Halaman:Warisan Seorang Pangeran 01.pdf/37

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

ngan begitu sadja. Sebaliknja, piauw mesti dibawa terus, apa djuga mengantjam dihadapan mereka.

„Dia litjik, dia mesti dikasi sedikit adjaran ...... ” Djin Tjoen berpikir. Maka ia lantas menggertak pula, akan achirnja bilang : „Sekarang setelah keadaan terlandjur begini, kita harus berlaku tenang. Kau sabar sadja, hendak aku berdamai dengan guruku”.

Lantas piauwsoe muda ini keluar, untuk tjari gurunja, agar mereka berdua dapat melakukan perundingan, ‘supaja piauw itu dapat Laiieks aman dibawa ke Haytjioe.

Tjeng Loen masih mendongkol, ia mengutuk kalang kabutan.

„Djin Tjoen, benar² hebat !" katanja kemudian. „Kau tahu, selama duapuluh tahun lebih, belum pernah aku mengantar piauw gelap. Tjoba kau bilang, diperdjalanan kita ini, siapakah orang jang baru muntjul ?"

Murid itu mengkerutkan keningnja.

„Soehoe", katanja tjepat, „tentunja soehoe ketahui baik suasana selama tiga-empat tahun ini. Benar kota Lamkhia telah dipukul djatuh Tjan Kok Hoan, tetapi saudara Ang Sioe Tjoan banjak jang telah terpentjar kesegala pendjuru dan dikedua tepi sungai Tiang Kang tak sedikit muntjul orang baru kaum Rimba Hidjau, jang semuanja memelihara rambut pandjang. Djikalau mereka itu ketahui tentang harta besar Ie Tiehoe dari Souw-tjioe ini, mana mereka sudi melepaskannja? Kelihatannja, soehoe, sukar diharap jang kita bakal dapat lewat dengan tak kurang suatu apa......"

Tak ragu² murid ini mengutarakan ketjemasannja.

„Dasar tjelaka !" seru Tjeng Loen dengan sengit, tangan kirinja mengenai keras sepasang bidji toh jang litjin-mengkilap dan tangan kanannja menarik djanggutnja hingga dia mirip seekor harimau dalam kerangkeng......

Boe Djin Tjoen berdiam, tetapi otaknja bekerdja. Kemudian ia berkata:

„Mulanja kita menduga tiehoe rakus itu sangat menjajangi puterinja, jang ia kuatir nanti dapat tjelaka ditengah djalan, maka ia suruh sisoeya mendesak kita untuk melindunginja. Begitulah kita berangkat tanpa menaikkan bendera, tanpa membawa seorang pegawai djuga".

„Memang untuk mengantar satu nona, buat apa kita pakai segala aturan piauwkiok? Sekarang semua sudah mendjadi djelas.

34