Halaman:Pantja-Sila oleh H. Rosin.pdf/20

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

II

PANTJA-SILA DARI SUDUT KEMERDEKAAN.

Pengakuan ke-Tuhanan Jang Maha Esa sebagai dasar pertama dari Undang-undang Dasar mengadjak kita, bahkan berseru kepada kita, untuk berkata tentang Tuhan sebagai sumber kemerdekaan. Tuhan itu merdeka dan memerdekakan. Ia adalah jang membebaskan dan melepaskan. Akan tetapi dengan tjara, jang djauh melampaui batas segala pikiran dan akal kita. Tempat jang kita sediakan untuk Dia, dibiarkanNja kosong. Didalam ke-Tuhanan jang Maha Esa, Ia tidak terdapat. Rupa-rupanja sedikit perhatianNja terhadap agama, terhadap religi. Ia djuga sebagai jang atjuh tak atjuh terhadap peraturan-peraturan peri-kemanusiaan. Perdjuangan kemerdekaan nasional tidak diatjuhkanNja. Ia berdiam Diri sadja dalam pembangunan suatu Negara jang demokratis. Seolah-olah Ia tidak mengenal soal-soal dan masaalah-masaalah kita, seolah-olah Ia sibuk dengan perkara jang lain. Dan djika achir-achirnja kita menemukan Dia — pada beberapa orang, kepada siapa ditjeriterakanNja suatu perumpamaan tentang seorang anak jang hilang, pada beberapa orang jang berpenjakit lepra, pada beberapa orang jang murtad, pada beberapa orang jang miskin, pada beberapa orang jang tidak tahu lagi, dimana Tuhan Allah ada, — apakah jang akan kita katakan dan kita tanjakan? „Keadilan sosial” — alangkah besarnja perkataan untuk hal jang dikerdjakan orang ini!

Namun demikian, orang ini adalah Allah, jang telah datang dalam daging! Dalam daging: djadi djuga dalam soal-soal dan masaalah-masaalah kita, dan djuga dalam soal-soal dan masaalah- masaalah jang dihadapkan oleh Pantja-Sila kepada kita. Tetapi Ia memperhatikan soal-soal dan masaalah-masaalah kita itu menurut

tjaraNja sendiri jaag berdaulat. Ia sedang memperhatikan kita satu persatu: saja dan saudara-saudara. Ia sedang memperhatikan ketjelakaan kita jang paling dalam, jaitu kenjataan, bahwa kita tidak mempunjai Tuhan dan sesama kita manusia lagi! Karena itu Ia adalah Immanuel, „Allah beserta kita”, dalam rupa sesama kita manusia. Ia mendjadi sesama kita dalam tjara, bahwa Ia atas kerelaan

16