Halaman:Temuan Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kerusuhan Mei 1998.pdf/28

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Seri Dokumen Kunci


 Di bidang ekonomi, terjadi krisis moneter yang telah mengakibatkan membesarnya kesenjangan ekonomi, menguatnya persepsi tentang ketikdakadilan yang semakin akut dan menciptakan dislokasi sosial yang luas, yang amat rentan terhadap konflik vertikal (antarkelas) dan horizontal (antargolongan).

 Di bidang sosial, akibat krisis bidang politik dan ekonomi, nampak jelas gejala kekerasan massa yang eksesif yang cenderung dipilih sebagai solusi penyelesaian masalah, misalnya dalam bentuk penjarahan di antara sesama penduduk di daerah. Begitu pula adanya sentimen ras yang laten dalam masyarakat telah merebak menjadi rasialisme terutama di kota-kota besar. Di samping itu, identitas keagamaan telah terpaksa digunakan oleh sebagian penduduk sebagai sarana untuk melindungi diri sehingga menciptakan perasaan diperlakukan secara diskriminstif pada golongan agama lain. Mudah dipahami bahwa latar belakang kekerasan-kekerasan itu telah menjadikan peristiwa penembakan mahawiswa Universitas Trisakti sebagai pemicu kerusuhan berskala nasional.

2. Aras Mikro

  Pada aras mikro (massa) dapat dianalisis bahwa dari satuan unit wilayah (enam lokasi kota yang dipilih TGPF), terdapat beberapa kesamaan, kemiripan, maupun variasi pola kerusuhan.

 Pertama, di Jakarta pola umum kerusuhan terjadi dalam empat tahap, yaitu:

(a) tahap persiapan/pra perusakan, meliputi aktivitas memancing reaksi dengan cara membakar material tertentu (ban, kayu, tong sampah, barang bekas) dan/atau dengan cara membuat perkelahian antar kelompok/pelajar, juga dengan meneriakan yel-yel tertentu untuk memanasi massa/menimbulkan rasa kebencian seperti: "mahasiswa pengecut", "polisi anjing";
(b) tahap perusakan, meliputi aktivitas seperti: melempar batu, botol, mendobrak pintu, memecahkan kaca, membongkar sarana umum dengan alat-alat yang dipersiapkan sebelumnya;
(c) tahap penjarahan, meliputi seluruh aktivitas untuk mengambil barang atau benda-banda lain dalam gedung yang telah dirusak;
(d) tahap pembakaran, yang merupakan puncak kerusuhan yang memberikan dampak korban dan kerugian yang paling besar.

21