Halaman:Taman Siswa.pdf/43

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

7

Nasionalismus Indonesia
dienten pada batang Djawa dan “pengenten”
Sarmidi Mangunsarkoro.

Tiap² pemuka biasanja selalu mengatasi pengikut²nja dan menarik segala perhatian kepadanja, walaupun harus djelas, bahwa untuk berdirinja sesuatu pekerdjaan tenaga² kemudian dapat mempunjai bagian jang sama pentingnja atau bagian jang bahkan menentukan nasib pekerdjaan itu. Apabila saja disini setelah Dewantoro hendak memperkenalkan Mangunsarkoro sebagai orang kedua dari gerakan Taman Siswa, maka saja berbuat demikian adalah berpendapat, bahwa untuk bentuk Taman Siswa jang terachir ia mempunjai djasa² jang sama pentingnja. Sebab itu ada baiknja disini, sebelum kita membitjarakan peranannja dalam perkembangan Taman Siswa, memberikan djuga suatu rentetan singkat dari perdjalanan hidupnja.

Lahir pada tanggal 23 Mei 1904 di Solo, djelaslah Mangunsarkoro, djuga dalam hal umur, termasuk dalam angkatan kedua dikalangan guru² Taman Siswa. Ajahnja adalah seorang pegawai susuhunan Solo, sehingga ia besar dalam suatu suasana tradisi dan konvensi dan prioritet feodal, dengan perbedaan jang besar dalam kemakmuran antara aristokrasi dan orang kebanjakan dari rakjat. Ada ditjeritakan (dalam karangan Mangunsarkoro and the common Man dalam Republican Review bulan Desember '49), bahwa ia sedjak ketjil telah bentji kepada tjontoh² perkosaan jang banjak itu disekelilingnja dan dalam hal ini termasuk djuga pada anggapannja perbedaan deradjat antara pegawai² Belanda dan Indonesia jang sama pangkatnja. Masa mudanja ini meninggalkan kesan²nja selama hidupnja seterusnja.

Orang tuanja mengirimnja bersekolah kesekolah Tehnik di Djokja, dimana ia memperoleh dua idjazah. Tetapi waktu itu ia telah djuga mentjapai kematangan djiwa, telah mendjadi ketua tjabang Djokja perkumpulan Jong Java, dan menempuh djalannja sendiri. Hal ini berarti ia pindah ke Djakarta, dimana ia mengikuti peladjaran mendjadi guru pada kweekschool Ardjuna, kepunjaan perkumpulan Theosofi. Ia djuga waktu itu adalah anggota Young Theosophical Society dan turut dalam perkumpulan debat dibawah pimpinan Prof. Wertheim, dimana dibitjarakan soal² sosial dan soal² filsafat. Dalam politik ia memilik P.N.I. Sukarno, jang berarti untuk dia dengan wataknja lebih dari suatu formalitet. Dalam tahun 1928 ia turut dalam konggres pemuda nasional jang telah tertjatat dalam sedjarah Indonesia itu, dimana diambil resolusi jang penting: satu tanah air, satu bahasa, satu bangsa.

Ia waktu itu telah mendjadi kepala sebuah H.I.S. jang didirikan oleh Budi Utomo di Djakarta. Tahun berikutnja didirikanlah sekolah Taman Siswa jang pertama di Djakarta atas permintaan penduduk Kemajoran dan beberapa bulan setelah pembukaan itu Mangunsarkoro menggabungkan diri bersama-sama sekolahnja dengan sekolah Taman Siswa itu. Ketjuali sebuah sekolah rendah dibuka djuga sebuah sekolah sore untuk pengetahuan umum rakjat.

Windu pertama waktu itu dalam hidup Taman Siswa telah lewat, orang bekerdja

38