalau boleh aku ingin bertanya sesuatu padamu.”

“Ya, silakan saja, Joy,” kata Stephen.

Hari ini ayahmu ada di rumah tidak?”

“Memangnya, kenapa, Joy?”

“Begini, seminggu ini aku boleh menginap di tempatmu tidak? Soalnya ayah dan ibuku sedang ada tugas di luar kota selama tiga minggu ini. Aku takut tinggal bersama kedua pembantuku itu. Lagi pula aku hanya menumpang selama satu minggu, kok. Setelah itu aku akan kembali ke rumah dan kau ikut serta, itu pun kalau kau mau.”

“Oh, begitu. Joy, kau boleh kok menginap di rumahku kapan pun kau mau. Soalnya, ayah tiriku itu berangkat pada saat selesai waktu minum teh. Lalu, pulangnya kira-kira pukul 08.30 pagi hari.”

“Baiklah, kalau begitu aku akan menginap di tempatmu,” kata Joy bangkit dari tempat duduknya.

Setelah itu Joy pulang ke rumahnya. Ia pulang melewati jalan terlarang itu secara sembunyi-sembunyi. Kebetulan dua orang polisi yang biasa berjaga di situ sedang tidak ada. Seketika itu juga, Joy mengerem secara mendadak. Ia melihat sebuah gudang besar di balik semak semak yang besar dan pohon pinus. Memang, sih, kalau kita lewat di situ tidak terlihat bangunan gudang itu. Tapi, karena merasa terhalang oleh semak itu, Joy membersihkan semak itu. Ketika semak-semak itu dipinggirkan akan terlihat sebuah gudang di situ.

Karena takut tertangkap oleh dua orang polisi yang berbadan besar itu, Joy langsung saja meninggalkan tempat itu. Lalu, setibanya di rumah dia segera bergegas membereskan pakaian-pakaian yang akan dibawanya nanti. Joy memasukkan baju-baju dan buku pelajarannya ke sebuah ransel yang lumayan besar. Setelah selesai waktu minum teh, Joy berpamitan dengan kedua pembantunya.

“Bi, jika ayah dan ibuku menelepon ke rumah, bilang kalau aku baik-baik saja dan jika ada urusan penting sekali, hubungi saja ponselku.” Setelah itu, Joy pergi ke rumah Stephen. Joy mengendarai sepeda untuk ke rumah Stephen. Rasanya enak sekali mengendarai sepeda melewati pusat kota dan masuk desa dengan mengendarai sepeda. Aku menjadi lebih tenang dan rasa takut akan bertemu dengan dua polisi itu hilang begitu saja. Setibanya di rumah Stephen, ternyata ayah Stephen baru mau berangkat kerja,

“Hai, Om, apa kabar?” sapa Joy.

Ayah tiri Stephen tidak membalas sapaan Joy. Tetapi, dia memandang tajam dengan sinar mata marah pada Joy dan Stephen. Ia pun berlalu dengan mengendarai Honda Jazz yang yang baru dengan angkuh. Lalu, ia berpaling lagi dengan sinar mata yang marah.

“Masuklah Joy. Stephen sudah menceritakan semuanya ke tante. Dan tante sudah menyiapkan kamar untukmu.”

“Makasih tante, Joy senang sekali karena diizinkan menginap,” katanya.

“Selamat datang, Joy,” sapa Stephen. Sekarang mari aku tunjukkan kamarmu. Sementara itu, ibunya Stephen masuk ke kamar kerjanya sambil berucap, “Selamat datang dan menikmati tempat yang baru, Joy.” Joy tersenyum senang walaupun di dalam hatinya ia sangat takut akan bertemu dengan ayahnya Stephen.

“Nah, Joy, sekarang kamarmu di sini dan kamarku di sebelahnya. Nanti kita akan lebih mudah untuk berunding, bagaimana supaya kau tidak sampai bertemu dengan ayah. Dan sekarang mandilah dulu, Jalu tukar bajumu dengan pakaian bersih. Bukankah kau tadi lelah bersepeda ke sini dan tentunya kau kena debu kendaraan dan berkeringat. Setelah itu, aku menunggumu di serambi kanan dekat ruang tamu.

Setelah Joy selesai mandi dan berpakaian bersih, dia ke bawah hendak menemui Stephen, Di sana Stephen sudah menunggu Joy dengan berbagai macam hidangan yang dibuatkan ibunya. “Bagaimana perasanmu sekarang, Joy,” Stephen memulai pembicaraannya.

“Syukurlah sekarang sudah agak baikan,” jawab Joy dan sekarang aku akan mengatur jadwal agar tidak sampai ketemu dengan ayahmu. Seusai pulang sekolah, aku sementara waktu akan tetap tingggal di rumahku. Lalu setelah selesai waktu minum teh baru aku kembali ke sini. Baiklah, kalau begitu aku akan bisa lebih tenang dalam pesoalan ini.

“Oh, iya Stephen, tadi sewaktu pulang ke rumah, aku melewati jalan yang terlarang itu. Tetapi tiba-tiba jalanku terhambat oleh semak-semak yang banyak tumbuh di situ. Setelah semak-semak itu aku singkirkan aku melihat sebuah gudang yang selama ini tidak pernah kulihat di situ. Aku merasa aneh sekali mengapa tiba-tiba polisi melarangku melewati jalan itu. Satu lagi, mengapa ada gudang dalam semak-semak itu? Padahal, aku sering berjalan-jalan di situ, kalau otakku lagi suntuk. Biarpun orang tuaku melarangnya, aku selalu tetap ke situ karena selain tempat itu natural banget, juga bisa membuat aku lebih fresh.”

Kalau begitu, suatu waktu nanti kita mencoba mendatangi tempat itu, tentu saja yang pergi hanya kita berdua dan jangan sampai ada seorang pun yang mengetahui rencana kita ini. Tetapi, akan lebih baik, jika kita berbaikan dengan Ketrin dan dia kita ikut sertakan. Karena dia kan merupakan bagian dari kita,” terang Stephen.

Aku, sih, maunya begitu, persoalannya sekarang, apakah Ketrin mau menerima kita kembali? Soalnya dia kan orangnya keras kepala. Kalau sudah marah, redanya lama banget," jelas Joy.

“Ya, sudah, sekarang lebih baik kita tidur saja dulu, soalnya hari sudah larut dan besok kita akan sekolah,” ajak Stephen. Lalu, Joy dan Stephen pergi ke atas menuju kamar masing-masing. Stephen mengucapkan selamat tidur pada Joy yang sudah masuk kamar lebih dulu. Kemudian, Joy pun membalasnya dan kemudian langsung tertidur pulas.

Pagi yang sangat cerah, langit biru, awan yang putih begitu indah dinikmati di pagi hari. Hari ini pertama kali untukku meninggalkan rumah. Aku merasa sangat cemas kalau-kalau kedua polisi berbadan besar itu mendatangi rumahku dan para pembantuku dipaksa untuk memberikan alamat atau nomor hp orang tuaku yang sedang berada di luar kota. Dan kalau kedua orang tuaku mengetahui hal itu, aku pasti dimasukkan ke sekolah asrama khusus wanita dan segala kegiatan yang aku sukai, aku...” Tiba-tiba Stephen merangkul sahabatnya dengan perasaan iba. Kata-kata yang keluar dari mulut Joy tidak dapat dilanjutkan lagi. Air mata Joy keluar, ia pun menangis mengingat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya.

“Kau tidak usah merasa cemas dan sedih. Karena aku di sini akan selalu menolongmu, apa pun keadaannya. Aku menjadi sedih jika melihat kau terus-menerus seperti ini. Kita akan menghadapi masalah ini bersama-sama. Dan kau tak usah ragukan hal ini lagi,” jelas Stephen.

Kemudian, Joy dan Stephen bersama-sama pergi ke sekolah dengan menaiki sepeda. Ketika masuk ke dalam kelas mereka melihat Ketrin sedang tersenyum dan menyambut hangat kedatangan kedua sahabatnya itu,

“Joy, Stephen, maafkan aku atas kejadian kemarin. Aku nggak mau dengerin kata-kata kalian. Sewaktu aku pulang ke rumah, kedua orang tuaku marah besar ketika tahu belakangan ini nilai-nilaiku selalu anjlok dan mereka juga mengancamku, apabila semua nilai-nilaiku tidak naik aku akan disekolahkan ke luar negeri dan tinggal bersama paman dan bibi.

“Sebenarnya aku dekat dengan Albert karena aku ingin mengetahui segala permasalahan yang dia hadapi. Selama ini, Albert sangat kesepian. Dia tinggal di sini bersama pamannya yang suka mengatur-atur dan memerintah Albert seenaknya. Pamannya selalu pergi menghambur-hamburkan harta kekayaan Albert untuk bermabuk-mabukan serta dia selalu membeli obat-obatan terlarang. Tetapi, semenjak aku dekat denganya, dia mengubah sikap sedikit demi sedikit. Dan, pamannya yang sudah kecanduan dimasukkan ke panti rehabilitasi dengan bantuan kedua orang tuanya. Jadi, sekarang dia hidup lebih tenang dan kedua orang tuanya selalu menjenguk apabila ada waktu luang.

“Apakah kalian berdua mau memaafkanku?” dan apakah kalian mau menerima Albert sebagai teman baik kalian supaya Albert merasa lebih diperhatikan dan merasa lebih dihargai orang lain?”

Tentu saja, karena kami berdya bukanlah tipe orang yang sombong. Kami berdua mau memaafkanmu dan menerima Albert sebagai teman baik kami. Hari sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Benda-benda langit mulai bermunculan. Bintang-bintang menyinari bumi serta bulan sabit yang seolah-olah berkata, “Nikmatilah malammu ini dengan kegiatan yang paling berharga. Tetapi, Stephen merasa cemas dengan keadaan Joy. Joy belum kembali ke rumah Stephen. Padahal, setiap selesai waktu minum teh, dia telah sampai di rumah Stephen. Padahal, Stephen telah menelepon Ketrin dan Albert untuk menanyaikeberadaan Joy. Tetapi, mereka tidak mengetahui di mana Joy sekarang. Sementara itu, Ketrin dan Albert akan pergi ke rumah Stephen untuk mengetahui permasalahan yang sedang dihadapi Joy.

Ketika Ketrin dan Albert sampai di rumah Stephen, ternyata Stephen telah menunggu kedatangan mereka dari tadi. Stephen mengajak mereka ke taman belakang rumah untuk menceritakan semuanya dan Stephen pun mulai menceritakan permasalahan yang dihadapi Joy dari awal sampai akhir.

Hal itu membuat kedua temannya tercengang dan merasa khawatir akan keadaan Joy sekarang.

“Lalu, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan sekarang?”

Kita kan nggak tahu Joy sekarang ada di mana?” tanya Albert.

Yang harus kita lakukan sekarang adalah kita harus ke rumah Joy, mana tahu dia ada di situ,” pikir Ketrin.

Kalau dia berada di rumahnya paling tidak dia sudah menelepon ke rumahnya. Kata pembantunya, setelah selesai minum teh tadi, dia langsung pergi ke rumahku.

Jangan-jangan ia ditangkap polisi ketika Joy melewati jalan terlarang itu,” kata Albert spontan.

“Jangan ngawur, kau, Joy tidak mungkin melewati jalan itu. Dia takut kalau tertangkap polisi.

Mungkin saja, kok, Joy itu anaknya ingin melakukan segala sesuatu yang kita katakan terlarang,” tambah Ketrin.

“Mungkin saja,” jawab Stephen.

Sekarang kita coba mencari Joy ke situ dan kalau memang ditangkap polisi, kita harus menolongnya.” Kemudian mereka bertiga pergi ke tempat Joy sering lewat pada saat dia sedang terburu-buru. Anak-anak tersebut membawa jaket dan senter sebaga alat penerangan.


Ketiga anak-anak itu bersepeda melewati pusat kota Jalu masuk ke dalam desa. Mereka menempuh jarak sejauh 15 km, dan melewati jalan yang terjal berbelok-belok sehingga membuat kaki menjadi kaku.


Ketika sampai di tempat yang sering dilewati Joy, mereka lebih memilih untuk berjalan kaki karena takut bunyi kayuhan sepedanya akan terdengar oleh polisi-polisi itu.


Sekarang kita akan berjalan melewati semak-semak itu, lalu kita akan berjalan mengitari sisi kanan gudang, lalu bersembunyi di balik pohon pinus yang besar itu.


Sudah lama sekali mereka menunggu hampir tiga jam lamanya, tapi tidak ada kejadian yang mencurigakan. Tiba-tiba Albert mematikan senternya. Ia kaget ketika melihat pintu gudang terbuka dan cahaya terang menyinari isi gudang. Mereka bertiga melihat truk-truk besar keluar dari gudang itu. Stephen bertambah heran ketika melihat ayah tirinya sedang menyuruh seorang sopir truk itu agar kembali tepat waktu dengan suara keras.


Tampaknya ia sedang marah. Ketika truk-truk itu sudah keluar semua dari gudang, ayahnya menyertai semua truk-truk itu dengan Honda Jazznya.


Stephen bingung bukan kepalang melihat ayah tirinya. Apa yang sedang dilakukannya di tempat itu? Ketika truk dan Honda Jazz sudah pergi, terlihat seorang satpam dan polisi. Satpam mematikan lampu gudang. Stephen, Ketrin ,dan Albert merasa ketakutan. Stephen membisikkan sesuatu kepada Albert dan Ketrin. Ketika pintu gudang ditutup, mereka bertiga menyelinap masuk ke dalam diam-diam.


Di dalam sangat gelap dan pengap. Stephen memasuki gudang itu karena ingin tahu apa yang dilakukan ayah tirinya di situ. Dari luar terdengar seorang sedang mengerendel pintu gudang dengan gembok. Mereka cemas dan takut, jangan-jangan akan terkurung sampai besok malam di tempat itu. Lalu Albert mencari kontak sakeltar dan seketika itu juga gudang terang benderang. Mereka melihat banyak kardus besar tersusun di dalam gudang itu. Sewaktu Stephen mencoba membuka sebuah kardus, ia melihat seorang anak yang diikat dengan tali dan mulutnya diplester. Mereka bertiga mencoba mendekati anak itu. Alangkah terkejutnya mereka. Ternyata yang diikat itu adalah Joy. Lalu, Ketrin membuka simpul-simpul tali yang diikat dengan erat. Stephen membuka plester yang ada di mulut Joy. Anak itu terkulas lemas. Ia pingsan. Tak lama kemudian, ia sadar kembali.


“Untunglah kalian semua datang ke sini. Tak terbayang nasibku nanti, kalau kalian tidak datang,” rintih Joy. “Sudahlah, yang penting sekarang kau sudah selamat. Bagaimana kau bisa sampai di sini?” kata Stephen.


“Ketika aku akan ke rumahmu, tidak sengaja aku lewat jalan ini dan ditangkap kedua polisi berbadan besar itu, lalu aku disekap di sini.”


“Kenapa kalian tahu aku ada di sini?”


“Itu cuma dugaan kami,” kata Ketrin.


“Ayo kita lihat isi kardus-kardus itu,” kata Stephen. Alangkah terkejutnya mereka. Ternyata, isi kardus itu adalah obat-obatan terlarang. Ternyata, pekerjaan ayah tiri Stephen adalah pengedar obat terlarang.


“Aku benci mempunyai ayah seperti dia. Mana orangnya jahat dan kejam. Ternyata dia juga pengedar obat terlarang,” kata Stephen.


“Yang penting, sekarang kita harus mencari jalan keluar gudang ini agar tidak tertangkap polisi-polisi itu,” jelas Albert.


Seketika Joy berseru riang.


“Hei lihat di atas sana. Kita pasti bisa keluar lewat cerobong asap. Kalau begitu, ayo segera keluar dan lapor ke polisi.


Mereka pun menyusun balok-balok menjadi sebuah tangga dan satu per satu naik ke cerobong asap. Giliran Stephen yang terakhir, ia mematikan sakelar dan menghidupkan senternya. Setelah sampai di atas, mereka terlihat kotor dan hitam legam.


Mereka pulang ke rumah masing-masing. Joy ikut dengan Stephen,


Keesokan harinya, mereka berempat pergi ke kantor polisi dan menceritakan semua yang mereka alami. Akhirnya, polisi dikirim untuk mengintai tempat itu di malam hari. Ketika truk-truk akan pergi meninggalkan gudang, saat itu polisi yang mengintai keluar dari semak-semak dan mengepung gudang itu. Sopir truk, ayah tiri Stephen, dan kedua polisi itu ditangkap. Ternyata, polisi yang berjaga itu adalah polisi gadungan.


“Ugh, akhirnya masalahku dengan polisi gadungan itu selesai juga,” sorak Joy. “Dan, aku akan menjalankan hidup yang damai tanpa ayah tiriku,” sambung Stephen. Dan mereka berempat sekarang merayakan kemenangan itu dengan pesta sederhana di rumah Joy, Semuanya bergembira.