Lompat ke isi

Halaman:Sarinah.pdf/58

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

hukum baru itu. Tetapi tiap-tiap revolusi senantiasa mengekses, mengujung kapada ujung yang meliwati batas kemustian. Revolusi patriarchat ini bukan revolusi yang memerdekakan kaum laki-laki dengan memelihara kemerdekaan perempuan, tetapi menjadilah satu revolusi yang memerdekakan kaum laki-laki dengan mengorbankan kemerdekaan perempuan! Perlawanan kaum perempuan terhadap pada revolusi ini tentu menjadi sebab pula bagi kaum laki-laki itu untuk “melipat” kaum perempuan itu sama sekali, merampas segala kemerdekaan yang ada pada perempuan itu sama sekali, agar supaya perlawanan perempuan itu menjadi patah sama sekali. Perlawanan kaum perempuan itu, -sebagai di dalam tiap-tiap revolusi-, menjadilah sebabnya kaum yang membuat revolusi itu mengadakan “diktatur”: Diktatur kaum laki-laki untuk mematahkan kontra revolusinya kaum perempuan. Tetapi sesudah kaum perempuan patah, maka inilah celakanya perempuan -kaum laki-laki itu tidak mengembalikan kepadanya sebagian daripada kemerdekaannya yang sediakala. Beribu-ribu tahun Sarinah tetap dan terus di-“diktaturi” saja. Beribu-ribu tahun ia tetap dipisahkan dari masyarakat, dipisah-kan dari pergolakan hidup sehari-hari, dipisahkan dari “struggle for life” yang dulu membuat dia menjadi sehat dan sigap badan, sehat dan sigap fikiran, sehat dan sigap jiwa. Beribu-ribu tahun ia ditutup di dalam kegelapannya rumah, diperlakukan seperti benda, diperhambakan secara budak,atau paling mujur dipeliharakan seperti blasteran dewi dan si tolol. Akhirnya, karena perhambaan yang turun-temurun itu, ia menjadi makhluk yang lemah dan kecil badan, makkhluk yang bodoh, makhluk yang tumpul fikiran, makhluk yang singkat pemandangan, makhluk yang selalu takut, makhluk yang tiada kekerasan kemauan, makhluk yang karena tiada melihat dunia lantas gemar bicara tetek-bengek, makhluk yang karena selalu didurhakai lantas banyak akal “tipu-muslihat”. “Dia mengkerat menjadi kecil”, demikianlah kata Bebel dalam satu tulisan. Nasib dia sekarang, nasib miskin atau nasib kaya, nasib lapar atau nasib kenyang, nasib dia sekarang tidak lagi tergantung dari kepribadian sendiri, tetapi sama sekali

tergantung daripada laki-laki yang menjadi suaminya. Laki-

58