94
lain seperti tingkat pendidikan yang rendah, kekacauan dalam keluarga, kondisi kemampuan dan tempat tinggal yang berdesakan membuat semakin banyak wanita yang mengambil jalan pintas.
Kalau kita menengok ke belakang tentang keadaan Banjarmasin pada tahun 1965-an tidak banyak berbeda dengan daerahdaerah lain di Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 1965-an sangat buruk, di mana tingkat inflasi membubung tinggi, dan harga barang-barang kebutuhan pokok meningkat sehingga kehidupan masyarakat khususnya masyarakat desa yang umumnya pendidikannya rendah dan jumlah keluarganya yang besar sangatlah memprihatinkan. Dalam keadaan demikian inilah masyarakat desa berusaha untuk dapat hidup lebih baik dan mereka mengimpikan bahwa kehidupan yang baik akan dapat diperoleh dengan mengadu nasib ke kota. Hal inilah yang
m~rupakan faktor penyebab munculnya banyak wanita-wanita pelacur di Kotamadya Banjarmasin saat itu. Pendapat ini diperkuat oleh penjelasan yang penulis dapatkan dari seorang wanita penghuni gang Mufakat (Komplek pelacuran Tiung) yaitu Rukayah asal Barabai. Dia datang ke Banjarmasin beserta wanita-wanita lainnya dengan harapan untuk mendapatkan pekerjaan di kota ini sehingga dapat membantu beban orang tuanya. Menurut informasi dari orang terse but dan seorang lakilaki tua yang dulunya suka pelesir di komplek Tiung dan di Rumah kuning pasar Kupu-Kupu (laki-laki tersebut tak mau
disebut namanya, hanya mengatakan ia tinggal di Banjarmasin
sejak tahun 1927) bahwa komplek Tiung dan pasar Kupu-Kupu dihuni oleh wanita-wanita . yang datang dari desa-desa antara lain dari desa Pandahan, Parigi wilayah kabupaten Tapin dan desa-desa lainnya daerah Hulu Sungai 2 1). Wanita-wanita yang datang dari desa Pandahan, sering disebut wanita yang berprofesi Gandut (wanita yang pandai menyanyi seperti pantun untuk menghibur laki-laki dan otomatis bisa menemani tidur laki-laki yang dihibur tersebut).