dipertjajai sungguh², „een man uit één stuk” kata orang Belanda dan karena itu dengan sifat kedjudjuran jang hampir sempurna. Jang satu seorang pelukis dinegeri Belanda, jang lain seorang pendidik Indonesia jang suka bertindak.
Dan adakah pertemuan itu suatu pertemuan, dimana segala tjerita² tentang perbedaan antara Timur dan Barat ternjata dongeng belaka? Tidak, bukan begitu, walaupun saja tidak tahu, apakah kategori itu penting dan akan tetap penting setjara prinsipiel. Tetapi optimismus pandangan-dunia Djawanja tidaklah dapat saja ikuti, seperti sebaliknja keberatan saja jang bertjorak existentialistis adalah terlalu pessimistis-eropah baginja. Pengorbanan seperti jang diberikannja untuk tjita²nja tidaklah pernah saja alami, tetapi utjapannja: „Tjara hidup saja jang sederhana itu adalah karena terpaksa, apabila saja sekarang dapat membeli sebuah tempat tidur dan pakaian jang lebih baik, mengapa saja tidak beli?”, terpaksalah saja djawab dengan: „Dan djika peminta-minta, jang terletak disudut sana menunggu matinja, lebih memerlukan sekarang tempat tidurmu itu?” „Djika ia datang, ia boleh menerimanja,” djawab Said, tetapi pemakaian provisionil (untuk sementara) ini tidaklah mentjukupi sebagai alasan prinsipiel. Dunia masih selalu dalam „dosa”, untuk itu kita adalah keketjualian, individu². Ketakutan adalah sikap hidup seperti djuga kepertjajaan. Kedua-duanja adalah tidak rasionil.
Sekali barangkali akan ada lahir pandangan-hidup jang dapat mempersatukan komponen² ini, jang berarti pengangkatan deradjat dengan tidak berpihak. Maka adaptasi akan berlaku dimana-mana. Ortega Y Gasset mengatakan tentang itu dalam El Tema de nuestro Tiempo: „Mungkin barangkali pandangan jang lebih mengenal djiwa bangsa² lain dan zaman² akan menghasilkan pendirian jang baru lagi subur untuk kita. Kita akan melihat, bahwa tiap² djenis kebudajaan mengembangkan bakat sendiri untuk memetjahkan tugas vital tertentu. Dari induksi historis jang besar, jang diperlukan dan diberitahukan disini, akan terdjadi klassisismus baru, klassisismus jang berformat besar sekali. Dan djika kita menghadapi pertanjaan tertentu, tugas tertentu atau soal tertentu, maka kita dapat beladjar pada tiap² masa dan pada tiap2 bangsa. Tiap² masa dan bangsa akan ternjata adalah dahulu klassikus dalam lapangan lain.”
Apakah pada proses penjatuan ini Barat jang dahulu sedang tumbuh itu di Indonesia akan diwakili oleh orang² Belanda sampai kepada selesainja proses itu, adalah pertanjaan besar tentu, apabila kita mengingat „incompatibilité des humeurs” antara kedua bangsa itu sedjak perang terachir dengan subur berkembang. Mungkin kerugian batin untuk Nederland adalah lebih besar dari untuk Indonesia. Tetapi perhatian kepada laporan seseorang jang melihat sendiri perkembangan dinegeri ini akan tetap ada, sebab dalam perdjalanan waktu dikalangan wakil²nja di „Timur” ada selalu beberapa dari mereka, jang nasionalismus itu adalah seakan-akan suatu tingkat jang harus diatasi untuknja dan jang dengan segala perhatian membukakan dirinja untuk dunia lain jang terbuka disini untuk mereka.
Djakarta, Desember 1951.
70