Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Waktu dia memperdengarkan suatu suara pelahan, kuda itu lantas menghentikan tindakannja, tepat kurang lebih tiga-empat tindak dari rombongan piauwsoe itu.

Tjeng Loen heran atas kedatangan orang itu, tepat pada waktu matjam itu. Ia menoleh dan mengawasi sedjenak. Ia melihat orang itu seperti tidak mengerti ilmu silat. Iapun lihat orang itu tidak kenal sinona, maka hatinja mendjadi lega.

Boe Djin Tjoen djuga tidak perhatikan penunggang kuda itu. Ia hanja merangkap kedua tangannja, untuk berkata kepada si Nona Yan „Yan Kouw-nio, maafkan kami. Sungguh kami tidak tahu tempat kediaman nona adalah disini, hingga kami belum mempunjai kesempatan untuk membuat kundjungan. Akupun hendak mendjelaskan, keluarnja kami kali ini adalah karena sangat ter- paksa, sebab leher kami seperti sudah dikalungi. Mau atau tidak,kami mesti melakukan perdjalanan. Kouw-nio, sudilah kau memandang kepada sesama kaum Rimba Persilatan, supaja kau suka memberi perkenan kami lewat disini ?”

Kata itu sangat merendah, mendengar itu, si Nona Yan mengangguk seraja terus tertawa.

„Djikalau demikian adanja,” ia menjahut, „silakan Boe Piauwtauw tinggalkan itu lima-ribu tali emas lembaran jang sipembesar djahat itu berniat mengirimkan sebagai persembahan kekota radja!”

Mendengar perkataan sinona, panas hati Tjeng Loen. Memang ia sudah tidak puas terhadap muridnja, jang bitjara setjara demikian rendah, jang ia anggap sangat menurunkan deradjatnja. Ia lompat kedepan sambil menggerakkan goloknja.

„Enak sekali kau bitjara !" ia menegur. „Djikalau limaribu tail emas ini kamu ambil, habis dengan apa aku menggantinja nanti ? Rupanja bitjara sadja tidak ada artinja, dari itu, marilah kita mengambil keputusan dengan djalan tinggi dan rendahnja kepandaian kita!"

„Bagus!" djawab sinona, tapi sikapnja tetap tenang, malah pedangnja dari tangan kiri ia tidak geser ketangan kanannja.

Tanpa sungkan lagi, Tjian Tjeng Loen bertindak lebih djauh. Udjung goloknja terus mengarah dada sinona.

Nona itu berlaku sabar, baru setelah udjung golok hampir tiba, ia mengegos kesamping dan pedangnja menjambar, guna membalas menjerang.

46