Kalimantan/Bab 4

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

== BAB IV. PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN MASJARAKAT ==

Perburuhan. MENGENAI dunia perburuhan di Kalimantan -- ibaratnja ditarik garis lurus -- semendjak Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan dapat dikatakan baik, sebab belum pernah terbentur dengan keruwetan-keruwetan, seperti jang pernah terdjadi dilain-lain tempat diluar Kalimantan. Disini keadaannja dapat berdjalan dengan lantjar menurut sewadjarnja. Andaikata ada djuga terdjadi persoalan segera dapat diselesaikan. Antara kedua pihak terdapat suatu persamaan pendapat dibawa oleh keinsjafan memelihara kepentingan masing-masing.

Keadaan jang demikian itu dapat dipahamkan setelah mengetahui bahwa di Kalimantan tidak banjak terdapat perusahaan-perusahaan besar. Onderneming atau pabrik jang membutuhkan tenaga buruh ribuan atau puluhan ribu. Satu dua jang besar seperti BPM, OBM, Bruynzeel dan lain-lain keadaan pegawainja telah dapat diatur dengan baik, sama dengan peraturan-peraturan pegawai Pemerintah umumnja.

Beberapa onderneming atau pertambangan ketjil, semuanja dapat pula memelihara keseimbangan pikiran, sehingga didalam sesuatu penjelesaian dapat diatasi dengan baik.

Biarpun demikian, tidak pula selamanja sumber perburuhan itu selalu baik bagi buruhnja, kadang-kadang ada pula kepahitannja. Didalam sesuatu waktu pernah pula terdjadi beberapa tindakan madjikan jang dipandang dapat merugikan kedudukan buruh. Buruh-buruhnja didesak kepinggir. Beruntung, dalam waktu-waktu begini Organisasi dan Serikat Sekerdja selalu memperlihatkan guna dan manfaatnja, demikian pula bimbingan Pemerintah sendiri sangat berfaedah. Olehnja, buruh-buruh dapat pula dikembalikan pada tempatnja semula.

Baik djuga disini dikemukakan sebagai tjontoh perdjuangan-perdjuangan buruh B.P.M. dalam hal memperbaiki nasibnja, bagaimana mereka berkali-kali memadjukan tuntutan-tuntutan untuk memperoleh nasib jang lajak dan sekian kali pula mendapat tentangan-tentangan dari madjikan, atau tuntutan-tuntutan jang dimadjukan tidak sepenuhnja dikabulkan.

273 (685.B) 18 Pada waktu sebelum perang dan mendjelang zaman pendudukan Djepang keadaan gadji buruh masih sangat menjedihkan. Tafsiran pihak madjikan (Belanda) dengan kata: „orang Bumiputera tjukup makan dengan sebenggol satu hari" diwudjudkan dalam tekanan pemberian upah jang rendah sekali. Benar-benar pada masa itu kaum buruh mengalami masa jang pahit getir. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia membawa hati harap-harap tjemas bagi kaum buruh Kalimantan. Mereka sudah haus akan perbaikan dan perubahan nasib, dan tidak sedikit mereka meninggalkan pekerdjaannja turut bergerilja.

Tetapi apa terdjadi! Keadaan politik di Kalimantan memainkan peranan begitu rupa, sehingga bukan Pemerintah R.I. jang langsung menguasai daerah-daerah, akan tetapi NICA dengan tendenz hendak mengembalikan kekuasaan waktu sebelum perang. Dimana-mana Nica-lah sekarang jang berdaulat, dengan alat-alat penindasannja. Tambang minjak di Kalimantan Timur telah dibuka kembali oleh B.P.M. dan O.B.M. Berturut-turut mereka bekerdja dari tahun ketahun, sampai kepada masa sekarangpun. Beribu-ribu tenaga buruh dikerahkan kembali dan laba jang diperoleh tidak sedikit. Demikian misalnja dalam tahun 1934 masa jang dapat dikatakan masa depressie oleh B.P.M. masih dapat diperoleh keuntungan bersih sebesar ƒ 40.000.000.—, satu djumlah pada waktu itu jang dipandang sangat besar. Keuntungan sebesar ini diperoleh karena mengadakan penghematan jang agak luas, dengan memberhentikan sedjumlah pegawai-pegawai jang bergadji besar, diganti dengan pegawai-pegawai jang ketjil penghasilannja.

Sesudah habis perang B.P.M., O.B.M. dan lain-lain banjak memerlukan tenaga buruh untuk membangun perusahaan mereka jang telah tandas oleh bom-bom Sekutu. Tenaga ini dapat diperoleh dengan mudahnja, karena segala perusahaan dan perdagangan rakjat telah lumpuh sama sekali, terutama disebabkan oleh „mati"-nja uang Djepang setjara mendadak, sehingga memaksa sebagian besar dari rakjat melakukan pekerdjaan buruh, meskipun dengan gadji sekadar untuk dapat hidup. Demikian umpamanja upah kuli B.P.M. di Balikpapan pada masa itu ditetapkan tidak lebih dari Rp. 1.50 sehari. Dengan penghasilan jang amat sedikit ini, seorang jang mempunjai anak dan isteri hidup dalam keadaan setengah lapar. Keadaan ini berdjalan bertahun-tahun lamanja, dengan tidak sedikitpun mendapat perbaikan. Buruh ketjil mendjerit minta perhatian, tetapi suatu djeritan jang tak berdjawab.

Baru pada beberapa bulan kemudian, setelah beberapa kali diadakan gugatan-gugatan jang hangat, diadakan djuga perubahan sedikit dalam hal upah buruh jaitu dari Rp. 1.50, djadi Rp. 2.— sehari, suatu hasil jang benar-benar tidak seimbang dengan djerih-pajah mengurusnja. Apalagi djika tingginja biaja hidup sehari-hari, upah jang ditetapkan oleh B.P.M. O.B.M., masih sangat rendah dan belum dapat didjadikan dasar minimum upah buruh jang lajak. Keadaan ini memberi gambaran suatu penindasan terhadap buruh, meskipun diakui, bahwa setiap perusahaan itu berhak melakukan tindakan jang dianggap efficien untuknja, tetapi djuga djangan melupakan factor-factor lain, dimana tiap-tiap modal asing dalam satu negara hanja dapat disetudjui djika penanaman kapital itu pada dasarnja, disamping mentjari keuntungan djuga bermaksud memberi kemakmuran bagi rakjat didaerah itu dan penghasilan jang memuaskan bagi Negara. Dalam hubungan ini terutama sekali harus diberikan kedudukan jang lajak bagi kaum buruh jang dengan tenaga mereka telah menjempurnakan produksi penghasilan jang sebanjak-banjaknja. Tidak sadja dalam soal upah tetapi pun dalam soal pemakaian tenaga hendaklah diberikan kesempatan seluas-luasnja kepada penduduk untuk menempati kedudukan-kedudukan jang sesuai dengan pengalaman dan ketjakapan masing- masing.

Keadaan jang pahit ini tidak dapat diderita oleh buruh tanpa mengadakan tuntutan-tuntutan, jang djuga telah beberapa kali telah diperdengarkan dengan tak menelorkan hasil-hasil. Maklum, waktu itu masih dilingkungan kedaulatan Belanda dan B.P.M.-pun adalah maskapai kebangsaan Belanda pula……………………

Penjerahan kedaulatan kepada bangsa Indonesia telah berlaku pada 27 Desember 1949; Tahun 1950; tahun 1951; bersinar pula matahari pertama tahun 1952. Sementara itu tuntutan-tuntutan buruh telah kerap kali diadakan, dengan mosi, dengan resolusi jang disertai dengan sangsi-sangsi. Baru sekarang kentara hasilnja, jang dapat dikatakan kemenangan pihak buruh, dibandingkan dengan nilai upah pada tahun-tahun sebelum kedaulatan Indonesia. Hasil-hasil jang agak baik ini diperoleh sebenarnja, adalah djuga mengiring perubahan-perubahan keadaan dalam dunia politik. Olehnja, pihak buruh bangsa Indonesia djadi lebih berani karena insjaf akan „asin”-nja lidah Indonesia sekarang setelah djadi orang merdeka, dan ini rupanja mentjapai hasil.

Tetapi pertukaran masa dan keadaan kini djuga tidak luput dari perhatian pihak madjikan. Mereka lalu memikirkan tjara kerdja dengan taktik baru, taktik jang lebih menguntungkan pihaknja atau sedikitnja untuk menghindarkan sebagian tuntutan-tuntutan buruhnja jang rupanja kian tambah berani sekarang ini. Mereka mentjoba mengisarkan sebagian tanggung-djawabnja, lalu mengadakan perubahan-perubahan dengan djalan menambah djumlah Anemer-ketjil dalam pekerdjaan-pekerdjaan borongan. Dengan demikian, sebagian besar pekerdja djatuh pada Anemer-anemer.

Ternjata djumlah pegawai tetap dengan djalan ini dapat dikurangi dengan tak usah kuatir kekurangan hasil karena sebagian besar buruh didjadikan buruh borongan jang bermadjikan baru, jaitu para Anemer ketjil. Pada mulanja B.P.M. mempunjai pegawai tetap sebanjak 16.131 orang, tetapi dengan djalan ini dapat dikurangi mendjadi 9.317 orang, dan jang selebihnja jaitu sedjumlah 6.317 orang sudah diserahkan kepada anemer-anemer ketjil.

Maksud apa jang dikandung oleh pihak B.P.M. untuk melakukan taktik jang litjin ini sudah dapat diraba-raba. Dengan djalan ini ia hendak menghindarkan sedjumlah tuntutan-tuntutan jang datangnja bertubi-tubi dari pihak buruh dan melemparkan sebagian kepada Anemer-anemer sebagai madjikan baru. Maka kalau ada perbedaan tingkatan upah antara buruh B.P.M. dan buruh Anemerpun tidak aneh lagi. Dengan siasat ini siasat mendirikan „negara" dalam negara, pihak B.P.M. boleh bernafas lega.

Keadaan jang gandjil ini tentu sadja tidak mengenakkan pihak buruh, terutama mereka jang didesak kepada pihak Anemer. Oleh Serikat Kaum Buruh Minjak diadakan tuntutan-tuntutan dengan memadjukan suatu resolusi. Sementara itu banjak pula buruh-buruh jang minta berhenti dari pekerdjaannja sebagai protes. Banjak mereka jang mengundurkan diri dari lapang pekerdjaannja itu seperti dilukiskan dibawah ini:

Pada bulan Mei 1952 ada 350 orang,
Pada bulan Djuni 1952 ada 400 orang,
Pada bulan Djuli 1952 ada 459 orang,
Pada bulan Agust 1952 ada 529 orang,.......................1738 orang.

 Sampai achir bulan Agustus 1952 demikian banjaknja buruh-buruh jang meletakkan djabatannja, sebab kebanjakan mereka itu merasa djengkel terhadap beleid madjikan jang seakan-akan mengumbang-ambingkan mereka tak semenamena.

 Pertikaian ini telah dalam tingkatan penjelesaian P.4 dari Panitia Buruh. Belum didapat penjelesaian jang konkrit, tetapi kabarnja telah diterima suatu sintese jang baik dan persesuaian paham mendekati keakuran.

 Sekian sepintas lalu suka-duka kaum buruh minjak di Balikpapan dalam tugasnja sebagai buruh. Sudah tentu ada pula buruh-buruh perusahaan lain „kissah"-nja tidak kurang menariknja, tetapi tjukuplah gambaran jang satu ini sebagai tjontoh, bahwa disamping ketenangan jang tampak setiap hari, ada pula masanja riak-berdjompak dalam memperlihatkan bentuk-bentuk ketidak merdekaan seorang buruh dalam suatu perusahaan asing dewasa ini. Sementara itu pihak Pemerintah sendiri senantiasa pula tjampur-tangan setiap ada pertikaianpertikaian. Pertjampuran tangan mereka biasanja mendjernihkan suasana jang keruh.

* * *

Organisasi Buruh.

 Daftar Serikat Buruh Kalimantan jang dimuat dibawah adalah Serikat-serikat Buruh jang chusus berpusat di Kalimantan sendiri, djadi tidak merupakan Tjabang atau Anak- Tjabang dari sesuatu Serikat-Burut didaerah lain-lain. Diantaranja terdapat pula organisasi -organisasi jang bersamaan sifat dan kepentingannja, tetapi masih belum dipersatukan (berfusi). Mungkin ini disebabkan, oleh letaknja jang terlalu berdjauh-djauhan atau oleh karena merasa berlainan madjikan masih kurang diketahui.

 Organisasi-organisasi jang begini adalah : Buruh Gergadji , Buruh Biskop dan Serikat Anemer.

Daftar Organisasi-organisasi Buruh Kalimantan.

Daerah No. Nama Organisasi Kantor Pusat
Kalimantan Selatan: 1. Pers. Buruh Kehutanan

2. Pers Kaum Perawat Ind.
3. Pers. Buruh Bioskop
4. SS. Penggergadjian Ind.
5. SB. Pertjetakan Indonesia (Sarbuperin)
6. SB. Betjak Indonesia
7. Serikat Pos
8. PB. Perusahaan Partikelir (Perbupi)

Bandjarmasin.

Bandjarmasin.
Bandjarmasin.
Bandjarmasin.
Bandjarmasin.
Bandjarmasin.
Bandjarmasin.
Bandjarmasin.

Daerah No. Nama Organisasi Kantor Pusat
9. PB. Rendahan Ind.

10. PB. Tionghoa
11. SS. Tukang Belik & Seng (Sertubese )
12. SB. Gergadji| 13. Pers. Buruh Ind. ( PBI )
14. SB. Sekerdja Negara

Bandjarmasin.

Bandjarmasin,
Negara.
Negara.
Murungpudak.
Negara.

Kalimantan Timur: 15. Pers. Buruh Tukang Batu

16. SB. Anemer.
17. Pers . Buruh Pelabuhan (Perbupi)

Samarinda.

Sanga-Sanga.
Samarinda.

Kalimantan Timur: 18. Pers. Buruh Pertambangan

19. SB. Buruh Biskop
20. Serikat Kaum Buruh Minjak ( SKBM )
21. Gabungan Anemer
22. Pers. Buruh Minjak

Loa Tebu (S'rinda)

Balikpapan.
Balikpapan.
Balikpapan.
Tarakan

Kalimantan Barat: 23. SB. Kotapradja

24. SB. Penggergadjian kaju ( SBPKP )
25. SB. Fonds Perkebunan Karet Indonesia ( SBFKI )
26. PB. Perhubungan & Pek. Umum
27. PB. Keng Seng

Pontianak.

Pontianak.
Pontianak.
Singkawang.
Singkawang.

 Dapat dipahamkan , bahwa sebelum perangpun ada jang dinamakan Serikat Sekerdja, tetapi sifatnja tidak seperti Serikat Sekerdja atau Serikat Buruh zaman kini. Pada waktu itu para buruh atau pegawai berserikat hanja untuk sport, picnic dan sebagainja sadja dan dalam hal pokok seperti memperdjuangkan nasib, seperti memadjukan tuntutan-tuntutan kepada madjikan masih belum dipikirkan, terutama karena ditekan oleh keadaan sebagai rakjat jang terdjadjah.

 Lain halnja dengan Pemerintah R.I. setelah masa kemerdekaan . Andjuran Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 mengenai pembentukan partai- partai politik dirasa sebagai dorongan pula untuk membentuk oraganisasi -organisasi buruh, demikian pula kalimat-kalimat jang termaktub dalam Undang -undang Dasar pasal 33 ( R.I. ) jang tudjuannja mendjamin kesedjahteraan sosial lebih menggairatkan para buruh kepada kedudukan jang lajak baginja. Hanja sadja pasal tudjuan dari organisasi-organisasi buruh itu kebanjakan masih dititikberatkan kepada soal upah , jaitu djaminan nasib terhadap perlakuan sewenangwenang sang madjikan. Kemaslahatan lain, seperti pendidikan rochani atau djasmani (mempertinggikan mutu buruh ) masih kurang diperhatikan, baik oleh buruh itu sendiri ataupun oleh madjikannja.

 Rupanja, dalam hal mempertinggikan mutu buruh, buruh-buruh di Kalimantan tak usah mengiri dengan rekan-rekannja didaerah lain di Indonesia ini . Hanja di Balikpapan sebuah kota buruh jang terbesar, sudah kelihatan usaha-usaha kedjurusan ini. Antara buruh dan madjikan telah didapat understanding jang baik dalam hal mempertinggikan mutu buruh atau keluarga buruh.

 Sebuah Mode Vakschool telah didirikan untuk buruh. Dalam Mode Vakschool ini diberikan peladjaran keradjinan tangan seperti mendjahit pakaian, boduur dan sebagainja dan peladjaran bahasa Inggeris. Jang lebih menggirangkan lagi karena sekolah dibiajai oleh Pemerintah. Telahnjata dengan bukti diatas, bahwa guna dan bimbingan Pemerintah terhadap buruh memang ada, tetapi jang djuga kelihatan perlahan djalannja, dihambat dan dihalangi oleh berbagai-bagai rintangan dan halangan. Hal ini tentu dapat dipahami kalau mengingat kesibukan-kesibukan pihak pemeritah dalam lapangan-lapangan lain jang dipandang lebih urgent dan primair seperti pembukaan Kalimantan dan lain-lain, sehingga kedjurusan ini hanja diberikan bantuan dalam batas-batas kesanggupan jang ada padanja.

 Sebaliknja, untuk mempertinggi mutu buruh-buruh itu sendiri memperbanjakkan initiatiefnja. Untuk mengadakan pengawasan sewaktu-waktu oleh Pemerintah ditempatkan Kantor Pengawasan Perburuhan di Bandjarmasin, disampingi pula dengan Kantor Penempatan Tenaga. Lain dari itu djuga telah dibentuk Panitia Penjelesaian Pertikaian Perburuhan, satu badan jang sewaktu -waktu dapat menawarkan djasa-djasa baiknja sebagi djuru pemisah dalam pertikaian buruh dan madjikan. Dalam kalangan buruh djuga ada jang disebut buruh liar, dan agak gandjil sebutannja ini, seakan-akan dia berlainan dengan rekan- rekannja buruh lain, jang djuga mengutjurkan keringat mendjual tenaganja dengan pihak lain, dan untuk itu dia mendapat upah. Tetapi demikian keadaannja mereka dikatakan ,,liar" untuk membedakan dengan kawan seperdjuangannja jang lain, mereka jang telah mengikatkan dirinja dalam organisasi atau serikat buruh.

 Buruh ,,liar" di Kalimantan masih banjak bilangannja. Mungkin djauh lebih banjak dari buruh-buruh jang telah terikat dalam organisasi. Entah sudah lama dipikirkan orang untuk menampung golongan ini agar kelompok mereka djuga bisa berbentuk suatu kesatuan, suatu organisasi jang dapat digabungkan dan difusi-fusikan, tetapi selalu gagal atau memang belum pernah dipikir pikirkan sampai disitu. Alhasil, mereka golongan ini tidak dapat ditampung begitu sadja karena tidak mempunjai functie sebagai buruh jang tertentu . Mereka bukan orang-orang jang bergadji tetap, tetapi kebanjakan terdiri atas orang-orang pengambil upah harian.

 Ada kalanja berminggu-minggu mereka tidak mendapat pekerdjaan. Dalam hal ini bukan pula ia menganggur, tetapi ibarat bunglon, sekarang telah berganti warna. „Buruh liar" ini menukar tjara perdjuangannja dengan pekerdjaan lain, pekerdjaan sementara jang sewaktu-waktu tidak dikerdjakannja. Diantaranja mendjadi tukang dajung betjak air, atau betjak diatas tanah, jang lain lagi mendjadi pengail diudjung-udjung djembatan atau pergi kehutan -hutan mentjari kaju api. Tjara perdjuangan mereka sekarang telah beralih benar-benar dari seorang jang menggantungkan hidupnja mendjadi suruh- suruhan orang mendjadi seorang ketji jang berdiri diatas kaki sendiri. Tetapi umumnja pekerdjaan begini kurang disukai oleh mereka, setjepat ada pekerdjaan lama terbuka (buruh harian atau borongan ) setjepat itu pula mereka melepaskan pekerdjaan „sementaranja”, lalu bekerdja ,,tetap" sebagai biasa. Begitulah mereka terus menerus dalam mentjapai nafkah hidupnja.

 Tjara pengambilan upah bergantung dengan matjam pekerdjaan, ada kalanja mahal dan adakalanja murah . Terhadap madjikan, mereka tak mengenal arti tuntutan, tahunja hanja kompromi, taksir-menaksir banjaknja upah. Bermatjammatjam pekerdjaan jang dilakukan oleh buruh liar ini, misalnja mengangkut getah, rotan, sirap, dan lain-lain, sumbernjapun demikian pula, kadang-kadang dengan tauke bangsa Tionghoa, kadang-kadang dengan bangsa sendiri, pedagang-pedagang hasil bumi jang datang dari daerah hulu, seperti jang banjak kedapatan dibandar -bandar Pontianak, Bandjarmasin dan Samarinda. Di Pontianak itu umumnja dibandar-bandar Kalimantan Barat, tjorak buruhnja agak lain,

 Demikianlah di Kalimantan, disamping buruh jang telah terikat dalam organisasi, tidak sedikit pula pekerdja -pekerdja liar, jang pekerdjaannja disamping memburuh kadang -kadang mendjadi petani, pedagang atau nelajan. Bunglon dalam dunia buruh, tetapi dalam arti-kata jang baik.

* * *

Penempatan Tenaga.

 Kantor Penempatan Tenaga di Kalimantan merupakan landjutan Arbeidsbeurs dari Sosiale Zaken dizaman Belanda, atau ,,Kantor Penempatan Tenaga" pada zaman Djepang, tetapi dalam hal pelaksanaannja dan wudjud jang dikandungnja telah banjak berbeda dari kedua masa diatas itu.

 Arbeidsbeurs pada zaman Hindia Belanda, bagi bangsa Indonesia hanja proforma belaka, didirikan untuk mengabui mata orang Luar Negeri, jang sebenarnja tidak mempunjai arti apa- apa bagi anak negeri sendiri. Tidak seorang pendaftarpun ditolong oleh kantor tersebut. Kantor-kantor dan perusahaan-perusahaan Belanda tetap menutup pintu bagi kebanjakan bangsa Indonesia, ketjuali buruh kasar dan pekerdjaan kuli dengan gadji beberapa pitjis sehari.

 Penempatan Tenaga dizaman pendudukan Djepang adalah pula sumber mentjari mangsa. Kantor tersebut hanja mempermudahkan orang-orang Djepang memperoleh tenaga-tenaga romusha jang memang sangat diperlukannja. Bangsa Indonesia terdjebak, dikirim kepelosok-pelosok mentjari maut. Demikianlah pada masa lampau, masa Belanda atau masa Djepang ,,,Kantor Penempatan Tenaga" mereka adalah bunga jang tak bermadu, ataupun bunga bermadu jang mengandung ratjun.

 Zaman mulai kemerdekaan Indonesia didirikan Kantor Penempatan Tenaga. Sekali ini ia didirikan oleh dan untuk bangsa sendiri , jang melajani bangsa sendiri dan jang dilajanipun bangsa sendiri pula. Sudah dilihat dan diraba oleh Pemerintah akan penting dan faedahnja kantor ini didirikan. Ini ,,statika", soal ,,dinamika" nja bergantung dengan suasana dan perkembangan-perkembangan jang melingkari sekitar berdirinja.

 Setelah selesai revolusi banjak sekali tenaga-tenaga penganggur jang bergelandangan tidak mempunjai mata pentjaharian tertentu. Kekantor inilah mereka menudju mendaftarkan dirinja mentjari pekerdjaan . Sebaliknja , Kantor Pemerintah atau Kantor-kantor Perusahaan datang pula kemari minta tenaga pekerdja untuk djawatan atau perusahaannja.

 Kantor Penempatan Tenaga djuga bertindak mempertahankan hak-hak buruh disamping Kantor Pengawas Perburuhan , jakni turut aktif pula dalam pertikaianpertikaian jang terdjadi perusahaan-perusahaan atau onderneming -onderneming. Tjontoh, jaitu peristiwa pemberhentian buruh oleh perusahaan Karet Pou Lim Chie, dimana 1114 orang pekerdja diberhentikan serempak . Atas initiatief Kantor Penempatan Tenaga , 376 orang telah dipekerdjakan kembali pada waktu itu djuga, jang selebihnja karena soalnja agak ruwet, diserahkan untuk diurus selandjutnja oleh Kantor Pengawas Perburuhan.

 Sekedar menindjau hasil dan mungkin pula dapat dibuat bahan perbandingan dengan Kantor Penempatan Tenaga didaerah lain, dibawah ini ditjantumkan daftar pengangguran jang telah ditjatat selama tahun 1951 dan tahun 1952.

Statistik Penganggur Propinsi Kalimantan.
Tahun Penganggur jang mendaftarkan diri Telah dapat pekerdjaan Keterangan
1951

1952

1738

2134

468

125

Sampai achir bulan

Nopember 1952.


 Djelas digambarkan oleh statistik diatas bahwa djumlah pengangguran dalam tahun 1952 bertambah , sedangkan angka-angka mereka jang mendapat pekerdjaan berkurang, hanja ± 72 % dari djumlah jang mendaftarkan diri. Hal ini agak menimbulkan pertanjaan.


 Menurut penjelidikan jang telah diperoleh ada beberapa masalah jang berputar disekitar pengangguran ini. Antara lain sebagai berikut:


 Tingkat pendidikan mereka jang mendaftarkan diri, ternjata sedikit prosen sadja jang berdiploma tingkatan Sekolah Menengah, jang terbanjak tamatan S.R. VI tahun S.R. III tahun, dan buta huruf. Digambarkan memakai prosentasi keadaannja begini:

 40 % buta huruf.
 55 % tamatan S.R. VI tahun dan S.R. III tahun.
 5 % tamatan S.M. atau jang sederadjat dengan itu .

 Teranglah bahwa sedikit sekali dari para penganggur ini jang dipergunakan dikantor-kantor, disebabkan atau kekurangan pendidikan atau buta huruf samasekali . Lain sebab lagi , djuga pihak penganggur sifatnja memilih pekerdjaan jang ditawarkan . Misalnja di Kantor Pemerintah, pegawai nol-dinas jang beridjazah S.R. VI tahun hanja ditempatkan dalam ruang II/a menurut P.G.P. 48. Ketjuali kalau pernah praktik 3 tahun baru bisa ditempatkan dalam golongan IIb, jaitu tingkatan Djurutulis.

 Tingkatan inilah kerapkali jang tidak sesuai dengan sipelamar. Mereka rupanja melihat, bahwa dengan gadji seorang Djurutulis Pembantu belum dapat melepaskan ,,Sesak", dibandingkan mahalnja belandja hidup sekarang, apalagi kalau jang bersangkutan telah berkeluarga. Djadi dengan adanja tekanan-tekanan ekonomi, menjebabkan mereka belum puas dengan gadji jang seketjil itu. Dan oleh karenanja, mereka harus memilih atau memperdjuangkan pekerdjaan-pekerdjaan jang sedikit dapat mendjamin kebutuhan rumah-tangga.

 Setelah mengetahui hal ini dapatlah diambil kesimpulan, bahwa di Kalimantan dapat dikatakan tidak ada pengangguran dalam arti jang sebenarnja, jaitu orang jang benar-benar menganggur karena tidak mempunjai pekerdjaan sama sekali.

 Jang ada hanja orang -orang setengah nganggur, jang tidak mau bekerdja sementara menunggu lapangan pekerdjaan jang dianggapnja sesuai dengan kebutuhan hidupnja . Hal ini tidak hanja terdjadi dikalangan pelamar-pelamar kantoran, tetapi mereka jang bekerdja diperusahaan atau ondernemingpun demikian. Boleh dikata tidak ada pekerdja-pekerdja Kalimantan asli dapat betah bekerdja disini.

 Kalau mereka mau bekerdja sifatnja hanja sementara sadja jang sewatu-waktu bisa melompat pula kelapangan lain. Itulah sebabnja maka ada pula pihak perusahaan disini jang lebih suka memakai tenaga-tenaga dari luar, misalnja dari Djawa, dipekerdjakan pada onderneming atau perusahaan mereka. Menurut kata mereka (pihak penguasa), tadinja mereka memakai tenaga-tenaga rakjat asli disini, tetapi pekerdja-pekerdja ini tidak ada jang tahan lama dalam pekerdjaan. Sebentar-sebentar mereka berhenti dan masuk pula, sampai penguasa disana mengambil keputusan mengimport tenaga-tenaga dari luar daerah.

 Kantor Penempatan Tenaga R.I. inipun seakan-akan dibuat oleh sebagian pelamar-pelamar untuk maksud demikian, jaitu tempat mereka memilih. Kalau sesuai, ,,ja" dan kalau tidak ,,nanti dulu". Hal ini adalah dipengaruhi oleh keadaan ditempat ini pula, keadaan lapangan pekerdjaan di Kalimantan jang masih memberi kemungkinan untuk dipilih. Dan itulah sebabnja maka seperti diterangkan diatas tadi, disini tidak ada orang- orang jang benar-benar bisa dinamai penganggur. Tanah jang luas dengan bermatjam-matjam mata pentjaharian memberi kemungkinan kepada siapapun jang tidak pemalas. Asal ia suka, ia boleh bekerdja dimana sadja.

 Dan dapat dikatakan, karena sifat alam ini, timbullah sifat mandja dan kadangkadang sifat malas, mereka lalu menganggap serba gampang kalau sekedar memperoleh sesuap nasi. Jang sukar hanja mentjari penghidupan jang berarti, hidup senang dan mewah. Berhadapan dengan masjarakat jang beginilah Kantor Penempatan Tenaga itu didirikan, manfaat dan kepentingannja seakan-akan diperketjilkan oleh faktor-faktor jang ada di Kalimantan sendiri. Tetapi dengan ini, bukan lantas menimbulkan pandangan tidak gunanja. Selain tidak semua penganggur jang bersikap mandja demikian, djuga besar faedahnja bagi Djawatan-djawatan atau perusahaan-perusahaan mentjari tenaga. Tenaga-tenaga jang diperoleh melalui Kantor ini adalah tenaga jang sedikitnja didjamin pengalaman dan pendidikannja, jang selesai di-tes dan lain-lain. Lain dari itu djuga suatu badan jang tugasnja paralel dengan Kantor Pengawas Perburuhan, jang sewaktuwaktu bisa mengulurkan bantuannja dalam menjelesaikan pertikaian-pertikaian, lebih-lebih sebelum P4 diadakan di Kalimantan.


* * *
Pendidikan Massa.

 Belum lama dikenal di Kalimantan apa jang dinamakan pendidikan Massa atau Mass Education, dalam arti jang sebenar-benarnja. Keadaan-keadaan pada zaman Hindia-Belanda, disusul oleh zaman Djepang, disambut oleh zaman Nica, semuanja belum mewudjudkan kenjataan-kenjataan jang dapat dilihat dan diraba dalam pandangan sewadjarnja. Walaupun demikian, 100 pct. nihilnja tidk, tetapi memuaskanpun tidak pula. Kenjataan membuktikan, bahwa putera-puteri Kalimantan djauh tertjetjer dibelakang dibandingkan dengan saudara-saudaranja di Djawa dan Sumatera. Serba matjam ilmu pengetahuan jang dihadjatkan sebagai sjarat peribadi seseorang hanja berbatas dalam lingkungan dinding-dinding sekolah jang djumlahnja sangat sedikit sekali.

 Lebih-lebih pada waktu sebelum perang. Pada waktu itu di Kalimantan hanja ada 2 sekolah Mulo di Bandjarmasin dan Pontianak, beberapa buah H.I.S. dan dalam djumlah jang tidak mentjukupi didirikan pula Sekolah Rakjat. Rakjat diudik-udik dibiarkan tinggal bodoh berdiam dikampung-kampungnja jang terpentjil. Anak-anaknja tidak kenal sekolah, tidak kenal kursus, tidak kenal kebersihan perawatan rumah-tangga menurut tjara-tjara ilmu kesehatan, melainkan dibiarkan hidup, dengan nasibnja sendiri, serta inisiatief sendiri pula. Sewaktu-waktu datang djuga pegawai-pegawai negeri memungut padjak atau manteri-manteri tjatjar memberi suntikan pada waktu musim penjakit bertjabul. Hanja itu, tidak lebih! Sama halnja dengan seorang petani jang membawa rabuk. untuk memberi pupuk tanam-tanamannja, supaja tinggal subur dan menghasilkan banjak.

 Proces demikian itu berdjalan bertahun-tahun lamanja. Kemudian datanglah pengluasan rentjana Missie dan Zending Kristen dalam penjiaran agamanja Zending atau Missielah kemudian jang terbanjak mendirikan rumah-rumah sekolah. Biarpun sekolah mereka berdasar agama tetapi ilmu pengetahuan umum dipeladjari djuga sekadarnja. Banjak rakjat diudik-udik jang melek karenanja. Dihadapannja terhampar sistim pemerintahan djadjahan dengan segala kepintjangan-kepintjangannja.

 Apakah sebenarnja jang diusahakan oleh pemerintah djadjahan itu? Mereka sebenarnja tetap ingin melihat rakjat tinggal bodoh dan dungu. Dilepas mereka Zending atau Missie dengan pengharapan supaja djiwa rakjat tetap lembut, djadi djiwa patuh dan penurut, sebagai djuga anak domba jang diseret kemana suka oleh gembalanja. Dalam keadaan pembiaran meradjala ini kadang-kadang ada pula setengah rakjat jang berspekulasi mendirikan sekolah-sekolah partikelir. Dikatakan spekulasi dibandingkan dengan kemampuan rakjat jang djangankan untuk mengongkosi sebuah sekolah dengan gadji guru-gurunja, sedangkan penambal perut pagi-petang sadja sudah morat-marit. Itulah sebabnja spekulasi itu biasanja tidak berdjalan lama. Sekolah-sekolah ini gulung tikar kembali karena tak dapat dibiajai. Agak djauh dibelakang kedatangan Missie dan Zending Kristen, tibalah pula di Kalimantan Mubalig-mubalig Islam dari Djawa jang dipelopori oleh pihak Muhammadijah. Guru-guru Islam mentjoba pula mendirikan sekolah-sekolahnja ditengah-tengah rakjat. Umumnja mendapat sambutan baik. Rakjat jang haus akan ilmu pengetahuan tidak memandang siapa jang empunja, jang penting adalah kesempatan beladjar, apalagi azas-azas peladjaran Islam tjotjok pula dengan paham rakjat, maka madjulah madrasah madrasah itu .  Pada tahun 1936 – 1937 hantu malaise mengamuk dimana-mana. Perkumpulan Muhammadijah kurang padat pundi-pundinja, sekolah-sekolah lalu mulai menderita krisis. Subsidie dari pihak pemerintah Belanda berkali-kali diminta tapi tak pernah diberikan. Sangat berbeda sikap Pemerintah dalam hal ini dibandingkan dengan pemberian subsidie jang telah diberikan kepada pihak Missie dan Zending. Bergulat sendiri rupanja pihak Muhammadijah sudah tidak sanggup lagi. Sokongan dari penduduk tidak seberapa, tidak mentjukupi nafkah guru. Dalam hal jang demikian itu, banjaklah madrasah-madrasah Muhammadijah jang gulung tikar.

 Hanja sedikit jang dapat dipertahankan, seperti di Hulu Sungai (Kalimantan Selatan). Dipertahankan dengan bantuan penduduk-penduduk Islam jang sudah tebal rasa keagamaannja. Mereka mau berkurban apa sadja asal kedjalan Allah, sehingga sebagian daripada sekolah- sekolah agama itu dapat dihindarkan dari keruntuhannja. Sekolah-sekolah jang diselenggarakan oleh Zending Kristen kebanjakan dipedalaman-keadaanja masih utuh, mereka tidak menderita krisis berkat pemberian subsidie. Demikian pula halnja dengan pihak Missie. Hanja sajangnja, sekolah-sekolah mereka itu umumnja Sekolah Rendah semua. Akibatnja pengetahuan rakjatpun terbatas pada tingkatan jang terrendah pula.

 Usaha-usaha lain untuk mendidik massa belum pernah pula dilaksanakan oleh Belanda. Penerangan Pemerintah sedikitpun tidak mengandung arti pendidikan. Jang diutamakan oleh R.V.D. adalah menanam pengaruh pendjadjah dikalangan rakjat disampingnja mendjalankan tugas intelligence service. Sebab itu rakjat sangat takut mendekatinja, djauh pula jang merapatinja umpama minta diterangkan ini dan itu, sebagai arti apa jang dikatakan Penerangan Pemerintah”.

 Datangnja zaman pemerintah Djepang , tidak pula mengadakan perbaikan apa-apa didalam hal pendidikan massa. Oleh Djepang, politik pengadjaran lalu diubah: dari sistim pengadjaran kolonial Belanda kepada sistim pengadjaran ala Djepang. Sekolah-sekolah Zending Kristen Missie dipusat dan daerah semuanja berpindah mendjadi milik pemerintah Djepang. Djiwa baru pula ditimpa disini, jakni djiwa memudja-mudja kekuasaan Djepang, djiwa djibaku-tai, djiwa kamikaze jang berkiblatkan istana Hirohito.

 Pendidikan massa mau diputar oleh Djepang hingga 180° benar-benar. Dimanamana djiwa Djepanglah jang tampak, dalam tjara berpakaian, dalam tjara bertjakap-tjakap, dalam segala tjara gerak- gerik,sudah meniru-niru lagak lagu saudara „tua. Dikalangan murid-murid sekolah djangan ditanja lagi. Kepada murid-murid Djepang bermaksud menanamkan kebudajaan bangsanja, terutama diantara anak-anak ketjil pada sekolah rendahan, anak-anak jang tak tahu membedakan mana jang baik dan mana pula jang buruk.

Umpan Djepang ini mengena. Umumnja anak-anak sangat menjukai peladjaran bernjanji, gerak badan dan olah-raga. Peladjaran inilah jang dipergunakan oleh Djepang untuk menarik minat anak-anak. Dapat dikatakan tiap-tiap hari olahraga dan bernjanji dipeladjarkan. Hal itu tentu tidak menjenangkan bagi guru-guru jang kurang pandai bernjanji atau jang lemah kesehatannja. Tetapi biar bagaimana dipaksa djuga kalau tidak ingin mendapat lajanan jang tak sedap dari saudara tua. Benar djuga apa jang dikatakan oleh guru-guru waktu itu ,,Kalau guru sekarang tak pandai bernjanji atau bertaiso pasti ia dilempar kepinggir................  Oleh karena hal- hal itu anak-anak dengan sendirinja beranggapan, bahwa tjara inilah sekolah jang sebenarnja. Kegirangan anak-anak itu terbawa pula kepada orang tuanja, jang dengan tidak insaf, bahwa diri dan keluarganja sudah kemasukkan sistim pendidikan jang telah dirantjang oleh Djepang untuk mengikat diri dan djiwa bangsa Indonesia.

 Rumah manakah dan kampung manakah, sampai kelorong -lorong sekalipun jang tidak digetarkan oleh irama Djepang dahulu itu? Gerak badan: itj-ni-san- si atau kekeasi tampak dimana-mana. Pesta-pesta pertemuan, perpisan dikalangnan pegawai dan partikelir kurang meriah kalau tidak diadakan „njanjian beranting". „Ai koku no hana”, „Gun kan kusin kyoku”, „Kizuke Dai Toa" mendjadi apalan muda dan tua untuk dipergunakan sewaktu -waktu ada resepsi-resepsi.

 Pasal menulis, membatja dan berhitung disekolah-sekolah, itu disebut pengetahuan kedua, ketiga dan seterusnja. Jang terpenting ialah njanji, taiso, kinrohosi - semangat, katanja. Gembira Djepang melihat kehausan orang Kalimantan akan peladjaran-peladjaran, dan kehausan ini dipergunakannja untuk menarik hati rakjat. Beberapa sekolah baru kemudian didirikannja djuga seperti: Sekolah Menengah, Sekolah Tehnik, Sekolah Guru, Sekolah Pertanian. Para pendidik bangsa Indonesia jang paham, menggeleng-gelengkan kepala dengan sembunji karena mereka tahu tenaga gurunja tidak ada. Djepang mendjandjikan guru-guru dari Tokyo, tetapi mereka itu datang ternjata tidak mempunjai ketjakapan dalam pengetahuannja. Tudjuan mereka terutama untuk ,,mendjepangkan" rakjat mulai dari anak-anak. Seorang jang tak tahu banjak akan ilmu ukur dan perspektif, lalu mengaku dirinja ahli „melukis”, demikian pula dalam hal lain-lain.

 Penjebaran bahasa Djepang dipergiat sekali. Matjam-matjam daja penarik dıpergunakan. Hendak diadjarnja bahasa Djepang itu setjara kilat. Djepang ternjata rojal dengan bahasanja, tidak seperti Belanda jang pelit itu. Huruf Djepang kata kana dan hiragana - disiarkan dimana -mana, malah memberantas butahurufpun dengan huruf Djepang. Biar tidak pandai membatja latin, asal tahu katakana sudah bukan buta-huruf lagi. Demikian, bahasa Indonesia-pun ditulis dengan huruf Djepang jang berkekurangan itu .

 Udjian-udjian bahasa Djepang dipermudah, hingga banjak jang merasa dirinja fasih berbahasa Djepang. Padahal kalau menurut sjarat bahasa, kepandaian itu masih dibawah nol. Jang lebih aneh lagi, guru-guru Sekolah Menengah dipaksa mengadjar dalam bahasa Djepang. Tentu akibatnja sama-sama tidak mengerti. Pendeknja, perguruanlah salah satu sumber mereka untuk ,,memperdjepangkan" penduduk.

 Lain dari itu Badan Penerangan Djepang - Eiga Sha dan Borneo Eihai merupakan sumber penerangan ,,memperdjepangkan "pula. Bukan pendidikan jang mereka sebarkan tetapi semangat tjinta Nippon, mentjari romusha untuk diperbudakkan, jang dipekerdjakan dalam perusahaan-perusahaan dan pertahanan ,, perang-sutji". Berkat keaktifan mereka termasuk - kaki-tangannja - penduduk mendjadi buta sebuta-butanja, terutama dikalangan rakjat djelata. Pudjian kepada orang -orang Djepang pada mulanja selalu dibibir.

 Bagaimana sesudah perang?

 Pendidikan dimasa pemerintah Djepang baru sekarang dirasa kekurangannja, pendidikan itu djauh menjimpang dari pendidikan Internasional, sehingga para murid banjak ketinggalan. Kini murid-murid sedang menggiatkan diri masing-masing untuk mengedjar kekurangan-kekurangannja itu, agar dapatlah mereka kelak didudukan pada tempat jang semestinja. Pada beberapa sekolah telah diadakan penjaringan-penjaringan itu dengan mengadakan udjian-udjian ketjil untuk mengukur sampai dimana ketjakapan-ketjakapan mereka supaja mudah disesuaikan dengan kelas-kelas tempat didudukkannja nanti . Murid-murid jang merasa dirinja tertjetjer benar diberi kesempatan untuk giat beladjar mendjelang hari udjian tersebut.

Waktu udjian telah tiba — waktu itu zaman Nica — ternjata banjak djuga jang lulus, membuktikan kegiatan beladjar sungguh-sungguh dari murid-murid, didorong keinginan beladjar terus mengedjar ilmu jang lebih tinggi. Pada tahuntahun jang lalu, tahun pengadjaran ditetapkan mulai Agustus hingga Maret, tetapi setelah Djepang kalah, tahun pengadjaran diubah lagi , untuk disesuaikan dengan tahun-tahun pengadjaran Internasional. Pernah disinggung , bahwa di Kalimantan pada masa sebelum perang hanja ada dua sekolah Mulo, jang didirikan sedjak tahun 1927. Untuk rakjat 3 djuta dengan luas tanah 5 × pulau Djawa masih tidak memadai. Sekarang, demi dunia aman kembali kepentingan-kepentingan sekolah itu lebih dirasa lagi. Rentjana- rentjana penambahannja sedjak pendudukan Nica telah dipikirkan dan dikerdjakan.

Sudah mendjadi kenjataan, bahwa anak-anak jang dikirim keluar Kalimantan seperti ke Djawa dan lain-lain banjak sekali halangan -halangannja, terutama bagi orang-orang tua murid jang kurang mampu. Tidak sedikit ongkos-ongkos jang dikeluarkan pertjuma kalau letak sekolahannja terpisah dengan kediaman bapak murid. Mana uang saku, uang makan, uang pakaian, uang ini dan itu seperti ongkos kapal dan kereta api pulang-pergi waktu libur, semuanja itu melemaskan bapak-bapak jang miskin. Banjak orang tua jang tak sanggup lagi melandjutkan peladjaran anaknja karena tidak kuat membiajainja . Peladjaran si anak berhenti ditengah djalan, semangatnja patah! Ia lalu mentjari pekerdjaan dikantor-kantor atau perusahaan-perusahaan, biarpun umurnja masih terlalu muda. Kemudian, untuk melandjutkan carriernja ................................... iapun berumah-tangga .................. Mengingat hal ini, maka pemuka-pemuka rakjat di Kalimantan berusaha berunding dengan jang berwadjib untuk menempatkan Sekolah Menengah Atas di Bandjarmasin.

Pada mulanja banjak djuga halangan- halangan jang didjumpai, misalnja kekurangan-kekurangan tenaga pengadjar, kesulitan perumahan dan lain-lain. Djuga dari pihak rakjat terdengar pula ketjaman- ketjaman . Mereka kuatir kalaukalau sekolah itu kurang harganja , kurang deradjatnja , kurang menterengnja, kalah dengan S.M.A. jang ada di Djawa dan sebagainja . Untung semuanja itu tidak sampai menggagalkan tjita-tjita. Achirnja sebuah S.M.A. - pun ditempatkan.

* * * *
LAMPIRAN PENDIDIKAN MASSA
Statistik Sekolah-sekolah Landjutan, djumlah murid dan guru didaerah IX Propinsi Kalimantan, permulaan tahun peladjaran 1952/1953.
Nama tempat Sekolah Murid Guru Keterangan
1. Bandjarmasin S.M.A.

S.G.A.
S.M.P.
SGB ( putera)
SGB ( puteri )
S.K.P.
S.T.P.
S.M.E.P.

49

99
495
258
124
75
65
42

5

5
15
10
8
6
3
8

2. Kandangan S.M.P.

S.K.P.

130

32

9

2

(SGB Kandangan tidak ada laporan
3. Barabai S.M.P.

S.K.P.

171

64

10

7

4. Amuntai S.M.P. 138 7
5. Kuala Kapuas S.M.P.

S.G.B. S.K.P.

138

453 36

7

16 4

6. Tarakan S.M.P. 181 8 (SGB Tenggarong tidak ada laporan)
7. Samarinda S.M.P.

S.K.P.

182

44

7

6

8. Balikpapan S.M.P. 157 9
9. Pontianak S.M.P.

SMP (puteri kepunjaan Missie )

166

65

5

4

(SKP dan STP Pontianak tidak ada laporan)
10. Singkawang S.M.P. 117 5
11. Sintang S.M.P. 49 3
12. Njarungkup S.G.B. 52 5
LAMPIRAN PENDIDIKAN MASSA
Daftar banjaknja Kursus Pengadjar untuk,, Kursus Pengantar Kewadjiban Beladjar" (KP kp kb) dan ,,Kursus Pengantar Ke-kewadjiban Beladjar" Tahun peladjaran 1952/1953
Banjaknja pelajar KP Banjaknja Kp. kb.    
No. Daerah Inspeksi SR

Kabupaten/Kota Besar/ Daerah Istimewa

Nama tempat

Kursus Pengadjar:

Kl.I Kl.II Kl.III Djumlah  Klas: Murid: Kursus: Pengadjar Keterangan
1. Kabupaten Besar Bandjarmasin

2. Kabupaten Bandjar
3. Kabupaten Kandangan
4. Kabupaten Amuntai
5. Kabupaten Barito
6. Kabupaten Kapuas
7. Kabupaten Kotawaringin
8. D.I Kutai
9. Kabupaten Kota Baru
10. D.I Bulungan/Berau
11. Kabupaten Pontianak
12. Kabupaten Sambas
13. Kabupaten Sintang

-

Martapura
Kandangan
Barabai
Amuntai
Muara Teweh
Kuala Kapuas
Sampit
Pangkalan Bun
Sei. Pinang Balikpapan


Pontianak
Sambas
Sintang

236  114  56  396

80  38  19  137
80  31  25  136
80  34  21  135
73  35  -  108
75  54  42  171
80  -  56  136
68  21  -  89
28  26  -  54
51  30  72  153
-  55  11  66
-  -  14  14
-  -  -  9
78  26  4  108
35  40  24  99
60  30  2  92

82  2623  16

54  1866  17
76  2270  44
-  -  -
-  -  -
-  -  -
46  1285  31
-  -  -
-  -  -
27  947  10
-  -  -
16  603  4
9  -  -
62  1695  24
36  1214  22
2  60  1

9

3
4
3
4
4
3
4
1
5
2
-
-
-
-
3

1024  543  355  1913 401  12563  169 43
LAMPIRAN PENDIDIKAN MASSA.
Statistik pada awal tahun
Djumlah-Sekolah:
Ins. S.R. Kabupaten: Penilik S.R.: SRIII SR IV SR V SR VI Djumlah.
Kalimantan
1. Kota Besar/Kabupaten Bandjarmasin. 1. Bandjarmasin I

2. "  II
3. "  III
4. Martapura I
5. "  II

 - - - 35 35

13 6 - 5 24
30 2 - 4 36
23 10 - 6 39
32 6 - 4 42

2. Kabupaten Amuntai.

6. Tandjung I
6 " II
8. Amuntai
9. Alabio
10. Balangan

98 24 - 54 176

19 4 - 6 29
15 2 - 10 27
15 2 - 16 33
9 5 - 11 25
24 4 - 6 34

3. Kabupaten Kandangan.

11. Barabai I
12. "  II (Birajang)
13. ,,  III (P. Hambawang)
14. Negara
15. Kandangan I
16. "  II
17. Rantau

82 17 - 49 148

11 8 - 19 38
11 3 - 12 26
15 6 - 14 35
15 2 - 7 24
7 1 - 19 27
12 5 - 12 29
14 12 - 18 44

4. Kabupaten Kota Baru

18. Kota Baru
19. Pegatan
20. Tanah Grogot

85 37 - 101 223

17 6 - 4 27
20 3 - 3 26
10 3 - 2 15

5. Kabupaten Kotawaringin

21. Pangkalan Bun
22. Sampit
23. Kasngan
24. Kuala Kuajan

47 12 - 9 68

22 2 - 11 35
16 6 - 10 32
5 11 - 5 21
14 3 - 2 19

6. Kabupaten Kapuas

25. Kuala Kapuas
26. Pudjon
27. Pulang Pisau
28. Pahandut

29. Kuala Kurun

57 22 - 28 107

16 7 - 11 34
13 2 - 5 20
11 6 - 8 25
10 2 - 4 16
11 2 - 9 22

7. Kabupaten Barito

30. Buntok
31. Muara Teweh
32. Puruk Tjahu
32 Tamiang Lajang

61 19 - 37 117

26 7 - 7 40
10 10 - 8 28
24 2 - 4 30
13 3 - 8 24

73 22 - 27 122
peladjaran 1952/1953
Djumlah Guru: Djumlah murid: Djuml. Guru beridjazah:

Keterangan:


Lk. Pr. Lk. Pr. SR. CVO SGB K.S. SGA
dll. dll.
Selatan
149 57 7591 4803 89 112 1 4
59 2293 1200 33 19 7
116 3 3386 1531 77 35 7
90 13 2660 1513 44 38 21
84 6 2875 1810 49 28 13
498 79 18805 10857 203 203 160 1 4
75 9 2343 1299 36 30 18
85 15 2680 1591 48 34 18
120 21 4503 2636 48 58 35
113 11 3605 1985 67 38 19
83 9 3142 1609 59 25 8
476 65 16272 9120 258 185 98
136 32 4297 3391 62 70 36
98 23 2622 1999 45 53 23
100 24 3348 2377 60 47 17
66 16 2167 1282 48 24 10
97 31 3663 2535 12 80 36
86 18 2568 1704 21 61 22
128 28 4091 2300 63 66 27
711 172 22956 15588 311 401 171
41 5 1899 884 24 14 8
46 3 1825 640 25 20 4
29 1139 425 19 7 3
116 8 4853 1949 68 41 15
78 2 2067 1393 13 53 14
84 12 3118 1978 2 70 24
85 15 1480 1093 19 56 11
32 872 536 5 22 5
279 15 7537 5000 39 201 54
104 15 2980 1926 19 68 32
50 816 685 19 23 8
72 11 1407 1139 12 51 20
38 3 499 413 4 30 7
68 2 1365 1053 14 39 17
332 31 7057 5216 68 211 84
90 6 2415 1679 48 35 21
57 6 1811 1154 6 42 15
52 4 1423 851 23 24 9
65 15 1867 1270 14 53 13
264 31 7516 4954 83 154 58
LAMPIRAN PENDIDIKAN MASSA.
Statistik pada awal tahun
Insp. S.R. Kabupaten Penilik S.R. Djumlah-Sekolah
SR III SR IV SR V SR VI Djumlah:

Kalimantan

8. Daerah Istimewa Bulongan/Berau. 34. Tarakan 17 2 7 26
35. Tandjung Selor 8 6 5 19
36. Tandjung Redap 17 7 24
42 8 19 69
9. Daerah Istimewa Kutai. 37. Long Iram 12 5 6 23
38. Muara Muntai 36 2 6 44
39. Tenggarong 14 5 11 30
40. Samarinda 21 4 18 43
41. Balikpapan 10 2 7 19
93 18 48 159

Kalimantan

10. Kabupaten Sintang. 42. Sintang 18 2 20
43. Putussibau 34 7 41
44. Nanga Pinuh 22 3 25
74 12 86
11. Kabupaten Sanggau. 45. Sanggau 25 6 31
46. Sekadau 17 1 18
47. Ngabang 19 3 22
61 10 71
12. Kabupaten Sambas. 48. Sambas 22 3 25
49. Singkawang 25 7 32
50. Pemangkat 23 1 3 27
70 1 13 84
13. Kabupaten Pontianak 51. Pontianak 30 17 47
52. Mempawah 29 4 33
53. Ketapang 30 7 37
89 28 117
Kalimantan Selatan: 503 123 305 961
Kalimantan Timur 135 26 67 226
Kalimantan Barat: 294 1 63 358
932 180 435 1547
peladjaran 1952/1953
Djumlah Guru: Djumlah murid: Djuml. Guru beridjazah: Keterangan:
Lk. Pr. Lk. Pr. SR. CVO SGB K.S. SGA
dll. dll.
Timur
69 5 2229 967 11 53 10
47 4 1561 718 11 30 10
66 2 1440 891 27 27 14
182 11 5230 2576 49 110 34
84 7 1698 755 19 50 20 2
74 6 3074 1502 34 31 15
74 12 2558 2634 21 35 30
129 19 4365 2634 33 67 48
51 16 2694 1410 8 43 15 1
412 60 14080 7822 115 226 128 2 1
Barat
73 2 1943 645 2 70 3
64 4 2457 1021 - 52 16
43 1 1516 363 2 34 8
180 7 5916 2029 4 156 27
63 10 3921 1482 - 63 10
40 - 800 600 10 27 3
53 - 1380 680 - 49 4
156 10 6101 2762 10 139 17
72 22 2989 1495 18 72 7
106 15 4215 2485 12 93 15 1
108 26 4257 1878 12 115 7
289 63 11459 5858 42 280 29
115 41 5774 1925 10 118 28
84 25 2900 1400 8 90 11
89 6 4034 1301 13 73 9
288 72 12708 4626 31 281 48
2676 401 48733 52400 1030 1402 640 1 4
594 71 19310 10398 164 336 162 2 1
913 152 36184 15275 87 856 121 1
4183 624 140227 78073 1281 2594 923 4 5
4803 218300 4807
Pendidikan Orang-dewasa.

 Hampir disegala lapangan sekarang diperoleh kemadjuan-kemudjauan dikalangan pendidikan orang dewasa. Kegiatan- kegiatan menudju kependidikan ini djelas terlihat sedjak tahun 1945 setelah habis perang. Berbagai-bagai faktor timbul karena perubahan-perubahan didunia politik memaksa masjarakat mesti bergerak. Sebabnja antara lain ialah:

 Adanja kemerdekaan Indonesia memberi kemungkinan kemungkinan bermatjammatjam pekerjaan terbuka, baik dikalangan Pemerintah, maupun dikalangan perusahaan. Pembangunan-pembangunan diberbagai lapangan menghadjatkan tenaga-tenaga ahli, atau sedikitnja orang jang tahu dalam vaknja masing-masing. Naiknja harga diri sebagai seorang jang merdeka, mendorong orang-orang supaja berpengetahuan, sedjadjar dengan bangsa-bangsa merdeka didunia (dalam hal ini untuk Kalimantan, setidak-tidaknja mengedjar kekurangan-kekurangan sendiri dibandingkan saudara-saudaranja didaerah lain).

 Maka dengan memakai buah pertimbangan tersebut, timbullah initiatief dimana-mana untuk mendirikan kursus-kursus pengetahuan umum, seperti: kursus-dagang, bahasa Inggris, sedjarah, ekonomi, ilmu bumi, tata-negara dan sebagainja.

 Ternjata rakjatpun menjambut kursus-kursus ini dengan gembira. Orangorang memperlihatkan kehausannja untuk beladjar kembali, terutama dikalangan butahuruf bagi mereka jang tak diberi kesempatan waktu mudanja bersekolah.

 Pemuda-pemuda jang sudah tahu tulis dan batja sekadarnja, pergi menjerbu kursus-kursus dagang, mengetik, steno atau bahasa Inggris. Terutama bahasa Inggris laku sekali. Pengalaman-pengalaman waktu pendaratan tentera Australia beberapa tahun jang lalu memberi tjontoh, bagaimana ketjewanja bagi seseorang pemuda jang tak tahu bahasa dunia itu. Peladjar-peladjar ini bukan sadja anakanak laki-laki, melainkan gadis-gadis tidak mau ketinggalan. Oleh karena itu dalam hal pergaulan antara budjang dan gadis, dengan adanja kesempatan ini tiba -tiba sudah mengindjak phase baru. Sekarang sudah tidak djanggal lagi kalau antara gadis dan budjang duduk berdampingan dihadapan medjanja dalam pekerdjaan dikantor-kantor. Ditengah djalan mereka pulang beriring-iringan. Demikianlah pada umumnja keadaan Kalimantan disekitar tahun 1945 - 1952.

 Tahun 1947 dianggap tahun lahirnja gerakan Pemberantasan Buta Huruf di Kalimantan, karena waktu itulah dibangunkan Badan Sosial jang digerakkan oleh pemuka-pemuka rakjat. Biarpun pada mulanja sokongan Pemerintah tidak ada tetapi roda P.B.H. tetap berputar, berkat kegiatan-kegiatan rakjat sendiri. Dimana-mana P.B.H. didirikan dengan tenaga rakjat, terutama didaerah Hulu-sungai, disana dapat dikatakan pusat Kursus-kursus Pemberantasan Buta Huruf itu.

 Dalam bulan Djanuari 1947 itu djuga telah berdiri 222 buah KPBH dengan 8289 orang murid laki-laki dan wanita. Tiga bulan kemudian djumlah tadi meningkat djadi 271 buah KPBH dengan 9902 orang murid.

 Melihat kemadjuan-kemadjuan jang diperoleh, terutama karena dikalangan rakjat umum semakin insaf akan manfaatnja, tahu membatja dan menulis, gerakan-gerakan Pemberantasan Buta Huruf ini akan menghadapi kemadjuan, tetapi tiba-tiba, tidak demikian keadaan-keadaan jang didjumpai. Beberapa halangan datang menghambat, sehingga banjak KPBH terpaksa ditutup.

 Halangan-halangan jang dimaksudkan, antara lain kekeruhan politik di Hulu Sungai. Waktu itu berpuluh-puluh KPBH ditutup serempak oleh Pemerintah Belanda, karena dituduh sarang gerombolan ,,extremis". Murid-murid dan guruguru banjak jang ditangkap atau melarikan diri.

 Dalam perhitungan bulan Djuli 1947, sudah demikian merosotnja djumlah KPBH dari semula. Jang tinggal hanja 118 buah KPBH dengan 3857 orang murid. Melihat gelagat jang tidak menjenangkan ini pihak pengurus terpaksa berunding dengan pihak Pemerintah dengan maksud meminta bantuan, karena kalau tidak demikian PBH ini akan terhenti ditengah djalan. Alangkah banjaknja tenaga jang terbuang begitu sadja kalau seandainja KBH-2 jang bubar itu dibiarkan tetap bubar. Dibandingkan dengan demikian, biar diserahkan sadja kepada usaha Pemerintah ― biarpun pemerintah Belanda ― asal gerakan ini tidak mati.

 Ternjata pihak Pemerintahpun menerima baik usul itu. Ia menganggap bahwa inilah saat jang sebaik-baiknja mendekati hati rakjat. Maka rentjana pengluasan PBH-pun dimulai pula. Jang ditutup pada mulanja sekarang dibuka lagi serta banjak pula KBH baru didirikan dimana-mana. Tugas ini oleh pihak Pemerintah diserahkan kepada pamongpradja, dengan diberi bantuan uang jang tjukup dari kas negeri seperti honorarium guru-guru, pembeli alat-alat beladjar dan lain-lain. Karena susunan administratief jang teratur rapi ini, kemadjuan -kemadjuan jang diperolehpun tidak sedikit. KBH-2 dimana-mana senantiasa berdjalan lantjar, di Kalimantan Timur, Selatan dan Barat. Pihak pamongpradja, mulai dari Kepala Kampung, hingga Kiai Besar tampak kerdja-sama dalam hal ini. PBH pada tiap-tiap distrik dipusatkan dikantor Kiai Kepala dan untuk daerah-daerah jang luas dan banjak djiwa penduduknja tugas ini diselenggarakan oleh pegawai-pegawai chusus.

 Dalam statistik jang dikeluarkan selama triwulan I tahun 1948 keadaan PBH sudah menggambarkan hasil-hasil jang memuaskan, jaitu di Kalimantan Selatan sadja sudah ada 932 buah KBH dengan 20.414 orang murid. Kalau ditambah dengan Kalimantan Barat dan Timur, maka angka tersebut naik mendjadi 1500 buah KBH dengan 35.000 orang murid. Diakui, bahwa angka-angka ini adalah angka-angka jang terbesar sampai waktu itu dalam sedjarah Pemberantasan Buta Huruf di Kalimantan, jakni hasil gerakan PBH jang belum pernah ditjapai pada masa sebelumnja.

 Gerakan kearah Pemberantasan Buta Huruf ini semakin diperluas lagi semendjak tahun 1950, jaitu sedjak Djawatan Pendidikan Masjarakat ditempatkan didaerah ini. Djumlah-djumlah KBH jang ada dengan segera diperlipat-gandakan oleh Pemerintah R.I., begroting jang tjukup langsung dikeluarkan oleh Negara. Tiap-tiap tahun djumlah KBH tetap bertambah dimana-mana. Dibawah ini dapat dilihat kemadjuan-kemadjuan jang telah ditjapai dalam gerakan terusmenerus sampai tahun 1952:

Statistik PBH Kalimantan sampai bulan Nopember 1952
Tempat K.B.H. Pengadjar Murid
Kab. Bandjarmasin

Kotapradja Bandjarmasin
Kab. Kapuas
Kab. Kandangan
Kab. Amuntai
Kab. Barito
Daerah Kutai
Kab. Kotabaru
Kab. Berau/Bulongan
Kab. Kotawaringin
Kab. Pontianak
Kab. Sanggau
Kab. Sambas
Kab. Sintang
Kab . Ketapang
Kapuas Hulu ( Putusibau )
Daerah Balikpapan

24

96
182
88
30
813
173
163
52
229
279
1704
214
112
186
31
14

24

79
185
88
30
813
174
154
50
232
288
1011
214
62
178
31
16

658

2778
4542
2981
845
24442
5175
8095
1292
6076
7533
33683
6481
242
5325
764
443

4390 8003

120358

 Lain dari pada gerakan buta huruf, djuga dalam lapangan lain tidak kalah pesatnja seperti mengadakan Kursus Pengetahuan Umum jang diselenggarakan oleh Pemerintah, menjediakan Taman Batjaan Umum, mengorganiseer keolahragaan dan lain-lain. Dewasa ini diseluruh pulau ini telah dibangunkan kursus pengetahuan umum „ A” dan „ B " didaerah Kalimantan Timur, Selatan dan Barat jang mempunjai murid laki-laki dan wanita. Selandjutnja Taman Batjaan Umum ada 32 buah; Perpustakaan untuk umum 326 buah; surat- surat kabar besar ketji jang diterbitkan oleh umum (penerbitan Djapen tidak termasuk) ada 9 buah.


 Demikianlah pula dalam hal keolahragaan. Semendjak tahun 1952 - djadi Kalimantan menundjukkan angka-angka grafiek jang menaik masih baru sekali setelah diorganiseer oleh KOI (Komite Olympiade Indonesia ) . Dimana-mana tjabang sport diadakan dan hampir tiap -tiap ibukota Kabupaten ditempatkan wakil-wakil KOI. Pemuda jang berminat kepada sport, entah tennis, badminton dan lain-lain bisa memperoleh alat-alatnja dikantor KOI, dengan pembajaran tjitjilan. Hal ini sangat mempermudahkan penggemar-penggemar olahraga, terutama pegawai-pegawai djawatan.


 Diantara segala matjam olah-raga, jang mendapat tempat terbaik dikalangan rakjat umum jaitu badminton. Permainan bulutangkis ini lekas sekali populer sampai kekampung- kampung, oleh anak- anak sekolah atau orang dewasa lakilaki dan wanita. Sebabnja tidak lain, ialah karena sjarat-sjarat jang ringan untuk permainan ini. Sedikit memperluaskan halaman rumah sudah tjukup tempat bermain. Dimuka atau disamping taman batjaan biasanja selalu ada lapangan badminton.

Umumnja keolahragaan ini mengandung pendidikan pula kepada orang dewasa. Lain dari pada gerak badan - jang sudah tentu maksudnja untuk kesehatan pemain - djuga sambil -lalu terpetik pula hasil-hasil jang lain seperti mempereratkan pergaulan sesama kawan, beladjar berorganisasi atau berdisiplin. Apalagi kalau tempat berolahraga itu dekat perpustakaan atau Taman Batjaan, menambah kemadjuan-kemadjuan usaha perpustakaan atau taman-batjaan itu. Pembatja umumnja selalu banjak, terutama dikalangan penggemar-penggemar sport sendiri.

* * *

Memelihara Kesehatan Rakjat.

Sesudah perang dunia ke-I (1918) tenaga Dokter di Kalimantan hanja ada ditiga tempat jaitu Bandjarmasin, Pontianak dan Balikpapan. Alangkah besarnja wilajah-wilajah dokter-dokter itu mereka menguasai tanah seluas 534.000 km persegi. Karena luasnja, padahal tenaga sangat sedikit, maka setelah bertjabul penjakit kolera sesudah perang besar itu banjak sekali rakjat didaerah-daerah dibiarkan pada nasibnja . Beribu-ribu orang mati tanpa mendapat setetes obat dari pemerintah Belanda. Berpuluh -puluh tahun pula kemudian baru kelihatan ada penambahan dokter-dokter. Maskapai Minjak jang ada di Kalimantan Timur mendatangkan dokter-dokter baru untuk keselamatan pekerdja-pekerdjanja, demikian pula Missie atau Zending mendirikan polikliniek didaerah-daerah penduduk jang telah di Nasranikan. Tetapi kalau diukur-ukur masih belum kegaris batas, apalagi tenaga-tenaga baru (dokter) kebanjakan diam dikota-kota. Untuk orang kota jang berdiam dekat kota boleh djuga, tetapi diudik, didesa dan kampung dihulu sungai-sungai besar seperti Barito, Mahakam dan Kapuas, perubahannja belum ada. Umumnja keadaan mereka tetap sadja sebagai semula.

Dizaman Djepang semulanja rentjana-rentjana baru segera diadakan, rumahrumah sakit diperbesar, polikliniek-polikliniek didaerah-daerah dibangunkan, djuru-djuru rawat dididik dan dilatih, demikian pula Mantri Tjatjar.

Sajang perhitungan Djepang ini meleset. Dikira perang Pasifik segera berachir dengan kemenangan dipihaknja, tetapi ternjata setahun, dua tahun belum selesai, malah dirasa semakin sulit , semakin menjesakkan nafas Djepang, longmarch dengan Sekutu menghabiskan tenaganja pada achirnja . Sebab itu rentjananja jang muluk-muluk ditinggalkannja begitu sadja. Rumah-sakit dan Polikliniek dimana-mana dibiarkannja tinggal kosong tanpa obat-obatan.

Sesaat pendek, babakan-babakan sandiwara peninggalan Nippon ini dimainkan pula oleh pemerintah Belanda sebagai selingan. Kalau hendak djudjur , maka diakui, bahwa kedatangan orang - orang Nica (Sekutu) diachir peperangan banjak mengandung pertolongan-pertolongan kepada bangsa Indonesia di Kalimantan, terutama dalam hal obat-obatan dan pakaian. Selama pendudukan mereka, polikliniek-polikliniek jang kosong sempat diisi kembali. Kebutuhan obat-obatan Kemudian selingan sampai kedaerah inipun dikatakan mentjukupi .......... Nica inipun berhenti pula diganti babakan riwajat baru oleh Republik Indonesia. Tanggung-djawab sekarang pindah keatas pundak bangsa Indonesia sendiri. Terserah kepada kegiatan-kegiatan merekalah mempertaut- tautkan peninggalan dari tiga masa ini, pekerdjaan jang masih terbengkalai biarpun dikerdjakan 3 abad lamanja. Maka sebagai djuga didaerah lain, maka Kalimantanpun segera mulai dalam rentjana- rentjananja, mereka membangun dan sekali lagi membangun.

Ternjata dalam hal ini Pemerintah R.I. tidak kehilangan keseimbangan. Perhatiannja dalam hal memelihara kesehatan rakjat, ketjuali didaerah-daerah lain, djuga di Kalimantan . Pada umumnja di Kalimantan , mulai dari kota-kota ditepi pantai sampai djauh diudik-udik sebagian besar telah mengenal akan artinja kesehatan. Ini mudah dilihat dari rawatan mereka masing -masing terhadap diri dan rumah-tangganja.

Lain dari itu, djuga rumah-sakit-rumah-sakit umum mentjerminkan kesedaran jang meningkat, dimana sekarang setiap rumah- sakit-rumah - sakit, polikliniek atau balai -balai pengobatan , baik dikota maupun didesa, setiap hari selalu penuh dengan pengundjung -pengundjungnja jang hendak berobat dan mereka jang berobat ini bukan sadja orang-orang jang dekat tempat tinggalnja tetapi tidak mendjadi keanehan kalau ada orang-orang desa jang djarak rumahnja berpuluhpuluh km dari tempat berobat, datang djuga sekedar membutuhkan beberapa bidji pil kina. Dikalangan anak- anak sekolah lebih lagi, mereka sekarang tahu apa artinja pengobatan dokter.

Dalam tahun-tahun kemerdekaan ini, dalam hal pemberantasan penjakit, banjak sekali telah didjalankan, terutama frambosia dan malaria. Kedua penjakit ini memang banjak sedjak dahulu dan mempengaruhi kesehatan rakjat benar. Malaria banjak diderita penduduk jang berdiam didaerah rawa, seperti jang banjak terdapat di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Sebaliknja frambosia merupakan penjakit rakjat dipedalaman, digunung - gunung, ditempat mereka jang masih mengabaikan soal - soal kesehatan tetapi sedikit terdapat pula dimuaramuara ditimbulkan oleh keadaan jang demikian pula.

Lain dari kedua matjam penjakit itu djuga penjakit typhus dan dysenterie tidak sedikit menggoda rakjat disini, pula tjatjar pada musimnja bertjabul. Kepada penduduk jang menderita penjakit typhus dan dysenterie selalu diberi pertolongan. Buat tempat jang djauh dari rumah- sakit didirikan balai pengobatan dengan menaruh seorang dua Mantri Perawat. Sajang, karena masih belum disemua daerah dapat ditaru balai pengobatan ini , namun demikian pengobatankeliling sering-sering diadakan mengundjungi tempat-tempat jang vacuum.

Disamping memberi pengobatan kepada rakjat djuga usaha tjara mentjegah datang penjakit merupakan atjara penerangan. Dalam hal ini Djapen dan Penerangan Kesehatan selalu bekerdja sama. Kadang -kadang dipertundjukkan gambargambar keliling (pameran) atau diputar pilem- pilem kesehatan untuk memberi tjontoh-tjontoh jang konkrit. Penerangan-penerangan demikian terus-menerus diadakan, supaja setiap orang memahamkan benar-benar akan arti kesehatan, misalnja dimusim panas hendaklah semua disuntik tjatjar dan sebagainja.

Pengalaman-pengalaman baru ini tadi, jaitu dalam tahun 1951 sangat menjedihkan karena masih banjak rakjat didaerah-daerah jang dihinggapi penjakit tjatjar. Ternjata mereka tidak pernah bersuntik semuanja. Sebagian disebabkan masih kurang penerangan-penerangan dan sebagian lagi masih tidak dapat melepaskan kepertjajaan jang bukan-bukan. Akibatnja kedua-duanja djatuh tersungkur dilanda tjatjar. Sjukur, berkat kegiatan Djapen dan pegawai Kesehatan jang tidak bosan-bosannja memberi penerangan, keadaan-keadaan buruk ini sedikit demi sedikit dapat diatasi.

 Diakui, bahwa tenaga-tenaga pegawai Kesehatan jang telah ada masih sadja tidak mentjukupi. Tingkatan mereka masih dalam tingkatan sederhana, baik mengenai orang-orangnja maupun pasal alat-alatnja, Tetapi dengan kekurangan dan kesedjahteraan ini, selalu ditjoba membantu sebanjak mungkin dan memberi kepuasan kepada rakjat, biarpun sementara djalannja kurang lantjar.

 Ketidak-lantjaran jang dimaksud, adalah djuga disebabkan oleh perhubungan jang sukar. Perhubungan di Kalimantan dari satu daerah kedaerah lain hanja sedikit sadja jang dipertautkan oleh djalan-djalan raja. Kebanjakan dihubungkan oleh sungai-sungai jang tidak selalu dapat dilajari dengan aman karena banjak meliwati riam-riam (stroomversnellingen) jang dahsjat. Kalau sudah demikian untuk meneruskan perdjalanan selandjutnja orang terpaksa berdjalan kaki sadja. naik dan turun gunung menjusup rimba raja. Tentu sadja banjak waktu dipakai dalam perdjalanan jang begini.

 Oleh sebab itu, biarpun sekarang oleh Djawatan Kesehatan telah didirikan pula rumah-rumah obat, ditempat-tempat jang terpentjil itu, tetapi faktor perhubungan ini menghambat lantjaraja pertolongan-pertolongan. Ada kalanja berbulan-bulan obat-obatan jang dikirim dari pusat baru sampai ketempat jang ditudju, Dan kadang-kadang obat-obat itu hilang pertjuma sadja ditengah djalan, karena perahu karam, djatuh terempas kedjurang dan lain-lain, Sementara itu balai pengobatan jang djauh terpentjil tadi sudah lama kehabisan obat.

 Mengenai kesulitan perhubungan di Kalimantan — dalam Rentjana Murdjani — telah dirantjang pembukaan-pembukaan djalan darat baru, tetapi ini adalah pekerdjaan djangka pandjang. Rasanja oleh Djawatan Kesehatan mengenai rentjananja sendiri (soal Kesehatan Rakjat) kurang tepat kalau menunggu terhukanja djalan-djalan raja itu kelak, tempat menjandarkan kegiatan-kegiatan usaha. Sebaiknja tentu dipikirkan pemetjahannja jang tersendiri pula, pemetjahan kesulitan melalui sungai-sungai.

 Ketjuali kesulitan-kesulitan perhubungan, dokter-dokter djuga dirasa masih kurang demikian pula seperti bidan dan djururawat. Rakjat Kalimantan jang banjaknja & 4.000.000 djiwa, terpentjar diatas pemukaan pulau seluas 534.000 km persegi, pada waktu sekarang ini baru diperlengkapi dengan alat-alat Kesehatan Rakjatnja sebagai berikut:

Rumah Sakit Umum (terhitung Rumah Sakit BPM, Zending/Missie dan Bruynzeel) 44 buah
Rumah Sakit Djiwa 3 buah
Rumah Sakit Kusta 2 buah
Koloni Orang Sakit Djiwa 3 buah
Balai Pengobatan (terhitung Balai Pengobatan BPM, Zending/Missic, Bruynzeel dan lain-lain) 170 buah
Dokter (terhitung Dokter BPM, Zending/Missic, Bruynzeel dan Partikelir) 47 orang
Bidan (termasuk Bidan Partikelir) 27 orang
Djuru rawat 150 orang
Mantri Malaria 22 orang.
Mantri Tjatjar 55 orang.

 Tenaga para Dokter terdiri dari 23 orang bangsa Indonesia, 12 orang bangsa Eropah dan 12 orang bangsa Tionghoa jang terbagi-bagi dalam 3 daerah praktek, Selatan, Barat dan Timur, diberbagai-bagai rumah-sakit.

 Dari pembagian tersebut keadaannja sebagai berikut: Kalimantan Selatan, 20 orang Dokter praktek dalam 18 rumah-sakit, Kalimantan Barat, 11 orang Dokter praktek dalam 19 rumah-sakit, Kalimantan Timur, 16 orang Dokter praktek dalam 12 rumah-sakit.

 Tenaga-tenaga lain seperti Bidan, Djururawat, Mantri Malaria dan Mantri Tatjar ditempatkan ketjuali dalam ruamh-sakit-rumah-sakit, djuga pada tiap-tiap balai pengobatan diwilajah-wilajah ketudjuh belas Kabupaten dan Kotapradja seluruh Kalimantan. Penempatan-penempatan ini ditindjau dari segi letaknja, sudah pada tempat jang strategis benar-benar, artinja tidak berkelompok dalam satu daerah sadja. Hanja keadaan di Kalimantan sendiri, oleh karena pulaunja jang luas dan kampung-kampung jang terpentjar berdjauhan satu dengan jang lain, penempatan alat-alat kesehatan sebagai jang ada masih dianggap terlalu djarang. Untuk mengundjungi tempat-tempat jang vacuum terpaksa diadakan Kesehatan mobiel, jaitu balai pengobatan keliling.

 Untuk menggambarkan luas daerah dengan tenaga-tenaga jang telah ada, baik mengenai Dokter, rumah-sakit, balai pengobatan dan lain-lain, baiklah dibagi menurut perbandingan banjak djiwa penduduk atau luasnja tanah seperti dibawah ini:

Sebuah Rumah Sakit untuk 57.692 djiwa
Sebuah Balai Pengobatan untuk 17.647 djiwa
Seorang Dokter untuk 63.830 djiwa
Seorang Bidan untuk 111.111 djiwa
Seorang Djururawat untuk 20.000 djiwa
Seorang Manteri Malaria untuk 124.660 djiwa
Seorang Manteri Tjatjar untuk 54.545 djiwa
atau...............
Sebuah Rumah Sakit untuk lingkungan luas 10.269 km²
Sebuah Balai Pengobatan untuk lingkungan luas 3.141 km²
Seorang Dokter untuk lingkungan luas 11.361 km²
Seorang Bidan untuk lingkungan luas 19.777 km²
Seorang Djururawat untuk lingkungan luas 3.560 km²
Seorang Manteri Malaria untuk lingkungan luas 22.722 km²
Seorang Manteri Thatjar untuk lingkungan luas 9.709 km²

 Memakai angka-angka diatas ini dapatlah dibajangkan kaja atau miskinnja Kalimantan dengan alat-alat kesehatan rakjat. Tentu sadja banjak miskin dari kajanja, djika menilik pada angka-angka ini, tetapi djanganlah hendaknja kita sampai diketjuhkan oleh „sabda-angka" jang sifatnja relatief ini. Didepan, siap terhampar rentjana-rentjana baru untuk mengubah lukisan-lukisan angka itu. Hal ini diketahui misalnja dengan meneliti usaha-usaha Djawatan Kesehatan jang tidak henti-hentinja. Misalnja mengenai tenaga Bidan dan Djururawat, dapat diharapkan setiap tahun akan bertambah djumlahnja, karena sedjak zaman Djepang telah diadakan Kursus Bidan dan Djururawat disini. Rentjana selandjutnja mengenai pembelian alat-alat pemotret (röntgen ) sudah selesai dibitjarakan dan telah disetudjui oleh jang berwadjib. Pemotret tersebut ialah rontgen jang dapat dipindah-pindahkan, jang tidak sadja dapat dipergunakan dirumah-sakit-rumah- sakit, tetapi dapat djuga dibawa kemana-mana didaerahdaerah. Jang demikian itu sesuai dengan keadaan di Kalimantan sendiri, untuk mengatasi kekurangan rumah- sakit seperti jang telah diuraikan diatas.

Djuga mengenai pemberantasan penjakit TBC, Inspektur Kesehatan Kalimantan telah mendapat advies untuk dipeladjari disini. Untuk keperluan itu akan didatangkan seorang Dokter spesial untuk memeriksa penjakit dalam (termasuk djuga TBC) jang didatangkan dari Djerman.

Demikianlah usaha-usaha kesehatan jang telah dan akan ditjapai oleh Djawatan Kesehatan Kalimantan untuk keselamatan dan kesedjahteraan rakjatnja. Perputaran masa dan pergantian waktu tidak dapat mengubah atau menghapus keadaan dengan sekaligus , seperti halnja dengan kedatangan agama-agama Islam dan Kristen di Kalimantan, tidak kuasa merebut segenap hati penghuni pulau itu. Diantaranja masih banjak jang berpegang teguh pada pendirian semula, tetap menganut agamanja semula, agama lama jang mempertjajai disamping Allah jang Tunggal, masih bertebaran tokoh -tokoh Mulai lain, jang masih utuh untuk dipertjajai dan disembah. Mereka memandang , bahwa alam dengan segala isinja masih penuh dengan barang-barang keramat dan pengaruh- pengaruh gaib.

Dari segala sudut pandangan pengaruh-pengaruh ini dapat dilihat, antara lain dalam hal pengobatan. Biarpun pengetahuan umum atau tjara-tjara pengobatan modern sudah djauh masuk rimba , menjusup hutan-hutan belukar mengundjungi gubuk- gubuk penduduk jang paling terpentijl sekalipun namun pengaruh-pengaruh animisme tetap dapat menjelingi praktek dokter. Rakjat dalam tingkatan ini masih menghargai djampi atau mentera pak dukun, masih memandang pohon kaju besar itu berpenghuni gaib, masih menganggap pali (tabu) suatu pantang jang tak boleh dilanggar. Tidak aneh, kalau ditempat ini orang-orang memandang pak dukun lebih mulia daripada seorang Dokter jang paling pandai sekalipun.

Sudah terang hal ini bertentangan dengan pandapat orang jang telah madju, jang telah pandai berpikir setjara wetenschap dan ratio. Tetapi tidak demikian dengan mereka golongan ini, jang memandang segala malapetaka itu akibat gangguan machluk-machluk halus. Pada musim penjakit tjatjar bertjabul, banjak orang dihinggapi wabah tersebut, maka disamping kegiatan-kegiatan pegawaipegawai kesehatan memberi suntikan dan memberi penerangan, tampak pula tokoh lain memerangi wabah itu setjara tahajul. Mereka menganggap, bahwa tjatjar itu ada hantunja dan hantu tjatjar itu tidak dapat diusir dengan kepandaian manusia, dengan satu goresan pada lengan, tetapi harus dengan djalan lain, jaitu berdamai dengan hantunja", atau ditjari dukun jang maher untuk memeranginja. Pada beberapa pintu rumah tampak digantung daun-daun lendjuang jang telah diberi silang putih dengan kapur. Itulah tanda perdamaian atau ,,dinding dengan hantu tjatjar, supaja tak telap ditembus wabah.

Pada saat jang lain akan terlihat pula orang memertjiki halaman atau rumah dengan air „,penawar" jang sudah dimenterakan oleh pak Dukun, salah satu benteng jang tak dapat dilompati oleh hantu tjatjar. Bukan sadja jang dianggap ada berhantu, tetapi bermatjam-matjam penjakit sekitar inipun tjatjar seperti kolera atau sampar dan lain-lain , jang semuanja itu dapat disembuhkan dengan kesaktian dukun/ djampe belaka.

Tempat-tempat jang masih mempertjajai ketachjulan ini, umumnja dipedalaman, tempat-tempat jang djarang dikunjungi oleh pegawai-pegawai kesehatan. Ditempat ini kebanjakan rakjat masih menganut agama aslinja, tetapi jang terhitung kurang tinggi ketjerdasannja ( karena buta huruf ) atau ditengah-tengah rakjat Islam ditepi-tepi pantai jang sangat panatik dengan agamanja.

Usaha-usaha Pemerintah memberantas paham kolot ini sedjak lama didjalankan, tetapi kelihatan sangat lambat sekali kemadjuan-kemadjuan jang telah ditjapai. Rintangan-rintangan jang menghambat adalah disebabkan ketjerdasan jang masih rendah atau buta huruf, sehingga penerangan - penerangan - terutama melalui buku -buku pengetahuan - tidak dapat memberi tjontoh jang baik bagi mereka. Sebagian lagi (hanja sebagain ketjil) rintangan jang ditimbulkan oleh religieus.

Sebuah djalan jang harus ditempuh untuk mengalahkan (mengurangi ) paham jang salah ini ialah dengan djalan memperhebatkan barisan penerangan dan menambah djumlah alat-alat kesehatan rakjat.

* * *

Semangat Gotong- rojong.

Untuk memberi gambaran usaha tolong-menolong di Kalimantan, kita datang menudju sumbernja, ditempat-tempat usaha kedjurusan ini masih berbentuk asli, masih tidak terpengaruhi oleh suasana luar, suasana camouflage dan pura-pura, terbawa oleh pergeseran penduduk dan milieu, sehingga keadaan semula terbungkus erat diselubungi suasana baru. Sumber jang ikta maksudkan jaitu desa jang masih banjak di Kalimantan, baik disebelah Barat, Selatan atau Timur, suatu tempat jang sunji- sepi karena kekurangan penghuninja, Disinilah orang-orangnja, masih berpegang teguh kepada kebiasaan-kebiasaan nenekmojang sedjak mereka mengenal dunia.

Dalam pada itu bukan dimaksud, bahwa dikota-kota atau bandar-bandar jang ramai, semangat tolong -menolong ini tidak ada, akan tetapi disana sudah diganti dengan tjara lain, tjara baru, sesuai dengan djalan pikiran orang-orang kota jang selalu sibuk dengan 1001 kepentingan individu. Disana telah ada organisasi-organisasi, telah ada perkumpulan-perkumpulan, sudah berdiri jajasanjajasan penolong kurban ketjelakaan dan sebagainja, dimana kewadjiban-kewadjiban itu telah diserahkan dan ditugaskan kepada orang-orang jang tertentu, orang-orang gadjian; jang lain boleh melenggang -pandjang menonton peristiwaperistiwa malapetaka, atau paling banjak hanja merogoh saku melempar sepitjis dua pitjis mata uang kedalam tabung derma. Dengan berlaku demikian ia sudah merasa puas, sudah merasa telah berdjasa besar. Bentuk pertolongan-pertoloncan dikota telah diganti dengan kebendaan.

Tidak demikian didesa. Orang-orang desa kurang mengenal istilah organisasi atau perkumpulan, tidak membutuhkan apa jang dinamai anggaran-dasar dan anggaran-tetangga; paling banjak hanja mengenal akan rukun-kampung atau rukun-tetangga ataupun kinrohosi dizaman saudara tua, suatu istilah baru bagi mereka, tetapi tjara bekerdjanja jang itu-itu djuga, hidup bertolong-tolongan tjara mereka, suatu tjara hidup kollektief jang berbilang ratusan tahun telah berdjalan dengan harmonis. Ada jang mengatakan, bahwa inilah tanda-tanda keprimitifan, tanda tempat belum madju. Barangkali djuga benar, tetapi djuga suatu kehidupan jang sutji, kehidupan jang penuh ketjantikan, penuh keindahan, penuh perasaan mesra dan kasih-sajang pada sesama, jang menganggap dirimu diriku djuga, kesedihanmu kesedihanku djuga dan seterusnja. Alangkah sempurnanja dunia ini, djika sesudut hati ,,orang-orang sekarang" berperasaan „primitif" ini, sehingga keadaan dunia tidak serupa kini, seolah-olah dapat jang baru, jang lama lulus.

Alangkah sedihnja hati orang desa itu, orang desa jang baharu tiba dari Hulu Kapuas, Hulu Barito, Hulu Mahakam andainja menambatkan sampannja didjembatan-djembatan orang Bandar Pontianak, Bandjarmasin atau Samarinda. Tidak sempat 10 menit mereka bertambat sudah diusir oleh jang empunja, Untung djuga kalau dengan kata-kata disuruhnja pindah............ manis, tidak dengan kata-kata kasar atau belalak mata. Siapa jang bersalah dalam hal ini? Orang Bandar itu? Djuga tidak! Tetapi suasana ditempat itu sudah semestinja demikian, sebab sebentar sadja lagi, didjembatan itu akan merapat sebuah atau dua perahu besi hendak memunggahkan muatannja. Akan petjah merapuhlah perahu si Udik kalau tidak tjepat-tjepat disuruh pindah.

Bagaimana kalau didesa? Satu bulanpun boleh kita bertambat ditepian mereka. Usahkan mengusir, malah diadjaknja kita naik beramah-tamah kerumahnja. Diberinja sajur, diberinja beras baru ( kalau musim menuai ) untuk kita. Itulah antara lain perbedaan kota dan desa di Kalimantan, suatu perbedaan jang mungkin terdapat pula didaerah-daerah lain di Indonesia ini.

Sekarang marilah kita mulai melihat dari dekat penghidupan-penghidupan mereka sehari-hari, terutama dalam hal bertolong -tolongan. Kita mulai dari Kalimantan Timur. Didaerah Kalimantan Timur, terutama dibagian Hulu-hulu sungai Mahakam, Berau, Bulongan, Tidung, Kandilou, Talakei, dan lain-lain penduduk asli dari suatu kampung (desa) masih suka berdiam bersama-sama dalam sebuah rumah besar (balai) , didiami rata-rata oleh 15 à 20 keluarga. Rumah besar itu diberi berkamar-kamar (lamin) ukuran 4 × 5 m. sebanjak djumlah keluarga jang mendiami balai itu.

Mendjadi suatu ketentuan dalam adat masjarakat didaerah itu , djika datang tamu didesanja, dan tamu itu akan bermalam pula, oleh mereka akan dilajani dalam hal makan- minumnja . Penjelenggaraan ini dilakukan tidak karena memandang upah dan djasa, tetapi hanja merupakan kebiasaan (adat). baik setjara bergotong-rojong, maupun sendiri- sendiri. Mereka merasa malu dan aib kalau tidak melakukan tamunja demikian . Kalau tamu itu kebetulan seorang Islam, makan dan minumnja diselenggarakan setjara Islam pula, atau hanja diberikan bahan-bahannja sadja kalau tidak bisa dilakukan oleh mereka sendiri.

Disebabkan oleh kebiasaan-kebiasaan demikian itulah, maka didaerah ini, kalau orang-orang mau bepergian tak mau membawa bekal sendiri. Tiap kali ia menginap dibalai orang, tentu didjamin makan, minum dan tidurnja. Kebiasaankebiasaan bepergian begini, selain dilakukan oleh pegawai- pegawai negeri pada umumnja, djuga dilakukan oleh orang-orang partikelir. Mereka tidak pusing mengangkut bekal berguni-guni beras, berpuluh -puluh kilogram ikan kering untuk perdjalanan berbulan-bulan, tetapi tjukup kalau membawa beberapa kilogram tembakau sugi atau garam untuk dibagi-bagikan kepada mereka diudik sebagai pembalas djasanja. Dibeberapa tempat, masih mendjadi kebiasaan bagi orang desa menjiram tamunja itu dengan air waktu ia hendak berangkat meninggalkan mereka. Tidak perduli entah tamu itu basah kujup atau basah setengah, disiram oleh gadisgadis dengan tidak segan-segan. Biasanja lalu mendjadi ramai, karena pihak tamupun tidak menjerah mentah-mentah, tetapi membalas pula. Demikian tjara mereka melepas tamunja dan menurut mereka supaja djangan lekas lupa.

Diwaktu hendak mendirikan balai jang baru, biasanja tidak hanja dikerdjakan oleh penghulu balai itu sadja, tetapi dibantu oleh orang-orang balai kampung lain. Pesta lalu diadakan, memotong ajam dan babi. Pada tiap-tiap malamnja selama bekerdja diadakan kesenian-kesenian daerah. Kerukunan-kerukunan lain tampak pula tatkala ada kematian, demikian pula waktu hendak turuu keladang atau menuai padi.

Lain sedikit keadaannja di Kalimantan Selatan. Dipedalaman-pedalaman penduduknja sudah banjak jang agak kemasukan aliran kota, apalagi sedjak diudik-udik diadakan pekan sekali seminggu atau sekali sebulan, maka didaerahdaerah seperti Hulu Sungai (Kandangan, Barabai, Amuntai, Negara, dan lainlain), Kuala Kurun, Tumbang Senamang, Puruk Tjahu, Muara Tewe dan sebagainja sudah sama keadaannja dengan kota-kota ditepi pesisir atau ditempat-tempat perdagangan jang sudah ramai. Ditempat-tempat ini ,,djual-beli" sudah lebih lumrah daripada ,,beri dan minta" . Hanja disekitar tempat-tempat tersebut, dikampung atau didesa, semangat bertolong -tolongan a la bahari masih belum hilang benar. Disini masih kelihatan dipelihara dengan baik, umpama pada waktu hendak mendirikan rumah, membuka tanah perladangan baru, menuai padi atau pekerdjaan sehari-hari jang lain. Peranan „djual-beli" hanja mengenai alat kebutuhan hidup jang didatangkan dari luar (kota). Kebutuhan lain-lain, jang terdapat didaerah mereka sendiri masih sadja ,,diberi" dan diminta". Binatang buruan jang diperoleh seorang pemburu masih dianggap hak bersama, hingga djarang seorang pemburu makan perolehannja hari esok, karena sudah habis dibagi-bagikan dengan tetangga.

Pada musim menuai padi sistim gotong-rojong lebih kelihatan lagi, malah karena terlampau perhatian kadang -kadang merugikan djuga, umpama:

Padi diladang si A sudah masak. Menurut biasa ia akan ditolong oleh tetangga-tetangganja sekampung. Pada hari jang ditentukan merekapun berkumpullah bersama-sama menuai diladang A. Oleh si A diadakan perhelatan jang ramai sekali diladangnja, seperti menjembelih babi, ajam, menjediakan bertempajan-tempajan tuak serta tukang-tukang tari jang pandai. Biasanja keramaiankeramaian begini telah dimuliakan sedjak malamnja. Demikianlah ramainja pesta ,,bahandep", demikianlah namanja, pada musim menuai padi.

Sehari-harian itu mereka bekerdja, setelah sore harinja barulah sama pulang kerumahnja masing-masing, sementara itu sebagian besar dari isi ladang si A sudah masuk rengkiang semuanja. Mungkin masih ada sisanja diladang. tetapi itu akan dikerdjakan sendiri oleh isteri atau anaknja. A sendiri, tidak mungkin lagi, ia asjik dengan penuaian padi diladang jang lain , karena sedjak hari kemarin sudah berturut-turut sadja gilirannja datang.

Salahnja dalam kebiasaan bahandep ini, jang terkemudian sekali umumnja sering menderita kerugian. Ketjuali itu djuga peladang-peladang jang ladangnja kurang luas, jang sedianja dapat dituainja sendiri sadja. Pertama menuai bergilir-giliran itu memakan waktu berbulan -bulan, harinja sebanjak keluarga jang ada dikampung itu. Sudah mendjadi sifat padi gunung, jaitu buahnja lekas sekali gugur dan tangkai padi lekas tua lalu merunduk. Keadaan beginilah padi peladang jang terkemudian sekali itu . Sebagian dari butir-butir padinja gugur kebumi, jang berarti tak dapat dipungut lagi lalu hilang pertjuma. Anehnja, kerugian-kerugian ini tidak terpikir oleh mereka. Dengan senang ia turun membantu tetangganja pada hari-hari jang lalu, sedang padinja sendiri sudah pada waktunja djuga dituai.

Kerugian jang kedua menimpa peladang-peladang jang kurang luas perladangannja, padahal ia sendiripun terikat dengan kebiasaan-kebiasaan tradisionil ini. Hari-hari kepunjaan masing-masingpun telah ditentukan atas permufakatan bersama. Untuk keperluan perhelatan ia mesti menjiapkan ini atau itu, mentjari babi, tuak, beras, ketan dan sebagainja. Semuanja itu kalau tidak punja tentu dengan djalan ,,pindjam" punja - kawan-kawan, jang nanti akan dikembalikan setelah musim tuai selesai. Pada hari jang telah ditentukan orangpun turunlah mempersama-samakan ladangnja itu. Tetapi sebab ladang itu memang kurang luasnja, kira-kira tengah hari pekerdjaan orang banjakpun selesai. Jang tinggal hanja berpesta-pesta sadja lagi, sambil makan minum menghabiskan makanan dan minuman perolehan berutang tadi. Direngkiang hanja setumpuk ketjil padi gabah, suatu djumlah jang mungkin tidak mentjukupi bagi keluarga tersebut.

Tjara perumahan didaerah ini djuga berbeda dibandingkan dengan pedalaman Kalimantan Timur. Orang -orang disini lebih menjukai rumah tunggal dari sistim balai, tetapi jang didiami oleh tunggal keluargapun djarang pula ada; jang terbanjak antara 2 à 3 keluarga.

Meskipun rumah-rumah mereka sudah berlainan, tetapi batinnja tetap berdjiwa kollektief, dibuktikan bila waktu ada kemalangan atau suatu pekerjaan jang menghadjatkan tenaga orang banjak, mereka tetap bersatu dan bergotong-rojong. Seseorang jang sedang sibuk dengan pekerdjaannja sendiri, tentu akan meninggalkan pekerjaannja itu . Ia tentu tidak senang tinggal sendiri dirumah, sedang orang lain beramai-ramai dengan suatu peristiwa.

Demikian antara lain tjara bertolong -tolongan antara rakjat djelata dipedalaman Kalimantan Selatan, suatu tjara jang masih mempunjai perbedaan pada umumnja dengan didaerah-daerah pesisir, tetapi djuga menundjukkan tanda-tanda kepada perubahan-perubahannja.

Proces perubahan-perubahan ini dipertjepatkan oleh kedatangan pedagangpedagang dari kota. Mereka datang keudik membawa adat dan kebiasaannja dihilir. Mereka djarang mau meminta ini dan itu kepada penduduk didaerah ini, tetapi sebaliknja djuga tidak mau memberi. Mereka mau sajur, beli - mau ikan. beli - mau telor ajam, beli, suatu tjontoh jang lambat-laun ditiru djuga oleh orang-orang diudik.

Lama-kelamaan kebiasaan ini mendjadi lumrah dikalangan mereka, meskipun pada mulanja tjara djual-beli itu hanja terdapat antara pedagang dan mereka sadja, tetapi sesama mereka tetap berlaku „,beri dan minta" . Achirnja dikalangan mereka sendiripun berubah djuga sedikit demi sedikit. Mereka sudah selalu mau dibeli sadja dan memintapun mulai segan. ,,Berat rasa lidah", katanja kalau utjapan ,,minta" itu, jang enak jaitu ,,beli "! Demikian, merekapun sudah mulai didjangkit oleh penjakit egoistisch", penjakit mendahulukan kepentingan sendiri daripada kepentingan orang lain. Semangat tolong -menolong didaerah dipedalaman ini , sama sadja dengan Kalimantan Timur atau Kalimantan Selatan, tetapi dimuaranja masih banjak menundjukkan sistim pertjampuran, jaitu pertjampuran kebiasaan-kebiasaan lama dengan kebiasaan-kebiasaan baru.

Didaerah pertjampuran ini pada mulanja sama sadja halnja dengan pedalaman, jaitu memakai kebiasaan -kebiasaan jang diwarisi dari nenek-mojang dahulu -kala. Sifat kekeluargaan sudah mendjadi darah-daging dan mendjadi pegangan utama diwaktu itu, baik waktu berdukatjita, maupun waktu bersukatjita. Dalam pergaulan hidup jang demikian itu dapatlah dibajangkan suatu kerukunan jang harmonis, terlepas dari perpentjilan hidup menjendiri.

Dimuarapun pada mulanja semangat ini merata dikalangan rakjat, tetapi keadaan ini tak dapat dipertahankan. Kedatangan orang-orang baru langsung membawa perubahan-perubahan, menjebabkan tata-hidup penduduk asli turut berubah. Tentu sadja tidak serempak perubahan -perubahan itu dan tidak semua kebiasaan itu dapat diubah diperbaharui. Ibarat pasang naik, hanja disana-sini sadja digenangi air, disana -sini masih sadja ada tanah timbul, demikian pula adat-kebiasaan ini.

Ditempat-tempat ramai, madju dan sudah banjak menerima pengaruh-pengaruh dari luar, semangat tolong -menolong sudah kurang kita rasakan, sudah kurang meriahnja dari jang semestinja semula . Dalam hal ini desakan hidup jang selalu mendorong seseorang, sehingga mau tak mau orang harus melupakan kepentingan bersama dan mengutamakan kepentingan sendiri. Selain dari desakan hidup, djuga disebabkan oleh pertjampuran berbagai -bagai suku-bangsa jang berbagai-bagai pula adat lembaga dan kebiasaannja, menjebabkan sesorang lebih suka bersikap menjendiri. Antara mereka seolah-olah tak tahu-menahu dalam beberapa hal. Sedikit kesukaran menimpa keluarganja ditahannja sendiri, pekerdjaan dikerdjakannja sendiri dan sebagainja.

Daerah Kota Besar Pontianak, dahulu dinamakan Tanah Seribu, didiami oleh penduduk asli dan pendatang. Dapat dipandang dengan njata disini, bahwa sifat dan semangat tolong - menolong terbagi dua tingkatan, tetapi tidak seberapa djauh perbedaan-perbedaannja itu. Tingkatan pertama dapat kita lihat dikampung-kampung jang tidak banjak bergaul diluar. Disini semangat tolong-menolong masih diartikan sifat kekeluargaan jang erat sekali. Seorang anggauta keluarga jang sengadja mengelakkan kebiasaan ini akan diboikot oleh sesamanja, itulah sanctienja. Mereka selalu bersatu dalam segala hal jang dianggapnja kepentingan bersama, baik dalam waktu kesukaran, maupun pada waktu kegembiraan.

Menurut mereka adat-adat ini adalah peninggalan radja-radja sebelum didjadjah bangsa asing. Diwaktu itu, rakjat selalu bergotong-rojong untuk kepentingan radja dan negeri. Mereka bergotong -rojong mengerdjakan djalanan, bergotongrojong menggali bandar dan lain-lain. Sisa-sisa semangat inilah jang masih tampak sampai sekarang. Diwaktu pendjadjahan Djepang keadaannja agak berubah, karena sudah ditjampuri oleh paksaan. Dalam tingkatan kedua, terdapat ditengah-tengah pertjampuran suku-suku bangsa.

Waktu kesukaan atau kedukaan djuga selalu bertolong-tolongan tetapi hanja bergolong - golongan. Hanja dalam hal-hal jang dianggap umum barulah kelihatan semangat keseluruhan, tetapi jang lantas dingin kembali setelah kewadjibankewadjiban itu selesai.

Dalam soal ketjil-ketjil, berpuak-puaklah jang sering dilakukan dan inilah tjara masjarakat disana bertolong - tolongan.
Gedung bersalin I.D.A. (Ibu dan Anak) di Berau dengan para perawatnja.
Pemeliharaan kesehatan rakjat didjalankan pula dengan sempurna, demikianpun dalam hal kesedjahteraan Ibu dan Anak. Gambar diatas melukiskan pemeriksaan anak-anak dan wanita hamil di Bandjarmasin.

Kesukaran perhubungan didaerah pedalaman merupakan rintangan jang tak sedikit dalam hal Memelihara Kesehatan rakjat, terutama mengundjungi poliklinikpoliklinik jang djauh terpentjil letaknja. Obat-obatan dibawa berdjalan kaki menjeberangi sungai-sungai (gamb. 4) kadang-kadang hilang pertjuma ditimpa ketjelakaan ditengahtengah riam jang dahsjat, (gamb. 5 dan 6).

Setelah selamat sampai jang ditudju, poliklinik jang kering dengan obat-obatan berbulan-bulan lamanja berisi kembali. Orang-orang desa berkerumun menjaksikan obat-obatan itu diangkat dari sampan.
Rumah ketjil-ketjil tetapi molek, ialah perumahan buruh B.P.M. di Tarakan.
Gambar diatas ialah suatu pemandangan mengenai perumahan buruh rendahan B.P.M. Balikpapan dikampung Gunung Air Terdjun.

Setelah berkumpul ditanah lapang kaum buruh berpawai keliling kota. (Gambar 3 dan 4).

Kantor Pusat dan pengurus S.K.B.M. bergambar didepan kantornja di Balikpapan. Tuntutan-tuntutan mereka kerapkali menggemparkan para madjikannja.

Buruh Tambang Arang di Balikpapan. Dengan mentjutjurkan peluh mereka memperoleh rezeki, namun demikian akan merasa senang sadja kalau perlakuan madjikan dan gadjih buruh diurus dengan patut.

Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rakjat di Samarinda telah berpuluh-puluh tahun usianja tetapi sampai sekarang tetap menjumbangkan dharma-baktinja. Balai ini adalah satu-satunja usaha rakjat kearah pendidikan nasional dipelopori oleh A.M. Sangadji almarhum. (Pada gambar beliau duduk ditengah-tengah).

Pada waktu sebelum perang, sekolah-sekolah rendah pemerintah sedikit sekali. Untuk memenuhi keinginan rakjat, tenaga-tenaga partikelir digerakkan, terutama mendirikan Sekolah-sekolah berdasar Islam atas initiatief ummat Islam.
Gambar diatas melukiskan sebuah SR Islam pada salah sebuah desa di Kalimantan Selatan. Ditengah-tengah arus pendjadjahan, „manusia2 tjilik” itu dipupuk djiwanja. Mereka djuga ingin mendjadi anggauta masjarakat jang utama dan berfaedah kalau sudah dewasa kelak.
Anak-anak jatim dipelihara oleh Djawatan Sosial Kandangan. Disamping dipelihara mereka diberikan dasar-dasar supaja dapat hidup sebagai manusia jang sempurna.


Pandu-pandu berbaris. Disamping besuka-ria pemuda-pemuda itu tidak segan-segan menjumbangkan tenaganja untuk usaha-usaha sosial.
Sementara itu djiwanja dibentuk dan ditempa waktu djiwa itu lembut dan murni. Taman Indria Bandjarmasin mewudjudkan tjita-tjita jang murni ini.


Kaum wanita di Berau selalu membandjiri Taman Batjaan jang diorganiseer oleh Djapen. Usaha kearah pendidikan Massa tampaknja berdjalan dengan lantjar.
Penjakit „buta tulis dan batja” tidak memilih bulu. Para wanita jang „boleh djuga” diatas ini, kena pula penjakit itu akibat tidak beladjar diwaktu ketjil. Untuk memenuhi panggilan zaman, merekapun giat beladjar, supaja kuntji-kuntji kemadjuan dapat pula mereka miliki.