Lompat ke isi

Halaman:Sarinah.pdf/49

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

persidangan majelis negeri, merekalah berkuasa atas perang atau damai, merekalah mengurus cukai, mengurus kekayaan suku, kepada merekalah orang serahkan orang-orang tawanan, merekalah menetapkan perkawinan-perkawinan, merekalah berkuasa atas anak-anak, dan menurut garis merekalah diambil keturunan”. Pada bangsa Indian Wyandot keadaan juga begitu, majelis pemerintahan mereka adalah terdiri dari 55 orang; anggota laki-laki dari majelis ini hanya 11 orang; tapi anggota perempuan ... 44 orang!


Dan juga di dalam urusan agama kaum perempuan dijadikan pemimpin. Mrs. Ray Strachey menerangkan, bahwa justru di dalam urusan agamalah kaum perempuan di zaman dulu hampir selamanya diutamakan dari kaum laki-laki; perempuan dianggap lebih suci daripada kaum laki-laki. Di dalam kehidupan sehari-haripun orang lebih mencintai dewidewi daripada dewa-dewa. Agama Sumeria, agama Shinto, yang kedua-duanya agama tua sekali, sangat memuliakan perempuan. Pada banyak bangsa di lautan Teduh masih selalu perempuan yang mengepalai agama.


Sekianlah keadaan kaum perempuan di zaman hukum peribuan atau matriarchat itu. Di dalam bab IV hal ini akan saya terangkan lebih lebar. Di dalam bab II pun sudah saya ceritakan sedikit-sedikit tentang zaman peribuan ini. Di zaman itu kaum perempuan, karena kemerdekaannya, adalah besarbesar dan sigap-sigap badan, cerdas-cerdas dan tangkastangkas, berani-berani dan luas-luas penglihatan, -tidak seperti perempuan-perempuan di zaman sekarang, yang kecilkecil dan takut-takut. Di zaman peribuan itu mereka bukan “kaum lemah”, bukan ”kaum bodoh”, bukan “kaum sempit pikiran”, bukan “kaum penakut”. Di zaman itu perempuan bukan “kaum dapur” saja, bukan “bunga rumah tangga” saja. Mereka berkuasa, menduduki masyarakat, mengendali masyarakat, menguasai masyarakat. Malah kaum laki-lakilah yang di zaman itu dianggap sebagai kaum embel-embel semata-mata. Mereka hanya dianggap sebagai anasir “pemacek”, -anasir “pembuat turunan”. Mereka, kaum lakilaki itu, di zaman peribuan berkedudukan seperti semut laki atau lebah laki dalam masyarakat semut dan masyarakat

lebah. Juga dalam masyarakat semut dan masyarakat lebah

49