Halaman:Medan Bahasa 1956.pdf/68

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

dua pupu 2). Bagi masjarakat Batak (umum) asalkan semarga takpernah terdjadi perkawinan. Ini dilarang keras oleh adat. Bagi mereka, orang jang semarga, walaupun belum pernah kenal atau berdjumpa kalau kenjataan marganja sama, terasa kepada mereka seperti berdjumpa dengan saudara kandung.

Dalam tjontoh tadi, bagi Maringan dan Humala telah tersedia bakal djodohnja, ialah boru ni tulang, anak paman. Soalnja tinggal suka atau tidak.

Kalau tidak, tjari boru dari marga lain. Ini menjebabkan, selama belum ada kepastian dari marga Manurung tadi jangmenjatakan bahwa tak membutuhkan borunja (= anak gadisnja), selama itu pula tulang (Marpaung) tadi tak berani menerima pinangan atau menjerahkan borunja kepada marga lain.

Dalam pergaulan jang sudah akrab — antara kawan dengan kawan — sering terdjadi gurau senda sbb. Seorang kawan menjebut kawannja t u l a n g, maka kawan jang disebut tulang tadi mendjawab: Tak usah memanggil aku tulang, tak ada ,, boru”ku atau: dia masih ketjil, atau: sudah ada jang punja. Tentu sadja-lepas dari hubungan antara seorang paman dengan seorang kemenakannja, lepas dari pengharapan akan mendapat/memperoleh borunja — sering terdengar sebutan tulang jang maksudnja se-mata² untuk menghormat, karena usianja jang telah landjut ataupun karena djabatannja jang lebih tinggi dari kita. Dalam hal ini sebutan tulang dapat diutjapkan oleh baik laki-laki atau perempuan dengan tak ada selisih harga.

Tetapi sekarang:

Bagaimanakah halnja kalau sebutan ini diutjapkan oleh seorang gadis terhadap seorang djedjaka jang kepadanja sesungguhnja dapat diharapkan terdjadinja perkawinan, karena tak ada larangan adat ???

Dalam pergaulan sehari-hari antara djedjaka dengan gadis, lazim dipakai sebutan: ITO. kata ito ini tak asing lagi bagi kita, sering kita dengar dari radio kalau kita baru menikmati lagu-lagu Tapanuli.

Sebutan ini dapat dipakai baik oleh djedjaka kepada gadis ataupun oleh gadis kepada djedjaka, djuga antara kenalan jang sudah akrab.

Demikian praktisnja sebutan ito ini sehingga tak salah djuga seandainja dipakai oleh seorang kakak beradik.

Kepada orang jang menjebut ito kepada kita, dapat djuga kita menjebutkan ito.

Tetapi ingat (!) kepada orang jang sama djenis (kelaminnja) tak ada pernah dipakai sebutan ito. Ito selalu kepada orang jang berlainan djenis. Untuk orang jang sama djenisnja, tentu harus ditjari sebutan lain. Kita landjutkan pembitjaraan semula.

Misalkan: Seorang djedjaka A djatuh tjinta kepada seorang gadis B. Kebetulan pula adat membolehkannja untuk kawin. Tetapi, karena sesuatu hal jang tertentu, gadis B tak dapat menerima tjintanja.

Bagaimana akan menolaknja ?

10