84
yang dikenal dengan nama "Palui". Tetapi isi ceritanya sudah dirombak dan disesuaikan dengan kehidupan modern sekarang, sekalipun penerbitannya masih menggunakan bahasa Banjar. Penggarapan cerita Palui ini diusahakan oleh Harian Banjarmasin Post.
Kepandaian mengukir dan memahat kayu dengan motif tumbuh-tumbuhan atau binatang untuk keperluan hiasan rumah sudah sejak lama di daerah Kalimantan Selatan tidak terdapat lagi. Kepandaian melukis di atas kanvas dengan menggunakan cat minyak, sejak awal abad XX sudah mulai dipelajari. Kepandaian mengukir logam, seperti emas, perak atau kuningan.
Yang perkembangannya agak menonjol hingga taraf nasional adalah bidang seni rupa. Hal ini berkat karya Gusti Sholihin bin Gusti Hasan yang lahir pada tahun 1925 dan mendapat bimbingan dari pelukis Jepang pada zaman Jepang yakni Kawazura dan Kusaka (1942-1945). Gusti Sholihin kemudian mengembangkan bakatnya di Jawa dan Bali bersama-sama dengan pelukis-pelukis Sudarso, Zaini, dan Wakijan. Pada tahun 1953 ia bersama dengan Affandi dan Kusnadi mewakili Indonesia dalam pameran Internasional di Sao Paolo. Kemudian mengadakan perlawatan ke Nederland dan Perancis. Dalam tahun 1957-1958 Sholihin bekerja di Banjarmasin dan mendirikan sanggar Tunas Pelukis Muda. Sholihin meninggal dalam tahun 1961 di Bali, dan sisa-sisa dari lukisan Sholihin sekarang berada di Museum Lambung Mangkurat Banjarmasin untuk dipelihara dan diabadikan13).
5.4 Pendidikan
Perkembangan pendidikan di Kotamadya Banjarmasin pada periode 1950-1965, menunjukkan arah yang menaik mulai Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan Tinggi. Dari data yang ada dapat diuraikan perkembangan sekolah-sekolah yaitu:
1) Pendidikan Sekolah Dasar
2) Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama