Lompat ke isi

Halaman:Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 81 Tahun 2024.pdf/185

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

- 185 -

  1. Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
    1. atas premi dibayar tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
    2. atas premi yang dibayar oleh Perusahaan Asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
    3. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar.

Pasal 242
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (1) dilakukan oleh:
  1. tertanggung, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf a;
  2. Perusahaan Asuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf b;
  3. perusahaan reasuransi yang berkedudukan Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf c.

Pasal 243
  1. Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut.
  2. Pemotong pajak wajib memotong dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.
  3. Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan bukti pemotongan Penghasilan Pasal 26 kepada pihak yang dipotong.
  4. Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyetor pajak Penghasilan Pasal 26 paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak.
  5. Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi.
  6. Pemotong pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat

jdih.kemenkeu.go.id