Halaman:Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme.pdf/10

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini telah diuji baca

Inilah rahasianja. jang Gandhi tjukup kekuatan mempersatukan fihak Islam dengan fihak Hindu, fihak Parsi, fihak Jain, dan fihak Sikh jang djumlahnja lebih dari tigaratus djuta itu, lebih dari enam kali djumlah putera Indonesia. hampir seperlima dari djumlah manusia jang ada dimuka bumi ini!

Tidak adalah halangannja Nasionalis itu dalam geraknja bekerdja bersama-sama dengan kaum Islamis dan Marxis. Lihatlah kekalnja perhubungan antara Nasionalis Gandhi dengan Pan-Islamis Maulana Mohammad Ali dengan Pan-Islamis Sjaukat Ali, jang waktu pergerakan non-cooperation India sedang menghaibat, hampir tiada pisahnja satu sama lainnja. Lihatlah gerak-nja Partai Nasionalis Kuomintang di Tiongkok, jang dengan ridla hati menerima faham-faham Marxis: tak setudju pada kemiliteran, tak setudju pada Imperialisme. tak setudju pada kemodalan !


Bukannja kita mengharap, jang Nasionalis itu supaja berobah faham djadi Islamis atau Marxis, bukannja maksud kita menjuruh Marxis dan Islamis itu berbalik mendjadi Nasionalis, akan tetapi impian kita jalah kerukunan, persatuan antara tiga golongan itu.


Bahwa sesungguhnja, asal mau sahadja .... kuranglah djalan kearah persatuan. Kemauan, pertjaja akan ketulusan hati satu sama lain, keinsjafan akan pepatah rukun membikin sentausa" (itulah sebaik-baik-nja djembatan kearah persatuan), tjukup kuatnja untuk melangkahi segala perbedaan dan keseganan antara segala fihak-fihak dalam pergerakan kita ini.


Kita ulangi lagi: Tidak adalah halangannja Nasionalis itu dalam geraknja, bekerdja bersama-sama dengan Islamis dan Marxis.


Nasionalis jang sedjati, jang tjintanja pada tanah-air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi-dunia dan riwajat, dan bukan semata-mata timbul dari kesombongan bangsa belaka, — nasionalis jang bukan chauvinis. tak boleh tidak, haruslah menolak segala faham pengetjualian jang sempit-budi itu, Nasionalis jang sedjati, jang nasionalismenja itu bukan semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasionalisme Barat,

akan tetapi timbul dari rasa tjinta akan manusia dan kemanusiaan, — nasionalis jang menerima rasa-nasionalismenja itu sebagai suatu wahju dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti, adalah terhindar dari se-

10