Hikajat Nawaroetji

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Hikajat Nawaroetji
oleh Anonim

Hikajat Nawaroetji ialah sebuah versi dalam bahasa Melayu dari sebuah teks yang asalnya berasal dari Jawa. Teks yang disajikan di bawah ini berasal dari khazanah naskah N.H. van der Tuuk yang sekarang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden, Negeri Belanda dengan kode Codex Orientalis 3240. Teks ini menggunakan ejaan Van Ophuijsen.

Sumber:

  • Poerbatjaraka. 1940. 'Dewaroetji' in Djawa. Jogjakarta: Java Instituut

Hikajat Nawaroetji

Alkesah maka terseboet . . . . . batara Goeroe. Adapoen kepada tatkala itoe bagindapoen . . . . . doedoek dibalai Poealam, dihadap oléh sagala déwa-déwa dan indera-indera sekalian. Setelah dilihat oléh batara Goeroe akan sang Bima itoe mati ditengah laoet sebab dianiaja oléh goeroenja itoe, maka batara Goeroepoen marah seraja (katanja): ,,lihatlah dang hiang Drona, dari pada ia mendengarkan pinta Doerjodana itoe, maka Pandawa diboenoehnja. Baiklah, hai dang hiang Drona, pada kamoedian harinjapoen jang kematianmoe itoepoen dalam perang Pandawa lima djoega.

Setelah soedah baginda bertitah itoe, maka batara Goeroepoen toeroenlah meroepakan dirinja seperti pandita jang bernama bagawan Nawaroetji laloe ia toeroen kepoesat laoet itoe. Maka diperboeatnja oléh batara Goeroe pada laoet itoe soeatoe poelau dan soeatoe maligai emas bertatahkan ratna moetoe manikam ditengah laoet itoe. Maka bagawan Nawaroetjipoen doedoeklah diatas maligai itoe, maka majit sang Bimapoen terdamparlah kepada poelau emas itoe. Maka dihidoepkan oléh batara Goeroe, maka sang Bimapoen hidoeplah, laloe ia bangoen melihat dirinja terdampar kepada soeatoe poelau ditengah laoet, ada poela seboeah maligai emas bertatahkan ratna moetoe manikam, terlaloelah indah-indah roepanja. Maka hairanlah melihat dia, laloe ia berdjalan dalam poelau emas mendapatkan maligai itoe.

Setelah hampir, maka dilihatnja ada saorang pandita doedoek diatas maligai itoe. Maka sang Bimapoen hendak berdjalan kemaligai itoe, maka sang Bimapoen terpoesing-poesing mentjari djalan tiada djoega bertemoe, maka iapoen sesat /2/ makin djaoeh dari pada maligai itoe. Maka bagawan Nawaroetjipoen toeroenlah mendapatkan sang Bima, seraja katanja: ,,hai Bima, hendak kemana engkau ini." Maka kata sang Bima: ,,hai pandita, siapa engkau ini, maka tahoe akan ngakoe". Maka kata bagawan Nawaroetji: ,,hai Bima akoelah jang bernama bagawan Nawaroetji, jang empoenja poelau emas ini. Djangankan engkau ini tiada koekenal, sedang ninik mojangmoepoen akoe kenal, dan pekerdjaanmoe datang kemari inipoen akoe tahoe, karana disoeroehkan oléh goeroemoe dang hiang Drona mengambil air kawitra itoe.

Akan tetapi boe­kannja engkau ini disoeroehnja benar sahadja, engkau hendak diboenoehnja. Maka disoeroehnja engkau kepada tempat jang soekar ini, karena tiadalah pernah manoesia jang ang sampai kemari, Itoelah sebabnja soepaja engkau mati".

Setelah sang Bima mendangar kata bagawan Nawaroetji demikian itoe, maka sang Bimapoen pikir dalam hatinja:" banarlah seperti kata pandita ini, karana akoepoen soedah dilarang oléh batara Indra, dari pada akoe djoega hendak melihat air kawitra itoe. Adapoen ka­pada bitjarakoe, akan pandita itoepoen déwa djoega, boekannja -manoesia. Tiada akan manoesia doedoek dipoelau ini". Setelah Bima soedah pikir ini, maka kata sang Bima: hai Nawaroetji, dari mana datangmoe maka engkau menda­patkan akoe ini ?" Maka kata bagawan Nawaroetji: ,,hai kaki Bima, dari selamanjapoen akoe doedoek kepada poe-sat laoet ini." Maka kata sang Bima : „djika demikian, dimanakah tempatnja air kawitra jang dipoesat laoet ini ?" Maka kata bagawan Nawaroetji : hai Bima, poelanglah engkau, balaskan ke­matianmoe jang ditengah laoet ini. Jang air kawitra dipoesat (laoet) ini, /3/ apa­tah goenanja kauambil, karena engkau ini tiada disoeroehnja mengambil air ini, sahadja hendak disoeroehnja mati. Akan sekarang sigralah engkau poelang, balaskanlah kematianmoe kepada dang hiang Drona itoe, karena ia tiadalah benar hatinja kepadamoe" Maka kata sang Bima : „akoe takoet akan malapatakanja melaloei itoe, bertambah-tam­bah poela mala-patakakoe" Maka kata bagawan Nawaroetji ; „hai Bima, tiada­lah engkau kena mala-patakanja, kerena lain goeroe, jang memerikan mala-pata­kanja itoe. Adapoen akan goeroemoe itoe, djahat pekertinja, hendak memboenoeh engkau ; dan segala barang katanja kepa­damoe itoe tiada soenggoeh. Sebab itoelah maka tiada kena mala-patakanja. Akan tetapi djangan ia kauboenoeh, sehingga kaupaloe djoega, soepaja ia tahoe akan dirinja tiadalah ia maoe berboeat djahat kepadamoe lagi". Setelah sang Bi­ma mendangar kata bagawan Nawaroetji itoe, maka kata sang Bima : „djika demikian, baiklah akan sekarang ini apa perikoe hendak berdjalan poelang, karena akoe datang kemari ini didampar oléh haroes, maka bertemoe dengan engkau". Maka kata bagawan Nawaroetji : ,hal Bima, djanganlah engkau sangat bertjinta, karena ada soeatoe kesaktiankoe, na-mania adji Djalasengara, boléhkan eng­kau berdjalan diatas air", Setelah dide­ngar oleh sang Bima akan kata bagawan Nawaroetji itoe demikian, maka iapoen terlaloelah soekatjita hatinja. Maka kata sang Bima : ,,djikalau ada kasihmoe, adjarkanlah akoe adji Djalasengara itoe, soepaja boléh akoe poelang mendapat­kan si Drona itoe".

Maka bagawan Nawaroetjipoen me­ngadjarkan kepada sang Bima adji Djalasengara itoe. Setelah soedah, maka sang Bima poen /4/ bermohonlah kepa­da bagawan Nawaroetji itoe, ]aloe ia berdjalan ditengah poelau toe. Setelah sampailah ketepi poelau emas itoe, maka sang Bimapoen membatja adji -Diala­sengara; soedah itoe laloelah ia berdjalan diatas air itoe. Setelah ia sampai kete‑

ngah laoet, maka sang Bimapoen menoléh kebelakang, maka dilihatnja poelau emas dan bagawan Nawaroetji itoepoen telah ghaiblah, tiada kelihatan lagi kepada mata sang Bima, Maka pikir sang Bima: „soenggoehlah ia ini déwa, karena ti­adalah pernah manoesia doedoek kepada poesat tasik ini".

Setelah demikian, maka sang Bima- poenberdjalanlah diatas air itoe, berapa antaranja ia berdjalan itoe, maka iapoen sampailah kedarat. Maka didalam hati sang Bima: „adapoen akoe ini djika akoe poe-lang mendapatkan saudarakoe dan iboe­koe, nistjaja dilarangkannja akoe djoega demikian. Baiklah dari sini akoe pergi mendapatkan dang hiang Drona itoe". Setelah demikian, maka sang Bimapoen berdjalanlah menoedjoe ing Asoka-pantja itoe. Berapa antaranja berdjalan, maka sang Bimapoen sampailah ka ng Asoka­pantja, laloe masoek mendapatkan dang hiang Drona.

Adapoen kepada tatkala itoe dang hiang Dronapoen doedoek dihadap oléh patih Sangkoeni dan segala radja-radja Kora­wa, lagi berbitjarakan sang Bima. Maka kata dang hiang Drona : „hai anakkoe Doerjodana, kapada bitjarakoe ini, ma­tilah soedah Bima itoe, karana sahari samalam ia tiada datang". Maka kata maharadja Doerjodana : „soenggoehlah seperti titah toeankoe itoe". Maka pada ketika itoe djoega sang Bimapoen datang­lah, laloe ia doedoek dengan marahnja. Setelah dilihat oléh dang hiang Drona akan /5/ sang Bima datang itoe lain lakoenja, maka iapoen héranlah seraja diboedjoeknja dengan segala kata jang manis-manis: "hai anakkoe sang Bima, boléhkah air kawitra itoe. Djikalau tiada boléhpoen soedahlah djanganlah anak­koe berlelah lagi ; biarlah ajahanda pergi sendiri mengambil air itoe." Maka sang Bimapoen berkata kepada dang hiang Drona, katanja : „hai Drona, boekannja akoe engkau soeroeh mengambil air ka-witra kepoesat laoet itoe sahadja, akoe ini hendak kauboenoeh djoega.

Hai Drona, djikalau moerid itoe haroeslah memboenoeh goeroe. Sekaranglah engkau koeboenoeh; akan tetapi engkau rasaïlah bekas tangankoe ini". Setelah didengar oléh maharadja Doerjodana dengan segala saudaranja jang seratoes doea lapan orang itoe akan kata sang Bima demikian itoe, maka sekaliannjapoen takoet gemetar toeboeh‑ nja. Setelah soedah sang Bima berkata itoe, maka iapoen (berdiri) dart tempat doekoek, laloe ditangkapnja pinggang dang jang Drona seraja ditarapnja terdjoeroemoes; maka oléh sang Bima ditamparnja toeboehnja dan digotjohnja.