Halaman:Taman Siswa.pdf/8

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

1

Tugas jang besar:
mewudjudkan diri sendiri

Dengan tertjapainja kemerdekaan bangsa Indonesia datang pula masa baru untuk sekolah² nasional, jang telah terkenal dengan nama Taman Siswa. Tetapi tidak setiap guru Taman Siswa melihat itu dengan segera. Ada orang jang mengunjah kembali buah pikiran jang telah timbul waktu proklamasi dalam bulan Agustus '45 jang lalu: „Tudjuan telah tertjapai, tugas kita sudah selesai.”

„Tidak Saudara², tudjuan kita belum tertjapai dan tugas kita tidak akan selesai-selesainja,” demikianlah djawab Pak Said, pemimpin Taman Siswa di Djakarta. Dan sekolah² di Djalan Garuda „berdjalan terus”. Dengan tidak ada rintangan sekolah² disini tumbuh terus tergesa-gesa, belum sampai setahun jang lalu pekarangan sebelah dalam, setelah didirikan sajap baru, telah djuga penuh dengan bangun²an baru, dan dengan ini selesailah konstruksi rumah lebah, jang terdjadi dari sarang² madu jang sempit lagi pandjang, dan disekelilingnja berdengung-dengunglah murid² sehari-harian: dari pagi pukul tudjuh, ketika sinar matahari masih tuding, sampai malam pukul sembilan, apabila matahari telah lama mengachiri siang dengan masuk keperaduannja dan lampu listrik, jang sebentar² mati dan hidup menjebabkan teriakan murid² dan jang dengan kerdja-sama diperbaiki kembali. Sebab semuanja dilakukan bersama: mendirikan ruangan kelas, membuat lapangan olah raga, merajakan upatjara², memperdebatkan dengan mendalam soal² jang ada, mengerdjakan pendidikan sehingga mendjadi pendidikan diri sendiri .....

„Sungguh pekerdjaan kita mendjadi lebih sukar, sedjak kita mendjadi merdeka”, kata Pak Said mengakui. Dan jang dapat bitjara tentang itu ialah Pak Said, jang menjelamatkan Taman Siswa Djakarta dari perang, mengasuhnja seperti mengasuh seekor burung jang lumpuh sajap, sehingga bernjanji kembali dengan debaran hati sendiri, debaran hati Pak Said, bersorak gembira karena kepertjajaannja kepada hidup, walaupun datang mengganggu segala kesulitan², dengan tidak mengenal tjape membangun sebuah „sekolah” dengan duapuluh orang anak dalam rumahnja sendiri jang ketjil mendjadi dalam lima tahun suatu pergaulan-hidup dari empatribu orang murid², murid² dari pengadjaran rendah, pengadjaran permulaan dan landjutan. Rentjana² jang makin lama makin bertjabang-tjabang itu telah djuga bermaksud mempunjai „Kindergarten” (Taman Kanak²) jang ada ajunan dan djungkatannja seperti di Djokja. Dengan ini keluarga jang besar serta segar bugar itu akan lengkap seluruhnja dan barangkali patut diberi bernama: Indonesia.

Tjinta kepada anak² ialah sifat bangsa Indonesia jang paling mulia dan menjolok mata dan itulah pula jang mendjadi kekuatan pemimpin sekolah jang muda dan masih budjang ini, jang dengan tidak ada prasangka berdiri dalam hidup dan dengan pandangan matanja jang tjelik, seakan-akan dapat selalu melihat seluruhnja, tetapi djuga sering memperlihatkan perhatian jang tidak disangka-sangka

5