Halaman:Pantjasila oleh Ki Hadjar Dewantara.pdf/33

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

― 27 ―

Selain itu hendaknja di-ingati pula, bahwa „Kebangsaan" jang tersebut dalam Pantja -sila itu, sewutuhnja berbunji: „Kebangsaan jang wutuh satu". Ini berarti bahwa hanja „Kebangsaan Indonesia"-lah jang ada, bukan kebangsaan² dari daerah nja. Kesatuan Bangsa Indonesia. . . . . hanja itulah, jang dapat mendjamin tegak - tetapnja Kemerdekaan kita untuk selama² - nja.

Sesudah kita memberi batas² tadi, sesuai dengan adjaran Pantja-sila seumumnja, maka insja - Allah, rasa - kebangsaan seperti jang dimaksudkan dalam Pantja-sila itu, akan dapat memperteguh hidup - kenegaraan kita serta memperkembangkan hidup - kebangsaan kita. Tidak sadja rakjat lalu setjara insjaf dan sadar akan sanggup mempertahankan kedudukan nusa dan bangsanja, sebagai negara dan rakjat jang merdeka dan berdaulat, tidak sadja rak'at akan ichlas dan ridla berkorban guna kepentingan negara dan bangsa, namun rakjat akan bersedia djuga untuk membangun hidup serta penghidupannja bersama, kearah keselamatan dan kebahagiaan rakjat setjara merata, adil dan sutji, karena berdasarkan „peri-kemanusiaan" dan bertiang-pangkal „ke-Tuhanan".

Peringatan-peringatan dan pembatasan² dlm. so'al hidup kebangsaan tadi, sangat perlu, oleh karena tidak kurang tjontoh2 jang buruk dan djahat dalam hidup kebangsaan pada umumnja. Tjorak-warna djiwa manusia, watak manusia, sifat hidup manusia, kadang2 semata-mata merupakan peluapan hawa nafsu hewani, perkobaran „instincten" dan „begeerten" melupakan arti dan peladjaran peri- kemanusiaan. Kalau sifat-hewani itu meluap-luap dan berkobar-kobar, lebih karena diperkuat setjara massa-psychologis didalam gabungan besar, gabungan „kebangsaan", maka pastilah akan hantjur lebur adab dan kebudajaan dalam hidup sesuatu bangsa. Disitulah akan hilang lenjap deradjat peri-kemanusiaan dalam bangsa itu, dan dengan demikian akan sirna dengan sendiri haknja atas sebutan „bangsa" dan „negara". Hanja rakjat jang beradab dan berkebudajaan, berhak bernama „bangsa" dan hanja negeri jang teratur setjara tertib dan damai, berhak atas sebutan „negara".


——————