„Ja! Nah,” sambung Haris tersenjum: „Aku harus tilpun Rumah Sakit agar majat itu ditahan dan diperiksa sekali lagi?”
„Apanja lagi?”
Tidak didjawabnja pertanjaan saja itu. Tetapi ditariknja tangan saja dan sambil memberi selamat tinggal pada Robinson, terus sadja masuk mobil dan berangkat menudju rumah sakit.
„Katanja engkau mau tilpun, Haris!” udjar saja.
„Tak ada waktu !”
„Bagaimana engkau dapat mengetahui rambut dan sobekan wool itu ?” Haris tertawa.
Dipandangnja saja dengan girang dan katanja:
„Ketika Kommissaris Dahlan memeriksa kamar dan menanjai njonja Chen Jie, aku memeriksa badan majat itu. Kulihat rambut ditangan Chen Jie dan djuga sobekan wool jang sedikit itu. Tapi aku lupa memperhatikan tangan Chen Jie dengan teliti. Sekarang inilah harus kuperhatikan !”
„Mengapa rambut dan benang wool itu tidak kau serahkan laboratorium polisi?”
„Engkau maklum, Niko! Kita kan mempunjai langganan jang harus dibebaskan. Ingat, Iskandar! Dan, aah, kasihan nona Renny jang tjantik itu bukan?”
Saja memberungut mendengar guraunja itu.
„Ja, kasihan mereka! Kalau bukti² itu diserahkan polisi dahulu, perkara ini mempunjai djalan jang pandjang. Itu sebabnja aku tak mau! Aku mau djalan jang singkat, dan lekas beres !”
Haris tertawa. Sementara itu kami telah sampai di Rumah Sakit Pusat dan langsung menudju kamar pemeriksaan majat.
Majat Chen Jie diletakkan disana. Dua orang djururawat dan seorang dokter sedang memeriksa seluruh badan Chen Jie.
Haris dan saja masuk dengan idjin dokter itu sendiri.
Atas permintaan Haris, dokter itu memeriksa djari-djari tangan Chen Jie. Dengan sebuah microscoop seperti perbuatan Robinson tadi, dimulainja penjelidikan. Pekerdjaan jang
22