Halaman:Menjelang Alam Pancasila.pdf/93

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 Ja, achirnja manusia sendirilah jang akan menentukan. „Ten slotte beslist de mensch", demikian pepatah Belanda. Andaikata kita dapat memiliki sifat tersebut, maka kitalah jang disebut-sebut „wortelras” ke 6 jang akan mempengaruhi dunia dengan sifatnja itu. Sebaliknja, andaikata kita tidak dapat memilikinja maka sudah barang tentu bahwa kita pun termasuk „wortelras” ke 5 jang bersifat kedjam dan akan ikut tenggelam djuga dalam lautan api atas tindakan sendiri.

 Pada hakekatnja bukan warna kulit atau bentuk badanlah jang akan menarik garis antara tenggelam dan timbul atau antara „wortelras” ke 5 dan „wortelras” ke 6, melainkan sifat djiwa manusialah jang menentukan.

 Seperti djuga pintu bahteranja Nabi Nuh jang masih terbuka lebar untuk setiap machluk jang pertjaja akan Ilham Tuhan Jang Maha Esa pada waktu akan tenggelamnja „wortelras” ke 4 dahulu maka sekarang pun masih terdapat suatu kesempatan bagi setiap machluk untuk mempergunakan sifat „wortelras” ke 6 ini sebelum mengganasnja hudjan dan bandjir api didunia.

 Sampai disini kita ingat pula akan Pantjasila Negara Republik Indonesia jang telah kita akui sendiri sebagai dasar hidup kita dan jang telah memenuhi sjarat² untuk disebut Ilham Tuhan Jang Maha Esa. Pengakuan ini harus kita taati dan kita pegang teguh dengan suatu pendirian bahwa siapapun jang didalam waktu dimana masjarakat tidak terlepas dari pengaruh sentimen, artinja dimana orang, baik setjara legaal maupun setjara illegaal atau dengan paksaan maupun kelitjinan masih banjak jang dapat memikirkan siasat untuk merentjanakan suatu perobahan terhadap apa jang diakui dan di putuskan sendiri itu, tentu menemui kekandasannja. Sebab, suatu rentjana jang bersifat demikian bukanlah suatu letusan djiwanja jang sebenarnja melainkan suatu dorongan nafsu manusia belaka untuk: „asal berkuasa” sadja. Inilah perbuatan Pantja Indera zonder koordinasi.

92