Lompat ke isi

Halaman:Sejarah Kota Banjarmasin.pdf/165

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

155

Pada waktu itu jumlah kendaraan untuk angkutan baik orang atau barang sangat sedikit, karena dulu tarap perekonomian masyarakat masih rendah. Jadi orang-orang yang mampu membeli termasuk orang yang kaya menurut keadaan saat itu.

Terminal bus di samping bioskop Royal (Presiden) sekarang diperkirakan sekitar tahun 1950, dan kemudian dipindah ke Pal satu (Km 1) pada tahun 1957 tepatnya di depan Hotel Madiyati.

Sedangkan di daerah-daerah yang dituju terminalnya terletak di sembarang tempat atau bebas sambil menunggu tumpangan, bahkan kadang-kadang makelar atau sopir langsung yang menawarkan jasa angkutan ke rumah-rumah penduduk.

Pada waktu itu untuk pergi ke luar kota tidak ada tarif pulang pergi seperti sekarang. Jadi hanya menempuh satu arah saja. Kalau perjalanan memakan waktu malam hari, maka biasanya sopir Bus (taksi) berhenti untuk bermalam seperti; di langgar atau musholla, di rumah-rumah keluarga atau di dalam bus itu juga. Perjalanan di malam hari tidak dilakukan, karena jalan yang dilalui sepi, dan kekuatiran terhadap makhluk-makhluk halus yang ditakutkan.

Di dalam melaksanakan kegiatan perhubungan melalui jalan darat, maka jalan-jalan dan jenis--jenis alat angkutan yang digunakan antara lain mobil sedang dan oplet.

Jenis mobil sedan di antaranya seprolet, doust, yang mulai dipakai pada tahun 45, 46, 47, 51 , 52. Juga jenis sedan lain yang bernama Raimut dan Power. Jenis seprolet ini di antaranya seprolet pesek, dokop. Sedang jenis Power di antaranya Power Gabin, Power Wagon dan lain-lain. Jenis power wagon ini merupakan mobil bekas peninggalan dari perang dunia II.

Daya tampung untuk seprolet hanya 6 orang, sedang untuk doust dan bus bisa membuat orang sebanyak 40 orang plus barang dengan tujuan ke Barabai, Amuntai, Rantau dan lain-lain.