Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/47

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

kukan perdjalanannja. Tapi iapun harus segera melanjutkan perdjalanan dari Tiangkeng-tin itu. Ia tidak dapat berdiam sadja dikota itu. Dia pasti hilang muka kalau dia mutar di Tiangkeng tin.

Maka guru dan murid ini mengeram diri didalam kamarnja. Sampai waktu lama, mereka tidak memperoleh akal. Ketika datang hari kedua, terpaksa siguru menuruti pikiran muridnja. Pagi² sekali, Tjeng Loen keluar dari hotel, pergi kebengkel alat sendjata, untuk membeli duaratus peluru serta sebatang busurnja. Untuk sementara, terpaksa mesti dipakai sendjata biasa itu.

„Mari kita berangkat !" Tjeng Loen mengadjak rombongannja. Kali ini, ia berlaku sangat waspada. Perdjalanan djuga dilakukan dengan tjepat. Hal ini membuat In Soeya dan jang lainnja menggerutu, sebab mereka hampir tak dapat bernapas......

Tjeng Loen dan muridnja membiarkan orang pentang batjot. Ia ingin tiba di Kang-im sebelum langit mendjadi gelap. Hampir tengah.hari, ia masih djalan terus, hingga In Soeya dan kawan nja letih dan lapar, bukan main penasaran mereka terhadap piauwsoe itu.

Rombongan ini berdjalan terus sampai mereka tiba disebuah djalanan jang makin lama makin sempit dan dikiri dan kanan banjak pepohonannja. Itulah Hek-hie-pouw, tempat tersohor dimana suka ada begal muntjul. Dan memang tiba sadja terdengar mengaungnja dua batang panah-njaring, jang dilepaskan dari dalam rimba!

Boe Djin Tjoen ajun tjambuknja, untuk mengaburkan kudanja. guna kabur terus, supaja bisa melintasi tempat berbahaja itu. Tapi Tjeng Loen sebaliknja menahan kudanja. Dia lompat turun sambil berseru „Kenapa kau tidak hendak lekas turun dari kudamu ? Apakah kau telah lupa aturan kaum kang-ouw ?"

Ditegur begitu, Djin Tjoen batal mengaburkan kudanja, ia malah menahannja, dan segera bendera piauw ditangannja, digojangkan hingga tiga kali, kemudian dengan mata djelilatan, ia memperdengarkan suaranja: Sahabat² sedjalan, terimalah hormat kami! Kami adalah rombongan Thay-tjhong Ban Seng Piauw Kiok. Kami mohon sahabat suka memberi muka kepada kami, untuk kami lewat disini, nanti lain hari kami akan membuat kundjungan!"

Tjeng Loen sendiri sudah mengumpulkan rombongannja. Ia berdiri didepan mereka itu, matanja dipasang, sendjatanja siap sedia.

44