Lompat ke isi

Halaman:Perbandingan Pendidikan.pdf/43

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

mempertahankannja dengan mengatakan bahwa desentralisasi tidaklah selalu membawa manfaat dinegerinja. Dalam tahun 1948 misalnja, kepada para rektor diberi kuasa untuk melaksanakan alokasi beasiswa bagi peladjar-peladjar lycée dan collége. Akibatnja ialah bahwa djumJah orang jang mendapat beasiswa sedemikian meningkatnja hingga wang jang tersedia tidak mentjukupi dan tjara memilih penerima beasiswa itupun ternjata tidak sama dari akademi jang satu dengan jang ‘Jainnja. Demi persamaan hak peladjar diseluruh Perantjis, kekuasaan membagi beasiswa ditarik kembali dari tangan rektor dan sedjak itu Paris-lah lagi jang memberi kata terachir berdasarkan daftar usul jang diterima dari akademi-akademi,

Terutama dibidang pendidikan menengah komune-komune makin lama makin merasa sukar untuk menjediakan keuangan, Oleh karena itu mulai tahun 1955 Kementerian Pendidikan mendirikan sekolah-sekolah menengah jang baru, jang dinamakan colléges nationaux (sekolah menengah nasional) dengan biaja Pemerintah Pusat dan pembiajaan sehari-harinja dipikul bersama dengan komune.

Dalam tahun 1958 sudah ada 64 buah sekolah menengah djenis ini dan kelihatannja setiap sekolah baru dihari kemudian akan bersifat demikian pula. Oleh karena hal jang sama, jaitu ketidak mampuan komune mendirikan sekolah-sekolah, Kementerian Pendidikan mulai mendirikan centres d’apprentissages (pusat latihan magang) dan dalam hal inipun penjelenggaraan sehari-hari djuga ditanggung sepenuhnja oleh Pemerintah Pusat.

Tentu sadja dengan makin meluasnja tanggung-djawab Kementerian Pendidikan itu, tanggung-djawab badan-badan setempat djuga makin berkurang, Dan ini tidaklah memudahkan dimulainja suatu sistim jang desentralistis, Djuga umum dianut pendapat bahwa sentralisasi itu merupakan alat penjatukan bangsa Perantjis dan seperti dikatakan diatas, merupakan djaminan kemerdekaan dan persamaan hak, jang sedjak repolusi merupakan gagasan-gagasan jang diperdjuangkan oleh bangsa itu.

Kalau ditimbang lebih mendalam, sentralisasi itu banjak djuga keuntungannja bagi kemadjuan pendidikan Perantjis. Paris merupakan penuntun bagi semua daerah dan dalam banjak persoalan, tidaklah sebenarnja ada perbedaan jang menjolok antara pusat dan daerah. Pula harus diingat bahwa ada djuga beberapa daerah jang sangat dipengaruhi oleh kaum Katolik, jang sangat konserpatip dan tidak begitu menginginkan perubahan-perubahan. !

Baiklah kita tindjau sekarang administrasi pendidikan ditingkat pusat, jang dewasa ini sedang berlaku dan jang dimulai dalam tahun 1960 dengan diundangkannja Pembaruan Berthoin. “4
Menteri Pendidikan dibantu oleh suatu kabinet menteri dan djuga

21