Halaman:Taman Siswa.pdf/36

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dan dengan pengetahuan itu dapatlah kita mendapat kesadaran akan zaman jang akan datang.” „Tjara baru untuk mempengaruhi adalah terdjadi oleh penjintuhan dan pergaulan bangsa jang satu dengan bangsa jang lain dan hal ini sekarang mudah sekali berlaku, karena adanja lalu lintas modern. Tetapi untuk dapat membedakan mana jang baik untuk mempertinggi nilai-hidup kita dan mana jang merugikan kita, haruslah kita awas dan berhati-hati, dan dengan selalu mengingat, bahwa segala kemadjuan dalam ilmu pengetahuan dan dalam bentuk²-hidup adalah kemurahan Tuhan kepada segala manusia didunia, meskipun tiap² orang hidup menurut garisnja sendiri jang tetap.

Terhadap kebudajaan asing Dewantoro tidak menghendaki assimilasi dan djuga tidak assosiasi; nilai² kebudajaan asing harus dinasionalisasikan sebelum dapat dipakai untuk memperkaja kebudajaan sendiri. Setjara teoretis bunjinja memang indah, tetapi adakah djuga mungkin praktiknja dilakukan menurut garis² petundjuk ini? Bahwa pengoperan „pendapatan² ilmu dan bentuk²-hidup jang baru” dapat bertentangan dengan bentuk² adat jang tertentu, Dewantoro menganggapnja bukanlah keberatan jang hakiki: „Bukan kenasionalan sadja jang kita pakai sebagai ukuran (untuk menjelidiki apakah sesuatu baik atau tidak untuk kita), adat nasional kita memang penting sekali dan berguna benar sebagai penundjuk djalan, tetapi apabila adat itu bertentangan dengan keadaan kodrat dalam suatu masa, maka tidaklah ia pada tempatnja. Kita harus membuangnja atau memperbaikinja, sehingga selaras kembali dengan tjita² kita „keatas” (dalam kata penutup Pola Wasita). Djadi disini mengutamakan tjita² keatas, tudjuan humanistis-religieus dari Taman Siswa, daripada mempertahankan kenasionalan, diterima sebagai perkembangan jang sewadjarnja, tetapi alasan menurut keadaan kodrat dalam suatu masa tertentu adalah agak membimbangkan, pertama karena dalam hal ini adalah lebih mengenai kodrat manusia dari kodrat keadaan dan kedua karena disini sedikit sekali kelihatan pertumbuhan jang sewadjarnja, tetapi banjak sekali akkulturasi jang tak terelakkan dengan segala kemungkinan² disharmoni.

Tetapi ada lagi pada proses akkulturasi suatu aspek jang djauh lebih berbahaja, jaitu kenjataan bahwa bekerdjanja tidaklah sadar dan bahwa pandangan baru jang telah didapat tidak dapat dengan mudah dilepaskan: untuk orang² normal regressi (kemunduran) djiwa tidaklah mungkin. Bahwa melindungi garis-hidup sendiri sukar tahan kepada alat² jang lebih diktatorial, adalah djuga dimengerti Dewantoro, seperti jang telah kita lihat, dan ia telah mentjiptakan lagi, walaupun masih ada kekuasaan adat, suatu suasana kebebasan dan pertanggungdjawaban sendiri disekolahnja (tetapi tidak diluar sekolah) dengan harapan untuk menumbuhkan dengan djalan demikian manusia² jang sadar akan dirinja sendiri, bebas dari perasaan kurang, dan dapat bangga akan kebudajaan sendiri, jang unsur²nja dimuat dalam program peladjaran.

Unsur² ini menurut rentjana program peladjaran jang dipakai sebagai petundjuk sementara dalam sepuluh tahun jang pertama (pelaksanaannja adalah djuga bergantung kepada guru² jang ada) ialah a.l. pengetahuan nada dan gamelan, (dan disamping itu tari²an dipeladjari diluar djam² sekolah dan orang bebas mengikutinja atau tidak), pemakaian motif² batik dan wajang waktu menggambar, waktu kepandaian rumah tangga untuk gadis, dan djuga perusahaan batik sendiri.

31