Lompat ke isi

Halaman:Undang undang pokok agraria dan landreform.pdf/44

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sjarakat hukum, sepandjang menurut kenjataannja hak ulajat itu masih ada, hal mana akan diuraikan lebih landjut dalam nomor 3 dibawah ini.

(3). Bertalian dengan hubungan antara bangsa dan bumi serta air dan kekuasaan Negara sebagai jang disebut dalam pasal 1 dan 2 maka didalam pasal 3 diadakan ketentuan mengenai hak ulajat dari kesatuan-kesatuan masjarakat hukum, jang dimaksud akan mendudukkan hak itu pada tempat jang sewadjarnja didalam alam bernegara dewasa ini. Pasal 3 itu menentukan, bahwa: „ Pelaksanaan hak ulajat dan hak-hak jang serupa itu dari masjarakat-masjarakat hukum adat, sepandjang menurut kenjataannja masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, jang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain jang lebih tinggi".

Ketentuan ini pertama-tama berpangkal pada pengakuan adanja hak ulajat itu dalam hukum-agraria jang baru. Sebagaimana diketahui biarpun menurut kenjataannja hak ulajat itu ada dan berlaku serta diperhatikan pula didalam keputusan-keputusan hakim, belum pernah hak tersebut diakui setjara resmi didalam Undang-undang, dengan akibat bahwa didalam melaksanakan peraturan-peraturan agraria hak ulajat itu pada zaman pendjadjahan dulu sering kali diabaikan. Berhubung dengan disebutnja hak ulajat didalam Undang-undang Pokok Agraria, jang pada hakekatnja berarti pula pengakuan hak itu, maka pada dasarnja hak ulajat itu akan diperhatikan, sepandjang hak tersebut menurut kenjataannja memang masih ada pada masjarakat hukum jang bersangkutan. Misalnja didalam pemberian sesuatu hak atas tanah (umpamanja hak guna-usaha) masjarakat hukum jang bersangkutan sebelumnja akan didengar pendapatnja dan akan diberi „recognitie“, jang memang ia berhak menerimanja selaku pemegang hak ulajat itu.

Tetapi sebaliknja tidaklah dapat dibenarkan, djika berdasarkan hak ulajat itu masjarakat hukum tersebut menghalang-halangi pemberian hak guna-usana itu, sedangkan pemberian hak tersebut didaerah itu sungguh perlu untuk kepentingan jang lebih luas. Demikian pula tidaklah dapat dibenarkan djika sesuatu masjarakat hukum berdasarkan hak ulajatnja, misalnja menolak begitu sadja dibukanja hutan setjara besar-besaran dan teratur untuk melaksanakan projek-projek jang besar dalam rangka pelaksanaan rentjana menambah hasil bahan makanan dan pemindahan penduduk. Pengalaman menundjukkan pula, bahwa pembangunan daerah-daerah itu sendiri seringkali terhambat karena mendapat kesukaran mengenai hak ulajat. Inilah jang merupakan pangkal pikiran kedua dari pada ketentuan dari pasal 3 tersebut diatas. Kepentingan sesuatu masjarakat hukum harus tunduk pada kepentingan nasional dan Negara jang lebih luas dan hak ulajatnja pun pelaksanaannja harus sesuai dengan kepentingan jang lebih luas itu. Tidaklah dapat dibenarkan, djika didalam alam bernegara dewasa ini sesuatu masjarakat hukum masih mempertahankan isi dan pelaksanaan hak ulajatnja setjara

39