Lompat ke isi

Himpunan Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia/Bab 1

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas

PERATURAN TATA TERBIT KOMITE NASIONAL PUSAT.

(Disahkan dalam rapat Badan Pekerja Komite Nasional Pusat tanggal 1 Desember 1949).

PERATURAN TATA-TERTIB KOMITE NASIONAL
(Disahkan dalam rapat
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat
tanggal 1 Desember 1949).

BAB I.
TENTANG KETUA DAN WAKIL KETUA

Pasal 1.

Kewajiban Ketua yang terutama, ialah:
a. Merancangkan daftar pekerjaan;
b. mengatur dan memimpin pekerjaan Komite Nasional Pusat;
c. Menjagaketertiban dalam rapat;
d. Memperhatikan dan menjaga, supaya Peraturan Tata-tertib ini diturut dengan seksama;
e. Memberi ijin untuk berbicara;
f. Menyimpulkan persoalan yang diputuskan oleh Komite Nasional Pusat;
g. Memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu;
h. Memberitahukan hasil pemungutan suara;
i. Menjalankan putusan yang diambil oleh rapat.

Pasal 2.

(1) Pada waktu diadakan perundingan, Ketua hanya boleh berbicara untuk menunjukkan di mana pada hakekatnya letaknya perselisihan atau jika pembicaraan menyimpang, ia membawa pembicaraan kembali kepada pokoknya.

(2) Jika Ketua sendiri hendak berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, ia harus meninggalkan kursi Ketua dan baru boleh menduduki kursi ini kembali, bilamana perundingan tentang soal itu telah selesai.

Pasal 3.

(1) Dalam hal, seperti yang dimaksudkan pada pasal 2 ayat (2) demikian juga, jika Ketua berhalangan, maka pekerjaan Ketua dilakukan oleh Wakil Ketua Badan Pekerja.

(2) Jika Wakil Ketua Badan Pekerja berhalangan, maka Ketua diwakili oleh anggota yang berusia paling tinggi.

BAB II.
TENTANG SEKRETARIS.
Pasal 4.

(1) Sekretaris wajib menyelenggarakan pemberitaan stenografis dari tiap-tiap rapat.

(2) Pemberitaan itu memuat juga nama-nama anggota, yang menaruh tanda-tangan dalam daftar yang dimaksudkan pada pasal 9 ayat (1) dan juga nama-nama mereka yang menyatakan setuju atau tidak ketika diadakan pemungutan suara, suatu catatan pendek tentang isi surat-surat masuk, pemberitaan-pemberitaan, usul-usul dan semua keputusan yang diambil oleh rapat.

BAB III.
TENTANG PANITIA
Pasal 5.

(1) Jika dirasa perlu, setelah berembuk dengan Wakil Ketua, Ketua mengangkat anggota, Ketua dan Wakil Ketua dari sesuatu Panitia. Pengangkatan itu dimintakan persetujuan kepada rapat.

(2) Jika dirasa perlu, Ketua setelah berembuk dengan Wakil Ketua berhak menambah anggota sesuatu Panitia. Penambahan ini diberitahukan kepada rapat Komite Nasional Pusat.

(3) Ketua tiap-tiap Panitia menyelenggarakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Tata-tertib ini.

(4) Atas permintaan Ketua Komite Nasional Pusat, Ketua tiap-tiap Panitia haus memberi laporan kepada Komite Nasional Pusat tentang pekerjaan panitianya.

(5) Ketua Komite Nasional Pusat dapat menghadiri rapat-rapat Panitia, sekalipun ia bukan anggotanya. Ia hanya boleh memberi nasehat.

(6) Perundingan dalam semua panitia dianggap sebagai rahasia.

BAB IV
TENTANG RAPAT
Pasal 6.

Presiden, Wakil Presiden, Perdana Menteri dan Menteri-Menteri mempunyai tempat duduk yang tertentu dalam rapat.

Pasal 7.

Selain rapat terbuka yang pertama, rapat menetapkan hari dan jam berapa rapat terbuka yang akan datang diadakan.

Pasal 8.
(1) Acara rapat Komite Nasional Pusat dirancang oleh Badan Pekerja.

(2) Rapat Komite Nasional Pusat mensjahkan acara tersebut.

(3) Usul untuk mengubah acara itu harus dimajukan dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 29 ayat (1).

Pasal 9.
(1) Jika datang dalam rapat, tiap-tiap anggota harus menaruh tandatangannya dalam daftar-hadir.

(2) Seorang anggota yang menanda tangani daftar-hadir dan selama waktu dilakukan perundingan meninggalkan rapat dan tidak akan datang kembali lagi, harus memberitahukan maksudnya kepada Ketua.

Pasal 10.

Setelah rapat dibuka, Ketua memberitahukan surat-surat yang masuk yang dianggapnya penting jika isi surat-surat itu meminta keputusan, ia memajukan hal itu kepada rapat.

Pasal 11.

(1) Rapat sah, jika dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota Komite Nasional Pusat seluruhnya.

(2) Jika menurut daftar hadir, pada jam pembukaan yang sudah ditetapkan, jumlah yang dimaksudkan pada ayat (1) dalam pasal ini tidak tercapai, Ketua dengan anggota-anggota yang hadir menetapkan waktu rapat yang akan datang.

Pasal 12.

(1) Rapat dapat memutuskan mengadakan rapat tertutup atas usul Pemerintah, Ketua atau usul sekurang-kurangnya 10 orang anggota.

(2) Jika bermusyawarah secara tertutup, rapat dapat memutuskan bahwa tentang hal yang dirundingkan dirahasiakan.

(3) Hal merahasiakan itu harus diperhatikan oleh semua anggota, dan juga oleh mereka yang turut mengetahui tentang yang dirundingkan itu.

Mencabut hal merahasiakan itu hanya boleh dilakukan oleh rapat yang bermusyawarah secara tertutup juga.

(4) Selanjutnya, jika dalam rapat tidak hadir seorang stenografis, maka Sekretaris membuat catatan singkat tentang perundingan.

Pasal 13.

(1) Untuk dapat berbicara dalam sesuatu giliran, lebih dulu anggota menuliskan namanya dalam daftar pembicara.

(2) Jika Ketua merasa perlu, ia berunding dengan anggota-anggota yang namanya tersebut dalam daftar itu tentang membatasi jumlah anggota yang berbicara dan lamanya tiap-tiap anggota berbicara.

(3) Urutan giliran bicara adalah menurut urutan dalam daftar pembicara, kecuali dalam hal yang istimewa menurut pendapat Ketua

Pasal 14.

(1) Anggota berbicara, sesudah mendapat ijin dari Ketua.

(2) Pembicara tidak boleh diganggu waktu mengucapkan pidatonya.

(3) Anggota berbicara berdiri di tempatnya atau di tempat yang disediakan untuk keperluan itu.

Pasal 15.

(1) Jikalau seseorang yang hadir dalam rapat mengucapkan perkataan yang menghina atau menyinggung perasaan atau ia berlaku mengganggu ketertiban, maka ia diperingatkan akan ketertiban oleh Ketua.

(2) Jika seseorang pembicara menyimpang dari soal yang dirundingkan, maka Ketua memperingatkan hal itu kepadanya, dan meminta, supaya kembali kepada soal yang dirundingkan.

(3) Jika seseorang pembicara yang telah diperingatkan masih terus mengeluarkan kata-kata yang menghina atau menyinggung perasaan, berlaku mengganggu ketertiban, atau menyimpang dari soal perundingan, maka Ketua dapat melarang ia berbicara selama ada rapat tentang soal yang dibicarakan.

(4) Atas usul Ketua, maka selama waktu yang tertentu, rapat dapat melarang seseorang anggota menghadiri rapat selanjutnya, bilamana ia dengan tingkah-lakunya mengganggu rapat untuk menyelesaikan hal-hal dengan tertib. Terhadap usul itu tidak diadakan perundingan.

Jika usul itu diterima, maka anggota itu wajib dengan segera meninggalkan ruangan rapat.

Pasal 16.

(1) Jika perlu, untuk menjaga ketertiban, Ketua menghentikan rapat atau mengundurkannya pada hari yang lain.

(2) Lamanya penghentian itu tidak lebih dari satu jam; pengunduran pada hari lain itu tidak boleh lama dari pada hari berikutnya.

(3) Kalau perlu, Ketua meminta pertolongan pihak-kekuasaan yang berwajib, untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam rapat.

Pasal 17.

(1) Kecuali yang memajukan usul tentang soal yang dibicarakan, seorang anggota tidak boleh berbicara lebih dari dua kali tentang soal pembicaraan itu, kecuali jika rapat mengijikannya.

(2) Anggota yang tidak mencatatkan namanya pada giliran pertama, tidak diperkenankan berbicara pada giliran kedua.

(3) Pada permulaan atau selama perundingan, Ketua dapat menentukan berapa lamanya anggota-anggota dapat berbicara tentang sesuatu soal pembicaraan, kecuali kalau rapat berpendapat lain.

(4) Kalau Ketua menganggap perlu, pembicaraan dilakukan dalam tiga giliran. Pada giliran ketiga, hanya boleh berbicara anggota yang sudah berbicara pada giliran pertama dan/atau kedua.

Pasal 18.

Jika waktu untuk berbicara telah lampau, maka Ketua meminta supaya pembicara berhenti. Pembicara itu haruslah segera mengabulkan permintaan itu.

BAB V

TENTANG PEMUNGUTAN SUARA

Pasal 19.

(1) Setelah perundingan tentang sesuatu soal selesai, maka rapat mulai memungut suara.

(2) Jika pemungutan suara dilakukan seorang demi seorang (hoofdelijk), maka lebih dahulu ditentukan dengan cara undian dari nomor mana pada daftar hadir akan dimulai pemungutan suara. Ketua memberi suara yang penghabisan.

(3) Jika dipanggil seorang demi seorang, maka tiap-tiap anggota wajib memberikan suaranya dengan kata-kata setuju atau tidak setuju, dengan tiada tambahan apa-apa.

(4) Suara blangko tidak diperkenankan, baik dengan lisan maupun dengan tulisan, anggota yang dengan lisan atau dengan tulisan tidak dapat memberikan suara "setuju" atau "tidak setuju", harus meninggalkan rapat pada waktu pemungutan suara dilakukan.

Jika dalam surat-suara dituliskan juga perkataan "blangko" maka anggota yang menuliskan itu dianggap tidak hadir.

(5) Jika pemungutan suara tentang soal dilakukah tertulis, maka anggota menuliskan dalam surat-suara ita: 1. namanya, 2. partainya, 3. satu daripada kata-kata: setuju atau tidak setuju dan 4. tanda tangan-nya. Ketua membentuk satu panitia, yang terdiri sekurang-kurangnya dari tiga anggota utuk menetapkan hasil pemungutan suara.

Hasil itu diumumkan oleh penitia dalam rapat dengan menyebutkan nama-nama anggota yang setuju dan tidak setuju.

(6) Jika suara tidak dipungut seorang demi seorang, pemungutan suara dapat juga dilakukan dengan cara duduk atau berdiri.

Jika kurang terang hasilnya, atas permintaan Ketua atau seorang anggota dapat hasil itu ditentukan dengan pemungutan suara secara memanggil seorang demi seorang.

(7) Jika tidak diadakan pemungutan suara secara memanggil seorang demi seorang, maka tiap-tiap anggota berhak, dengan tidak memberi alasan meminta dicatat, bahwa ia tidak setuju.

(8) Pada waktu akan mengadakan pemungutan suara, Ketua lebih dulu memeriksa, apakah jumlah anggota yang hadir dalam rapat, masih sejumlah yang dimaksudkan pada pasal 11 ayat (1).

(9) Putusan baru sah, jika diambil dengan suara-terbanyak-mutlak.

(10) Jika dalam suatu rapat, terhadap sama banyak dengan suara tidak setuju, maka pembicaraan tentang usul itu diundurkan pada rapat berikut atau pada waktu lain yang ditentukan oleh rapat.

(11) Jika dalam rapat berikutnya ini suara setuju masih sama banyaknya dengan suara tidak setuju, maka putusan diambil dengan undian.

(12) Untuk keperluan undian itu, Ketua menuliskan dalam dua surat undian masing-masing kata-kata "setuju" dan "tidak setuju". Dengan disaksikan sekurang-kurangnya oleh tiga orang anggota, Ketua meminta kepada seorang anggota untuk mengambil salah satu surat undian. Putusan jatuh menurut perkataan yang tercantum dalam surat undian ini.

Pasal 20

Pada tiap-tiap pemungutan suara tentang orang, Ketua mengangkat 3 anggota pencatat suara. Setelah Ketua memberitahukan jumlah anggota yang hadir, nama pencatat suara yang pertama dan jumlah surat-suara, maka berturut-turut oleh pencatat suara yang pertama surat suara dibaca.

Kedua pencatat yang lain mencatat suara-suara.

Akhirnya pencatat suara yang pertama mengumumkan hasil pemungutan suara. Tambahan-tambahan pada surat-suara yang tidak mengenai maksud pemungutan suara tidak dibacakan, sedang suara-suara yang diisi dengan kata "blanko" dianggap tidak sah.

Pasal 21.

Untuk tiap-tiap calon diisi satu surat-suara, yang memuat nama calon dan keterangan yang diperlukan tentang calon itu, Jika ada keragu-raguan, maka rapat memutuskan.

Pasal 22.

Untuk menetapkan suara terbanyak, maka surat-suara yang tidak diisi atau tidak diisi sebagaimana mestinya, tidak terhitung dalam jumlah suara yang sah.

Pasal 23.

(1) Suara terbanyak yang diperoleh, dinyatakan tidak sah, jika jumlah surat-suara yang masuk ternyata melebihi jumlah anggota yang telah mengeluarkan suara, dan jika kelebihan itu akan dapat mempengaruhi hasil pemungutan suara.

(2) Pemungutan suara tidak sah, jika jumlah surat-suara yang telah diisi rengan semestinya, ternyata kurang dari jumlah yang dimaksudkan pada pasal 11 ayat (1).

Pasal 24.

Jika tidak ada seorang pun yang mendapat suara terbanyak mutlak,pada pemungutan suara yang pertama, maka diadakan pemungutan suara yang kedua.

Pasal 25.

(1) Jika pada pemungutan suara yang kedua tidak ada juga yang mendapat suara-terbanyak-mutlak, maka pemungutan suara yang ketiga diadakan tentang empat orang yang memperoleh suara yang tcrbanyak.

(2) Jika pada pemungutan suara yang kedua itu tidak ada yang memperoleh suara terbanyak-mutlak dan pada pemungutan suara itu hanya diberikan suara kepada dua atau tiga orang, maka pemungutan suara yang ketiga hanya terbatas pada dua atau tiga orang ini.

Pasal 26.

Jika masih belum juga diperoleh suara terbanyak mutlak pada suara yang ketiga. maka diadakan lagi pemungutan suara keempat tentang dua orang, yang pada pemungutan suara ketiga itu beroleh suara yang terbanyak.

Pasal 27.

(1) Jika pada pemungutan suara yang kedua atau yang ketiga belum ada kepastian di antara siapa harus diadakan pemungutan suara lagi, atau pada pemungutan suara yang keempat jumlah suara sama banyaknya, maka undianlah yang menetapkan. Dalam hal yang pertama pemungutan suara diulangi di antara calon-calon yang namanya tersebut dalam dua surat-und ian, yang diambil rlari korak-undian, sedang dalam hal yang kedua, yang dinyatakan terpilih, ialah calon yang namanya tersebut dalam surat undian yang diambil pertama kali.

(2} Untuk melaksanakan putusan di atas ini, surat-surat undian dilipat dengan rapi, dimasukkan dalam kotak undian oleh salah seorang pencatat suara dan oleh pencatat suara yang lain satu-persatu diambil dan dibacakan.

BAB VI

TENTANG PENINJAU

Pasal 28.

(1) Segala tanda yang menyatakan persetujuan atau celaan dari pihak peninjau dilarang.

(2) Ketua menjaga, supaya larangan ini diperhatikan oleh peninjau dan supaya suasana selalu tenteram.

(3) Jika ada pelarangan, ia dapat meminta keluar orang yang mengganggu ketertiban atau peninjau semuanya.

(4) la berhak menyuruh mengeluarkan peninjau-peninjau yang tidak memperhatikan permintaannya, Jika perlu dengan meminta pertolongan kepada pihak kekuasaan yang berwajib.

BAB VII.

BAB TENTANG MEMAJUKAN USUL DAN LAIN-LAIN.

OLEH ANGGOTA

Pasal 29.

(1) Sekurang-kurangnya 10 orang anggota dapat meminta putusan kepada rapat tentang sesuatu soal, yang bersangkutan dengan apa yang sedang dibicarakan atau tentang sesuatu soal yang lain.

(2) Rancangan-putusan seperti yang dimaksudkan pada ayat (I),dengan disertai penjelasan, harus disampaikan kepada Sekretaris.

( 3) Usul itu selekas-lekasnya baru dapat dibicarakan dalam rapat berikut.

Pasal 30.

Sekurang-kurangnya 10 orang anggota dapat meminta persetujuan rapat untuk meminta keterangan kepada Pemerintah tentang soal-soal yang tidak termasuk dalam acara pembicaraan.

Pasal 31.

Tiap-tiap usul untuk mengadakan pengusutan (anquete) oleh anggota-anggota Komite Nasional Pusat disampaikan kepada Ketua dengan surat yang ditanda-tangani oleh sekurang-kurangnya 10 orang anggota.

Pasal 32.

Tiap-tiap anggota, untuk memperoleh keterangan, berhak memajukan pertanyaan kepada Pemerintah dengan surat yang disampaikan kepada Pemerintah dengan perantaraan Ketua.

PERATURAN TATA-TERTIB

BADAN PEKERJA KOMITE NASIONAL PUSAT

(Disahkan dalam rapat Badan Pekerja tanggal 10-6-1947))

PERATURAN TATA-TERTIB

BADAN PEKERJA KOMITE NASIONAL PUSAT

(Disahkan dalam rapat Baan Pekerja tanggal 10-6-1947)

BAB I

TENTANG KETUA DAN WAKIL KETUA.

Pasal 1.

(1) Ketua Badan Pekerja ialah Komite Nasional Pusat, yang tidak mempunyai hak-suara dalam rapat Badan Pekerja.

(2) Wakil Ketua I dan' Wakil Ketua II dipilih oleh Badan Pekerja di antara anggota-anggotanya dan kedua-duanya mempunyai hak-suara dalam rapat Badan Pekerja.

Pasal 2.

(1) Untuk melaksanakan pemilihan, yang dimaksudkan pada pasal 1 ayat (2), sekurang-kurangnya tiga anggota dapat memajukan seorsng calon dengan bersurat.

(2) Pasal 40 sampai pasal 47 berlaku dalam pemilihan ini, Calon yang dinyatakan terpilih, ialah yang mendapat suara terbanyak-mutlak (volstrekte meerderheid).

Pasal 3.

Kewajiban Ketua yang terutama, ialah :

a.merancang daftar-pekerjaan,

b.mengatur dan memimpin pekerjaan Badan Pekerja,

c.menjaga ketertiban dalam rapat,

d.memperhatikan dan menjaga, supaya Peraturan Tata-Tertib ini diturut dengan seksama,

e.memberi izin untuk berbicara,

f.menyimpulkan persoalan yang akan diputµikan oleh Badan Pekerja, dengan tidak terganggu,

g.memberi kesempatan kepada pembicara untuk mengucapkan pidatonya dengan tidak terganggu,

h.memberitahukan hasil pemungutan suara,

i.menjalankan putusan yang diambil oleh Rapat.

Pasal 4.

Pada waktu diadakan perundingan, Ketua hanya boleh berbicara untuk menunjukkan di mana pada hakekatnya letaknya perselisihan atau jika pembicaraan menyimpang, ia membawa pembicaraan kembali kepada pokoknya.

Pasal 5.

(1) Jika Ketua berhalangan, maka pekerjaan Ketua dilakukan oleh Wakil Ketua pertama.

(2) Jika Wakil Ketua pertama juga berhalangan, Ketua diwakili oleh Wakil Ketua kedua.

(3) Jika kedua-dua Wakil Ketua berhalangan, Ketua diwakili oleh anggota yang berusia paling tinggi di antara mereka yang paling lama menjadi anggota Badan Pekerja.

(4) Pemimpin rapat, yang bukan Ketua, tetap mempunyai hak suara.

(5) Jika pemimpin rapat, yang dimaksudkan pada ayat 4 dalam pasal ini, hendak berbicara tentang soal yang sedang dirundingkan, ia harus meninggalkan kursi Ketua clan baru boleh menduduki kursi ini kembali, bilamana perundingan tentang soal itu telah selesai.

BAB II

TENTANG SEKRETARIS

Pasal 6.

(1) Sekretaris Badan Pekerja bukan anggota dan diangkat, diberhentikan dan diskors oleh Badan Pekerja.

(2) Calon Sekretaris dimajukan menurut cara seperti tersebut dalam pasal 2 ayat (1).

(3) Sekretaris mengurus hal rumah tangga Badan Pekerja dan mengepalai semua pegawai Badan Pekerja.

(4) Pengawasan atas pekerjaan-mengurus, seperti yang dimaksudkan pada ayat 3 pasal ini, dilakukan oleh Panitia Urusan Rumah Tangga seperti yang dimaksudkan pada pasal 23 dalam Peraturan Tata tertib ini.

Pasal 7.

(1) Jika Sekretaris berhalangan, Sekretaris Muda melakukan pekerjaan Sekretaris dan jika Sekretaris Muda berhalangan pula, Panitia Rumah Tangga menetapkan orang yang mewakili Sekretaris.

(2) Dengan bermupakat dengan Ketua, Panitia panitia mendapat bantuan sebanyak-banyaknya dari Sekretaris, Sekretaris Muda atau lain-lain pegawai Badan Pekerja.

Pasal 8.

(1) Sekretaris wajib menyelenggarakan pemberitaan stenografis dari tiap-tiap rapat.

(2) Pemberitaan itu memuat juga nama-nama anggota, yang menaruh tanda-tangan dalam daftar yang dimaksudkan pada pasal 27 ayat ( 1) dan juga nama-nama mereka yang menyatakan setuju atau tidak setuju ketika diadakan pemungutan suara, suatu catatan pendek tentang isi surat-surat masuk, pemberitahuan-pemberitahuan usul-usul dan semua keputusan yang diambil oleh rapat.

BAB III.

TENTANG PENYELIDIKAN SOAL-SOAL

§ 1. Ketentuan Umum.

Pasal 9.

(1) Segala rancangan Undang-undang dari Pemerintah maupun yang lain-lain, diperbanyak ( dicetak, dironeo atau ditik) dan kemudian disampaikan kepada anggota-anggota Badan Pekerja.

(2) Untuk keperluan penyelidikan sesuatu soal, baik yang berkenaan dengan rancangan Undang-undang Pemerintah maupun lain lain soal, Badan Pekerja boleh membentuk Panitia.

Pasal 10.

(1) Ketua,Wakil Ketua dan anggota-anggota sesuatu panitia diangkat oleh Ketua Badan Pekerja, Pengangkatan itu dimintakan persetujuan kepada Badan Pekerja.

(2) Jika dirasa perlu, Ketua Badan Pekerja berhak menambah anggota sesuatu Panitia. Penambahan ini diberitahukan kepada rapat Badan Pekerja.

Pasal 11.

(1) Ketua tiap-tiap panitia menyelenggarakan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan mengingat kctentuan-ketentuan dalam Peraturan Tata-Tertib ini.

(2) Atas permintaan Ketua Badan Pekerja, ketua tiap-tiap panitia harus memberikan laporan kepada Badan Pekerja tentang pekerjaan panitianya.

Pasal 12.

(1) Ketua Badan Pekerja dapat menghadiri rapat-rapat panitia, sekalipun ia bukan anggota panitia. Dalam rapat itu ia hanya boleh memberi nasehat.

(2) Perundingan dalam semua panitia dianggap sebagai rahasia,

§ 2. Panitia-tetap.

Pasal 13.

(1) Sesuatu Panitia tetap, rancangan Undang-undang Pasal diselidiki dalam rapat

Pasal 14.

(1) Badan Pekerja mempunyai Iima Panitia tetap.

(2) Ketua, Wakil Ketua dan anggota-anggota tiap-tiap Panitia tersebut diangkat oleh Ketua, dengan persetujuan rapat Badan Pekerja.

(3) Waktu membagi-bagi anggota-anggota Badan Pekerja dalam lima Panitia, maka Ketua menyusun tiap-tiap Panitia sedemikian rupa,sehingga terdapat dalam tiap-tiap Panitia itu sedikit-banyaknya perwakilan berbagai-bagai aliran yang ada dalam Badan Pekerjanya.

Pasal 15.

(1) Tiap-tiap panitia memilih seorang anggotanya menjadi pelapor (rapporteur).

(2) Pelapor membuat catatan ringkas tentang perundingan dalam panitia dan mencatat nama-nama anggota yang hadir.

(3) Tiap-tiap anggota yang hadir dalam rapat Panitia dapat memajukan nota yang ditanda-tanganinya.

(4) Setelah nota itu dibacakan dalam rapat Panitia, kemudian diberikan kepada pelapor dan pelapor selanjutnya akan menyampaikan nota itu kepada Panitia-pelapor ( comrnisse van rapporteurs).

Pasal 16.

Perundingan dalam rapat Panitia dianggap sebagai rahasia, kecuali jika rapat Badan Pekerja memutuskan lain terhadap beberapa. soal yang tertentu.

Pasal 17.

(l) Pelapor-pelapor bersama-sama adalah merupakan panitia-pelapor. di bawah pimpinan Ketua Badan Pekerja dan dibantu oleh Sekretaris Badan Pekerja, yang oleh Panitia-Pelapor dapat diangkat menjadi Pelapor-umum.

(2) Panitia-pelapor menyusun Iaporan-gabungan, yang berisi kesimpulan daripada pertimbangan-pertimbangan yang di kemukakan dalam rapat Iima panitia tentang rancangan undang-undang yang sedang dirundingkan.

Pasal 18.

(1) Sesudah laporan-gabungan disahkan oleh Panitia-pelapor, maka laporan itu diperbanyak (dicetak, ditik dan dironeo], dan disampaikan kepada anggota.

(2) Laporan-gabungan disampaikan juga kepada Pemerintah, supaya Pemerintah mendapat kesempatan untuk memberi jawab bersurat atas laporan tersebut.

(3) Jawab Pemerintah ini diperbanyak (dicetak, ditik atau dironeo) dan disampaikan kepada anggota.

Pasal 19.

Setelah segala persiapan (penyelidikan) selesai, Ketua Badan Pekerja menetapkan tanggal rancangan undang-undang itu mulai dirundingkan dalam rapat terbuka.

§ 3. Seksi-seksi

Pasal 20.

Badan Pekerja mempunyai 6 seksi, yaitu :

(1) Seksi Luar Negeri memperhatikan urusan Kementerian Luar Negeri.

(2) Seksi Dalam Negeri memperhatikan: a.Kementerian Dalam Negeri, b. Kepolisian, c. Minoriteiten, d. Kementerian Kehakiman,

(3) Seksi Pembangunan memperhatikan urusan Kementerian-kementerian: a. Kemakmuran , b. Keuangan, c. Perburuhan, d.Pekerjaan Umum, e. Sosial dan f. Negara P.P.B.M.

(4) Seksi Penerangan memperhatikan urusan Kementerian Penerangan.

(5) Seksi Pertahanan Negara memperhatikan urusan Kementerian-kementerian: a. Pertahanan, b. Negara, c. Pemuda.

(6) Seksi Kemasyarakatan memperhatikan urusan Kementerian-kementerian: a. Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, b. Kesehatan, c. Agama.

Pasal 21.

(1) Anggota-anggota tiap-tiap Seksi diangkat oleh Ketua dengan persetujuan rapat Badan Pekerja.

(2) Ketua dan Wakil Ketua Seksi dipilih oleh Seksi masing-masing di antara anggota-anggotanya.

(3) Jika dirasa perlu untuk keperluan penyelidikan, Ketua dapat memasukkan seorang anggota Seksi kepada Seksi lain.

Pasal 22.

Kewajiban Seksi, ialah:

a. Memperhatikan beleid Pemerintah dalam hal-hal yang masuk urusan Seksinya,

b. memperhatikan kesulitan-kesulitan Pemerintah dalam menjalankan undang-undang; di mana perlu memberi bantuan kepada Pemerintah,

c. mendengar suara rakyat dalam hal-hal yang tersebut pada (antara lain menerima rakyat pada hari yang tertentu dan memperhatikan surat-surat yang disampaikan kepada Badan Pekerja tentang hal-hal tersebut),

d. melakukan penyelidikan atas peristiwa-peristiwa penting, baik dengan kehendak sendiri maupun atas putusan rapat,

e. memajukan usul-usul dan laporan-laporan kepada Badan Pekerja tentang soal-soal yang termasuk urusan Seksi,

§ 4. Panitia Rumah Tangga.

Pasal 23.

(1) Rapat Badan Pekerja memilih empat orang anggotanya, yang bersama-sama dengan Ketua Badan Pekerja, merupakan panitia yang dimaksudkan pada pasal 6 ayat 4 dalarn Peraturan ini.

(2) Panitia ini mengangkat, memecat dan memberhentikan semua pegawai kantor Badan Pekerja, kecuali Sekretaris.

(3) Bila putusan atas pemberhentian dan pemecatan tidak memuaskan yang bersangkutan, maka yang bersangkutan memajukan keberatannya kepada Badan Pekerja.

(4) Tiap-tiap tahun pada akhir bulan Nopember panitia menyusun rancangan anggaran Belanja Badan Pekerja (Komite Nasional Pusat) untuk belanja tahun berikut dan sesudah rancangan ini ditetapkan dalam rapat Badan Pekerja, disampaikan kepada Kementerian yang bersangkutan.

(5) Wakil Ketua diundang menghadiri rapat rapat Panitia, Dalam rapat itu ia berhak berbicara tetapi tidak mempunyai hak suara.

(6) Jika timbul perselisihan tentang isi pemberitaan stenografis (notulen), maka panitialah yang memutuskannya.

BAB IV.

TENTANG SIDANG, RAPAT TERBUKA,

RAPAT TERTUTUP DAN LAIN-LAIN

§ 1. Sidang.

Pasal 24.

(1) Badan Pekerja mengadakan sidang tiap-tiap bulan, dari tanggal 10 sampai kira-kira tanggal 25.

(2) Jika dirasa perlu, waktu bersidang sebagai ditetapkan di atas, dapat diubah.

(3) Perubahan waktu tersebut, oleh Sekretariat Negara diberitahukan kepada anggota .

Pasal 25.

(1) Anggota yang berhalangan datang menghadiri sidang, harus memberitahukan hal itu kepada Sekretaris dengan bersurat dan disertai alasan-alasan yang cukup, sebelum sidang, dimulai.

(2) Anggota, yang sesudah datang menghadiri sidang, tetapi kemudian akan pergi, dan tidak akan kembali lagi, harus memberitahukan maksudnya itu kepada Sekretariat dengan disertai alasan-alasan yang cukup.

Pasal 26.

(1) Rapat Badan Pekerja dapat mengambil tindakan terhadap anggota, yang dengan tidak memberi kabar, dalam dua kali sidang berturut-turut, tidak menghadiri lebih dari separuh daripada jumlah semua rapat dalam tiap-tiap sidang.

(2) Rapat dapat mengusulkan untuk memperhatikan anggota tersebut ; jika ia dari sesuatu partai, maka dimintakan, supaya partai yang bersangkutan menggantikannya dengan lain wakil, jika ia bukan anggota partai, maka dimintakan kepada anggota-anggota Komite Nasional Pusat yang memilikinya, mengganti anggota tersebut.

§ 2. Rapat terbuka.

Pasal 27.

(1) Jika datang dalam rapat, tiap-tiap anggota harus menaruh tanda tangannya dalam daftar-hadir.

(2) Seorang anggota yang menaruh tanda-tangan dalam daftar-hadir dan selama waktu dilakukan perundingan meninggalkan rapat dan tidak akan kembali lagi, harus memberitahukan hal itu kepada Ketua.

Pasal 28.

Setelah rapat dibuka, Ketua memberitahukan surat-surat yang masuk , yang dianggapnya penting dan jika isi surat-surat itu meminta keputusan, ia memajukan hal itu kepada rapat.

Pasal 29.

(1) Rapat sah, jika dihadiri lebih dari separuh anggota Badan Pekerja seluruhnya.

(2) Jika menurut daftar-hadir, pada jam pembukaan yang sudah ditetapkan , jumlah yang dimaksudkan pada ayat 1 dalam pasal ini tidak tercapai, Ketua dengan anggota-anggota yang hadir menetapkan waktu rapat yang akan datang.

§ 3. Rapat tertutup.

Pasal 30.

(1) Rapat dapat memutuskan mengadakan rapat tertutup atas usul Pemerintah, Ketua atau usul sekurang-kurangnya tiga orang anggota.

(2) Jika bermusyawarah secara tertutup, rapat dapat memutuskan, bahwa tentang hal yang dirundingkan dirahasiakan.

(3) Hal merahasiakan itu harus diperhatikan oleh semua anggota dan juga oleh mereka yang turut mengetahui tentang yang dirundingkan itu .

Mencabut hal merahasiakan itu hanya boleh dilakukan oleh rapat yang bermusyawarah secara tertutup juga.

(4) Selanjutnya, jika dalam rapat tidak hadir, seorang stenografis, maka Sekretaris membuat catatan singkat tentang perundingan .

§ 4. Penetapan acara.

Pasal 31.

(1) Acara untuk tiap-tiap sidang dirancang oleh Ketua Badan Pekerja bersama-sama dengan Ketua-Ketua Seksi.

(2) Terhadap rancangan acara itu, dalam rapat tiap-tiap anggota dapat mengusulkan perubahan.

Pasal 22.

(1) Supaya laporan-gabungan tentang sesuatu rancangan undang-undang dapat segera disampaikan kepada Pemerintah, maka acara panitia-panitia-tetap harus ada persamaan dalam perundingan soal-soal, yaitu tentang waktu dan tentang rancangan, undang-undang yang dibicarakan.

(2} Untuk mengatur hal yang ditetapkan di atas ini, Ketua-Ketua Panitia mengadakan perundingan.

BAB V.

TENTANG PERUNDINGAN

Pasal 33.

(1} Tiap-tiap anggota yang hendak berbicara, harus mendapat ijin lebih dulu dari Ketua.

(2) Anggota berbicara berdiri pada tempatnya atau pada tempat yang tertentu untuk keperluan itu.

Pasal 34.

Kecuali dalam hal-hal yang istimewa menurut pendapat Ketua, Ketua memberi ijin untuk berbicara menurut catatan giliran permintaan.

Pasal 35.

(1) Jika seseorang yang hadir dalam rapat mengucapkan perkataan yang menghina atau menyinggung perasaan atau ia berlaku mengganggu ketertiban, maka ia diperingatkan akan ketertiban oleh Ketua.

(2) Jika seseorang pembicara menyimpang dari soal yang dirundingkan, maka Ketua memperingatkan hal itu kepadanya dan meninta,supaya ia kembali kepada soal yang dirundingkan.

(3) Jika seseorang anggota yang telah diperingatkan masih terus mengeluarkan kata-kata yang menghina atau menyinggung perasaan, berlaku menganggu ketertiban, atau menyimpang dari soal perundingan, maka Ketua dapat melarang ia berbicara selama ada rapat tentang soal yang dibicarakan.

(4) Atas usul Ketua, maka selama waktu yang tertentu, rapat dapat melarang seorang anggota menghadiri rapat selanjutnya, bilamana ia dengan tingkah-lakunya mcngganggu rapat untuk menyelesaikan hal-hal dengan tertib, Terhadap usul itu tidak diadakan perundingan. Jika usul itu diterima, maka anggota itu wajib dengan segera meninggalkan ruangan rapat.

Pasal 36.

(1) Jika perlu untuk menjaga ketertiban, Ketua menghentikan rapat atau mengundurkannya pada hari yang lain.

(2) Lamanya penghentian itu tidak lebih dari satu jam; penguduran pada hari yang lain itu tidak boleh lebih lama dari pada hari berikutnya.

(3) Kalau perlu, Ketua dapat meminta pertolongan pihak kekuasaan yang berwajib untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam rapat.

Pasal 37.

(1) Pembicara pada giliran pertama membentangkan pendapatnya dengan jalan membacakan pidatonya yang ditulis lengkap.

(2) Pembicara pada giliran berikutnya harus menyampaikan pokok-pokok pidatonya kepada Sekretaris, sesudah ia berpidato.

(3) Anggota yang tidak berbicara pada giliran pertama boleh berbicara pada giliran kedua.

(4) Anggota yang tidak berbicara pada giliran pertama atau kedua tidak boleh berbicara pada giliran ketiga.

(5) Anggota yang pada pembukaan sesuatu giliran tidak meminta dicatat namanya, tidak diperkenankan berbicara dalam giliran itu.

Pasal 38.

(1) Pada permulaan atau selama perundingan, Ketua dapat menentukan berapa lamanya anggota-anggota dapat berpidato tentang sesuatu soal pembicaraan, kecuali, kalau rapat berpendapat lain.

(2) Jika waktu yang ditentukan untuk berbicara telah lampau, maka Ketua meminta, supaya pembicara berhenti, Pembicara itu haruslah segera mengabulkan permintaan itu.

TENTANG PEMUNGUTAN SUARA.

BAB VI.

§ 1. Dengan lisan

Pasal 39.

(1) Setelah perundingan tentang sesuatu soal selesai, maka rapat mulai memungut suara.

(2) Jika pemungutan suara dilakukan seorang demi seorang (hoofdelijk), maka lebih dulu ditentukan dengan cara undian, dari nomor mana pada daftar-abjad akan dimulai pemungutan suara.

(3) Untuk melaksanakan yang tersebut di atas, Ketua mengambil sepotong kertas bergulung dari sebuah kotak, yang berisi gulungan-gulungan kertas, yang memuat nama serta nomor daftar-abjad dari anggota yang hadir dalam rapat. Pemungutan suara dimulai dari nomor tersebut.

(4) Jika dipanggil seorang demi seorang, maka tiap-tiap anggota wajib memberikan suaranya dengan kata-kata "setuju" atau "tidak" dengan tiada tambahan apa-apa. Ucapan "blangko" tidak dibolehkan.

(5) Jika suara tidak dipungut seorang demi seorang, pemungutan suara dapat juga dilakukan dengan cara duduk atau berdiri. Ketua memberitahukan hasil pemungutan suara kepada sidang.

Jika kurang terang hasilnya, atas permintaan Ketua atau seorang anggota dapat hasil itu ditentukan dengan pemungutan suara secara memanggil seorang demi seorang.

(6) Rapat dapat memutuskan pemungutan suara tertulis atau usul Ketua atau usul dari sekurang-kurangnya tiga orang anggota.

(7) jika tidak diadakan pemungutan suara secara memanggil seorang demi seorang, maka tiap-tiap anggota berhak, dengan tidak memberi alasan, meminta dicatat , bahwa ia tidak setuju.

(8) Pada waktu akan mengadakan pemungutan suara, Ketua lebih dulu memeriksa, apakah jumlah anggota yang hadir dalam rapat, masih sejumlah yang dimaksudkan pada pasal 29 ayat (1).

(9) Putusan baru sah, jika diambil dengan suara terbanyak-mutlak.

(10) Jika dalam sesuatu rapat, terhadap sesuatu usul, suara setuju sama banyak dengan suara tidak setuju, maka pembicaraan tentang usul itu diundurkan pada rapat berikut atau pada rapat yang ditentukan oleh sidang.

(11) Jika pada rapat berikutnya ini suara setuju masih sama banyak dengan suara tidak setuju, maka keputusan diambil dengan undian.

(12) Untuk Ketua mempersilahkan seorang anggota mencabut sebuah nomor dari kotak yang tersebut pada ayat (3) pasal ini. Putusan jatuh kepada suara yang telah dikeluarkan oleh anggota yang mempunyai nomor itu.

§ 2. Pemungutan suara.

Tentang orang.

Pasal 40.

Pada tiap-tiap pemungutan suara tentang orang, Ketua mengangkat tiga anggota pencatat suara. Setelah Ketua memberitahukan jumlah anggota yang hadir, nama pencatat suara yang pertama dan jumlah surat-suara, maka berturut-turut oleh pencatat sura yang pertama surat suara dibaca. Yang lain berdua mencatat suara-suara. Akhimya pencatat suara yang pertama mengumumkan hasil pemungutan suara. Tambahan tambahan pada suara-suara yang tidak mengenai maksud pemungutan suara tidak dibacakan, sedang suara-suara yang diisi, dengan kata "blangko" dianggap tidak sah.

Pasal 41.

Untuk tiap-tiap calon diisi satu surat-suara, yang memuat nama calon dan keterangan yang diperlukan tentang calon itu. Jika ada keragu-raguan, maka rapat memutuskan.

Pasal 42.

Untuk menetapkan suara terbanyak, maka surat-suara yang tidak diisi atau tidak diisi sebagaimana mestinya, tidak terhitung dalam jumlah suara yang sah.

Pasal 43.

(1) Suara terbanyak yang diperoleh, dinyatakan tidak sah, jika jumlah surat-suara yang masuk ternyata melebihi jumlah anggota yang telah mengeluarkan suara.

(2) Pemungutan suara tidak sah, jika jumlah surat-suara yang telah diisi dengan semestinya, ternyata kurang dari jumlah yang dimaksudkan pada pasal 29 ayat (1).

Pasal 44.

Jika tidak ada seorangpun yang mendapat surat suara terbanyak mutlak pada pemungutan suara yang pertama, maka diadakan pemungutkan suara yang kedua.

Pasal 45.

(1) Jika pada pemungutan suara yang kedua tidak ada juga yang mendapat suara terbanyak. mutlak, maka pemungutan suara yang ketiga diadakan tentang empat orang yang memperoleh suara yang terbanyak.

(2) Jika pada pemungutan suara yang kedua itu tidak ada yang beroleh suara terbanyak mutlak dan pada pemungutan suara itu hanya diberikan suara kepada dua atau tiga orang, maka pemungutan suara yang ketiga hanya terbatas pada dua atau tiga orang ini.

Pasal 46.

Jika masih belum juga diperoleh suara terbanyak mutlak pada pemungutan suara yang ketiga, maka diadakan lagi pemungutan suara keempat tentang dua orang, yang pada pemungutan suara ketiga itu beroleh suara yang terbanyak.

Pasal 47.

(1) Jika pada pemungutan suara yang kedua atau yang ketiga belum ada kepastian di antara siapa harus diadakan pemungutan suara lagi, atau pada pemungutan suara yang keempat jumlah suara sama banyaknya, maka undianlah yang menetapkan. Dalam hal yang pertama pemungutan suara diulangi di antara calon-calon yang namanv a tersebut dalam dua surat-undian, yangdiambil dari kotak-undian, sedang dalam hal yang kedua , yang dinyatakan terpilih, ialah calon yang namanya tersebut dalam surat undian yang diambil pertama kali.

(2) Untuk melaksanakan putusan di atas ini, surat-surat undian dilipat dengan rapat, dimasukkan dalam kotak-undian oleh salah seorang pencatat suara dan oleh pencatat suara yang lain satu persatu dan dibacakan.

BAB VII.

TENTANG CARA ANGGOTA MEMPERGUNAKAN

HAKNYA

§ 1. Memajukan usul.

Pasal 48.

(1) Sekurang-kurangnya tiga orang anggota dapat meminta putusan kepada rapat tentang sesuatu hal, yang bersangkutan dengan soal yang sedang dibicarakan atau tentang sesuatu hal yang lain.

(2) Rancangan putusan seperti yang dimaksudkan pada ayat (1) pasal ini, dengan disertai penjelasan, harus disampaikan kepada sekretaris.

(3) Usul itu selekas-lekasnya baru dapat dibicarakan daiam rapat berikut.

§ 2. Interperlasi

Pasal 49.

Sekurang-kurangnya tiga orang anggota dapat meminta persetujuan rapat untuk meminta keterangan kepada Pemerintah tentang soal-soal yang tidak termasuk dalam acara pembicaraan.

Pasal 50.

(1) Pertanyaan ini dapat dimajukan atas nama Badan Pekerja, asal semua pernyataan dirundingkan lebih dulu bersama-sama dalam rapat Badan Pekerja yang tertutup.

(2) Jika dipandang perlu, pertemuan dengan Wakil Pemerintah dilakukan dalam rapat tertutup.

Pasal 51.

Jika pertanyaan-pertanyaan (interpelasi) ini dilakukan atas nama Badan Pekerja, maka dalam pertemuan dengan Wakil Pemerintah ialah Ketua Seksi yang bersangkutan yang memajukan pernyataan ini.

Pasal 52.

Sesudah mendengar jawab-jawab Wakil Pemerintah, maka Ketua Badan Pekerja memberi kesempatan melanjutkan tanya jawab ini sampai instansi ketiga.

Pasal 53.

Sehabis interpelasi, maka anggota-anggota Badan Pekerja merundingkan jawab Wakil Pemerintah dalam rapat tertutup untuk menimbang tindakan apa yang kiranya perlu diambil lebih jauh.

§ 3. Mengadakan pemungutan

Pasal 54.

Tiap-tiap usul untuk mengadakan pemungutan (anquete) oleh anggota-anggota disampaikan kepada Ketua dengan surat yang ditandatangani oleh sekurang-kurangnya tiga orang anggota.

Pasal 55.

Kalau usul di atas ini diterima oleh rapat Badan Pekerja, maka putusan ini diberitahukan oleh Ketua kepada Kementerian atau Jawatan yang bersangkutan.

Pasal 56.

Enquete ini dapat juga diusulkan sebagai tindakan sesudah melakukan interpelasi yang tidak memberi kepuasan kepada Badan Pekerja.

Pasal 57.

Anggota-anggota yang oleh rapat ditunjuk untuk melakukan enquete ini menerima surat resmi dari Ketua Badan Pekerja.

Pasal 58.

(1) Laporan anggota-anggota ini harus dibagikan kepada semua anggota untuk kemudian dirundingkan dalam rapat tertutup.

(2) Kesimpulan-kesimpulan yang diambil dalam perundingan ini merupakan bahan bagi usul atau rencana undang-undang dari pihak Badan Pekerja kepada Pemerintah.

§ 4 . Memaju kan pertanyaan

Pasal 59.

Tiap-tiap anggota, untuk memperoleh keterangan, berhak memajukan pertanyaan kepada Pemerintah dengan surat yang disampaikan kepada Pemerintah dengan perantaraan Ketua.

Pasal 60.

Pertanyaan anggota dan jawab Pemerintah dibacakan, oleh Ketua dalam rapat Badan Pekerja yang tertutup.

BAB VIII.

TENTANG PERHUBUNGAN DENGAN RAKYAT

Pasal 61.

(1) Selama Badan Pekerja bersidang, maka sekurang-kurangnya satu hari disediakan untuk anggota-anggota menerima rakyat yang ingin menyampaikan keluh kesah, keberatan, pendapatan atau usul. Tamu-tamu ini diterima oleh masing-masing Seksi menurut sifat perkara yang disampaikan.

(2) Untuk maksud ini, anggota-anggota Seksi harus hadir menurut giliran.

BAB IX.

TENTANG PENINJAU.

Pasal 62.

(1) Segala tanda yang menyatakan persetujuan dan/atau celaan dari pihak peninjau dilarang.

(2) Ketua menjaga, supaya larangan ini diperhatikan oleh peninjau dan supaya suasana selalu tenteram.

(3) Jika ada pelanggaran, Ketua dapat meminta keluar orang yang mengganggu ketertiban atau peninjau semuanya.

(4) Ketua berhak menyuruh mengelurkan peninjau-peninjau yang tidak memperhatikan permintaannya; jika perlu dengan meminta pertolongan kepada pihak kekuasaan yang berwajib.