Halaman:Rimba-Rimba.pdf/187

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

Rimba-Rimba

“Apakah dia masih hidup sekarang? Dimana dia sekarang? Apakah dia bergabung dengan pasukan rimba? Tertangkapkah dia? Tertembakkah dia? Atau kalau ia masih hidup, masih ingatkan dia kepadaku?” Minah menggumam dalam hatinya.

Kembali hatinya remuk. Fa merasa hampa dan tidak tahu mesti berbuat apa. Ia masih ingat genggaman erat tangan lelaki itu. Ia ingin mengulangnya sekali lagi. Ia tak ingin melepaskannya lagi.

“Apa yang kamu pikirkan Nak?” tiba-tiba auara ibunya membuyarkan lamunan Minah. Minah tersadar. Ia cepat-cepat menyeka matanya yang basah.

“Tidak apa-apa Mak,” katanya.

Namun perempuan itu tahu apa yang dirasakan anaknya. Setidaknya diapun tahu kalau anaknya dekat dengan Johan.

“Terimalah semua takdir ini. Masih untung kita bisa hidup,” katanya.

Minah kemudian melulung keras dalam dekapan ibunya. Sementara nun jauh di dalam riniba, seorang lelaki duduk di atas sebuah batu. Ia teringat seseorang. Bukan Syabilla, gadis bersuara merdu di pesantren, namun seorang kembang desa yang rumahnya dekat rumah Buya.

"Dimana dia sekarang? Apakah dia masih hidup? Apakah dia juga bergabung dengan pasukan rimba menjadi relawan? Atau apakah dia sudah dibawa lari tentara-tentara pusat itu?” pikirnya.

Ia ingat ketika jemari lentik itu berada dalam genggamannya. Walau hanya sebentar dan Itu tabu.

*