tjukup bagi keperluan-keperluannja jang chusus (hak guna-usaha, hak guna-bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41). Dengan demikian maka dapat ditjegah usaha-usaha jang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas tanah jang dipunjai dengan hak milik (pasal 17).
Meskipun pada dasarnja badan-badan hukum tidak dapat mempunjai hak milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan masjarakat jang sangat erat hubungannja dengan faham keagamaan, sosial dan hubungan perekonomian, maka diadakanlah suatu „escape-clause” jang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunjai hak milik. Dengan adanja „escape-clause” ini maka tjukuplah nanti bila ada keperluan akan hak milik bagi sesuatu atau sesuatu matjam badan hukum diberikan dispensasi oleh Pemerintah, dengan djalan menundjuk badan hukum tersebut sebagai badan-badan hukum jang dapat mempunjai hak milik atas tanah [pasal 21 ajat (2)]. Badan-badan hukum jang bergerak dalam lapangan sosial dan keagamaan ditundjuk dalam pasal 49 sebagai badan-badan jang dapat mempunjai hak milik atas tanah, tetapi sepandjang tanahnja diperlukan untuk usahanja dalam bidang sosial dan keagamaan itu. Dalam hal-hal jang tidak langsung berhubungan dengan bidang itu mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.
(6). Kemudian dalam hubungannja pula dengan azas ke bangsaan tersebut diatas ditentukan dalam pasal 9 ajat (2), bahwa: „Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunjai kesempatan jang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnja, baik bagi diri sendiri maupun keluarganja”.
Dalam pada itu perlu diadakan perlindungan bagi golongan warganegara jang lemah terhadap sesama warganegara jang kuat kedudukan ekonominja. Maka didalam pasal 26 ajat (1) ditentukan, bahwa: „Djual beli, penukaran penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain jang dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannja diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan inilah jang akan merupa kan alat untuk melindungi golongan-golongan jang lemah jang dimaksudkan itu.
Dalam hubungan itu dapat ditundjuk pula pada ketentuan ketentuan jang dimuat dalam pasal 11 ajat (1), jang bermaksud mentjegah terdjadinja penguasaan atas kehidupan dan pekerdjaan orang lain jang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agraria, hal mana bertentangan dengan azas keadilan sosial jang berperikemanusiaan. Segala usaha bersama dalam lapangan agraria harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional (pasal 12 ajat (1)) dan Pemerintah berkewadjiban untuk mentjegah adanja organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria jang bersifat monopoli swasta (pasal 13 ajat (2)).
Bukan sadja usaha swasta, tetapi djuga usaha-usaha Pemerintah jang bersifat monopoli harus ditjegah djangan sampai merugikan rakjat banjak. Oleh karena itu usaha-usaha Pemerin-
41