di belakang rumah, memasukkan ayam ke kandang, mengambil jawi ke gurun, menutup pintu rumah dan lain-lain
"Bapak tidak di rumah, ibu ?"
"Bapak Sutan pulang ke Birugo !" ujar orang tua itu dengan muram mukanya. "Hari Selasa di muka ini barulah dia pulang ke Banto Darano."
"Sayang beliau tak datang, karena ada kabar yang perlu saya katakan kepada beliau."
"Kabar apa ?" jawab Tiaman dengan agak cemas.
"Nanti akan ibu ketahui juga !" sahut guru Kasim dengan tersenyum. "Tidak kabar apa-apa, melainkan kabar baik saja. Duduklah ibu dahulu ! Mamak Datuk Besar tidak adakah di rumah tadi ?"
"Mamak Sutan jika tak dipanggil takkan datang. Ia berperan saja di rumahnya,di Jangkak. Jarang benar ia datang melihat ibu ke kampung. Sungguh, entah diapakan bininya mamak Sutan. Lupa akan sanak, lupa kepada kemanakan; jika ibu mati, barangkali takkan diketahuinya, jika tidak dikabarkan kepadanya."
"Ajam !" seru guru Kasim memanggil iparnya, karena dilihatnya muka mentuanya muram saja, "jemputlah mamak Datuk Besar ke Jangkak. Jika beliau tidak berhalangan, katakan saja minta datang sebentar."
Si Ajam adik Jamilah, dengan tidak berkata sepatah jua, lalu pergi menjemput mamaknya, Guru Kasim duduk di tengah rumah bersama mentuanya. Jamilah sambil memeluk anaknya, duduk dekat suaminya. Sementara menanti Datuk Besar datang, maka guru Kasim berkata, "Tahun datang cucu ibu sudah boleh masuk sekolah."
"Tidakkah masih kecil benar, Sutan ?" jawab Tiaman.
"Kalau saya tidak salah umurnya baru 4 atau 5 kali menyabit sampai kini."
"Tidak, ibu ! Setahun lagi umur Syahrul sudah 6 tahun. Hari lahirnya ada saya tuliskan dan saya simpan baik-baik."
"Jika demikian, ibu malah yang salah kira. Maklumlah Sutan, bagi ibu hanya dengan agak-agak saja."
"Ya, itulah yang saya susahkah. Karena Syahrul laki-laki, saya hendak memasukkan ke sekolah H I S. Akan tetapi masuk ke sekolah itu susah benar."
"Apa pula susahnya, Sutan ?"
"Anak-anak yang boleh masuk ke sekolah itu dipilih benar-
21