Halaman:Kota Jogjakarta 200 Tahun (1956).pdf/183

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Halaman ini tervalidasi

sadja dalam penjelenggaraan tari Serimpi ini dipilihkan puteri-putcri seimbang segala-galanja.

 Serimpi Renggawati itu dilakukan oleh 5 orang. Sebenarnja Serimpinja sendiri 4 orang ditambah seorang puteri Renggawati. Serimpi Renggawati ini diambilkan dari kisahnja Angling Darma adalah seorang putera Mahkota jang masih teruna remadja jang pada suatu ketika terkena upata mendjadi seekor burung mliwis. Mliwis itu nantinja bisa kembali mendjadi manusia apabila badannja tersentuh tangan seorang puteri tjantik djelita. Peristiwa itu ditjerminkan dalam tari-tarian Serimpi Renggawati. Tjeritera Angling Darma ini berachir dengan happy end.

 Kalau sebelum Sri Sultan Hamengku Buwono VIII Bedaja itu memakai sendjata pistol, maka hingga sekarang tidak lagi dan diganti dengan keris serta djebeng (ḍaḍap) atau panah beserta busur.

BEKSAN TRUNADJAJA.

 Tertjiptanja beksan Trunadjaja tersebut diatas mungkin sekali digerakkan oleh suatu tradisi jang tiap-tiap hari Sabtu sore diadakan, jaitu latihan-latihan perang dengan watang diatas kuda jang disebut: watangan. Pada latihan-latihan ini maka dipalulah gamelan Kangdjeng Kjahi Gunturlaut dengan gending satu-satunja jaitu monggang. Beksan Trunadjaja ini tidak dapat Mpertanterkan setiap saat, melainkan hanja pada waktu-waktu jang penting sadja.

 Beksan Trunadjaja jang lengkap biasanja memakan waktu beberapa djam. Sekarang oleh karena jang dipertontonkan hanja sebagian sadja, jang gagah, maka waktunja dapat dipersingkat, tetapi tidak mengurangi djiwa beksan Trunadjaja jang sungguh gagah perkasa itu.

 Satu hal jang perlu mendapat perhatian pada beksan Trunadjaja ialah tentang bahasanja. Bahasa jang digunakan disini ialah bahasa tjampuran Madura dan Djawa.

 Untuk mengiringi beksan Trunadjaja ini biasanja dipalulah gamelan Kangdjeng Kjahi Guntursari dalam gending-gending Gangsaran. Kagok liwung dan Bimakurda.

BEKSAN WAJANG-ORANG.

 Di Keraton Jogjakarta sedari Sri Sultan Hamengku Buwono ke I beksan Wajang-orang sudah ada, bahkan sudah pernah djuga dikirimkan ke-Surakarta untuk dipamerkan didalam Keraton. Tjeritera-tjeritera jang sudah pernah dimainkan misalnja: Gandawardaja, Pragolamurti, Djajasemadi, Petruk dados Ratu, Sri Suwela, Pregiwa-Pregiwati, Samba sebit, Tjiptaning (dari wajang purwa). Tjeritera-tjeritera wajang gedog seperti: Djojolengkoro, Kudonorowongso, Pandji Laltjan dan sebagainja. Untuk keperluan

pertundjukan wajang-orang ini diperlukan pemain sampai beberapa ratus, karena waktunja tentu satu sampai tiga malam sentuk. Seperti jang berlaku dalam pertundjukan wajang-kulit, maka dalam pertundjukan wajang-orangpun di Keraton menggunakan Gunungan djuga jang dibuat dari pada papan. Konon gunungan semasa Sri Sultan Hamengku Buwono I dalam pertundjukan wajang-orang pada tanggal 18, 19 dan 20 Maret 1939 masih dipakai djuga. Semua peranan didalam lakon itu dilakukan oleh laki-laki.

145