Halaman:Menjelang Alam Pancasila.pdf/108

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

 Menarik kesimpulan dari peneropongan diatas maka selandjutnja dapatlah ditetapkan bahwa segenap bangsa Indonesia jang telah sadar bernegara tentulah jakin bahwa pelaksanaan Pantjasila negaranja adalah suatu djalan benar baginja. Oleh sebab itu maka sudah selajaknja pula bahwa bangsa Indonesia kini mulai berusaha untuk dapat melaksanakan Pantjasila negaranja dengan sewadjarnja. Menurut Kenjataan, memang bangsa Indonesia tidak dapat meninggalkan Pantjasila negaranja sedetikpun. Bentjana akan timbullah djika bangsa Indonesia meninggalkan Pantjasila negaranja.

 Sebagai penutup, perlu djuga disini dipertimbangkan dalam hati, padangan kaum tua di Djawa tentang kelahiran Negara Republik Indonesia jang diproklamirkan oleh „SUKARNO - HATTA” berdasarkan atas Pantjasila tersebut. Menurut kepertjajaan kaum tua jang berpegangan pada ramalan Seh Bakir ini, maka bangsa Indonesia memang sedjak dahulu kala, dengan melalui beratus-ratus turunan, selalu dibimbing dan dilindungi oleh dua djiwa besar jang selalu menitis. Dalam ramalan tersebut ditjeritakan djuga pertemuan Seh Bakir dengan dua djiwa besar tersebut diputjuk gunung Tidar dipusatnja pulau Djawa. Segala pembitjaraan antara Seh Bakir dari Negeri Room dan dua djiwa besar disebut Semar dan Togok sebagai pembimbing dan pelindung penduduk asli dipulau Djawa inilah jang kemudian disebut „Djangka Seh Bakir”. Sebab dalam pembitjaraan²

ini Seh Bakir mengemukakan ramalan² terhadap nasib pulau Djawa dan sekitarnja, ramalan² mana sampai detik ini djuga boleh dikata njata. Disitu dikatakan bahwa dua djiwa besar ini selalu membimbing masjarakat dipulau Djawa dan sekitarnja. Pada zaman Purwa dua djiwa besar jang selalu menitis ini disebut Semar dan Togog. Pada zaman Madjapahit dan sebelumnja dua djiwa besar ini disebut Najaginggung dan Sabdapalon. Dua nama inipun tiada dapat dipisah-pisah lagi seperti halnja dengan nama

107